Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Jurnal Kesehatan
Volume 11, Nomor 3, Tahun 2020
ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK
414
Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica
Val.) terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes In Vitro
Antibacterial Effectiveness Test of Turmeric Rhizome Extract (Curcuma
domestica Val.) on the Growth of Propionibacterium acnes in Vitro
Annisa Cahyani1, Dwi Indria Anggraini2, Tri Umiana Soleha3, Agustyas Tjiptaningrum4
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, Indonesia
ARTICLE INFO
ABSTRACT/ ABSTRAK
Article history
Received date
28 Sept 2020
Revised date
14 Oct 2020
29 Oct 2020
Accepted date
26 Nov 2020
Keywords:
Acne vulgaris;
Propionibacterium acnes;
Thurmeric rhizome.
One of the treatments for acne vulgaris therapy is antibiotics, it can be applied topically
and systemically. However, long-term and inappropriate use of antibiotics can increase
the incidence of antibiotic drug resistance. Some medicinal plants are known to have
antimicrobial properties, one of them is turmeric rhizome. Turmeric rhizome is known to
contain essential oils and curcumin so that it can be useful as an antibacterial, antiviral,
anti protozoa, anti-inflammatory, antioxidant, and antineoplasm. This study aims to
determine the effectiveness of the antibacterial turmeric extract against the growth
of Propionibacterium acnes. The type of this research is an experimental laboratory with
disc diffusion method on Mueller Hinton Agar media. Turmeric extract was obtained
from the Laboratory of Organic Chemistry at the University of Lampung with maceration
techniques using 96% ethanol. Turmeric rhizome extract is divided into several
concentrations namely 15%, 30%, 50%, 75%, and 100%. As negative control is aquades
and positive control is clindamycin. Data was obtained based on the result of
measurement Diameter of inhibition zone made through paper discs and measured by
calipers. The data were analyzed by using One Way ANOVA. The result of this study
indicated that the diameter of the inhibits zone at a concentration of 15%, 30%, 50%,
75%, and 100%. Sequentially is 11,35mm, 15,65mm, 17,575mm, 18,85mm, and 20,8mm.
in the negative control is 0 mm and positive control is 28,1 mm (score p-value=0,000).
There is antibacterial effectiveness of turmeric extract against the growth
of Propionibacterium acnes in vitro, but it is no superior compared with clindamycin
phosphate.
Kata kunci:
Akne vulgaris;
Propionibacterium acne;
Rimpang kunyit.
Salah satu pengobatan untuk terapi akne vulgaris ialah antibiotik, baik secara topikal
maupun sistemik. Namun penggunaan antibiotik dalam jangka panjang dan tidak tepat
dapat meningkatkan angka kejadian resistensi obat antibiotik. Beberapa tanaman obat
diketahui memiliki khasiat sebagai antimikroba, salah satunya ialah rimpang kunyit.
Rimpang kunyit diketahui memiliki kandungan minyak atsiri dan kurkumin sehingga
dapat bermanfaat sebagai antibakteri, antivirus, antiprotozoa, antiinflamasi, antioksidan
dan antineoplasma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas antibakteri
ekstrak rimpang kunyit terhadap pertumbuhan Propionibacterium acnes. Jenis penelitian
ini adalah eksperimental laboratorium dengan metode disc diffusion pada media Mueller
Hinton Agar. Ekstrak rimpang kunyit didapatkan dari Laboratorium Kimia Organik
Universitas Lampung dengan teknik maserasi mengunakan etanol 96%. Ekstrak rimpang
kunyit dibagi dalam beberapa konsentrasi yaitu 15%, 30%, 50%, 75% dan 100%. Sebagai
kontrol negatif adalah akuades dan kontrol positif adalah klindamisin. Data yang
diperoleh diukur dengan jangka sorong. Analisis data menggunakan One Way ANOVA.
Hasil penelitian ini menunjukkan diameter zona hambat yang terbentuk pada konsentrasi
ekstrak rimpang kunyit 15%, 30%, 50%, 75% dan 100%. Secara berurutan yaitu
11,35mm, 15,65mm, 17,575mm, 18,85mm, dan 20,8mm. Pada kelompok kontrol negatif
sebesar 0 mm dan kontrol positif sebesar 28,1mm (nilai p-value=0,000). Terdapat
efektivitas antibakteri ekstrak rimpang kunyit terhadap pertumbuhan Propionibacterium
acnes secara in vitro, tetapi tidak lebih superior dibandingkan dengan klindamisin fosfat.
Corresponding Author:
Annisa Cahyani
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, Indonesia
Email: annisacahyani121@gmail.com
Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap … 415
PENDAHULUAN
Akne vulgaris merupakan penyakit kulit
yang berupa peradangan kronis folikel
polisebasea yang paling banyak terjadi pada usia
remaja hingga dewasa muda (Mahmood, 2017;
Morze, et al., 2017). Gambaran klinis berupa
komedo, papul, pustul, nodul serta kista. Pustula
adalah vesikel yang berisi nanah. Nodul yaitu
massa padat yang menonjol >1cm di atas
permukaan kulit. Skar atau jaringan parut
merupakan komplikasi dari akne vulgaris
Peradangan terjadi pada wajah dan leher (99%),
punggung (60%), dada (15%), serta bahu dan
lengan atas (Djuanda, 2016).
