Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Purwandini and Atmaka 509 The Effect of Adequate Zinc…
Media Gizi Kesmas
p-ISSN 2301-7392, e-ISSN 2745-8598
10.20473/mgk.v12i1.2023.509-515
Pengaruh Kecukupan Konsumsi Zink dengan Kejadian Stunting: Studi
Literatur
The Effect of Adequate Zinc Consumption with the Occurrence of Stunting in
Indonesia: Literature Review
Septiana Purwandini1* , Dominikus Raditya Atmaka1
1Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Kampus C Mulyorejo
60115, Indonesia
Article Info
*Correspondence:
Septiana Purwandini
septianaapurwandini
@gmail.com
Submitted: 16-06-2022
Accepted: 21-08-2022
Published: 28-06-2023
Citation:
Purwandini, S., &
Atmaka, D. R. (2023).
The Effect of Adequate
Zinc Consumption with
the Occurrence of
Stunting in Indonesia:
Literature Review. Media
Gizi Kesmas, 12(1), 509–
515.
https://doi.org/10.20473/
mgk.v12i1.2023.509-515
Copyright:
©2023 by the authors,
published by Universitas
Airlangga. This is an
open-access article under
CC-BY-SA license.
ABSTRAK
Latar Belakang: Stunting adalah kondisi tinggi badan balita tidak sesuai dengan
standar menurut usia. Kondisi ini disebabkan asupan gizi yang kurang selama 1000
HPK. Stunting dalam jangka panjang dapat menyebabkan menurunnya produktifitas
karena terjadi kemunduran kognitif. Asupan gizi yang penting untuk mencegah
stunting terdiri dari zat gizi makro dan mikro terutama zink.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh zink terhadap
kejadian stunting.
Metode: Metode penelitian dalam artikel ini menggunakan literature review.
Hasil: Hasil telaah dari 10 jurnal menunjukkan bahwa beberapa penelitian
menunjukkan adanya pengaruh konsumsi zink dengan kejadian stunting. Hal ini
dikarenakan berbagai fungsi zink dalam tubuh yang penting untuk pertumbuhan
diantaranya berperan dalam sintesis hormon pertumbuhan, membantu pemanjangan
tulang, meningkatkan sistem imun, serta meningkatkan kepekaan indra pengecap
yang membuat nafsu makan meningkat.
Kesimpulan: Zink sangat penting untuk mencegah stunting sehingga konsumsi zink
dalam jumlah yang cukup pada balita sangat dianjurkan.
Kata kunci: Stunting, Zink, Indonesia, Balita
ABSTRACT
Background: Stunting is a condition where under five children’ height not in
accordance with standard according to age. This condition is caused by inadequate
nutritional intake during the First 1000 Days of Life. Stunting in long term period
can cause a decrease in productivity due to cognitive decline and brain development.
One of the important nutritional intake to prevent stunting is zinc.
Objectives: The purpose of this study was to determine the effect of zinc on the
incidence of stunting in Indonesia.
Methods: The research method in this article is a literature review on Google
Scholar database with the keywords "The Relationship between Zinc and Stunting in
Indonesia" in the last 10 years.
Results: The results of review of 10 journals showed that there was an effect of zinc
consumption on the incidence of stunting. This is due to the various functions of zinc
in the body that are important for growth, including a role in the synthesis of growth
hormone, helping bone lengthening, increasing the immune system, and increasing
the sensitivity of the sense of taste, which increases appetite.
Conclusions: Zinc is very important to prevent stunting, so consuming zinc in
sufficient quantities in toddlers is highly recommended.
Keywords: Stunting, Zinc, Indonesia, Under five children
LITERATURE REVIEW
Open Access
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 510 The Effect of Adequate Zinc…
PENDAHULUAN
Stunting adalah gangguan pertumbuhan
yang terjadi pada anak-anak sebagai dampak dari
gizi yang buruk, infeksi yang terjadi berulang, serta
stimulasi psikososial yang tidak memadai. Kategori
stunting pada anak yaitu tinggi badan untuk usia
mereka <2SD dari media (WHO, 2015). Anak yang
menderita stunting, dampak jangka panjang tidak
hanya terhambat dari segi tinggi badan, namun
kemampuan kognitif anak juga menurun sehingga
mengganggu produktifitas di masa mendatang
(Yuliana, 2019). Selain itu, anak stunting juga
meningkatkan risiko menderita penyakit tidak
menular di masa depan (Sutarto, et al, 2018).
