Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
J. of Aquac. Environment Vol 6(2) 73-79, Juni 2024 DOI: 10.35965/jae.v6i2.3135
73
ANALISIS EKSTRAK ABALON TROPIS HALIOTIS ASININA TERHADAP GAMBARAN
REGENERASI LUKA SIRIP KAUDAL IKAN NILA OREOCHROMIS SP
Analysis of Tropical Abalone Extract On Regeneration Features Tilapia Caudal Fin Wound Oreochromis Sp
Nona Mu’minun1*, Sutia Budi2, Erni Indrawati2
1Fakultas Keperawatan, Megarezky University Makassar
2Program Studi Budidaya Perairan, Program Pascasarjana, Universitas Bosowa
Email: nonamu.minun@gmail.com
Diterima: 12 Januari 2024
Dipublikasikan: 30 Juni 2024
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas ekstrak visceral abalon tropis haliotis asinine dalam percepatan regenerasi luka sirip kaudal
ikan nila (Oreochromis) dan menganalisis efektivitas simplisia mucus abalon tropis haliotis asinine dalam percepatan regenerasi luka sirip kaudal
ikan nila (Oreochromis). Penelitian ini dilaksananakan di bulan Juli tahun 2023 bertempat di bertempat di Lembaga Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan (LP2T-SPK) Konawe Sulawesi Tenggara. Rancangan penelitian ini adalah eksperimen pre post
test only control group design dengan uji analisis data menggunakan uji nonparametrik yaitu Uji Kruskal Wallis. Hasil analisis penelitian
menunjukan bahwa ekstrak visceral abalon tropis Haliotis asinina terbukti paling efektif dalam mempercepat regenerasi histologi luka sirip kaudal
pada ikan nila (Nila oreochromis) dibandingkan dengan kelompok perlakuan mucus dan kelompok kontrol dengan tingkat kemaknaan (U = 0,000
p = 0,000).
Kata Kunci: Regenerasi, Sirip Ikan Nila, Visceral, Mucus
ABSTRACT
This study aimed to analyze the effectiveness of the visceral extract of tropical abalone Haliotis asinina in accelerating the regeneration of caudal
fin wound of tilapia (Oreochromis). This research was carried out in July 2023 at the Institute for the Assessment and Application of Fisheries
and Marine Resources Technology (LP2T-SPK) Konawe, Southeast Sulawesi. The design of this study was an experimental pre post test only
control group design with data analysis using a nonparametric test, namely the Kruskal Wallis Test. The resulth of the study showed that the
visceral extract of tropical abalone Haliotis asinina proved to be the most effective in accelerating the histological regeneration of caudal fin
wounds of tilapia (Nila oreochromis) compared to the mucus treatment group and the control group with a significance level (U = 0.000 p =
0.000).
Keywords: Regeneration, Tilapia Fins, Visceral, Mucus
This work is licensed under Creative Commons Attribution License 4.0 CC-BY International license
1. PENDAHULUAN
Ikan gabus (Channa striatas) merupakan salah satu jenis
ikan yang mempunyai kandungan albumin yang tinggi.
Albumin merupakan protein utama yang menyusun plasma
manusia yaitu sekitar 60% dari total protein plasma (Santoso,
2009; Kusumaningrum, 2014 ). Khasiat dan kegunaan ikan
gabus telah terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan kadar
albumin dan daya tahan tubuh, serta mempercepat proses
penyembuhan luka pasca operasi (Ulandari, et al., 2010). Kadar
albumin ikan Gabus dapat disebandingkan dengan bahan
makanan sumber albumin lainnya, misalnya telur. Saat ini
diketahui bahwa daging ikan gabus mengandung protein
sebesar 70% dan albumin sebesar 21% (Kordi 2010).
Ikan Gabus (Channa striatas) merupakan jenis ikan air tawar
yang banyak dijumpai di perairan umum. Habitat ikan gabus
adalah di muara sungai, danau, rawa, bahkan dapat hidup di
perairan yang kandungan oksigennya rendah (Yulisman, dkk.
2012).
Ikan Gabus merupakan ikan karnivora dengan makanan
utamanya daging, ukuran pakan ikan Gabus dewasa antara lain
serangga air, potongan hewan air, udang, dan detritus (Sinaga,
dkk. 2000). Ramli dan Rifa’i (2010) menyatakan bahwa secara
umum pada tipe perairan yang berbeda yaitu sungai kecil, rawa
monoton, dan rawa pasut, jenis makanan dalam analisis isi perut
ikan gabus didominasikan dari jenis ikan-ikan kecil dan katak.
Ketersediaan sumber makanan dan kondisi lingkungan yang
baik menyebabkan ikan akan tumbuh dengan baik dan
keragaman ukurannya akan berbeda Makmur et al. (2003)
mengatakan bahwa di perairan Sungai di Sumatera Selatan ikan
gabus jantan dan betina berukuran 154 dan
180 mm TL sudah mulai matang gonad, demikian pula ikan
gabus yang ditemukan di Sungai dan di lahan basah Bantaeng
berukuran 230,00 mm TL (Irmawati et al. 2019).
Ikan gabus telah banyak diteliti terkait segi distribusi
(Froese & Pauly 2018), kandungan gizi (Prastari et al. 2017;
Hidayati et al. 2018), kebiasaan makan (Ward- Campbell &
Beamish 2005; Li et al. 2016; Arsyad et al. 2018); pertumbuhan
dan produktivitas (Borah et al. 2018; Taufikir et al. 2018), dan
biologi reproduksi (Anwar et al. 2018; Irmawati et al. 2019;
Bahrin et al. 2020), tetapi informasi terkait habitat yang disukai
relatif terbatas.
