Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
Jurnal Pengabdian Masyarakat
I-Com: Indonesian Community Journal
Vol. 5 No. 1 Maret 2025, hlmn. 580-590
E-ISSN : 2809-2031 (online) | P-ISSN : 2809-2651 (print)
THIS WORK IS LICENSED UNDER A CREATIVE COMMONS ATTRIBUTION 4.0 INTERNATIONAL LICENSE
580
Peningkatan Pemahaman Soft Power Diplomacy dan Proyeksi
Kebijakan Luar Negeri Indonesia Mahasiswa Prodi Ilmu Hubungan
Internasional Universitas Tanjungpura
Hardi Alunaza1*, Arif Wicaksa2, Thomas Ardian Siregar3
1 Prodi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Tanjungpura, Indonesia
2 Prodi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Riau, Indonesia
3 Direktorat Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Indonesia
Coresponding Author: hardi.asd@fisip.untan.ac.id
Received 11-03-2025
Revised 19-03-2025
Published 24-03-2025
ABSTRAK
Kegiatan pengabdian ini didasari bahwa kebijakan luar negeri Indonesia merupakan hal yang
kompleks dan mahasiswa perlu mendapatkan edukasi mengenai proyeksi kebijakan luar negeri
Indonesia dalam perubahan politik dunia. Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan di Universitas
Tanjungpura pada Bulan Februari 2025 secara daring melalui zoom metting conference dengan tujuan
peningkatan pemahaman mahasiswa mengenai proyeksi kebijakan luar negeri Indonesia. Kegiatan
pengabdian ini dilaksanakan dengan bentuk pelaksanaan kegiatan terdiri dari penyampaian materi,
diskusi tanya jawab, serta dokumentasi dan pelaporan akhir kegiatan. Hasil kegiatan ini
menunjukkan adanya peningkatan pemahaman mahasiswa mengenai soft power dan diplomasi
publik Indonesia. Kegiatan ini juga memberikan dampak bagi pemahaman mahasiswa mengenai
proyeksi kebijakan luar negeri Indonesia terhadap proteksionisme AS, respons terhadap kebijakan
perdagangan Uni Eropa, posisi Indonesia dalam isu Israel-Palestina, Rusia – Ukraina, ASEAN dalam
kebijakan luar negeri Indonesia, dan isu terkait Indonesia dan BRICS.
Kata Kunci: Diplomasi; Kebijakan Luar Negeri; Perubahan Politik Dunia.
ABSTRACT
This community service activity is based on the fact that Indonesia's foreign policy is complex and
students need to be educated about Indonesia's foreign policy projections in changing world politics.
This community service activity was carried out at Tanjungpura University in February 2025 online
through a zoom metting conference with the aim of increasing student understanding of Indonesia's
foreign policy projections. This community service activity was carried out with a form of activity
implementation consisting of material delivery, question and answer discussions, as well as
documentation and final reporting of activities. The results of this activity show an increase in student
understanding of soft power and Indonesian public diplomacy. This activity also has an impact on
students' understanding of Indonesia's foreign policy projections towards US protectionism, responses
to EU trade policies, Indonesia's position on the Israel-Palestine issue, Russia - Ukraine, ASEAN in
Indonesia's foreign policy, and issues related to Indonesia and BRICS.
Keywords: Diplomacy; Foreign Policy; Changing World Politics.
PENDAHULUAN
Ketidakpastian global saat ini semakin meningkat akibat sejumlah faktor yang
saling terkait, menciptakan tantangan kompleks bagi negara-negara di seluruh dunia
(Jumadi, 2017). Rivalitas geopolitik dan ekonomi antara kekuatan besar semakin
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
581
tajam, dengan persaingan untuk dominasi wilayah dan sumber daya yang dapat
mempengaruhi kestabilan politik dan ekonomi global serta adanya polarisasi global
(Armawi & Wijatmoko, 2022). Adanya krisis keuangan, disrupsi rantai pasok, dan
kebijakan proteksionisme menjadi permasalahan baru dalam konstelasi politik global
saat ini (Anam, 2008). Di sisi lain, disrupsi teknologi digital yang pesat telah mengubah
cara berbisnis, bekerja, dan berinteraksi, sekaligus menciptakan peluang dan
tantangan baru dalam dunia yang semakin terhubung (Erick Saragih et al., 2023).