Dampak lebih besar lagi muncul apabila stunting
dialami anak perempuan yang di kemudian hari akan
tumbuh besar dan menjadi ibu, akibatnya anak yang
dilahirkan memiliki kemungkinan besar untuk
stunting pula sehingga muncul siklus pendek antar
generasi (Trihono et al., 2015).
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013,
prevalensi stunting di Indonesia sebesar 37,2% yang
merupakan angka cukup tinggi apabila dibandingkan
dengan tahun 2010 sebesar 35,6% maupun tahun
2007 sebesar 36,8%. Sementara itu, Riskesdas 2018
menunjukkan penurunan kejadian stunting yaitu
sebesar 30,8%. Walaupun menurun, kejadian
stunting di Indonesia masih termasuk tinggi apabila
dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara
yaitu Filipina (20%), Vietnam (23%), Thailand
(16%), dan Malaysia (17%). Kejadian stunting di
Indonesia masih jauh dari batas ambang yang
ditetapkan WHO yaitu sebesar 20% (Riskesdas,
2018). Indonesia berada di posisi kelima dengan
jumlah anak stunting terbanyak di dunia (Sutarto, et
al, 2018).
Stunting merupakan fenomena multifaktor
diantaranya faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil
maupun anak balita, serta pengasuhan yang masih
belum sesuai seperti kurangnya pengetahuan ibu
seputar gizi sehingga menyebabkan salah asuhan
pada ibu hamil dan balita. Selain itu, layanan
kesehatan yang terbatas, akses terhadap makanan
sehat yang kurang, serta higiene sanitasi yang buruk
menjadi faktor penyebab tingginya stunting di
Indonesia (TNP2K, 2017). Namun faktor langsung
yang menyebabkan stunting adalah tidak
terpenuhinya asupan gizi anak pada 1000 HPK
(Sutarto, et al, 2018)
Secara umum, zat gizi yang dibutuhkan
anak untuk menghindari kejadian stunting adalah zat
gizi makro yaitu karbohidrat, protein, lemak, dan zat
gizi mikro seperti zat besi (Fe) dan zink (Zn)
(Merryana and Bambang, 2016). Zat gizi mikro yang
berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh
adalah zink. Zat gizi ini penting untuk mencegah
bakteri patogen menginfeksi balita. Lemahnya
sistem imun akibat kekurangan zink dapat
berdampak pada meningkatnya resiko diare dan
infeksi saluran napas. Kekurangan zink dapat
berdampak pada kejadian stunting serta
terlambatnya kematangan seksual (Anindita, 2012).
Peran zink yang berhubungan dalam sistem
imun membuat zink memberi pengaruh besar dalam
mencegah terjadinya stunting. Penyakit infeksi
menjadi faktor risiko terjadinya stunting karena zat
gizi yang harusnya dapat menjadi bahan untuk
tumbuh dan berkembang harus digunakan untuk
memperkuat sistem imun dalam melawan penyakit
infeksi (Arnisam, Salfiyadi and Lura, 2013). Selain
itu, zink juga berperan dalam indra pengecap
sehingga berpengaruh pula pada nafsu makan anak.
Kekurangan zink dapat berdampak pada
menurunnya nafsu makan balita karena kepekaan
lidah akan rasa menurun (Adriani and Wirjatmadi,
2014).
Bahan makanan yang mengandung zink
diantaranya danging, unggas, biji-bijian, kacang-
kacangan, makanan laut, serta produk susu.
Penyerapan zink yang bersumber dari makanan
hewani memiliki daya serap yang lebih baik karena
makanan bersumber dari nabati mengandung fitat
yang dapat menghambat penyerapan zink (Adriani
and Wirjatmadi, 2014). Zink memiliki peran penting
dalam tubuh terutama pada balita untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan. Maka dari itu,
dilakukan studi mendalam seputar pengaruh zink
terhadap kejadian stunting pada balita.
METODE
Metode penelitian yang dilakukan adalah
literature review. Sumber yang menjadi dasar dalam
penyusunan artikel diperoleh melalui pencarian di
Google Scholar dan buku untuk materi pendahuluan.
