ArticlePDF Available

ANALISIS EKSTRAK ABALON TROPIS HALIOTIS ASININA TERHADAP GAMBARAN REGENERASI LUKA SIRIP KAUDAL IKAN NILA OREOCHROMIS SP

Authors:

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas ekstrak visceral abalon tropis haliotis asinine dalam percepatan regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) dan menganalisis efektivitas simplisia mucus abalon tropis haliotis asinine dalam percepatan regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis). Penelitian ini dilaksananakan di bulan Juli tahun 2023 bertempat di bertempat di Lembaga Pengkajian dan Penerapan Teknologi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan (LP2T-SPK) Konawe Sulawesi Tenggara. Rancangan penelitian ini adalah eksperimen pre post test only control group design dengan uji analisis data menggunakan uji nonparametrik yaitu Uji Kruskal Wallis. Hasil analisis penelitian menunjukan bahwa ekstrak visceral abalon tropis Haliotis asinina terbukti paling efektif dalam mempercepat regenerasi histologi luka sirip kaudal pada ikan nila (Nila oreochromis) dibandingkan dengan kelompok perlakuan mucus dan kelompok kontrol dengan tingkat kemaknaan (U = 0,000 p = 0,000). This study aimed to analyze the effectiveness of the visceral extract of tropical abalone Haliotis asinina in accelerating the regeneration of caudal fin wound of tilapia (Oreochromis). This research was carried out in July 2023 at the Institute for the Assessment and Application of Fisheries and Marine Resources Technology (LP2T-SPK) Konawe, Southeast Sulawesi. The design of this study was an experimental pre post test only control group design with data analysis using a nonparametric test, namely the Kruskal Wallis Test. The resulth of the study showed that the visceral extract of tropical abalone Haliotis asinina proved to be the most effective in accelerating the histological regeneration of caudal fin wounds of tilapia (Nila oreochromis) compared to the mucus treatment group and the control group with a significance level (U = 0.000 p = 0.000).
J. of Aquac. Environment Vol 6(2) 73-79, Juni 2024 DOI: 10.35965/jae.v6i2.3135
73
ANALISIS EKSTRAK ABALON TROPIS HALIOTIS ASININA TERHADAP GAMBARAN
REGENERASI LUKA SIRIP KAUDAL IKAN NILA OREOCHROMIS SP
Analysis of Tropical Abalone Extract On Regeneration Features Tilapia Caudal Fin Wound Oreochromis Sp
Nona Mu’minun1*, Sutia Budi2, Erni Indrawati2
1Fakultas Keperawatan, Megarezky University Makassar
2Program Studi Budidaya Perairan, Program Pascasarjana, Universitas Bosowa
Email: nonamu.minun@gmail.com
Diterima: 12 Januari 2024
Dipublikasikan: 30 Juni 2024
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas ekstrak visceral abalon tropis haliotis asinine dalam percepatan regenerasi luka sirip kaudal
ikan nila (Oreochromis) dan menganalisis efektivitas simplisia mucus abalon tropis haliotis asinine dalam percepatan regenerasi luka sirip kaudal
ikan nila (Oreochromis). Penelitian ini dilaksananakan di bulan Juli tahun 2023 bertempat di bertempat di Lembaga Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan (LP2T-SPK) Konawe Sulawesi Tenggara. Rancangan penelitian ini adalah eksperimen pre post
test only control group design dengan uji analisis data menggunakan uji nonparametrik yaitu Uji Kruskal Wallis. Hasil analisis penelitian
menunjukan bahwa ekstrak visceral abalon tropis Haliotis asinina terbukti paling efektif dalam mempercepat regenerasi histologi luka sirip kaudal
pada ikan nila (Nila oreochromis) dibandingkan dengan kelompok perlakuan mucus dan kelompok kontrol dengan tingkat kemaknaan (U = 0,000
p = 0,000).
Kata Kunci: Regenerasi, Sirip Ikan Nila, Visceral, Mucus
ABSTRACT
This study aimed to analyze the effectiveness of the visceral extract of tropical abalone Haliotis asinina in accelerating the regeneration of caudal
fin wound of tilapia (Oreochromis). This research was carried out in July 2023 at the Institute for the Assessment and Application of Fisheries
and Marine Resources Technology (LP2T-SPK) Konawe, Southeast Sulawesi. The design of this study was an experimental pre post test only
control group design with data analysis using a nonparametric test, namely the Kruskal Wallis Test. The resulth of the study showed that the
visceral extract of tropical abalone Haliotis asinina proved to be the most effective in accelerating the histological regeneration of caudal fin
wounds of tilapia (Nila oreochromis) compared to the mucus treatment group and the control group with a significance level (U = 0.000 p =
0.000).
Keywords: Regeneration, Tilapia Fins, Visceral, Mucus
This work is licensed under Creative Commons Attribution License 4.0 CC-BY International license
1. PENDAHULUAN
Ikan gabus (Channa striatas) merupakan salah satu jenis
ikan yang mempunyai kandungan albumin yang tinggi.
Albumin merupakan protein utama yang menyusun plasma
manusia yaitu sekitar 60% dari total protein plasma (Santoso,
2009; Kusumaningrum, 2014 ). Khasiat dan kegunaan ikan
gabus telah terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan kadar
albumin dan daya tahan tubuh, serta mempercepat proses
penyembuhan luka pasca operasi (Ulandari, et al., 2010). Kadar
albumin ikan Gabus dapat disebandingkan dengan bahan
makanan sumber albumin lainnya, misalnya telur. Saat ini
diketahui bahwa daging ikan gabus mengandung protein
sebesar 70% dan albumin sebesar 21% (Kordi 2010).
Ikan Gabus (Channa striatas) merupakan jenis ikan air tawar
yang banyak dijumpai di perairan umum. Habitat ikan gabus
adalah di muara sungai, danau, rawa, bahkan dapat hidup di
perairan yang kandungan oksigennya rendah (Yulisman, dkk.
2012).
