ArticlePDF Available

Implikasi Kebijakan Sanksi Administratif Pelaku Parkir Liar Oleh Dinas Perhubungan Kota Padang Dalam Meningkatkan Ketertiban Dan Keamanan Lalu Lintas

Authors:

Abstract

Parkir liar merupakan pelanggaran peraturan lalu lintas atas adanya rambu dilarang parkir, dilarang berhenti dan dilarang menepi di bahu jalan. Dengan adanya penerapan kebijakan sanksi administratif pelaku parkir liar oleh Dinas Perhubungan Kota Padang ini memberikan efek jera terhadap pelaku parkir liar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implikasi Kebijakan Sanksi Administratif Pelaku Parkir Liar Oleh Dinas Perhubungan Kota Padang. Studi ini berjenis kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif dan sudut pustaka serta studi interview, dokumentasi dan pengamatan non patisipan. Hasil studi adalah dapat diketahui bahwa kebijakan sanksi administratif terhadap parkir liar di Kota Padang belum baik. Berdasarkan data di lapangan, masih banyaknya pelaku parkir liar yang memakirkan kendaraan di tempat-tempat yang sudah terdapat rambu dilarang parkir, hal ini disebabkan karena tidak adanya lahan parkir resmi yang memadai, serta masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam ketertiban berlalu lintas. Namun, terdapat dampak positif dengan adanya kebijakan ini untuk masa mendatang, yaitu agar pemerintah berupaya membuat sistem parkir elektronik kedepannya. Dari hasil tersebut dapat dikatakan implikasi kebijakan sanksi administratif pelaku parkir liar oleh Dinas Perhubungan Kota Padang belum cukup berpengaruh untuk mengoptimalkan kepatuhan pengguna lalu lintas di Kota Padang.
e-ISSN 2798-8260
Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol: 4, No 1, 2024, Page: 1-9
https://penerbitadm.pubmedia.id/index.php/iso
Implikasi Kebijakan Sanksi Administratif Pelaku Parkir
Liar Oleh Dinas Perhubungan Kota Padang Dalam
Meningkatkan Ketertiban Dan Keamanan Lalu Lintas
Muhammad Farid Surya*, Aldri Frinaldi
Universitas Negeri Padang
Abstrak : Parkir liar merupakan pelanggaran peraturan lalu lintas atas adanya rambu dilarang parkir, dilarang berhenti
dan dilarang menepi di bahu jalan. Dengan adanya penerapan kebijakan sanksi administratif pelaku parkir liar oleh
Dinas Perhubungan Kota Padang ini memberikan efek jera terhadap pelaku parkir liar. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Implikasi Kebijakan Sanksi Administratif Pelaku Parkir Liar Oleh Dinas Perhubungan Kota Padang. Studi
ini berjenis kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif dan sudut pustaka serta studi interview, dokumentasi dan
pengamatan non patisipan. Hasil studi adalah dapat diketahui bahwa kebijakan sanksi administratif terhadap parkir
liar di Kota Padang belum baik. Berdasarkan data di lapangan, masih banyaknya pelaku parkir liar yang memakirkan
kendaraan di tempat-tempat yang sudah terdapat rambu dilarang parkir, hal ini disebabkan karena tidak adanya lahan
parkir resmi yang memadai, serta masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam ketertiban berlalu lintas. Namun,
terdapat dampak positif dengan adanya kebijakan ini untuk masa mendatang, yaitu agar pemerintah berupaya
membuat sistem parkir elektronik kedepannya. Dari hasil tersebut dapat dikatakan implikasi kebijakan sanksi
administratif pelaku parkir liar oleh Dinas Perhubungan Kota Padang belum cukup berpengaruh untuk
mengoptimalkan kepatuhan pengguna lalu lintas di Kota Padang
Kata Kunci : Implikasi Kebijakan, Sanksi Administratif, Parkir Liar
Abstract: Illegal parking is a violation of traffic regulations on the existence of signs of no
parking, no stopping and no pulling over on the shoulder of the road. With the
implementation of the policy of administrative sanctions for illegal parking offenders by
the Padang City Transportation Agency, this has a deterrent effect on illegal parking
offenders. This study aims to determine the Policy Implications of Administrative
Sanctions for Illegal Parking Offenders by the Padang City Transportation Agency. This
study is a qualitative type using a descriptive approach and literature angle as well as
interview studies, documentation and non-participant observation. The result of the study
is that it can be seen that the policy of administrative sanctions against illegal parking in
Padang City is not good. Based on data in the field, there are still many illegal parking
perpetrators who park vehicles in places where there are no parking signs, this is due to the
absence of adequate official parking lots, as well as the lack of public awareness in traffic
order. However, there is a positive impact with this policy for the future, namely that the
government seeks to create an electronic parking system in the future. From these results,
it can be said that the policy implications of administrative sanctions for illegal parking
offenders by the Padang City Transportation Agency have not been influential enough to
optimize traffic user compliance in Padang City.
Keywords: Policy Implications, Administrative Sanctions, Illegal Parking
DOI: https://doi.org/
10.53697/iso.v4i1.1809
*Correspondence: Muhammad Farid
Surya
Email: mfaridsurya2303@gmail.com
Received: 02-04-2024
Accepted: 15-05-2024
Published: d29-06-2024
Copyright: © 2024 by the authors.
Submitted for open access
publication under the terms and
conditions of the Creative Commons
Attribution (CC BY) license
(http://creativecommons.org/licenses/
by/4.0/).
Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol: 4, No 1, 2024 2 of 9
Pendahuluan
Parkir liar merupakan perilaku menghentikan, meletakkan maupun meninggalkan
kendaraan dari pemilik kendaraan di lokasi yang dilarang menurut kewenangan
pengelola atau pemerintah. Seno (2020). Ritongga (2010:21) menjelaskan bahwasanya
parkir liar adalah pelanggaran lalu lintas atas adanya rambu dilarang parkir, dilarang
berhenti dan dilarang menepi di bahu jalan baik dikarenakan faktor keselamatan atau
mengutamakan penggunaan jalan.