Komedo dibedakan menjadi komedo putih
(whiteheads) dan komedo hitam (blackheads),
tergantung pada apakah mereka tertutup atau
terbuka. Komedo tertutup (white head) terbentuk
pada saat penumpukan sebum yang terperangkap
didalam unit pilosebasea dan tidak mengandung
unsur melanin, di bawah permukaan kulit.
Komedo terbuka (blackheads) terbentuk dengan
cara yang sama dengan komedo tertutup, hanya
saja bagian ruangannya terbuka pada permukaan
menjadi teroksidasi dan mengandung unsur
melanin sehingga tampak berwarna hitam pada
epidermis yang membentuk blackheads
(Shrewsbury, 2015; Zeichner, et al., 2017).
Prevalensi akne vulgaris berdasarkan The
Global Burden of Diseases pada 187 negara
adalah 9,4% dari populasi dunia dan merupakan
penyakit paling umum ke-8 (Tan, et al., 2015).
Di Indonesia penderita akne vulgaris pada tahun
2006, 2007, dan 2009 secara berturut-turut yaitu
60%, 80%, dan 90% (Afriyanti, 2015). Adapun
penelitian yang dilakukan oleh Mizwar, dkk pada
tahun 2009-2011 di RSUP Prof Dr R. D. Kandou
Manado, dari 10.003 pasien terdapat 121 (3,59%)
pasien akne vulgaris yang didominasi oleh pasien
perempuan sebanyak 75 pasien (61,9%),
kelompok usia terbanyak 15-24 tahun yaitu 75
pasien (62,8%) dengan status pendidikan
terbanyak pada pelajar yaitu 73 pasien (60,3%)
(Mizwar, et al., 2013).
Meskipun bukan merupakan penyakit yang
mematikan, namun akne vulgaris memiliki
dampak yang besar bagi remaja baik secara fisik
maupun psikologik (Afriyanti, 2015). Lebih
lanjut akne vulgaris dapat menimbulkan
kecemasan, depresi, dan mengurangi rasa
percaya diri sehingga akan mengganggu kualitas
hidup (Morze, et al., 2017).
Etiologi akne vulgaris masih belum
diketahui secara pasti, banyak faktor yang
berperan dalam timbulnya akne vulgaris antara
lain faktor genetik, ras, faktor endokrin, stres,
kosmetik, iklim/suhu/kelembapan, makanan,
obat-obatan dan infeksi oleh mikroorganisme.
Namun, secara umum patogenesisnya dapat
dibagi menjadi 4 yaitu: (1) peningkatan produksi
sebum; (2) hiperproliferasi keratinosit; (3)
kolonisasi Propionibacterium acnes; (4) proses
inflamasi (Djuanda, 2016).
Sebum diproduksi oleh kelenjar sebasea
yang merupakan bagian dari unit pilosebasea di
kulit. Pertambahan jumlah dan ukuran dari
kelenjar sebasea diketahui merupakan akibat dari
stimulus hormon androgen yang biasanya akan
mulai aktif pada usia remaja. Pertambahan
jumlah dan ukuran tersebut menyebabkan sebum
yang diproduksi akan lebih banyak dari biasanya
(Djuanda, 2016). Sebum mengandung komponen
trigliserida yang akan dipecah menjadi asam
lemak bebas oleh Propionibacterium acnes
(Pappas, et al., 2009). Asam lemak bebas ini
dapat meningkatkan kolonisasi dari
Propionibacterium acnes, memicu terjadinya
inflamasi dan proses komedogenik yang
menyebabkan timbulnya akne vulgaris (Djuanda,
2016).
Adanya proliferasi keratinosit pada epitel
folikel rambut dan infundibulum akan
menyumbat aliran sebum ke permukaan kulit,
menyebabkan timbulnya mikrokomedo. Faktor-
faktor pencetusnya ialah berkurangnya kadar
asam linoleat, stimulasi androgen dan
peningkatan IL-1. Penurunan asam linoleat
menyebabkan terjadinya defisiensi asam lemak
esensial, sehingga memicu hiperkeratosis
folikuler dan penurunan fungsi barier epitel yang
menimbulkan mikrokomedo (Djuanda, 2016).
Mikrokomedo merupakan proses awal
pembentukan akne vulgaris dan dapat
berkembang menjadi lesi inflamasi atau lesi non
inflamasi (Rimadhani, 2015).
Propionibacterium acnes merupakan salah
satu flora normal pada kulit yang dapat berperan
dalam timbulnya jerawat (MacLeod, et al., 2009).
Jumlahnya akan meningkat seiring dengan
peningkatan sebum yang merupakan nutrisi
baginya. Bila jumlahnya meningkat bakteri ini
akan menjadi patogen dan menimbulkan lesi
inflamasi pada kulit (Siregar, 2017).