Ikan Gabus merupakan ikan karnivora dengan makanan
utamanya daging, ukuran pakan ikan Gabus dewasa antara lain
serangga air, potongan hewan air, udang, dan detritus (Sinaga,
dkk. 2000). Ramli dan Rifa’i (2010) menyatakan bahwa secara
umum pada tipe perairan yang berbeda yaitu sungai kecil, rawa
monoton, dan rawa pasut, jenis makanan dalam analisis isi perut
ikan gabus didominasikan dari jenis ikan-ikan kecil dan katak.
Ketersediaan sumber makanan dan kondisi lingkungan yang
baik menyebabkan ikan akan tumbuh dengan baik dan
keragaman ukurannya akan berbeda Makmur et al. (2003)
mengatakan bahwa di perairan Sungai di Sumatera Selatan ikan
gabus jantan dan betina berukuran 154 dan
180 mm TL sudah mulai matang gonad, demikian pula ikan
gabus yang ditemukan di Sungai dan di lahan basah Bantaeng
berukuran 230,00 mm TL (Irmawati et al. 2019).
Ikan gabus telah banyak diteliti terkait segi distribusi
(Froese & Pauly 2018), kandungan gizi (Prastari et al. 2017;
Hidayati et al. 2018), kebiasaan makan (Ward- Campbell &
Beamish 2005; Li et al. 2016; Arsyad et al. 2018); pertumbuhan
dan produktivitas (Borah et al. 2018; Taufikir et al. 2018), dan
biologi reproduksi (Anwar et al. 2018; Irmawati et al. 2019;
Bahrin et al. 2020), tetapi informasi terkait habitat yang disukai
relatif terbatas.
Analisis Ekstrak Abalon Tropis Haliotis Asinina …. (Nona Mu’minun, Sutia Budi, Erni Indrawati)
74
Habitat yang menjadi tempat hidup ikan gabus menjadi
perhatian penting karena dengan mengenal preferensi habitat,
nelayan dapat menangkap ikan gabus secara optimum dengan
tetap menjaga keberlanjutan sumber daya tersebut. Informasi
kondisi habitat sangat di butuhkan dalam mengelola ikan gabus
guna menjaga kelestariannya. Beberapa peneliti melaporkan
bahwa ukuran ikan yang tertangkap dapat berbeda-beda dan
berubah yang disebabkan oleh tingkat kematangan gonad, jenis
kelamin, dan musim pemijahan (Asriyana & Halili 2021);
perbedaan habitat, kondisi lingkungan, dan ketersediaan
makanan (Asriyana et al. 2018).
Karena merupakan ikan yang mempunyai sifat sebagai
predator kondisi habitat yang mempunyai kerapatan tumbuhan
air tinggi merupakan daerah yang disukai ikan ini, spesies ikan
ini merupakan organisme dengan daya toleransi yang tinggi
terhadap lingkungan dapat hidup dalam kondisi yang ekstrem
(rawa dengan kondisi kering) dengan cara membenamkan
dirinya dalam lumpur (Muslim et al. 2018). Selain itu dengan
organ pernapasan tambahan, ikan gabus mampu menghirup
udara langsung dari atmosfer sehingga mampu bertahan pada
kondisi perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut yang
rendah (Chandra & Banerjee 2004) bahkan dapat bertahan
hidup tanpa air, seperti yang dilaporkan juga pada jenis Channa
argus (Duan et al. 2018).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas
ekstrak visceral abalon tropis haliotis asinine dalam percepatan
regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) dan
menganalisis efektivitas simplisia mucus abalon tropis haliotis
asinine dalam percepatan regenerasi luka sirip kaudal ikan nila
(Oreochromis).
2. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
eksperimen pre post test only control group design yang
bertujuan untuk mengetahui kemungkinan sebab akibat dengan
cara mengujikan kepada suatu atau lebih kondisi perlakuan dan
membandingkan hasilnya dengan sesuatu atau lebih terkontrol.
Varibel Independent dalam penelitian ini adalah: Pemberian
ekstrak daging, visceral, dan simplisia abalon tropis Haliotis
Asinina. Adapun Variabel Dependen dalam penelitian ini
adalah proses percepatan regenerasi histologi sirip kaudal ikan
Nila Oreocrhomis.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2023, bertempat
dilembaga pengkajian dan penerapan teknologi sumber daya
perikanan dan kelautan (LP2T-SPK) Konawe Sulawesi
Tenggara.
Populasi dan Sampel
Hewan uji yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
Ikan Nila (Oreo Crhomis) dari hasil budidaya pada Balai Benih
Ikan Air Tawar Abeli Sawah Kendari Sulawesi Tenggara.
Adapun intervensi penelitian yaitu Abalon Tropis Haliotis
asinine diambil pada perairan Tapulaga Konawe Sulawesi
Tenggara.
Selama penelitian berlangsung akan dilakukan pengamatan
dan pengukuran percepatan proses regenerasi histologi pada
luka sirip kaudal ikan Nila.
Instrumen Penelitian
Instrument atau peralatan yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain peralatan gelas ukur, akuarium kecil, timbangan
analitik, bistury / Surgical blade, sketmat sigmat digital, cawan,
pipet dan plastik klip
Jenis dan Sumber Data
Sumber data primer yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah pemberian Ekstrak visceral dan simplisia mucus
abalon Haliotis asinine pada ikan Nila Oreocrhomis yang pada
sirip kaudalnya diamputasi kemudian dilakukan pengamatan
percepatan regenerasi histologi sirip kaudalnya. Pengamatan ini
dilakukan pada hari pertama dan hari ke-14 di Laboratorium
dengan bantuan Mikroskop.
Sumber data sekunder yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah Buku, Tesis, Jurnal dan Makalah sebagai
sumber referensi yang berhubungan dengan penelitian ini.
Tehnik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dengan melakukan
penelitian langsung pemberian ekstrak visceral, dan simplisia
mucus abalon Haliotis asinine terhadap regenerasi histologi
luka sirip kaudal ikan Nila Oreocrhomis dilaboratorium dan
mencatat secara sistematis semua data yang diperoleh.
