Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
1159
© 2024 Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
JURNAL ILMU LINGKUNGAN
Volume 22 Issue 5 (2024) : 1159-1173 ISSN 1829-8907
Impact-Based Forecasting (IBF) untuk Mendukung Manajemen
Risiko Banjir di Kawasan Jabodetabek
Muhammad Afif Shofiyudh Dhuha1, Agung Hari Saputra1*, Aries Kristianto1, dan
Aditya Mulya1
1Program Studi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika; e-mail:
agung.hs@stmkg.ac.id
ABSTRAK
Bencana Banjir menimbulkan dampak dan kerugian yang cukup besar pada berbagai sektor di Jabodetabek.
Pengembangan informasi cuaca diperlukan untuk mengurangi dampak dan kerugian tersebut. Impact-based
Forecasting (IBF) menjadi salah satu sistem yang bertujuan untuk meningkatkan informasi cuaca yang terintegrasi
dengan prakiraan potensi dampak yang dapat terjadi. Penelitian ini menerapkan teknik Analytical Hierarchy Process
(AHP) untuk memetakan tingkat risiko banjir di Jabodetabek dengan mempertimbangkan parameter curah hujan,
kepadatan penduduk, jarak kerapatan jalan, jarak ke sungai, tata guna lahan, geologi, janis tanah, rata-rata banjir
tahunan, kemiringan, dan drainage density. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh parameer mempunyai
pengaruh terhadap bencana banjir, dimana curah hujan menjadi parameter yang paling berpengaruh sebesar 25%.
Jarak kerapatan jalan menjadi parameter dengan pengaruh paling kecil, yakni hanya sebesar 2%. Nilai Consistency
Ratio (CR) yang dihasilkan sebesar 0,04 sehingga menunjukkan hasil pemetaan risiko banjir yang relevan. Data model
curah hujan Global Ensemble Forecast System (GEFS) diimplementasikan ke dalam pemetaan risiko banjir untuk
menghasilkan sistem Impact-based Forecasting (IBF), yang memberikan kemungkinan terjadinya curah hujan.
Berdasarkan verifikasi yang dilakukan, prakiraan dampak yang diberikan memberikan hasil yang selaras dengan
kejadian sebenarnya. Hasil ini menunjukkan bahwa informasi prakiraan potensi dan dampak banjir yang diberikan
memberikan hasil yang baik dan representatif.
Kata kunci: Dampak, Banjir, Impact-based Foecasting (IBF), Analytical Hierarchy Process (AHP), Sistem Informasi Geografis (SIG)
ABSTRACT
Flood disasters have had significant impacts and losses in various sectors in Greater Jakarta. The development of
weather information is necessary to reduce these impacts and losses. Impact-based Forecasting (IBF) is one system
aimed at improving integrated weather information with forecasts of the potential impacts that may occur. This study
applies the Analytical Hierarchy Process (AHP) technique to map the flood risk levels, considering parameters such as
rainfall, population density, distance to roads, distance to rivers, land use, geology, soil types, average flood
occurrences, slope, and drainage density. The results indicate that all parameters have an influence on flooding, with
rainfall being the most influential at 25%. Distance to roads is the parameter with the smallest influence, scoring only
2%. The calculated Consistency Ratio (CR) value is 0.04, indicating relevant flood risk mapping results. The data from
the Global Ensemble Forecast System (GEFS) rainfall model is implemented into the flood risk mapping to generate
the Impact-based Forecasting (IBF) system, which provides the probability of rainfall occurrence. Based on the
verification conducted, the impact forecasts provided align well with the actual occurrences. These results
demonstrate that the provided flood potential and impact forecasts are considered good and representative.
Keywords: Impact, Flood, Impact-based Forecasting (IBF), Analytical Hierarchy Process (AHP), Geographic Information Systems
(GIS)
Citation: Dhuha, MAS., Saputra, AH., Kristianto, A., Mulya, A. (2024). Impact-Based Forecasting (IBF) untuk Mendukung Manajemen
Resiko Banjir di Kawasan Jabodetabek. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22(5), 1159-1173, doi:10.14710/jil.22.5.1159-1173
1. PENDAHULUAN
Jabodetabek merupakan kawasan yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh
penting secara nasional (PP No. 60 Tahun 2020).
Banjir merupakan salah satu bencana
hidrometeorologi yang dapat memberikan dampak
terhadap kebeberlangsungan hidup dan aktivitas
manusia (Setiawan dkk., 2020). Kejadian banjir yang
terjadi di Jabodetabek tidak hanya disebabkan oleh
parameter meteorologi seperti curah hujan saja,
melainkan juga disebabkan oleh parameter lain
seperti jenis tanah dan kemiringan (Ariyora dkk.,
2015), drainage density dan tata guna lahan
Jurnal Ilmu Lingkungan (2024), 22 (5): 1159-1173, ISSN 1829-8907
1160
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
(Aldimasqie dkk., 2022), geologi (Harsoyo, 2013), dan
parameter lainnya.
Berdasarkan laporan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang tahun
2021 terjadi sebanyak 1794 kejadian bencana banjir,
dimana 236 diantaranya terjadi di Jabodetabek.
Ginting (2020) menyatakan bahwa salah satu
kejadian banjir di Jabodetabek pada awal tahun 2020
telah menimbulkan kerugian lebih dari 10 triliun
rupiah. Dengan besarnya dampak yang ditimbulkan,
dan tingginya kejadian bencana banjir yang terjadi di
Jabodetabek, maka diperlukan suatu upaya mitigasi
yang diprioritaskan untuk meminimalisir dampak
dari bencana yang ditimbulkan baik dari segi
meteorologi dan non meteorologi (Septian dkk., 2020;
Singhal dkk., 2022).
Impact-based Forecasting (IBF) menjadi salah satu
upaya World Meteorological Organization (WMO)
yang dikembangkan melalui pengembangan sistem
peringatan dini untuk memperkirakan potensi dan
dampak yang dapat ditumbulkan dari suatu bencana
(Boult dkk., 2022; Kox dkk., 2018; Taylor dkk., 2019).
Sistem prakiraan ini merupakan penggabungan dari
komponen bahaya, keterpaparan, dan kerentanan
untuk megidentifikasi risiko (ESCAP, 2021; WMO,
2015), yang digunakan untuk memprediksi waktu,
lokasi, dan besarnya kejadian yang berpotensi
merusak dan memberikan dampak (Merz dkk., 2020;
Weyrich dkk., 2018). Dalam pengembangannya,
sistem ini membutuhkan pemahaman berkelanjutan
mengenai bahaya hidrometeorologi yang dikombinasi
dengan pemetaan daerah rawan banjir yang
mencakup informasi lokal tentang keadaan
wilayahnya (Rözer dkk., 2021).
Saat ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) menjadi dua instansi yang
bertanggung jawab terhadap sistem Impct-based
Forecastingi (IBF) di wilayah Indonesia (Ali dkk.,
2021). Jika meninjau modul teknis penyusunan ajain
risiko bencana banjir yang dikelola oleh BNPB pada
tahun 2019, penyusunan peta risiko banjir belum
meliputi beberapa parameter yang memiliki
pengaruh terhadap bencana banjir seperti curah
hujan tahunan (Hasanuzzaman dkk., 2022),
kepadatan penduduk (Swain dkk., 2020), jarak ke
sungai dan jarak kerapatan jalan (Rahman dkk.,
2021), rata-rata banjir tahunan (Ramadhani dkk.,
2021; Tempa, 2022), jenis dan kemiringan tanah
(Aldimasqie dkk., 2022), drainage density (Hammami
dkk., 2019), tata guna lahan (Hamdani dkk., 2014) ,
serta infromasi geologi (Saranya & Saravanan, 2020)
Disisi lain, adanya pembaharuan data komponen
dalam IBF juga diperlukan untuk meningkatkan
kualitas prakiraan risiko dan dampak yang dapat
ditimbulkan (UKMO, 2020). Maka dari itu, diperlukan
optimasi dan pengembangan berbasis eksperimen
terhadap prakiraan cuaca berbasis dampak (IBF)
dengan menyempurnakan komponen tersebut,
terutama komponen keterpaparan dan kerentanan.
Penelitian ini akan melakukan penggabungan
beberapa parameter yang berpengaruh terhadap
bencana banjir dengan menggunakan teknik AHP,
sehingga akan dihasilkan peta tingkat risiko banjir
yang kemudian diterapkan pada sistem IBF. Data
model nilai probabilitas curah hujan, akan digunakan
sebagai data komponen bahaya pada sistem tersebut.
Dengan demikian, akan diperoleh prakiraan potensi
wilayah yang akan terjadi bencana banjir berbasis
dampak yang terdistribusi secara spasial. Tujuan
Penelitian berbasis eksperimen perubahan dan
pengembangan sistem ini, diharapkan dapat
memberikan informasi dan peringatan dini bencana
banjir yang dapat ditinjau dan direspon lebih lanjut
untuk meminimalisir dampak dan potensi kerugian
yang ditimbulkan.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di kawasan Jabodetabek.