Aktivitas Propionibacterium acnes juga
dapat menyebabkan proses inflamasi.
Propionibacterium acnes merupakan bakteri
Gram positif anaerob aerotoleran yang ditemukan
di folikel sebasea. Untuk itu organisme ini paling
mudah berkembang pada medium bakteriologik
dalam lingkungan anaerob dengan saturasi
oksigen hingga 0%. Meskipun dianggap sebagai
bakteri anaerob, namun bakteri ini dapat
mentolerir saturasi oksigen hingga mencapai
416 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 3, Tahun 2020, hlm 414-421
100% dengan tingkat pertumbuhannya yang lebih
lambat atau disebut juga dengan aerotoleran
(McDowell & Nagy, 2014). Dinding sel
Propionibacterium acnes terdiri dari antigen
karbohidrat yang menstimulasi perkembangan
antibodi. Antibodi anti-propionibakterium
menambah respon inflamasi dengan
mengaktivasi komplemen yang menginisiasi pro-
inflamasi. Propionibacterium acnes juga
menyebabkan respon inflamasi dengan
mengeluarkan respon hipersensitivitas yang
lambat dan dengan memproduksi lipase,
protease, hialuronidase, dan faktor kemotaktis
(Perry & Lambert, 2006; Afriyanti, 2015).
Propionibacterium acnes dapat
dibudidayakan di berbagai media, seperti agar
darah, brucella, coklat agar, atau cairan infus
otak, di bawah kondisi anaerob hingga
mikroaerofilik. Koloni pada agar darah
berdiameter 1 sampai 2mm, biasanya berkilau,
melingkar, dan buram tumbuh lebih baik pada pH
antara 6,0 sampai 7,0 dibandingkan dengan
lingkungan yang lebih asam atau basa serta
dengan suhu yang optimal antara 30°C-37°C
(Achermann, et al., 2014).
Terdapat beberapa modalitas terapi akne
vulgaris mulai dari pengobatan topikal hingga
sistemik. Terapi topikal seperti retinoid, benzoil
peroksida, asam azaleat dan antibiotik. Terapi
sistemik seperti antibiotik oral, terapi hormonal,
dan isotretinoin. Terapi tersebut diberikan sesuai
dengan derajat keparahan dan respon terhadap
terapi (Shrewsbury, 2015). Untuk terapi pada
akne vulgaris derajat sedang dan berat adalah
pemberian antibiotik. Namun, penggunaan
antibiotik dalam jangka panjang dan tidak tepat
dapat meningkatkan angka kejadian resistensi
obat antibiotic (Webster, 2002).
Di Indonesia Beberapa penelitian
melaporkan terdapat jenis tanaman obat yang
memiliki khasiat sebagai antimikroba (Kemenkes
RI, 2017). Salah satunya ialah tanaman kunyit
(Curcuma domestica Val.) (Kemenkes RI, 2007).
Kandungan yang terdapat dalam kunyit antara
lain adalah minyak atsiri, minyak lemak,
senyawa kurkuminoid, dan senyawa turunan
lainnya. Kandungan tersebut menjadikan kunyit
menjadi tanaman obat yang berefek sebagai
antiinflamasi, antivirus, antibakteri, antiprotozoa,
antineoplasma, antioksidan, dan antinematosida
(Simanjuntak, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh
Mohammed (2015) menunjukkan bahwa aktivitas
antibakteri kurkumin terhadap bakteri Gram
positif yaitu Streptococcus mutans dan
Streptococcus pyogenes, masing-masing dengan
diameter zona hambat sebesar 9,7mm dan
10,2mm (Mohammed, 2015). Penelitian tersebut
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
ekstrak kurkumin menghasilkan aktivitas
antibakteri terhadap berbagai mikroba dan juga
pada bakteri seperti Streptococcus,
Staphylococcus, Lactobacillus, Helicobacter
pylori. Selain itu, kurkumin juga merupakan
penghambat pertumbuhan yang kuat terhadap
bakteri Gram positif (Staphilococcus aureus dan
Streptococcus mutans), bakteri Gram negatif (E.
coli dan Pseudomonas aeruginosa), serta jamur
yang bersifat patogen (Candida albicans) (Shahi,
et al., 2000).
Pada penelitian yang dilakukan oleh
Yuliati, et al. (2016) tentang uji efektivitas
antibakteri ekstrak kunyit pada bakteri Bacillus
sp (Gram positif) dan Shigella dysentriae (Gram
negatif), menunjukkan bahwa zona hambat
bakteri Gram positif lebih besar dibandingkan
Gram negatif. Hal ini disebabkan karena
perbedaan struktur dinding antara bakteri Gram
positif dan Gram negatif (Yuliati, 2016).
Penelitian Wijayanto (2014) juga menunjukkan
bahwa ekstrak etanol rimpang kunyit putih
terhadap Staphylococcus aureus (Gram positif)
dan Escherichia coli (Gram negatif) mempunyai
aktivitas antibakteri lebih besar terhadap
pertumbuhan Staphylococcus aureus dibanding
Escherichia coli (Wijayanto, 2014). Hidayati,
dkk (2002) membuktikan secara in vitro bahwa
ekstraksi rimpang kunyit mampu menghambat
pertumbuhan bakteri baik Gram positif maupun
Gram negatif, seperti E. coli, K. pneumoniae, P.
aeruginosa, dan S. Aureus.