Tehnik Analisis Data
Data pertumbuhan sirip di analisis secara kuantitatif dengan
menggunakan perhitungan regenerasi sirip kaudal dengan
menggunakan mikroskop optilab dan aplikasi Image JTM.
Adapun cara perhitungan regenerasi pertumbuhan sirip kaudal
ikan nila dilakukan berdasarkan petunjuk Utami (2018), sebagai
berikut:
Organ kaudal yang hilang = Organ kaudal sebelum
amputasiOrgan kaudal sesudah amputasi
Regenerasi Organ kaudal = Daerah hari ke14 pasca
amputasi Organ kaudal pasca amputasi
Persentasi regenerasi = (Regenerasi Organ kaudal)/
(Organ kaudal yang hilang) x 100
Hasil perhitungan nilai persentasi regenerasi sirip kaudal
selanjutnya dilakukan uji statistics test.
Rancangan Penelitian
Rancangan atau metode penelitian ini adalah eksperimen pre
post test only control group design yang bertujuan untuk
mengetahui kemungkinan sebab akibat dengan cara mengujikan
kepada suatu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan
hasilnya dengan sesuatu atau lebih terkontrol.
Uji analisis data yang digunakan adalah Uji Kruskal Wallis
adalah uji nonparametrik berbasis peringkat yang tujuannya
untuk menentukan adakah perbedaan signifikan secara statistik
antara dua atau lebih kelompok variabel independen pada
variabel dependen yang berskala data numerik (rasio).
Kruskall wallis ini juga sebagai uji alternatif jika tidak
memenuhi asumsi normalitas. Hasil akhir dari uji Kruskall
Wallis adalah nilai P value, yaitu < batas kristis 0,05.
Prosedur Penelitian
Tahapan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Persiapan hewan coba dengan mengadaptasikan hewan coba
selama 7 hari disamping itu juga dilakukan pembuatan ekstrak
dan visera dari abalon tropis Haliotis Asinina dengan membuat
ektrak yang berbentuk kental cair dan untuk mucusnya diambil
langsung dari abalon utuh.
J. of Aquac. Environment Vol 6(2) 73-79, Juni 2024 DOI: 10.35965/jae.v6i2.3135
75
Pembuatan ekstrak visceral sebanyak 500 gr, kemudian
dicuci, dikeringkan dan dihaluskan. Langkah selanjutnya
visceral direndam dalam larutan n-hexane selama 5 hari.
Ekstraksi dilakukan dengan merendam serbuk daging dan
visera dengan etanol 95% selama 3x24 jam. Ekstraksi dilakukan
dengan menggunakan etanol 95% karena dapat menyari lebih
banyak gel. Etanol merupakan larutan penyari yang lazim
digunakan dalam produksi ekstrak obat tradisional karena
merupakan penyari yang efektif serta harganya yang relatif
murah dan mudah dalam penanganannya. Selanjutnya
ekstraksi yang sudah direndam disaring menggunakan kertas
saring. Hasil penyaringan diuapkan menggunakan rotary
vacuum evaporator pada suhu 400C. Hasil ekstraksi akan
berbentuk kental agak cair dan berwarna coklat kehijauan.
Pembuatan simplisia mucus itu sendiri hanya mengambil mucus
dari abalon yang sudah dibersihkan lalu diambil mucusnya,
selanjutnya di simpan pada wadah yang sudah di sterilkan
sebanyak 3-5ml.
Tahap selanjutnya dilakukan amputasi pada sirip ekor ikan
Nila Orecrhomis dengan potongan melintang. Selanjutnya
dilakukan pengukuran pada hari pertama sebelum dan sesudah
amputasi untuk menghitung rumus pertumbuhan atau
regenerasi sirip kaudal ikan nila.
Treatment ekstrak visera abalon dilakukan dengan cara
pengolesan 1 kali sehari pada kelompok perlakuan ekstrak
visceral (V1 sampai V10) dan kelompok perlakuan simplisia
mucus (M1 sampai M10) pada ekor yang sudah diamputasi
kegiatan ini dilakukan sampai pada hari ke-14.
Selama proses penelitian sampel diberi pakan 1 kali sehari
dengan perbandingan 3% dari BB, dan penggantian air
dilakukan setiap hari setelah pemberian pakan. Pengukuran
kualitas air: suhu air dilakukan setiap hari dengan kisaran 26
sampai 28 . pH air 7., dan konsentrasi oksigen 6,2 ppm
Selanjutnya pada hari ke-14 dilakukan pengukuran guna
melihat kemajuan pertumbuhan regenerasi sirip ikan nila dan
selanjut hasil pengukuran hari ke-14 di analisis menggunakan
SPSS.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil pengukuran persentasi regenerasi sirip kaudal setelah
14 hari pasca amputasi ekor ikan nila disajikan pada Table 1.
Tabel 1. Persentase Regenerasi Sirip Kaudal Ikan Nila
Keterangan:
A = Pemberian Ekstrak Visceral Abalon
B = Pemberian Ekstrak Mucus Abalon
K = Tanpa Pemberian Ekstrak (Kontrol
Berdasarkan pada Tabel 1 diatas didapatkan nilai rata-rata
persentase regenerasi ekor ikan nila pada hari ke-14 hari pasca
amputasi pada kelompok perlakuan Visceral, adalah sebesar
82,91 % kelompok perlakuan Mucus adalah sebesar 66,51 %,
dan kelompok kontrol sebesar 39,16 %.
