ArticlePDF Available

Hubungan Asupan Protein dan Zink dengan Kejadian Stunting pada Anak Balita

Authors:

Abstract

p align="justify"> tunting in Indonesia based on data from the 2024 Indonesian Nutrition Status Survey (SSGI) states that it continues to decline every year from 2021 – 2023 (24.4% - 17.8%). This figure is still below the target of achieving a reduction of 3.8% per year. In 2023, in the city of Bengkulu, out of 20 community health centers, 14 other community health centers will have cases of stunting with the highest incidence being in the Sawah Width community health center. This research determines the relationship between protein and zinc and the incidence of stunting in children under five in the Sawah Lebar Community Health Center Working Area, Bengkulu City. The research design used a cross-sectional approach. The sample used for stunting toddlers in the Sawah Width Community Health Center working area was 96 people. The sampling technique uses Simple Random Sampling. The data analysis used in this research is univariate analysis which can be used to determine the distribution of intake for each variable studied, namely protein and zinc intake, analysis using the chi-square statistical test. The results of this study show that most of the characteristics of stunting incidents are female (59.4%), toddlers are categorized as stunted (30.2%), protein intake is in the excessive category (83.3%), zinc intake is in the sufficient category (44.2%). There is a relationship between zinc intake and the incidence of stunting in children under five in the Sawah Lebar Community Health Center Working Area, Bengkulu City. There is no relationship between protein intake and the incidence of stunting in children under five in the Sawah Lebar Community Health Center Working Area, Bengkulu City. </p
Doi: 10.30829/jumantik.v9i2.21259
Available online: Aug 19, 2024 JUMANTIK Vol 9 No 2 Agustus 2024
214
Hubungan Asupan Protein dan Zink dengan Kejadian Stunting pada Balita
Ikat Tri Hawani1, Desri Suryani2*, Okdi Natan3, and Meriwati4
1,2,3,4 Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Abstract
Stunting in Indonesia based on data from the 2024 Indonesian Nutrition Status Survey
(SSGI) states that it continues to decline every year from 2021 2023 (24.4% - 17.8%). This
figure is still below the target of achieving a reduction of 3.8% per year. In 2023, in the city
of Bengkulu, out of 20 community health centers, 14 other community health centers will
have cases of stunting with the highest incidence being in the Sawah Width community health
center. This research determines the relationship between protein and zinc and the incidence
of stunting in children under five in the Sawah Lebar Community Health Center Working
Area, Bengkulu City. The research design used a cross-sectional approach. The sample used
for stunting toddlers in the Sawah Width Community Health Center working area was 96
people. The sampling technique uses Simple Random Sampling. The data analysis used in
this research is univariate analysis which can be used to determine the distribution of intake
for each variable studied, namely protein and zinc intake, analysis using the chi-square
statistical test. The results of this study show that most of the characteristics of stunting
incidents are female (59.4%), toddlers are categorized as stunted (30.2%), protein intake is
in the excessive category (83.3%), zinc intake is in the sufficient category (44.2%). There is a
relationship between zinc intake and the incidence of stunting in children under five in the
Sawah Lebar Community Health Center Working Area, Bengkulu City. There is no
relationship between protein intake and the incidence of stunting in children under five in the
Sawah Lebar Community Health Center Working Area, Bengkulu City.
Keywords:Food intake, Protein, Zinc, Stunting, Toddler
Pendahuluan
Balita pendek (stunting) merupakan balita
yang memiliki status gizi yang didasarkan pada
indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar
antropometri penilaian status gizi anak, hasil
pengukuran tersebut berada pada ambang batas
(Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD
(pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat
pendek/severely stunted) (Rahmadhita, 2020).
WHO Stunting didefinisikan ialah
ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan
linier yang disebabkan oleh keadaan kesehatan
yang buruk atau kekurangan gizi (Yensasnidar
et al., 2019). Menurut WHO angka kejadian
stunting di Indonesia kasus dengan stubting
tertinggi di Asia tenggara (36,4%) dan masuk
dalam 5 wilayah dengan kasus tertinggi di dunia
(Panigoro et al., 2023).
Berdasarkan data dari Survei status gizi
Indonesia (SSGI) tahun 2022 kejadian stunting
mencapai 9,3% yang mana angka ini menurun
tajam dari tahun sebelumnya yang mencapai
22,2% (SSGI, 2023). Di kota Bengkulu
prevalensi tertinggi berada di wilayah
Puskesmas Sawah lebar mencapai 2,2%.
Penyebab dari stunting sendiri bisa melalui
kekurangan dari asupan protein. Hal ini karena
Protein dapat meningkatkan kadar insulin
Growth Factor I (IGF-I), yang merupakan
mediator dari hormon pertumbuhan dan
pembentukan matriks tulang, sehingga apabila
*corresponding author: Desri Suryani
Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Email: desrisuryani@poltekkesbengkulu.ac.id
Summited: 01-08-2023 Revised: 17-08-2024
Accepted: 18-08-2024 Published: 19-08-2024
Research Article
Doi: 10.30829/jumantik.v9i2.21259
Available online: Aug 19, 2024 JUMANTIK Vol 9 No 2 Agustus 2024
215
kekurangan dari protein berpotensi terjadinya
stunting pada anak (Abdullah, 2023).
