Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Jurnal Flourishing, 3(8), 2023, 321–329
ISSN: 2797-9865 (online)
DOI: 10.17977/10.17977/um070v3i82023p321-329
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Self-Adjustment Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi
Universitas Negeri Malang
Aisyah Stri Nariswari, Farahdilla Damayanti, Muhammad Farid Fadjadil Ikhsan,
Dewi Fatmasari Edy*
Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5 Malang, Jawa Timur, Indonesia
*Penulis korespondensi, Surel: dewi.fatmasariedy.fpsi@um.ac.id
Abstract
New students are in the early adulthood stage, namely the transition period from high school to
university. The transition period has various challenges, especially with the status of new students
who are transitioning from school to university level. Some new students have difficulty adjusting to
the new environment. This research aims to determine various forms of self-adjustment and find
insight into factors that might influence self-adjustment in new students at the Faculty of Psychology,
State University of Malang. The method used is a qualitative research method with a
phenomenological approach. Data was collected through semi-structured interview techniques and
observation. Then analyze the data using thematic analysis. The research results found that each
participant found it difficult to adapt to the current new environment. However, each participant has
their own way of adapting to the current lecture environment. This allows for a good depiction of the
individual participants' adaptation to survive in the new environment.
Keywords: self-adjustment; new student; lectures
Abstrak
Mahasiswa baru berada pada tahapan dewasa awal yaitu masa transisi dari SMA menuju ke
universitas. Periode peralihan yang memiliki berbagai tantangan, terkhusus dengan status
mahasiswa baru yang beralih dari jenjang Pendidikan sekolah menuju jenjang perguruan tinggi.
Terdapat sebagian mahasiswa baru yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan yang baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beragam bentuk self-adjusment dan
menemukan insight mengenai faktor yang mungkin dapat mempengaruhi self-adjustment pada
mahasiswa baru Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Malang. Metode yang digunakan adalah
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data melalui teknik
wawancara semi terstruktur dan observasi. Kemudian analisis data menggunakan analisis tematik.
Hasil penelitian yang ditemukan yaitu setiap partisipan merasa sulit dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru saat ini. Namun, setiap partisipan memiliki cara masing-masing agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan perkuliahan yang sedang dijalani. Hal ini memungkinkan
penggambaran penyesuaian diri yang baik dengan cara partisipan masing-masing untuk bertahan
dalam lingkungan yang baru.
Kata kunci: self-adjustment; mahasiswa baru; perkuliahan
1. Pendahuluan
Manusia hidup dengan melewati berbagai tahapan-tahapan perkembangan. Proses
perkembangan ini akan terjadi secara terus-menerus hingga akhir hayatnya. Dalam
perkembangannya, manusia akan melalui berbagai macam perubahan dan tantangan
tersendiri. Santrock (2009) mengemukakan bahwa ketika manusia melalui tahapan
perkembangannya, mereka akan mengalami berbagai macam perubahan, baik dari dalam
dirinya maupun dari luar dirinya mulai dari aspek biologis, kognitif, lingkungan, dan sosio-
emosional. Peristiwa-peristiwa yang tidak selalu dapat diprediksi menciptakan sebuah
Jurnal Flourishing, 3(8), 2023, 321–329
322
perubahan yang membuat manusia perlu melakukan penyesuaian diri. Penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Choiruddin (2016), menunjukkan bahwa penyesuaian diri menjadi salah
satu syarat yang sangat penting guna terciptanya kesehatan mental seseorang. Ketika manusia
tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya (maladjustment), maka ia
akan mengalami stres depresi serta timbulnya kondisi yang penuh tekanan.
Perpindahan tingkat pendidikan dari SMA (Sekolah Menengah Atas) ke perguruan
tinggi menjadi salah satu hal yang menantang pada periode dewasa awal. Memasuki dunia
perkuliahan, seseorang akan menjumpai berbagai perubahan sehingga mereka perlu
melakukan proses penyesuaian di lingkungan yang baru. Sistem pendidikan di dunia
perkuliahan berbeda dengan sistem pendidikan di tingkat sebelumnya. Salah satu
perbedaannya yakni dalam hal akademik. Metode pembelajaran, materi, tugas, dan hal-hal
lainnya tak lagi sama dengan yang biasa kita jalani sehingga banyaknya perbedaan di masa
peralihan inilah yang menyebabkan individu seringkali mengalami kesulitan untuk
menyesuaikan diri.