Adapun hasil pengukuran pada data lampiran yang
digunakan dalam pengambilan data untuk analisis adalah pada
pertumbuhan atau regenerasi sirip kaudal dalam satuan
milimeter. Pada lampiran data pengukurannya adalah sebagai
berikut : hasil pengukuran sebelum atau pre amputasi
didapatkan hasil yang terendah berada pada V7 dengan hasil
11,3mm dan hasil pengukuran yang tertinggi berada pada V3
yaitu 15,4mm. Hasil pengukuran sesudah atau post amputasi
didapatkan hasil yang terendah berada pada V7 dan yang hasil
yang tertinggi berada pada V3 yaitu 14,2mm. Hasil pengukuran
yang diambil pada hari ke-14 didapatkan hasil yang terendah
berada pada V8 yaitu 11,5mm dan yang tertinggi pada V3 yaitu
15,7mm. Untuk data ekor yang amputasi atau daerah yang
hilang dilakukan amputasi sepanjang 1,2mm untuk keseluruhan
sampel. Selanjutnya untuk data daerah regenerasi yang terendah
berada pada V4 yaitu 0,92mm, dan yang tertinggi berada pada
V3 dan V8 yaitu 1,1mm. Hasil pengukuran keseluruhan
pertumbuhan regenerasi dalam satuan persen yang terendah
berada pada V5 yaitu 79,17 % dan yang tertinggi berada pada
V3 dan V8 yaitu 91,67 %.
Hasil pengukuran kelompok Mucus yang terdiri dari
M1,sampai M10 adapun data pengukurannya adalah sebagai
berikut : hasil pengukuran sebelum atau pre amputasi
didapatkan hasil yang terendah berada pada M4 dengan hasil
11,50mm dan hasil pengukuran yang tertinggi berada pada M3
yaitu 15,40mm. Hasil pengukuran sesudah atau post amputasi
didapatkan hasil yang terendah berada pada M1 yaitu 11,00mm,
dan yang hasil yang tertinggi berada pada M3 yaitu 14,20mm.
Hasil pengukuran yang diambil pada hari ke-14 didapatkan
hasil yang terendah berada pada M5 yaitu 11,60mm dan yang
tertinggi pada M10 yaitu 15,91mm. Untuk data ekor yang
amputasi atau daerah yang hilang dilakukan amputasi sepanjang
1,2 mm untuk keseluruhan sampel. Selanjutnya untuk data
daerah regenerasi yang terendah berada pada M9 yaitu 0,68mm,
dan yang tertinggi berada pada M7 yaitu 0,89mm. Hasil
pengukuran keseluruhan pertumbuhan regenerasi dalam satuan
persen yang terendah berada pada M9 yaitu 56,67 % dan yang
tertinggi berada pada M7 yaitu 74,17%.
Hasil pengukuran kelompok kontrol yang terdiri dari
K1,sampai K10 adalah sebagai berikut : hasil pengukuran
sebelum atau pre amputasi didapatkan hasil yang terendah
berada pada K1 dengan hasil 12,3mm dan hasil pengukuran
yang tertinggi berada pada K3 yaitu 15,6mm. Hasil pengukuran
sesudah atau post amputasi didapatkan hasil yang terendah
berada pada K1 yaitu 11.1mm dan yang hasil yang tertinggi
berada pada k3 yaitu 14,4mm. Hasil pengukuran yang diambil
Kelompok Perlakuan
Persentase Regenerasi Sirip Kaudal 100%
Rata-Rata
%
Jumlah Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Visceral
83,33
81,67
91,67
76,67
79,17
80,83
81,67
91,67
81,67
80,83
82.91
Mucus
65,00
68,33
71,67
67,50
59,17
63,33
74,17
67,50
56,67
71,67
66.51
Kontrol
35,00
42,50
53,33
37,50
28,33
35,00
42,50
35,83
38,33
43,33
39,16
Analisis Ekstrak Abalon Tropis Haliotis Asinina …. (Nona Mu’minun, Sutia Budi, Erni Indrawati)
76
pada hari ke-14 didapatkan hasil yang terendah berada pada K1
yaitu 11,52mm dan yang tertinggi pada K3 yaitu 15,02mm.
Untuk data ekor yang amputasi atau daerah yang hilang
dilakukan amputasi sepanjang 1,2mm untuk keseluruhan
sampel. Selanjutnya untuk data daerah regenerasi yang terendah
berada pada K1 dan K6 yaitu 0,42mm, dan yang tertinggi
berada pada K10 yaitu 0,52mm. Hasil pengukuran keseluruhan
pertumbuhan regenerasi dalam satuan persen yang terendah
berada pada K1 yaitu 35,00% dan yang tertinggi berada pada
K9 yaitu 38,33%.
Data Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan hasil uji normalitas terhadap data variable skor
regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Table Test of Normality
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.146
30
.105
.921
30
.029
a. Lilliefors Significance Correction
Table test of normality memperlihatkan nilai p-value pada
kolom saphiro-wilk (n≤50) adalah = 0,029. Ini berarti bahwa uji
anova tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam
menentukan efektivitas ekstrak visceral dan simplisia mucus
abalon tropis haliotis asinine terhadap gambaran percepatan
regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis).
Berikut ini adalah hasil sebaran data atau Q_Q plot daerah
regenerasi sirip kaudal ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1
dibawah ini:
Gambar 1. Grafik Normal Q-Q Plot of Daerah Regenerasi
Sirip Ekor Ikan Nila (Oreo Chromis).
Grafik Normal Q-Q Plot of Persentase Daerah Regenerasi
diatas menunjukkan bahwa terdapat outliner pada sebaran data
tersebut, sehingga untuk melihat efektivitas ekstrak visceral dan
simplisia mucus abalon tropis haliotis asinine terhadap
gambaran percepatan regenerasi luka sirip kaudal ikan nila
(Oreo chromis) digunakan uji alternatifnya yaitu uji Kruskal-
wallis H.
Hasil analisis uji kruskal-wallis H menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna secara statistic skor
regenerasi luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) antara
perlakuan yang berbeda. Nilai chi square= 25.864, dengan nilai
p-value = 0,000, dengan skor rata-rata peringkat regenerasi
untuk kelompok visceral 25,50, kelompok mucus 15,50 dan
kelompok control 5,50. Sehingga untuk melihat keefektivan
hasil perlakuan antara tiap kelompok, maka dilakukan analisis
lebih lanjut yaitu dengan menggunakan uji statistic mann
withney U, yang hasilnya akan dijelaskan masing-masing
sebagai berikut:
Kesimpulkan bahwa percepatan regenerasi histologi luka
sirip kaudal ikan nila (Oreo chromis) pada kelompok perlakuan
visceral lebih tinggi dan bermakna secara statistik dibandingkan
dengan kelompok perlakuan mucus dengan nilai (U = 0,000 p =
0,000). Disimpulkan bahwa percepatan regenerasi histologi
luka sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) pada kelompok mucus
lebih tinggi dan bermakna secara statistik dibandingkan dengan
kelompok kontrol (U = 0,000 p = 0,000).