Secara empiris bahan rimpang kunyit
digunakan oleh banyak produk kecantikan di
pasaran seperti masker produk Mustika Ratu,
Qunyit masker, dan Vcare. Masker tersebut
digunakan masyarakat dapat untuk mengatasi
akne vulgaris. Namun demikian, sepengetahuan
penulis belum diketahui secara pasti mekanisme
kerjanya pada terapi akne vulgaris, khususnya
mengenai efek antibakteri rimpang kunyit
terhadap Propionibacterium acnes. Oleh karena
itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak
rimpang kunyit terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes sebagai penyebab
timbulnya akne vulgaris.
METODE
Penelitian ini adalah eksperimental
laboratorium dengan meneliti efek dari ekstrak
etanol 96% rimpang kunyit (Curcuma domestica
Val.) terhadap diameter zona hambat
Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap … 417
Propionibacterium acnes secara in vitro. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode Kirby Bauer, yaitu dengan cara
meletakkan blank disk (cakram kosong) yang
telah diteteskan 50µg ekstrak etanol rimpang
kunyit terlebih dahulu dengan konsentrasi yang
berbeda-beda dan didiamkan selama 15 menit,
kemudian diletakkan pada media Mueller Hinton
Agar (MHA) yang sudah diinokulasi
Propionibacterium acnes.
Penelitian telah dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas
Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Ekstrasi bahan dilakukan di Laboratorium Kimia
Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas
Lampung. Penelitian dilakukan pada bulan Juli
2018 hingga Januari 2019.
Bakteri Uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bakteri Gram positif (+)
batang yaitu Propionibacterium acnes.
Propionibacterium acnes diisolasi pada media
agar darah dan diinkubasi pada suhu 37°C selama
24 jam. Setelah dilakukan kultur, digunakan
media Mueller Hinton Agar (MHA) sebagai
media uji diameter zona hambat bakteri.
Bahan penelitian yang digunakan adalah
ekstrak etanol 96% rimpang kunyit (Curcuma
domestica Val.) dengan konsentrasi 15%, 30%,
50%, 75% dan 100%, serta kontrol positif dan
kontrol negatif sebagai pembanding. Sehingga
didapat 7 kelompok perlakuan.
Analisis data pada penelitian ini
menggunakan One Way ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Post hoc menggunakan Least
Significance Difference (LSD) menggunakan
software Statistical Product and Service
Solutions (SPSS).
Penelitian ini telah melewati kaji etik
penelitian dan mendapatkan Ethical Clearance
oleh bagian komisi etik dari Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dengan Nomor.
104/UN26.18/PP.05.02.00/2019.
HASIL
Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma
domestica Val.) terhadap Bakteri Propionibacterium acnes
Percobaan
Zona Hambat Ektrak Rimpang Kunyit (mm)
p-value
Kontrol (-)
15%
30%
50%
75%
100%
Kontrol (+)
1
0
11,2
15,5
17,4
18,7
20,7
28,2
,000
2
0
11,3
15,8
17,3
18,9
20,5
27,4
3
0
11,7
16,3
18,4
19,1
21,2
28,5
4
0
11,2
15
17,1
18,7
20,8
28,3
Total Mean
0
11,35
15,65
17,575
18,85
20,8
28,1
Tabel 2. Uji Post Hoc
Perlakuan
Signifikansi
Kontrol (+)
Kontrol (-)
15%
30%
50%
75%
100%
Kontrol (+)
-
,000*
,000*
,000*
,000*
,000*
,000*
Kontrol (-)
,000*
-
,000*
,000*
,000*
,000*
,000*
15%
,000*
,000*
-
,000*
,000*
,000*
,000*
30%
,000*
,000*
,000*
-
,000*
,000*
,000*
50%
,000*
,000*
,000*
,000*
-
,000*
,000*
75%
,000*
,000*
,000*
,000*
,000*
-
,000*
100%
,000*
,000*
,000*
,000*
,000*
,000*
-
Keterangan: * bermakna (p-value<0,05)
Hasil penelitian ini menunjukkan
pengukuran diameter zona hambat
Propionibacterium acnes pada media Mueller
Hinton Agar (MHA) cendrung menguat sesuai
dengan peningkatan konsentrasi ekstrak rimpang
kunyit, yaitu: pada konsentrasi 15% sebesar
11,35mm, konsentrasi 30% sebesar 15,65mm,
konsentrasi 50% sebesar 17,575mm, konsentrasi
75% sebesar 18,85mm, dan konsentrasi 100%
sebesar 20,8mm. Pada kelompok kontrol (+)
diperoleh rerata diameter zona hambat sebesar
28,1mm, sedangkan pada kelompok kontrol (-)
sebesar 0mm (Tabel 1).
