ArticlePDF Available

Pengaruh Kecukupan Konsumsi Zink dengan Kejadian Stunting: Studi Literatur

Authors:

Abstract

Latar Belakang: Stunting adalah kondisi tinggi badan balita tidak sesuai dengan standar menurut usia. Kondisi ini disebabkan asupan gizi yang kurang selama 1000 HPK. Stunting dalam jangka panjang dapat menyebabkan menurunnya produktifitas karena terjadi kemunduran kognitif. Asupan gizi yang penting untuk mencegah stunting terdiri dari zat gizi makro dan mikro terutama zink. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh zink terhadap kejadian stunting. Metode: Metode penelitian dalam artikel ini menggunakan literature review. Ulasan: Hasil telaah dari 10 jurnal menunjukkan bahwa beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh konsumsi zink dengan kejadian stunting. Hal ini dikarenakan berbagai fungsi zink dalam tubuh yang penting untuk pertumbuhan diantaranya berperan dalam sintesis hormon pertumbuhan, membantu pemanjangan tulang, meningkatkan sistem imun, serta meningkatkan kepekaan indra pengecap yang membuat nafsu makan meningkat. Kesimpulan: Zink sangat penting untuk mencegah stunting sehingga konsumsi zink dalam jumlah yang cukup pada balita sangat dianjurkan.
Purwandini and Atmaka 509 The Effect of Adequate Zinc
Media Gizi Kesmas
p-ISSN 2301-7392, e-ISSN 2745-8598
10.20473/mgk.v12i1.2023.509-515
Pengaruh Kecukupan Konsumsi Zink dengan Kejadian Stunting: Studi
Literatur
The Effect of Adequate Zinc Consumption with the Occurrence of Stunting in
Indonesia: Literature Review
Septiana Purwandini1* , Dominikus Raditya Atmaka1
1Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Kampus C Mulyorejo
60115, Indonesia
Article Info
*Correspondence:
Septiana Purwandini
septianaapurwandini
@gmail.com
Submitted: 16-06-2022
Accepted: 21-08-2022
Published: 28-06-2023
Citation:
Purwandini, S., &
Atmaka, D. R. (2023).
The Effect of Adequate
Zinc Consumption with
the Occurrence of
Stunting in Indonesia:
Literature Review. Media
Gizi Kesmas, 12(1), 509
515.
https://doi.org/10.20473/
mgk.v12i1.2023.509-515
Copyright:
©2023 by the authors,
published by Universitas
Airlangga. This is an
open-access article under
CC-BY-SA license.
ABSTRAK
Latar Belakang: Stunting adalah kondisi tinggi badan balita tidak sesuai dengan
standar menurut usia. Kondisi ini disebabkan asupan gizi yang kurang selama 1000
HPK. Stunting dalam jangka panjang dapat menyebabkan menurunnya produktifitas
karena terjadi kemunduran kognitif. Asupan gizi yang penting untuk mencegah
stunting terdiri dari zat gizi makro dan mikro terutama zink.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh zink terhadap
kejadian stunting.
Metode: Metode penelitian dalam artikel ini menggunakan literature review.
Hasil: Hasil telaah dari 10 jurnal menunjukkan bahwa beberapa penelitian
menunjukkan adanya pengaruh konsumsi zink dengan kejadian stunting. Hal ini
dikarenakan berbagai fungsi zink dalam tubuh yang penting untuk pertumbuhan
diantaranya berperan dalam sintesis hormon pertumbuhan, membantu pemanjangan
tulang, meningkatkan sistem imun, serta meningkatkan kepekaan indra pengecap
yang membuat nafsu makan meningkat.
Kesimpulan: Zink sangat penting untuk mencegah stunting sehingga konsumsi zink
dalam jumlah yang cukup pada balita sangat dianjurkan.
Kata kunci: Stunting, Zink, Indonesia, Balita
ABSTRACT
Background: Stunting is a condition where under five children’ height not in
accordance with standard according to age. This condition is caused by inadequate
nutritional intake during the First 1000 Days of Life. Stunting in long term period
can cause a decrease in productivity due to cognitive decline and brain development.
One of the important nutritional intake to prevent stunting is zinc.
Objectives: The purpose of this study was to determine the effect of zinc on the
incidence of stunting in Indonesia.
Methods: The research method in this article is a literature review on Google
Scholar database with the keywords "The Relationship between Zinc and Stunting in
Indonesia" in the last 10 years.
Results: The results of review of 10 journals showed that there was an effect of zinc
consumption on the incidence of stunting. This is due to the various functions of zinc
in the body that are important for growth, including a role in the synthesis of growth
hormone, helping bone lengthening, increasing the immune system, and increasing
the sensitivity of the sense of taste, which increases appetite.
Conclusions: Zinc is very important to prevent stunting, so consuming zinc in
sufficient quantities in toddlers is highly recommended.
Keywords: Stunting, Zinc, Indonesia, Under five children
LITERATURE REVIEW
Open Access
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 510 The Effect of Adequate Zinc
PENDAHULUAN
Stunting adalah gangguan pertumbuhan
yang terjadi pada anak-anak sebagai dampak dari
gizi yang buruk, infeksi yang terjadi berulang, serta
stimulasi psikososial yang tidak memadai. Kategori
stunting pada anak yaitu tinggi badan untuk usia
mereka <2SD dari media (WHO, 2015). Anak yang
menderita stunting, dampak jangka panjang tidak
hanya terhambat dari segi tinggi badan, namun
kemampuan kognitif anak juga menurun sehingga
mengganggu produktifitas di masa mendatang
(Yuliana, 2019). Selain itu, anak stunting juga
meningkatkan risiko menderita penyakit tidak
menular di masa depan (Sutarto, et al, 2018).
Dampak lebih besar lagi muncul apabila stunting
dialami anak perempuan yang di kemudian hari akan
tumbuh besar dan menjadi ibu, akibatnya anak yang
dilahirkan memiliki kemungkinan besar untuk
stunting pula sehingga muncul siklus pendek antar
generasi (Trihono et al., 2015).
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013,
prevalensi stunting di Indonesia sebesar 37,2% yang
merupakan angka cukup tinggi apabila dibandingkan
dengan tahun 2010 sebesar 35,6% maupun tahun
2007 sebesar 36,8%. Sementara itu, Riskesdas 2018
menunjukkan penurunan kejadian stunting yaitu
sebesar 30,8%. Walaupun menurun, kejadian
stunting di Indonesia masih termasuk tinggi apabila
dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara
yaitu Filipina (20%), Vietnam (23%), Thailand
(16%), dan Malaysia (17%). Kejadian stunting di
Indonesia masih jauh dari batas ambang yang
ditetapkan WHO yaitu sebesar 20% (Riskesdas,
2018). Indonesia berada di posisi kelima dengan
jumlah anak stunting terbanyak di dunia (Sutarto, et
al, 2018).