Kekurangan protein juga dapat kehilangan
massa otot, mengalami patah tulang, serta
terkena penyakit infeksi (Verawati et al., 2021).
Protein berperan dalam pembentukan jaringan
baru dan mengganti jaringan yang rusak pada
anak (Margiyati, 2023). Mineral zink juga
berperan untuk sintesis, sekresi, dan
pengendalian hormone pertumbuhan (Growth
Hormon) sehingga hal ini memiliki korelasi
dengan kejadian stunting pada anak
(Yensasnidar et al., 2019). Penelitian yang telah
dilakukan terdahulu menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara asupan protein dengan
kejadian stunting balita, Jika konsumsi protein
rendah akan memengaruhi asupan protein
didalam tubuh dan akan memengaruhi produksi
dan kerja dari hormon IGF-1 (Zhafirah &
Muniroh, 2023).
Penelitian yang lainnya juga menyebutkan
terdapat hubungan antara tingkat kecukupan
zink dengan perkembangan motorik pada
kelompok balita stunting (Septiawahyuni &
Suminar, 2019). Berdasarkan hal ini perlu
dilakukan penelitian mengenai hubungan asupan
protein dan zink dengan kejadian stunting pada
anak balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah
Lebar Kota Bengkulu Tahun 2024. Riset
sebelumnya menyebutkan bahwa penanganan
stunting dilakukan dengan membangun
komunikasi antara perangkat daerah, sehingga
sinergisitas pananganan stunting maksimal
(Sazali et al., 2023).
Pemerintah telah menetapkan lima pilar
penanganan stunting, antara lain kepemimpinan
visioner dan berkomitmen, pendidikan nasional
yang memimpin terhadap perubahan perilaku,
program terpadu di semua tingkat pemerintahan
dan kepekaan pangan dan gizi (Suryani, et al.,
2024). Berdasarkan data Status Gizi Indonesia
Survey (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia
mengalami penurunan dalam setahun terakhir,
dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6%
pada tahun 2022 (Suryani, et al., 2024).
Metode
Desain penelitian menggunkan pendekatan
cross-sectional. Variabel penelitian ada 2 yaitu
independen asupan protein dan zink, dan
variabel dependen kejadian stunting pada anak
balita. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu selama
bulan April 2024 sampai Mei 2024.
Penellitian ini menggunakan sampel
sebanyak 96 orang balita. Sampel dihitung
dengan menggunakan rumus Lemmeshow dan
sampel dipilih dengan teknik simple random
sampling. Ditetapkan kriteria inklusi: ibu balita
bersedia menjadi responden penelitian, anak
balita yang berusia 6 sampai 59 bulan. kriteria
ekslusi penelitian ini: Sampel diambil dalam
keadaan sakit, ada kelainan pada balita tersebut,
dan balita yang memiliki alergi makanan
tertentu.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan
pedoman wawancara yang terdiri dari daftar
pertanyaan mengenai food recall 3 x 24 jam.
Observasi dilakukan pada balita untuk
mengukur tinggi badan atau panjang badan
untuk usia 6-59 bulan. Analisis secara univariat
untuk mengetahui distribusi asupan dari protein
dan zink. Analisis bivariat menggunakan uji
statistik Chi-square.
Hasil
Berdasarkan Tabel 1 prevalensi responden
paling banyak berjenis kelamin perempuan
(59.4%). Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan terhadap responden didapatkan
prevalensi yang paling tinggi di wilayah kerja
puskesmas sawah lebar tidak stunting (69.8%).
Prevalensi asupan makanan anak balita yang
mengalami kejadian stunting setelah
dilakukannya wawancara didapatkan anak balita
mengkonsumsi protein dalam kategori lebih
(83.3%) dan mengkonsumsi zink dalam kategori
cukup (55.2%).
Berdasarkan Tabel 2. Analisis statistik
bivariat yang dilakukan untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan asupan makanan
dengan kejadian stunting pada anak balita
didapatkan 16 orang balita asupan proteinnya
cukup, 4 orang dikategorikan stunting (4,1%),
Doi: 10.30829/jumantik.v9i2.21259
Available online: Aug 19, 2024 JUMANTIK Vol 9 No 2 Agustus 2024
216
dan 12 orang dikategorikan tidak stunting
(12,5%). Dan 80 orang balita memiliki asupan
protein lebih, 25 orang balita dengan kategori
stunting (26%), dan 55 orang balita
dikategorikan tidak stunting (57,3%).
Dilanjutkan dengan uji statistik chi-square
dengan hasil p-value 0,618 yang artinya tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara zat
gizi protein dengan Kejadian Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah
Lebar Kota Bengkulu Tahun 2024.