Analisis Ekstrak Abalon Tropis Haliotis Asinina …. (Nona Mu’minun, Sutia Budi, Erni Indrawati)
74
Habitat yang menjadi tempat hidup ikan gabus menjadi
perhatian penting karena dengan mengenal preferensi habitat,
nelayan dapat menangkap ikan gabus secara optimum dengan
tetap menjaga keberlanjutan sumber daya tersebut. Informasi
kondisi habitat sangat di butuhkan dalam mengelola ikan gabus
guna menjaga kelestariannya. Beberapa peneliti melaporkan
bahwa ukuran ikan yang tertangkap dapat berbeda-beda dan
berubah yang disebabkan oleh tingkat kematangan gonad, jenis
kelamin, dan musim pemijahan (Asriyana & Halili 2021);
perbedaan habitat, kondisi lingkungan, dan ketersediaan
makanan (Asriyana et al. 2018).
Karena merupakan ikan yang mempunyai sifat sebagai
predator kondisi habitat yang mempunyai kerapatan tumbuhan
air tinggi merupakan daerah yang disukai ikan ini, spesies ikan
ini merupakan organisme dengan daya toleransi yang tinggi
terhadap lingkungan dapat hidup dalam kondisi yang ekstrem
(rawa dengan kondisi kering) dengan cara membenamkan
dirinya dalam lumpur (Muslim et al. 2018). Selain itu dengan
organ pernapasan tambahan, ikan gabus mampu menghirup
udara langsung dari atmosfer sehingga mampu bertahan pada
kondisi perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut yang
rendah (Chandra & Banerjee 2004) bahkan dapat bertahan
hidup tanpa air, seperti yang dilaporkan juga pada jenis Channa
argus (Duan et al. 2018).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas
ekstrak visceral abalon tropis haliotis asinine dalam percepatan
regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) dan
menganalisis efektivitas simplisia mucus abalon tropis haliotis
asinine dalam percepatan regenerasi luka sirip kaudal ikan nila
(Oreochromis).
2. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
eksperimen pre post test only control group design yang
bertujuan untuk mengetahui kemungkinan sebab akibat dengan
cara mengujikan kepada suatu atau lebih kondisi perlakuan dan
membandingkan hasilnya dengan sesuatu atau lebih terkontrol.
Varibel Independent dalam penelitian ini adalah: Pemberian
ekstrak daging, visceral, dan simplisia abalon tropis Haliotis
Asinina. Adapun Variabel Dependen dalam penelitian ini
adalah proses percepatan regenerasi histologi sirip kaudal ikan
Nila Oreocrhomis.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2023, bertempat
dilembaga pengkajian dan penerapan teknologi sumber daya
perikanan dan kelautan (LP2T-SPK) Konawe Sulawesi
Tenggara.
Populasi dan Sampel
Hewan uji yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
Ikan Nila (Oreo Crhomis) dari hasil budidaya pada Balai Benih
Ikan Air Tawar Abeli Sawah Kendari Sulawesi Tenggara.
Adapun intervensi penelitian yaitu Abalon Tropis Haliotis
asinine diambil pada perairan Tapulaga Konawe Sulawesi
Tenggara.
Selama penelitian berlangsung akan dilakukan pengamatan
dan pengukuran percepatan proses regenerasi histologi pada
luka sirip kaudal ikan Nila.
Instrumen Penelitian
Instrument atau peralatan yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain peralatan gelas ukur, akuarium kecil, timbangan
analitik, bistury / Surgical blade, sketmat sigmat digital, cawan,
pipet dan plastik klip
Jenis dan Sumber Data
Sumber data primer yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah pemberian Ekstrak visceral dan simplisia mucus
abalon Haliotis asinine pada ikan Nila Oreocrhomis yang pada
sirip kaudalnya diamputasi kemudian dilakukan pengamatan
percepatan regenerasi histologi sirip kaudalnya. Pengamatan ini
dilakukan pada hari pertama dan hari ke-14 di Laboratorium
dengan bantuan Mikroskop.
Sumber data sekunder yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah Buku, Tesis, Jurnal dan Makalah sebagai
sumber referensi yang berhubungan dengan penelitian ini.
Tehnik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dengan melakukan
penelitian langsung pemberian ekstrak visceral, dan simplisia
mucus abalon Haliotis asinine terhadap regenerasi histologi
luka sirip kaudal ikan Nila Oreocrhomis dilaboratorium dan
mencatat secara sistematis semua data yang diperoleh.
Tehnik Analisis Data
Data pertumbuhan sirip di analisis secara kuantitatif dengan
menggunakan perhitungan regenerasi sirip kaudal dengan
menggunakan mikroskop optilab dan aplikasi Image JTM.
Adapun cara perhitungan regenerasi pertumbuhan sirip kaudal
ikan nila dilakukan berdasarkan petunjuk Utami (2018), sebagai
berikut:
Organ kaudal yang hilang = Organ kaudal sebelum
amputasi–Organ kaudal sesudah amputasi
• Regenerasi Organ kaudal = Daerah hari ke14 pasca
amputasi – Organ kaudal pasca amputasi
• Persentasi regenerasi = (Regenerasi Organ kaudal)/
(Organ kaudal yang hilang) x 100
Hasil perhitungan nilai persentasi regenerasi sirip kaudal
selanjutnya dilakukan uji statistics test.
Rancangan Penelitian
Rancangan atau metode penelitian ini adalah eksperimen pre
post test only control group design yang bertujuan untuk
mengetahui kemungkinan sebab akibat dengan cara mengujikan
kepada suatu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan
hasilnya dengan sesuatu atau lebih terkontrol.
