ArticlePDF Available

Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan Efisien Pada Pemetaan Foto Udara: Studi Kasus di Desa Kohong, Kecamatan Barito Tuhup Raya, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah

Authors:

Abstract and Figures

Aerial photo mapping requires Control Points (CP). The Indonesian National Standard 8202:2019 regulates the number of CPs needed. The smallest area regulated is less than 250 km². Projects with an area of less than 1 km² have the same number of CPs as those with an area of less than 250 km². This is neither effective nor efficient because the CP work depends on the number of workers and requires time based on access to the project site. This study aims to identify the minimum number of CPs and the appropriate distribution of CPs for aerial photo mapping at a scale of 1:2,500 class 1 that is effective and efficient in terms of time and cost. The study uses seven schemes. Schemes 1 and 7 use 4 Ground Control Points (GCP) and 5 Independent Control Points (ICP). Scheme 2 uses 5 GCPs and 4 ICPs. Schemes 3, 4, 5, and 6 use 3 GCPs and 6 ICPs. Each scheme will be evaluated based on CE90 and LE90 values. The maximum CE90 value is 0.75 m, and the LE90 value is 0.5 m. The effective and efficient scheme in terms of time and cost is determined by the number of GCPs used, as well as the CE90 and LE90 values. The results indicate that all schemes have CE90 and LE90 values below the maximum standard. Scheme 4 is identified as the most effective due to having the highest CE90 and LE90 values among the schemes, with CE90 at 0.028 m and LE90 at 0.448 m. Scheme 4 is also identified as the most efficient because it uses a minimal number of GCPs—only three—distributed diagonally from the Southeast to the Northwest in the project area.
Content may be subject to copyright.
Venus: Jurnal Publikasi Rumpun Ilmu Teknik
Vol. 2 No. 5 Oktober 2024
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
DOI: https://doi.org/10.61132/venus.v2i5.599
Available online at: https://journal.aritekin.or.id/index.php/Venus
Received: September 16,2024; Revised: September30,2024; Accepted: Oktober 18,2024; Published: Oktober 20,2024
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
(Studi Kasus di Desa Kohong, Kecamatan Barito Tuhup Raya, Kabupaten Murung
Raya, Provinsi Kalimantan Tengah)
Hangger Aqiim Mohammad Pandego1*, Fajrin Fajrin2, Dwi Arini3
1-3Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Institut Teknologi Padang,Indonesia
Alamat: Jalan Dpr Kawasan Bypass, Air Pecah, Kec. Koto Tengah, Kota Padang, Prov. Sumatera
Barat
Korespondensi Penulis : 2023510028.hanggeraqiim@itp.ac.id*
Abstract.Aerial photo mapping requires Control Points (CP). The Indonesian National Standard 8202:2019
regulates the number of CPs needed. The smallest area regulated is less than 250 km². Projects with an area
of less than 1 km² have the same number of CPs as those with an area of less than 250 km². This is neither
effective nor efficient because the CP work depends on the number of workers and requires time based on
access to the project site. This study aims to identify the minimum number of CPs and the appropriate
distribution of CPs for aerial photo mapping at a scale of 1:2,500 class 1 that is effective and efficient in terms
of time and cost. The study uses seven schemes. Schemes 1 and 7 use 4 Ground Control Points (GCP) and 5
Independent Control Points (ICP). Scheme 2 uses 5 GCPs and 4 ICPs. Schemes 3, 4, 5, and 6 use 3 GCPs and
6 ICPs. Each scheme will be evaluated based on CE90 and LE90 values. The maximum CE90 value is 0.75 m,
and the LE90 value is 0.5 m. The effective and efficient scheme in terms of time and cost is determined by the
number of GCPs used, as well as the CE90 and LE90 values. The results indicate that all schemes have CE90
and LE90 values below the maximum standard. Scheme 4 is identified as the most effective due to having the
highest CE90 and LE90 values among the schemes, with CE90 at 0.028 m and LE90 at 0.448 m. Scheme 4 is
also identified as the most efficient because it uses a minimal number of GCPsonly threedistributed
diagonally from the Southeast to the Northwest in the project area.
Keywords: Aerial Photo, Drone, GCP effective and efficient, CE90, LE90
Abstrak.Pemetaan foto udara memerlukan Control Point (CP). Standar Nasional Indonesia 8202:2019
mengatur jumlah CP yang diperlukan. Luas area terkecil yang diatur adalah kurang dari 250 Km2. Pekerjaan
dengan luas kurang dari 1 km2 mempunyai jumlah CP yang sama dengan pekerjaan dengan luas kurang dari
250 km2. Ini tidak efektif dan efisien dikarenakan pekerjaan CP bergantung pada jumlah tenaga kerja dan
membutuhkan waktu dikarenakan bergantung pada akses menuju lokasi pekerjaan. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi jumlah CP minimum dan distribusi CP yang tepat pada pemetaan foto udara skala 1:2.500
kelas 1 yang efektif dan efisien secara waktu dan biaya. Penelitian menggunakan tujuh skema. Skema 1 dan 7
menggunakan 4 Ground Control Point (GCP) dan 5 Independent Control Point (ICP). Skema 2 menggunakan
5 GCP dan 4 ICP. Skema 3, 4, 5 dan 6 menggunakan 3 GCP dan 6 ICP. Setiap skema akan dihitung nilai
CE90 dan LE90. Nilai maksimum CE90 adalah 0,75 m dan LE90 adalah 0,5 m. Skema yang efektif dan efisien
secara waktu dan biaya ditentukan dari jumlah GCP yang digunakan, nilai CE90 dan nilai LE90. Hasil
penelitian menyimpulkan nilai CE90 dan LE90 berada semua skema berada di bawah standar maksimum.