Wilayah penelitian terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Wilayah Penelitian
2.2. Alat dan Data
Penelitian ini menggunakan alat berupa ArcGIS
Pro versi 3.1 untuk mengolah data pemetaan dan
visualisasi sistem Impact-based Forecasting (IBF),
Sistem pembobotan Analytical Hierarchy Procccess
(AHP) untuk menentukan penilaian pembobotan dan
skoring pada setiap parameter, serta spreadsheets
untuk mengolah data dan konvolusi penilaian
skenario dampak. Selanjutnya penelitian ini
menggunakan data sebagai berikut:
1. Rata-rata curah hujan tahunan periode 2012-2021
yang disediakan oleh PERSIANN_Cloud
Classificatio System (PERSIANN-CCS) dengan
resolusi spasial 0.4° × 0.4°. data tersebut dapat
diunduh dengan format .tif pada laman CHRS.
(https://chrsdata.eng.uci.edu/)
2. Data rekapitulasi banjir tahunan pada seluruh
kawasan Jabodetabek pada periode tahun 2018-
2021 yang dapat diakses pada website resmi BPS.
(https://www.bps.go.id/publication.html)
Adapun data rata-rata tahunan didapatkan dari
pengolahan rekapitulasi banjir tersebut.
Dhuha, MAS., Saputra, AH., Kristianto, A., Mulya, A. (2024). Impact-Based Forecasting (IBF) untuk Mendukung Manajemen Resiko Banjir di
Kawasan Jabodetabek. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22(5), 1159-1173, doi:10.14710/jil.22.5.1159-1173
1161
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
3. Data Digital Elevasi Model (DEM) yang bersumber
dari IFSAR dan TERRASAR-X dengan resolusi 5m
yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial
(BIG). Data ini bisa digunakan sebagai data
kemiringan, dan drainage density. Data dengan
format raster ini diunduh melalui laman resmi BIG.
(https://tanahair.indonesia.go.id/demnas/#/dem
nas)
4. Data jenis tanah dengan skala spasial 1:5.000.000
yang bersumber dari Food and Agriculture
Organization (FAO) dan dikelola oleh UNESCO.
Data dengan format .shp tersebut dapat diunduh
pada website resmi FAO_UNSECO.
(https://data.apps.fao.org/map/catalog/srv)
5. Data dengan format .shp yang dapat diakses pada
laman resmi Rupa Bumi Indonesia (RBI), dimana
laman ini memuat data tata guna lahan, geologi,
sungai, jalan, dan data kependudukan dengan
resolusi skala 1:25.000.
(https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web/)
6. Data model prakiraan curah hujan GEFS dengan
resolusi 0.25 × 0.25 dengan format .nc yang
didapatkan melalui Pusat Meteorologi Publik
BMKG dengan surat permohonan data.
7. Data Akumulasi Curah hujan pada tanggal 5
November 2022 dan 24 Februari 2023 pada 121
Stasiun pengamat curah hujan yang tersebar di
kawasan Jabodetabek. Tanggal tersebut dipilih
berdasarkan adanya laporan bencana banjir yang
kemudian akan digunakan sebagai data verifikasi.
Data ini diperoleh dari Pusat Database BMKG
dengan surat permohonan data.
2.3. Pegolahan Data
Prosedur dan teknik pengolahan data dilakukan
sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data yang digunakan dalam
penelitian yang kemudian diolah mengunakan
ArcGIS, sistem pembobotan AHP, dan
Spreadsheets.
2. Data banjir pada periode tahun 2018-2021
direkapitulasi dan diolah menjadi data rata-rata
kejadian bencana banjir dengan menggunakan
sapreadsheets.
3. Untuk visualisasi dan pembobotan dalam AHP,
setiap parameter dilakukan klasifikasi
berdasarkan penelitian sebelumnya. Tabel 1
menunjukkan klasifikasi dan bobot setiap
klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini.
4. Setiap parameter yang digunakan akan
dibandingkan sesuai dengan tingkat
kepentingannya untuk menghitung bobot dan nilai
sebagai perhitungan dalam AHP. Penentuan nilai
skala kepentingan pada parameter-parameter
yang digunakan adalah dengan meninjau
penelitiann yang sudah dilakukan sebelumnya.
Penilaian yang digunakan berdasarkan skala Saaty
(2008), yang memiliki 9 tingkat kepentingan.
Tingkat kepentingan tercantum dalam Tabel 2.
5. Pengolahan penilaian kepentingan parameter
menggunakan matriks pairwise comparison untuk
merpresentasikan kepentingan dari setiap
parameter terhadap bencana banijr.
6. Melakukan perhitungan bobot dengan
menggunakan matriks prioritas (Saputra dkk.,
2020) yang dilanjutkan dengan melakukan
pengujian konsistensi dengan membandingkan
dengan batas nilai Consistency Ratio (CR), yakni
tidak lebih dari 0.1 atau 10%.
𝐶𝑅 = 𝐶𝐼
𝐼𝑅
CI : Consistency Index
IR : Index Random Consistency
Nilai IR berdasarkan penelitian (Vojtek &
Vojteková, 2019) dalam pemetaan banjir, adalah
disesuaikan dengan seberapa banyak jumlah
parameter yang digunakan. Penelitian ini akan
menggunakan nilai IR 1,49 dengan 10 parameter.
Tabel 3. Nilai IR
N
IR
1
0.00
2
0.00
3
0.58
4
0.90
5
1.12
6
1.24
7
1.32
8
1.41
9
1.45
10
1.49
Sumber: Saaty (2008)
7. Melakukan scoring dari setiap klasifikasi untuk
masing-masing parameter, yang mana setiap
parameter akan diberikan nilai untuk menentukan
tingkat kemampuan pengaruh dari parameter
(Vojtek & Vojteková, 2019). Penelitian ini
menggunakan skor terendah 1 dan tertinggi 5
untuk masing-masing klasifikasi, dimana setiap
bobot klasifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.
8. Parameter yang telah dipetakan kemudian akan
dioverlay dengan metode weighted overlay ntuk
menggabungkan seluruh input parameter dan
menambahkan nilai bobot pada tools %influence
pada data raster dari hasil pembobotan AHP, yang
kemudian akan menghasilkan pemetaan tingkat
risiko rawan banjir (Aldimasqie dkk., 2022). Hasil
pemetaan ini akan divalidasi menggunakan data
rekapitulasi histori banjir selama 2018-2021.
9. Hasil visualisasi peta risiko yang sudah divalidasi,
akan dioverlay kembali dengan data probabilitas
prakiraan curah hujan model Global Ensemble
Forcast System (GEFS). Penerapan skenario
konvolusi akan menjadi metode yang digunakan
untuk overlay data probabilitas dan pemetaan
tingkat risiko banjir untuk menghasilkan peta
sistem prakiraan berbasis dampak (IBF).
Jurnal Ilmu Lingkungan (2024), 22 (5): 1159-1173, ISSN 1829-8907
1162
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Tabel 1. Klasifikasi Parameter Banjir
Parameter
Klasifikasi
Bobot
Referensi
Jarak Kerapatan Jalan
(meter)
o 0-500
o 500-1000
o 1000-1500
o 1500-2000
o >2000
5
4
3
2
1
Rahman dkk. (2021)
Populasi Penduduk
(Jiwa/km2)
o <2000
o 2000-4000
o 4000-6000
o 6000-8000
o >8000
1
2
3
4
5
Swain dkk. (2020)
Rata-rata Kejadian
banjir Tahunan
(kali/tahun)
o 0-1
o 2-3
o 4-5
o 6-7
o 8-10
1
2
3
4
5
Modifikasi Ramadhani dkk. (2021); (Tempa,
2022)
Jarak ke Sungai
(meter)
o 0-500
o 500-1000
o 1000-1500
o 1500-2000
o >2000
5
4
3
2
1
Modifikasi Das (2018); (Rahman dkk., 2021;
Vojtek & Vojteková, 2019)
Tata guna lahan
o Perkebunan, hutan
o Tanah terbuka
o Sawah, Ladang, pertanian
o Badan air, danau, tambak
o Pertambangan
o Pemukiman, Gedung
1
3
4
5
5
5
Modifikasi Aldimasqie dkk. (2022); (Hamdani
dkk., 2014; Langkoke & Nur, 2022)
Jenis tanah
o Humic Andosols
o Orthic Andosols
o Dystric Fluvisols
o Gyeylic Arcisols
o Orthic Archisols
o Dystric Nitosol
o Chormic Vertisols
2
2
2
2
2
4
5
Aziza dkk. (2021), Modifikasi Aldimasqie dkk.