Permasalahan parkir liar ini masih menjadi permasalahan yang serius di wilayah
Kota Padang misalnya di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Khatib Sulaiman, Jalan
Bypass-Lubuk Begalung dan sekitaran area Basko Grand Mall Air Tawar. Dinas
Perhubungan Kota Padang juga telah berupaya bahkan telah mengeluarkan kebijakan
sanksi administratif bagi para pelaku parkir liar. Sanksi administratif sendiri dapat
didefinisikan sebagai sanksi untuk pelaku pelanggar aturan (Suhartono, 2010).
Untuk sanksi administratif yang diberikan oleh Dinas Perhubungan Kota Padang
mengacu kepada Peraturan WaliKota Padang Nomor 32 Tahun 2021 berupa penguncian
ban, pengembosan ban dan penderekan kendaraan bermotor serta memberikan sanksi
denda sebesar 350 ribu bagi kendaraan pribadi dan 500 ribu bagi kendaraan besar seperti
truk yang diderek oleh petugas Dinas Perhubungan Kota Padang. Walaupun sudah
terdapat ketentuan sanksi administratif bagi para pelaku parkir liar ini namun masih
ditemui berbagai kendala terkait masalah parkir ini. Permasalahan serta kendala yang
terjadi diantaranya menggunakan Jalan bukan untuk fungsinya yakni dijadikan tempat
parkir dan tidak adanya lokasi parkir of street untuk tempat-tempat sentra kegiatan
masyarakat maupun di jalanan protokol yang membuat masyarakat memarkirkan
kendaraannya di badan Jalan. Dalam menghadapi hal ini Dinas Perhubungan Kota
Padang menerima beragam keluhan dari masyarakat tentang perparkiran ini, banyaknya
parkir liar di ruas jalan oleh oknum parkir liar tentu saja menghambat aktivitas
masyarakat(Laidroo, 2024; Mustofa, 2024; Ostermann, 2024).
Upaya yang telah diterapkan agar kebijakan sanksi administratif pelaku parkir liar
ini berjalan dengan semestinya yaitu pihak Dinas Perhubungan Kota Padang sudah sering
mengadakan razia bahkan memberikan sanksi administratif secara langsung bagi
pengendara yang memarkirkan kendaraan nya di parkiran liar di beberapa lokasi di Kota
Padang, tapi sampai saat ini masih adanya pengunjung yang tidak jera dan tetap
memarkirkan kendaraan mereka di lahan parkir liar di beberapa lokasi yang tersebar di
Kota Padang. Berdasarkan wawancara peneliti dengan oknum parkir liar, beliau
mengatakan bahwasannya masih kurangnya lahan parkir serta biaya parkir yang mahal
membuat mereka lebih memilih untuk parkir di ruas jalan(Ingel, 2022; Nuraini, 2022;
Sievert, 2023).
Hal ini penting bagi Dinas Perhubungan Kota Padang untuk mengidentifikasi dan
memecahkan masalah-masalah ini melalui kebijakan yang lebih efektif, peningkatan
sosialisasi kepada masyarakat terkait sanksi administratif bagi para pelaku parkir liar,
penegakan akan konsekuensi hukum secara efektif serta mengoptimalkan pemahaman
Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol: 4, No 1, 2024 3 of 9
publik terhadap manfaat parkir yang tertib dan aman(Aini, 2021; Meyer, 2020; Mugellini,
2021).
Berdasarkan latar belakang, tujuan studi ini yaitu memahami implikasi kebijakan
sanksi administratif pelaku parkir liar dari Dinas Perhubungan Kota Padang. Dengan
demikian penelitian ini diharap bisa memberikan kontribusi bagi Kota Padang agar lebih
memperhatikan parkir liar serta untuk masyarakat lebih memiliki kesadaran akan rambu-
rambu lalu lintas di jalan.
Metode
Studi ini berjenis kualitatif deskriptif guna menganalisa implikasi kebijakan sanksi
administratif pelaku parkir liar oleh Dinas Perhubungan Kota Padang. Lokasi penelitian
yaitu di Dinas Perhubungan Kota Padang, yang melaksanakan kebijakan sanksi
administratif untuk para pelaku parkir liar, dengan menggunakan teknik purposive
sampling yaitu melibatkan Informan dari kepala Dinas Perhubungan Kota Padang, ketua
bidang keselamatan dan operasional Dinas Perhubungan Kota Padang, ketua seksi
operasional disebut Kota Padang, ketua penegakan hukum Dinas Perhubungan Kota
Padang, staf bidang keselamatan dan operasional disebut Kota Padang, pelaku dan Juru
Parkir Liar, serta menggunakan teknik accidental sampling yang secara kebetulan
bertemu dengan Masyarakat untuk menanyakan persepektif masyarakat terkait kebijakan
sanksi administratif pelaku parkir liar. Data primer didapat dari pengamatan, interview
dan dokumentasi sementara data sekunder didapat melalui studi pustaka dan internet.
Teknik pengumpulan data meliputi studi pustaka, wawancara, dokumentasi serta
observasi lalu menganalisa data melalui reduksi, display data dan yang diolah melalui
koding, dan penarikan kesimpulan serta verifikasi untuk memastikan keandalan dan
validasi temuan.
Hasil dan Pembahasan
Implikasi Kebijakan Sanksi Administratif Pelaku Parkir Liar Oleh Dinas Perhubungan
Kota Padang
Aldri, dkk (2011:11) Kebijakan merupakan perbuatan maupun cara mencapai tujuan
tertentu dalam hal memecahkan sebuah permasalahan. Berdasarkan hal ini kebijakan
sanksi administratif pelaku liar yaitu suatu bentuk upaya pemerintah Kota Padang dan
Dinas Perhubungan Kota Padang dalam mengupayakan kesadaran masyarakat akan
parkir liar.
Menurut Suhartono (2010), sanksi administratif dapat didefinisikan menjadi
hukuman untuk pelaku pelanggar sebuah aturan. Di dalam sanksi administratif menurut
Perda Kota Padang No 8 Tahun 2019 yaitu disebutkan:
“Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), Pasal 10 ayat
(3), Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (3) dan atau Pasal 26 (2) berupa:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol: 4, No 1, 2024 4 of 9
d. Penghentian tetap kegiatan;
e. Pencabutan sementara izin dan atau
f. Denda administratif.