Zona hambat tertinggi diperoleh pada
kelompok konsentrasi 100% dengan rerata
diameter zona hambat sebesar 20,8mm,
sedangkan diameter zona hambat terkecil
diperoleh pada kelompok konsentrasi 15% yaitu
418 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 3, Tahun 2020, hlm 414-421
sebesar 11,35mm. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi ekstrak rimpang
kunyit maka semakin besar pula zona hambat
yang terbentuk.
Dilakukan uji normalitas untuk menilai
apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk
(n<50). Hasil uji normalitas menunjukkan p pada
kelompok kontrol (+) sebesar 0,235, kelompok
konsentrasi 15% sebesar 0,051, kelompok
konsentrasi 30% sebesar 1, kelompok konsentrasi
50% sebesar 0,296, kelompok konsentrasi 75%
sebesar 0,272, kelompok konsentrasi 100%
sebesar 0,734. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa seluruh data terdistribusi normal (nilai p-
value>0,05).
Uji homogenitas Levene menunjukkan
data homogen (nilai p-value=0,099) sehingga
memenuhi syarat untuk dilakukan analisis One
Way ANOVA. Hasil uji One Way ANOVA
menunjukkan nilai p-value=0,000, sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
konsentrasi ekstrak etanol rimpang kunyit
(Curcuma domestica Val.) terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes.
Untuk mengetahui signifikansi perbedaan
dan rata-rata diameter zona hambat pertumbuhan
bakteri pada setiap kelompok dilakukan uji post
hoc menggunakan uji Least Significance
Difference (LSD). Hasil uji post hoc disajikan
dalam tabel 2.
Berdasarkan tabel 2 didapatkan hasil
signifikansi p-value<0,05 untuk setiap kelompok,
hal ini berarti terdapat perbedaan signifikan antar
setiap kelompok uji serta kelompok kontrol, baik
positif maupun negatif. Untuk menentukan daya
antibakteri paling efektif maka dilihat beda rerata
zona hambat yang dihasilkan oleh kelompok
Kontrol (+) dengan masing-masing kelompok uji.
Hasil yang diperoleh pada selisih diameter zona
hambat kelompok kontrol positif dengan
kelompok konsentrasi 15% adalah (-16,75), pada
kelompok konsentrasi 30% adalah (-12,45), pada
kelompok konsentrasi 50% adalah (-10,525),
pada kelompok konsentrasi 75% adalah (-9,25),
dan pada kelompok konsentrasi 100% adalah (-
7,3). Kelompok dengan konsentrasi 100%
memiliki efek antibakteri paling efektif karena
nilai yang diperoleh mendekati kontrol positif.
Meskipun demikian ekstrak rimpang kunyit
konsentrasi yang maksimal (100%) memiliki
efek antibakteri Propionibacterium acnes lebih
rendah dibandingkan kontrol positif yaitu
klindamisin fosfat secara bermakna (selisih rerata
diameter zona hambat 7,3mm, nilai p-
value=0,000).
PEMBAHASAN
Penelitian ini menguji aktivitas antibakteri
ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma
domestica Val.) terhadap daya hambat
Propionibacterium acnes dengan kontrol positif
yaitu klindamisin fosfat 1,2% topical solution
dan kontrol negatif yaitu akuades.
Respon hambat pertumbuhan bakteri dapat
diklasifikasikan berdasarkan diameter zona
bening, yaitu: <10mm kurang efektif, 10-15mm
lemah, 16-20mm sedang, dan >20mm kuat
(Coyle, 2005). Pada penelitian ini diperoleh hasil
diameter zona hambat pada konsentrasi ekstrak
rimpang kunyit 15% dan 30% sebesar 11,35mm
dan 15,65mm, sehingga termasuk dalam respon
hambat lemah (10-15mm). Pada konsentrasi
ekstrak rimpang kunyit 50% dan 75% diameter
zona hambat sebesar 17,575mm dan 18,85mm,
sehingga termasuk dalam respon hambat sedang.
Respon hambat kuat timbul pada konsentrasi
ekstrak rimpang kunyit 100% (diameter zona
hambat 20,8mm). Meskipun demikian diameter
zona hambat kelompok perlakuan dengan
pemberian ekstrak rimpang kunyit konsentrasi
paling tinggi (100%) dibandingkan dengan
kontrol positif (klindamisin fosfat), yaitu 20,8mm
versus 28,1mm.
Klindamisin fosfat yang digunakan sebagai
kontrol positif dalam penelitian ini, bekerja
menghambat pertumbuhan atau reproduksi dari
bakteri dengan cara memodifikasi atau
menghambat sintesis protein melalui mekanisme
berikut: (a) Memotong elongasi rantai peptida,
(b) Memblok site A pada ribosom, (c) Kesalahan
membaca pada kode genetik, (d) Mencegah
penempelan rantai oligosakarida pada
glikoprotein (Katzung, 2012). Sehingga pada
penelitian ini diameter zona hambat terhadap
Propionibacterium acnes yang dibentuk oleh
ekstrak rimpang kunyit dengan konsentrasi yang
paling tinggi sekalipun (100%), masih jauh lebih
rendah dibandingkan dengan klindamisin fosfat
1,2% topical solution.