(2022) ; Ramadhani dkk. (2021)
Geologi
o Batu Endapan
o Badan Air, Rawa
o Batu Pasir
o Andesite
o Tuff
o Batuan Gunung Api
o Batu Lempung
o Formasi Miosen
o Formasi Pliosen
o Aliran Lava
o Breksi
o Alluvium
1
1
2
2
2
3
3
3
3
3
4
5
Modifkasi Aldimasqie dkk. (2022); (Hammami
dkk., 2019; Kourgialas & Karatzas, 2013; Saranya
& Saravanan, 2020; Yassar dkk., 2020)
Drainage density
(km/km2)
o 0-0.5
o 0.5-0.93
o 0.93-1.18
o 1.18-1.43
o 1.43-2.01
1
2
3
4
5
Modifikasi Hammami dkk. (2019); Vojtek &
Vojteková, 2019)
Kemiringan
(%)
o 0-2
o 2-5
o 5-15
o 15-40
o >40
5
4
3
2
1
Aldimasqie dkk. (2022); Modifikasi Swain
dkk. (2020)
Curah hujan tahunan
(mm/tahun)
o 3000-3500
o 3500-4000
o 4000-4500
o 4500-5000
o >5000
1
2
3
4
5
Modifikasi Hassan & Kamarudzaman (2023)
Tabel 2. Tingkat Kepentingan
Tingkat Kepentingan
Definisi
1
Sama pentingnya
2
Sama hingga sedang pentingnya
3
Sedang pentingnya
4
Sedang hingga kuat pentingnya
5
Kuat pentingnya
6
Kuat hingga sangat kuat pentingnya
7
Sangat kuat pentingnya
8
Sangat hingga ekstrim pentingnya
9
Ekstrim pentingnya
Sumber: Saaty (2008)
Dhuha, MAS., Saputra, AH., Kristianto, A., Mulya, A. (2024). Impact-Based Forecasting (IBF) untuk Mendukung Manajemen Resiko Banjir di
Kawasan Jabodetabek. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22(5), 1159-1173, doi:10.14710/jil.22.5.1159-1173
1163
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Identifikasi Peta Risiko Banjir
Peta risiko yang memuat komponen kerentanan
(vulnerability) dan komponen keterpaparan
(exposure) akan menghasilkan nilai robabilitas dan
besarnya dampak yang akan ditimbulkan terhadap
komponen bahaya (hazard) (UKMO, 2020; WMO,
2015). Pemetaan parameter dilakukan untuk
memvisualisasikan dari hasil pengolahan data dalam
bentuk pemetaan yang telah diklasifikasikan sesuai
kebutuhan dalam penelitian di kawasan Jabodetabek.
1. Jarak kerapatan Jalan
Jalan menjadi salah satu keadaan permukaan
yang kedap terhadap air dan meningkatkan proses
limpasan, sehingga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat kerentanan dan
kerawanan banjir (Mukherjee & Singh, 2020;
Rahman dkk., 2021; Yin dkk., 2016). Kawasan
Jabodetabek didominasi klasifikasi dengan jarak
kerapatan 0-500 m yang mencapai luas 5472,38
km2 atau sekitar 80,9% dari total luas Jabodetabek.
Disamping hal tersebut, kawasan ini juga yang
memiliki jarak kerapatan jalan dengan klasifikasi
500-1000 m sebesar 7,9%, 1000-1500 m sebesar
3,3%, 1500-2000 m sebesar 2,1%, dan klasifikasi
>2000 m sebesar 5,8% dari total luas kawasan
Jabodetabek. Semakin tinggi nilai jarak kerapatan
jalan, maka potensi untuk risiko terhadap bencana
banjir juga akan semakin tinggi (Rahman dkk.,
2021).
Gambar 2. Jarak Kerapatan Jalan Jabodetabek
2. Populasi Penduduk
Singhal dkk. (2022) mengemukakan bahwa
semakin tinggi populasi penduduk, maka semakin
tinggi pula nilai keterpaparan yang akan
ditimbulkan pada saat terjadi bencana banjir.
Pemetaan populasi penduduk pada kawasan
Jabodetabek terbagi menjadi lima klasifikasi yang
menunjukkan sebaran tidak merata dari setiap
wilayahnya. Hal ini ditunjukkan dimana sebagian
besar populasi dengan klasifikasi sangat padat,
yakni 8000 jiwa/km2 hanya terdapat pada wilayah
DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Depok, Kota
Bekasi, dan Kota Bogor. Disisi lain, Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten
Bogor, dan Kabupaten bekasi memiliki kepadatan
populasi penduduk yang bervariasi. Secara umum
kawasan Jabodetabek didominasi oleh populasi
pendududuk 2000 jiwa/km2.
Gambar 3. Populasi Penduduk Jabodetabek
3. Geologi
Faktor geologi memiliki pengaruh terhadap
risiko banjir karena dapat berperan dalam
permabilitas dan pola jaringan sungai
(Oikonomidis dkk., 2015; Umar dkk., 2021).
Gambar 4. Geologi Jabodetabek
Secara sifat fisiografinya, kawasan Jabodetabek
merupakan kawasan dengan struktur geologi yang
didominasi oleh formasi kelompok batuan
vulkanik dan kelompok batuan endapan. Hal ini
menunjukan bahwa sebagian besar batuan
sedimen yang ada merupakan hasil erosi dan
pelapukan batuan vulkanik. Lebih dari 50,1% atau
sekitar 3407,4 km2 sebaran batuan merupakan
batuan hasil endapan, dan sekitar 49,1% atau
3304,4 km2 diliputi oleh batuan hasil vulkanik.
Selanjutnya sebesar 0.8% adalah sebaran badan
air. Berdasarkan peta geologi, kawasan
Jabodetabek memiliki risiko terhadap bencana
banjir. Identifikasi ini sejalan dengan penelitian
Harsoyo (2013) yang menyatakan bahwa wilayah
tersebut memiliki kecenderungan yang tinggi
terhadap risiko banjir karena merupakan
cekungan banjir secara geologi dan
geomorfologinya.
4. Jarak ke Sungai
Jarak ke sungai menjadi salah satu kriteria yang
penting dievaluasi untuk risiko bencana banjir
(Chowdhuri dkk., 2020; Swain dkk., 2020).
Jurnal Ilmu Lingkungan (2024), 22 (5): 1159-1173, ISSN 1829-8907
1164
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Wilayah pada kawasan Jabodetabek yang memiliki
jarak ke sungai dengan klasifikasi 0-500 m menjadi
wilayah yang paling tinggi terhadap risiko banjir,
dimana kategori ini memiliki luas area 1267,96
km2 atau sekitar 18,7% dari total luas kawasan
Jabodetabek. Hal tersebut selaras dengan
penelitian Das (2018) dan Rahman dkk. (2021)
yang menyatakan bahwa jarak 0-500 m adalah
kategori jarak yang memiliki risiko lebih tinggi
terhadap bencana banjir. Selanjutnya, klasifikasi
jarak ke sungai >2000 m menjadi kategori yang
mendominasi kawasan Jabodetabek, dimana
kategori ini memiliki luas 2669,28 km2 atau
sekitar 39% dari total luas kawasan Jabodetabek.
Gambar 5. Jarak ke Sungai Jabodetabek
5. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan merupakan salah satu
parameter yang berperan pada tingginya limpasan
air permukaan, sehingga berperan terhadap
meningkatnya risiko bencana banjir (Darmawan
dkk., 2017; Velastegui-Montoya dkk., 2022)
Penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek
didominasi oleh permukiman dan gedung dengan
luasan mencapai 2449,28 km2 atau sekitar 36.2%.
Selain itu, kawasan ini juga didominasi oleh sawah,
ladang, dan pertanian yang tersebar seluas
3199,74 km2. Penggunaan lahan lainnya berupa
daerah perkebunan dan hutan dengan luas sekitar
858,56 km2.
Gambar 6. Tata Guna Lahan Jabodetabek
Kawasan Jabodetabek cenderung memiliki
risiko terhadap bencana banjir karena sebaran
penggunaan lahan yang kurang mampu dalam
menahan limpasan air. Hal ini sesuai dengan
penelitian Hasanuzzaman dkk. (2022) yang
menyatakan bahwa penggunaan lahan yang
kurang baik menjadi salah satu faktor yang
memberikan dampak cukup besar terhadap risiko
banjir. Selain itu, adanya tutupan lahan berupa
permukiman dan gedung juga mengurangi
kemampuan tanah dalam menyerap dan menahan
laju air karena tanah memiliki beban yang cukup
besar (Pandega & Hastuti, 2019; Tehrany dkk.,
2015).
6. Jenis Tanah
Jenis tanah secara langsung berkaitan dengan
kecepatan daya serap pada suatu daerah dan
pengaruhnya terhadap bencana banjir (Aziza dkk.,
2021).
Gambar 7. Jenis Tanah Jabodetabek
Seluas 2144,17 km2 kawasan Jabodetabek
mengandung jenis tanah Nitosol yang juga menjadi
sebaran paling dominan tersebar dibandingkan
jenis tanah lainnya. Selain itu, terdapat jenis tanah
Orthic Arcisols yang teridentifikasi seluas 1975,17
km2. Disisi lain, kawasan Jabodetabek juga
mengandung jenis tanah Fluvisol seluas 1754 km2,
Gyeylic Arcisols seluas 220,57 km2, Andosol seluas
201,29 km2, Humic Andosols seluas 313,8 km2, dan
Chromic Vertisols seluas 134,59 km2. Meninjau
penelitian Putra & Karomah (2022) dan
Ramadhani dkk. (2021), jenis tanah Humic
Andosols, Orthic Andosols, Fluvisols, Gyeylic
Arcisols, Orthic Arcisols merupakan jenis tanah
yang memiliki tingkat permeabilitas atau infiltrasi
air yang baik hingga sedang. Berbeda halnya
dengan jenis tanah Nitosol dan Chromic Vertisols
yang sangat sulit dalam menyerap air (Aldimasqie
dkk., 2022).