Dari ketiga hasil analisis diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa: kelompok perlakuan ekstrak visera abalon tropis
haliotis asinine terbukti paling efektif dalam mempercepat
regenerasi histologi luka sirip kaudal pada ikan nila
(Oreochromis) dibandingkan dengan kelompok perlakuan
mucus dan kelompok kontrol.
Pembahasan Penelitian
Pengamatan Sirip Kaudal Ikan Nila (Oreochromis)
Hasil pengamatan sirip kaudal ikan nila sebelum amputasi,
selama masa adaptasi atau aklimatisasi, sampel terlihat sehat
dan aktif dan ditandai dengan mata ikan terlihat jernih, terdapat
mucus pada seluruh tubuh ikan, sisik ikan melekat kuat dan
mengkilap, aroma ikan berbau khas ikan, dan ikan nampak aktif
berenang serta tidak nampak kecacatan pada anggota tubuh ikan
maupun pada ruas tulang ekornya, hal ini bisa disebabkan
karena kondisi lingkungan yang baik dan pakan yang cukup
sehingga pertumbuhan regenerasi berlangsung baik.
Proses Regenerasi Sirip Kaudal Ikan Nila (Oreochromis)
Amputasi dilaksanakan setelah dilakukannya aklimatisasi
atau adaptasi lingkungan dan amputasi dilakukan dibagian
belakang percabangan dengan rata-rata daerah yang hilang
yaitu 1,2mm. Pada proses amputasi ekor ikan mengalami
perdarahan, namun perdarahan ini akan hilang setelah 24 jam
pasca amputasi. Luka yang terjadi pada proses amputasi akan
mengaktifkan tiga fase dalam proses regenerasi yaitu : proses
penyembuhan luka yang dimulai 0 sampai 18 jam pasca
amputasi, hal ini disebabkan oleh sel-sel epitael akan mulai
bermigrasi untuk menutupi luka dan mulai membentuk
epidermis, fase penyembuhan luka ini akan diikuti oleh
pembentukan blastema yang dimulai pada 18 sampai 48 jam
pasca amputasi, pembentukan struktur yang terdiri dari sel yang
berproliferatif dan kurang terdiferensiasi, akan membentuk
sejumlah sel yang akan membentuk jaringan yang hilang,
selanjutnya pada fase pertumbuhan proses regenerasi terjadi
pada 48 jam pasca amputasi sampai 10 hari pasca amputasi yang
akan mengaktifkan proses pemodelan dan diferensiasi untuk
memulihkan struktur dan fungsi jaringan baru (Chablais dan
Jazwinska, 2010; Kawakami, 2010; Hale et al., 2017)
Pada hari ke-1 sampai pada hari ke-3 pasca amputasi
ditemukan perubahan warna pada bagian daerah amputasi pada
hari ke-3 dan diikuti dengan pertambahan bentuk sirip. Setelah
hari ke-3 sirip mengalami pemanjangan dan perlahan warna
yang berbeda tersebut mulai menghilang pada daerah proksimal
dekat dengan tubuh.
Pengamatan yang dilakukan pada hari ke-14 setelah
amputasi ekor percabangan dan ruas-ruas terlihat jelas dan
hampir sempurna seperti awal. Namun, ada juga ruas yang
terlihat tidak rata mengikuti ruas semula. Penelitian terkait
J. of Aquac. Environment Vol 6(2) 73-79, Juni 2024 DOI: 10.35965/jae.v6i2.3135
77
regenerasi sirip ikan ini menyebutkan, garis keputihan yang
muncul bertujuan untuk menutupi bagian amputasi dapat terjadi
pada hari pertama sampai hari ke-5 jaringan putih ini akan
bertahan didaerah dekat dengan pertumbuhan, sedangkan
daerah lain akan melakukan perbaikan kembali dan
memperoleh pigmentasi (Pfefferli, et al.,2015). Ketika sirip
mulai tumbuh terjadi fase proliferasi yang akan memperpanjang
organ. Perpanjangan struktur sirip akan terjadi pada setelah hari
ke-3 sampai hari ke-8. Dilanjutkan dengan dimulainya
pembentukan ruas pada hari ke-9 sampai dengan hari ke 11
(Sari et al., 2016).
Penelitian lain menyebutkan bahwa pengamatan pada hari
ke-13 sampai 14 ruas-ruas sudah mencapai bagian dekat dengan
daerah ujung ekor (Sari, et al., 2016). Adanya bentuk ruas yang
tidak sama seperti semula disebabkan karena ruas daerah
regenerasi tumbuh dengan diameter yang lebih kecil
dibandingkan ruas daerah yang tidak terpotong. Regenerasi
alami pada sirip ikan zebra karena ditemukan adanya beberapa
ikatan gen dan protein yang memiliki mekanisme sebagai
komunikasi sel dan pertumbuhan jaringan (Quoseena et al.,
2020).
Dari uraian diatas maka penulis berasumsi bahwa
pertumbuhan atau regenerasi pada sirip kaudal ikan nila
(Orechromis) dapat bertumbuh dengan normal hal ini bisa
disebabkan karena kondisi lingkungan yang baik dan pakan
yang cukup sehingga pertumbuhan regenerasi berlangsung
baik. namun pada penelitian ini terdapat adanya percepatan
pertumbuhan pada kelompok mucus hal ini bisa disebabkan
oleh adanya kandungan metabolit sekunder yang tinggi yang
diduga dapat mempercepat pertumbuhan atau regenerasi sirip
kaudal ikan nila.