Uji analisis data yang digunakan adalah Uji Kruskal Wallis
adalah uji nonparametrik berbasis peringkat yang tujuannya
untuk menentukan adakah perbedaan signifikan secara statistik
antara dua atau lebih kelompok variabel independen pada
variabel dependen yang berskala data numerik (rasio).
Kruskall wallis ini juga sebagai uji alternatif jika tidak
memenuhi asumsi normalitas. Hasil akhir dari uji Kruskall
Wallis adalah nilai P value, yaitu < batas kristis 0,05.
Prosedur Penelitian
Tahapan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Persiapan hewan coba dengan mengadaptasikan hewan coba
selama 7 hari disamping itu juga dilakukan pembuatan ekstrak
dan visera dari abalon tropis Haliotis Asinina dengan membuat
ektrak yang berbentuk kental cair dan untuk mucusnya diambil
langsung dari abalon utuh.
J. of Aquac. Environment Vol 6(2) 73-79, Juni 2024 DOI: 10.35965/jae.v6i2.3135
75
Pembuatan ekstrak visceral sebanyak 500 gr, kemudian
dicuci, dikeringkan dan dihaluskan. Langkah selanjutnya
visceral direndam dalam larutan n-hexane selama 5 hari.
Ekstraksi dilakukan dengan merendam serbuk daging dan
visera dengan etanol 95% selama 3x24 jam. Ekstraksi dilakukan
dengan menggunakan etanol 95% karena dapat menyari lebih
banyak gel. Etanol merupakan larutan penyari yang lazim
digunakan dalam produksi ekstrak obat tradisional karena
merupakan penyari yang efektif serta harganya yang relatif
murah dan mudah dalam penanganannya. Selanjutnya
ekstraksi yang sudah direndam disaring menggunakan kertas
saring. Hasil penyaringan diuapkan menggunakan rotary
vacuum evaporator pada suhu 400C. Hasil ekstraksi akan
berbentuk kental agak cair dan berwarna coklat kehijauan.
Pembuatan simplisia mucus itu sendiri hanya mengambil mucus
dari abalon yang sudah dibersihkan lalu diambil mucusnya,
selanjutnya di simpan pada wadah yang sudah di sterilkan
sebanyak 3-5ml.
Tahap selanjutnya dilakukan amputasi pada sirip ekor ikan
Nila Orecrhomis dengan potongan melintang. Selanjutnya
dilakukan pengukuran pada hari pertama sebelum dan sesudah
amputasi untuk menghitung rumus pertumbuhan atau
regenerasi sirip kaudal ikan nila.
Treatment ekstrak visera abalon dilakukan dengan cara
pengolesan 1 kali sehari pada kelompok perlakuan ekstrak
visceral (V1 sampai V10) dan kelompok perlakuan simplisia
mucus (M1 sampai M10) pada ekor yang sudah diamputasi
kegiatan ini dilakukan sampai pada hari ke-14.
Selama proses penelitian sampel diberi pakan 1 kali sehari
dengan perbandingan 3% dari BB, dan penggantian air
dilakukan setiap hari setelah pemberian pakan. Pengukuran
kualitas air: suhu air dilakukan setiap hari dengan kisaran 26
sampai 28 ℃. pH air 7., dan konsentrasi oksigen 6,2 ppm
Selanjutnya pada hari ke-14 dilakukan pengukuran guna
melihat kemajuan pertumbuhan regenerasi sirip ikan nila dan
selanjut hasil pengukuran hari ke-14 di analisis menggunakan
SPSS.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil pengukuran persentasi regenerasi sirip kaudal setelah
14 hari pasca amputasi ekor ikan nila disajikan pada Table 1.
Tabel 1. Persentase Regenerasi Sirip Kaudal Ikan Nila
Keterangan:
A = Pemberian Ekstrak Visceral Abalon
B = Pemberian Ekstrak Mucus Abalon
K = Tanpa Pemberian Ekstrak (Kontrol
Berdasarkan pada Tabel 1 diatas didapatkan nilai rata-rata
persentase regenerasi ekor ikan nila pada hari ke-14 hari pasca
amputasi pada kelompok perlakuan Visceral, adalah sebesar
82,91 % kelompok perlakuan Mucus adalah sebesar 66,51 %,
dan kelompok kontrol sebesar 39,16 %.
Adapun hasil pengukuran pada data lampiran yang
digunakan dalam pengambilan data untuk analisis adalah pada
pertumbuhan atau regenerasi sirip kaudal dalam satuan
milimeter. Pada lampiran data pengukurannya adalah sebagai
berikut : hasil pengukuran sebelum atau pre amputasi
didapatkan hasil yang terendah berada pada V7 dengan hasil
11,3mm dan hasil pengukuran yang tertinggi berada pada V3
yaitu 15,4mm. Hasil pengukuran sesudah atau post amputasi
didapatkan hasil yang terendah berada pada V7 dan yang hasil
yang tertinggi berada pada V3 yaitu 14,2mm. Hasil pengukuran
yang diambil pada hari ke-14 didapatkan hasil yang terendah
berada pada V8 yaitu 11,5mm dan yang tertinggi pada V3 yaitu
15,7mm. Untuk data ekor yang amputasi atau daerah yang
hilang dilakukan amputasi sepanjang 1,2mm untuk keseluruhan
sampel. Selanjutnya untuk data daerah regenerasi yang terendah
berada pada V4 yaitu 0,92mm, dan yang tertinggi berada pada
V3 dan V8 yaitu 1,1mm. Hasil pengukuran keseluruhan
pertumbuhan regenerasi dalam satuan persen yang terendah
berada pada V5 yaitu 79,17 % dan yang tertinggi berada pada
V3 dan V8 yaitu 91,67 %.