Selain itu, isu lingkungan dan perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata yang tidak
hanya memengaruhi kesejahteraan manusia, tetapi juga memperburuk ketegangan
antar negara dalam upaya mengatasi dampaknya (Wibisono, 2024). Keempat faktor
ini berkontribusi pada ketidakpastian global, yang menuntut respons adaptif dan
kolaboratif di tingkat internasional.
Ketidakpastian global yang semakin meningkat telah menciptakan tantangan
besar dalam hubungan internasional, dengan berbagai dinamika baru yang
memperumit interaksi antarnegara. Meningkatnya kompleksitas hubungan
internasional, yang dipengaruhi oleh perubahan geopolitik, ekonomi, dan sosial,
menuntut pendekatan diplomasi yang lebih fleksibel dan inovatif (Ramadhan, 2018).
Diplomasi tradisional yang statis kini harus beradaptasi dengan cepat terhadap situasi
yang terus berubah, termasuk konflik regional, krisis global, dan kemajuan teknologi
yang memengaruhi pola interaksi antarnegara (Stanzel, 2018). Dalam menghadapi
ketidakpastian ini, diplomasi harus mampu mengidentifikasi peluang kolaborasi,
merespons dinamika dengan kecepatan dan ketepatan, serta mempromosikan solusi
yang kreatif untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas dunia yang lebih
berkelanjutan (Martauli, 2018).
Selain permasalahan di atas, dunia saat ini juga tengah berada dalam kondisi
yang disebut polycrisis, di mana berbagai krisis yang saling terkait (Hoeffler et al.,
2024) dan memperburuk satu sama lain sedang berlangsung secara bersamaan
(Lawrence et al., 2024). Krisis kemanusiaan seperti tragedi pengungsi Rohingya,
memperlihatkan kegagalan sistem internasional dalam melindungi hak asasi manusia
(Setiawan & Suryanti, 2021). Semua ini terjadi di tengah melemahnya solidaritas
global, dengan multilateralisme yang kehilangan daya dan hukum internasional yang
sering diabaikan (Kurniawan, 2009). Negara-negara besar, yang berusaha
mempertahankan dominasinya dalam status quo, cenderung mengabaikan prinsip-
prinsip kerja sama internasional demi kepentingan nasional. Ketegangan yang
semakin meningkat ini, jika tidak dikelola dengan bijaksana, berpotensi membawa
dunia pada ancaman yang jauh lebih besar, bahkan mungkin memicu perang nuklir
yang menghancurkan.
Dalam menghadapi ketidakpastian politik internasional yang semakin
kompleks, peran Indonesia dalam diplomasi regional dan global menjadi semakin
penting (Ruyat, 2017). Sebagai negara dengan posisi strategis di Asia Tenggara dan
anggota aktif dalam berbagai organisasi internasional, Indonesia memiliki tanggung
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
582
jawab untuk menjadi mediator dalam meredakan ketegangan geopolitik dan
mempromosikan perdamaian (Husein & Sudiarto, 2024). Diplomasi Indonesia yang
mengedepankan prinsip-prinsip bebas aktif, menghormati kedaulatan negara, serta
menjaga stabilitas kawasan, berperan vital dalam menghadapi berbagai tantangan
global, seperti konflik antarnegara, perubahan iklim, dan krisis kemanusiaan
(Pratama, 2024). Dalam konteks ini, Indonesia bukan hanya berperan sebagai
pemangku kepentingan regional, tetapi juga sebagai penghubung antara negara-
negara besar dan kecil, serta berusaha menguatkan kerja sama multilateral untuk
menciptakan solusi bersama yang berkelanjutan (Helmys & Irawan, 2023). Dengan
pendekatan yang inklusif dan adaptif, Indonesia diharapkan mampu memberikan
kontribusi yang signifikan dalam diplomasi global di tengah ketidakpastian yang ada.