Jurnal yang digunakan dipilih berdasarkan kriteria
inklusi berikut: artikel dipublikasikan maksimal 10
tahun terakhir (2011 - 2021), tidak berbayar, free
access, file dapat diakses lengkap, topik bahasan
sesuai dengan judul, Bahasa yang digunakan Bahasa
Inggris atau Bahasa Indonesia. Kata kunci yang
digunakan untuk mencari artikel adalah “Hubungan
Zink dengan Stunting”. Berdasarkan beberapa
kriteria ini diperoleh 10 jurnal yang sesuai untuk
digunakan sebagai bahan dalam artikel ini yaitu
berhubungan dengan pengaruh kecukupan konsumsi
zink dengan kejadian stunting.
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 511 The Effect of Adequate Zinc…
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Stunting merupakan dampak jangka
panjang dari kurangnya asupan zat gizi balita. Zink
merupakan salah satu trace mineral yang disebut
berperan dalam kejadian stunting pada balita.
Konsumsi zink yang kurang menjadi salah satu
faktor terjadinya stunting sehingga pemenuhan zink
perlu diperhatikan. Berbagai penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
antara kejadian stunting dengan konsumsi zink.
Berikut hasil studi yang menunjukkan pengaruh
antara konsumsi zink dengan kejadian stunting.
Seng merupakan zat gizi mikro yang
kebutuhannya sedikit dalam tubuh manusia, tetapi
zat gizi ini memiliki peranan yang sangat penting.
Kekurangan zink dapat mengakibatkan terjadinya
stunting pada balita. Berikut berbagai peran zink
yang berpengaruh penting terhadap kejadian
stunting pada balita.
Tabel 1. Hasil Studi Pengaruh Kecukupan Konsumsi Zink dengan Kejadian Stunting
Peneliti
Metode
Analisis
Sampel
Hasil
Perbedaan
Asupan Energi,
Protein, Zinc,
dan
Perkembangan
pada Balita
Stunting dan non
Stunting (Adani
and Nindya,
2017)
Desain:
Observasional dengan
rancangan studi cross
sectional
Perlakuan:
Pengukuran tinggi badan
balita dan klasifikasi status
gizi. Recall asupan
menggunakan kuesioner recall
24 jam dalam waktu 2 hari
tidak berurutan.
Konsumsi
protein dan
zink
dengan
status gizi
stunting
pada balita.
64 balita di
Kelurahan
Manyar
Sebrangan
Surabaya
yang terdiri
dari masing-
masing 32
balita
stunting dan
non-
stunting.
Balita tidak stunting memiliki
kecukupan energi, protein dan
seng masing-masing 71,9%,
93,7% dan 71,9%, serta
perkembangan sesuai 75%.
Anak stunting tidak cukup
asupan energi, protein dan seng
masing-masing 68,7%, 65,6%
dan 68,7% dan penyimpangan
perkembangan 62,5%.
Asupan Zink,
Riwayat ISPA,
dan Pengeluaran
Pangan sebagai
Faktor Resiko
Stunting pada
Anak Usia 2 – 5
tahun di Kota
Semarang
(Bening, et al,
2018)
Desain:
Observasional dengan
rancangan studi case-control.
Perlakuan:
Dilakukan pengukuran tinggi
badan balita dan klasifikasi
status gizi. Asupan makanan
zink balita dari makanan dan
suplemen pada masa lalu
dihitung rata-rata dalam satu
hari. Pengukuran
menggunakan kuesioner SQ-
FFQ.
Tingkat
kecukupan
zink,
riwayat
ISPA,
tingkat
pengeluara
n pangan,
dan
kejadian
stunting
balita.
142 sampel
penelitian
(masing-
masing 71
subjek kasus
dan kontrol)
berupa anak
usia 2 – 5
tahun.
Rerata asupan seng pada
kelompok kasus adalah 3,51 ±
0,07 mg dan pada kelompok
kontrol 3,78 ± 0,06 mg.
Defisiensi zinc yang cukup
merupakan variabel risiko
tunggal terbesar untuk angka
stunting pada anak usia 2
sampai 5 tahun.
Konsumsi
Vitamin D dan
Zink dengan
Kejadian
Stunting pada
Anak Sekolah
SD Negeri 77
Padang Serai
Kota Bengkulu
Desain:
Observasional dengan
rancangan studi cross
sectional.
Perlakuan:
Wawancara dengan formulir
SFFQ seputar sera pengukuran
status gizi.
Konsumsi
zink dan
vitamin D
dengan
kejadian
stunting
80 subjek
terdiri dari
siswa siswi
SD Negeri
77 Padang
Serai Kota
Bengkulu.