Hasil pengukuran kelompok Mucus yang terdiri dari
M1,sampai M10 adapun data pengukurannya adalah sebagai
berikut : hasil pengukuran sebelum atau pre amputasi
didapatkan hasil yang terendah berada pada M4 dengan hasil
11,50mm dan hasil pengukuran yang tertinggi berada pada M3
yaitu 15,40mm. Hasil pengukuran sesudah atau post amputasi
didapatkan hasil yang terendah berada pada M1 yaitu 11,00mm,
dan yang hasil yang tertinggi berada pada M3 yaitu 14,20mm.
Hasil pengukuran yang diambil pada hari ke-14 didapatkan
hasil yang terendah berada pada M5 yaitu 11,60mm dan yang
tertinggi pada M10 yaitu 15,91mm. Untuk data ekor yang
amputasi atau daerah yang hilang dilakukan amputasi sepanjang
1,2 mm untuk keseluruhan sampel. Selanjutnya untuk data
daerah regenerasi yang terendah berada pada M9 yaitu 0,68mm,
dan yang tertinggi berada pada M7 yaitu 0,89mm. Hasil
pengukuran keseluruhan pertumbuhan regenerasi dalam satuan
persen yang terendah berada pada M9 yaitu 56,67 % dan yang
tertinggi berada pada M7 yaitu 74,17%.
Hasil pengukuran kelompok kontrol yang terdiri dari
K1,sampai K10 adalah sebagai berikut : hasil pengukuran
sebelum atau pre amputasi didapatkan hasil yang terendah
berada pada K1 dengan hasil 12,3mm dan hasil pengukuran
yang tertinggi berada pada K3 yaitu 15,6mm. Hasil pengukuran
sesudah atau post amputasi didapatkan hasil yang terendah
berada pada K1 yaitu 11.1mm dan yang hasil yang tertinggi
berada pada k3 yaitu 14,4mm. Hasil pengukuran yang diambil
Kelompok Perlakuan
Persentase Regenerasi Sirip Kaudal 100%
Rata-Rata
%
Jumlah Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Visceral
83,33
81,67
91,67
76,67
79,17
80,83
81,67
91,67
81,67
80,83
82.91
Mucus
65,00
68,33
71,67
67,50
59,17
63,33
74,17
67,50
56,67
71,67
66.51
Kontrol
35,00
42,50
53,33
37,50
28,33
35,00
42,50
35,83
38,33
43,33
39,16
Analisis Ekstrak Abalon Tropis Haliotis Asinina …. (Nona Mu’minun, Sutia Budi, Erni Indrawati)
76
pada hari ke-14 didapatkan hasil yang terendah berada pada K1
yaitu 11,52mm dan yang tertinggi pada K3 yaitu 15,02mm.
Untuk data ekor yang amputasi atau daerah yang hilang
dilakukan amputasi sepanjang 1,2mm untuk keseluruhan
sampel. Selanjutnya untuk data daerah regenerasi yang terendah
berada pada K1 dan K6 yaitu 0,42mm, dan yang tertinggi
berada pada K10 yaitu 0,52mm. Hasil pengukuran keseluruhan
pertumbuhan regenerasi dalam satuan persen yang terendah
berada pada K1 yaitu 35,00% dan yang tertinggi berada pada
K9 yaitu 38,33%.
Data Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan hasil uji normalitas terhadap data variable skor
regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Table Test of Normality
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
daerah.
regenerasi
.146
30
.105
.921
30
.029
a. Lilliefors Significance Correction
Table test of normality memperlihatkan nilai p-value pada
kolom saphiro-wilk (n≤50) adalah = 0,029. Ini berarti bahwa uji
anova tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam
menentukan efektivitas ekstrak visceral dan simplisia mucus
abalon tropis haliotis asinine terhadap gambaran percepatan
regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis).
Berikut ini adalah hasil sebaran data atau Q_Q plot daerah
regenerasi sirip kaudal ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1
dibawah ini:
Gambar 1. Grafik Normal Q-Q Plot of Daerah Regenerasi
Sirip Ekor Ikan Nila (Oreo Chromis).
Grafik Normal Q-Q Plot of Persentase Daerah Regenerasi
diatas menunjukkan bahwa terdapat outliner pada sebaran data
tersebut, sehingga untuk melihat efektivitas ekstrak visceral dan
simplisia mucus abalon tropis haliotis asinine terhadap
gambaran percepatan regenerasi luka sirip kaudal ikan nila
(Oreo chromis) digunakan uji alternatifnya yaitu uji Kruskal-
wallis H.
Hasil analisis uji kruskal-wallis H menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna secara statistic skor
regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) antara
perlakuan yang berbeda. Nilai chi square= 25.864, dengan nilai
p-value = 0,000, dengan skor rata-rata peringkat regenerasi
untuk kelompok visceral 25,50, kelompok mucus 15,50 dan
kelompok control 5,50. Sehingga untuk melihat keefektivan
hasil perlakuan antara tiap kelompok, maka dilakukan analisis
lebih lanjut yaitu dengan menggunakan uji statistic mann
withney U, yang hasilnya akan dijelaskan masing-masing
sebagai berikut:
Kesimpulkan bahwa percepatan regenerasi histologi luka
sirip kaudal ikan nila (Oreo chromis) pada kelompok perlakuan
visceral lebih tinggi dan bermakna secara statistik dibandingkan
dengan kelompok perlakuan mucus dengan nilai (U = 0,000 p =
0,000). Disimpulkan bahwa percepatan regenerasi histologi
luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) pada kelompok mucus
lebih tinggi dan bermakna secara statistik dibandingkan dengan
kelompok kontrol (U = 0,000 p = 0,000).