Stunting merupakan fenomena multifaktor
diantaranya faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil
maupun anak balita, serta pengasuhan yang masih
belum sesuai seperti kurangnya pengetahuan ibu
seputar gizi sehingga menyebabkan salah asuhan
pada ibu hamil dan balita. Selain itu, layanan
kesehatan yang terbatas, akses terhadap makanan
sehat yang kurang, serta higiene sanitasi yang buruk
menjadi faktor penyebab tingginya stunting di
Indonesia (TNP2K, 2017). Namun faktor langsung
yang menyebabkan stunting adalah tidak
terpenuhinya asupan gizi anak pada 1000 HPK
(Sutarto, et al, 2018)
Secara umum, zat gizi yang dibutuhkan
anak untuk menghindari kejadian stunting adalah zat
gizi makro yaitu karbohidrat, protein, lemak, dan zat
gizi mikro seperti zat besi (Fe) dan zink (Zn)
(Merryana and Bambang, 2016). Zat gizi mikro yang
berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh
adalah zink. Zat gizi ini penting untuk mencegah
bakteri patogen menginfeksi balita. Lemahnya
sistem imun akibat kekurangan zink dapat
berdampak pada meningkatnya resiko diare dan
infeksi saluran napas. Kekurangan zink dapat
berdampak pada kejadian stunting serta
terlambatnya kematangan seksual (Anindita, 2012).
Peran zink yang berhubungan dalam sistem
imun membuat zink memberi pengaruh besar dalam
mencegah terjadinya stunting. Penyakit infeksi
menjadi faktor risiko terjadinya stunting karena zat
gizi yang harusnya dapat menjadi bahan untuk
tumbuh dan berkembang harus digunakan untuk
memperkuat sistem imun dalam melawan penyakit
infeksi (Arnisam, Salfiyadi and Lura, 2013). Selain
itu, zink juga berperan dalam indra pengecap
sehingga berpengaruh pula pada nafsu makan anak.
Kekurangan zink dapat berdampak pada
menurunnya nafsu makan balita karena kepekaan
lidah akan rasa menurun (Adriani and Wirjatmadi,
2014).
Bahan makanan yang mengandung zink
diantaranya danging, unggas, biji-bijian, kacang-
kacangan, makanan laut, serta produk susu.
Penyerapan zink yang bersumber dari makanan
hewani memiliki daya serap yang lebih baik karena
makanan bersumber dari nabati mengandung fitat
yang dapat menghambat penyerapan zink (Adriani
and Wirjatmadi, 2014). Zink memiliki peran penting
dalam tubuh terutama pada balita untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan. Maka dari itu,
dilakukan studi mendalam seputar pengaruh zink
terhadap kejadian stunting pada balita.
METODE
Metode penelitian yang dilakukan adalah
literature review. Sumber yang menjadi dasar dalam
penyusunan artikel diperoleh melalui pencarian di
Google Scholar dan buku untuk materi pendahuluan.
Jurnal yang digunakan dipilih berdasarkan kriteria
inklusi berikut: artikel dipublikasikan maksimal 10
tahun terakhir (2011 - 2021), tidak berbayar, free
access, file dapat diakses lengkap, topik bahasan
sesuai dengan judul, Bahasa yang digunakan Bahasa
Inggris atau Bahasa Indonesia. Kata kunci yang
digunakan untuk mencari artikel adalah “Hubungan
Zink dengan Stunting”. Berdasarkan beberapa
kriteria ini diperoleh 10 jurnal yang sesuai untuk
digunakan sebagai bahan dalam artikel ini yaitu
berhubungan dengan pengaruh kecukupan konsumsi
zink dengan kejadian stunting.
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 511 The Effect of Adequate Zinc
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Stunting merupakan dampak jangka
panjang dari kurangnya asupan zat gizi balita. Zink
merupakan salah satu trace mineral yang disebut
berperan dalam kejadian stunting pada balita.
Konsumsi zink yang kurang menjadi salah satu
faktor terjadinya stunting sehingga pemenuhan zink
perlu diperhatikan. Berbagai penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
antara kejadian stunting dengan konsumsi zink.
Berikut hasil studi yang menunjukkan pengaruh
antara konsumsi zink dengan kejadian stunting.
Seng merupakan zat gizi mikro yang
kebutuhannya sedikit dalam tubuh manusia, tetapi
zat gizi ini memiliki peranan yang sangat penting.
Kekurangan zink dapat mengakibatkan terjadinya
stunting pada balita. Berikut berbagai peran zink
yang berpengaruh penting terhadap kejadian
stunting pada balita.
Tabel 1. Hasil Studi Pengaruh Kecukupan Konsumsi Zink dengan Kejadian Stunting
Peneliti
Analisis
Sampel
Hasil
Perbedaan
Asupan Energi,
Protein, Zinc,
dan
Perkembangan
pada Balita
Stunting dan non
Stunting (Adani
and Nindya,
2017)
Konsumsi
protein dan
zink
dengan
status gizi
stunting
pada balita.
64 balita di
Kelurahan
Manyar
Sebrangan
Surabaya
yang terdiri
dari masing-
masing 32
balita
stunting dan
non-
stunting.
Balita tidak stunting memiliki
kecukupan energi, protein dan
seng masing-masing 71,9%,
93,7% dan 71,9%, serta
perkembangan sesuai 75%.
Anak stunting tidak cukup
asupan energi, protein dan seng
masing-masing 68,7%, 65,6%
dan 68,7% dan penyimpangan
perkembangan 62,5%.
Asupan Zink,
Riwayat ISPA,
dan Pengeluaran
Pangan sebagai
Faktor Resiko
Stunting pada
Anak Usia 2 5
tahun di Kota
Semarang
(Bening, et al,
2018)
Tingkat
kecukupan
zink,
riwayat
ISPA,
tingkat
pengeluara
n pangan,
dan
kejadian
stunting
balita.
142 sampel
penelitian
(masing-
masing 71
subjek kasus
dan kontrol)
berupa anak
usia 2 5
tahun.
Rerata asupan seng pada
kelompok kasus adalah 3,51 ±
0,07 mg dan pada kelompok
kontrol 3,78 ± 0,06 mg.