Aturan mengenai hukuman administratif pada ayat 1 dan ayat 2 tersebut ditegaskan
lebih lanjut berdasarkan peraturan Walikota. Bentuk hukuman administratif pelaku parkir
liar dari Dinas Perhubungan kota Padang berupa teguran lisan dan himbauan kepada
pelanggar agar memindahkan kendaraannya, jika tidak kunjung datang maka diberi
teguran tertulis berupa surat penindakan. Untuk ketentuan denda dari Dinas
Perhubungan kota Padang seperti penggembosan, penderekan, peguncian dan biaya
terdapat di dalam Peraturan Wali Kota Padang Nomor 32 tahun 2021. Adanya pengenaan
sanksi administratif pelaku parkir liar ini bertujuan agar menambah kedisplinan para
kendaraan baik roda dua maupun roda empat serta kendaraan seperti truk, dalam
memarkirkan kendaraannya(Denver, 2018; Garcia, 2018; Mitani, 2019).
Pemberian denda sanksi administratif yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota
Padang kepada para pelaku parkir liar berpedoman kepada Peraturan Wali Kota Padang
Nomor 32 tahun 2021 tentang Tata Cara Penguncian Ban, Penderekan, dan atau
Pemindahan Kendaraan Bermotor, terdapat beberapa ketentuan terkait penanganan
parkir liar dan sanksi administratif yang diberlakukan. Untuk kendaraan bermotor roda
dua yang parkir di tempat terlarang, pihak Dinas Perhubungan Kota Padang akan
mengunci dan menggembosiban serta memindahkan kendaraan yang di parkir liar.
Sementara itu untuk kendaraan roda tiga ke atas, selain pengempisan dan penguncian ban
juga dilakukan penderekan ke tempat yang disediakan Dinas Perhubungan Kota Padang.
Proses ini dimulai dengan memberikan toleransi waktu selama 15 menit sejak
kendaraan ditemukan oleh Tim lapangan Dinas Perhubungan Kota Padang. Jika pemilik
atau pengendara kendaraan datang sebelum batas waktu tersebut, mereka akan
dikenakan sanksi tilang. Namun jika lewat dari 15 menit, kendaraan akan dipindahkan
atau diderek. Sanksi administratif yang diberlakukan meliputi biaya penderekan atau
pemindahan kendaraan, serta biaya penyimpanan, yang mana biaya denda administratif
nya yaitu sebesar 350 ribu untuk kendaraan kecil dan 500 ribu untuk kendaraan besar.
Jika kendaraan tidak diambil dalam waktu 24 jam, Dinas Perhubungan Kota Padang akan
mengirimkan surat kepada pemilik kendaraan. Biaya penyimpanan dihitung maksimal
selama 6 hari dikalikan biaya penderekan atau pemindahan. Pemilik kendaraan diberikan
waktu hingga 3 bulan untuk mengambil kendaraannya. Jika melewati batas waktu
tersebut, kendaraan akan diproses berdasarkan regulasi yang ada. Untuk membayar
denda administratif, pemilik atau penanggung jawab kendaraan dapat melakukannya
melalui Bendahara Penerimaan Dinas Perhubungan Kota Padang atau secara online ke
Kas Daerah. Setelah melakukan pembayaran, para pelanggar parkir liar akan menerima
Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol: 4, No 1, 2024 5 of 9
bukti pembayaran dalam bentuk struk, lembaran SKRD maupun cetakan pembayaran
secara online.
Semua biaya denda administratif yang dibayar oleh para pelaku parkir liar kepada
Dinas Perhubungan Kota Padang akan dimasukkan ke Pendapatan Asli Daerah (PAD).
PAD adalah penghasilan melalui pajak dan Retribusi daerah, pemisahan manajemen
kekayaan daerah maupun melalui sumber lainnya yang sah. PAD dapat memberi
keleluasaan kepada daerah sebagai bentuk otonomi untuk mengelola dana dan
representasi asas desentralisasi. (Badrudin, 2011). Berdasarkan UU No 28 tahun 2009
perihal pajak dan Retribusi Daerah PAD adalah penghasilan melalui pajak dan Retribusi
daerah, pemisahan manajemen kekayaan daerah maupun melalui sumber lainnya yang
sah.
Peraturan ini tidak hanya bertujuan untuk menertibkan parkir liar, tetapi juga untuk
mengoptimalkan pemahaman dan ketaatan publik dalam berlalu lintas. Sanksi yang tegas
dan prosedur yang jelas bertujuan memberi kejerahan untuk mereka yang melanggar
sehingga pada akhirnya menciptakan ketertiban serta kelancaran arus lalu lintas di Kota
Padang. Implementasi peraturan ini merupakan langkah konkret pemerintah kota dalam
mewujudkan tata kelola parkir yang lebih baik dan menciptakan lingkungan perkotaan
yang lebih teratur.
Berdasarkan teori Leo Agustino (2012:171-174) Mengenai implikasi kebijakan
terdapat berbagai aspek dimensi yaitu, 1) Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang
berhubungan dan melibatkan masyarakat, 2) Kebijakan dapat mempunyai dampak pada
situasi atau kelompok lain, 3) Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa mendatang,
4) Kebijakan mempunyai dampak yang tidak langsung. Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa adanya penyebab yang menyebabkan adanya parkir liar, karena kurangnya lahan
parkir resmi serta mahalnya tarif parkir di beberapa lahan parkir resmi membuat
masyarakat enggan parkir di lahan parkir resmi.
Dengan adanya kebijakan ini, banyak masyarakat mengeluhkan kurangnya lahan
parkir resmi di beberapa area strategis, yang memaksa mereka untuk parkir sembarangan.
Hal ini terutama terjadi di jalan-jalan utama seperti Khatib Sulaiman, Perintis
Kemerdekaan, dan Bypass-Lubuk Begalung. Kurangnya fasilitas parkir yang memadai,
khususnya kendaraan besar yang merupakan permasalahan tersendiri. Sedangkan untuk
Area Basko Grand Mall juga banyak mendapat keluhan dari masyarakat seperti
perbedaan biaya antara parkir liar dan parkir resmi yang masih menjadi pertimbangan
bagi sebagian masyarakat serta kurangnya pemahaman pengunjung terutama yang
berasal dari luar kota tentang aturan parkir yang berlaku.