Ketidakpastian global yang terus berkembang memberikan baik peluang
maupun tantangan bagi diplomasi Indonesia dalam memperkuat pengaruhnya di
arena internasional. Di tengah rivalitas geopolitik yang semakin tajam dan pergeseran
kekuatan global, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperbesar peran melalui
pendekatan soft power, yaitu kekuatan yang berasal dari daya tarik budaya, nilai-nilai
demokrasi, dan komitmen terhadap perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.
Melalui diplomasi budaya, bantuan kemanusiaan, serta kontribusi dalam penyelesaian
konflik internasional, Indonesia dapat memperkuat citra positifnya di mata dunia.
Namun, tantangan besar juga datang dari dinamika global yang cepat berubah, di mana
Indonesia harus mampu beradaptasi dengan isu-isu kontemporer seperti perubahan
iklim, disrupsi teknologi, dan ketegangan politik internasional. Untuk itu, Indonesia
perlu merancang strategi diplomasi yang inovatif dan lebih terintegrasi, sehingga
dapat memanfaatkan soft power untuk meningkatkan pengaruhnya di kancah global,
sekaligus mempromosikan perdamaian dan stabilitas internasional.
Dengan mempertimbangkan dampak multidimensi yang disebabkan oleh
adanya ketidakpastian global, sangat penting bagi akademisi dan praktisi untuk
bekerja sama dalam upaya memberikan edukasi kepada mahasiswa mengenai
perkembangan soft power diplomacy dan proyeksi kebijakan luar negeri Indonesia
dalam perpolitikan dunia. Diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai
pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan para akademisi untuk meningkatan
pemahaman mahasiswa mengenai peningkatan peran Indonesia dalam soft power
diplomacy dan kebijakan luar negeri Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, perlu
diadakan edukasi khusus untuk peningkatan pemahaman mahasiswa mengenai
diplomasi dan proyeksi arah kebijakan luar negeri Indonesia dalam konstelasi politik
global.
METODE PELAKSANAAN
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan dengan menyasar
mahasiswa dari Program Studi Ilmu Hubungan Internasional sebagai objek kegiatan.
Kegiatan ini dilakukan dengan tiga metode yakni penyampaian materi bekerja sama
dengan praktisi dalam hal ini adalah diplomat senior dari Kementerian Luar Negeri
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
583
dan akademisi Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Riau, diskusi dan tanya
jawab, serta diakhiri dengan dokumentasi dan pelaporan kegiatan (Alunaza, 2024).
Kegiatan ini dilaksanakan diikuti oleh 298 peserta yang diselenggarakan pada tanggal
26-27 di Bulan Februari selama dua hari secara online melalui zoom meeting
conference dengan rincian pelaksanaan kegiatan sebagai berikut:
Gambar 1. Metode Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian
a. Kegiatan penyampaian materi edukasi terdiri dari dua bagian. Pertama adalah
edukasi mengenai the role of soft power diplomacy yang disampaikan oleh
praktisi dari Kementerian Luar Negeri dan yang kedua adalah proyeksi
kebijakan luar negeri Indonesia yang disampaikan oleh akademisi Ilmu
Hubungan Internasional dari Universitas Riau.
b. Untuk sesi tanya jawab dan diskusi ini terdiri dua bagian. Bagian pertama untuk
materi mengenai the role of soft power diplomacy untuk tiga orang penanya,
serta untuk materi arah kebijakan luar negeri Indonesia dengan tiga
pertanyaan yang sama.
c. Kegiatan edukasi ini ditutup dengan dokumentasi Bersama narasumber
kegiatan pengabdian dan penulisan laporan kegiatan pelaksanaan program
pengabdian kepada masyarakat.