Defisiensi zinc yang cukup
merupakan variabel risiko
tunggal terbesar untuk angka
stunting pada anak usia 2
sampai 5 tahun.
Konsumsi
Vitamin D dan
Zink dengan
Kejadian
Stunting pada
Anak Sekolah
SD Negeri 77
Padang Serai
Kota Bengkulu
Konsumsi
zink dan
vitamin D
dengan
kejadian
stunting
80 subjek
terdiri dari
siswa siswi
SD Negeri
77 Padang
Serai Kota
Bengkulu.
Terdapat hubungan asupan seng
dengan prevalensi stunting pada
siswa SD Negeri 77 Padang
Serai Kota Bengkulu, tetapi
tidak terdapat hubungan antara
asupan vitamin D dengan
prevalensi stunting dan
keterlambatan tumbuh
kembang.
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 512 The Effect of Adequate Zinc
Peneliti
Analisis
Sampel
Hasil
(Putri, et al,
2018)
Hubungan
Asupan Kalsium
dan Zink dengan
Kejadian
Stunting pada
Siswi SMP
Unggulan Bina
Insani Surabaya
(Sudiarmanto and
Sumarmi, 2020)
Prevalensi
stunting
responden,
kecukupan
konsumsi
kalsium
dan zink.
68
responden
siswi SMP
Unggulan
Bina Insani
Surabaya.
Kejadian stunting pada
responden sebesar 22,1%.
Tingkat konsumsi asupan
kalsium 7,4% cukup dan 92,6%
kurang. Tingkat konsumsi
intake zink sebesar 5,9% cukup
serta 94,1% kurang. Tidak ada
hubungan asupan kalsium dan
zink dengan kejadian stunting.
Implementasi
Pemberian Zink
(Seng) terhadap
Anak Stunting
pada Usia 6 24
Bulan di
Kabupaten
Demak
(Marahayu &
Kartasurya,
2018).
Konsumsi
zink dan
pengaruh
terhadap
anak
stunting.
60 anak usia
6 24 bulan
dengan 30
anak
kelompok
kontrol dan
30 anak
kelompok
intervensi.
Terdapat pengaruh signifikan
pemberian zink pada anak
sunting dengan umur 6-24
bulan di Kabupaten Demak.
Hubungan
Tingkat
Kecukupan Zat
Besi dan Seng
dengan Kejadian
Stunting pada
Balita 6-23
Bulan (Dewi and
Nindya, 2017)
Tingkat
kecukupan
zink,
kecukupan
zar besi,
dan
kejadian
stunting
pada balita.
55 anak dari
25 posyandu
di Desa
Suci.
Sebanyak 14,5% anak berumur
6-23 bulan mengalami stunting,
33,3% anak defisiensi besi, dan
35,7% anak defisiensi seng.
Ada hubungan yang signifikan
antara tingkat kecukupan zat
besi dan seng dengan angka
stunting.
Correlation
Between Protein,
Calcium, and
Zinc Intake with
Stunting in
Children Age 3
5 years old in
Gubeng, Mojo,
Surabaya
(Ramadhani,
Fatmaningrum
and Irawan,
2019)
Kecukupan
kalsium,
zink, dan
kejadian
stunting.
12 anak usia
3 5 tahun
di Posyandu
wilayah
Mojo.
Terdapat pengaruh signifikan
antara kekurangan kalsium
terhadap stunting pada anak
usia 3 5 tahun. Tidak ada
hubungan signifikan antara
kekurangan intake protein dan
zink terhadap angka stunting
anak usia 3 5 tahun di Mojo,
Surabaya.
Pengaruh
Konsumsi
Protein dan Seng
serta Riwayat
Penyakit Infeksi
terhadap
Kejadian
Stunting pada
Anak Balita
Umur 24 59
Bulan di
Konsumsi
protein,
konsumsi
seng,
riwayat
penyakit
infeksi, dan
kejadian
stunting.
32 sampel
kasus dan 32
sampel
kontrol anak
usia 24 59
bulan.
Terdapat pengaruh konsumsi
protein, seng, dan riwayat
penyakit dengan kejadian
stunting.
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 513 The Effect of Adequate Zinc
Peneliti
Analisis
Sampel
Hasil
Wilayah Kerja
Puskesmas Nusa
Penida III (Dewi
and Adhi, 2014)
Hubungan
Tinggi Badan
Ibu, Sosial
Ekonomi, dan
Asupan Sumber
Zinc dengan
Kejadian
Stunting pada
Anak Usia 3 5
Tahun di
Puskesmas
Kopelma
Darussalam
(Ramadhan, et
al, 2020)
Tinggi
badan
anak, tinggi
badan ibu,
sosial
ekonomi,
dan sumber
zinc.
46 ibu dan
anak berusia
3 5 tahun
di wilayah
kerja
Puskesmas
Kopelma
Darussalam
Banda Aceh
tahun 2017.
Sebesar 41,3% anak usia 3 5
tahun menderita stunting, ibu
bertubuh pendek sebesar 50%,
status sosial ekonomi rendah
52,2%, dan konsumsi seng
kurang dari 50%. Ada
hubungan antara ibu bertubuh
pendek, asupan zinc dan gagal
tumbuh, namun tidak ada
hubungan antara status sosial
ekonomi dengan kondisi
stunting.
Hubungan
Asupan Energi,
Protein, dan Zink
Terhadap
Kejadian
Stunting di SDN
11 Kampung Jua
Kecamatan
Lubuk Begalung
(Yensasnidar,
2019)
Status gizi
anak SD,
asupan
energi,
asupan
protein,
dan asupan
zink.
75 anak SD
N 11
Kampung
Jua
Kecamatan
Begalung
pada tahun
2019.
Sebesar 57,35 sampel memiliki
status gizi stunting, 18,7%
intake energi kurang, 25,3%
intake protein kurang, dan
73,3% intake zink kurang.
Terdapat korelasi antara intake
energi, intake protein, dan
intake zink dengan kondisi
stunting.