Terdapat hubungan asupan seng
dengan prevalensi stunting pada
siswa SD Negeri 77 Padang
Serai Kota Bengkulu, tetapi
tidak terdapat hubungan antara
asupan vitamin D dengan
prevalensi stunting dan
keterlambatan tumbuh
kembang.
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 512 The Effect of Adequate Zinc…
Peneliti
Metode
Analisis
Sampel
Hasil
(Putri, et al,
2018)
Hubungan
Asupan Kalsium
dan Zink dengan
Kejadian
Stunting pada
Siswi SMP
Unggulan Bina
Insani Surabaya
(Sudiarmanto and
Sumarmi, 2020)
Desain :
Observasional dengan
rancangan studi cross
sectional.
Perlakuan :
Pengumpulan data dengan
pengukuran tinggi badan, food
recall 2x24 jam.
Prevalensi
stunting
responden,
kecukupan
konsumsi
kalsium
dan zink.
68
responden
siswi SMP
Unggulan
Bina Insani
Surabaya.
Kejadian stunting pada
responden sebesar 22,1%.
Tingkat konsumsi asupan
kalsium 7,4% cukup dan 92,6%
kurang. Tingkat konsumsi
intake zink sebesar 5,9% cukup
serta 94,1% kurang. Tidak ada
hubungan asupan kalsium dan
zink dengan kejadian stunting.
Implementasi
Pemberian Zink
(Seng) terhadap
Anak Stunting
pada Usia 6 – 24
Bulan di
Kabupaten
Demak
(Marahayu &
Kartasurya,
2018).
Desain :
Quasy eksperiment dengan
pendekatan posttest only with
control group design.
Perlakuan :
Pengumpulan data asupan
makanan dengan FFQ. Tes
perbedaan anak stunting
dengan T test independent.
Konsumsi
zink dan
pengaruh
terhadap
anak
stunting.
60 anak usia
6 – 24 bulan
dengan 30
anak
kelompok
kontrol dan
30 anak
kelompok
intervensi.
Terdapat pengaruh signifikan
pemberian zink pada anak
sunting dengan umur 6-24
bulan di Kabupaten Demak.
Hubungan
Tingkat
Kecukupan Zat
Besi dan Seng
dengan Kejadian
Stunting pada
Balita 6-23
Bulan (Dewi and
Nindya, 2017)
Desain :
Observasional dengan
rancangan studi cross
sectional.
Perlakuan :
Pengumpulan data
menggunakan food recall 3x24
jam, pengukuran tinggi badan
dengan mikrotoa, dan
kuesioner karakteristik ibu dan
anak.
Tingkat
kecukupan
zink,
kecukupan
zar besi,
dan
kejadian
stunting
pada balita.
55 anak dari
25 posyandu
di Desa
Suci.
Sebanyak 14,5% anak berumur
6-23 bulan mengalami stunting,
33,3% anak defisiensi besi, dan
35,7% anak defisiensi seng.
Ada hubungan yang signifikan
antara tingkat kecukupan zat
besi dan seng dengan angka
stunting.
Correlation
Between Protein,
Calcium, and
Zinc Intake with
Stunting in
Children Age 3 –
5 years old in
Gubeng, Mojo,
Surabaya
(Ramadhani,
Fatmaningrum
and Irawan,
2019)
Desain :
Observasional dengan
rancangan studi case-control.
Perlakuan :
Data TB dan BB anak diambil
dari data posyandu bulan
Agustus – Desember 2018.
Data primer diambil berupa
food recall 24 jam dengan
kertas kuesioner.
Kecukupan
kalsium,
zink, dan
kejadian
stunting.
12 anak usia
3 – 5 tahun
di Posyandu
wilayah
Mojo.
Terdapat pengaruh signifikan
antara kekurangan kalsium
terhadap stunting pada anak
usia 3 – 5 tahun. Tidak ada
hubungan signifikan antara
kekurangan intake protein dan
zink terhadap angka stunting
anak usia 3 – 5 tahun di Mojo,
Surabaya.
Pengaruh
Konsumsi
Protein dan Seng
serta Riwayat
Penyakit Infeksi
terhadap
Kejadian
Stunting pada
Anak Balita
Umur 24 – 59
Bulan di
Desain :
Observasional dengan
rancangan studi case-control.