HASIL KEGIATAN
Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan di Universitas Tanjungpura secara daring
melalui zoom meeting conference. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional mengenai peran soft power
diplomacy dan proyeksi kebijakan luar negeri Indonesia dalam ketidakpastian dunia
yang terus berubah. Edukasi pertama adalah mengenai soft power diplomacy Indonesia
yang dibagi ke dalam beberapa poin paparan yakni peran soft power, strategi diplomasi
publik, pilar dan aset diplomasi publik. Sementara edukasi paparan kedua mengenai
proyeksi kebijakan luar negeri Indonesia dibagi dalam beberapa poin yakni penjelasan
mengenai Indonesia menjauh dari Barat, respons terhadap proteksionisme AS,
respons terhadap kebijakan perdagangan Uni Eropa, posisi Indonesia dalam isu Israel-
Palestina, Rusia – Ukraina, ASEAN dalam kebijakan luar negeri Indonesia, dan isu
terkait Indonesia dan BRICS.
Penyampaian
Edukasi
Tanya Jawab
Dokumentasi
& Pelaporan
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
584
Pendekatan soft power adalah dengan membangun pengaruh tanpa paksaan
yang semakin relevan dalam diplomasi Indonesia, yang mengutamakan daya tarik
daripada kekuatan militer atau ekonomi. Salah satu cara untuk memperkuat hubungan
internasional adalah melalui budaya, pendidikan, dan kerja sama. Indonesia, dengan
keberagaman budaya yang kaya, dapat memanfaatkan kekuatan budaya untuk
mempererat hubungan dengan negara lain, menjalin pemahaman yang lebih dalam,
serta membangun citra positif di dunia internasional. Selain itu, kerja sama di bidang
pendidikan, seperti beasiswa dan pertukaran pelajar, membuka peluang bagi
Indonesia untuk memperkenalkan nilai-nilai nasionalnya di panggung global. Dengan
mempromosikan prinsip-prinsip demokrasi, toleransi, dan perdamaian, Indonesia
dapat memperkuat posisinya sebagai negara yang berkomitmen terhadap
pembangunan berkelanjutan, sambil mempengaruhi dunia tanpa menggunakan
paksaan. Hal ini tidak hanya meningkatkan hubungan antarnegara, tetapi juga
menciptakan saling pengertian dan rasa hormat di antara berbagai bangsa.
Gambar 2. Paparan Materi Soft Power Diplomacy
Diplomat senior dari Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri
menekankan perlu adanya national branding 2+1, yakni dengan mendukung realisasi
prioritas pemerintah Indonesia dalam memperkuat posisi negara di kancah
internasional. Pendekatan ini menggabungkan elemen-elemen kunci, yaitu "2" yang
mewakili kekuatan budaya dan ekonomi Indonesia, serta "1" yang mencerminkan
nilai-nilai dasar seperti demokrasi dan keberagaman. Dengan memanfaatkan budaya
Indonesia yang kaya serta potensi ekonomi yang terus berkembang, national branding
2+1 dapat menjadi sarana efektif untuk meningkatkan citra Indonesia di mata dunia.
Melalui promosi produk lokal, pariwisata, serta inovasi di bidang teknologi, Indonesia
dapat menarik lebih banyak investasi dan memperluas pengaruhnya. Selain itu,
pendekatan ini juga mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan visi
pembangunan yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat
hubungan internasional. Dengan memfokuskan pada kekuatan budaya dan ekonomi
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
585
yang dipadu dengan nilai-nilai inklusif, Indonesia dapat lebih mudah menarik
perhatian global dan mempercepat tercapainya prioritas pembangunan nasional. +1
dalam pembangunan nasional ini didukung oleh adanya peran diaspora Indonesia. Hal
ini merupakan strategi diplomasi publik yang dirancang oleh Indonesia dalam
memaksimalkan pencapaian kepentingan nasional Indonesia.