Peran Zink dalam Pertumbuhan Balita
Stunting disebut juga kondisi gagal tumbuh
karena pertumbuhan berhenti atau tidak berkembang
maksimal. Faktor utama yang menjadi faktor
tumbuh dan berkembang adalah pembelahan sel
yang diawali dengan replikasi DNA serta regulasi
hormon yang memerintahkan sel untuk tumbuh dan
berkembang. Dalam proses pertumbuhan balita, zink
berkontribusi dalam struktur dan fungsi
biomembran, zink juga berperan sebagai komponen
penting berbagai enzim yang melakukan regulasi sel
pertumbuhan, sintesa protein dan DNA, berperan
dalam metabolisme energi, pengaturan transkripsi
genetik, kadar hormon dan metabolisme faktor
pertumbuhan (Ramadhan, et al, 2020)
Seng ikut andil dalam sintesa dan
pemecahan karbohidrat, protein, lemak serta asam
nukleat yang merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan sel. Konsumsi zink
dalam tubuh akan meningkatkan kadar plasma
Insulin-like Growth Factor (IGF-I) yang dapat
memicu kecepatan pertumbuhan karena IGF-I ini
berperan dalam proses pertumbuhan sebagai growth
promoting factor (Kusudaryati, 2014).
Secara garis besar, seng berfungsi dalam
percepatan pertumbuhan. Diantaranya peran seng
membantu dalam replikasi sel dan metabolisme
asam nukleat yang menjadi faktor utama dalam
tumbuh dan berkembang, zink juga berperan sebagai
mediator dari growth hormone / hormon
pertumbuhan. Hormon ini berperan dalam
meningkatkan sekresi IGF-1 yang berfungsi
meningkatkan pertumbuhan sel. Anak dengan kadar
zink yang rendah menyebabkan pertumbuhan
terhambat sehingga menjadi stunting dalam jangka
panjang(Hidayati, et al, 2019).
Peran Zink dalam Pertumbuhan Tulang
Status gizi balita dengan tinggi badan
sangat pendek dinilai sebagai stunting. Zink
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan
tulang. Zink yang diperlukan untuk proses
percepatan pertumbuhan juga termasuk
pertumbuhan tulang. Vitamin D berperan dalam
metabolisme tulang dibantu peran zink melalui
stimulasi sistesis DNA di tulang (Marahayu &
Kartasurya, 2018). Zink berinteraksi dengan hormon
penting yang terlibat dalam pertumbuhan tulang
seperti somatomedin, osteokalsin, testosterone,
tiroid, dan insulin. Konsentrasi zink dalam tulang
merupakan konsentrasi terbanyak dibandingkan
jaringan lain dalam tubuh, hal ini menunjukkan
bahwa zink berperan penting dalam tahap
pertumbuhan serta perkembangan anak (Dewi and
Adhi, 2014). Asupan zink yang cukup dapat
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 514 The Effect of Adequate Zinc
mencegah kejadian stunting pada balita karena
membantu proses pemanjangan tulang.
Peran Zink terhadap Sistem Kekebalan Tubuh
Balita rentan terkena berbagai penyakit
infeksi seperti diare atau infeksi saluran pernapasan
seperti batuk dan pilek. Zink berperan dalam
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Hubungan
antara zink dan penyakit infeksi adalah kurangnya
asupan zink berdampak pada balita rentan terkena
penyakit infeksi seperti diare, kemudian kejadian
diare membuat asupan zink menurun karena
terbuang dan tidak tercerna dengan maksimal ketika
diare (Dewi and Adhi, 2014). Kondisi balita yang
sakit membuat tubuh akan kehilangan zat gizi yang
digunakan untuk tumbuh dan berkembang. Semua
asupan gizi akan banyak digunakan untuk sistem
imun agar dapat melawan infeksi yang sedang
terjadi. Maka dari itu, peran zink yang dapat
meningkatkan sistem imun bermanfaat dalam
mencegah stunting karena mengurangi
kemungkinan tubuh terkena penyakit infeksi (Asiah,
et al, 2020)
Penyakit menular yang dialami anak-anak
dalam waktu yang lama mempengaruhi berat badan
serta berdampak pada pertumbuhan linier. Infeksi
juga berkontribusi dalam defisiensi zat gizi penting
seperti karbohidrat, protein, lemak, dan gizi lain
karena menurunnya nafsu makan. Anak balita yang
mengalami penyakit infeksi memiliki risiko 5,41 kali
lebih tinggi untuk mengalami stunting
dibandingakan balita yang tidak memiliki riwayat
penyakit infeksi (Dewi and Adhi, 2014).
Peran Zink dalam Menstimulasi Nafsu Makan
Nafsu makan adalah faktor penting dalam
meningkatkan asupan makanan pada balita. Banyak
ditemui kasus anak susah makan atau nafsu makan
anak menurun yang mengakibatkan asupan zat gizi
tidak terpenuhi sesuai kebutuhan. Zink memiliki
peran dalam menigkatkan nafsu makan anak yaitu
dalam sistem indra pengecap. Kelenjar ludah dalam
tubuh manusia mengandung ion zinc yang bersungsi
sebagai media perasa dan mempengaruhi rasa dan
nafsu makan. Ketika terjadi defisiensi zink, maka
pertumbuhan sel kulit atas selaput lendir mulut
menjadi tidak sempurna, masa paruh hidupnya
menyusut, mudah terlepas, menutupi dan
menghambat lubang kecil pada perasa di lidah
sehingga makanan sulit menyentuh perasa pada
lidah. Hal inilah yang menyebabkan menurunnya
nafsu makan (Adriani and Wirjatmadi, 2014).
KESIMPULAN
Zink berperan dalam kejadian stunting pada
balita. Defisiensi zink dapat menjadi faktor yang
menyebabkan stunting pada balita karena berbagai
fungsi yang dimiliki zink dalam tubuh. Manfaat zink
yang berperan mencegah stunting adalah peran zink
dalam mempercepat pertumbuhan, membantu
perkembangan tulang, meningkatkan sistem imun,
serta menstimulasi nafsu makan.
Kekurangan zink dapat berdampak buruk
pada pertumbuhan balita karena menyebabkan
stunting. Asupan zink perlu ditingkatkan untuk dapat
memperoleh berbagai manfaat yang diberikan zat
gizi mikro ini. Konsumsi zink yang bersumber dari
hewani lebih diutamakan karena lebih mudah
diserap dan dimanfaatkan tubuh. Mengingat stunting
bukanlah hal sepele, upaya maksimal perlu
dilakukan agar dapat menurunkan stunting di
Indonesia.
ACKNOWLEDGEMENT
Penulis memberikan ucapan terimakasih
untuk Bapak Dominikus Raditya A. S.Gz., M.PH.
yang telah membimbing dan membantu penyusunan
jurnal ini sehingga dapat diterbitkan. Selain itu,
terimakasih penulis tujukan untuk Adelia Ramadani
yang telah membantu penulis dalam memberikan
motivasi dalam mengerjakan jurnal ini.