Dari ketiga hasil analisis diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa: kelompok perlakuan ekstrak visera abalon tropis
haliotis asinine terbukti paling efektif dalam mempercepat
regenerasi histologi luka sirip kaudal pada ikan nila
(Oreochromis) dibandingkan dengan kelompok perlakuan
mucus dan kelompok kontrol.
Pembahasan Penelitian
Pengamatan Sirip Kaudal Ikan Nila (Oreochromis)
Hasil pengamatan sirip kaudal ikan nila sebelum amputasi,
selama masa adaptasi atau aklimatisasi, sampel terlihat sehat
dan aktif dan ditandai dengan mata ikan terlihat jernih, terdapat
mucus pada seluruh tubuh ikan, sisik ikan melekat kuat dan
mengkilap, aroma ikan berbau khas ikan, dan ikan nampak aktif
berenang serta tidak nampak kecacatan pada anggota tubuh ikan
maupun pada ruas tulang ekornya, hal ini bisa disebabkan
karena kondisi lingkungan yang baik dan pakan yang cukup
sehingga pertumbuhan regenerasi berlangsung baik.
Proses Regenerasi Sirip Kaudal Ikan Nila (Oreochromis)
Amputasi dilaksanakan setelah dilakukannya aklimatisasi
atau adaptasi lingkungan dan amputasi dilakukan dibagian
belakang percabangan dengan rata-rata daerah yang hilang
yaitu 1,2mm. Pada proses amputasi ekor ikan mengalami
perdarahan, namun perdarahan ini akan hilang setelah 24 jam
pasca amputasi. Luka yang terjadi pada proses amputasi akan
mengaktifkan tiga fase dalam proses regenerasi yaitu : proses
penyembuhan luka yang dimulai 0 sampai 18 jam pasca
amputasi, hal ini disebabkan oleh sel-sel epitael akan mulai
bermigrasi untuk menutupi luka dan mulai membentuk
epidermis, fase penyembuhan luka ini akan diikuti oleh
pembentukan blastema yang dimulai pada 18 sampai 48 jam
pasca amputasi, pembentukan struktur yang terdiri dari sel yang
berproliferatif dan kurang terdiferensiasi, akan membentuk
sejumlah sel yang akan membentuk jaringan yang hilang,
selanjutnya pada fase pertumbuhan proses regenerasi terjadi
pada 48 jam pasca amputasi sampai 10 hari pasca amputasi yang
akan mengaktifkan proses pemodelan dan diferensiasi untuk
memulihkan struktur dan fungsi jaringan baru (Chablais dan
Jazwinska, 2010; Kawakami, 2010; Hale et al., 2017)
Pada hari ke-1 sampai pada hari ke-3 pasca amputasi
ditemukan perubahan warna pada bagian daerah amputasi pada
hari ke-3 dan diikuti dengan pertambahan bentuk sirip. Setelah
hari ke-3 sirip mengalami pemanjangan dan perlahan warna
yang berbeda tersebut mulai menghilang pada daerah proksimal
dekat dengan tubuh.
Pengamatan yang dilakukan pada hari ke-14 setelah
amputasi ekor percabangan dan ruas-ruas terlihat jelas dan
hampir sempurna seperti awal. Namun, ada juga ruas yang
terlihat tidak rata mengikuti ruas semula. Penelitian terkait
J. of Aquac. Environment Vol 6(2) 73-79, Juni 2024 DOI: 10.35965/jae.v6i2.3135
77
regenerasi sirip ikan ini menyebutkan, garis keputihan yang
muncul bertujuan untuk menutupi bagian amputasi dapat terjadi
pada hari pertama sampai hari ke-5 jaringan putih ini akan
bertahan didaerah dekat dengan pertumbuhan, sedangkan
daerah lain akan melakukan perbaikan kembali dan
memperoleh pigmentasi (Pfefferli, et al.,2015). Ketika sirip
mulai tumbuh terjadi fase proliferasi yang akan memperpanjang
organ. Perpanjangan struktur sirip akan terjadi pada setelah hari
ke-3 sampai hari ke-8. Dilanjutkan dengan dimulainya
pembentukan ruas pada hari ke-9 sampai dengan hari ke 11
(Sari et al., 2016).
Penelitian lain menyebutkan bahwa pengamatan pada hari
ke-13 sampai 14 ruas-ruas sudah mencapai bagian dekat dengan
daerah ujung ekor (Sari, et al., 2016). Adanya bentuk ruas yang
tidak sama seperti semula disebabkan karena ruas daerah
regenerasi tumbuh dengan diameter yang lebih kecil
dibandingkan ruas daerah yang tidak terpotong. Regenerasi
alami pada sirip ikan zebra karena ditemukan adanya beberapa
ikatan gen dan protein yang memiliki mekanisme sebagai
komunikasi sel dan pertumbuhan jaringan (Quoseena et al.,
2020).
Dari uraian diatas maka penulis berasumsi bahwa
pertumbuhan atau regenerasi pada sirip kaudal ikan nila
(Orechromis) dapat bertumbuh dengan normal hal ini bisa
disebabkan karena kondisi lingkungan yang baik dan pakan
yang cukup sehingga pertumbuhan regenerasi berlangsung
baik. namun pada penelitian ini terdapat adanya percepatan
pertumbuhan pada kelompok mucus hal ini bisa disebabkan
oleh adanya kandungan metabolit sekunder yang tinggi yang
diduga dapat mempercepat pertumbuhan atau regenerasi sirip
kaudal ikan nila.
Analisis Ekstrak Visceral Dan Mucus Pada Regenerasi Ikan
Nila (Orechromis).