Skema 4 teridentifikasi sebagai skema yang efektif dikarenakan mempunyai nilai CE90 dan nilai LE90
tertinggi di antara skema lainnya yaitu CE90 sebesar 0,028 m dan LE90 sebesar 0,448. Skema 4 teridentifikasi
sebagai skema yang efisien dikarenakan menggunakan GCP yang sedikit yaitu tiga GCP dan didistribusikan
secara diagonal dari sisi Selatan Timur ke sisi Utara Barat pada area kerja.
Kata kunci: Foto Udara, Drone, GCP efektif dan efisien, CE90, LE90
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
187 VENUS - VOL. 2 NO. 5 OKTOBER 2024
1. PENDAHULUAN
Ketersediaan informasi geospasial (IG) ataupun peta yang berkualitas dan mudah
diintegrasikan sangat diperlukan untuk mendukung berbagai proses pembangunan dan dasar
perencanaan penataan ruang, penanggulangan bencana, pengelolaan sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Pembangunan IG erat kaitannya dengan
teknologi dan inovasi. Hal ini juga sejalan dengan perkembangan industri dengan lahirnya
teknologi proses akuisisi data seperti sensor seperti lidar dan sensor optic lainnya, wahana
terbaru (berupa satelit dan pesawat tanpa awak) hingga perangkat lunak untuk pemrosesan
hasil akuisisi dan aplikasi pemanfaatan data geospasial (Karsidi, 2016). IG yang dihasilkan
dengan menggunakan teknologi pesawat tanpa awak dalam proses akuisisi datanya
merupakan bagian dari metode fotogrametri.
Fotogrametri adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mendapatkan data
fisik objek dan lingkungan di sekitarnya secara akurat melalui proses perekaman,
pengukuran dan interpretasi gambar dan pola radiasi gelombang elektomagnetik dan
fenomena alam lainnya (Frazier et al, 2021). Fotogrametri menggunakan teknologi pesawat
tanpa awak dapat menjadi alternatif dikarenakan mempunyai biaya produksi yang lebih
rendah, resolusi temporal dan spasial yang tinggi, dan fleksibilitas dalam proses akuisisi
gambar permukaan bumi dibandingkan dengan akuisisi menggunakan sensor yang
diletakkan pada pesawat udara dan akuisisi menggunkan sensor pada satelit (Westoby et al,
2012).
Akurasi akuisisi data fotogrametri menggunakan teknologi pesawat tanpa awak
dipengaruhi beberapa faktor yaitu jumlah dan distribusi Ground Control Point (GCP),
ketinggian penerbangan, morfologi permukaan, metodologi kalibrasi kamera, image
overlap dan penggabungan gambar oblique (Aguera et al, 2017). GCP adalah bagian dari
Control Point (CP) dimana CP terbagi menjadi Ground Control Point (GCP) dan
Independent Control Point (ICP). Pada Peraturan BIG No 1 Tahun 2020 menjelaskan bahwa
posisi GCP dapat dipasangkan pada pojok, perimeter dan tengah dari blok area pekerjaan.
Namun pada peraturan tersebut tidak dijelaskan secara spesifik terkait pengaruh luasan area
pekerjaan terhadap jumlah GCP yang digunakan dan tidak dijelaskan juga secara spesifik
terkait standarisasi jarak antar GCP. Parameter jumlah ICP yang diperlukan mengacu pada
Standar Nasional Indonesia (SNI) 8202:2019 tentang Ketelitian Peta Dasar. Adapun luasan
area terkecil yang diatur adalah pekerjaan pada luasan area yang kurang dari 250 Km2.
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
Standar tersebut mengatur jika dibutuhkan 12 titik uji dengan jarak minimum antar titik uji
adalah sebesar 10% dari panjang diagonal area pekerjaan.
SNI 8202:2019 menyamakan standar pekerjaan yang mempunyai luasan 250 km2
dengan pekerjaan yang mempunyai luasan kurang dari 1 km2. Pekerjaan dengan luasan 1
km2 menjadi tidak efektif dan tidak efisien dikarenakan membutuhkan dua belas titik uji
dan menyebabkan biaya jumlah tenaga kerja dan waktu kerja semakin meningkat. Dimana
Son (2020) menyatakan bahwa pekerjaan pemasangan CP merupakan pekerjaan yang
bergantung pada jumlah tenaga kerja, memakan waktu dan sangat bergantung pada akses
menuju lokasi pekerjaan. Selain itu Astuti (2019) menyatakan bahwa bekerja dengan efisien
adalah bekerja dengan gerakan, usaha, waktu dan kelelahan yang sedikit mungkin.
Sedangkan Berliana (2022) menyatakan jika efektif berasal dari Bahasa Inggris yang
mempunyai arti berhasil dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Lokasi penelitian dilaksanakan pada Desa Kohong, Kecamatan Barito Tuhup Raya,
Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Desa Kohong mempunyai luas 124
km2. Di Desa Kohong terdapat kompleks area dengan area of interest berbentuk relatif kotak
dan mempunyai luasan area kurang dari 1 km2. Kompleks area tersebut berisi rumah
pemukiman, gedung perkantoran, gedung olahraga, rumah ibadah, lapangan, jalan setapaka
dan area semak semak. Dengan mempertimbangkan kompleksitas kondisi area yang
beraneka ragam padat maka Penulis menilai jika area ini dapat menjadi lokasi penelitian
untuk menentukan pengaruh jumlah dan distribusi GCP terhadap akurasi data hasil
pengukuran pesawat tanpa awak dengan luasan area kurang dari 1 km2. Sehingga penelitian
ini diharapkan dapat menjadi rujukan terhadap pekerjaan fotogrametri dengan kondisi area
yang sama.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jumlah GCP minimum dan
mengidentifikasi distribusi GCP untuk menghasilkan data pemetaan foto udara yang efektif
dan efisien secara waktu dan biaya. Pada penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi
jumlah GCP minimum yang dibutuhkan dan penentuan distribusi GCP yang tepat agar dapat
menghasilkan peta foto udara yang akurat pada luasan area kerja kurang dari 1 km2.