7. Kemiringan
Semakin landai kemiringan, maka semakin
tinggi risiko terjadi banjir, begitu pula sebaliknya
(Rincón dkk., 2018).
Dhuha, MAS., Saputra, AH., Kristianto, A., Mulya, A. (2024). Impact-Based Forecasting (IBF) untuk Mendukung Manajemen Resiko Banjir di
Kawasan Jabodetabek. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22(5), 1159-1173, doi:10.14710/jil.22.5.1159-1173
1165
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Gambar 8. Kemiringan Jabodetabek
Kawasan Jabodetabek memiliki kemiringan
lereng 0-2% dengan luas 4538 km2. Klasifikasi ini
umumnya menyebar di wilayah bagian utara
kawasan Jabodetabek. Selanjutnya, wilayah
dengan kemiringan 2-5% mencakup 1334 km2,
klasifikasi 5-15%. mencapai 567 km2, klasifikasi
15-40% dan >40% yang memiliki luasan masing-
masing sebesar 255 km2 dan 57 km2. Berdasarkan
pemetaan terhadap parameter kemiringan, maka
sebesar 67,2% kawasan tersebut memiliki risiko
terhadap banjir.
8. Drainage Density
Drainage density merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi banjir, dimana semakin
tinggi drainage density maka semakin tinggi
limpasan pada permukaan (Sajedi-Hosseini dkk.,
2018).
Gambar 9. Drainage Density Jabodetabek
Pada kawasn Jabodetabek, drainage density
dengan klasifikasi 1.18-1.43 km/km2 menjadi
klasifikasi paling dominan yang tersebar secara
merata di kawasan ini dengan luas kurang lebih
38.7% atau 2619 km2. Berikutnya, drainage
density dengan tingkat kategori sangat tinggi,
yakni klasifikasi 1.43- 2.01 km/km2, tersebar
dengan luas 623 km2. Hal ini mengisyaratkan
bahwa wilayah yang memiliki klasifikasi tersebut
cenderung memiliki tingkat risiko banjir yang
lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang
memiliki klasifikasi drainage density yang lebih
rendah (Saranya & Saravanan, 2020).
9. Rata-rata Banjir Tahunan
Rata-rata kejadian banjir setiap tahunnya
dapat menjadi acuan terhadap risiko bencana
banjir (Ramadhani dkk., 2021).
Gambar 10. Rata-Rata Banjir Tahunan Jabodetabek
Tiga dari 182 kecamatan yang tersebar pada
kawasan Jabodetabek merupakan wilayah dengan
frekuensi kejadian yang lebih tinggi untuk
kejadian banjir dibandingkan wilayah lain setiap
tahunnya, yaitu Kecamatan Babelan, Cikarang
Utara, dan Kecamatan Teluknaga dengan rata-rata
banjir delapan sampai sepuluh kejadian
pertahunnya. Kecamatan yang memiliki rata-rata
kejadian banjir yang tinggi cenderung memiliki
tingkat risiko banjir yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kecamatan yang memiliki
rata-rata kejadian banjir tahunan yang rendah.
Wilayah dengan rata-rata kejadian banjir tahunan
yang tinggi juga menunjukkan kurangnya
kapasitas terhadap bencana banjir sehingga
menghasilkan nilai keterpaparan yang tinggi
(Tempa, 2022).
10. Curah Hujan Tahunan
Curah hujan berhubungan signifikan dengan
debit sungai dan secara langsung dapat
mempengaruhi bencana banjir (Das, 2018).
Gambar 11. Rerata Curah Hujan Tahunan Jabodetabek
Berdasarkan hasil interpolasi dengan metode
IDW (Inverse Distance Weighted), kawasan
Jabodetabek memiliki kecenderungan nilai
intensitas rata-rata curah hujan tahunan yang
lebih tinggi pada wilayah selatan dan lebih rendah
pada wilayah utara. Dengan hal ini maka risiko
Jurnal Ilmu Lingkungan (2024), 22 (5): 1159-1173, ISSN 1829-8907
1166
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
terhadap bencana banjir lebih tinggi di wilayah
selatan karena nilai curah hujan tahunannya yang
cenderung tinggi. Identifikasi ini didukung dengan
penelitian Aldimasqie dkk. (2022) yang
menunjukkan wilayah selatan memiliki risiko
banjir yang lebih tinggi dibandingkan dengan
wilayah utara.
3.2. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Proses Analytical Hierarchy Process (AHP)
dilakukan untuk menentukan penilaian bobot setiap
parameter yang akan digunakan untuk peta risiko
banjir dalam komponen keterpaparan (exposure) dan
kerentanan (vulnerability) pada sistem Impact-based
Forecasting (IBF). Dengan menggunakan AHP, akan
dapat memperoleh parameter-parameter yang
relevan dan berpengaruh terhadap risiko bencana
banjir (Seejata dkk., 2018). Penerapan teknik AHP
dilakukan berdasarkan dua tahap, yaitu tahap
pertama mengenai penentuan nilai atau skor
kepentingan, perhitungan matriks pairwise
comparison untuk mendapatkan nilai prioritas vektor,
dan bobot dari tiap parameter. Selanjutnya tahap
kedua adalah melakukan perhitungan nilai
consistency ratio (CR) untuk menguji konsistensi
setiap nilai bobot yang dihasilkan dari setiap
parameter
1. Matrikis Paiwise Comparison
Penentuan yang digunakan untuk menentukan
nilai bobot pada masing-masing parameter
didasari oleh penelitian yang telah sebelumnya
yang mengacu pada nilai tingkat kepentingan oleh
Saaty (2008) (pada Tabel 2). Berikutnya, hasil
penentuan skala tingkat kepentingan dari tiap
parameter terhadap parameter lainnya dapat
diubah ke dalam bilangan desimal. Untuk
mendapatkan bobot dari setiap parameter,
dilakukan normalisasi untuk masing-masing
tingkat kepentingan. Hasil normalisasi akan
dideterminasi sehingga menghasilkan bobot dari
setiap parameter (Desalegn & Mulu, 2021). Hasil
dari normalisasi dari masing-masing akan
dijumlahkan dan dibagi dengan banyaknya
parameter yang sehingga akan mengahasilkan
seberapa besar bobot atau pengaruh dari masing-
masing parameter terhadap banjir, dimana
semakin besar bobot yang dihasilkan, maka
semakin tinggi tingkat pengaruhnya terhadap
riisko bencana banjir. Berikut disajikan Tabel 5, 6,
dan 7 dalam perhitungan Analytical Hierarchy
Process (AHP) tahap pertama.
Tabel 5 merupakan langkah utama dalam AHP,
dimana perhitungan ini melambangkan
pentingnya suatu faktor terhadap faktor lainnya.
signinfikansi relatif antara kedua parameter
dihitung bersamaan dengan skala kepentingan
(Tabel 2). Tabel 5 mengambarkan perbandingan
kepentingan atau pengaruh dari setiap parameter
terhadap banjir dalam bentuk desimal.