REFERENSI
Adani, F. Y. and Nindya, T. S. (2017) ‘Perbedaan
Asupan Energi, Protein, Zink, dan
Perkembangan pada Balita Stunting dan
non Stunting’, Amerta Nutrition, 1(2), p.
46. doi: 10.20473/amnt.v1i2.6225.
Adriani, M. and Wirjatmadi, B. (2014) Gizi &
Kesehatan Balita: Peranan Mikro Zinc.
Jakarta: Kencana. Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/Gi
zi_Kesehatan_Balita_Peranan_Mikro_Zin
c/mfpDDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=
Gizi+dan+Kesehatan+Balita+:+Peranan+
Mikro+Zinc+pada+Pertumbuhan+Balita+(
1st+ed)&printsec=frontcover (Accessed:
26 June 2022).
Anindita, P. (2012) ‘Hubungan Tingkat Pendidikan
Ibu, Pendapatan Keluarga, Kecukupan
Protein & Zinc Dengan Stunting (Pendek)
Pada Balita Usia 6-35 Bulan Di Kecamatan
Tembalang Kota Semarang’, 1(2), pp. 617–
626. Available at:
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jk
m (Accessed: 26 June 2022).
Arnisam, Salfiyadi, T. and Lura, S. L. (2013)
‘Hubungan Asupan Mineral Zinc (Seng)
Dan Vitamin A dengan Kejadian Diare
pada Balita Di Kecamatan Seulimeum’,
Idea Nursing Journal, 4(3), pp. 6673.
Asiah, A., Yogisutanti, G. and Purnawan, A. I.
(2020) ‘Asupan Mikronutrien Dan Riwayat
Penyakit Infeksi Pada Balita Stunting Di
Uptd Puskesmas Limbangan Kecamatan
Sukaraja Kabupaten Sukabumi’, Journal of
Nutrition College, 9(1), pp. 611. doi:
Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 509-515
Purwandini and Atmaka 515 The Effect of Adequate Zinc
10.14710/jnc.v9i1.24647.
Bening, S., Margawati, A. and Rosidi, A. (2018)
‘Asupan Zink, Riwayat ISPA dan
Pengeluaran Pangan Sebagai Faktor Resiko
Stunting Pada Anak Usia 2-5 tahun di Kota
Semarang’, Jurnal Gizi, 7(1), pp. 2029.
Dewi, E. K. and Nindya, T. S. (2017) ‘Hubungan
Tingkat Kecukupan Zat Besi Dan Seng
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 6-23
Bulan’, Amerta Nutrition, 1(4), p. 361. doi:
10.20473/amnt.v1i4.7137.
Dewi, I. A. and Adhi, K. T. (2014) ‘Pengaruh
Konsumsi Protein Dan Seng Serta Riwayat
Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian
Pendek Pada Anak Balita Umur 24-59
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa
Penida Iii’, Gizi Indonesia, 37(2), pp. 36
46. doi: 10.36457/gizindo.v37i2.161.
Hidayati, M. N., Perdani, R. R. W. and Karima, N.
(2019) ‘Peran Zink terhadap Pertumbuhan
Anak’, Majority, 8, pp. 168171.
Kementrian Kesehatan R.I. 2013. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013. Tersedia di :
https://www.kemkes.go.id/resources/down
load/general/Hasil%20Riskesdas%202013.
pdf [11 Juni 2021]
Kementerian Kesehatan R.I. 2018. Hasil Utama
Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Tersedia di
https://drive.google.com/file/d/1MRXC4l
MDera5949ezbbHj7UCUj5_EQmY/view
[11 Juni 2021].
Kusudaryati, D. P. D. (2014) ‘Kekurangan Asupan
Besi dan Seng Sebagai Faktor Penyebab
Stunting pada Anak’, Profesi, 10(26), pp.
1420.
Marahayu, M. & Kartasurya, M. I. Implementasi
Pemberian Zink (Seng) terhadap Anak
Stunting pada Usia 6 24 Bulan di
Kabupaten Demak. Jurnal Kesehatan Ibu
dan Anak ASDA, Vol. 1, No. 1 (2018).
Merryana, A. and Bambang, W. (2016) Peranan
Gizi Dalam Siklus Kehidupan,
Perpustakaan Nasional. Edited by Suwito.
Prenadamedia Group. Available at:
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr
=&id=kHA-
DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&ots=B11
P5GwIE_&sig=bVTLvZ0GIMRWSXKUh
gIqGHEY6SI&redir_esc=y#v=onepage&q
&f=false (Accessed: 26 June 2022).
Putri, M. L., Simanjuntak, B. Y. and W., T. W.
(2018) ‘Konsumsi Vitamin D dan Zink
dengan Kejadian Stunting pada Anak
Sekolah SD Negeri 77 Padang Serai Kota
Bengkulu’, Jurnal Kesehatan, 9(2), p. 267.
doi: 10.26630/jk.v9i2.839.
Ramadhan, Muhammad Haris Salawati, L. and
Yusuf, S. (2020) ‘Hubungan Tinggi Badan
Ibu, Sosial Ekonomi Dan Asupan Sumber
Zinc Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 3-5 Tahun Di Puskesmas Kopelma
Darussalam’, Jurnal Averrous, 6(1), pp.
5565.
Ramadhani, A. T., Fatmaningrum, W. and Irawan,
R. (2019) ‘Correlation Between Protein ,
Calcium and Zinc Intake with Stunting in
Children Age 3-5 Years Old in Gubeng ,
Mojo , Surabaya 480 | Publisher :
Humanistic Network for Science and
Technology Health Noti’, 3(12), pp. 480
485.
Riskesdas, K. (2018) ‘Hasil Utama Riset Kesehata
Dasar (RISKESDAS)’, Journal of Physics
A: Mathematical and Theoretical, 44(8),
pp. 1200. doi: 10.1088/1751-
8113/44/8/085201.
Sudiarmanto, A. R. and Sumarmi, S. (2020)
‘Hubungan Asupan Kalsium dan Zink
dengan Kejadian Stunting Pada Siswi SMP
Unggulan Bina Insani Surabaya’, Media
Gizi Kesmas, 9(1), p. 1. doi:
10.20473/mgk.v9i1.2020.1-9.
Sutarto, Mayasari, D., Indriyani, R. Stunting, Faktor
Resiko, dan Pencegahannya. Jurnal
Agromedicine, Vol 5, No 1 (2018).
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K). 2017. 100
Kabupaten/ Kota Prioritas untuk Intervensi
Anak Kerdil (Stunting). Jakarta Pusat :
Sekretariat Wakil Presiden R. I.