2. METODE
Lokasi penelitian pada Gambar 1 dilaksanakan pada Desa Kohong, Kecamatan
Barito Tuhup Raya, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Desa Kohong
mempunyai luas
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
189 VENUS - VOL. 2 NO. 5 OKTOBER 2024
Gambar 1. Lokasi penelitian
124 km2. Secara administrasi Desa Kohong berbatasan langsung dengan Desa
Tumbang Masalo di sebelah utara, Desa Dirung Sararong dan Desa Hingan Tokung di
sebelah timur, Desa Dirung Sararong dan Desa Beras Belange di sebelah Selatan dan Desa
Pelaci di sebelah barat. Di Desa Kohong terdapat kompleks area dengan area of interest
berbentuk relatif kotak dan mempunyai luasan area kurang dari 1 km2.
Penelitian menggunakan 1 set drone DJI Phantom 4 Pro Real Time Kinematic dan 3
unit receiver Global Navigation Satellite System Stonex S850A. Perangakt keras yang
digunakan adalah komputer dengan spesifikasi processor AMD Ryzen 7 7700X 8-Core,
RAM 64GB, VGA NVIDIA RTX 3050. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah
data foto udara adalah Agisoft Metashape Profession 64-bit.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang ditunjukan oleh diagram alir
pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir penelitan
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
Pembuatan area of interest diperlukan dalam pemetaan foto udara. Area of interest
dibuatkan dalam bentuk persegi simetris dengan dimensi 400 x 600 meter. Pemetaan foto
udara memerlukan premark. Premark diperuntukan sebagai control point yang akan
dikategorikan menjadi GCP dan ICP. Premark dibuat menggunakan bahan banner dengan
ukuran 1 x 1 meter seperti Gambar 3.
Gambar 3. Ilustrasi bentuk premark
Pembuatan area of interest diperlukan dalam pemetaan foto udara. Area of interest
dibuatkan dalam bentuk persegi simetris dengan dimensi 400 x 600 meter. Pemetaan foto
udara memerlukan premark. Premark diperuntukan sebagai control point yang akan
dikategorikan menjadi GCP dan ICP. Premark dibuat menggunakan bahan banner dengan
ukuran 1 x 1 meter seperti Gambar 3. Premark diletakkan di dalam area of interest. Pada
Gambar 4, bintang merah menunjukkan titik yang akan dilakukan pengukuran koordinatnya.
Gambar 4. Titik yang diukur pada premark
Gambar 5. Peta distribusi control point
Control point yang digunakan pada penelitan ini berjumlah sembilah buah. Sembilan
control point diletakkan seperti pada Gambar 5. Koordinat control point diukur
menggunakan GNSS Stonex S850A metode RTK Radio. Selanjutnya sembilan control point
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
191 VENUS - VOL. 2 NO. 5 OKTOBER 2024
tersebut dimodifikasi dan dikategorikan menjadi GCP dan ICP ke dalam tujuh skema seperti
pada Gambar 6.
Gambar 6. Peta skema jumlah dan distribusi control points
Akuisisi foto udara menggunakan parameter forward overlap sebesar 80%, side
overlap sebesar 70% dan tinggi terbang diatur pada ketinggian 200 meter. Kemudian data
akuisisi foto udara diolah menggunakan perangkat lunak Agisoft Metashape Professional
64-bit. Adapun tahapan pengolahan foto udara adalah pembuatan project, import data foto
udara, align foto udara, build dense point cloud data, build DEM data, build orthophoto data.
Setelah pengolahan data foto udara maka didapatkan nilai koordinat hasil pengolahan.
Nilai koordinat hasil pengolahan dibandingkan dengan nilai koordinat hasil pengukuran
GNSS Stonex S850A RTK Radio. Selisih nilai koordinat tersebut digunakan untuk
menentukan nilai , , CE90 dan LE90. Keempat nilai tersebut dapat diketahui
dengan menggunakan rumus 1, 2, 3 dan 4.
󰇡󰇢󰇡󰇢
 .............(1)
󰇡󰇢
 .................................(2)
CE 90 = 1,5175 x  …..............................(3)
LE 90 = 1,6499 x  …………......................(4)
Dimana:
 : RMSE komponen horizontal
 : RMSE komponen vertical
n : jumlah pengamatan
X : koordinat Easting (UTM)
Y : koordinat Northing (UTM)
Z : koordinat tinggi (ortometrik)
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
Tabel 1. Ketelitian geometri peta
N
o
Skala
Inter
val
Kont
ur
(m)
Ketelitian Peta RBI
Kelas 1
Horisontal
Vertikal
(CE90
(LE90
dalam m)
dalam
m)
1.
1:25.000
10
7,5
5
2.
1:10.000
4
3
2
3.
1:5.000
2
1,5
1
4.
1:2.500
1
0,75
0,5
5.
1:1.000
0,4
0,3
0,2
Sumber: Perarturan Kepala Badan Informasi Geospasial No 15 Tahun 2014
Peta foto udara yang dihasilkan pada penelitian ini adalah peta dengan skala 1:2.500
kelas 1. Sehingga berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada penelitian ini standar
nilai CE90 adalah 0,75 meter dan standar nilai LE90 adalah 0,5 meter.
Metode Skema 1
Sembilan control points yang diukur kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu
empat control points sebagai GCP dan lima control points sebagai ICP. Empat GCP
didistribusikan pada setiap pojok area of interest. Empat GCP tersebut adalah control points
nomor 1, 3, 6, 8. Lima ICP didistribusikan di antara GCP dan di tengah area of interest.
Lima ICP tersebut adalah control points nomor 2, 4, 5, 7, 9.