Analisis Ekstrak Visceral Dan Mucus Pada Regenerasi Ikan
Nila (Orechromis).
Berdasarkan data yang didapatkan bahwa hasil pengukuran
dari ketiga kelompok pengukuran yaitu kelompok perlakuan
Visceral, Kelompok perlakuan Mucus dan Kelompok Kontrol
tersebut dapat disimpulkan bahwa percepatan regenerasi luka
sirip kaudal ikan nila (Oreochromis) pada kelompok perlakuan
visceral lebih tinggi dan bermakna secara statistik dengan
tingkat kemaknaan pv = ( U = 0,000 p = 0,000) dibandingkan
dengan kelompok perlakuan mucus, hal ini senada dengan
penelitian yang dilakuakn oleh Lee et al.,2010, yang
menyatakan bahwa abalone ekstrak visceral memiliki efek anti-
tumor dengan menekan pertumbuhan tumor dan metastasis
pada paru-paru melalui penurunan Cox-2 tingkat ekspresi serta
mempercepat fase proliferasi dan fungsi sitolitik sel CD8 + T.
dengan menggunakan model tikus yang diintervensi karsinoma
mammae.
Penelitian lain yang juga masih terkait intervensi visceral
abalon juga dilakukan oleh Tripani and Smith 2002 yang
menyatakan bahwa ektrak visceral abalone dapat berfungsi
sebagai anti tumor dengan cara menghambat metastasis melalui
stimulasi aktivitas limposit CD8+ dan cel T. penelitian ini
menggunakan mencit yang diintervensi dengan karsinoma
payudara.
Penelitian yang masih terkait visceral mengenai antioksidan
pada visceral juga dilakukan oleh Sari et al.,2020 yang
menyatakan bahwa senyawa bioaktif yang terdeteksi pada
ekstrak metanol daging maupun visera adalah flavonoid,
saponin, alkaloid, dan fenol. Nilai senyawa fenol total dari
ekstrak metanol visera sebesar 126,52µg/ml, nilai tersebut jauh
lebih besar jika dibandingkan dengan nilai fenol total pada
ekstrak metanol daging (77,26 µg/ml), hal ini berkorelasi
dengan aktivitas antioksidan yang lebih berpotensi pada visera
dibanding daging, dimana hasil pengujian aktivitas antioksidan
dengan metode DPPH 632,92 µg/ml. Semakin kecil nilai IC50
pada suatu ekstrak menunjukkan aktivitas antioksidan yang
makin tinggi.
Dari uraian diatas maka peneliti berasumsi bahwa
rumputlaut yang dikonsumsi oleh abalon dialam mengandung
metabolit sekunder yang tinggi, selain itu pula metabolit
sekunder yang terkandung didalam viseral abalon haliotis
asinina dapat merangsang neuromodulator dan reseptor spesifik
dalam proses regenerasi sirip kaudal ikan nila.
Nilai signifikan juga terdapat pada kelompok mucus
dibandingkan dengan kontrol hal ini telah dibuktikan pula oleh
penelitian intervensi mucus dengan percepatan penyembuhan
luka yang dilakukan oleh Ho Seok Rho et al, 2015 yang
menunjukan bahwa pada penelitian in vitro didapatkan hasil
bahwa mucus dari H. d. hannai efektif dalam proses
penyembuhan luka dimana mucus pada H. d. hannai dapat
menurunkan produksi NO pada proses inflamasi selama 24 jam
masa inkubasi, selain itu pula mucus pada H. d. hannai berperan
sebagai antiinflamasi, antioksidan dan antimikroba. Penelitian
lain yang juga masih mengenai mucus dengan jenis abalon yang
berbeda ditemukan oleh Tanjun zhao et.al 2020 yang
menyatakan bahwa ditemukan bahwa protein kasar merupakan
nutrisi utama yang terkandung dalam mucus V. ampullacea
perryi (false abalon), dan protein ini memiliki potensi anti-
kanker. Selain itu dari hasil identifikasi terdapat 332 metabolit
dalam lendir. Dari jumlah tersebut, 61,75% memiliki fungsi
farmakologis, 3,61% dapat digunakan sebagai bahan tambahan
kosmetik, dan 9,04% memiliki nilai gizi.
Dari uraian diatas terdapat adanya data yang signifikan
mengenai regenerasi sirip kaudal ikan nila yaitu pada kelompok
mucus dibandingkan dengan kelompok kelompok kontrol, hal
ini bisa disebabkan oleh adanya kandungan metabolit sekunder
yang tinggi yang disinyalir dapat mempercepat pertumbuhan
atau regenerasi sirip kaudal ikan nila.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa permberian
simplisia mucus lebih efektif pada regenerasi sirip kaudal ikan
nila (oreo crhomis), Pemberian ekstrak visceral efektif pada
regenerasi sirip kaudal ikan nila, Kelompok perlakuan simplisia
mucus abalon tropis haliotis asinine lebih efektif dalam
percepatan regenerasi histologi luka sirip kaudal ikan nila
(Oreochromis) dibandingkan dengan kelompok perlakuan
visceral dengan tingkat kemaknaan (U= 7,000., p= 0,001).
Perlu adanya penelitian lanjutan terkait konsentrasi
pemberian mucus abalon haliotis asinine, Perlu adanya
penelitian lanjutan terkait kandungan metabolit sekunder pada
ekstrak mucus, visceral dan daging abalon haliotis asinina
terhadap regenerasi sirip kaudal pada sampel lain.
Analisis Ekstrak Abalon Tropis Haliotis Asinina …. (Nona Mu’minun, Sutia Budi, Erni Indrawati)
78
5. DAFTAR PUSTAKA
Azevedo, A.S., Grotek, B., Jacinto, A., Weidinger, G., Saúde,
L., 2011. The Regenerative Capacity Of The Zebrafish
Caudal Fin Is Not Affected By Repeated Amputations. Plos
One 6, E22820.