Penyesuaian merupakan sejauh mana kepribadian berguna dalam masyarakat
(Hurlock, 2010). Penyesuaian diri merupakan sebuah proses yang tidak terpisahkan dengan
kehidupan sehari-hari. Calhoun dan Acocella (1995) menemukan bahwa penyesuaian diri (self-
adjustment) adalah interaksi yang dilakukan oleh individu dengan diri sendiri, dengan orang
lain, maupun dengan lingkungan sekitarnya. Pengalaman, sikap, objektivitas, dan sebagainya
akan menjadi arahan bagi proses penyesuaian diri yang berupa kemampuan seseorang
beradaptasi, menyeimbangkan kehidupan, berafeksi, dan mengambil manfaat dari setiap
pengalaman (Tyson dalam Semiiun, 2008.). Penyesuaian diri juga dianggap sebagai proses atau
usaha yang dilakukan oleh manusia dalam mencapai harmoni atau kesatuan untuk dirinya
serta lingkungan di sekitarnya, hal ini dilaksanakan agar dapat menghilangkan rasa
permusuhan, iri dengki, prasangka, gangguan depresi, kemarahan, dan emosi-emosi
322
ltruism yang dianggap sebagai sebuah respon pribadi yang tidak sesuai serta kurang
efisien (Mutmimmah, 2014). Proses penyesuaian diri bersifat dinamis, dilakukan sepanjang
rentang kehidupan manusia, dan dilakukan secara terus menerus seiring dengan usia.
Schneiders (1964) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian
diri, yaitu 1) keadaan fisik,
322
ltrui memiliki kondisi fisik yang baik, maka hal ini akan
mempengaruhi bagaimana seseorang menyesuaikan dirinya; 2) perkembangan dan
kematangan, hal ini dapat ditinjau dari sisi intelektual, sosial, moral, dan emosi yang
setiap aspek akan memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri individu; 3) keadaan
psikologis, seperti contohnya pengalaman, perasaan, frustasi, konflik, dan kebiasaan yang
dapat mempengaruhi individu dalam penyesuaian diri; 4) keadaan lingkungan, seperti halnya
lingkungan keluarga dan sekolah, yang dapat membantu proses penyesuaian diri individu; 5)
religiusitas dan kebudayaan, yang dapat memberikan suasana psikologis dan pada akhirnya
dapat mengurangi terjadinya konflik serta perasaan frustasi. Schneiders (1964) juga
mengungkapkan bahwa faktor lain yang berpengaruh yaitu penyesuaian diri sendiri untuk
menerima diri sehingga terbentuk hubungan yang harmonis antara individu dengan
lingkungan. Individu pun akan paham kelebihan dan kekurangannya, serta dapat melakukan
penyesuaian diri dalam berbagai lingkungan, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan teman sebayanya.
Jurnal Flourishing, 3(8), 2023, 321–329
323
Kartono (2002) menyebutkan bahwa terdapat beberapa ciri terkait dengan
penyesuaian diri yang baik, yaitu 1) dapat mengendalikan pikiran, angan, keinginan, dorongan,
emosi, serta tingkah laku; 2) dapat menghayati kelemahan, sehingga dapat tercipta perbaikan
diri yang baik dengan memanfaatkan kelebihan; 3) memiliki konsep diri yang sehat yaitu
mengakui dan menerima kelebihan serta kekurangan secara rasional; 4) mengikuti
perkembangan diri. Selain itu, juga terdapat beberapa macam penyesuaian diri yang
dikemukakan oleh Sundari (2005), yakni 1) penyesuaian diri terhadap keluarga (family
adjustment), 2) penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial (social adjustment), 3)
penyesuaian diri terhadap sekolah (school adjustment), dan 4) penyesuaian diri terhadap
perguruan tinggi (college adjustment). Sesuai dengan topik yang dibahas, yaitu penyesuaian
diri terhadap perguruan tinggi.
Penyesuaian diri meliputi proses yang sangat
323
ltruis dan memerlukan waktu.