Perlakuan :
Pengumpulan data sekunder
berupa daftar nama anak balita
stunting dan data rekam
medis. Data primer berupa
riwayat penyakit infeksi
dengan kuesioner, data
antropometri, data konsumsi
Konsumsi
protein,
konsumsi
seng,
riwayat
penyakit
infeksi, dan
kejadian
stunting.
32 sampel
kasus dan 32
sampel
kontrol anak
usia 24 – 59
bulan.
Terdapat pengaruh konsumsi
protein, seng, dan riwayat
penyakit dengan kejadian
stunting.
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 513 The Effect of Adequate Zinc…
Peneliti
Metode
Analisis
Sampel
Hasil
Wilayah Kerja
Puskesmas Nusa
Penida III (Dewi
and Adhi, 2014)
energi, protein, dan seng
dengan SQ-FFQ.
Hubungan
Tinggi Badan
Ibu, Sosial
Ekonomi, dan
Asupan Sumber
Zinc dengan
Kejadian
Stunting pada
Anak Usia 3 – 5
Tahun di
Puskesmas
Kopelma
Darussalam
(Ramadhan, et
al, 2020)
Desain :
Observasional dengan
rancangan studi cross
sectional.
Perlakuan :
Pengukuran tinggi badan ibu
dengan mikrotoa, sosial
ekonomi dan asupan zumber
zinc diukur dengan kuesioner.
Tinggi
badan
anak, tinggi
badan ibu,
sosial
ekonomi,
dan sumber
zinc.
46 ibu dan
anak berusia
3 – 5 tahun
di wilayah
kerja
Puskesmas
Kopelma
Darussalam
Banda Aceh
tahun 2017.
Sebesar 41,3% anak usia 3 – 5
tahun menderita stunting, ibu
bertubuh pendek sebesar 50%,
status sosial ekonomi rendah
52,2%, dan konsumsi seng
kurang dari 50%. Ada
hubungan antara ibu bertubuh
pendek, asupan zinc dan gagal
tumbuh, namun tidak ada
hubungan antara status sosial
ekonomi dengan kondisi
stunting.
Hubungan
Asupan Energi,
Protein, dan Zink
Terhadap
Kejadian
Stunting di SDN
11 Kampung Jua
Kecamatan
Lubuk Begalung
(Yensasnidar,
2019)
Desain :
Observasional dengan
rancangan studi cross
sectional.
Perlakuan :
Pengambilan data TB dengan
mikrotoa dan pengambilan
data asupan makanan.
Status gizi
anak SD,
asupan
energi,
asupan
protein,
dan asupan
zink.
75 anak SD
N 11
Kampung
Jua
Kecamatan
Begalung
pada tahun
2019.
Sebesar 57,35 sampel memiliki
status gizi stunting, 18,7%
intake energi kurang, 25,3%
intake protein kurang, dan
73,3% intake zink kurang.
Terdapat korelasi antara intake
energi, intake protein, dan
intake zink dengan kondisi
stunting.
Peran Zink dalam Pertumbuhan Balita
Stunting disebut juga kondisi gagal tumbuh
karena pertumbuhan berhenti atau tidak berkembang
maksimal. Faktor utama yang menjadi faktor
tumbuh dan berkembang adalah pembelahan sel
yang diawali dengan replikasi DNA serta regulasi
hormon yang memerintahkan sel untuk tumbuh dan
berkembang. Dalam proses pertumbuhan balita, zink
berkontribusi dalam struktur dan fungsi
biomembran, zink juga berperan sebagai komponen
penting berbagai enzim yang melakukan regulasi sel
pertumbuhan, sintesa protein dan DNA, berperan
dalam metabolisme energi, pengaturan transkripsi
genetik, kadar hormon dan metabolisme faktor
pertumbuhan (Ramadhan, et al, 2020)
Seng ikut andil dalam sintesa dan
pemecahan karbohidrat, protein, lemak serta asam
nukleat yang merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan sel. Konsumsi zink
dalam tubuh akan meningkatkan kadar plasma
Insulin-like Growth Factor (IGF-I) yang dapat
memicu kecepatan pertumbuhan karena IGF-I ini
berperan dalam proses pertumbuhan sebagai growth
promoting factor (Kusudaryati, 2014).