Https://Doi.Org/10.1371/Journal.Pone.0022820
Afizia, W.M & Rosida (2012) Potensi Ekstrak Jambu Biji
Sebagai Hydrophyla Pada Ikan Gurami (Osphorenemus
Gouramy Pacopede). Jurnal Akuatika, 3(1), 19-27.
Campbell, N.A., Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L.,
Wasserman, S.A., Minorsky, P.V., dan Jackson, R. B. 2010.
Biologi Jilid 3. Edisi 8. (Terjemahan oleh D T Wulandari).
Erlangga. Jakarta. 486 hlm.
Catherine Pfefferli, Anna Jazwinska., (2015) The art of fin
regeneration in zebrafish., PMID: 27499869.,PMCID:
PMC4895310. DOI: 10.1002/reg2.33.
Cardeira, J. Et Al. Quantitative Assessment Of The
Regenerative And Mineralogenic Performances Of The
Zebrafish Caudal Fin. Sci. Rep. 6, 39191; DOI:
10.1038/Srep39191 (2016).
Chablais, F., Jazwinska, A, 2010. IGF Signaling Between
Blastema and Wound Epidermis Is Required For Fin
Regeneration. Development. 137, 871879.
Chaudhari M, Mengi S. Evaluation of phytoconstituents of
Terminalia arjuna for wound healing activity in rats.
Phytother Res. 2006;20(9):799-805.
Effendy, I.J., J. Hutabarat., A Ambariyanto and F. Basuki.
(2018). Protein content and free amino acid composition of
abalon (Haliotis asinina) broodstock fed by different fresh
macroalgae and formulated diet. AACL Bioflux, 2018,
11(3).
Effendy. I.J. (2018). Kinerja Reproduksi, Kualitas Telur Dan
Kualitas Larva Dari Induk Abalon (Haliotis Asinina
Linnaeus, 1758) Yang Diberi Pakan Alami Dan Pakan
Formulasi. Disertasi. Manajemen Sumber Daya Pantai.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro. Semarang. Indonesia.
Geiger, D. L, 2005. Molecular Phylogeni And The Geograpic
Orogin Of Haliotidae Traced By Haemocyanin Sequences,
Journal Of Molluscan Studies Advance. Santa Barbara
Museum Of Natural History. Pp. 1-6.
Goldshmith, Y., Sztal, T.E., Jusuf, P.R., Hall, T.E., Nguyen-
Chi, M., Currie, P.D., 2012. Fgf-Dependent Glial Cell
Bridger Facilitate Spinal Cord Regeneration In Zebrafish.
The Journal Of Neuroscience. 32 (22): 7477-92.
Doi:10.1523/JNEUROSCI.0758-12.2012.PMID22649227
Hale, A.J., Kiasi, A Sikkens, J.,den Hertog, J (2017). Ipaired
Cudal Fin-Fold Regeneration In Zebrafish Deficient For
The Tumor Suppressor Pten., Journal ZDB-PUB-180105-2.
PMID: 29299324.
Hadijah., 2017. Mengenal Abalon Tropis Biologi Dan Ekologi:
Cetakan I Makassar, CV Sah Media; ISBN 978-602-6928-
21-4.
Hann, K.O. 1992. Review of endocrine regulation of
reproduction in abalon spp.in: abalon of the word: biology
fisheries, and culture (SAshepperd, M.J TEGNER and S.A
GUZMAN del PROO eds.). blackwells, oxford: 49-58
Harish BG, Krishna V, Kumar HS, Ahamed KB, Sharath R,
Swamy KH. Wound healing activity and docking of
glycogen-synthase-kinase- 3-b-protein with isolated
triterpenoid lupeol in rats. Phytomedicine. 2008; 15:763-7.
Ho-Seok Rho,Et Al (2015) Anti-Inflammatory Effect Of By-
Products From Haliotis Discus Hannai In Raw 264.7 Cells.
Hindawi Publishing Corporation Journal Of Chemistry.
Volume 2015, Article Id 526439, 7 Pages.
Http://Dx.Doi.Org/10.1155/2015/526439.
Indraswari, A., 2008, Optimasi Pembuatan Ekstrak daun
Dewandaru (Eugenia uniflora L) mengggunakan Metode
Maserasi dengan Parameter Kadar Total Senyawa Fenolik
dan Flavonoid, Skripsi, Universitas Muhamadiyah
Surakarta, Surakarta.
Iza, N. (2010). Ikan Gatul (Poecilia Sp.) Sebagai Kandidat
Hewan Model: Proses Regenarasi Sirip Kaudal (Doctoral
Dissertation, Universitas Negeri Malang).
Kawakami, A. (2010), Stem cell system in tissue regeneration
in fish. Development, Growth & Differentiation, 52: 77-87.
https://doi.org/10.1111/j.1440-
169X.2009.01138.xKawakami, A. (2010), Stem cell system
in tissue regeneration in fish. Development, Growth &
Differentiation, 52: 77-87. https://doi.org/10.1111/j.1440-
169X.2009.01138.x
Khairuman, S., And Dr. Khairul Amri, Spi, Msi, Budidaya Ikan
Nila, Depok: PT.Agro Media Pustaka, 2013.
Kimball, J. W. 1993. Biologi Umum. Erlangga. Jakarta.
Kordi, K.M.G.H. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air
Tawar Di Kolam Terpal. Yogyakarta: Andi Offset.
Kurahasi T, Fujii J. Roles of antioxidative enzymes in wound
healing. J Dev Biol. 2015;3:57-70.
Lush, M.E., Piotrowski, T., 2014. "Sensory Hair Cell
Regeneration In The Zebrafish Lateralline". Developmental
Dynamics. 243 (10): 1187-202. Doi:10.1002/Dvdy.24167.
PMC 4177345. PMID 25045019.
Marisa Jusie Octaviany. 2007. Catatan Tentang Aspek Biologi
Dan Perikanan Abalone. Volume XXXII: 39- 47 2. Cabi.
2019. Https://Www.Cabi.Org/Isc/Datasheet/81161.
Muralidhar A, Babu KS, Sankar TR, Reddanna P, Latha J.