Trihono et al. (2015) Pendek (Stunting) di Indonesia,
Masalah dan Solusinya. Edited by Sudomo.
Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes.
Available at:
http://repository.bkpk.kemkes.go.id/3512/
1/Pendek %28Stunting%29 di
Indonesia.pdf (Accessed: 26 June 2022).
WHO (2015) Stunting in a nutshell. Available at:
https://www.who.int/news/item/19-11-
2015-stunting-in-a-nutshell (Accessed: 26
June 2022).
Yensasnidar, T. D. A. & B. H. (2019) ‘Hubungan
Asupan Energi , Protein Dan Zink
Terhadap Kejadian Stunting Di Sdn 11
Kampung Jua Kecamatan Lubuk
Begalung’, Prosiding Seminar Kesehatan
Perintis, 2(1), pp. 4146.
Yuliana, wahida. at al (2019) Darurat Stunting
dengan Melibatkan Keluarga, Darurat
Stunting dengan Melibatkan Keluarga.
Yayasan Ahmar Cendikia Indonesia.
... Zink dapat mengaktifkan fungsi hormon pertumbuhan seperti Growth Hormon (GH) yang membantu tumbuh kembang balita (Noviasari & Desy Putriningtyas, 2023). Dan sumber dari mineral zink berasan dari sumber makanan hewani lebih mudah diserap dan dimanfaatkan tubuh (Purwandini & Atmaka, 2023). Zink berperan dalam pertumbuhan balita karena fungsi dari zink memetabolisme asam nukleat dan mensintesis protein, selain itu zink berperan dalam pertumbuhan balita, replika sel, dan kekebalan tubuh pada anak balita (Agus Kundarwati et al., 2022). ...
Article
Full-text available
p align="justify"> tunting in Indonesia based on data from the 2024 Indonesian Nutrition Status Survey (SSGI) states that it continues to decline every year from 2021 – 2023 (24.4% - 17.8%). This figure is still below the target of achieving a reduction of 3.8% per year. In 2023, in the city of Bengkulu, out of 20 community health centers, 14 other community health centers will have cases of stunting with the highest incidence being in the Sawah Width community health center. This research determines the relationship between protein and zinc and the incidence of stunting in children under five in the Sawah Lebar Community Health Center Working Area, Bengkulu City. The research design used a cross-sectional approach. The sample used for stunting toddlers in the Sawah Width Community Health Center working area was 96 people. The sampling technique uses Simple Random Sampling. The data analysis used in this research is univariate analysis which can be used to determine the distribution of intake for each variable studied, namely protein and zinc intake, analysis using the chi-square statistical test. The results of this study show that most of the characteristics of stunting incidents are female (59.4%), toddlers are categorized as stunted (30.2%), protein intake is in the excessive category (83.3%), zinc intake is in the sufficient category (44.2%). There is a relationship between zinc intake and the incidence of stunting in children under five in the Sawah Lebar Community Health Center Working Area, Bengkulu City. There is no relationship between protein intake and the incidence of stunting in children under five in the Sawah Lebar Community Health Center Working Area, Bengkulu City. </p
Article
Full-text available
Stunting merupakan status gizi masa lalu yang kurang baik akibat asupan gizi kurang, baik kualitas maupun kuantitas sehingga tinggi badan tidak sesuai dengan umur. Banyak faktor yang dapat menyebabkan stunting antara lain: defisiensi gizi makro dan mikro, genetik, sosial ekonomi, penyakit infeksi, pemberian air susu ibu ekslusif dan berat badan lahir rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tinggi badan ibu, sosial ekonomi dan asupan sumber zinc dengan stunting pada anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Kopelma Darussalam Banda Aceh. Jenis penelitian analitik observasional dengan design cross sectional. Pengambilan sampel tanggal 14 September sampai 14 November 2017 di 5 posyandu Puskesmas Kopelma Darussalam secara non probability sampling dengan metode accidental sampling. Penilaian tinggi badan ibu dan stunting dengan mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoa, sosial ekonomi dan asupan sumber zinc diukur menggunakan kuesioner. Jumlah sampel sebanyak 46 ibu dan anak yang memenuhi kriteria inklusi. Anak usia 3-5 tahun stunting (pendek atau sangat pendek) sebesar 41,3%, tinggi badan ibu pendek 50%, sosial ekonomi rendah 52,2% dan asupan sumber zinc kurang 50%. Uji analisis Spearman terdapat hubungan antara tinggi badan ibu dengan stunting nilai p = 0,000 (p<0,05) dan r = 0,529 kekuatan hubungan kuat. Tidak terdapat hubungan sosial ekonomi dengan stunting nilai p = 0,930 (p>0,05) dan terdapat hubungan asupan sumber zinc dengan stunting nilai p = 0,016 (p<0,05) dan r = 0,352 kekuatan hubungan sedang. Kesimpulannya, tinggi badan ibu dan asupan sumber zinc berhubungan dengan stunting dan tidak terdapat hubungan antara sosial ekonomi dengan stunting.