Metode Skema 2
Sembilan control points yang diukur kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu lima
control points sebagai GCP dan empat control points sebagai ICP. Lima GCP
didistribusikan pada setiap pojok dan area tengah dari area of interest. Lima GCP tersebut
adalah control points nomor 1, 3, 4, 6 dan 8. Empat ICP didistribusikan di antara GCP.
Empat ICP tersebut adalah control points nomor 2, 5, 7, 9.
Metode Skema 3
Sembilan control points yang diukur kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu tiga
control points sebagai GCP dan enam control points sebagai ICP. Tiga GCP didistribusikan
secara diagonal (dari arah pojok Selatan Barat ke arah pojok Utara Timur) dari area of
interest. Tiga GCP tersebut adalah control points nomor 1, 4 dan 6. Enam control points
kemudian didistribusikan di beberapa area pojok dan area tengah dari area of interest. Enam
ICP tersebut adalah control points nomor 2, 3, 5, 7, 8 dan 9.
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
193 VENUS - VOL. 2 NO. 5 OKTOBER 2024
Metode Skema 4
Sembilan control points yang diukur kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu tiga
control points sebagai GCP dan enam control points sebagai ICP. Tiga GCP didistribusikan
secara diagonal (dari arah pojok Selatan Timur ke arah pojok Utara Barat) dari area of
interest. Tiga GCP tersebut adalah control points nomor 3, 4 dan 8. Enam control points
kemudian didistribusikan di beberapa area pojok dan area tengah dari area of interest. Enam
ICP tersebut adalah control points nomor 1, 2, 5, 6, 7 dan 9.
Metode Skema 5
Sembilan control points yang diukur kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu tiga
control points sebagai GCP dan enam control points sebagai ICP.Tiga GCP tersebut adalah
control points nomor 2, 6 dan 8. Enam control points kemudian didistribusikan di beberapa
area pojok dan area tengah dari area of interest. Enam ICP tersebut adalah control points
nomor 1, 3, 4, 5, 7 dan 9.
Metode Skema 6
Sembilan control points yang diukur kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu tiga
control points sebagai GCP dan enam control points sebagai ICP. Tiga GCP didistribusikan
dengan membentuk pola segitiga dan diletakkan pada pojok Utara Timur, pojok Utara
Barat dan sisi tengah Selatan dari area of interest. Tiga GCP tersebut adalah control points
nomor 1, 3 dan 7. Enam control points kemudian didistribusikan di beberapa area pojok dan
area tengah dari area of interest. Enam ICP tersebut adalah control points nomor 2, 4, 5, 6,
8 dan 9.
Metode Skema 7
Sembilan control points yang diukur kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu
empat control points sebagai GCP dan lima control points sebagai ICP. Tiga GCP
didistribusikan dengan membentuk pola bujur sangkar dan diletakkan pada sisi tengah
Utara, sisi tengah Timur, sisi tengah Selatan dan sisi tengah Barat dari area of interest.
Empat GCP tersebut adalah control points nomor 2, 5, 7 dan 9. Lima control points
kemudian didistribusikan di beberapa area pojok dan area tengah dari area of interest. Lima
ICP tersebut adalah control points nomor 1, 3, 4, 6 dan 8.
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
(a) Peta skema 1 jumlah dan distribusi control points
(b) Peta skema 2 jumlah dan distribusi control points
(c) Peta skema 3 jumlah dan distribusi control points
(d) Peta skema 4 jumlah dan distribusi control points
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
195 VENUS - VOL. 2 NO. 5 OKTOBER 2024
(e) Peta skema 5 jumlah dan distribusi control points
(f) Peta skema 6 jumlah dan distribusi control points
(g) Peta skema 7 jumlah dan distribusi control points
Gambar 6. Peta skema jumlah dan distribusi control points
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengukuran Koordinat Control Point
Pengukuran control points menggunakan Global Navigation Satellite System
(GNSS) Stonex S850A. Control points berjumlah sembilan buah. Sembilan Control Points
tersebut diklasifikasikan menjadi dua yaitu Ground Control Points (GCP) dan Independent
Control Points (ICP).
Tabel 2. Daftar koordinat control points
Nomor
Control
Point
Easting
(M)
Elevation
(M)
1
264.313,430
63,977
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
2
264.189,212
9.954.719,958
65,768
3
264.058,791
9.954.794,183
65,615
4
264.083,805
9.954.413,720
67,607
5
263.963,740
9.954.535,856
67,159
6
263.833,926
9.954.263,720
66,299
7
263.985,730
9.954.146,640
68,415
8
264.122,856
9.954.091,542
68,964
9
264.218,850
9.954.418,433
64,691
Selisih Koordinat ICP Nomor 1
Tabel 3. Selisih Koordinat ICP Nomor 1
Skema
∆Easting
(M)
∆Northing
(M)
∆Elevation
(M)
Skema 4
-0,005
0
-0,341
Skema 5
0,022
-0,022
0,026
Skema 7
0,023
-0,003
-0,009
Koordinat ICP nomor 1 didapatkan dari hasil pengolahan pada skema 4, 5 dan 7.
Hasil koordinat planimetris (XY) dari ketiga skema menunjukkan bahwa selisih koordinat
berada dalam rentang kesalahan centimeter. Namun hasil koordinat tinggi (Z) dari ketiga
skema terdapat perbedaan. Skema 5 dan 7 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan centimeter sedangkan skema 4 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan desimeter. Hal ini dikarenakan posisi ICP nomor 1 pada skema 3
mempunyai jarak interpolasi yang relatif jauh dari GCP terdekat.