Tabel 5. Matriks Desimal Pairwise Comparison
Kemiringan
Jarak ke
Sungai
Jenis Tanah
Drainage
Density
Tata Guna
Lahan
Jarak
Kerapatan
Jalan
Curah Hujan
Geologi
Populasi
Penduduk
Histori Banjir
Kemiringan
1
0.58
3
0.58
1.41
5
0.26
2.24
1
3.87
Jarak ke Sungai
1.73
1
3.87
0.33
1.41
3.16
1
3
1
3
Jenis Tanah
0.33
0.26
1
0.26
0.26
1
0.20
0.33
0.33
0.33
Drainage Density
1.73
3
3.87
1
1.73
5
0.33
2
1.73
1.73
Tata Guna Lahan
0.71
0.71
3.87
0.58
1
3.16
0.41
1.41
1.41
2.45
Jarak Kerapatan Jalan
0.20
0.32
1
0.20
0.32
1
0.14
0.20
0.20
0.26
Curah Hujan
3.87
1
5
3
2.45
7
1
3
3.87
5.92
Geologi
0.45
0.33
3
0.50
0.71
5
0.33
1
1
1.73
Populasi Penduduk
1
1
3
0.58
0.71
5
0.26
1
1
3.87
Histori Banjir
0.26
0.33
3
0.58
0.41
3.87
0.17
0.58
0.26
1
Jumlah
11.28
8.53
30.62
7.60
10.41
39.20
4.10
14.76
11.81
24.17
Tabel 6. Normalisasi dan Determinasi dari Setiap Parameter
Kemiringan
Jarak ke
Sungai
Jenis Tanah
Drainage
Density
Tata Guna
Lahan
Jarak Kerapatan
Jalan
Curah Hujan
Geologi
Populasi
Penduduk
Histori Banjir
Bobot
Kemiringan
0.09
0.07
0.10
0.08
0.14
0.13
0.06
0.15
0.08
0.16
0.11
Jarak ke Sungai
0.15
0.12
0.13
0.04
0.14
0.08
0.24
0.20
0.08
0.12
0.13
Jenis Tanah
0.03
0.03
0.03
0.03
0.02
0.03
0.05
0.02
0.03
0.01
0.03
Drainage Density
0.15
0.35
0.13
0.13
0.17
0.13
0.08
0.14
0.15
0.07
0.15
Tata Guna Lahan
0.06
0.08
0.13
0.08
0.10
0.08
0.10
0.10
0.12
0.10
0.09
Jarak Kerapatan Jalan
0.02
0.04
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
0.01
0.02
0.01
0.02
Curah Hujan
0.34
0.12
0.16
0.39
0.24
0.18
0.24
0.20
0.33
0.24
0.25
Geologi
0.04
0.04
0.10
0.07
0.07
0.13
0.08
0.07
0.08
0.07
0.07
Populasi Penduduk
0.09
0.12
0.10
0.08
0.07
0.13
0.06
0.07
0.08
0.16
0.10
Histori Banjir
0.02
0.04
0.10
0.08
0.04
0.10
0.04
0.04
0.02
0.04
0.05
Jurnal Ilmu Lingkungan (2024), 22 (5): 20-34, ISSN 1829-8907
1167
© 2017, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Tabel 7. Bobot Vektor Eigen dari Parameter Banjir
Parameter
Bobot
Influence (%)
Kemiringan
0.11
11
Jarak ke Sungai
0.13
13
Jenis Tanah
0.03
3
Drainage Density
0.15
15
Tata Guna Lahan
0.09
9
Jarak Kerapatan Jalan
0.02
2
Curah Hujan
0.25
25
Geologi
0.07
7
Populasi Penduduk
0.10
10
Histori Banjir
0.05
5
Selanjutnya dilakukan normalisasi dan
determinasi untuk menghasilkan bobot dari setia
parameter terhada bencana banjir. Normalisasi
dilakukan dengan membagi setiap nilai
kepentingan parameter terhadap jumlah nilai
kepentingan parameter tersebut, sedangkan
determinasi dilakukan dengan menjumlahkan
seluruh hasil normalisasi dari asing-masing
parameter yang kemudian dibagi dengan jumlah
parameter yang digunakna, sehingga akan
menghasilkan bobot dari setiap parameter. Hasil
perhitungan ditunjukkan oleh Tabel 6.
Hasil dari pengolahan AHP tahap pertama
menunjukkan bahwa seluruh parameter
berpengaruh terhadap banjir, dimana curah hujan
memiliki pengaruh yang paling tinggi dengan nilai
25%. Jarak ke jalan menjadi parameter dengan
pengaruh paling kecil, yakni dengan nilai 2%.
Tabel 7 menunjukkan hasil bobot yang akan
dilakukan pengolahan pada ArcGIS.
2. Uji Konsistensi
Sebelum dilakukan weighted overlay pada
Sistem informasi Geografis (SIG), hasil
perhitungan tersebut dilakukan uji konsistensi
untuk menghitung batasan nilai Consistency Ratio
(CR).
𝐶𝑅 = 𝐶𝐼
𝐼𝑅
Nilai Consistency Index ditabulasikan
berdasarkan rumus berikut:
𝐶𝐼 = 𝜆 − 𝑛
𝑛 − 1
Dimana n merupakan banyaknya parameter
yang digunakan, dan lambda (𝜆) adalah nilai rata-
rata vektor dari setiap parameter. Berikut
merupakan hasil perhitungan dari nilai CI
𝜆 = (10.03 + 11.56 + 10.18 + 8.35 + 12.38
+ 8.47 + 12.09 + 10.87 + 11.20
+ 10.4)/10
=10.56
Berdasarkan hasil di atas, maka:
𝐶𝐼 = 10.56 −10
10 − 1 = 0.0619
Maka inilai CR dengan menggunakan nilai IR (1,49)
adalah sebagai berikut:
𝐶𝑅 = 0.0619
1,49 = 0.04
Hasil nilai CR yang didapatkan adalah 0,04,
yang mana nilai ini memenuhi kriteria karena
lebih rendah dari ambang batas 0,1. Dengan
demikian, Nilai CR ini menjelaskan bahwa nilai
pembobotan yang didapatkan dapat
diimplementasikan ke dalam penentuan weighted
overlay pada masing-masing parameter untuk
pemetaan risiko banjir di kawasan Jabodetabek
kareba memiliki konsistensi penilaian yang baik.
3.3. Hasil Pemetaan Tingkat Risiko Banjir
Pemetaan tingkat risiko banjir dapatkan dari hasil
weighted overlay dari tiap parameter pada Sistem
Informasi Geografis (SIG), dimana pengolahan ini
ditunjukkan oleh Gambar 11, yang menghasilkan peta
tingkat risiko banjir dengan 4 (empat) tingkat
kategori risiko, yakni sangat ringan, ringan, sedang,
dan berat yang dilambangkan dengan kode warna
(WMO, 2015). Peta tingkat risiko yang dihasilkan
merepresentasikan bahwa semakin tinggi risiko,
maka semakin besar dampak yang dapat terjadi.
Gambar 11. Tingkat Risiko Banjir Jabodetabek
Kawasan Jabodetabek cenderung memiliki tingkat
risiko ringan (kuning) hingga risiko tingkat sedang
(oranye). Wilayah dengan tingkat risiko ringan
diliputi luas 3818 km2, dan risiko tingkat sedang
sebesar 2382 km2. Disamping hal tersebut, terdapat
sebaran wilayah seluas 388 km2 yang memiliki risiko
banjir dengan tingkat yang sangat rendah (hijau).
Selanjutnya, seluas 74 km2 merupakan luasan wilayah
yang memiliki tingkat risiko banjir berat (merah).
Wilayah dengan tingkat risiko banjir berat secara
umum berada di bagian utara Kabupaten Bogor,
wilayah barat Kota Bogor, sebagian kecil di Kota
Depok dan Tangerang Selatan.
Jurnal Ilmu Lingkungan (2024), 22 (5): 1159-1173, ISSN 1829-8907
1168
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
3.4. Validasi Pemetaan Tingkat Risiko Banjir
Untuk menguji hasil pemetaan tingkat risiko
banjir, diperlukan validasi dengan menggunakan
rekapitulasi banjir kawasan Jabodetabek periode
2018-2021 yang kemudian disesuaikan dengan
pemetaan tingkat risiko banjir. Berdasarkan hasil
rekapitulasi yang telah dilakukan, kawasan
Jabodetabek secara umum memiliki tingkat kejadian
banjir yang berbeda-beda pada setiap wilayahnya.
Jika mempertimbangkan luasan wilayah dan jumlah
kejadian yang terjadi, wilayah Kota Bogor menjadi
wilayah yang memiliki tingkat kejadian banjir yang
tinggi, yakni 79 kejadian. Lebih dari itu, Kabupaten
Bekasi menjadi wilayah yang memiliki rekapitulasi
kejadian banjir paling tinggi dengan total kejadian
sebanyak 332 kejadian, diikuti Kabupaten Tangerang
dengan kejadian sebanyak 281 kejadian, dan
Kabupaten Bogor sebanyak 230 kejadian. Jika
meninjau dari beberapa parameter yang diidentifikasi
pada pemetaan sebelumnya seperti nilai curah hujan,
drainage density, geologi, kemiringan tanah, dan jarak
ke sungai, pemetaan tingkat risiko banjir yang
dihasilkan sudah dapat memberikan gambaran secara
relevan dan konkrit karena dapat divalidasi dengan
hasil rekpitulasi banjir yang baik dan sesuai.
Gambar 12. Rekapitulasi Banjir Periode 2018-2021
Jabodetabek
Pemetaan tingkat risiko yang dihasilkan
berdasarkan kombinasi dari komponen kerentanan
(vulnerability) dan keterpaparan (exposure) ini dapat
menentukan kemungkinan dan tingkat risiko dampak
dari bencana banjir dari setiap wilayah kecamatan
(Singhal dkk., 2022). Sehingga dapat digunakan
sebagai peta dalam sistem Impact-based Forecasting
(IBF).
3.5. Identifikasi Probabilitas Curah Hujan
Untuk sistem Impact-based Forecasting (IBF),
model curah hujan yang digunakan sebagai
komponen bahaya (hazard) dikombinasikan dengan
pemetaan tingkat risiko banjir untuk menjadi sistem
yang dapat menentukan dan mengestimasi potensi
dampak yang dapat terjadi (Rözer dkk., 2021; Sai dkk.,
2018; UKMO, 2020). Probabilitas curah hujan menjadi
salah satu model yang digunakan untuk
mengidentifikasi besarnya paparan dan bahaya yang
dapat memicu terjadinya banjir pada suatu wilayah
(Sai dkk., 2018). BMKG sebagai lembaga
pemerintahan memiliki tanggung jawab utama
terhadap akuratnya tempat, waktu prakiraan, dan
peringatan bahaya, termasuk peristiwa
hidrometeorologi (Sidek dkk., 2021). Pada penelitian
ini, data model GEFS dengan probabilitas curah hujan
50mm/hari yang diperoleh dari BMKG digunakan
untuk mengidentifikasi probabilitas curah hujan lebat
yang diperkirakan terjadi pada wilayah-wilayah di
kawasan Jabodetabek. Pada bagian ini, dipilih dua hari
ketika curah hujan lebat diperkirakan terjadi di
kawasan Jabodetabek. Gambar 13 menunjukkan
distribusi probabilitas curah hujan dalam dua hari
yang dipilih, yakni 5 November 2022, dan 24 Februari
2023.