Adapun pilar dan aset diplomasi publik Indonesia terbagi ke dalam beberapa
kategori. Dalam bidang politik dan nilai kebangsaan dapat terlihat dari program
seperti Bali Democracy Forum, Bali Society and Media Forum, Dialogue on Democracy
and Inclusive Society, Indonesian Aid, dan Santri Diplomacy. Dalam bidang ekonomi dan
pariwisata, Indonesia memiliki program Indonesia Gastrodiplomacy Series, Update
from the Region, dan Diplomatic Tour. Sementara dalam bidang social budaya,
Indonesia memiliki Harmony for the Pacific, Beasiswa Seni Budaya Indonesia,
Internasionalisasi Bahasa Indonesia, Pemuda Berprestasi untuk Dunia, Kompetisi
Desain Batik, dan Dialog Film. Kegiatan yang telah dilakukan selama ini yang
berhubungan dengan dunia pendidikan adalah diplomacy goes to school, dan diplomacy
goes to campus. Kementerian Luar Negeri juga menginisiasi Kartu Masyarakat
Indonesia di Luar Negeri. Kegiatan lain seperti Harmony for the Pacific adalah sebuah
inisiatif diplomasi publik yang menggunakan jalur sosial budaya untuk mendukung
visi Pacific Elevation serta pelaksanaan diplomasi berdaulat yang berkelanjutan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperkuat dan mempererat hubungan
persahabatan serta kemitraan dengan negara-negara mitra di kawasan Pasifik melalui
pendekatan kontak langsung antar masyarakat.
Gambar 3. Peserta Mendengarkan Paparan Praktisi dari Kemlu
Sementara pada paparan materi edukasi kedua, akademisi Universitas Riau
menjelaskan mengenai Indonesia tampak skeptis terhadap sistem internasional dan
tatanan global yang ada, sebuah sikap yang menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri
Indonesia kini lebih berorientasi pada state power. Ketidakpuasan terhadap dominasi
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
586
kekuatan Barat dalam berbagai isu global mendorong Indonesia untuk mencari
alternatif yang lebih sesuai dengan kepentingan nasionalnya. Dalam konteks ini,
Indonesia mulai menjauh dari negara-negara Barat dan lebih mengutamakan
hubungan dengan kekuatan alternatif non-Barat. Salah satu contoh nyata dari
perubahan ini adalah keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS, sebuah
kelompok negara berkembang yang berfokus pada kerja sama ekonomi dan politik.
Keputusan ini merupakan bagian dari kebijakan luar negeri awal yang dilakukan
Indonesia pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Keputusan ini
mencerminkan upaya Indonesia untuk memperluas jangkauan diplomatiknya dan
memperkuat posisi dalam tatanan global yang lebih inklusif.
Salah satu target ekonomi dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto
adalah mendapatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada tahun 2025.
Target pertumbuhan ekonomi ini meningkat dari target pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2024 yang sebesar 5 persen. Untuk mencapai target ambisius ini, kebijakan luar
negeri Indonesia memainkan peran penting sebagai instrumen ekonomi, terutama
dalam upaya mencari pasar baru dan menarik investor potensial. Kebijakan Indonesia
bergabung dengan BRICS merupakan salah satu respon dari kebijakan-kebijakan
ekonomi negara Barat. Misalnya kebijakan Inflation Reduction Act oleh Amerika
Serikat yang diterapkan sejak 2022, telah menghambat perdagangan mineral
Indonesia yang kemudian dianggap merugikan perdagangan Indonesia. Di sisi lain,
Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity yang juga digagas Amerika Serikat
tidak menawarkan insentif tarif yang menguntungkan bagi negara-negara seperti
Indonesia. Dengan kemungkinan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih,
proteksionisme AS diperkirakan akan meningkat, yang bisa berdampak pada tarif
impor yang lebih tinggi dan menurunnya perhatian AS terhadap ASEAN. Tantangan ini
menuntut Indonesia untuk menyesuaikan strategi diplomasi ekonomi guna menjaga
pertumbuhannya di tengah dinamika global yang terus berubah.