Berdasarkan temuan data yang didapatkan bahwa kebijakan sanksi administratif
terhadap pelaku parkir liar di Kota Padang memiliki potensi dampak jangka panjang yang
Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol: 4, No 1, 2024 6 of 9
positif untuk mengoptimalkan tertib lalu lintas. Menurut Gibson (2019) untuk mencapai
tujuan satu kebijakan akan lebih efisien dan puas serta efektif jika pembuatnya telah
menerapkan kebijakan itu pada dirinya, hal yang sama juga di jelaskan oleh Frinaldi &
Tryanti (2019), untuk mewujudkan kebijakan yang sukses harus dilakukan bersama sama.
Maka dari itu untuk menunjang efektivitasnya di masa depan akan bergantung pada
konsistensi penerapan, penyesuaian terhadap tantangan baru, integrasi teknologi dalam
penegakan, pengembangan infrastruktur parkir yang memadai, serta penanganan yang
bijaksana terhadap kelompok-kelompok yang terdampak seperti juru parkir liar dan
pedagang yang ada di sekitaran area parkir liar. Keberhasilan jangka panjang kebijakan
ini tentu mengacu pada cara memandang dan menangani masalah parkir liar di Kota
Padang secara menyeluruh yang mempertimbangkan berbagai aspek dan kepentingan
semua pihak yang terlibat.
Selain berpengaruh pada sektor usaha, kebijakan ini juga berdampak pada
pendapatan juru parkir resmi. Dengan semakin ketatnya penertiban parkir liar, lebih
banyak orang yang menggunakan lahan parkir resmi, yang berpotensi meningkatkan
pendapatan juru parkir resmi. Ini menunjukkan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya
berfokus pada penertiban, tetapi juga secara tidak langsung mendukung formalisasi
sektor parkir dan potensi peningkatan pendapatan petugas parkir resmi. Adanya strategi
dalam penerapan kebijakan ini akan membantu Dinas Perhubungan Kota Padang dalam
memudahkan tugasnya, menurut Fernanda & Frinaldi (2023), strategi ialah suatu tindakan
untuk mengarahkan perilaku aktor untuk mencapai visi dan misi organisasi. Hal ini
dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Padang dalam menindak para pelaku parkir liar.
Adapun implikasi yang dijatuhkan terhadap pelaku parkir liar dari Dinas Perhubungan
kota Padang adalah agar para pengendara mobil atau motor menjadi lebih taat dalam
memarkirkan kendaraannya sesuai aturan yang berlaku.
Kesimpulan
Mengacu hasil studi di atas bisa disimpulkan bahwa kebijakan hukuman
administratif yang terdapat pada Perda Kota Padang No 8 tahun 2019 perihal perparkiran
dijelaskan denda hukuman administratif dalam bentuk pemberian teguran secara lisan
dan tertulis, diberhentikannya operasional secara sementara, diberhentikannya
operasional secara permanen, dicabutnya perizinan secara sementara dan atau denda
administratif. Namun untuk jenis hukuman administratif yang diterapkan Dinas
Perhubungan kota Padang yaitu menindak pelaku parkir liar yaitu teguran lisan berupa
himbauan kepada para pelanggar untuk memindahkan kendaraannya oleh Dinas
Perhubungan Kota Padang selama 15 menit, jika selama 15 menit pelanggar tidak datang
untuk memindahkan kendaraannya maka akan diberi teguran tertulis berupa surat
Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol: 4, No 1, 2024 7 of 9
penindakan, setelah itu akan diberikan denda yang mana berpedoman kepada Peraturan
Wali Kota Padang Nomor 32 tahun 2021 berupa penggembosan ban, penguncian ban dan
penderekan kendaraan bermotor serta biaya denda administratif oleh para pelanggar
parkir liar kepada pihak dinas perhubungan Kota Padang, selanjutnya biaya denda
tersebut akan dimasukan ke kas Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun sanksi administratif yang diterapkan Dinas Perhubungan Kota Padang telah
memberikan dampak signifikan namun belum sepenuhnya optimal untuk menangani
parkir liar di wilayah Kota Padang. Hal ini dilihat dari tingkat pelaku parkir liar yang
terus bertambah karena tidak adanya kesadaran diri masyarakat akan efek dari kebijakan
sanksi administratif parkir liar tersebut. Namun, penerapan kebijakan sanksi administratif
ini juga menghadapi berbagai tantangan. Kurangnya lahan parkir resmi di beberapa area
strategis menjadi keluhan utama masyarakat, yang terkadang memaksa mereka untuk
tetap melakukan parkir liar. Perbedaan biaya antara parkir liar dan parkir resmi juga
masih menjadi pertimbangan bagi sebagian masyarakat. Selain itu, kebijakan ini
berdampak negatif pada pendapatan juru parkir liar dan beberapa pedagang kecil yang
bergantung pada pola parkir informal. Dampak tidak langsung dari kebijakan ini juga
cukup luas, mencakup perubahan pola penggunaan transportasi dengan peningkatan
pengguna transportasi umum, peningkatan aksesibilitas kota terutama bagi penyandang
disabilitas, serta perubahan dinamika ekonomi lokal. Kebijakan ini juga berpotensi
mendorong formalisasi sektor parkir dan meningkatkan pendapatan juru parkir resmi.
Meskipun demikian, efektivitas jangka panjang kebijakan ini masih memerlukan
berbagai penyempurnaan. Diperlukan pengembangan infrastruktur parkir yang memadai,
integrasi teknologi dalam penegakan aturan, serta sosialisasi dan edukasi yang lebih baik
kepada masyarakat dan wisatawan dari luar Kota Padang. Penting juga untuk
mempertimbangkan dampak ekonomi terhadap kelompok yang terdampak negatif dan
mencari solusi yang berkeadilan. Dinas Perhubungan Kota Padang telah menunjukkan
upaya menjawab permasalahan ini dengan pendekatan yang lebih edukatif dan berusaha
mencegah konflik dalam penerapan kebijakan. Namun, masih diperlukan evaluasi dan
penyesuaian kebijakan secara berkelanjutan untuk memaksimalkan manfaatnya sambil
meminimalkan dampak negatif dari penerapan kebijakan sanksi administratif terutama
bagi para pelaku parkir liar, juru parkir liar dan pihak yang terdampak dari penerapan
kebijakan tersebut. Jadi, dapat dilihat bahwasanya kebijakan sanksi administratif terhadap
pelaku parkir liar di Kota Padang telah menunjukkan potensi yang baik dalam
meningkatkan ketertiban dan keamanan lalu lintas. Namun, keberhasilan jangka
panjangnya akan bergantung pada pendekatan yang menyeluruh dan berkesinambungan,
yang mempertimbangkan berbagai aspek dan kepentingan semua pihak yang terlibat.