Gambar 13. Probabilitas Curah Hujan Tanggal 5 November
2022 dan 24 Februari 2023 Jabodetabek
Nilai probabilitas atau tingkat kemungkinan yang
terdistribusi menunjukkan adanya sebaran intensitas
curah hujan yang semakin tinggi nilai presentasenya,
maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya hujan
pada wilayah tersebut. Presetase tinggi ditunjukkan
dengan sebaran peta berwarna merah, sedangkan
biru menunjukkan nilai probabilitas yang relatif lebih
rendah.
Dengan data model tersebut, nilai probabilitas
digunakan sebagai nilai likelihood dan dianalisis
menggunakan skenario dampak yang terdistribusi
secara spasial. Likelihood tersebut kemudian
digunakan ke dalam konvolusi skenario dampak
untuk menghasilkan Impact-based Forecasting (IBF)
yang memuat tingkat risiko peringatan, potensi
dampak, dan respon yang tepat untuk mengurangi
dampak yang dapat diimplementasikan oleh
masyarakat.
3.6. Verifikasi Impact-based Forecasting (IBF)
Pada bagian ini, informasi Impact-based
Forecasting (IBF) dilakukan verifikasi untuk meninjau
keakuratan, peforma, dan efektivitas dari informasi
yang diberikan (WMO, 2015; UKMO, 2020). UKMO
(2020) menyatakan bahwa sumber informasi
kejadian banjir yang dapat digunakan untuk skema
verifikasi bersumber dari laporan resmi oleh
stakeholder terkait, berita, sosial media, koran atau
media massa, maupun komunitas tertentu yang
Dhuha, MAS., Saputra, AH., Kristianto, A., Mulya, A. (2024). Impact-Based Forecasting (IBF) untuk Mendukung Manajemen Resiko Banjir di
Kawasan Jabodetabek. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22(5), 1159-1173, doi:10.14710/jil.22.5.1159-1173
1169
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
memiliki kapabilitas untuk memberikan informasi
bencana banjir.
Keberhasilan proses verifikasi bergantung dari
banyaknya informasi yang didapatkan (WMO, 2015)
serta akuratnya informasi IBF yang diberikan (UKMO,
2020). Dalam hal ini, telah dihimpun informasi dari
berbagai sumber untuk dilakukan verifikasi terhadap
sistematika informasi prakiraan cuaca berbasis
dampak (IBF) yang telah dibuat, sehingga dapat
dilakukan evaluasi dan pengembangan terhadap
sistem ini. Selain itu, data akumulasi curah hujan yang
dicatat oleh 121 stasiun yang tersebar di kawasan
Jabodetabek, juga digunakan sebagai data pendukung
untuk verifikasi Impact-based Forecasting (IBF).
Hasil pengolahan Impact-based Forecasting (IBF),
wilayah terdampak, dan akumulasi curah hujan pada
tanggal 5 November 2022 di kawasan Jabodetabek
ditunjukkan oleh Gambar 14, 15, dan 16.
Berdasarkan pengolahan konvolusi skenario
dampak, hasil Impact-based Forecasting (IBF)
menunjukkan adanya sebaran warna kuning yang
merepresentasikan kategori tingkat waspada.
Selanjuntnya, informasi kejadian banjir yang telah
dihimpun dari berbagai sumber, menunjukkan
sejumlah 42 kecamatan yang tersebar di kawasan
Jabodetabek terdampak banjir dengan ketinggian 20-
1,5 meter. Selain itu, akumulasi nilai curah hujan yang
tercatat juga menunjukkan adanya hujan dengan
intensitas lebat hingga sangat lebat yang memicu
terjadinya banjir di wilayah tersebut. Berdasarkan
hasil verifikasi yang dilakukan, informasi yang
disampaikan kepada masyarakat untuk prakiraan
berbasis dampak (IBF) pada periode 5 November
2022 menujukkan informasi yang baik dan
representatatif karena wilayah yang terdampak
banjir, termasuk ke dalam wilayah yang berada pada
kategori waspada dalam informasi tersebut.
Gambar 14. Hasil Impact-based Forecasting (IBF) Tanggal
5 November 2022
Gambar 15. Wilayah Terdampak Banjir Tanggal 5
November 2022
Gambar 16. Akumulasi Curah Hujan Tanggal 5 November
2022
Berikutnya, untuk IBF tanggal 24 Februari 2023,
probabilitas curah hujan yang diolah ke dalam
konvolusi skenario dampak menunjukkan risiko
dengan kategori waspada dan siaga terhadap
prakiraan bencana banjir. Informasi kejadian banjir
pada tanggal 24 Februari 2023 yang telah didapatkan
dari berbagai sumber, menunjukkan bahwa sebanyak
63 kecamatan dikawasan Jabodetabek terdampak
bencana banjir. Kemudian, dari himpunan data
stasiun dan pos pengamat curah hujan yang tersebar
di kawasan Jabodetabek, akumulasi nilai curah hujan
yang tercatat menunjukkan rentang intensitas hujan
kategori sedang hingga sangat lebat, sehingga hal ini
mendukung terhadap terjadinya bencana banjir pada
wilayah tersebut. Jika melihat dari data dan verifikasi
yang telah dilakukan, informasi IBF yang diterbitkan
pada periode 23-24 Februari 2023 menunjukkan
informasi yang cukup baik, relevan dan representatif
karena seluruh wilayah yang dilaporkan terdampak
banjir terliputi oleh hasil prakiraan tersebut. Hasil
pengolahan Impact-based Forecasting (IBF), wilayah
terdampak, dan akumulasi curah hujan pada tanggal
24 Februari 2023 di kawasan Jabodetabek
ditunjukkan oleh Gambar 17,18, dan 19.
Jurnal Ilmu Lingkungan (2024), 22 (5): 1159-1173, ISSN 1829-8907
1170
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Gambar 17. Hasil Impact-based Forecasting (IBF) Tanggal
24 Februari 2023
Gambar 18. Wilayah Terdampak Banjir Tanggal 24
Februari 2023
Gambar 19. Akumulasi Curah Hujan Tanggal 24 Februari
2023
3.7. Diseminasi Impact-based Forecasting (IBF)
Diseminasi atau penyebarluasan informasi sistem
Impact-based Forecasting (IBF) dapat dilakukan
untuk memastikan peringatan yang dapat dijangkau
dan direspon oleh masyarakat (Sidek dkk., 2021).
Informasi yang diberikan harus jelas, berguna, dan
lugas serta dapat dimengerti sehingga masyarakat
dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk
mengurangi risiko dampak yang dapat terjadi (Sai
dkk., 2018; Singhal dkk., 2022; UKMO, 2020).
Informasi utama yang disampaikan dalam IBF
adalah potensi dampak serta respon yang dapat
dilakukan akibat cuaca signifikan seperti hujan lebat.
Dampak dan respon yang disampaikan didasari oleh
tingkat risiko pada angka yang terdapat pada matriks
yang telah disusun (Hutabarat, 2020). Penyampaian
informasi yang disampaikan berupa keadaan cuaca,
dampak yang akan ditimbulkan, serta respon yang
perlu dilakukan. Pemberian informasi Impact-based
Forecasting (IBF) tidak selalu terpaku secara
terjadwal atau rutin, melainkan disesuaikan dengan
keadaan cuaca signifikan (Hutabarat, 2020; Sidek
dkk., 2021; Singhal dkk., 2022).
Pada penelitian ini, Informasi yang ditampilkan
dalam visualisasi tersebut memuat daftar kota, luas
wilayah, dan banyaknya kecamatan yang berpotensi
terdampak banjir akibat cuaca signifikan berupa
hujan lebat. Selain itu, visualisasi ini disertai detail
peringatan yang dapat ditinjau dan direspon oleh
masyarakat. Berikut hasil diseminasi prakiraan cuaca
berbasis dampak atau Impact-based Forecasting (IBF)
untuk tanggal 5 November 2022 dan 24 Februari
2023 yang ditujukkan oleh Gambar 20 dan 21.