Selisih Koordinat ICP Nomor 2
Tabel 4. Selisih Koordinat ICP Nomor 2
Skema
∆Easting
(M)
∆Northing
(M)
∆Elevation
(M)
Skema 1
0,002
0,032
0,03
Skema 2
0,001
0,031
0
Skema 3
-0,005
0,036
-0,053
Skema 4
0,016
0,018
-0,142
Skema 6
0,009
0,019
0,015
Koordinat ICP nomor 2 didapatkan dari hasil pengolahan pada skema 1, 2, 3, 4 dan
6. Hasil koordinat planimetris (XY) dari kelima skema menunjukkan bahwa selisih
koordinat berada dalam rentang kesalahan centimeter. Namun hasil koordinat tinggi (Z) dari
kelima skema terdapat perbedaan. Skema 1, 2, 3 dan 6 mempunyai selisih koordinat tinggi
dalam rentang kesalahan centimeter sedangkan skema 4 mempunyai selisih koordinat tinggi
dalam rentang kesalahan desimeter. Hal ini dikarenakan posisi ICP nomor 2 pada skema 4
mempunyai jarak interpolasi yang relatif jauh dari GCP terdekat.
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
197 VENUS - VOL. 2 NO. 5 OKTOBER 2024
Selisih Koordinat ICP Nomor 3
Tabel 6. Selisih Koordinat ICP Nomor 3
Skema
∆Easting
(M)
∆Northing
(M)
∆Elevation
(M)
Skema 3
-0,028
0,032
-0,116
Skema 5
-0,006
0,01
0,057
Skema 7
-0,015
0,02
0,001
Koordinat ICP nomor 3 didapatkan dari hasil pengolahan pada skema 3, 5 dan 7.
Hasil koordinat planimetris (XY) dari ketiga skema menunjukkan bahwa selisih koordinat
berada dalam rentang kesalahan centimeter. Namun hasil koordinat tinggi (Z) dari ketiga
skema terdapat perbedaan. Skema 5 dan 6 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan centimeter sedangkan skema 3 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan desimeter. Hal ini dikarenakan posisi ICP nomor 3 pada skema 3
mempunyai jarak interpolasi yang relatif jauh dari GCP terdekat.
Selisih Koordinat ICP Nomor 4
Tabel 7. Selisih Koordinat ICP Nomor 4
Skema
∆Easting
(M)
∆Northing
(M)
∆Elevation
(M)
Skema 1
-0,011
0,012
0,165
Skema 5
-0,019
0,006
0,115
Skema 6
-0,001
0,015
0,14
Skema 7
-0,005
0,018
-0,045
Koordinat ICP nomor 4 didapatkan dari hasil pengolahan pada skema 1, 5, 6 dan 7.
Hasil koordinat planimetris (XY) dari ketiga skema menunjukkan bahwa selisih koordinat
berada dalam rentang kesalahan centimeter. Namun hasil koordinat tinggi (Z) dari keempat
skema terdapat perbedaan. Skema 7 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam rentang
kesalahan centimeter sedangkan skema 1, 5 dan 6 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan desimeter. Hal ini dikarenakan posisi ICP nomor 4 pada skema 1, 5 dan
6 mempunyai jarak interpolasi yang relatif jauh dari GCP terdekat.
Selisih Koordinat ICP Nomor 5
Tabel 8. Selisih Koordinat ICP Nomor 5
Skema
∆Easting
(M)
∆Northing
(M)
∆Elevation
(M)
Skema 1
-0,039
0,031
0,15
Skema 2
-0,033
0,021
0,064
Skema 3
-0,029
0,014
-0,018
Skema 4
-0,001
0,022
0,245
Skema 5
-0,029
0,016
0,164
Skema 6
-0,012
-0,005
0,172
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
Koordinat ICP nomor 5 didapatkan dari hasil pengolahan pada skema 1, 2, 3, 4, 5
dan 6. Hasil koordinat planimetris (XY) dari ketiga skema menunjukkan bahwa selisih
koordinat berada dalam rentang kesalahan centimeter. Namun hasil koordinat tinggi (Z) dari
keempat skema terdapat perbedaan. Skema 2 dan 3 mempunyai selisih koordinat tinggi
dalam rentang kesalahan centimeter sedangkan skema 1, 4, 5 dan 6 mempunyai selisih
koordinat tinggi dalam rentang kesalahan desimeter. Hal ini dikarenakan posisi ICP nomor
5 pada skema 1, 5 dan 6 mempunyai jarak interpolasi yang relatif jauh dari GCP terdekat.
Selisih Koordinat ICP Nomor 6
Tabel 9. Selisih Koordinat ICP Nomor 6
Skema
∆Easting
(M)
∆Northing
(M)
∆Elevation
(M)
Skema 4
0,013
0,009
0,421
Skema 6
0,038
0,003
0,058
Skema 7
0,022
0,019
-0,078
Koordinat ICP nomor 6 didapatkan dari hasil pengolahan pada skema 4, 6 dan 7.
Hasil koordinat planimetris (XY) dari ketiga skema menunjukkan bahwa selisih koordinat
berada dalam rentang kesalahan centimeter. Namun hasil koordinat tinggi (Z) dari keempat
skema terdapat perbedaan. Skema 6 dan 7 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan centimeter sedangkan skema 4 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan desimeter. Hal ini dikarenakan posisi ICP nomor 6 pada skema 4
mempunyai jarak interpolasi yang relatif jauh dari GCP terdekat.
Selisih Koordinat ICP Nomor 7
Tabel 10. Selisih Koordinat ICP Nomor 7
Skema
∆Easting
(M)
∆Northing
(M)
∆Elevation
(M)
Skema 1
-0,007
-0,001
0,002
Skema 2
0,012
-0,004
-0,014
Skema 3
-0,017
0,03
0,128
Skema 4
-0,002
0,024
0,216
Skema 5
-0,002
0,008
-0,032
Koordinat ICP nomor 7 didapatkan dari hasil pengolahan pada skema 1, 2, 3, 4 dan
5. Hasil koordinat planimetris (XY) dari ketiga skema menunjukkan bahwa selisih koordinat
berada dalam rentang kesalahan centimeter. Namun hasil koordinat tinggi (Z) dari keempat
skema terdapat perbedaan. Skema 1, 2 dan 5 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan centimeter sedangkan skema 3 dan 4 mempunyai selisih koordinat tinggi
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
199 VENUS - VOL. 2 NO. 5 OKTOBER 2024
dalam rentang kesalahan desimeter. Hal ini dikarenakan posisi ICP nomor 7 pada skema 3
dan 4 mempunyai jarak interpolasi yang relatif jauh dari GCP terdekat.
