Fradhana Putra Disantara’s scientific contributions

What is this page?


This page lists works of an author who doesn't have a ResearchGate profile or hasn't added the works to their profile yet. It is automatically generated from public (personal) data to further our legitimate goal of comprehensive and accurate scientific recordkeeping. If you are this author and want this page removed, please let us know.

Publications (4)


Post Conditionally Unconstitutional of Job Creation Law: Quo Vadis Legal Certainty?
  • Article
  • Full-text available

August 2022

·

23 Reads

·

10 Citations

Yuridika

A'an Efendi

·

Fradhana Putra Disantara

Enigma emerged when the Constitutional Court declared that Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation (UU CK) unconstitutional. The purpose of this legal research is to review the legal dynamics of the UU CK after the Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020 based on the point of view of the formal review and procedural justice, as well as reviewing the relevance of the Decision as a monumental decision; while at the same time analyzing the phenomenon of 'conditionally unconstitutional' in the perspective of legal certainty and expediency. This legal research uses a conceptual approach and a statutory approach. The legal materials of this legal research consist of primary legal materials, secondary legal materials, and non-legal materials. The study results stated that the Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020 is not a monumental decision, considering an omission of "freeze" norms from the UU CK. Meanwhile, if it is studied based on procedural justice and the conception of a formal review, then the UU CK should be null and void by law. Then, 'Constitutional Conditional' in the Decision of the Constitutional Court No. 91/PUU-XVIII/2020 provides legal chaos. There is a contradiction that the UU CK is declared not legally binding as a consequence of 'formal defects' from the process of forming the UU CK. Thus, the suggestion from the researcher is that the government can ratify a standard rule in the law regarding the formation of legislation regarding the construction of an omnibus law scheme.

Download

PELIMPAHAN WEWENANG YANG DILAKUKAN OLEH KEPALA DAERAH

December 2019

·

584 Reads

Penelitian hukum ini menggunakan statute approach dan conseptual approach. Sehingga, dalam penelitian ini dilakukan analisa, pembahasan serta telaah kritis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendelegasian wewenang yang dilakukan oleh Kepala Daerah. Penelitian hukum ini bertujuan untuk menganalisia antinomi dalam Peraturan Bupati Bandung Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pendelegasian Wewenang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bandung (selanjutnya disebut dengan Perbup No. 17 tahun 2018) bertentangan dengan asas delegata potestas non potest delegari serta implikasi dari tidak diterapkannya asas delegata potestas non potestas delegari dalam Perbup No. 17 tahun 2018. Untuk itu, penelitian hukum ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis penelitian hukum ini berkaitan dengan pengembangan Hukum Administrasi Negara serta Hukum Tata Negara. Manfaat praktis penelitian hukum ini diharapkan berguna dalam penerapan asas delegata potestas non potest delegari terhadap peraturan perundang-undangan, serta sebagai referensi bagi organ pemerintah serta masyarakat luas dan pemerintah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan perizinan dan Non Perizinan. Hasil penelitian hukum ini menyatakan bahwa upaya meratakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dilakukan oleh pemerintah berawal dari diberlakukannnya UU Pemda I, yang sebagaimana telah diubah menjadi UU Pemda II. Selanjutnya, pelaksanaan PTSP delegasikan oleh UU Pemda I dan UU Pemda II kepada Kepala Daerah melalui Perpres No. 97 tahun 2014. Setelah itu, munculah Peraturan Bupati Bandung Nomor 17 Tahun 2018. Dalam pelaksanaannya, dilakukan dengan pelimpahan wewenang kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pelimpahan wewenang PTSP tersebut ditengarai melanggar asas delegata potestas non potest delegari (wewenang yang telah didelegasikan tidak dapat didelegasikan kembali). Meskipun demikian, pelimpahan wewenang ini tetap berlaku secara sah. Hal tersebut didasarkan dengan adanya asas praesumptio iustae causa yang artinya suatu keputusan pemerintah harus selalu dianggap benar dan sah sebelum ada keputusan hukum tetap yang menyatakan bahwa keputusan itu tidak berlaku. Implikasi dari tidak diterapkannya asas delegata potestas non potest delegari adalah sejak berlakunya keputusan yang baru (ex nunc).