Gambar 20. Diseminasi IBF Tanggal 5 November 2022
Gambar 21. Diseminasi IBF Tanggal 24 Februari 2023
Dhuha, MAS., Saputra, AH., Kristianto, A., Mulya, A. (2024). Impact-Based Forecasting (IBF) untuk Mendukung Manajemen Resiko Banjir di
Kawasan Jabodetabek. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22(5), 1159-1173, doi:10.14710/jil.22.5.1159-1173
1171
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
4. KESIMPULAN
Pemetaan rawan banjir di kawasan Jabodetabek
memberikan interpretasi yang baik berdasarkan hasil
validasi dengan menggunakan data histori banjir,
sehingga dapat digunakan sebagai peta tingkat risiko
dalam sistem Impact-based Forecasting (IBF).
Berdasarkan perhitungan dengan teknik Analytical
Hierarchy Process (AHP), seluruh parameter
berpengaruh terhadap banjir, namun curah hujan
menjadi parameter yang paling tinggi pengaruhnya
yaitu dengan nilai sebesar 25%. Selain itu, parameter
drainage density, jarak ke sungai, dan slope juga
menjadi parameter yang memiliki pengaruh yang
besar setelah curah hujan, dengan nilai masing-
masing 15%, 13%, dan 11%. Selanjutnya, parameter
populasi penduduk memiliki pengaruh dengan nilai
10%, tata guna lahan 9%, dan geologi dengan nilai 7%.
Parameter histori banjir, jenis tanah, dan jarak
kerapatan jalan menjadi faktor penyebab risiko banjir
paling kecil juga memiliki peran terhadap risiko banjir
dengan nilai masing-masing sebesar 5%, 3%, dan 2%.
Kawasan Jabodetabek didominasi tingkat risiko
ringan dan tingkat risiko sedang, yakni dengan
masing-masing wilayah seluas 3818 km2 dan 2382
km2. Sementara itu, tingkat risiko sangat rendah
meliputi wilayah seluas 388 km2, dan tingkat risiko
berat seluas 74 km2.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah
diverifikasi, penggunaan peta risiko banjir dengan
probabilitas curah hujan Global Ensemble Forecast
System (GEFS) untuk sistem Impact-based Forecasting
(IBF) di kawasan Jabodetabek, menghasilkan
informasi yang relatif lebih baik dan representatif.
Hasil verifikasi menunjukkan bahwa seluruh
kecamatan yang terdampak dicakup oleh informasi
prakiraan dampak yang telah dihasilkan.
Pengembangan visualisasi dan prakiraan yang dimuat
pada informasi Impact-based Forecasting (IBF)
menambahkan informasi berupa luas wilayah dan
jumlah kecamatan yang berpotensi terdampak, serta
memuat detail peringatan yang lebih informatif.
DAFTAR PUSTAKA
Aldimasqie, A. M., Hari Saputra, A., & Oktarina, S. (2022).
Pemetaan Zona Rawan Banjir Di Jakarta
Menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP).
Jurnal Environmental Science, 5(1), 1–14.
https://www.fao.org/soils-portal/data-hub/
Ali, A., Deranadyan, G., & Sa’adah, U. (2021). Kajian awal
pemanfaatan data pengindraan jauh dalam
implementasi peringatan dini cuaca esktrem
berbasis dampak. Prosiding WIN-ID, 27–36.
https://www.researchgate.net/publication/35750
6257
Ariyora, S., Budisusanto, Y., & Prasasti, I. (2015).
Pemanfaatan data Penginderaan Jauh dan SIG untuk
Analisa Banjir (Studi Kasus : Banjir Provinsi DKI
Jakarta). GEOID, 10(2), 137–146.
Aziza, S. N., Somantri, L., & Setiawan, I. (2021). Analisis
pemetaan tingkat rawan banjir di kecamatan
bontang barat kota bontang berbasis SIG. Jurnal
Pendidikan Geografi Undiksha, 9(2), 109–120.
Boult, V. L., Black, E., Saado Abdillahi, H., Bailey, M., Harris,
C., Kilavi, M., Kniveton, D., MacLeod, D., Mwangi, E.,
Otieno, G., Rees, E., Rowhani, P., Taylor, O., & Todd,
M. C. (2022). Towards drought impact-based
forecasting in a multi-hazard context. Climate Risk
Management, 35, 1–7.
https://doi.org/10.1016/j.crm.2022.100402
Budi Harsoyo. (2013). Mengulas penyebab banjir di
wilayah dki jakarta dari sudut pandang geologi,
geomorfologi dan morfometri sungai. Jurnal Sains &
Teknologi Modifikasi Cuaca, 14(1), 37–43.
Chowdhuri, I., Pal, S. C., & Chakrabortty, R. (2020). Flood
susceptibility mapping by ensemble evidential
belief function and binomial logistic regression
model on river basin of eastern India. Advances in
Space Research, 65(5), 1466–1489.
Darmawan, K., Hani’ah, & Suprayogi, A. (2017). Analisis
tingkat kerawanan banjir di kabupaten sampang
menggunakan metode overlay dengan scoring
berbasis sistem informasi geografis. Jurnal Geodesi
Undip Januari, 6(1), 31–40.
Das, S. (2018). Geographic information system and AHP-
based flood hazard zonation of Vaitarna basin,
Maharashtra, India. Arabian Journal of Geosciences,
11(19), 1–13. https://doi.org/10.1007/s12517-
018-3933-4
Desalegn, H., & Mulu, A. (2021). Flood vulnerability
assessment using GIS at Fetam watershed, upper
Abbay basin, Ethiopia. Heliyon, 7(1).
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e05865
ESCAP. (2021). Manual for Operationalizing Impact-based
Forecasting and Warning Services (IBFWS).
Ginting, A. M. (2020). Dampak ekonomi dan kebijakan
mitigasi risiko banjir di dki jakarta dan sekitarnya
tahun 2020. Info Singkat, XII(1), 19–24.
Hamdani, H., Permana, S., & Susetyaningsih, A. (2014).
Analisa daerah rawan banjir menggunakan aplikasi
sistem informasi geografis (studi kasus pulau
bangka). Jurnalsttgarut, 12(1), 1–13.
http://jurnal.sttgarut.ac.id
Hammami, S., Zouhri, L., Souissi, D., Souei, A., Zghibi, A.,
Marzougui, A., & Dlala, M. (2019). Application of the
GIS based multi-criteria decision analysis and
analytical hierarchy process (AHP) in the flood
susceptibility mapping (Tunisia). Dalam Arabian
Journal of Geosciences (Vol. 12, Nomor 21). Springer
Verlag. https://doi.org/10.1007/s12517-019-
4754-9
Hasanuzzaman, Md., Adhikary, P. P., Bera, B., & Shit, P. K.
(2022). Flood Vulnerability Assessment Using AHP
and Frequency Ratio Techniques. GIScience and Geo-
environmental Modelling, 91–104.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-94544-2_6
Hassan, Z., & Kamarudzaman, A. N. (2023). Development of
Flood Hazard Index (FHI) of the Kelantan River
Catchment Using Geographic Information System
(GIS) Based Analytical Hierarchy Process (AHP).
Pertanika Journal of Science and Technology, 31(1),
203–215. https://doi.org/10.47836/pjst.31.1.13
Hutabarat, Y. M. (2020). Pengembangan sistem informasi
prakiraan cuaca berbasis dampak menggunakan
model prakiraan cuaca numerik untuk wilayah
jakarta. Jurnal WIdya Climago, 2(2), 56–68.
Kourgialas, N. N., & Karatzas, G. P. (2013). A hydro-
economic modelling framework for flood damage
Jurnal Ilmu Lingkungan (2024), 22 (5): 1159-1173, ISSN 1829-8907
1172
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
estimation and the role of riparian vegetation.
Hydrological Processes, 27(4), 515–531.
https://doi.org/10.1002/hyp.9256
Kox, T., Lüder, C., & Gerhold, L. (2018). Anticipation and
Response: Emergency Services in Severe Weather
Situations in Germany. International Journal of
Disaster Risk Science, 9(1), 116–128.
https://doi.org/10.1007/s13753-018-0163-z
Langkoke, R., & Nur, Z. A. (2022). Analisis Bahaya Banjir
Sungai Bone-Bone dengan Metode Geographical
Information System (GIS) pada daerah
Bantimurung Kecamatan Bone-Bone Kabupaten
Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal
Ecosolum, 11(2), 110–125.
https://doi.org/10.20956/ecosolum.v11i2.23971
Merz, B., Kuhlicke, C., Kunz, M., Pittore, M., Babeyko, A.,
Bresch, D. N., Domeisen, D. I. V., Feser, F., Koszalka,
I., Kreibich, H., Pantillon, F., Parolai, S., Pinto, J. G.,
Punge, H. J., Rivalta, E., Schröter, K., Strehlow, K.,
Weisse, R., & Wurpts, A. (2020). Impact Forecasting
to Support Emergency Management of Natural
Hazards. Reviews of Geophysics, 58(4), 1–52.
https://doi.org/10.1029/2020RG000704
Mukherjee, F., & Singh, D. (2020). Detecting flood prone
areas in Harris County: a GIS based analysis.
GeoJournal, 85, 647–663.
Oikonomidis, D., Dimogianni, S., Kazakis, N., & Voudouris, K.
(2015). A GIS/ remote sensing based methodology
for groundwater potentiality assessment in
Tirnavos area, Greece. Journal of Hydrology, 525,
197–208.