Secara garis besar, seng berfungsi dalam
percepatan pertumbuhan. Diantaranya peran seng
membantu dalam replikasi sel dan metabolisme
asam nukleat yang menjadi faktor utama dalam
tumbuh dan berkembang, zink juga berperan sebagai
mediator dari growth hormone / hormon
pertumbuhan. Hormon ini berperan dalam
meningkatkan sekresi IGF-1 yang berfungsi
meningkatkan pertumbuhan sel. Anak dengan kadar
zink yang rendah menyebabkan pertumbuhan
terhambat sehingga menjadi stunting dalam jangka
panjang(Hidayati, et al, 2019).
Peran Zink dalam Pertumbuhan Tulang
Status gizi balita dengan tinggi badan
sangat pendek dinilai sebagai stunting. Zink
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan
tulang. Zink yang diperlukan untuk proses
percepatan pertumbuhan juga termasuk
pertumbuhan tulang. Vitamin D berperan dalam
metabolisme tulang dibantu peran zink melalui
stimulasi sistesis DNA di tulang (Marahayu &
Kartasurya, 2018). Zink berinteraksi dengan hormon
penting yang terlibat dalam pertumbuhan tulang
seperti somatomedin, osteokalsin, testosterone,
tiroid, dan insulin. Konsentrasi zink dalam tulang
merupakan konsentrasi terbanyak dibandingkan
jaringan lain dalam tubuh, hal ini menunjukkan
bahwa zink berperan penting dalam tahap
pertumbuhan serta perkembangan anak (Dewi and
Adhi, 2014). Asupan zink yang cukup dapat
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 514 The Effect of Adequate Zinc…
mencegah kejadian stunting pada balita karena
membantu proses pemanjangan tulang.
Peran Zink terhadap Sistem Kekebalan Tubuh
Balita rentan terkena berbagai penyakit
infeksi seperti diare atau infeksi saluran pernapasan
seperti batuk dan pilek. Zink berperan dalam
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Hubungan
antara zink dan penyakit infeksi adalah kurangnya
asupan zink berdampak pada balita rentan terkena
penyakit infeksi seperti diare, kemudian kejadian
diare membuat asupan zink menurun karena
terbuang dan tidak tercerna dengan maksimal ketika
diare (Dewi and Adhi, 2014). Kondisi balita yang
sakit membuat tubuh akan kehilangan zat gizi yang
digunakan untuk tumbuh dan berkembang. Semua
asupan gizi akan banyak digunakan untuk sistem
imun agar dapat melawan infeksi yang sedang
terjadi. Maka dari itu, peran zink yang dapat
meningkatkan sistem imun bermanfaat dalam
mencegah stunting karena mengurangi
kemungkinan tubuh terkena penyakit infeksi (Asiah,
et al, 2020)
Penyakit menular yang dialami anak-anak
dalam waktu yang lama mempengaruhi berat badan
serta berdampak pada pertumbuhan linier. Infeksi
juga berkontribusi dalam defisiensi zat gizi penting
seperti karbohidrat, protein, lemak, dan gizi lain
karena menurunnya nafsu makan. Anak balita yang
mengalami penyakit infeksi memiliki risiko 5,41 kali
lebih tinggi untuk mengalami stunting
dibandingakan balita yang tidak memiliki riwayat
penyakit infeksi (Dewi and Adhi, 2014).
Peran Zink dalam Menstimulasi Nafsu Makan
Nafsu makan adalah faktor penting dalam
meningkatkan asupan makanan pada balita. Banyak
ditemui kasus anak susah makan atau nafsu makan
anak menurun yang mengakibatkan asupan zat gizi
tidak terpenuhi sesuai kebutuhan. Zink memiliki
peran dalam menigkatkan nafsu makan anak yaitu
dalam sistem indra pengecap. Kelenjar ludah dalam
tubuh manusia mengandung ion zinc yang bersungsi
sebagai media perasa dan mempengaruhi rasa dan
nafsu makan. Ketika terjadi defisiensi zink, maka
pertumbuhan sel kulit atas selaput lendir mulut
menjadi tidak sempurna, masa paruh hidupnya
menyusut, mudah terlepas, menutupi dan
menghambat lubang kecil pada perasa di lidah
sehingga makanan sulit menyentuh perasa pada
lidah. Hal inilah yang menyebabkan menurunnya
nafsu makan (Adriani and Wirjatmadi, 2014).
KESIMPULAN
Zink berperan dalam kejadian stunting pada
balita. Defisiensi zink dapat menjadi faktor yang
menyebabkan stunting pada balita karena berbagai
fungsi yang dimiliki zink dalam tubuh. Manfaat zink
yang berperan mencegah stunting adalah peran zink
dalam mempercepat pertumbuhan, membantu
perkembangan tulang, meningkatkan sistem imun,
serta menstimulasi nafsu makan.