Sundari (2005) mengemukakan bahwa penyesuaian diri yang sempurna akan sulit terwujud
dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, sehingga pada akhirnya tidak semua
kebutuhan dapat terealisasi dengan baik. Penyesuaian diri akan menjadi proses yang terjadi
sepanjang kehidupan manusia. Setiap individu akan memiliki caranya masing-masing dalam
menyesuaikan dirinya, hal ini bergantung pada kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing
individu, pengaruh yang didapat dari lingkungan sekitar, tingkat
323
ltruism
323323
, serta
cara individu tersebut dalam mengembangkan dirinya (Markam, 2003).
Pada masa penyesuaiannya,
323
ltruism mahasiswa ada yang membutuhkan bantuan
orang lain. Self-adjustment adalah proses yang dialami setiap individu
323
ltrui seseorang
berinteraksi secara terus menerus dengan lingkungan sehingga masyarakat sekitarnya dapat
menerima, dan individu dapat mengatasi kebutuhan dalam diri, frustasi, konflik, dan
ketegangan sosial, serta mampu mewujudkan keharmonisan sesuai dengan norma yang
berlaku di lingkungan masyarakat sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana bentuk self-adjusment dan menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi self-
adjustment pada mahasiswa baru Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Malang.
2. Metode
Pada penelitian ini, metode yang digunakan yaitu kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan hasil berupa data-data
deskriptif seperti kata-kata tertulis maupun lisan yang berasal dari individu yang menjadi
partisipan serta perilaku yang teramati (Bogdan dan Taylor, 2012). Moleong (2017)
memaparkan bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami sebuah fenomena
mengenai hal apa saja yang dialami oleh partisipan penelitian, seperti perilaku, persepsi,
motivasi, serta
323
ltruism-tindakan lain yang tampak dengan data deskriptif, pada konteks
yang terjadi secara alamiah dan melalui metode ilmiah. Pendekatan fenomenologi digunakan
dalam penelitian ini untuk mengetahui, memahami, dan mengeksplorasi lebih lanjut terkait
makna dari penyesuaian diri yang dilakukan oleh partisipan.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru di Universitas Negeri Malang.
Sampel dalam penelitian ini yaitu mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Negeri
Malang. Spesifiknya, pada penelitian ini menggunakan empat partisipan. Kriteria dari
partisipan yaitu mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang, laki-laki dan
perempuan. Dimana masing-masing jumlah dari subjek penelitian yaitu dua orang laki-laki dan
dua orang perempuan, masing-masing berusia 20 tahun dan 18 tahun.
Jurnal Flourishing, 3(8), 2023, 321–329
324
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
324
ltrui observasi dan
wawancara. Observasi adalah sebuah
324
ltrui yang digunakan untuk mengumpulkan data
yang memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan
324
ltrui-teknik yang lain (Sugiyono,
2018). Kegiatan observasi ini dilakukan agar peneliti dapat melihat dan belajar terkait dengan
perilaku yang ditunjukkan oleh subjek serta mencari makna dari perilaku tersebut. Sedangkan
untuk wawancara, yaitu sebuah kejadian ataupun proses interaksi yang terjadi antara
pewawancara dengan sumber informasi maupun subjek yang diwawancarai yang dilakukan
melalui komunikasi secara langsung ataupun bertanya secara langsung terkait dengan objek
yang diteliti (Yusuf, 2014). Wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur.
Sugiyono (2018) mengemukakan bahwa wawancara semi terstruktur merupakan metode
wawancara yang digunakan untuk menemukan permasalahan yang sedang diteliti secara lebih
terbuka. Wawancara semi terstruktur juga merupakan jenis wawancara yang diawali dengan
peneliti menanyakan pertanyaan terstruktur yang sudah disusun sebelumnya, kemudian
diperdalam satu persatu untuk mencari keterangan lebih lanjut (Arikunto, 2010).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis data tematik.