Berdasarkan asupan zink dari 24 orang
balita yang memiliki asupan zink kurang
terdapat 10 orang balita dikategorikan stunting
(10,4%), dan 14 orang balita dengan kategori
tidak stunting (14,5%). Dari 53 orang balita
dengan asupan zink yang cukup 18 orang balita
dikategorikan stunting (18,7%), dan 35 orang
balita dikategorikan tidak stunting (36,4%). Dari
19 orang balita yang memiliki asupan zink lebih
1 orang balita dikategorikan stunting (1,0%),
dan 18 orang balita dikategorikan tidak stunting
(18,8%). Sehingga setelah dilakukan uji statistik
didapatkan p-value 0,024 yang artinya terdapat
hubungan yang bermakna bermakna antara zat
gizi protein dengan Kejadian Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah
Lebar Kota Bengkulu Tahun 2024.
Pembahasan
Stunting menggambarkan terjadi kegagalan
pertumbuhan yang terakumulasi sejak sebelum
dilahirkan dan sesudah dilahirkan. Tingkat
pendidikan orang tua sangat berpengaruh dalam
merawat anak di masa pertumbuhan dan
perkembangan. tingkat pendidikan sendiri
mempengaruhi dalam menentukan konsumsi
pangan yang baik pada balita baik pemilihan
bahan pangan ataupun pengolahannya. Oleh
karena itu pengetahuan yang rendah dari orang
tua termasuk faktor penyebab penting terjadinya
stunting (Rahayu et al., 2022).
Asupan protein yang kurang berhubungan
dengan risiko stunting 5,160 kali dibandingkan
dengan asupan protein yang cukup pada anak
balita. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan anak stunting memiliki asupan
protein yang lebih rendah dibandingkan dengan
anak yang normal. Hal ini karena asupan protein
yang rendah berhubungan dengan asam amino
serum dan serum insulin-like growth factor-1
(IGF-1) yang memiliki peran teradap
pertumbuhan dan perkembangan linear balita
(Aisyah & Yunianto, 2021).
Kebutuhan protein balita lebih tinggi
dibandingkan kelompok usia lainnya. Sehingga
apabila seorang balita tidak terpenuhi nya
kecukupan protein menyebabkan rusaknya
produksi Insulin-like Growth Factor (IGF)-1
yang memengaruhi pertumbuhan tulang
sehingga dapat menghambat laju pertumbuhan
anak balita (Haryani et al., 2023). Fungsi lain
dari protein juga sebagai membentuk jaringan
baru dan memperbaiki jaringan yang rusak
(Kundarwati et al., 2022). Kekurangan asupan
protein disebabkan oleh pemberian makanan
hewani yang rendah seperti pada studi kasus di
wilayah Cirebon didapatkan asupan protein
yang rendah disebabkan karena pemberian
sumber makanan hewani yang kurang seperti
ikan, ayam, telur dan daging (Renssca Inas et
al., 2022). Namun hasil penelitian ini tidak ada
hubungan yang bermakna asupan makanan
dengan zat gizi protein terhadap Kejadian
Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu Tahun
2024. Hal ini karena hasil dari food recall 3x24
jam asupan protein pada anak balita dalam
kategori lebih.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sindhughos (2023) mengenai asupan
makanan hewani dengan stunting pada anak
didapatkan tentang tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara asupan protein dengan
kejadian stunting dengan p-value 0,213
(Sindhughosa & Sidiartha, 2023), dan penelitian
yang dilakukan oleh Ranti (2022) tentang
hubungan pemberian asi eksklusif, asupan
energi dan protein, dengan kejadian stunting.
Didapatkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara asupan protein dengan
kejadian stunting dengan p-value 0,630 (Ranti et
al., 2022). Tidak adanya hubungan asupan
protein dengan kejadian stunting karena
kejadian stunting merupakan peristiwa yang
terjadi dalam priode waktu yang lama atau
Doi: 10.30829/jumantik.v9i2.21259
Available online: Aug 19, 2024 JUMANTIK Vol 9 No 2 Agustus 2024
217
permasalahan gizi yang kronis (Langi et al.,
2019). Sedangkan asupan protein pada
penelitian ini menggunakan instrument food
recall 3x24 jam. Pada penelitian ini juga
meneliti hubungan asupan zink dengan kejadian
stunting. Hasilnya terdapat hubungan yang
bermakan asupan zink dengan kejadian stunting
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah
Lebar Kota Bengkuulu Tahun 2024. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Saparudin (2023) tentang hubungan konsumsi
protein dan zink serta riwayat penyakit infeksi
dengan stunting pada anak didaptkan terdapat
hubungan antara asupan zink dengan kejadian
stunting dengan p-value 0,009 (Saprudin et al.,
2023). Dan penelitian yang lainnya oleh Agus
kundarwati (2022) tentang hubungan asupan
protein, vitamin A, zink, dan fe dengan kejadian
stunting didaptkan terdapat hubungan yang
signifikan antara asupan zink dengan kejadian
stunting dengan p-value 0,001, yang berarti
semakin kurang asupan zink yang dikonsumsi
pada balita maka berisiko 2,148 kali lebih besar
balita yang mengalami stunting (Agus
Kundarwati et al., 2022).