Dengan penyempurnaan dan adaptasi yang tepat, kebijakan ini diharapkan dapat
Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol: 4, No 1, 2024 8 of 9
mencapai tujuannya dalam meningkatkan ketertiban dan keamanan lalu lintas, sekaligus
memperhatikan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat Kota Padang.
Referensi
Arma, N. A., Syahfitri, A., & Simon, J. (2023). Implementasi Kebijakan Dinas Perhubungan
Kota Medan Dalam Menanggulangi Parkir Liar Di Tepi Jalan Umum Kecamatan Medan
Marelan. Warta Dharmawangsa, 17(2),922942.
Dwipayana, I. K. D. H., Dewi, A. A. S. L., & Suryani, L. P. (2020). Implikasi Dari Sanksi
Administrasi Terhadap Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (Studi Kasus Pada Samsat
Renon Denpasar). Jurnal Analogi Hukum, 2(2), 170175.
Fernanda, M., & Frinaldi, A. (2023). Inovasi Budaya Organisasi Dalam Menciptakan Perilaku
Inovatif Pegawai Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Mandailing Natal. JISIP
(Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan), 7(2), 855-865.
Gibson, E., Futrell, R., Piantadosi, S. P., Dautriche, I., Mahowald, K., Bergen, L., & Levy, R.
(2019). How efficiency shapes human language. Trends in cognitive sciences, 23(5),
389-407.
Handani, M. S., & Frinaldi, A. (2020). Implementasi Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru
Dengan Sistem Zonasi Pada Smp Negeri Di Kota Padang. Jurnal Manajemen Dan Ilmu
Administrasi Publik (JMIAP), 7386.
Maramis, J., & Coloay, J. (2022). Implikasi Hukum bagi Masyarakat Penolak Vaksinasi Covid-19
sebagai Hak Pelayanan Kesehatan. Journal of JudicialReview,24(1),1.
Pamuji, K. (2011). Implikasi Kebijakan “Pendaerahan” Pengelolaan PBB Setelah Berlakunya UU
No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jurnal Dinamika
Hukum, 11(1).
Pundenswari, P., & Rizky, F. M. (2022). Implementasi Kebijakan Parkir Di Kawasan Tertib Lalu
Lintas Jalan Jendral Ahmad Yani (Pengkolan) Kabupaten Garut. Jurnal Publik, 16(02),
104110.
Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan
Perparkiran
Peraturan Walikota Padang Nomor 32 Tahun 2021
Tryanti, W., & Frinaldi, A. (2019). Efektivitas Implementasi E-Government Dalam Pelayanan
Kependudukan Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Padang. Ranah
Research: Journal of Multidisciplinary Research and Development, 1(3), 424-435.
Zainudin Hasan1, Andora Febi Utami2, Y. M. (2023). Implikasi Yuridis Terhadap Parkir
Sembarangan Yang Mengakibatkan Terganggunya Akses Jalan Umum. Hakim : Jurnal
Ilmu Hukum Dan Sosial, 1(3), 123131.
Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol: 4, No 1, 2024 9 of 9
Aini, M. H. (2021). Mandatory coronavirus disease-19 (covid-19) vaccination in indonesia:
Legal aspect. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, 24, 115.
Denver, M. (2018). CREDENTIALING DECISIONS AND CRIMINAL RECORDS: A
NARRATIVE APPROACH*. Criminology, 56(4), 715749. https://doi.org/10.1111/1745-
9125.12190
Garcia, L. C. (2018). The use of administrative sanctions to prevent environmental damage
in impact assessment follow-ups. Journal of Environmental Management, 219, 4655.
https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2018.04.112
Ingel, S. (2022). Strain \& Gain: From Deprivation to Innovation within Restricted
Housing Units. Deviant Behavior, 43(6), 709727.
https://doi.org/10.1080/01639625.2021.1913453
Laidroo, L. (2024). Mandatory annual report filings of private companies why late or
missing? Baltic Journal of Management, 19(1), 123144. https://doi.org/10.1108/BJM-11-
2022-0431
Meyer, S. (2020). General and specific perceptions of procedural justice: Factors associated
with perceptions of police and court responses to domestic and family violence.
Australian and New Zealand Journal of Criminology, 53(3), 333351.
https://doi.org/10.1177/0004865820935941
Mitani, H. (2019). Principal turnover under no child left behind accountability pressure.
Teachers College Record, 121(2).
Mugellini, G. (2021). Public sector reforms and their impact on the level of corruption: A
systematic review. Campbell Systematic Reviews, 17(2). https://doi.org/10.1002/cl2.1173
Mustofa, R. (2024). Land tenure conflicts in forest areas: obstacles to rejuvenation of small-
scale oil palm plantations in Indonesia. International Journal of Law and Management.
https://doi.org/10.1108/IJLMA-09-2023-0216
Nuraini, F. (2022). The Challenge of Local Revenue Enhancement through Boarding House
Taxation Policy in Yogyakarta City. Jurnal Hukum Novelty, 13(1), 122144.
https://doi.org/10.26555/novelty.v13i1.a19741
Ostermann, M. (2024). Reframing the debate on legal financial obligations and crime: How
accruing monetary sanctions impacts recidivism. Criminology, 62(2), 331363.
https://doi.org/10.1111/1745-9125.12375
Sievert, M. (2023). Unpacking the effects of burdensome state actions on citizens policy
perceptions. Public Administration. https://doi.org/10.1111/padm.12957
Article
Full-text available
The phenomenon of illegal parking in public areas, particularly around shopping centers like Indomaret on Jl. Srijaya Negara, Palembang, has become an urgent issue, disrupting traffic order and affecting consumer purchasing interest. This study explores the impact of illegal parking on consumer purchasing interest at Indomaret Jl. Srijaya Negara, Palembang. The method used in this research is qualitative with a case study design. The study population consists of consumers shopping at Indomaret, with informant selection using a purposive sampling technique. The instrument used is semi-structured interviews, and data analysis is conducted using the Miles & Huberman model. Interview results indicate that illegal parking creates discomfort and concerns about vehicle security, negatively impacting consumer purchasing decisions. In conclusion, illegal parking significantly impacts consumer purchasing interest, and Indomaret management needs to improve parking facilities and security to attract more customers.