Efektivitas antibakteri dalam uji aktivitas
antibakteri secara in vitro dipengaruhi oleh
beberapa faktor, adapun faktor-faktor tersebut
Antara lain ialah: populasi bakteri, konsentrasi
antibakteri, komposisi media kultur, nilai pH,
waktu inkubasi, temperatur, dan lingkungan
sekitar bakteri (Greenwood, 2012). Peneliti
berusaha mengontrol faktor-faktor yang dapat
dikontrol dengan berbagai cara seperti membuat
ekstraksi rimpang kunyit menggunakan pelarut
etanol 96% agar bahan-bahan kimia yang
memiliki efek antibakteri pada rimpang kunyit
dapat tersari, populasi bakteri dibandingkan
Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap … 419
dengan standar kekeruhan MacFarland 0,5 yang
ekuivalen dengan suspensi sel bakteri sebanyak
108(CFU)/ml, media kultur, temperatur 37°C,
membuat kondisi lingkungan anaerob dengan
menggunakan anaerobic jar, serta waktu
inkubasi yang dilakukan selama 24 jam. Faktor
bahan uji yang tidak dapat dikontrol yaitu
keragaman bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi
waktu panen, serta proses panen (Greenwood,
2012; Achermann, et al., 2014; McDowell &
Nagy, 2014).
Kandungan senyawa kimia yang terdapat
dalam kunyit adalah senyawa fenolik alami
seperti curcuminoids, sesquiterpenoid, serta
terdapat pula kandungan minyak atsiri. Pada
curcuminoids terdapat 3 komponen, yaitu
kurkumin (94%), demethoxycurcumin (6%), dan
bisdemethoxycurcumin (0,3%). Sedangkan untuk
senyawa sesquiterpenoid terdiri dari
arturmerone, curlone, bisacumol, zingiberene,
curcumene, germacrone, curcuminol, bsabolene.
Curcuminoids memberikan efek warna kuning
pada rimpang kunyit, sedangkan turmerone,
artumerone dan zingiberene yang terdapat
didalam senyawa sesquiterpenoid memberikan
aroma yang khas pada kunyit (Kumar, et
al.,2017).
Komponen utama dalam rimpang kunyit
adalah kurkumin dan minyak atsiri. Berdasarkan
hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balittro) bahwa kandungan
kurkumin rimpang kunyit rata-rata 10,92%
(Sundari, 2016). Penelitian tersebut sesuai
dengan Lina (2008) yang menyatakan bahwa
ekstrak rimpang kunyit memiliki kadar kurkumin
rata-rata 10,72% (Lina, 2008). Kandungan
minyak atsiri dapat diperoleh dari seluruh bagian,
mulai dari akar, rimpang, daun hingga bunga.
Namun bagian rimpang kunyit mengandung
memiliki kandungan minyak atsiri yang lebih
tinggi, yaitu 5-6% (Stanojević, et al., 2015).
Sehingga pada penelitian ini digunakan bagian
rimpang kunyit.
Banyak penelitian yang membuktikan efek
farmakologi lain yang dimiliki kurkumin, seperti
antiinflamasi, antioksidan, antikanker,
antifertiliti, antiulser, antikoagulan, antimikroba,
antihepatotoksik, antirematik dan antidiabetik
(Gupta, et al., 2013; Stanojević, Stanojevic,
Cvetcovic, et al., 2015; Yadav, et al., 2017).
Efek-efek farmakologi pada kunyit tersebut
membuatnya menjadi tumbuhan yang memiliki
efek menguntungkan pada kesehatan manusia,
salah satu diantaranya adalah untuk penyakit hati,
kanker, aterosklerosis, masalah haid pada wanita,
osteoarthritis, gangguan pencernaan dan infeksi
bakteri (Yadav, et al., 2017). Tanaman kunyit
dapat dipakai menjadi beberapa bentuk sediaan
dalam penggunaan teraupetik. Secara topikal
pada kulit, kunyit digunakan untuk
menyembuhkan luka, pemfigus, herpes zoster,
infeksi parasit pada kulit serta akne vulgaris
(Mohammed, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Warnaini
(2013) mengenai uji aktivitas antibakteri ekstrak
kunyit konsentrasi 15%, 30%, 50%, 75% dan
100% terhadap bakteri Gram positif Bacillus sp.
Warnaini (2013) melaporkan hasil diameter zona
hambat pada konsentrasi 15% sebesar 11mm,
konsentrasi 30% sebesar 12,3mm, konsentrasi
50% sebesar 13,3mm, konsentrasi 75% sebesar
13,7 mm dan konsentrasi 100% sebesar 14,7mm
(Warnaini, 2013). Pangemanan (2016) juga
melakukan penelitian yang menguji aktivitas
antibakteri ekstrak rimpang kunyit terhadap
bakteri Staphylococcus aureus (Gram positif)
(Pangemanan, 2016).