Braun dan Clarke (2006) mengemukakan analisis data tematik memiliki beberapa tahapan di
dalamnya, yaitu sebagai berikut: (1) Melakukan verbatim atau hasil wawancara dengan subjek,
(2) Membuat kode atau melakukan koding atas hasil dari verbatim, (3) Mencari tema yang
sesuai dari hasil verbatim serta hasil koding yang telah dilakukan, (4) Melakukan review ulang
atas tema-tema yang telah dipilih sebelumnya, apakah tema tersebut sudah sesuai dan tepat
dengan topik pembahasan yang diangkat, (5) Pendefinisian tema untuk mengetahui tema yang
lebih spesifik, dan (6) Membuat laporan berdasarkan tema-tema yang telah ditentukan.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Hasil
Wawancara empat subjek penelitian menghasilkan beberapa temuan yang terkait
dengan self-adjustment pada mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang.
Usia partisipan berada pada rentang usia 18-20 tahun.
Peneliti mengidentifikasi beberapa tema terkait dengan self-adjustment atau
penyesuaian diri berdasarkan hasil dari wawancara yang telah dilakukan. Tema-tema yang
telah didapatkan yaitu perilaku, sikap, peran, dan hambatan. Peneliti mengawali hasil dan
pembahasan ini dengan memaparkan ringkasan terkait dengan profil subjek penelitian.
Dari keempat hasil wawancara partisipan, ditemukan empat tema yang sama antara
keempat partisipan. Keempat tema ini adalah perilaku, sikap, hambatan, dan peran.
3.1.1 Perilaku
Partisipan melakukan beberapa perilaku dalam proses penyesuaiannya. Keempat
partisipan memaparkan bahwa masing-masing dari mereka mengalami perbedaan pendapat
atau kontra dengan pendapat dari orang disekitarnya. Ketika hal ini terjadi, masing-masing
dari partisipan memiliki cara tersendiri. Mereka melakukan perilaku-perilaku seperti
menerima hal tersebut, tetap bergaul, mencari tahu alasan, mencoba menyesuaikan diri, dan
memahami karakter. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara berikut:
“Respon aku ya pertama balik lagi kaya yang nomor satu gitu. Eee.. itu bukan respon
sih kaya responku sih ya tetep nerima aja maksudnya yang gak kaya gimana-gimana
Jurnal Flourishing, 3(8), 2023, 321–329
325
gitu. Ngga yang gak suka atau gimana gitu, ya tetep bakal kuterima karena mungkin
pandangan dia punya pandangan sendiri gitu sih”. (W1.P1.1NOV22.012)
“Eee kalo menurutku kaya mudah bergaul aja sama siapa aja, ikut berbagai macam
kegiatan atau organisasi, dan juga bisa nambah kenalan sama kating dan teman-
teman diluar fakultas, gitu..” (W1.P1.1NOV22.020).
“Ketika mendapatkan perbedaan pendapat seperti temen saya, saya biasanya akan
mencari tahu alasan mengapa dia memiliki pemikiran itu. Jika alasan itu lebih
ternyata lebih bisa saya terima ketimbang alasan saya.. Biasanya saya akan
memercayai alasan itu daripada alasan saya. Namun, jika tidak ya saya tetap akan
memercayai alasan saya” (W1.P2.1NOV22.012).
“Eee saya mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di kampus dengan
mengukur keadaan agar saya bisa tahu bagaimana harus merespon keadaan baru
yang saya terima. Biasanya saya tanya-tanya ke kating atau ke kakakk saya
bagaimana menghadapi masalah
325
ltrui di kampus” (W1.P2.1NOV22.022).
“Saya pribadi
325
ltrui ada perbedaan pendapat dengan teman saya tuh biasanya
saya mencoba untuk berpikir lebih terbuka lagi misalnya dengan cara memahami
pendapat teman saya tadi. Nah, apabila saya tidak sepaham dengan teman saya Saya
akan mencoba mengerti dan menghargai pendapat teman saya tadi dan mungkin
saya juga akan memaparkan pendapat saya agar teman saya bisa juga mengerti
Bagaimana pendapat saya tapi bila kami tetap tidak sepaham, yaudah kita saling
menghargai aja gitu.” (W1.P3.3NOV22.010).
“Sikap saya
325
ltrui menemukan perbedaan terhadap teman saya, saya mencoba
untuk memahami bahwa karakter semua orang tidaklah sama. Saya harus
menghormati dan menghargai mereka” (W1.P4.1NOV22.006).
3.1.2. Sikap
Pada proses penyesuaian dirinya, partisipan juga menunjukkan sikap-sikap tertentu.