Selisih Koordinat ICP Nomor 8
Tabel 11. Selisih Koordinat ICP Nomor 8
Skema
∆Easting
(M)
∆Northing
(M)
∆Elevation
(M)
Skema 3
-0,016
0,015
0,259
Skema 6
0,007
-0,001
-0,001
Skema 7
-0,007
0,007
0,011
Koordinat ICP nomor 8 didapatkan dari hasil pengolahan pada skema 3, 6 dan 7.
Hasil koordinat planimetris (XY) dari ketiga skema menunjukkan bahwa selisih koordinat
berada dalam rentang kesalahan centimeter. Namun hasil koordinat tinggi (Z) dari keempat
skema terdapat perbedaan. Skema 6 dan 7 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan centimeter sedangkan skema 3 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan desimeter. Hal ini dikarenakan posisi ICP nomor 8 pada skema 3
mempunyai jarak interpolasi yang relatif jauh dari GCP terdekat.
Selisih Koordinat ICP Nomor 9
Tabel 12. Selisih Koordinat ICP Nomor 9
Skema
∆Easting
(M)
∆Northing
(M)
∆Elevation
(M)
Skema 1
-0,003
-0,003
0,153
Skema 2
-0,001
-0,023
0,074
Skema 3
0,004
-0,014
0,132
Skema 4
0,012
-0,001
-0,145
Skema 5
-0,017
-0,036
0,135
Skema 6
0,008
-0,007
0,157
Koordinat ICP nomor 9 didapatkan dari hasil pengolahan pada skema 1, 2, 3, 4, 5
dan 6. Hasil koordinat planimetris (XY) dari keenam skema menunjukkan bahwa selisih
koordinat berada dalam rentang kesalahan centimeter. Namun hasil koordinat tinggi (Z) dari
keempat skema terdapat perbedaan. Skema 2 mempunyai selisih koordinat tinggi dalam
rentang kesalahan centimeter sedangkan skema 1, 3, 4, 5 dan 6 mempunyai selisih koordinat
tinggi dalam rentang kesalahan desimeter. Hal ini dikarenakan posisi ICP nomor 9 pada
skema 1, 3, 4, 5 dan 6 mempunyai jarak interpolasi yang relatif jauh dari GCP terdekat
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
Hasil  dan  Setiap Skema
Tabel 13. Rangkuman  dan  setiap skema
Skema
RMSEr (m)
RMSEz (m)
Skema 1
0,028
0,121
Skema 2
0,028
0,049
Skema 3
0,032
0,14
Skema 4
0,019
0,271
Skema 5
0,027
0,103
Skema 6
0,02
0,114
Skema 7
0,022
0,041
Gambar 7. Grafik perbandingan nilai 
Gambar 8. Grafik perbandingan 
Nilai maksimum  dan  yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan nilai 0,494 m dan 0,303 m. Setelah dilakukan perhitungan maka dapat dilihat
pada Gambar 7 dan Gambar 8 nilai  dan  setiap skema berada di bawah
nilai standar yang telah ditetapkan. Nilai  tertinggi adalah pada skema 3 dan Nilai
 terendah adalah pada skema 4. Sedangkan Nilai  tertinggi adalah pada
skema 4 dan Nilai  terendah adalah pada skema 7.
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
201 VENUS - VOL. 2 NO. 5 OKTOBER 2024
Hasil CE90 dan LE90 Setiap Skema
Tabel 14. Rangkuman CE90 dan LE90 setiap skema
Skema
CE90
LE90
Skema 1
0,042
0,201
Skema 2
0,043
0,082
Skema 3
0,048
0,231
Skema 4
0,028
0,448
Skema 5
0,040
0,169
Skema 6
0,031
0,187
Skema 7
0,034
0,067
Gambar 9. Grafik perbandingan nilai CE90
Gambar 10. Grafik perbandingan nilai LE90
Nilai maksimum CE90 dan LE90 yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
nilai 0,75 m dan 0,5 m. Setelah dilakukan perhitungan maka dapat dilihat pada Gambar 9
dan Gambar 10 CE90 dan LE90 setiap skema berada di bawah nilai standar yang telah
ditetapkan. Nilai CE90 tertinggi adalah pada skema 3 dan Nilai CE90 terendah adalah pada
skema 4. Sedangkan Nilai LE90 tertinggi adalah pada skema 4 dan Nilai LE90 terendah
adalah pada skema 7.
Analisis Skema yang Efektif dan Efisien
Gambar 9 menyajikan grafik informasi perbandingan nilai CE90 antar skema
terhadap nilai maksimum CE90 yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan gambar
tersebut dapat disimpulkan jika nilai CE90 dari setiap skema tidak ada yang melewati batas
maksimum yang ditentukan yaitu 0,75 m. Nilai CE90 yang tertinggi adalah 0,048 m yang
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
berasal dari skema 3. Sedangkan nilai CE90 terendah adalah 0,028 m yang berasal dari
skema 4. Perbandingan antar nilai CE90 dari setiap skema tidak menunjukan adanya
anomali.
Gambar 10. menyajikan grafik informasi perbandingan nilai LE90 antar skema
terhadap nilai maksimum LE90 yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan gambar
tersebut dapat disimpulkan jika nilai LE90 dari setiap skema tidak ada yang melewati batas
maksimum yang telah ditentukan. Nilai LE90 yang tertinggi adalah 0,448 m yang berasal
dari skema 4. Sedangkan nilai CE90 terendah adalah 0,067 m yang berasal dari skema 7.