Hasil penelitian Pangemanan (2016)
menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunyit
dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, dan 40%
dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus
aureus dengan rerata masing-masing 11 mm,
13,5mm, 14,5mm dan 15mm (Pangemanan,
2016). Penelitian yang dilakukan oleh
Mohammed (2015) mengenai aktivitas
antibakteri kurkumin terhadap bakteri Gram
positif Streptococcus mutans dan Streptococcus
pyogenes, masing masing dengan zona hambat
sebesar 9,7mm dan 10,2mm (Mohammed, 2015).
Sedangkan uji mengenai efektivitas minyak atsiri
pada daun, tangkai bunga, dan daun cengkeh Bali
terhadap Propionibacterium acnes dilakukan
oleh Lova (2017) dan diperoleh hasil diameter
zona hambat sebesar ≥18,04mm (Lova, 2017).
Hasil penelitian Mohammed (2015) dan Lova
(2017) tersebut mendukung hasil penelitian ini
yang menunjukkan terdapat efek antibakteri
Propionibacterium acnes sebagai bakteri Gram
positif setelah pemberian ekstrak rimpang kunyit
secara in vitro. Namun demikian penelitian ini
tidak meneliti lebih lanjut mengenai zat-zat aktif
dalam rimpang kunyit yang berperan sebagai
antibakteri.
Senyawa kurkumin memiliki efek
antibakteri. Mekanisme antibakteri kurkumin
yaitu berikatan dengan protein FtsZ dan
menghambat perakitan protofilamen sehingga
menekan pembentukan cincin Z. Dengan
demikian dapat menghambat sitokinesis dan
proliferasi bakteri. Ikatan kurkumin pada
peptidoglikan bakteri dapat memicu kerusakan
pada dinding dan membran sel hingga akhirnya
mengalami lisis sel bakteri (Teow, et al., 2016).
420 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 3, Tahun 2020, hlm 414-421
Mekanisme kerja antibakteri minyak atsiri
yaitu dengan mengganggu proses pembentukkan
membran atau dinding sel bakteri sehingga
dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk dengan
tidak sempurna. Minyak atsiri yang aktif sebagai
antibakteri mengandung gugus hidroksil (-OH)
dan karbonil. Mekanisme golongan gugus ini
dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah
dengan cara denaturasi protein. Bobot molekul
alkohol berhubungan dengan kerja antimikroba,
yaitu apabila bobot alkohol meningkat maka
kerja antimikroba akan meningkat pula
(Korenblum, et al., 2013).
SIMPULAN
Terdapat efektivitas antibakteri ekstrak
rimpang kunyit terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes secara in vitro, tetapi
tidak lebih superior dibandingkan dengan
klindamisin fosfat.
DAFTAR PUSTAKA
Achermann, Y; Goldstein, E.J.C; Coenye;
Shirtliffa, M.E. (2014). Propionibacterium
acne: From commensal to opportunistic
biofilm-associated implant pathogen.
Clinical Microbiology Reviews. 27(3):419-
440.
Afriyanti, R.N. (2015). Akne vulgaris pada
remaja. Medical Faculty of Lampung
University. 4(6):102-109.
Coyle, M.B. (2005). Manual of antimicrobial
susceptibility testing. America: American
society for microbiology.
Djuanda, A. (2016). Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Sri Linuwih SW Menaldi, Ed-7.
Jakarta.
Greenwood, D; Barer, M; Slack, R; Irving, W.
(2012). Medical microbiology, a guide to
microbial infection: pathogenesis,
laboratory investigation and control 8
edition. United States: Churchill
Livingstone, Elsevier.
Gupta SC, Patchva S, Aggarwal BB. (2013).
Therapeutic roles of curcumin: Lessons
learned from clinical trials. The AAPS
Journal. 15(1):195-218.
Hidayati E, Juli N, Marwani E. (2002). Isolasi
enterobacteriaceae patogen dari makanan
berbumbu dan tidak berbumbu kunyit
(curcuma domestica val.) serta uji
pengaruh ekstrak kunyit (curcuma
domestica val.) terhadap pertumbuhan
bakteri yang diisolasi. Jurnal Matematika
Dan Sains. 7(2):43–52.
Katzung, B.G. (2012). Farmakologi dasar dan
klinik edisi 10. Jakarta: EGC
Kemenkes RI. (2007). Kebijakan obat
tradisional. Jakarta.
Kemenkes RI. (2017). Formularium ramuan obat
tradisional. 1-135. Jakarta.
Kumar, A; Singh, A.K; Kaushik, M.S; Mishra,
S.K; Raj, P; Singh, P.K; et al. (2017).
Interaction of turmeric (curcuma domestica
val.) with beneficial microbes: A review.
Biotech. 7(6):1–8.
Korenblum E, Goulart FRV, Rodrigues IA,
Abreu F, Lins U, Alves PB, et al. (2013).
Antimicrobial action and anti-corrosion
effect against sulfate reducing bacteria by
lemongrass (cymbopogon citratus)
essential oil and its major component, the
citral. AMB Express. 3(44): 1-8.
Lina. (2008). Standarisasi ekstrak rimpang
kunyit (curcuma domestica val.).