Selain kebijakan bernuansa proteksionisme oleh Amerika Serikat, kebijakan
dari Uni Eropa juga memberikan batasan ruang gerak pada kondisi ekonomi Indonesia
saat ini. Lebih spesifik, yakni kebijakan EU Deforestation Regulation dan Carbon Border
Adjustment Mechanism. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa ini memberikan
hambatan bagi ekspor Indonesia, khususnya di sektor kelapa sawit dan industri
berbasis karbon. Regulasi-regulasi ini mempersulit akses pasar karena mewajibkan
produk yang diekspor untuk memenuhi standar keberlanjutan, perlindungan pekerja,
dan hak asasi manusia. Bagi Indonesia, kebijakan tersebut bisa diinterpretasikan
sebagai bentuk koersi ekonomi, yang memaksa negara untuk menyesuaikan praktik
industri dengan regulasi yang seringkali dianggap memberatkan dan tidak
sepenuhnya sesuai dengan konteks lokal. Oleh karena itu, Indonesia perlu merespon
dengan kebijakan yang tidak hanya memenuhi tuntutan pasar global, tetapi juga
menjaga keberlanjutan sektor-sektor strategisnya.
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
587
Indonesia mengambil sikap tegas dalam isu Palestina-Israel dan Rusia-Ukraina,
dengan memperlihatkan konsistensi dalam mendukung prinsip-prinsip keadilan
internasional. Dalam kasus Palestina, Indonesia menyoroti adanya standar ganda yang
diterapkan oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa,
terkait permasalahan ini. Indonesia secara konsisten mendukung Palestina dan
menuntut pertanggungjawaban Israel atas agresinya di Gaza, sikap ini tercermin
dalam berbagai forum internasional, termasuk di PBB dan OKI. Namun, posisi
Indonesia ini dipertanyakan dengan adanya two state solution. Seharusnya Indonesia
menjunjung tinggi pendekatan one state solution dalam konflik Isral dan Palestina.
Sebaliknya, dalam konflik Rusia-Ukraina, Indonesia memilih untuk tetap netral dan
menekankan pentingnya penyelesaian damai tanpa keberpihakan. Indonesia berfokus
pada dialog konstruktif antara pihak-pihak yang terlibat, serta mendukung upaya-
upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik tersebut dengan cara yang adil dan
berkelanjutan.
ASEAN tetap menjadi pilar utama kebijakan luar negeri Indonesia, terutama di
tengah ketidakpastian global yang semakin meningkat. Sebagai ekonomi terbesar di
ASEAN dengan kontribusi lebih dari 35% terhadap total PDB kawasan, Indonesia
memiliki kepentingan strategis dalam menjaga stabilitas dan sentralitas ASEAN. Dalam
menghadapi rivalitas antara Amerika Serikat dan China, ASEAN dapat berfungsi
sebagai buffer, menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan. Di sisi lain, melalui
mekanisme seperti ASEAN Outlook on the Indo-Pacific, Indonesia berperan aktif dalam
mengarahkan ASEAN untuk memastikan bahwa pengaruh China di kawasan tidak
berkembang secara asimetris yang dapat merugikan stabilitas regional. Dengan
memanfaatkan peran sentral ASEAN, Indonesia berusaha memastikan bahwa kawasan
ini tetap damai, stabil, dan terbuka untuk kerja sama yang saling menguntungkan.
Secara umum bisa dikatakan bahwa banyak sikap dan kebijakan strategis
Indonesia tidak sejalan dengan sikap dan kebijakan yang diambil oleh negara-negara
Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Keadaan ini pada akhirnya mendorong
Indonesia untuk mencari peluang-peluang baru khususnya untuk menopang target-
target perekonomian oleh Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo
Subianto. Sehingga, BRICS diharapkan menjadi wahana dalam mencapai target
tersebut.
Bagi Indonesia, keanggotaan dalam BRICS membuka peluang besar untuk
diversifikasi perdagangan, terutama dalam komoditas seperti sawit, batubara, gas
alam, dan karet. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional
seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang selama ini menjadi mitra utama
Indonesia. Dengan total nilai perdagangan yang diperkirakan mencapai 150 miliar USD
pada 2024, BRICS menawarkan pasar baru yang lebih beragam dan potensi
pertumbuhan yang lebih tinggi. Selain itu, Indonesia juga mempertimbangkan impor
minyak dari Rusia sebagai bagian dari kebijakan ketahanan energi nasional, untuk
memastikan pasokan energi yang stabil dan terjangkau. Keanggotaan dalam BRICS
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
588
juga memperkuat wacana kerja sama Selatan-Selatan, yang mendorong negara-negara
berkembang untuk lebih saling mendukung dalam bidang ekonomi dan pembangunan,
mengurangi ketergantungan pada kekuatan ekonomi global dominan, dan
menciptakan hubungan yang lebih adil serta saling menguntungkan.