Berdasarkan data yang didapatkan bahwa hasil pengukuran
dari ketiga kelompok pengukuran yaitu kelompok perlakuan
Visceral, Kelompok perlakuan Mucus dan Kelompok Kontrol
tersebut dapat disimpulkan bahwa percepatan regenerasi luka
sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) pada kelompok perlakuan
visceral lebih tinggi dan bermakna secara statistik dengan
tingkat kemaknaan pv = ( U = 0,000 p = 0,000) dibandingkan
dengan kelompok perlakuan mucus, hal ini senada dengan
penelitian yang dilakuakn oleh Lee et al.,2010, yang
menyatakan bahwa abalone ekstrak visceral memiliki efek anti-
tumor dengan menekan pertumbuhan tumor dan metastasis
pada paru-paru melalui penurunan Cox-2 tingkat ekspresi serta
mempercepat fase proliferasi dan fungsi sitolitik sel CD8 + T.
dengan menggunakan model tikus yang diintervensi karsinoma
mammae.
Penelitian lain yang juga masih terkait intervensi visceral
abalon juga dilakukan oleh Tripani and Smith 2002 yang
menyatakan bahwa ektrak visceral abalone dapat berfungsi
sebagai anti tumor dengan cara menghambat metastasis melalui
stimulasi aktivitas limposit CD8+ dan cel T. penelitian ini
menggunakan mencit yang diintervensi dengan karsinoma
payudara.
Penelitian yang masih terkait visceral mengenai antioksidan
pada visceral juga dilakukan oleh Sari et al.,2020 yang
menyatakan bahwa senyawa bioaktif yang terdeteksi pada
ekstrak metanol daging maupun visera adalah flavonoid,
saponin, alkaloid, dan fenol. Nilai senyawa fenol total dari
ekstrak metanol visera sebesar 126,52µg/ml, nilai tersebut jauh
lebih besar jika dibandingkan dengan nilai fenol total pada
ekstrak metanol daging (77,26 µg/ml), hal ini berkorelasi
dengan aktivitas antioksidan yang lebih berpotensi pada visera
dibanding daging, dimana hasil pengujian aktivitas antioksidan
dengan metode DPPH 632,92 µg/ml. Semakin kecil nilai IC50
pada suatu ekstrak menunjukkan aktivitas antioksidan yang
makin tinggi.
Dari uraian diatas maka peneliti berasumsi bahwa
rumputlaut yang dikonsumsi oleh abalon dialam mengandung
metabolit sekunder yang tinggi, selain itu pula metabolit
sekunder yang terkandung didalam viseral abalon haliotis
asinina dapat merangsang neuromodulator dan reseptor spesifik
dalam proses regenerasi sirip kaudal ikan nila.
Nilai signifikan juga terdapat pada kelompok mucus
dibandingkan dengan kontrol hal ini telah dibuktikan pula oleh
penelitian intervensi mucus dengan percepatan penyembuhan
luka yang dilakukan oleh Ho Seok Rho et al, 2015 yang
menunjukan bahwa pada penelitian in vitro didapatkan hasil
bahwa mucus dari H. d. hannai efektif dalam proses
penyembuhan luka dimana mucus pada H. d. hannai dapat
menurunkan produksi NO pada proses inflamasi selama 24 jam
masa inkubasi, selain itu pula mucus pada H. d. hannai berperan
sebagai antiinflamasi, antioksidan dan antimikroba. Penelitian
lain yang juga masih mengenai mucus dengan jenis abalon yang
berbeda ditemukan oleh Tanjun zhao et.al 2020 yang
menyatakan bahwa ditemukan bahwa protein kasar merupakan
nutrisi utama yang terkandung dalam mucus V. ampullacea
perryi (false abalon), dan protein ini memiliki potensi anti-
kanker. Selain itu dari hasil identifikasi terdapat 332 metabolit
dalam lendir. Dari jumlah tersebut, 61,75% memiliki fungsi
farmakologis, 3,61% dapat digunakan sebagai bahan tambahan
kosmetik, dan 9,04% memiliki nilai gizi.
Dari uraian diatas terdapat adanya data yang signifikan
mengenai regenerasi sirip kaudal ikan nila yaitu pada kelompok
mucus dibandingkan dengan kelompok kelompok kontrol, hal
ini bisa disebabkan oleh adanya kandungan metabolit sekunder
yang tinggi yang disinyalir dapat mempercepat pertumbuhan
atau regenerasi sirip kaudal ikan nila.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa permberian
simplisia mucus lebih efektif pada regenerasi sirip kaudal ikan
nila (oreo crhomis), Pemberian ekstrak visceral efektif pada
regenerasi sirip kaudal ikan nila, Kelompok perlakuan simplisia
mucus abalon tropis haliotis asinine lebih efektif dalam
percepatan regenerasi histologi luka sirip kaudal ikan nila
(Oreochromis) dibandingkan dengan kelompok perlakuan
visceral dengan tingkat kemaknaan (U= 7,000., p= 0,001).
Perlu adanya penelitian lanjutan terkait konsentrasi
pemberian mucus abalon haliotis asinine, Perlu adanya
penelitian lanjutan terkait kandungan metabolit sekunder pada
ekstrak mucus, visceral dan daging abalon haliotis asinina
terhadap regenerasi sirip kaudal pada sampel lain.
Analisis Ekstrak Abalon Tropis Haliotis Asinina …. (Nona Mu’minun, Sutia Budi, Erni Indrawati)
78
5. DAFTAR PUSTAKA
Azevedo, A.S., Grotek, B., Jacinto, A., Weidinger, G., Saúde,
L., 2011. The Regenerative Capacity Of The Zebrafish
Caudal Fin Is Not Affected By Repeated Amputations. Plos
One 6, E22820.