Zink berperan dalam kejadian stunting pada
balita. Manfaat dari zink sendiri sebagai
mempercepat pertumbuhan, membantu
perkembangan tulang, meningkatkan sistem
imun, serta menstimulasi nafsu makan. Oleh
karena itu apabila seorang anak balita
mengalami defisiensi zink akan mengalami
kejadian stunting. Zink dapat mengaktifkan
fungsi hormon pertumbuhan seperti Growth
Hormon (GH) yang membantu tumbuh
kembang balita (Noviasari & Desy Putriningtyas,
2023). Dan sumber dari mineral zink berasan
dari sumber makanan hewani lebih mudah
diserap dan dimanfaatkan tubuh (Purwandini &
Atmaka, 2023). Zink berperan dalam
pertumbuhan balita karena fungsi dari zink
memetabolisme asam nukleat dan mensintesis
protein, selain itu zink berperan dalam
pertumbuhan balita, replika sel, dan kekebalan
tubuh pada anak balita (Agus Kundarwati et al.,
2022). Oleh karena itu zink dan protein berperan
penting dalam mencegah terjadinya stunting
pada anak balita.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukan Sebagian besar
balita menjukan tidak stunting dan memiliki
asupan protein yang berlebih dan asupan zink
yang cukup. Terdapat hubungan yang bermakna
antara asupan zink dengan kejadian stunting
pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Sawah Lebar Kota Bengkulu oleh karena zink
memberikan manfaat untuk mempercepat
pertumbuhan, dan membantu perkembangan
tulang, meningkatkan sistem imun, serta
menstimulasi nafsu makan. Tidak ada hubungan
yang signifikan antara asupan protein dengan
kejadian stunting pada anak balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu.
Daftar Pustaka
Abdullah, R. P. I. (2023). Literature Review:
Pengaruh Asupan Karbohidrat, Protein dan
Lemak terhadap Resiko Stunting Anak
Usia 2-5 Tahun. Fakumi Medical Journal:
Jurnal Mahasiswa Kedokteran,3(3), 155–
163. https://doi.org/10.33096/fmj.v3i3.217
Aisyah, I. S., & Yunianto, A. E. (2021).
Hubungan Asupan Energi Dan Asupan
Protein Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita (24-59 Bulan) Di Kelurahan
Karanganyar Kecamatan Kawalu Kota
Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Komunitas
Indonesia,17(1), 240–246.
https://doi.org/10.37058/jkki.v17i1.3603
Haryani, V. M., Putriana, D., & Hidayati, R. W.
(2023). Asupan Protein Hewani
Berhubungan dengan Stunting pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Minggir.
Amerta Nutrition,7(2), 139–146.
https://doi.org/10.20473/amnt.v7i2SP.2023.
13
Kundarwati, AR., Prima Dewi, A., & Ambar
Wati, D. (2022). Hubungan Asupan
Protein, Vitamin A, Zink, dan Fe dengan
Kejadian Stunting Usia 1-3 Tahun. Jurnal
Gizi,11(1), 9–15.
Langi, G. K. L., Harikedua, V. T., Purba, R. B.,
& Pelanginang, J. I. (2019). Asupan Zat
Gizi Dan Tingkat Pendapatan Keluarga
Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 3-5 Tahun. Jurnal GIZIDO,11(2),
Doi: 10.30829/jumantik.v9i2.21259
Available online: Aug 19, 2024 JUMANTIK Vol 9 No 2 Agustus 2024
218
51–56.
https://doi.org/10.47718/gizi.v11i2.762
Margiyati, I. N. R. (2023). Pola Konsumsi
Protein Berpengaruh Signifikan terhadap
Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59
Bulan di Imogiri Bantul Yogyakarta.
Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952.,13(2), 65–74.
Noviasari, & Desy Putriningtyas, N. (2023). the
Correlation Between the History of
Exclusive Breastfeeding, Macronutrient
Intake, and Zinc Intake in Children Age 6-
59 Month At Kejajar 2 Health Center
Wonosobo. Jurnal Kesmas Dan Gizi (Jkg),
6(1), 1–8.
https://doi.org/10.35451/jkg.v6i1.1739
Panigoro, M. inda, Sudirman, A. A., & Modjo,
D. (2023). Upaya Pencegahan Dan
Penanggulangan Stunting Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Tilongkabila.
Jurnal Ilmu Kesehatan Dan Gizi,1(1), 47–
60.
Purwandini, S., & Atmaka, D. R. (2023).
Pengaruh Kecukupan Konsumsi Zink
dengan Kejadian Stunting: Studi Literatur.
Media Gizi Kesmas,12(1), 509–515.
https://doi.org/10.20473/mgk.v12i1.2023.5
09-515
Rahayu, Y. D., Yunariyah, B., & Jannah, R.
(2022). Gambaran Faktor Penyebab
Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Semanding Tuban.
Jurnal Kesehatan Masyarakat,10(2), 156–
162.
https://doi.org/10.14710/jkm.v10i2.32271
Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan Stunting
dan Pencegahannya Stunting Problems and
Prevention. Juni,11(1), 225–229.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.253
Ranti, I. N., Paruntu, O. L., Langi, G. K. ., &
Peloan, L. (2022). Hubungan Pemberian
Asi Eksklusif, Asupan Energi Dan Protein,
Dengan Kejadianstunting Pada Anak
Umur 1-2 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mokoditek Kecamatan
Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. E - PROSIDING
SEMNAS Dies Natalis 21 Poltekes
Kemenkes Manado,1(2), 139–156.