Hal ini mereka lakukan sesuai dengan kondisi yang sedang mereka hadapi. Contohnya dalam
hal perbedaan dengan teman, masing-masing dari partisipan memaparkan cara mereka
menyikapi hal tersebut, seperti dengan menerima dan menghadapi perbedaan itu,
hingga berusaha untuk menurunkan ego. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara
berikut:
“Sikapku menghadapi perbedaan dengan teman, ya tetap menerima eee teman
tersebut.. Dan tanpa ada kaya suatu apa-apa gitu” (W1.P1.1NOV22.006).
“Mmm sikap saya terhadap perbedaan dengan teman, saya cenderung
menerimanya dan menurut saya perbedaan itu adalah hal yang normal”
(W1.P2.1NOV22.008).
“Memahami terlebih dahulu apa yang dibicarakan oleh teman saya, bagaimana
pendapat teman saya, terus saya lebih menurunkan ego untuk tidak merasa
pendapat
325
ltruism yang paling benar” (W1.P3.3NOV22.014).
Jurnal Flourishing, 3(8), 2023, 321–329
326
“Sikap saya
326
ltrui menemukan perbedaan terhadap teman saya, saya mencoba
untuk memahami bahwa karakter semua orang tidaklah sama. Saya harus
menghormati dan menghargai mereka” (W1.P4.1NOV22.006).
3.1.3. Hambatan
Setelah memaparkan perilaku dan sikap, masing-masing dari partisipan juga memiliki
hambatan masing-masing dalam proses penyesuaian diri yang mereka lakukan. Dari
keempat partisipan, hambatan yang mereka alami memiliki kesamaan satu sama lain.
Keempat partisipan ini sama-sama memaparkan bahwa mereka mengalami kesulitan
hingga culture shock. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara berikut:
“Culture shock perkuliahan ya pernah.. Pernah mengalami.. Nah waktu itu aku cara
mengatasinya ya dengan aku hadapi aja. Tetap berusaha tau juga ataupun
memahami sehingga culture shock ini kedepannya gabuat aku shock shock banget
gitu” (W1.P1.1NOV22.058).
“Eee pernah saya pernah mengalami culture shock terutama pada cara mengajar
dosen yang berbeda banget. Kalo di SMA kan rata-rata tipe guru tuh seperti A gitu.
Tapi kalo di perkuliahan bisa ABCD terserah dosennya gitu..” (W1.P2.1NOV22.046).
“…. jadi kalau misalnya temen sendiri, biasanya kan saya bisa agak santai. Nah,
kalau ke kating kan pasti ada agak sopan, ehh apa ada tata kramanya juga. Nah,
saya takut kalau misalnya ngobrol sama eee saya kan suka ngajak ngobrol orang
random gitu kan kak, jadi takutnya yang saya ajak ngobrol ini ternyata tiba-
tiba itu kating. Nah disitu, pokok syog nya itu karena kayak tiba-tiba dia yang
kelihatannya masih sangat seangkatan. Eh ternyata udah semester 7 …. Nah kalau
misalnya kuliah ini kayak yaudah terserah kita, kita dibebasin mau gimana aja
terserah. Jadi agak kaget, terus kalau misalnya
326
ltruism
326
kayak gitu itu eee
kadang sehari Cuma 1 matkul kelas 1, 2 doang. Jadi kalau pulang, pulangnya kan
pagi jadi lebih awal. Nah itu agak kaget soalnya kan SMA kan pulangnya sore terus,
apa eee fullday gitu” (W1.P3.3NOV22.048).
“Pernah, karena saya adalah anak rantau yang awal dimalang tidak tahu apa apa,
tidak kenal siapa siapa. Jadi saya juga harus menyesuaikan diri dengan keadaan
‘malang” (W1.P4.1NOV22.032).
3.1.4. Peran
Masing-masing dari partisipan juga memaparkan bagaimana peran mereka terhadap
lingkungan sosial atau teman yang berada di sekitar mereka. Hal ini dilakukan sebagai
bentuk partisipasi mereka terhadap lingkungan di sekitarnya. Contohnya seperti membantu
teman yang kesulitan dalam penugasan saat kuliah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil
wawancara berikut:
“Pasti aku bantu, ya pasti selama aku bisa aku bantu jelasin bisa sesuai pemahaman
yang aku bisa juga, gitu selalu gitu sih..” (W1.P1.1NOV22.034).