Https://Doi.Org/10.1371/Journal.Pone.0022820
Afizia, W.M & Rosida (2012) Potensi Ekstrak Jambu Biji
Sebagai Hydrophyla Pada Ikan Gurami (Osphorenemus
Gouramy Pacopede). Jurnal Akuatika, 3(1), 19-27.
Campbell, N.A., Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L.,
Wasserman, S.A., Minorsky, P.V., dan Jackson, R. B. 2010.
Biologi Jilid 3. Edisi 8. (Terjemahan oleh D T Wulandari).
Erlangga. Jakarta. 486 hlm.
Catherine Pfefferli, Anna Jazwinska., (2015) The art of fin
regeneration in zebrafish., PMID: 27499869.,PMCID:
PMC4895310. DOI: 10.1002/reg2.33.
Cardeira, J. Et Al. Quantitative Assessment Of The
Regenerative And Mineralogenic Performances Of The
Zebrafish Caudal Fin. Sci. Rep. 6, 39191; DOI:
10.1038/Srep39191 (2016).
Chablais, F., Jazwinska, A, 2010. IGF Signaling Between
Blastema and Wound Epidermis Is Required For Fin
Regeneration. Development. 137, 871–879.
Chaudhari M, Mengi S. Evaluation of phytoconstituents of
Terminalia arjuna for wound healing activity in rats.
Phytother Res. 2006;20(9):799-805.
Effendy, I.J., J. Hutabarat., A Ambariyanto and F. Basuki.
(2018). Protein content and free amino acid composition of
abalon (Haliotis asinina) broodstock fed by different fresh
macroalgae and formulated diet. AACL Bioflux, 2018,
11(3).
Effendy. I.J. (2018). Kinerja Reproduksi, Kualitas Telur Dan
Kualitas Larva Dari Induk Abalon (Haliotis Asinina
Linnaeus, 1758) Yang Diberi Pakan Alami Dan Pakan
Formulasi. Disertasi. Manajemen Sumber Daya Pantai.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro. Semarang. Indonesia.
Geiger, D. L, 2005. Molecular Phylogeni And The Geograpic
Orogin Of Haliotidae Traced By Haemocyanin Sequences,
Journal Of Molluscan Studies Advance. Santa Barbara
Museum Of Natural History. Pp. 1-6.
Goldshmith, Y., Sztal, T.E., Jusuf, P.R., Hall, T.E., Nguyen-
Chi, M., Currie, P.D., 2012. Fgf-Dependent Glial Cell
Bridger Facilitate Spinal Cord Regeneration In Zebrafish.
The Journal Of Neuroscience. 32 (22): 7477-92.
Doi:10.1523/JNEUROSCI.0758-12.2012.PMID22649227
Hale, A.J., Kiasi, A Sikkens, J.,den Hertog, J (2017). Ipaired
Cudal Fin-Fold Regeneration In Zebrafish Deficient For
The Tumor Suppressor Pten., Journal ZDB-PUB-180105-2.
PMID: 29299324.
Hadijah., 2017. Mengenal Abalon Tropis Biologi Dan Ekologi:
Cetakan I Makassar, CV Sah Media; ISBN 978-602-6928-
21-4.
Hann, K.O. 1992. Review of endocrine regulation of
reproduction in abalon spp.in: abalon of the word: biology
fisheries, and culture (SAshepperd, M.J TEGNER and S.A
GUZMAN del PROO eds.). blackwells, oxford: 49-58
Harish BG, Krishna V, Kumar HS, Ahamed KB, Sharath R,
Swamy KH. Wound healing activity and docking of
glycogen-synthase-kinase- 3-b-protein with isolated
triterpenoid lupeol in rats. Phytomedicine. 2008; 15:763-7.
Ho-Seok Rho,Et Al (2015) Anti-Inflammatory Effect Of By-
Products From Haliotis Discus Hannai In Raw 264.7 Cells.
Hindawi Publishing Corporation Journal Of Chemistry.
Volume 2015, Article Id 526439, 7 Pages.
Http://Dx.Doi.Org/10.1155/2015/526439.
Indraswari, A., 2008, Optimasi Pembuatan Ekstrak daun
Dewandaru (Eugenia uniflora L) mengggunakan Metode
Maserasi dengan Parameter Kadar Total Senyawa Fenolik
dan Flavonoid, Skripsi, Universitas Muhamadiyah
Surakarta, Surakarta.
Iza, N. (2010). Ikan Gatul (Poecilia Sp.) Sebagai Kandidat
Hewan Model: Proses Regenarasi Sirip Kaudal (Doctoral
Dissertation, Universitas Negeri Malang).
Kawakami, A. (2010), Stem cell system in tissue regeneration
in fish. Development, Growth & Differentiation, 52: 77-87.
https://doi.org/10.1111/j.1440-
169X.2009.01138.xKawakami, A. (2010), Stem cell system
in tissue regeneration in fish. Development, Growth &
Differentiation, 52: 77-87. https://doi.org/10.1111/j.1440-
169X.2009.01138.x
Khairuman, S., And Dr. Khairul Amri, Spi, Msi, Budidaya Ikan
Nila, Depok: PT.Agro Media Pustaka, 2013.
Kimball, J. W. 1993. Biologi Umum. Erlangga. Jakarta.
Kordi, K.M.G.H. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air
Tawar Di Kolam Terpal. Yogyakarta: Andi Offset.
Kurahasi T, Fujii J. Roles of antioxidative enzymes in wound
healing. J Dev Biol. 2015;3:57-70.
Lush, M.E., Piotrowski, T., 2014. "Sensory Hair Cell
Regeneration In The Zebrafish Lateralline". Developmental
Dynamics. 243 (10): 1187-202. Doi:10.1002/Dvdy.24167.