Renssca Inas, M., Widajanti, L., & Achadi
Nugraheni, S. (2022). Hubungan Asupan
Energi, Zinc, Protein pada Ibu Hamil
dengan Kejadian Stunting pada Balita 7-24
Bulan di Indonesia: Literature Review.
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia,
21(5), 354–357.
https://doi.org/10.14710/mkmi.21.5.354-
357
Saprudin, N., Igustia, T., & Nengsih, N. A.
(2023). Hubungan Konsumsi Protein Dan
Zink Serta Riwayat Penyakit Infeksi
Dengan Stunting Pada Anak Usia 0-5
Tahun Di Uptd Puskesmas Lamepayung
Kabupaten Kuningan Tahun 2023.
National Nursing Conference,1(2), 222–
233. https://doi.org/10.34305/nnc.v1i2.871
Sazali, H., Utami, TN., Batubara, H., Azizah, N.,
Susilawati., Nasution MIP., Nasution,
MSA., Sari, SM., Harahap, RH. (2023).
Strengthening Communication: A Strategy
to Increase Community Satisfaction in
Stunting Services in Indonesia. The Open
Public Health Journal. Vol 16. DOI:
10.2174/18749445-v16-2306070-2022-184
Septiawahyuni, H. D., & Suminar, D. R. (2019).
Kecukupan Asupan Zinc Berhubungan
Dengan Perkembangan Motorik Pada
Balita Stunting Dan Non-Stunting. Amerta
Nutrition,3(1), 1.
https://doi.org/10.20473/amnt.v3i1.2019.1-
6
Sindhughosa, W. U., & Sidiartha, I. G. L.
(2023). Asupan protein hewani
berhubungan dengan stunting pada anak
usia 1-5 tahun di lingkungan kerja
Puskesmas Nagi Kota Larantuka ,
Kabupaten Flores Timur. Intisari Sains
Medis,14(1), 387–393.
https://doi.org/10.15562/ism.v14i1.1708
Suryani, D., Krisnasary, A., Agustina Pratiwi,
B., & Yandrizal, Y. (2024). Stunting
Prevention Stunting Prevention in the Low
Birth Weight Status: A Qualitative Study
in Bengkulu City. International Journal of
Medical Science and Clinical Research
Studies,04(01), 41–45.
Doi: 10.30829/jumantik.v9i2.21259
Available online: Aug 19, 2024 JUMANTIK Vol 9 No 2 Agustus 2024
219
https://doi.org/10.47191/ijmscrs/v4-i01-09
Suryani, D., Kusdalinah, Pratiwi, B. A., &
Yandrizal. (2024). Differences in
macronutrien and micronutrient intake of
Stunted Toddlers in Rural and Urban
Areas of Bengkulu Province. 19, 68–75.
https://doi.org///doi.org/10.20473/mgi.v19i
1SP.68–75
Verawati, B., Yanto, N., & Afrinis, N. (2021).
Hubungan Asupan Protein Dan Kerawanan
Pangan Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Di Masa Pendemi Covid 19.
PREPOTIF : Jurnal Kesehatan
Masyarakat,5(1), 415–423.
https://doi.org/10.31004/prepotif.v5i1.158
6
Yensasnidar, Adfar, T. D., & Hartini, B. (2019).
Hubungan Asupan Energi , Protein Dan
Zink Terhadap Kejadian Stunting Di Sdn
11 Kampung Jua Kecamatan Lubuk
Begalung. Prosiding Seminar Kesehatan
Perintis,2(1), 41–46.
https://jurnal.upertis.ac.id
Zhafirah, H. D., & Muniroh, L. (2023).
Hubungan Berat Badan Lahir Dan Tingkat
Kecukupan Zat Gizi Makro Dengan Status
Gizi Balita. Jurnal Kesehatan Tambusai,
4(4), 5948–5957.