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Lova, I.P.T. (2017). Perbandingan uji aktivitas
antibakteri minyak atsiri daun, tangkai
bunga, dan bunga cengkeh bali (syzygium
aromaticum l.) terhadap bakteri
propionibacterium acne dengan metode
disk difusi. [Skripsi]. Bali: Universitas
Udayana.
MacLeod DT, Cogen AL, Gallo RL. (2009). Skin
microbiology. Encyclopedia of
Microbiology. 734-747.
Mahmood, N.F; Shipman, A.R. (2017). The age-
old problem of acne. International Journal
of Women’s Dermatology. 3(2):71-76.
McDowell, A; Nagy, I. (2014). Propionibacteria
and disease. Molecular Medical
Microbiology: Second Edition.
Mizwar, M., Kapantow, M. G., & Suling, P. L.
(2013). Profil Akne Vulgaris di RSUP
Prof. dr. RD Kandou Manado Periode
2009-2011. e-CliniC, 1(2).
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclini
c/article/view/3276
Mohammed, N. A., & Habil, N. Y. (2015).
Evaluation of antimicrobial activity of
curcumin against two oral bacteria. Autom
Control Intell Syst, 3, 18-21.
Morze, J; Przybylowicz, K.E; Danielewicz, A;
Obara-Golebiowska, M. (2017). Diet in
acne vulgaris: Open or solved problem?.
Iranian Journal of Public Health.
Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap … 421
46(3):428-430.
Pangemanan, A., & Budiarso, F. (2016). Uji daya
hambat ekstrak rimpang kunyit (Curcuma
longa) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
sp. eBiomedik, 4(1).
Pappas A, Johnsen S, Liu JC, Eisinger M. (2009).
Sebum analysis of individuals with and
without acne. Dermato-Endocrinology.
1(3):157–161.
Perry AL, Lambert PA. (2006).
Propionibacterium acne. Letters in Applied
Microbiology. 42(3):185-188.
Rimadhani, M., & Rahmadewi, R. (2015).
Pengaruh Hormon terhadap Akne
Vulgaris. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin, 27(3), 218-224.
Shahi SK, Shukla AC, Bajaj AK, Banerjee U,
Rimek D, Midgely G et al. (2000). Broad
spectrum herbal therapy against superficial
fungal infections. Skin Pharmacol Appl
Skin Physiol. 13(1):60-64.
Shrewsbury, D. (2015). Acne vulgaris. InnovAiT:
Education and Inspiration for General
Practice. 8(11):645-672.
Simanjuntak, P. (2012). Studi kimia dan
farmakologi tanaman kunyit (Curcuma
domestica Val.) sebagai tumbuhan obat
serbaguna. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. 17(2):103.
Siregar RS. (2017). Atlas berwarna saripati
penyakit kulit (3rd ed). Jakarta.
Stanojević, J. S., Stanojević, L. P., Cvetković, D.
J., & Danilović, B. R. (2015). Chemical
composition, antioxidant and antimicrobial
activity of the turmeric essential oil
(Curcuma longa L.). Advanced
technologies, 4(2), 19-25.
Sundari, R. (2016). Pemanfaatan dan Efisiensi
Kurkumin Kunyit (Curcuma domestica
Val) Sebagai Indikator Titrasi Asam
Basa. Teknoin, 22(8).
Tan, J. K., & Bhate, K. (2015). A global
perspective on the epidemiology of
acne. British Journal of Dermatology, 172,
3-12.
Teow, S. Y., Liew, K., Ali, S. A., Khoo, A. S. B.,
& Peh, S. C. (2016). Antibacterial action
of curcumin against Staphylococcus
aureus: a brief review. Journal of tropical
medicine, 2016.
Warnaini, Cut. (2013). Uji efektivitas ekstrak
kunyit sebagai antibakteri terhadap
pertumbuhan bakteri bacillus sp. dan
shigella dysentriae secara in vitro. Jurnal
Makassar, Universitas Hasanuddin.
Webster, G.F. 2002. Clinical review acne
vulgaris. BMJ (Clinical Research Ed).
325:475-479.
Wijayanto W. 2014. Uji aktivitas antibakteri
ekstrak etanol rimpang kunyit putih
(curcuma mangga Val) terhadap
staphylococcus aureus ATCC 6538 dan
eschercia coli ATCC 11229 secara in vitro.
[Skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yadav RP, Tarun G, Roshan C, Yadav P. 2017.
Versatility of turmeric: A review the
golden spice of life. Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry JPP.
41(61):41-46.
Yuliati Y. 2016. Uji efektivitas ekstrak kunyit
sebagai antibakteri dalam pertumbuhan
bacillus sp dan shigella dysentriae secara
in vitro. Jurnal Profesi Medika. 10(1):26-
32.
Zeichner JA, Baldwin HE, Cook-Bolden FE,
Eichenfield LF, Fallon-Friedlander S,
Rodriguez DA. 2017. Emerging issues in
adult female acne. Journal of Clinical and
Aesthetic Dermatology. 10(1):37-46.