“Eee
326
ltrui mmm teman saya melakukan kesalahan saat presentasi, sebagai
audience saya akan cenderung diam karena ya memahami gitu kalo wajar untuk
salah ya pasti saya juga pernah salah saat presentasi. Kecuali kalo dia tidak
Jurnal Flourishing, 3(8), 2023, 321–329
327
meluruskan kesalahannya, mungkin saya akan menanyakan maksud dari apa yang
telah dia bilang untuk meluruskan apa yang dia maksud. Dan
327
ltrui saya menjadi
presenter seperti teman saya, saya akan mencoba meluruskan maksud dari teman
saya yang melakukan kesalahan” (W1.P2.1NOV22.036).
“Kalau misalnya saya sendiri paham sama tugasnya lah ya, itu pasti bakal saya
bantu jelasin. Kayak eee tugas ini kesulitannya di mana? Jadi saya
327
ltruism
327327
s habis itu biasanya juga saya share-share jurnal yang saya
temuin gitu, saya share link nya atau apanya” (W1.P3.3NOV22.032).
“membantunya sebisa dan setau
327
ltruism
327
ada yang tidak dia mengerti. Jika
saya juga tidak mengerti dan kesulitan juga, Cara yang sudah dilakukan saya
mengajaknya untuk membahasnya bersama sama” (W1.P4.1NOV22.022).
Keempat partisipan memiliki jawaban yang cukup berkaitan antara satu sama lain.
Berdasarkan peta konsep di samping, ditemukan empat tema yang sama antara keempat
partisipan. Keempat tema ini adalah perilaku, sikap, hambatan, dan peran. Masing-masing
dari tema juga mewakili aspek-aspek penyesuaian diri yang dipaparkan oleh Schneider
(1964) yaitu pengakuan, partisipasi, persetujuan sosial, altruisme, dan kesesuaian.
Gambar 1. Peta Konsep
3.2. Pembahasan
Penemuan pada penelitian ini yaitu perilaku yang ditunjukkan oleh partisipan dalam
menyesuaikan dirinya di lingkungan yang baru yaitu lingkungan kampus. Schneider (1964)
memaparkan penyesuaian diri merupakan proses individu dalam mengatasi kebutuhan
dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan dalam wawancara yang telah
dilakukan. Berbagai macam cara atau kegiatan telah dilakukan oleh partisipan agar dapat
mencapai penyesuaian diri yang baik karena penyesuaian diri yang baik juga akan
Jurnal Flourishing, 3(8), 2023, 321–329
328
mendukung keberlangsungan individu dalam menjalani perkuliahan. Maka dari itu,
penyesuaian diri juga dapat dilihat sebagai kondisi seorang mahasiswa merasakan bahwa
kebutuhan sebagai mahasiswa baru di lingkungan yang baru telah terpenuhi, serta perilaku
telah sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang berasal dari lingkungan (Salami, 2011).
Schneider (1964) menyebutkan pada aspek persetujuan sosial, dapat dilihat dari
kesuksesan mahasiswa pada aktivitas sosial dan keterlibatannya dengan orang lain.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mutambara & Bhebe (2012) menunjukkan bahwa
individu yang memiliki penyesuaian diri tinggi, lebih cenderung terlibat dan berpartisipasi
dalam kehidupan yang ada di kampus. Mahasiswa mengalami perubahan baik dalam
kehidupan akademik, maupun dalam kehidupan
328
ltrui. Kehidupan sosial baru terbentuk
karena
328
ltrui menjadi mahasiswa, menandakan bahwa seseorang menjadi bagian baru
pula dari institusi, anggota aktif dalam suatu organisasi kampus. Sejalan dengan penelitian
yang telah dilakukan, yaitu partisipan mencoba untuk turut ikut serta dalam kegiatan yang
ada di lingkungan kampus. Sedangkan individu yang memiliki penyesuaian diri lebih rendah,
biasanya mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini
dikarenakan individu tersebut kurang terlibat aktif dalam aktivitas sosial yang telah
ditawarkan oleh universitas maupun fakultas. Kondisi seperti ini yang dapat membuat
individu kurang dapat berteman dengan orang lain dan cenderung lebih lama untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
Pada aspek partisipasi, menyatakan bahwa setiap individu harus dapat melibatkan
dirinya dalam sebuah relasi (Schneider, 1964). Hal ini dapat disesuaikan dengan pemaparan
partisipan penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara. Partisipan mengatakan
bahwa terdapat beberapa perilaku yang sesuai dengan aspek partisipasi. Partisipan
menjelaskan bahwa mengikuti program volunteer, mengikuti UKM, mengikuti organisasi
adalah suatu hal yang mereka lakukan dalam penyesuaian diri. Pada aspek pengakuan,
menyatakan bahwa individu harus menghormati dan menerima hak dari orang lain
(Schneider, 1964). Hal ini dapat disesuaikan dengan pemaparan partisipan, yaitu menghargai
adanya perbedaan, berpikir terbuka terhadap orang lain, dan juga apabila terdapat
perbedaan dengan orang lain, partisipan menurunkan egonya.