Nilai LE90 setiap skema menunjukan nilai yang cukup bervariasi. Hal ini
dikarenakan nilai koordinat z hasil pengolahan foto udara sangat dipengaruhi oleh distribusi
GCP dalam menghasilkan model morfologi permukaan bumi hasil pengolahan foto udara
atau yang disebut dengan DEM. Semakin jauh titik ICP dari titik GCP terdekat maka akan
mengurangi keakuratan dan kepresisian dari koordinat yang dihasilkan. Sebagai contoh,
pada skema 4 GCP yang digunakan adalah nomor 3, 4 dan 8 dengan ICP menggunakan
nomor 1, 2, 5, 6, 7 dan 9. Berdasarkan Tabel 10 terdapat dua nilai koordinat z yang
mempunyai selisih yang besar adalah ICP nomor 1 dan 6. ICP nomor 1 dan 6 adalah ICP
yang posisinya jauh dari titik GCP terdekat.
Oleh sebab itu, Son (2020) telah menjelaskan jika pekerjaan pemasangan Ground
Control Points (GCP) merupakan pekerjaan yang bergantung pada jumlah tenaga kerja,
memakan waktu dan sangat bergantung pada akses menuju lokasi pekerjaan. Astuti (2019)
menyatakan bahwa bekerja dengan efisien adalah bekerja dengan gerakan, usaha, waktu dan
kelelahan yang sedikit mungkin. Sedangkan Berliana (2022) menyatakan jika efektif berasal
dari Bahasa Inggris yang mempunyai arti berhasil dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sehingga jumlah dan distribusi GCP dinyatakan efektif adalah yang memenuhi
standar nilai maksimum yang telah ditetapkan. Sedangkan jumlah dan distribusi GCP
dinyatakan efisien adalah jika menggunakan jumlah GCP yang paling sedikit.
Gambar 9 dan Gambar 10 menjelaskan jika penggunaan tiga GCP tetap dapat
menghasilkan nilai CE90 dan LE90 sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Selain itu,
tiga GCP yang didistribusikan dalam bentuk pola segitiga dan pola diagonal dari area of
interest tetap menghasilkan nilai CE90 dan LE90 yang sesuai dengan standar. Oleh sebab
itu dapat diidentifikasi jika Skema 4 memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai skema
dengan jumlah dan distribusi GCP yang efektif dan efisien dikarenakan mempunyai nilai
maksimum dari perhitungan CE90 dan LE90.
Analisis Jumlah dan Distribusi Ground Control Point Yang Efektif dan
Efisien Pada Pemetaan Foto Udara
203 VENUS - VOL. 2 NO. 5 OKTOBER 2024
4. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukan jumlah Ground Control Points (GCP) minimum yang
diperlukan untuk menghasilkan data pemetaan foto udara yang efektif dan efisien secara
waktu dan biaya berjumlah adalah jumlah GCP pada skema 4 yaitu sebanyak tiga buah
GCP. Selain itu hasil penelitain terkait distribusi Ground Control Points (GCP) untuk
menghasilkan data pemetaan foto udara yang efektif dan efisien secara waktu dan biaya
adalah distribusi GCP pada skema 4 dengan membentuk pola diagonal dengan posisi GCP
terletak pada sisi pojok Timur-Selatan dari area of interest, pada area tengah dari area of
interest dan sisi pojok Utara-Barat dari area of interest.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga, dosen, teman teman Teknik
Geodesi Institut Teknologi Padang Angkatan 2023 dan instansi instansi terkait akuisisi
dan pengolahan data yang telah mendukung serta membantu dalam kelancaran penelitian
ini.
6. DAFTAR PUSTAKA
Agüera-Vega, F., Carvajal-Ramírez, F., & Martínez-Carricondo, P. (2017). Accuracy of
digital surface models and orthophotos derived from unmanned aerial vehicle
photogrammetry. Journal of Surveying, 143(2).
https://doi.org/10.1061/(ASCE)SU.1943-5428.0000206
Astuti, E. P. (2019). Efisiensi dan efektivitas dalam upaya pelayanan administrasi akademik
mahasiswa di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Raden Intan
Lampung [Tugas akhir, UIN Raden Intan Lampung]. Bandar Lampung.
Badan Standarisasi Nasional. (2019). Ketelitian peta dasar. SNI 8202:2019. Jakarta.
Berliana, I. (2022). Analisis efektivitas dan efisiensi penggunaan sistem aplikasi E-Desk
pada DitJen P2P Kementerian Kesehatan RI tahun 2018-2021 [Thesis, Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta]. Jakarta.
Frazier, A. E., & Singh, K. K. (2021). Fundamentals of capturing and processing drone
imagery and data. CRC Press.
Karsidi, A. (2021). Kebijakan satu peta (One Map Policy). Sains Press.
Peraturan Badan Informasi Geospasial. (2020). Standar pengumpulan data geospasial dasar
untuk pembuatan peta dasar skala besar. Peraturan Badan Informasi Geospasial
Nomor: 1 Tahun 2020. Badan Informasi Geospasial.
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial. (2014). Pedoman teknis ketelitian peta dasar.
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor: 15 Tahun 2014. Badan
Informasi Geospasial.
e-ISSN: 3031-3481, p-ISSN: 3031-5026, Hal 186-204
Son, S. W., Yu, J. J., Kim, D. W., & Lee, E. J. (2020). Determining the optimal number of
ground control points for varying study sites through accuracy evaluation of
unmanned aerial system-based 3D point clouds and digital surface models. Drones,
4(3). https://doi.org/10.3390/drones4030049
Westoby, M. J., Brasington, J., Glasser, N. F., Hambrey, M. J., & Reynolds, J. M. (2012).