PMC 4177345. PMID 25045019.
Marisa Jusie Octaviany. 2007. Catatan Tentang Aspek Biologi
Dan Perikanan Abalone. Volume XXXII: 39- 47 2. Cabi.
2019. Https://Www.Cabi.Org/Isc/Datasheet/81161.
Muralidhar A, Babu KS, Sankar TR, Reddanna P, Latha J.
Wound healing activity of flavonoid fraction isolated from
the stem bark of Butea monosperma (Lam) in albino wistar
rats. Eur J Exp Biol. 2013;3(6):1-6
Octaviany, M. J. 2007. Beberapa Catatan Tentang Aspek
Biologi Dan Perikanan Abalon. Oseana, 32 (4): 39-47.
Pathan, M. A., Chaudhari, A., & Krishna, G. (2019). Inbred
Zebrafish Lines: A Genetic Repository For Zebrafish
Researchers. Indian J. Genet, 79(1 Suppl 150), 159.
Prayitno, S.B (2014) Pathogenisitas Aeromonas
Hydrophylayang Diisolasi Dari Lele Dumbo (Glarias
Gariepinus) Yang Berasal Dari Boyolal. Jurnal Of
Aquaculture management And Technology 3(2), 11-7.
Rusyana, A. (2011).Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabet.
Realita, Filza Yulina Ade, Dahlia.,
https://media.neliti.com/media/publications/109870-ID-
jenis-jenis-ikan-segar-yang-diperdagangk.pdf
Rusdi, I., A. Hanafi., B. Susanto., dan M. Marzuqi. 2010.
Peningkatan Sintasan Benih Abalon Haliotis Squamata 01
Hatchery Melalui Optimalisasi Pakan dan Lingkungan.
BBRPBL. Bali. hal. 7, 8, 25, 26.
Santoso, S. (2010). Statistik parametrik. Elex Media
Komputindo.
J. of Aquac. Environment Vol 6(2) 73-79, Juni 2024 DOI: 10.35965/jae.v6i2.3135
79
Saparinto, C. 2011. Usaha Ikan Konsumsi Di Lahan 100 M2 .
Jakarta. Penebar Swadaya.
Sari, Nila Kartika, Listyorini, Dwi., Gofur, Abdul. (2016);
Proses Regenerasi Sirip Ekor Pada Ikan Zebra.,
EDUBIOTIK ISSN: 2528 ± 679X; Vol. 1 No. 1: Hal. 25-29
September 2016.
Sari, F.S Dkk. (2020), Antioxidant Activity And Bioactive
Compound Of Methanol Extract Of Tropical Abalone,
Haliotis Asinine. Indonesian Journal Of Fisheries Science
And Technology. Vol. 16 No. 2: 104-108, Agustus 2020
Sari D.S Pangastuti, A. & Herawati.E.(2013) Infection
Prevention Of Journal Konversi, 5(1),17-23.
Suleria, H.A.R., P.P. Masci., G.C. Gobe., S.A.Osborne. 2015.
Therapeutic Potential Of Abalone And Status Of Bioactive
Molecules: A Comprehensive Review. J. Critical Reviewsin
Food Science And Nutrition, 57(8): 1742-1748.
Susanto, H. 2009. Budidaya Ikan Di Pekarangan (Revisi).
Jakarta. Penebar Swadaya.
Suryani. 2006. Budi Daya Ikan Air Tawar. Yogyakarta. Pt Citra
Aji Parama.
Sehring I, Weidinger G., (2022)., Zebrafish Fin: Complex
Molecular Interactions and Cellular Mechanisms Guiding
Regeneration., Cold Spring Harb Perspect Biol. 2022 Jul
1;14(7):a040758. doi: 10.1101/cshperspect.a040758.PMID:
34649924 Review.
Sfakianakis, D. G., Leris, I., Laggis, A., & Kentouri, M. (2011).
The Effect Of Rearing Temperature On Body Shape And
Meristic Characters In Zebrafish (Danio Rerio) Juveniles.
Environmental Biology Of Fishes, 92(2), 197.
Soni H, Singhai AK. A recent update of botanicals for wound
healing activity. Int Res J Pharm. 2012; 3:1-6.
Stewart, S., Tsun, Z.Y., Izpisua Belmonte, J.C., 2009. " A
Histone Demethylase Is Necessary For Regeneration In
Zebrafish". Proceedings Of The National Academy Of
Sciences Of The United States Of America. 106(47): 19889-
94. BIBCODE: 2009 PNAS. 10619889s.
Doi:10,1073/Pnas.0904132106. Jstor25593294. PMC
2785262. PMID 19897725
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur G. & Kaur H., 2011,
Phytochemical Screening And Extraction: A Review,
International Pharmaceutica Sciencia, 1 (1), 98-106.
TOM, P.D. 2007. Abalone. Seafood Network Information
Center. http:// seafood.ucdavis.edu/. Tanggal akses 11
Desember 2022.
Tu, S., & Johnson, S. L. (2011). Fate Restriction in The
Growing And Regenerating Zebrafish Fin. Developmental
Cell, 20(5), 725–732. Doi: 10.1016/J.Devcel.2011.04.013
Utami, N. (2018). Zebrafish (Danio rerio) Sebagai Hewan
Model Diabetes Mellitus. Biotrends, 9(1), 15-19.
Wardhana, A., A. Husein., dan J. Manurung. 2005. Efektifitas
Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) dengan Pelarut
Air, Metanol dan Heksan terhadap Mortalitas Larva Caplak
Boophilus microplus secara in Vitro. Bogor: Balai
Penelitian Veteriner.