Pada aspek
328
ltruism, menyatakan bahwa individu harus mementingkan orang lain
dan mengembangkan rasa saling membantu yang merupakan nilai dari penyesuaian moral
yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang telah kami lakukan, yaitu partisipan
merasa aware dengan lingkungan sekitarnya. Pada aspek kesesuaian, menyatakan bahwa
individu harus memiliki kesadaran untuk menghormati dan mematuhi peraturan yang ada di
lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan, yaitu culture shock, kesulitan
beradaptasi, dan menaati peraturan.
4. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan beberapa perilaku yang
ditunjukkan oleh partisipan dalam menyesuaikan dirinya di lingkungan yang baru yaitu
lingkungan kampus. Maka dari itu, penyesuaian diri juga dapat dilihat sebagai kondisi di mana
seorang mahasiswa merasakan bahwa kebutuhan mereka telah terpenuhi, serta perilaku
mereka telah sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang berasal dari lingkungan. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan, yaitu partisipan mencoba untuk turut ikut serta dalam
kegiatan yang ada di lingkungan kampus. Pada aspek pengakuan, partisipan menghargai
Jurnal Flourishing, 3(8), 2023, 321–329
329
adanya perbedaan, berpikir terbuka, dan dapat menurunkan egonya. Aspek
329
ltruism
dipenuhi dengan partisipan merasa aware terhadap lingkungan sekitar. Aspek kesesuaian
dilakukan dengan partisipan kesadaran diri untuk menghormati dan menghargai peraturan
yang ada di lingkungannya. Kondisi seperti ini yang dapat membuat individu kurang dapat
berteman dengan orang lain dan cenderung lebih lama untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru.
Daftar Rujukan
Bogdan dan Taylor. 2012. Prosedur Penelitian. Dalam Moleong, Pendekatan Kualitatif. (him. 4). Jakarta: Rineka
Cipta.
Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using thematic analysis in psychology. Qualitative Research in Psychology, 3(2),
77–101. https://doi.org/10.1191/1478088706qp063oa
Calhoun, J. F. & Acocela J. R. (1995). Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan manusia. Edisi kelima.
Penerjemah Satmoko, R. S. dan Su’udi, A. Semarang: IKIP Semarang Press.
Choirudin, M. (2016). Penyesuaian Diri: Sebagai Upaya Mencapai Kesejahteraan Jiwa. Hisbah: Jurnal
Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam. 10.14421/hisbah.2015.121-07
Hurlock. E. B. (2010). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:
Erlangga.
Kartono, K. (2002). Psikologi Umum. Bandung: Sinar Baru Algies Indonesia
Markam, Slamet. 2003. Psikologi Klinis. Jakarta: Universitas Indonesia
Moleong, Lexy J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif, cetakan ke-36, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset
Mutammimah. (2014). Hubungan Konsep Diri dan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Penyesuaian Diri
Pada Remaja. Persona, Jurnal PsikologiIndonesia, Vol.3, No.01.
Santrock, J.W. (2009). Child Development. 12th ed. New York: McGraw-Hill.
Schneiders. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Semiun, Y. (2008). Kesehatan Mental 3. Jilid Ketiga. Yogyakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV Alfabeta
Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta.
Yusuf, A. M. (2014). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenadamedia
Group.