Article
Full-text available
Administrative burdens appear to influence citizens' perceptions of welfare policies and attitudes toward beneficiaries. However, empirical evidence that has disentangled different state actions' effects on policy perceptions is scarce. We applied a 2 × 2 × 2 factorial survey experiment and manipulated the conceptually distinct state actions implemented in German unemployment benefits. We investigated whether and how exposure to learning demands, compliance demands, and sanctions affected citizens' prejudices against beneficiaries, policy support, and perceived legitimacy. The results from a sample of 1602 German citizens indicate that those confronted with program sanctions exhibit less policy support and expect higher policy spending. Similarly, sanctions decreased the Federal Employment Agency's perceived legitimacy. These results have implications for administrative burden and policy feedback research. Distinguishing different state actions provides nuances to assess policy feedback effects. Practitioners should consider whether program sanctions are necessary because they evoke unintended policy feedback effects.
Article
Full-text available
Introduction to The Problem: In early 2019, the total data on Building Permits for Boarding Houses in Yogyakarta City reached more than 700 houses, and the local tax revenue for the category Boarding House did not reach 40 homes yearly. The urgency of enforcement of the boarding house tax regulation is relevant to increasing tax compliance rates and local revenue from boarding houses.Objective Study: This study examines the enforcement of the Regional Regulation of Number 1 of 2011 on Local Tax and the obstacles to its implementation using the law system components, the law enforcement factors and the law enforcement elements.Methodology: The data used are primary data and secondary data through a regulatory approach. Data collection uses a structured interview process by interviewing five interviewees who handled the enforcement of boarding house tax rules.Findings: The service quality of tax authority factor, law enforcement officers’ factor, and tax sanctions factor have adjusted the public needs (as a legal benefit) and legal certainty while does not provide justice to the community. Implications of the study for tax policy of the Boarding House category are the imposition of criminal sanctions and administrative sanctions against non-compliance boarding house taxpayers, the coordination between tax authorities and law enforcers to enforce boarding house tax rules, and the development of boarding house tax regulations relating to the tax sanctions theory.Paper Type: Research Article
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua permasalahan utama. Pertama, mempertanyakan apakah sanksi administratif bagi masyarakat yang tidak melakukan vaksinasi covid-19 telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan perlindungan hak asasi manusia; kedua, mempertanyakan bagaimana implikasi hukum dari adanya sanksi administratif bagi masyarakat yang tidak melakukan vaksinasi covid-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif berbasis fakta, isu, regulasi, analisis, dan konklusi. Hasil pembahasan dari penelitian ini menunjukkan bahwa hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia, yang juga dapat dilakukan pembatasan dan negara mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang baik dan sehat, sehingga tindakan untuk mewajibkan vaksinasi melalui pemberian sanksi administratif telah sesuai dengan prinsip hukum dan perlindungan hak asasi manusia; dan implikasi dari adanya sanksi administratif bagi masyarakat yang tidak melakukan vaksinasi covid-19 dapat menimbulkan daya paksa kepada masyarakat untuk melakukan vaksinasi sehingga dapat menjadi salah satu formulasi hukum yang efektif dalam menangani pandemi covid-19.
Article
Full-text available
Executive summary/Abstract Background In spite of the large number of anti‐corruption reforms implemented in different countries, there has been little research that empirically and systematically assesses the impact of these efforts. Objectives The main objective of this review is to identify what works in curbing corruption in the public sector, by meta‐analyzing the findings of published and unpublished evaluations of different types of anti‐corruption interventions in different countries. The focus of this review is administrative corruption, namely corrupt acts involving civil servants in their dealings with their superiors, during the implementation of public policies, or while interacting with the public for service delivery. Political corruption (in the adoption of laws, regulations, and policies), and private‐to‐private corruption (involving only private actors) are excluded from this review. Search methods The literature search was conducted by querying three widely recognized electronic databases: RePEc, SSRN, and Web of Science. These databases are considered the most comprehensive in the socio‐economic field of research. The main grey literature repositories were also queried. Both published and unpublished studies were searched on the basis of specific combinations of keywords. The terms used to define queries were based on the “types of corruption”, “types of interventions/policies/reforms” and “study design” search strings. Specific conventions were used to “explode” or “truncate” keywords as appropriate. Screening of the references (i.e., snowballing) of the identified studies was also performed, and a reverse snowballing approach on Google Scholar was used. In order to ensure replicability, all searches were stored into Covidence, an online software developed by the Cochrane community for screening studies and extracting data for systematic reviews. Selection criteria Any study that included experimental evaluations (randomized controlled trials) of interventions developed for use in the public sector (e.g., public administration, education, health, etc.) to curb administrative corruption has been included in this review without any geographical or temporal limitations. Only studies written in or translated into English have been considered. Data collection and analysis Two review authors read the titles and abstracts of identified studies in order to determine their eligibility against the inclusion/exclusion criteria. When a title or abstract could not be included or rejected with certainty, the full text of the article was reviewed. In case of disagreement about whether or not a study should be included, the lead author (Giulia Mugellini), together with Martin Killias acted as arbitrator. The relevant information from identified studies was extracted independently by two review authors, following the guidelines of the Campbell Collaboration. The studies were assessed using the Cochrane Risk of Bias checklist as a basis. The effect size selected for the analysis was the Fisher's z‐score transformation of the partial correlation coefficient. For the meta‐analysis, random effect(s) models were estimated. Meta‐regression analysis models were then used to investigate the determinants behind the observed between‐ and within‐study heterogeneity. Ten different covariates were included in the meta‐regression models in order to control for the type of intervention, the type of corruption, the level of national income, the quality of the study and the type of participants involved in laboratory experiments. Results The initial literature search led to the identification of 70 studies. Approximately one‐third of the studies were excluded at the title/abstract stage because they either did not evaluate any anti‐corruption intervention but simply assessed the relationship between corruption and other phenomena, or because the study design was not based on randomized controlled trials. Another 14 studies were excluded only after a full‐text assessment. At this stage, the main reasons for exclusion were related to an unsuitable type of corruption (e.g., when the focus of the paper was political corruption, or