Kekurangan zink dapat berdampak buruk
pada pertumbuhan balita karena menyebabkan
stunting. Asupan zink perlu ditingkatkan untuk dapat
memperoleh berbagai manfaat yang diberikan zat
gizi mikro ini. Konsumsi zink yang bersumber dari
hewani lebih diutamakan karena lebih mudah
diserap dan dimanfaatkan tubuh. Mengingat stunting
bukanlah hal sepele, upaya maksimal perlu
dilakukan agar dapat menurunkan stunting di
Indonesia.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis memberikan ucapan terimakasih
untuk Bapak Dominikus Raditya A. S.Gz., M.PH.
yang telah membimbing dan membantu penyusunan
jurnal ini sehingga dapat diterbitkan. Selain itu,
terimakasih penulis tujukan untuk Adelia Ramadani
yang telah membantu penulis dalam memberikan
motivasi dalam mengerjakan jurnal ini.
REFERENSI
Adani, F. Y. and Nindya, T. S. (2017) ‘Perbedaan
Asupan Energi, Protein, Zink, dan
Perkembangan pada Balita Stunting dan
non Stunting’, Amerta Nutrition, 1(2), p.
46. doi: 10.20473/amnt.v1i2.6225.
Adriani, M. and Wirjatmadi, B. (2014) Gizi &
Kesehatan Balita: Peranan Mikro Zinc.
Jakarta: Kencana. Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/Gi
zi_Kesehatan_Balita_Peranan_Mikro_Zin
c/mfpDDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=
Gizi+dan+Kesehatan+Balita+:+Peranan+
Mikro+Zinc+pada+Pertumbuhan+Balita+(
1st+ed)&printsec=frontcover (Accessed:
26 June 2022).
Anindita, P. (2012) ‘Hubungan Tingkat Pendidikan
Ibu, Pendapatan Keluarga, Kecukupan
Protein & Zinc Dengan Stunting (Pendek)
Pada Balita Usia 6-35 Bulan Di Kecamatan
Tembalang Kota Semarang’, 1(2), pp. 617–
626. Available at:
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jk
m (Accessed: 26 June 2022).
Arnisam, Salfiyadi, T. and Lura, S. L. (2013)
‘Hubungan Asupan Mineral Zinc (Seng)
Dan Vitamin A dengan Kejadian Diare
pada Balita Di Kecamatan Seulimeum’,
Idea Nursing Journal, 4(3), pp. 66–73.
Asiah, A., Yogisutanti, G. and Purnawan, A. I.
(2020) ‘Asupan Mikronutrien Dan Riwayat
Penyakit Infeksi Pada Balita Stunting Di
Uptd Puskesmas Limbangan Kecamatan
Sukaraja Kabupaten Sukabumi’, Journal of
Nutrition College, 9(1), pp. 6–11. doi:
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 515 The Effect of Adequate Zinc…
10.14710/jnc.v9i1.24647.
Bening, S., Margawati, A. and Rosidi, A. (2018)
‘Asupan Zink, Riwayat ISPA dan
Pengeluaran Pangan Sebagai Faktor Resiko
Stunting Pada Anak Usia 2-5 tahun di Kota
Semarang’, Jurnal Gizi, 7(1), pp. 20–29.
Dewi, E. K. and Nindya, T. S. (2017) ‘Hubungan
Tingkat Kecukupan Zat Besi Dan Seng
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 6-23
Bulan’, Amerta Nutrition, 1(4), p. 361. doi:
10.20473/amnt.v1i4.7137.
Dewi, I. A. and Adhi, K. T. (2014) ‘Pengaruh
Konsumsi Protein Dan Seng Serta Riwayat
Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian
Pendek Pada Anak Balita Umur 24-59
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa
Penida Iii’, Gizi Indonesia, 37(2), pp. 36–
46. doi: 10.36457/gizindo.v37i2.161.
Hidayati, M. N., Perdani, R. R. W. and Karima, N.
(2019) ‘Peran Zink terhadap Pertumbuhan
Anak’, Majority, 8, pp. 168–171.