Pandega, A. K., & Hastuti, E. W. D. (2019). Analisis potensi
banjir berdasarkan metode AHP daerah sumber
jaya dan sekitarnya, kabupaten oku selatan,
provinsi sumatera SELATAN. Seminar Nasional
AVoER XI.
PP No. 60 Tahun 2020, (2020).
Putra, H. M. M., & Karomah, A. (2022). Implementasi Sistem
Informasi Geografis (SIG) Untuk Pemetaan Lokasi
Rawan Banjir Di Kabupaten Kebumen. Prosiding
SAINTEK: Sains dan Teknologi, 1(1), 437–444.
Rahman, M., Ningsheng, C., Mahmud, G. I., Islam, M. M.,
Pourghasemi, H. R., Ahmad, H., Habumugisha, J. M.,
Washakh, R. M. A., Alam, M., Liu, E., Han, Z., Ni, H.,
Shufeng, T., & Dewan, A. (2021). Flooding and its
relationship with land cover change, population
growth, and road density. Geoscience Frontiers,
12(6), 1–20.
https://doi.org/10.1016/j.gsf.2021.101224
Ramadhani, D., Hariyanto, T., & Nurwatik. (2021).
Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) dalam Pemetaan Potensi Banjir Berbasis
Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Kota
Malang, Jawa Timur) Application of the Analytical
Hierarchy Process (AHP) Method in Mapping Flood
Potentials Based on Geographic Information
Systems (Study Case: Malang City, East Java). GEOID,
17(1), 72–80.
Rincón, D., Khan, U. T., & Armenakis, C. (2018). Flood risk
mapping using GIS and multi-criteria analysis: A
greater toronto area case study. Geosciences
(Switzerland), 8(8), 1–27.
https://doi.org/10.3390/geosciences8080275
Rözer, V., Peche, A., Berkhahn, S., Feng, Y., Fuchs, L., Graf, T.,
Haberlandt, U., Kreibich, H., Sämann, R., Sester, M.,
Shehu, B., Wahl, J., & Neuweiler, I. (2021). Impact-
Based Forecasting for Pluvial Floods. Earth’s Future,
9(2), 1–18.
https://doi.org/10.1029/2020EF001851
Saaty, T. L. (2008). Decision making with the analytic
hierarchy process. Int. J. Services Sciences, 1(1), 83–
98.
Sai, F., Cumiskey, L., Weerts, A., Bhattacharya, B., Khan, R. H.,
& Po, A. I. (2018). Towards impact-based flood
forecasting and warning in Bangladesh: a case study
at the local level in Sirajganj district. Natural Hazard
and Earth System Sciences, 1–20.
https://doi.org/10.5194/nhess-2018-26
Sajedi-Hosseini, F., Choubin, B., Solaimani, K., Cerda, A., &
Kavian, A. (2018). Spatial prediction of soil erosion
susceptibility using a fuzzy analytical network
process: Application of the fuzzy decision making
trial and evaluation laboratory approach. LDD Land
Degreadation & Development, 29(9), 3092–3103.
Saputra, N. A., Perwira, A., Tarigan, M., & Nusa, A. B. (2020).
Penggunaan Metode AHP dan GIS Untuk Zonasi
Daerah Rawan Banjir Rob di Wilayah Medan Utara.
Media Komunikasi Teknik Sipil, 26(1), 73–82.
Saranya, T., & Saravanan, S. (2020). Groundwater potential
zone mapping using analytical hierarchy process
(AHP) and GIS for Kancheepuram District,
Tamilnadu, India. Modeling Earth Systems and
Environment, 6(2), 1105–1122.
https://doi.org/10.1007/s40808-020-00744-7
Seejata, K., Yodying, A., Wongthadam, T., Mahavik, N., &
Tantanee, S. (2018). Assessment of flood hazard
areas using Analytical Hierarchy Process over the
Lower Yom Basin, Sukhothai Province. Procedia
Engineering, 212, 340–347.
https://doi.org/10.1016/j.proeng.2018.01.044
Septian, A., Elvarani, A. Y., Putri, A. S., Maulia, I., Damayanti,
L., Pahlevi, M. Z., & Aswad, F. H. (2020). Identifikasi
Zona Potensi Banjir Berbasis Sistem Informasi
Geografis Menggunakan Metode Overlay dengan
Scoring di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jurnal
Geosains dan Remote Sensing, 1(1), 11–22.
https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.25
Setiawan, H., Jalil, M., Enggi, M., Purwadi, F., Adios, C., Brata,
A. W., Syaful Jufda, A., Studi, P., Geografi, P.,
Keguruan, F., Pendidikan, I., & Mulawarman, U.
(2020). ANALISIS PENYEBAB BANJIR DI KOTA
SAMARINDA. Jurnal Geografi Gea, 20(1), 39–43.
https://ejournal.upi.edu/index.php/gea
Sidek, L. M., Basri, H., Mohammed, M. H., Marufuzzaman, M.,
Ishak, N. A., Ishak, A. M., Omar, B. Z. C., Osman, S.,
Ramly, S., & Hassan, M. H. (2021). Towards impact-
based flood forecasting and warning in Malaysia: A
case study at Kelantan river. IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science, 704(1).
https://doi.org/10.1088/1755-
1315/704/1/012001
Singhal, A., Raman, A., & Jha, S. K. (2022). Potential Use of
Extreme Rainfall Forecast and Socio-Economic Data
for Impact-Based Forecasting at the District Level in
Northern India. Frontiers in Earth Science, 10, 1–15.
https://doi.org/10.3389/feart.2022.846113
Swain, K. C., Singha, C., & Nayak, L. (2020). Flood
susceptibility mapping through the GIS-AHP
technique using the cloud. ISPRS International
Journal of Geo-Information, 9(12), 1–23.
https://doi.org/10.3390/ijgi9120720
Taylor, A. L., Kause, A., & Harrowsmith, M. (2019).
Preparing for Doris: Exploring Public Responses to
Impact-Based Weather Warnings in the United
Dhuha, MAS., Saputra, AH., Kristianto, A., Mulya, A. (2024). Impact-Based Forecasting (IBF) untuk Mendukung Manajemen Resiko Banjir di
Kawasan Jabodetabek. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22(5), 1159-1173, doi:10.14710/jil.22.5.1159-1173
1173
© 2024, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Kingdom. WEATHER, CL IMATE, AND SOCIETY, 11,
713–729. https://doi.org/10.1175/WCAS-D-18
Tehrany, M. S., Pradhan, B., & Jebur, M. N. (2015). Flood
susceptibility analysis and its verification using a
novel ensemble support vector machine and
frequency ratio method. Stochastic Environmental
Research and Risk Assessment, 29(4), 1149–1165.
https://doi.org/10.1007/s00477-015-1021-9
Tempa, K. (2022). District flood vulnerability assessment
using analytic hierarchy process (AHP) with
historical flood events in Bhutan. PLoS ONE, 17(6),
1–20.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0270467
UKMO. (2020). IMPACT-BASED FORECASTING FOR EARLY
ACTION THE FUTURE OF FORECASTS. UK Met Office.
Umar, H., Dahlan Balfas, M., Amin Syam, M., Arum Pertiwi,
D., & Iqbal, F. M. (2021). Geologi dan pemanfaatan
sistem informasi geografis untuk daerah bahaya
banjir dengan metode AHP di desa bangun rejo
kecamatan tenggarong seberang, kutai kartanegara,
kalimantan timur. Jurnal Teknik Geologi: Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, 4(1), 7–17.
Velastegui-Montoya, A., Montalván-Burbano, N., Peña-
Villacreses, G., de Lima, A., & Herrera-Franco, G.
(2022). Land Use and Land Cover in Tropical Forest:
Global Research. Forests, 13(10), 1–34.
https://doi.org/10.3390/f13101709
Vojtek, M., & Vojteková, J. (2019). Flood susceptibility
mapping on a national scale in Slovakia using the
analytical hierarchy process. Water (Switzerland),
11(2), 1–17. https://doi.org/10.3390/w11020364
Weyrich, P., Scolobig, A., Bresch, D. N., & Patt, A. (2018).
Effects of Impact-Based Warnings and Behavioral
Recommendations for Extreme Weather Events.
WEATHER, CLIMATE, AND SOCIETY, 10, 781–796.
https://doi.org/10.1175/WCAS-D-18
WMO. (2015). WMO Guidelines on Multi-hazard Impact-
based Forecast and Warning Services (1 ed.).
Yassar, M. F., Nurul, M., Nadhifah, N., Sekarsari, N. F., Dewi,
R., Buana, R., Fernandez, S. N., & Rahmadhita, K. A.
(2020). Penerapan Weighted Overlay Pada
Pemetaan Tingkat Probabilitas Zona Rawan
Longsor di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Jurnal
Geosains dan Remote Sensing, 1(1), 1–10.
https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13
Yin, J., Yu, D., Yin, Z., Liu, M., & He, Qi. (2016). Evaluating the
impact and risk of pluvial flash flood on intra-urban
road network: A case study in the city center of
Shanghai, China. Journal of Hydrology, 537, 138–
145.