private‐to‐private corruption instead of administrative corruption), the lack of regression output, or an unsuitable study design. At the end of the selection process, 29 studies resulted as eligible for inclusion. All the selected studies were written in English. The publication years ranged from 2007 to 2018. The majority of the selected studies (20) investigates the effect of anti‐corruption interventions in high‐ and upper‐middle income countries (Austria, Brazil, Canada, China, Germany, Italy, Mexico, the Netherlands, Thailand, the United Kingdom, and the United States). Nine studies focused on low‐ and low‐middle income countries (Burkina Faso, Burundi, Ethiopia, India, Indonesia, Pakistan, Tanzania, and Uganda). All of them were randomized experiments. Twenty‐five of these experiments were conducted in a laboratory, while four of them were field experiments. As to the type of outcome, the majority (18) of the selected studies addressed bribery (either active or passive), while 11 studies considered misappropriation of public resources (embezzlement). In terms of anti‐corruption interventions, 19 studies tested the effect of deterrence interventions, while 10 studies focused on policies based on organizational and cultural change. Overall, the meta‐analysis’ findings indicate that the identified interventions decrease the level of corruption. Results are statistically significant (p < 0.01) and robust to different heterogeneity estimators—that is, (restricted) maximum likelihood and method of moment estimators. The observed high level of heterogeneity— I 2 is equal to 92.36%, of which 43.78% is due to between‐study heterogeneity and 48.57% to within‐study heterogeneity—albeit in line with other meta‐analyses in economics, suggests the need for meta‐regression analyses. To investigate the determinants behind the between‐ and within‐study heterogeneity of the observed effect, both a random effect model and a multilevel model were adopted. The results of the multilevel model show that: 1) Control and deterrence interventions are more effective than organizational and cultural reforms in reducing corruption in the public sector. 2) Combining different interventions reduces corruption more than single interventions. 3) Interventions are more effective in preventing misappropriation of public resources (embezzlement) than passive or active bribery. Finally, the Funnel Asymmetry Test (FAT), conducted with both additive and multiplicative dispersion terms, shows no evidence of a strong publication bias in the literature. Authors’ conclusions The results of this systematic review, based on a combination of laboratory and field experiments, demonstrate that increasing the expected monetary costs (e.g., sanctions) of corruption or the probability of detection (e.g., audit risk) is more effective than organizational, cultural and educational interventions in curbing administrative corruption, at least in the short term. However, this result might be due to the fact that the majority of selected studies are based on lab‐experiments, where the assessment of the intervention is almost concurrent to its development. Short‐term evaluations might fail to identify the effect of organizational and cultural interventions. Indeed, these interventions are based on structural changes in the organization of the system and the ethical and cultural education of public officials and might, thus, entail long periods to display their results on the level of corruption. Nevertheless, a combination of different interventions proves to be more effective than single interventions. For example, policies guaranteeing impunity to officials or citizens who report corrupt practices (principal witness/leniency treatment) are more effective if associated with a high probability of audit than leniency alone. A low probability of detection can be compensated by the threat of high fines in reducing both the amount and the likelihood of bribe demands. To the contrary, a high probability of detection had no effect in the absence of severe sanction threats. The importance of the organizational and cultural environment in which the intervention is implemented clearly emerged in the literature. When possible, the characteristics of the settings where the interventions were developed were included in the meta‐regression analysis (such as the level of income of the countries). When it was not possible to measure contextual factors and their interaction with the main intervention, a qualitative analysis was performed to reveal the complexities of these interactions. This additional analysis shows that the impact of the interventions was found to be affected by the likelihood of the continued interactions between bribe takers and givers, the amount and probability of fines, and the size of the bribe, among others. For example, reporting mechanisms and leniency policies increase their potential in combination with interventions that limit agent's exposure to one another – such as staff rotation. The success of audit risk on corruption is strongly dependent on the seriousness of the potential sanction and the probability that a sanction is applied. Some differences also emerge between high‐ and low‐corruption countries regarding the effectiveness of anti‐corruption interventions. For example, measures tending to increase social blame of corrupt practices work in low‐corruption countries. Adding punishments in environments where actors’ behavior is tightly monitored increases compliance, but more so in environments where corruption is the exception rather than the rule. In terms of implications for research, the fact that control and deterrence turns out to be more effective than organizational and cultural interventions in curbing administrative corruption confirms the importance of economic theories (and cost‐benefit analysis). However, the meta‐analysis also demonstrates the effectiveness of combining different types of interventions. This is true not only when combining policies reinforcing control and deterrence (monitoring frequency, detection probability and amount of fines), but also when policies based on organizational and cultural change are added (e.g., staff rotation and leniency). In particular, the role of moral levers in preventing corruption emerges, and especially the importance of strengthening professional identity and values in order to avoid conflicts between an individual's private interests and his/her public role. These results highlight the importance of going beyond economic models for explaining corruption, and considering the moral and cultural mechanisms underlying this phenomenon. It also emerges the need to understand how different forms of corruption operate in practice at macro‐ (cross‐country), meso‐ (country/nation‐state) and micro‐ (individual) level. In particular, individual‐level factors, such as the strive for power, low self‐control, loss aversion and risk acceptance would need to be addressed. It would be interesting to distinguish, when more experimental studies will be available, between top‐down (from supervisors to officials) and bottom‐up (from citizens to officials) interventions. From a methodological point of view, it could be tested whether the results change according to the types of games used as a basis for the corruption experiments (e.g., behavioral game theory, trust game, etc.) and according to the setting in which the experiment was conducted (e.g., context‐free versus in‐context presentation of experimental tasks). Considering the effect of sensitization messages in reducing bribery demand, we would encourage researchers to develop other corruption experiments that explore the impact of interventions in fostering professional self‐identity, as well as the impact of organizational family culture on corruption. Furthermore, this review highlights the need for a comprehensive classification of anti‐corruption policies that distinguishes interventions by type of corruption, risk factors, type of policy tool and administrative sector.