Kementrian Kesehatan R.I. 2013. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013. Tersedia di :
https://www.kemkes.go.id/resources/down
load/general/Hasil%20Riskesdas%202013.
pdf [11 Juni 2021]
Kementerian Kesehatan R.I. 2018. Hasil Utama
Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Tersedia di
https://drive.google.com/file/d/1MRXC4l
MDera5949ezbbHj7UCUj5_EQmY/view
[11 Juni 2021].
Kusudaryati, D. P. D. (2014) ‘Kekurangan Asupan
Besi dan Seng Sebagai Faktor Penyebab
Stunting pada Anak’, Profesi, 10(26), pp.
14–20.
Marahayu, M. & Kartasurya, M. I. Implementasi
Pemberian Zink (Seng) terhadap Anak
Stunting pada Usia 6 – 24 Bulan di
Kabupaten Demak. Jurnal Kesehatan Ibu
dan Anak ASDA, Vol. 1, No. 1 (2018).
Merryana, A. and Bambang, W. (2016) Peranan
Gizi Dalam Siklus Kehidupan,
Perpustakaan Nasional. Edited by Suwito.
Prenadamedia Group. Available at:
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr
=&id=kHA-
DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&ots=B11
P5GwIE_&sig=bVTLvZ0GIMRWSXKUh
gIqGHEY6SI&redir_esc=y#v=onepage&q
&f=false (Accessed: 26 June 2022).
Putri, M. L., Simanjuntak, B. Y. and W., T. W.
(2018) ‘Konsumsi Vitamin D dan Zink
dengan Kejadian Stunting pada Anak
Sekolah SD Negeri 77 Padang Serai Kota
Bengkulu’, Jurnal Kesehatan, 9(2), p. 267.
doi: 10.26630/jk.v9i2.839.
Ramadhan, Muhammad Haris Salawati, L. and
Yusuf, S. (2020) ‘Hubungan Tinggi Badan
Ibu, Sosial Ekonomi Dan Asupan Sumber
Zinc Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 3-5 Tahun Di Puskesmas Kopelma
Darussalam’, Jurnal Averrous, 6(1), pp.
55–65.
Ramadhani, A. T., Fatmaningrum, W. and Irawan,
R. (2019) ‘Correlation Between Protein ,
Calcium and Zinc Intake with Stunting in
Children Age 3-5 Years Old in Gubeng ,
Mojo , Surabaya 480 | Publisher :
Humanistic Network for Science and
Technology Health Noti’, 3(12), pp. 480–
485.
Riskesdas, K. (2018) ‘Hasil Utama Riset Kesehata
Dasar (RISKESDAS)’, Journal of Physics
A: Mathematical and Theoretical, 44(8),
pp. 1–200. doi: 10.1088/1751-
8113/44/8/085201.
Sudiarmanto, A. R. and Sumarmi, S. (2020)
‘Hubungan Asupan Kalsium dan Zink
dengan Kejadian Stunting Pada Siswi SMP
Unggulan Bina Insani Surabaya’, Media
Gizi Kesmas, 9(1), p. 1. doi:
10.20473/mgk.v9i1.2020.1-9.
Sutarto, Mayasari, D., Indriyani, R. Stunting, Faktor
Resiko, dan Pencegahannya. Jurnal
Agromedicine, Vol 5, No 1 (2018).
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K). 2017. 100
Kabupaten/ Kota Prioritas untuk Intervensi
Anak Kerdil (Stunting). Jakarta Pusat :
Sekretariat Wakil Presiden R. I.
Trihono et al. (2015) Pendek (Stunting) di Indonesia,
Masalah dan Solusinya. Edited by Sudomo.
Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes.
Available at:
http://repository.bkpk.kemkes.go.id/3512/
1/Pendek %28Stunting%29 di
Indonesia.pdf (Accessed: 26 June 2022).
WHO (2015) Stunting in a nutshell. Available at:
https://www.who.int/news/item/19-11-
2015-stunting-in-a-nutshell (Accessed: 26
June 2022).
Yensasnidar, T. D. A. & B. H. (2019) ‘Hubungan
Asupan Energi , Protein Dan Zink
Terhadap Kejadian Stunting Di Sdn 11
Kampung Jua Kecamatan Lubuk
Begalung’, Prosiding Seminar Kesehatan
Perintis, 2(1), pp. 41–46.
Yuliana, wahida. at al (2019) Darurat Stunting
dengan Melibatkan Keluarga, Darurat
Stunting dengan Melibatkan Keluarga.
Yayasan Ahmar Cendikia Indonesia.