Gambar 4. Paparan Materi Mengenai Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Di akhir pemaparan, peserta bertanya kepada pemateri dari Kementerian Luar
Negeri mengenai proses pelembagaan diaspora yang ada di luar negeri. Hal ini
diwujudkan dengan adanya strategi awal yakni dengan mendata dan memberikan
kartu identitas khusus diaspora Indonesia yang ada di luar negeri. Peserta juga
mempertanyakan bagaimana Indonesia dengan banyaknya channel seperti ASEAN,
APEC, RCEP, IORA kepada pemateri kedua. Hal tersebut ditanggapi bahwa dengan
banyaknya channel seharusnya Indonesia mendapatkan banyak kepentingan
nasionalnya. Indonesia juga perlu menetapkan kluster kepentingan nasional dalam
setiap channel yang diikuti agar menjadi langkah strategis dalam meningkatkan citra
dan pencapaian kepentingan negara. Kegiatan pengabdian ini juga menunjukkan
bahwa ternyata mahasiswa masih harus terus mempelajari bentuk-bentuk diplomasi
publik yang sudah dilakukan Indonesia ke negara lain guna memaksimalkan
pencapaian kepentingan nasional Indonesia. Aditya Nurhaliza sebagai salah satu
peserta mengakui bahwa proyeksi dari kebijakan luar negeri Indonesia mengalami
kompleksitas yang sangat bersinggungan dengan berbagai kepentingan negara besar
dan bagaimana Indonesia menjaga citra baik di dunia internasional.
KESIMPULAN DAN SARAN
Indonesia mengoptimalkan pendekatan soft power dan national branding 2+1
untuk memperkuat pengaruhnya di kancah internasional tanpa menggunakan
paksaan. Melalui pemanfaatan kekuatan budaya, pendidikan, dan kerja sama
internasional, Indonesia membangun citra positif serta mempererat hubungan dengan
berbagai negara. Pendekatan ini juga mendukung prioritas pembangunan nasional
dengan menggabungkan kekuatan budaya, ekonomi, dan nilai-nilai inklusif. Diplomasi
publik Indonesia yang berfokus pada program-program strategis, seperti Bali
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
589
Democracy Forum dan Harmony for the Pacific, memperkuat posisi Indonesia di dunia
internasional dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Indonesia menunjukkan sikap yang tegas dan adaptif dalam merespons dinamika
global, dengan fokus pada penguatan kebijakan luar negeri yang berorientasi pada
kepentingan nasional dan peningkatan posisi global. Indonesia mengurangi
ketergantungan pada pasar tradisional melalui diversifikasi perdagangan, terutama
dengan bergabung dalam BRICS untuk menjalin hubungan dengan negara-negara
berkembang dan memperkuat kerja sama Selatan-Selatan. Di tengah ketidakpastian
global, Indonesia tetap menjaga stabilitas regional melalui ASEAN, berusaha mengatasi
tantangan dari kebijakan proteksionisme AS dan regulasi Uni Eropa. Indonesia juga
konsisten mendukung Palestina dan mempertahankan netralitas dalam konflik Rusia-
Ukraina, sambil memanfaatkan diplomasi ekonomi dan budaya untuk memperkuat
hubungan internasional. Kegiatan ini memberikan peningkatan pengetahuan
mengenai soft power diplomacy dan proyeksi kebijakan luar negeri Indonesia bagi
mahasiswa. Sebagai saran keberlanjutan kegiatan, mahasiswa perlu diedukasi
mengenai soft power diplomacy dan proyeksi kebijakan luar negeri di kawasan tertentu
seperti Afrika, Timur Tengah, dan juga Asia Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA
Alunaza, H. (2024). Pelatihan Penulisan Position Paper Model United Nation Bagi
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura. Journal of
Community Development, 4(3), 353–361.