https://doi.org/10.31004/jkt.v4i4.19688
Doi: 10.30829/jumantik.v9i2.21259
Available online: Aug 19, 2024 JUMANTIK Vol 9 No 2 Agustus 2024
220
Tabel 1. Karakteristik responden, status gizi dan asupan makanan balita (n=96)
Tabel 2. Hubungan Asupan Makanan Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita
Asupan Makanan
Balita
p-value
Tidak Stunting
n (%)
Protein
Kurang
0 (0)
0.618
Cukup
12 (12.5)
Lebih
55 (57.3)
Zink
Kurang
14 (14.5)
0.024
Cukup
35 (36.4)
Lebih
18 (18.8)
Karakteristik
responden
Frequency (f)
Persentase (%)
Jenis kelamin
Laki-laki
39
40.6
Perempuan
57
59.4
Status Gizi Balita
Stunting
29
30.2
Tidak stunting
67
69.8
Asupan Makanan
Protein
Kurang
0
0
Cukup
16
16,7
Lebih
80
83,3
Zink
Kurang
24
25,0
Cukup
53
55,2
Lebih
19
19,8
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
Latar Belakang: Stunting adalah kondisi tinggi badan balita tidak sesuai dengan standar menurut usia. Kondisi ini disebabkan asupan gizi yang kurang selama 1000 HPK. Stunting dalam jangka panjang dapat menyebabkan menurunnya produktifitas karena terjadi kemunduran kognitif. Asupan gizi yang penting untuk mencegah stunting terdiri dari zat gizi makro dan mikro terutama zink. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh zink terhadap kejadian stunting. Metode: Metode penelitian dalam artikel ini menggunakan literature review. Ulasan: Hasil telaah dari 10 jurnal menunjukkan bahwa beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh konsumsi zink dengan kejadian stunting. Hal ini dikarenakan berbagai fungsi zink dalam tubuh yang penting untuk pertumbuhan diantaranya berperan dalam sintesis hormon pertumbuhan, membantu pemanjangan tulang, meningkatkan sistem imun, serta meningkatkan kepekaan indra pengecap yang membuat nafsu makan meningkat. Kesimpulan: Zink sangat penting untuk mencegah stunting sehingga konsumsi zink dalam jumlah yang cukup pada balita sangat dianjurkan.
Article
Full-text available
Stunting prevalence in Kepahiang District is the highest compared to other districts. In Bengkulu, the incidence rate is lower than in other districts. Dietary intake is a direct factor causing stunting. This study examines the differences in macronutrient and micronutrient intake in stunted toddlers in rural and urban areas of Bengkulu Province. The study, with a cross-sectional design, was conducted from August to September 2020. A sample of 134 toddlers aged 12-24 months was selected using accidental sampling. Dietary intake data were collected using the Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SFFQ), and other data were collected through questionnaires. The collected data were analyzed using univariate and bivariate analyses with T-tests and Mann-Whitney tests. Macronutrient intake in stunted toddlers in rural areas was lower than in urban areas. Micronutrient intake in rural areas was also lower than in urban areas, except for vitamin A. Statistically, there were no differences in macronutrient (carbohydrates, proteins, fats) and micronutrient (vitamin A, calcium, phosphorus, iron, zinc) intake between rural and urban toddler in relation to stunting (p > 0.05). Based on the data obtained, the overall nutrient intake provided to the toddlers has not met the toddlers' nutritional needs. Regular counselling sessions from house to house for mothers with stunted toddlers are necessary. This would enable mothers to understand better their toddlers' dietary needs and how to monitor their growth.
Article
Full-text available
In 2022, 47 child cases with low birth weight were found in Indonesia. It is one of the risk factors for stunting. The role of mothers is very necessary in preventing children from being stunted. This study aims to analyze what efforts are made by the mothers so that the children with a history of low birth weight do not experience stunting. This type of research is qualitative research. The research was conducted in Bengkulu City, in May - July. Seven mothers with a birth history of Low Birth Weight (LBW) became the research informants. Interview guidelines were used to gather information. Furthermore, the data were analyzed with stages of analysis (reduction, presentation, and conclusion). Mothers realized that stunting is a condition in which children experience impaired growth and development. However, all mothers said the cause is malnutrition and intestinal worms. Therefore, the precautions taken by mothers are only related to intake. The mothers implement early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding, and continue to give until the age of two years, complete immunization, and concern for the child's diet. Especially for mothers who have children with a history of low birth weight, special assistance should be carried out and given comprehensive education about stunting prevention efforts, not only from dietary factors but also from environmental health
Article
Full-text available
Introduction The Indonesian government has prioritized stunting management programs, but until 2022 the prevalence of stunting is still high. Objectives The purpose of this research is to develop a strategy to increase community satisfaction with stunting services oriented toward strengthening communication. Methods This is a cross-sectional design research with data collected from a sample population of 298 mothers who have stunted children through a survey and analyzed using path analysis with SEM-PLS. Results The result showed that communication affects stunting service facilities and sanitation management with a P-value of 0.000, respectively. Communication does not directly affect stunting service satisfaction, it is moderated by the variables of facilities and sanitation, which play a role in strengthening or weakening the effect of stunting service satisfaction. An essential factor that can be used to produce optimal stunting service satisfaction is strengthening communication. Conclusion Strengthening communication between regional institutions at the Regency level synergistically supports the provision of the required facilities, thereby increasing community satisfaction. Furthermore, strengthening cross-sectoral communication synergistically in managing environmental sanitation supports stunting service programs. This research contributes to the government's emphasis on stunting service policies to strengthen communication between service providers and cross-sectoral communication.