Structure-from-motion photogrammetry: A low-cost, effective tool for geoscience
applications. Geomorphology, 179, 300-314.
https://doi.org/10.1016/j.geomorph.2012.08.021
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Book
Full-text available
Unmanned aircraft systems (UAS) are rapidly emerging as flexible platforms for capturing imagery and other data across the sciences. Many colleges and universities are developing courses on UAS-based data acquisition. Fundamentals of Capturing and Processing Drone Imagery and Data is a comprehensive, introductory text on how to use unmanned aircraft systems for data capture and analysis. It provides best practices for planning data capture missions and hands-on learning modules geared toward UAS data collection, processing, and applications. FEATURES Lays out a step-by-step approach to identify relevant tools and methods for UAS data/image acquisition and processing Provides practical hands-on knowledge with visual interpretation, well-organized and designed for a typical 16-week UAS course offered on college and university campuses Suitable for all levels of readers and does not require prior knowledge of UAS, remote sensing, digital image processing, or geospatial analytics Includes real-world environmental applications along with data interpretations and software used, often nonproprietary Combines the expertise of a wide range of UAS researchers and practitioners across the geospatial sciences This book provides a general introduction to drones along with a series of hands-on exercises that students and researchers can engage with to learn to integrate drone data into real-world applications. No prior background in remote sensing, GIS, or drone knowledge is needed to use this book. Readers will learn to process different types of UAS imagery for applications (such as precision agriculture, forestry, urban landscapes) and apply this knowledge in environmental monitoring and land-use studies.
Article
Full-text available
The rapid development of drone technologies, such as unmanned aerial systems (UASs) and unmanned aerial vehicles (UAVs), has led to the widespread application of three-dimensional (3D) point clouds and digital surface models (DSMs). Due to the number of UAS technology applications across many fields, studies on the verification of the accuracy of image processing results have increased. In previous studies, the optimal number of ground control points (GCPs) was determined for a specific area of a study site by increasing or decreasing the amount of GCPs. However, these studies were mainly conducted in a single study site, and the results were not compared with those from various study sites. In this study, to determine the optimal number of GCPs for modeling multiple areas, the accuracy of 3D point clouds and DSMs were analyzed in three study sites with different areas according to the number of GCPs. The results showed that the optimal number of GCPs was 12 for small and medium sites (7 and 39 ha) and 18 for the large sites (342 ha) based on the overall accuracy. If these results are used for UAV image processing in the future, accurate modeling will be possible with minimal effort in GCPs.
Article
This paper explores the influence of flight altitude, terrain morphology, and the number of ground control points (GCPs) on digital surface model (DSM) and orthoimage accuracies obtained with unmanned aerial vehicle (UAV) photogrammetry. For this study, 60 photogrammetric projects were carried out considering five terrain morphologies, four flight altitudes (i.e., 50, 80, 100, and 120 m), and three different numbers of GCPs (i.e., 3, 5, and 10). The UAV was a rotatory wing platform with eight motors, and the sensor was a nonmetric mirrorless reflex camera. The root-mean-square error (RMSE) was used to assess the accuracy of the DSM (Z component) and orthophotos (X, Y, and XY components RMSEX, RMSEY, and RMSEXY, respectively). The results show that RMSEX, RMSEY, and RMSEXY were not influenced by flight altitude or terrain morphology. For horizontal accuracy, differences between terrain morphologies were observed only when 5 or 10 GCPs were used, which were the best accuracies for the flattest morphologies. Nevertheless, the number of GCPs influenced the horizontal accuracy; as the number of GCPs increased, the accuracy improved. Vertical accuracy was not influenced by terrain morphology, but both flight altitude and the number of GCPs had significant influences on RMSEZ; as the number of GCPs increased, the accuracy improved. Regarding flight altitude, vertical accuracy decreased as flight altitude increased. The most accurate combination of flight altitude and number of GCPs was 50 m and 10 GCPs, respectively, which yielded RMSEX, RMSEY, RMSEXY, and RMSEZ values equal to 0.038, 0.035, 0.053, and 0.049 m, respectively. In view of these results, the map scale according to the legacy American Society for Photogrammetry and Remote Sensing map standard of 1990 will be approximately 1:150, and an equivalent contour interval of 0.150 m is sufficient for most civil engineering projects.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga, dosen, teman -teman Teknik
  • Ucapan
  • Kasih
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga, dosen, teman -teman Teknik
Efisiensi dan efektivitas dalam upaya pelayanan administrasi akademik mahasiswa di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Raden Intan Lampung
  • E P Astuti
Astuti, E. P. (2019). Efisiensi dan efektivitas dalam upaya pelayanan administrasi akademik mahasiswa di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Raden Intan Lampung [Tugas akhir, UIN Raden Intan Lampung].
Ketelitian peta dasar
Badan Standarisasi Nasional. (2019). Ketelitian peta dasar. SNI 8202:2019. Jakarta.
Analisis efektivitas dan efisiensi penggunaan sistem aplikasi E-Desk pada DitJen P2P Kementerian Kesehatan RI tahun
  • I Berliana
Berliana, I. (2022). Analisis efektivitas dan efisiensi penggunaan sistem aplikasi E-Desk pada DitJen P2P Kementerian Kesehatan RI tahun 2018-2021 [Thesis, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta].
Kebijakan satu peta (One Map Policy)
  • A Karsidi
Karsidi, A. (2021). Kebijakan satu peta (One Map Policy). Sains Press.
Standar pengumpulan data geospasial dasar untuk pembuatan peta dasar skala besar. Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor: 1 Tahun 2020
  • Peraturan Badan Informasi
  • Geospasial
Peraturan Badan Informasi Geospasial. (2020). Standar pengumpulan data geospasial dasar untuk pembuatan peta dasar skala besar. Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor: 1 Tahun 2020. Badan Informasi Geospasial.