Anam, S. (2008). Kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok pada Masa
Pemerintahan Xi Jinping. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 14(1), 217–236.
Armawi, A., & Wijatmoko, E. (2022). Asia Pasifik Memanas, Ancamankah bagi ASEAN
dan Indonesia? Intermestic: Journal of International Studies, 7(1), 365–389.
https://doi.org/10.24198/INTERMESTIC.V7N1.17
Erick Saragih, dkk. (2023). Era Disrupsi Digital pada Perkembangan Teknologi di
Indonesia. Transformasi: Journal of Economics and Business Management, 2(4),
141–149. https://doi.org/10.56444/transformasi.v2i4.1152
Helmys, N., & Irawan, Y. (2023). Identitas Indonesia sebagai Negara Donor pada Kerja
Sama Selatan-Selatan selama Presidensi G20. Jurnal Hubungan Luar Negeri,
8(2), 31–54. https://jurnal.kemlu.go.id/jurnal-hublu/article/view/15
Hoeffler, C., Hofmann, S. C., & Mérand, F. (2024). The Polycrisis and EU Security and
Defence Competences. Journal of European Public Policy, 31(10), 3224–3248.
https://doi.org/10.1080/13501763.2024.2362762
Husein, M., & Sudiarto, T. D. (2024). Diplomasi Luar Negeri Indonesia yang Bebas dan
Aktif dalam Perang Rusia - Ukraina Selama Masa Presidensi G20 di Indonesia.
Arus Jurnal Sosial Dan Humaniora, 4(3), 1237–1245.
Jumadi. (2017). Perkembangan Ekonomi Politik Global Terhadap Kebijakan Politik dan
Ekonomi Indonesia. Proyeksi, 22(1), 57–71.
https://doi.org/10.57235/mantap.v2i1.1591
Kurniawan, N. I. (2009). Globalisasi & Negara Kesejahteraan: Perspektif
Institusionalisme. Yogyakarta: Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan dan
Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.
Hardi Alunaza, dkk
I-Com: Indonesian Community Journal, Vol. 5 (No. 1), Maret 2025
DOI: https://doi.org/10.70609/icom.v5i1.6753
590
Lawrence, M., Homer-Dixon, T., Janzwood, S., Rockstöm, J., Renn, O., & Donges, J. F.
(2024). Global Sustainability Global Polycrisis: the Causal Mechanisms of Crisis
Entanglement. https://doi.org/10.1017/sus.2024.1
Martauli, S. (2018). Peran Diplomasi Sebagai Cara Meningkatkan Pengakuan
Internasional terhadap Posisi Suatu Negara dalam Mengimplementasikan
Kebijakan Politik Luar Negeri (Studi Kasus di Indonesia). Jurnal Good
Governance, 13(1), 63–79. https://doi.org/10.32834/gg.v13i1.30
Pratama, T. A. (2024). Diplomasi Parlemen di Tengah Gejolak Dunia. Jakarta: Sekretariat
Jenderal DPR RI.
Ramadhan, I. (2018). China’s Belt Road Initiative: Dalam Pandangan Teori Geopolitik
Klasik. Intermestic: Journal of International Studies.
https://doi.org/10.24198/intermestic.v2n2.3
Setiawan, I. P., & Suryanti, M. S. D. (2021). Keterlibatan Asean dalam Menangani Konflik
Myanmar (Studi Kasus: Konflik Etnis Rohingya 2017 – 2019). POLITICOS: Jurnal
Politik Dan Pemerintahan, 1(2), 83–97.
https://doi.org/10.22225/politicos.1.2.2021.83-97
Stanzel, V. (2018). New Realities in Foreign Affairs: Diplomacy in the 21st Century.
Research Paper.
Wibisono, R. B. (2014). Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Melalui
Perlindungan Lingkungan. Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, 17(2),
95–125.
Yayat Ruyat. (2017). Peran Indonesia Dalam Mewujudkan Kerjasama Penanggulangan
Terorisme Melalui ASEAN OUR EYES di Asia Tenggara. Diplomacy and Global
Security Studies, 1(1), 1–17. https://doi.org/10.36859/dgsj.v1i1.2851