Article
Full-text available
Latar Belakang: Remaja merupakan salah satu kelompok rawan terhadap stunting karena remaja beresiko mengalami defisiensi asupan makanan baik makronutrien maupun mikronutrien. Defisiensi asupan kalsium dan zink yang merupakan mikronutrien penting bagi pertumbuhan adalah faktor resiko stunting. Stunting pada masa remaja ini akan menurunkan kapasitas dan produktivitas kerja serta dapat meningkatkan resiko kematian ibu pada saat melahirkan.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan asupan kalsium dan asupan zink dengan kejadian stunting pada siswi SMP Unggulan Bina Insani Surabaya.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Dengan besar sampel 68 orang yang diambil secara acak sederhana. Pengumpulan data menggunakan pengukuran tinggi badan, food recall 2x24 jam. Data dianalisis menggunakanare teknik analisis deskriptif dan uji korelasi Kendall’s-Tau serta uji ANCOVA.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan responden yang mengalami stunting sebesar 22,1% dan 77,9% normal, rata-rata nilai Z-score 1,13 ± 0,94. Tingkat konsumsi asupan kalsium cukup sebesar 7.4% dan 92.6% asupannya kurang, dengan rata-rata asupan sebesar 336,7 ± 326,2 mg/hari. Tingkat konsumsi asupan zink cukup sebesar 5.9% dan 94.1% asupannya kurang, dengan rata-rata asupan sebesar 5,7 ± 3,0 mg/hari. Tidak ada hubungan antara asupan kalsium (r=0.072;p=0.385), asupan zink (r=0.124;p=0.138), asupan kalsium dan zink (p=0,478) dengan kejadian stunting.Kesimpulan: Asupan kalsium dan zink tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada siswi SMP Unggulan Bina Insani Surabaya. Agar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai, siswi dapat melakukan pemantauan status gizinya secara rutin serta berperilaku hidup bersih dan sehat.ABSTRACTBackground: Adolescence is a vulnerable stunting group because adolescents are at risk of macronutrient or micronutrients intake deficiency. Calcium and zinc intake deficiency are vital micronutrients for the growth factor and the risk of stunting. Stunting in adolescence will reduce the work capacity and productivity and increase the risk of maternal death in childbirth.Objectives: This study was aimed to analyze the correlation between calcium, zinc intake and stunting prevalence on SMP Unggulan Bina Insani Surabaya schoolgirls.Methods: The research was a cross sectional study with quantitative approach. The sample size was 68 schoolgirls, were taken by simple random sampling. The data were collected by measuring height, food recall 2x24 hours. Analysis of data used in descriptive, Kendall’s-Tau and ANCOVA Test.Results: The results showed the proportion of respondents who experienced stunting 22% and normal 78%, with Zscore average at 1,13 ± 0,94. The consumption rate of calcium intake was sufficient at 7,4% and insufficient at 92,6%, with an average at 336,7 ± 326,2 mg/day. The consumption rate of zinc intake was sufficient at 5,9% and insufficient at 94,1%, with an average at 5,7 ± 3,0 mg/day. There is no relationship between the calcium intake (r=0.072;p=0.385), zinc intake (r=0.124;p=0.138), calcium and zinc intake (p=0,478) with the stunting prevalence.Conclusions: The intake of calcium and zinc doesn’t related to the stunting prevalence of the schoolgirls. The scoolgirls should to regularly monitor their nutritional status and behave in clean and healthy life, in order to achieve appropriate growth and development
Article
Full-text available
Latar belakang: Anak stunting beresiko mudah sakit, untuk itu diperlukan asupan zat gizi yang dapat meningkatkan respon imun tubuh agar dapat meningkatkan kekebalan tubuhnya. Zat gizi tersebut bisa didapatkan dalam vitamin dan mineral yang seimbang;Tujuan: Mengetahui hubungan antara asupan mikronutrien dengan riwayat penyakit infeksi pada balita stunting;Metode: : Penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional di UPTD Puskesamas Limbangan Sukaraja Sukabumi, jumlah sampel 74 balita stunting usia 12-59 bulan, dipilih dengan proportional random sampling dari 4 desa. Data yang dikumpulkan meliputi: asupan mikronutrien yang diperoleh dari formulir recall 2 x 24 jam dan kuesioner riwayat penyakit infeksi, seperti: diare, ISPA dan kecacingan. Data dianalisis dengan uji analisis univariat, analisis bivariate menggunakan uji chi-square;Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan mikronutrien pada balita stunting termasuk dalam kategori kurang. Balita yang menderita infeksi sebesar 78,4%. Hasil analisis statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara asupan vitamin A, vitamin C, zat besi, zinc dan tembaga (p<0,05) dan tidak ada hubungan antara asupan vitamin B1, B6, B9 dan vitamin E dengan kejadian infeksi balita stunting (p>0,05). Semakin baik asupan mikronutrien pada balita stunting, maka kejadian infeksi semakin menurun. Simpulan: Kejadian infeksi pada balita stunting berhubungan dengan intake mikronutrien yang diperlukan untuk mempertahankan kekebalan tubuh.
Article
Full-text available
p>Deficiency of micronutrition is one of the factors which influence the deficiency of chronic nutrition. Deficiency of vitamin D can lower the absorption of calcium and phosphor. Deficiency of zinc can stunt children because zinc has the main role on growth acceleration period both before and after their birth. One of the impacts of chronic nutrition deficiency is the descending of growth acceleration or linear disturbance so the children fail on gaining height potency which causes the children to become stunt. This research is purposed to know the relation of consuming vitamin D and zinc with the stunting of the students of SD Negeri 77 Padang Serai Kota Bengkulu. This research is kind of analytical observation research with a cross-sectional approach which is done from January to April in SD Negeri 77 Padang Serai Kota Bengkulu. There are 80 subjects in this research. The variable which is observed about consuming vitamin D, consuming zinc and stunting the analysis used a chi-square test. In this research, the data is collected by using an interview with semi FFQ form (Food Frequency Questionnaire). The result of this research shows that there is a relation between consuming zinc and stunting to the students of SD Negeri 77 Padang Serai Kota Bengkulu, however, there is no relation between consuming vitamin D and stunting to the students of SD Negeri 77 Padang Serai Kota Bengkulu.</p
Article
Full-text available
Background: Stunting is a cronic malnutrition that affects linear growth. The main cause of malnutrition is the adequacy of micronutrients in the process of linear growth. Micronutrients that relate to stunting are iron and zinc, because both of that micronutrient have necessary role in linear growth of toddlers age 6 -23 months. Objectives: The purpose of this study was to analyze correlation between iron and zinc adequacy level with stunting incidence in toddlers age 6 -23 months. Methods: This study was an analytical study with cross sectional design. The sample size were 55 children spread over 25 Posyandu in Suci Village. The data collected using of food recall 3x24 hours, height measurement with microtoice for stunting status, and the questionnaire characteristics of children and mothers. The data were analyzed by using Fisher's Exact test. Result: The results showed 14.5% of toddlers age 6 – 23 months were stunted. 33.3% of children were given inadequate iron intake and 35.7% of children were given inadequate zinc intake. The analysis test showed there was a significant correlation between levels of iron and zinc adequacy with the incidence of stunting with p=0.02 and p=0.018. Conclusion: The proportion of stunting will increase if the toddler were given inadequate of iron and zinc. Education about the adequacy levels of iron and zinc for toddler age 6-23 months were adjusted to reduce and avoid stunting.ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan masalah gizi akibat kekurangan gizi jangka panjang yang berdampak pada pertumbuhan linier. Salah satu zat gizi mikro yang erat kaitannya dengan stunting adalah zat besi dan seng, sebab kedua zat mikro tersebut memiliki peran penting dalam pertumbuhan linier balita 6-23 bulan.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat asupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting pada balita 6-23 Bulan.Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel terdiri dari 55 anak yang tersebar di 25 Posyandu di Desa Suci. Pengumpulan data menggunakan food recall 3x24 jam, pengukuran tinggi badan dengan mikrotoa untuk mengetahui status stunting, dan kuesioner karakteristik anak dan ibu. Data dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 14,5% balita usia 6-23 bulan mengalami stunting, 33,3% anak memilliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang dan 35,7% anak memiliki tingkat kecukupan seng yang kurang. Uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting dengan p=0,02 dan p=0,018.Kesimpulan: Proporsi stunting akan meningkat jika tingkat kecukupan zat besi dan seng inadekuat. Sebaiknya dilakukan peningkatan edukasi tentang tingkat kecukupan zat besi dan seng untuk balita usia 6-23 bulan yang bertujuan untuk mengurangi dan mencegah stunting.