Article
Legal financial obligations (LFOs) associated with justice system involvement are increasingly a focus for policymakers and researchers seeking to understand sources of inequality and the factors that promote successful reentry. These conversations often rely on an assumption that LFOs are associated with or may even drive higher rates of recidivism. The empirical research in this area, however, has not kept up with the growing strength of these claims. This study reports findings that may offer a new perspective and contribute to an evidence‐based debate. Multisourced administrative data on all individuals released from carceral supervision in an East Coast state (N = 21,301) over 3 years are used to examine the complex relationship between criminal justice debt and reoffending. We detail the results of survival analyses estimating the impact of these debts on various forms of recidivism. Broadly, we find that even though the relationship between case‐level LFO assessments and future offending did not reach statistical significance, the association with the cumulative effect of monetary sanctions over the life course did. Furthermore, the impact of LFO debt is greater for certain racial groups, supporting theoretical and practical inquiries into factors informing structural disadvantage. Implications for policy and future research are considered.
Article
Purpose This study aims to investigate the problems small-scale oil palm plantations in Indonesia’s forest areas face and the government policies addressing them. Design/methodology/approach Survey and data collection were used to determine the socioeconomic, environmental, legal and governance problems related to the development of smallholder plantations. Information was obtained from the respondents via a rapid rural appraisal approach. Findings The potential land for potential participants in the community oil palm rejuvenation programme is a forest area of 1,628,749.60 ha. Owing to its legal dimensions and unsustainable land management, the rejuvenation regulatory programme has not reached independent farmers. Research limitations/implications The use of plantation space beyond its designation hinders the government’s goal of accelerating the rejuvenation programme. The problems regarding the accumulation of forest area result in low achievement of the annual rejuvenation target in Riau Province (21%–25%). The authors present solutions to resolve land ownership conflicts and implement strategic policies to ensure the sustainable development of such plantations. Originality/value The authors introduce a conflict–resolution model for small-scale smallholder oil palm plantations to resolve the problems of forest area claims unaddressed in the Indonesian Job Creation Law. Land conflict resolution is categorised into five typologies: oil palm plantations with business permits; those without a forestry permit and subject to administrative sanctions; business activities in forest areas without forestry permits; resolving non-conformities in the progress of land or management controlled and used in forest areas prior to their designation by removing land parcels through modifying the forest area boundaries; and the settlement for farmers without cultivation registration certificates but have established plantations and whose land tenure can be proven.
Article
Purpose This study explores the causes of delayed mandatory annual report filings of private companies in Estonia. Design/methodology/approach The authors use an online survey targeting companies that had submitted annual reports for 2017 late (late-filers) or failed to submit these by July 2020 (non-filers). The responses of 492 late-filers and 122 non-filers are analysed with exploratory factor analysis, Mann–Whitney U-Test and logistic regression. Findings Annual report filing decisions of both, late-filers and non-filers, are strongly driven by administrative costs attached to the preparation and submission of reports with non-filers perceiving these to be significantly greater. The relevance of other disclosure-related costs and benefits remains similar for both late-filers and non-filers. While proprietary and privacy concerns remain rather unimportant, benefits of timely disclosure, in the form of access to financing and possibilities to continue ordinary business activities, remain important disclosure timing drivers. Practical implications Policy interventions should focus on preventive measures that hinder companies' ordinary business activities in case of non-compliance to reporting deadlines. Monetary sanctions can be used to strengthen the desired behaviour alongside broader clarification of the purpose of mandatory reporting and available exemptions. Originality/value The authors propose an empirically testable comprehensive one-period model of disclosure timing decisions of private companies differentiating late-filers and non-filers. The authors address the limitations of previous studies through a survey that allows the authors to draw direct inferences about the trade-offs between different decision drivers and the motivations behind managers' disclosure timing decisions.
Article
The deprived nature of restricted housing units (RHUs) leaves residents fraught with an innumerable amount of strain. Coupled with a problematic grievance system, the social structure of RHUs can prevent residents from attaining desired goals of basic needs through conventional/formal RHU routines and processes. Framing our data using Merton’s strain theory, we find some residents turn to deviant innovative behaviors as a means of achieving basic goals when they have no legitimate way of attaining them otherwise. Analyzing data from interviews with 44 male residents, our study examines the characteristics of RHU residents’ innovation. Our findings show these innovative behaviors are characterized by the number of actors, the communication style of the behavior, and the degree of violence. These findings begin to unpack how extremely punitive and tightly controlled sanctions may work in counterproductive ways. We also discuss the theoretical and policy implications of this contradictory behavior and what it means for prison administrators.
Article
Dalam mewujudkan misi pembangunan nasional, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia yakni dengan memaksimalkan sumber dana berupa pajak. Keperluan negara terhadap pajak tidak dapat dilakukan oleh negara kepada warganya (wajib pajak), tetapi harus berdasarkan pada hukum (undang-undang) yang berlaku sehingga negara tidak dikategorikan sebagai negara kekuasaan. Salah satu jenis pajak yang memiliki potensi yang semakin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi dan standar kebutuhan sekunder menjadi primer adalah Pajak Kendaraan Bermotor. Permasalahan dari penelitian ini adalah 1) Bagaimanakah pengenaan sanksi administrasi terhadap penerimaan pajak kendaraan bermotor di Kantor SAMSAT Renon Denpasar? 2) Bagaimanakah implikasi dari sanksi administrasi terhadap pajak kendaraan bermotor di Kantor SAMSAT Renon Denpasar? Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris, dengan sumber data menggunakan pendekatan masalah sosiologis atau yuridis empiris dengan kata lain memecahkan masalah sekunder terlebih dahulu kemudian primer. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Pengenaan sanksi administrasi pajak kendaraan bermotor di kantor SAMSAT Renon Denpasar dapat dikatakan baik, hal ini dilihat dari tingkat kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor dalam pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor Wajib Pajak sadar atas kewajibannya membayar Pajak Kendaraan Bermotor dan tepat waktu dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor. Implikasi pengenaan sanksi administrasi pajak kendaraan bermotor berdasarkan hasil analisis regresi bahwa dengan adanya sanksi administrasi pajak kendaraan bermotor maka akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak kendaraan bermotor.
Article
Improving criminal justice responses to domestic and family violence is a key focus within many policy and practice reforms. The efficacy of police and court responses to domestic and family violence is central because of the role of police as first responders and courts in issuing protection orders, imposing sanctions and ensuring perpetrator cooperation and accountability. To promote compliance and satisfaction with criminal justice outcomes, a large body of research points to the role of procedural justice. This study draws on survey and administrative data from an Australian jurisdiction to examine perceptions of procedural justice in specific domestic and family violence-related encounters. Findings and implications for policy and practice are discussed.