Article
Full-text available
Stunting merupakan masalah kekurangan gizi pada balita diakibatkan oleh beberapa faktor. Stunting di Indonesia pada tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 30,8 % dan 2019 menurun menjadi 27,7 % atau dengan kata lain 28 dari 100 balita menderita stunting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor apa yang menyebabkan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Semanding Tuban tepatnya di Desa Penambangan. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian survei deskriptif, teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling dengan populasi 160 orang dan 114 sampel ibu yang memiliki balita stunting. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Hampir seluruhnya balita stunting Desa Penambangan tidak memiliki berat badan lahir rendah dengan jumlah sebanyak (82,5%), sebagian besar ibu yang memiliki balita stunting memiliki tingkat pendidikan dasar (52,6%). Hampir seluruhnya orang tua yang memiliki balita stunting berpendapatan dibawah UMR Kota Tuban (76,3%). Hampir seluruhnya ibu yang memiliki balita stunting tidak memberikan ASI eksklusif (78,1%). Dari tabel distribusi frekuensi yang menyebabkan kejadian stunting di Desa Penambangan yaitu faktor pendidikan ibu, faktor pendapatan orang tua dan pemberiaan ASI eksklusif. Faktor yang paling besar menyebabkan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Semanding Tuban di Desa Penambangan adalah faktor pendidikan ibu, pendapatan orang tua dan pemberiaan ASI eksklusif. Petugas kesehatan dapat memberikan kegiatan penyuluhan mengenai stunting agar dapat melakukan pencegahan dan penurunan angka stunting.
Article
Full-text available
Stunting merupakan pertumbuhan linear yang lambat, dimana panjang atau tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia. Stunting pada balita merupakan salah satu masalah gizi yang disebebkan oleh asupan protein dan ketahanan pangan keluarga. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan asupan protein dan kerawanan pangan dengan kejadian stunting pada balita di masa pandemi. Jenis penelitian kunatitatif dengan desain Cross Sectional. Populasi yaitu 55 Ibu yang memiliki balita. Penelitian dilakukan pada Oktober 2020- Januari 2021., jumlah sampel 55 balita diambil dengan teknik total sampling. Pengumpulan data asupan protein menggunakan kuesioner Food Recall 2 x 24 jam dan pengukuran kerawanan pangan menggunakan kuesioner Food Insecurity and Experience Scale (FIES). serta data status gizi yaitu TB menggunakan microtoice. Data dianalisis menggunakan secara univariat dan bivariate dengan uji Chi-Square. Sebanyak 29 (53%) balita stunting, sebanyak 34 (62%) asupan protein kurang, dan sebanyak 32 (48%) keluarga rawan pangan. Terdapat hubungan yang signifikan (p
Article
Full-text available
Masalah anak pendek (stunting) adalah salah satu permasalahan gizi yang menjadi fokus Pemerintah Indonesia, Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek) dan <-3 SD (sangat pendek). Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan baik motorik maupun mental. Melihat akan bahaya yang ditimbulkan akibat stunting, Pemerintah Indonesia berkomitmen menangani dan menurunkan Prevalensi stunting yang dibahas melalui rapat terbatas tentang Intervensi stunting yang di selenggarakan bersama ketua Tim Nasional Percepatan Penaggulangan Kemiskinan pada tahun 2017, bahwa pada rapat tersebut membahas tentang perlunya memperkuat koordinasi dan memperluas cakupan program yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, untuk memperbaiki kualitas program guna menurunkan angka stunting disetiap wilayah yang sudah masuk kedalam desa prioritas. Dan juga untuk mengkaji kebijakan Fokus Gerakan perbaikan gizi ditujukan kepada kelompok 1000 hari pertama kehidupan, pada tatanan global disebut Scaling Up Nutrition (SUN)
Article
Full-text available
Background: One Indicator of successful health development are toddlers free from stunting. The cause of stunting is a lack of macro and micro nutrients and chronic infectious diseases. Micronutrients such as zinc have a role in growth which affects the hormones that play a role in bone growth. The role of zinc in motoric development indirectly is in arranging and releasing neurotransmitters that can affect nerve stimulation in the brain. This neurotransmitters will deliver nerve stimulation so that motor motion occurs. Motor development is a motion that involves muscles, brain and nerve that are controlled by the central part of the motor that is brain. Objectives: The purpose of this study was to analyze the relationship between adequacy of zinc intake and motoric development in stunted and non-stunted toddlers. Methods: This type of research is an observational study with cross sectional design. The sample size was 50 toddlers, consisted of 25 stunting toodlers and 25 non-stunting toddlers and lived in Puskesmas Wilangan, Nganjuk District, chosen by simple random sampling technique. Adequacy of zinc intake data was assessed using the Food Recall Form 3x 24 hours. Measurement of motoric development using the Pre-Screening Development Questionnaire (KPSP). Descriptive and inferential data analysis using Chi Square Test. Results: The result showed that there was a correlation between the level of zinc adequacy and motor development in the stunting toddler group (p=0.04) and non-stunting toddlers group (p=0.031). Conclusions: The level of adequacy of zinc has enough motor development better than the level of zinc sufficiency is less in the group of non-stunting toddlers. ABSTRAK Latar Belakang: Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah balita terbebas dari stunting. Penyebab stunting yaitu kekurangan zat gizi makro maupun mikro dan penyakit infeksi kronis. Zat gizi mikro seperti zinc mempunyai peran pada pertumbuhan yaitu mempengaruhi hormon-hormon yang berperan dalam pertumbuhan tulang. Selain itu, peran zinc pada perkembangan motorik secara tidak langsung yaitu dalam menyusun dan melepas neurotransmitter yang dapat mempengaruhi rangsangan syaraf di dalam otak. Neurotransmitter ini akan menghantarkan rangsangan syaraf sehingga gerak motorik terjadi. Perkembangan motorik merupakan gerak yang melibatkan otot, otak dan syaraf yang dikontrol pada bagian pusat motorik yaitu otak. Tujuan: Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan kecukupan asupan zinc dengan perkembangan motorik pada balita stunting dan non-stunting. Metode: Jenis penelitian tergolong penelitian observasional dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian berjumlah 50 balita, terdiri dari 25 balita stunting dan 25 balita non-stunting yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Wilangan Kabupaten Nganjuk, dipilih dengan teknik simple random sampling. Data kecukupan asupan zinc dinilai menggunakan formulir Food Recall yang dilakukan 3x24 jam. Pengukuran perkembangan motorik menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Analisis data secara deskriptif dan Inferensial menggunakan uji Chi Square. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat kecukupan zinc dengan perkembangan motorik pada kelompok balita stunting (p=0,04) dan kelompok balita non-stunting (p=0,031). Kesimpulan: Tingkat kecukupan zinc cukup mempunyai perkembangan motorik yang lebih baik daripada tingkat kecukupan zinc kurang pada kelompok balita non-stunting.