Article
Full-text available
Background: Stunting is a nutritional problem caused by inadequate nutrition intake for a long time and/or recurrent infectious diseases. The impacts of stunting are increase mortality, morbidity, health costs, decrease cognitive development, motor, and language development.There are nutrients that important to linear growth as energy, protein, and zinc. Objectives: The purpose of this study was to analyze the differences of intake of the energy, protein, Zinc, development in stunting and non-stunting toddler. Methods: The research was a cross sectional study with quantitative approach. The sample size was 64 toddler in Manyar Sabrangan Sub-district, Surabaya, 32 toddler each stunting and non-stunting were taken by simple random sampling. The data were collected by measuring height, structure questionnaire, food recall 2x24 hours, questionnaire for screening development (KPSP). The data were analyzed using Chi Square Test. Results: Non-stunting toddlers have an adequate intake of energy, protein, zinc respectively 71,9%, 93,7%, 71,9%, meanwhile appropriate development was 75%. Stunting toddlers have an inadequate intake of energy, zinc respectively 68,7%, 65,6% and adequate intake of protein was 68,7%, meanwhile deviance development was 62,5%. The results of this study showed that the comparison of differences between stunting and non-stunting toddler were significant (≤0,05) in energy, protein, Zinc, and development. Conclusion: Non-stunting toddler have a higher intake of the energy, protein, Zinc, and development rather than stunting toddler. Mother of toddler should to increase intake of energy, protein, Zinc to prevent stunting and achieve appropriate development.ABSTRAK Latar belakang: Stunting adalah permasalahan gizi yang disebabkan oleh asupan zat gizi yang kurang dalam waktu lama dan/atau penyakit infeksi yang berulang. Terdapat beberapa zat gizi yang berperan dalam pertumbuhan linier. Salah satu zat gizi tersebut adalah energi, protein, dan zink. Dampak stunting dapat meningkatkan mortalitas, morbiditas, biaya kesehatan, menurunkan perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan asupan energi, protein, Zink, dan perkembangan pada balita stunting dan non stunting.Metode: Penelian ini menggunakan studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Sampel terdiri dari 64 balita yang di Kelurahan Manyar Sabrangan Surabaya, balita stunting dan non-stunting masing-masing berjumlah 32. Pengumpulan data menggunakan pengukuran tinggi badan, food recall 2x24 jam, kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) ,dan kuesioner. Data dianalisis menggunakan chi square Tets.Hasil: Balita non-stunting mempunyai asupan energi, protein, zink adekuat yaitu 71,9%, 93,7%, dan 71,9% serta perkembangan sesuai yaitu 75%. Balita stunting mempunyai asupan energi, zink inadekuat yaitu 68,7%, 65,6% dan protein adekuat yaitu 68,7% serta perkembangan menyimpang yaitu 62,5%. Hasil dari penelitian menunjukkan perbandingan balita stunting dan non stunting adalah ada perbedaan signifikan (p≤0,05) pada energi, protein, Zink, dan perkembangan.Kesimpulan: Balita non-stunting mempunyai asupan energi, protein, Fe, Zink yang tinggi dan stimulasi psikososial serta perkembangan yang baik daripada balita stunting. Ibu balita harus meningkatkan asupan energi, protein, Zink agar dapat mencegah terjadinya stunting dan dapat mencapai perkembangan yang sesuai.
Article
Stunting is a condition that occurs as the result of the disruption in the growth of height due to poor nutrition intake and nutrition status, repeated incidence of infection and inadequate psychosocial stimulation. In year 2017, the prevalence status for stunting incindence in Indonesia is categorized as high, reaching at 29,6%. This study was conducted to determine the correlation between nutritional intake of protein, calcium and zinc with the incidence of stunting. This study was an observational analytic research with a case control method, conducted to determine the correlation between exposure of risk factors and disease by comparing stunting groups with non-stunting groups. This study obtained a relation between depleted calcium intake and stunting incidence using the Fisher’s Exact test with a p value of 0.001 and odd ratio 0.056. A significant correlation of insufficient calcium intake with the incidence of stunting was found, yet there were no correlation between insufficient protein and zinc intake with the incidence of stunting. Keywords: stunting; protein; calcium; zinc
Article
Latar belakang : Stunting merupakan perawakan pendek yang disebabkan malnutrisi yang berlangsung kronis. Prevalensi stunting balita di Indonesia sebesar 37,2%, dan di Jawa Tengah mencapai 33,9%. Salah satu faktor risiko yang berpengaruh secara langsung terhadap kejadian stunting adalah asupan zat gizi. nelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kecukupan zat gizi makro dan mikro yang rendah sebagai faktor risiko kejadian stunting anak usia 2-5 tahun di Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Metode : Penelitian ini merupakan studi case-control yang dilakukan di Kecamatan Genuk, Kota Semarang dengan jumlah sampel 71 kasus (stunting) dan 71 kontrol (tidak stunting). Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat menggunakan uji Chisquare dan multivariat menggunakan metode regresi logistik. Hasil : Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2–5 tahun adalah tingkat kecukupan vitamin C yang kurang (p=0,004; OR=2,97; CI=1,406,31). Faktor yang tidak terbukti mempengaruhi kejadian stunting adalah tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A dan kalsium. Simpulan : Tingkat kecukupan vitamin C yang rendah merupakan faktor risiko stunting pada anak usia 2-5 tahun di Kecamatan Genuk, Kota Semarang
Gizi & Kesehatan Balita: Peranan Mikro Zinc
  • M Adriani
  • B Wirjatmadi
Adriani, M. and Wirjatmadi, B. (2014) Gizi & Kesehatan Balita: Peranan Mikro Zinc. Jakarta: Kencana. Available at: https://www.google.co.id/books/edition/Gi zi_Kesehatan_Balita_Peranan_Mikro_Zin c/mfpDDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq= Gizi+dan+Kesehatan+Balita+:+Peranan+ Mikro+Zinc+pada+Pertumbuhan+Balita+( 1st+ed)&printsec=frontcover (Accessed: 26 June 2022).