Article
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran upaya pencegahan dan penanggulangan stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilongkabila,Stunting adalah keadaan gagal tumbuh kembang balita yang mengalami gangguan gizi kronis. Desain penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Jumlah Populasi 161, teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling jumlah sampel 99 balita. Pengambilan data kuesioner, observasi dan pengukuran TB/PB menggunakan microtoise. Hasil penelitian dapat disimpulkan gambaran upaya pencegahan kategori cukup dan penanggulangan kategori baik.
Article
Background: Protein is an essential macronutrient that contains essential components. Protein plays a crucial role in the growth and development of children. Imbalance between protein requirements and protein intake can lead to stunting in children. Objective: To determine the relationship between animal protein intake in children aged 1-5 years who experience stunting in the working environment of Nagi Public Health Center in Larantuka City. Methods: This study was a cross-sectional study. Data were obtained from primary data, and questionnaires were distributed consisting of three main parts, including the characteristics of the research sample, nutritional intake of the research sample, and eating habits of the research sample. Protein intake in this study was calculated using nutritional survey. Chi-square was used as the statistical test. Comparative categorical Chi-square analysis was also performed with the independent variable of animal protein intake pattern and the dependent variable of stunting. Results: A total of 124 children who met the inclusion criteria were included in this study. The results of this study showed that among all respondents who experienced stunting, 78.3% had an animal protein intake pattern of <2 times/week. This was statistically significant with a p-value <0.01 and confidence interval of 5.16-28.89. Furthermore, among all respondents who experienced stunting, 34.8% had a plant protein intake pattern of <2 times/week. This was not statistically significant with a p-value >0.01 and confidence interval of 0.651-1.809. The results of multivariate analysis with logistic regression showed that only animal protein consumption variable showed a significant association with stunting with an odds ratio (OR) of 76.6 and 95% confidence interval (CI) of 20.4-291.7. Conclusion: Animal protein intake has a greater influence on the occurrence of stunting compared to plant protein intake. Latar Belakang: Protein merupakan makronutrien penting yang mengandung komponen esensial. Protein berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Tidak seimbangnya antara kebutuhan protein dengan asupan protein menyebabkan terjadinya stunting pada anak. Tujuan: Menentukan hubungan asupan protein hewani pada anak usia 1-5 tahun yang mengalami stunting di lingkungan kerja Puskesmas Nagi Kota Larantuka. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional. Data berasal dari data primer kemudian dilakukan penyebaran kuesioner yang terdiri atas 3 bagian utama yang mencakup karakteristik sampel penelitian, asupan nutrisi sampel penelitian serta kebiasaan makan dari sampel penelitian. Cara menghitung asupan protein pada penelitian ini dengan menggunakan nutritional survey. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-square. Kemudian dilakukan juga analisis komparatif kategorik Chi-square dengan variabel independen pola asupan protein hewani dan variabel dependent berupa stunting. Hasil: Sebanyak 124 anak yang memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan dalam penelitian ini. hasil studi ini menunjukkan bahwa dari semua responden yang mengalami stunting, sebanyak 78,3% memiliki pola asupan protein hewani <2x/minggu. Hal ini signifikan secara statistik dengan nilai p<0,01 dan interval kepercayaan 5,16-28,89, kemudian dari semua responden yang mengalami stunting, sebanyak 34,8% memiliki pola asupan protein nabati <2x/minggu. Dimana hal ini tidak signifikan secara statistik dengan nilai p>0,01 dan interval kepercayaan 0,651-1,809. Hasil uji analisis multivariat dengan regresi logistik, hanya variabel konsumsi protein hewani yang menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap stunting dengan (OR 76,6 95% CI 20,4-291,7). Simpulan: Asupan protein hewani lebih berpengaruh terhadap terjadinya stunting dibandingkan asupan protein nabati.