Wound healing activity of flavonoid fraction isolated from
the stem bark of Butea monosperma (Lam) in albino wistar
rats. Eur J Exp Biol. 2013;3(6):1-6
Octaviany, M. J. 2007. Beberapa Catatan Tentang Aspek
Biologi Dan Perikanan Abalon. Oseana, 32 (4): 39-47.
Pathan, M. A., Chaudhari, A., & Krishna, G. (2019). Inbred
Zebrafish Lines: A Genetic Repository For Zebrafish
Researchers. Indian J. Genet, 79(1 Suppl 150), 159.
Prayitno, S.B (2014) Pathogenisitas Aeromonas
Hydrophylayang Diisolasi Dari Lele Dumbo (Glarias
Gariepinus) Yang Berasal Dari Boyolal. Jurnal Of
Aquaculture management And Technology 3(2), 11-7.
Rusyana, A. (2011).Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabet.
Realita, Filza Yulina Ade, Dahlia.,
https://media.neliti.com/media/publications/109870-ID-
jenis-jenis-ikan-segar-yang-diperdagangk.pdf
Rusdi, I., A. Hanafi., B. Susanto., dan M. Marzuqi. 2010.
Peningkatan Sintasan Benih Abalon Haliotis Squamata 01
Hatchery Melalui Optimalisasi Pakan dan Lingkungan.
BBRPBL. Bali. hal. 7, 8, 25, 26.
Santoso, S. (2010). Statistik parametrik. Elex Media
Komputindo.
J. of Aquac. Environment Vol 6(2) 73-79, Juni 2024 DOI: 10.35965/jae.v6i2.3135
79
Saparinto, C. 2011. Usaha Ikan Konsumsi Di Lahan 100 M2 .
Jakarta. Penebar Swadaya.
Sari, Nila Kartika, Listyorini, Dwi., Gofur, Abdul. (2016);
Proses Regenerasi Sirip Ekor Pada Ikan Zebra.,
EDUBIOTIK ISSN: 2528 ± 679X; Vol. 1 No. 1: Hal. 25-29
September 2016.
Sari, F.S Dkk. (2020), Antioxidant Activity And Bioactive
Compound Of Methanol Extract Of Tropical Abalone,
Haliotis Asinine. Indonesian Journal Of Fisheries Science
And Technology. Vol. 16 No. 2: 104-108, Agustus 2020
Sari D.S Pangastuti, A. & Herawati.E.(2013) Infection
Prevention Of Journal Konversi, 5(1),17-23.
Suleria, H.A.R., P.P. Masci., G.C. Gobe., S.A.Osborne. 2015.
Therapeutic Potential Of Abalone And Status Of Bioactive
Molecules: A Comprehensive Review. J. Critical Reviewsin
Food Science And Nutrition, 57(8): 1742-1748.
Susanto, H. 2009. Budidaya Ikan Di Pekarangan (Revisi).
Jakarta. Penebar Swadaya.
Suryani. 2006. Budi Daya Ikan Air Tawar. Yogyakarta. Pt Citra
Aji Parama.
Sehring I, Weidinger G., (2022)., Zebrafish Fin: Complex
Molecular Interactions and Cellular Mechanisms Guiding
Regeneration., Cold Spring Harb Perspect Biol. 2022 Jul
1;14(7):a040758. doi: 10.1101/cshperspect.a040758.PMID:
34649924 Review.
Sfakianakis, D. G., Leris, I., Laggis, A., & Kentouri, M. (2011).
The Effect Of Rearing Temperature On Body Shape And
Meristic Characters In Zebrafish (Danio Rerio) Juveniles.
Environmental Biology Of Fishes, 92(2), 197.
Soni H, Singhai AK. A recent update of botanicals for wound
healing activity. Int Res J Pharm. 2012; 3:1-6.
Stewart, S., Tsun, Z.Y., Izpisua Belmonte, J.C., 2009. " A
Histone Demethylase Is Necessary For Regeneration In
Zebrafish". Proceedings Of The National Academy Of
Sciences Of The United States Of America. 106(47): 19889-
94. BIBCODE: 2009 PNAS. 10619889s.
Doi:10,1073/Pnas.0904132106. Jstor25593294. PMC
2785262. PMID 19897725
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur G. & Kaur H., 2011,
Phytochemical Screening And Extraction: A Review,
International Pharmaceutica Sciencia, 1 (1), 98-106.
TOM, P.D. 2007. Abalone. Seafood Network Information
Center. http:// seafood.ucdavis.edu/. Tanggal akses 11
Desember 2022.
Tu, S., & Johnson, S. L. (2011). Fate Restriction in The
Growing And Regenerating Zebrafish Fin. Developmental
Cell, 20(5), 725732. Doi: 10.1016/J.Devcel.2011.04.013
Utami, N. (2018). Zebrafish (Danio rerio) Sebagai Hewan
Model Diabetes Mellitus. Biotrends, 9(1), 15-19.
Wardhana, A., A. Husein., dan J. Manurung. 2005. Efektifitas
Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) dengan Pelarut
Air, Metanol dan Heksan terhadap Mortalitas Larva Caplak
Boophilus microplus secara in Vitro. Bogor: Balai
Penelitian Veteriner.
Article
Full-text available
Tujuan penelitian ini adalah untuk optimalisasi inovasi dalam formulasi pakan yang lebih ekonomis dan berkelanjutan yang berfokus pada penggunaan limbah sebagai bahan alternatif yang lebih murah, mudah didapat dan tersedia sepanjang tahun menjadi sangat penting untuk terus dilakukan. Tepung maggot, ampas tahu dan ampas kelapa merupakan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan, kandungan nutrisi dan daya cerna limbah tersebut dapat ditingkatkan dengan fermentasi. Pemanfaatan limbah yang difermentasi sebagai pakan diberikan ke cacing laut (Nereis sp.) karena tergolong detritus feeder dan omnivore. Penelitian ini bertujuan mengoptimalkan pertumbuhan dan sintasan cacing laut (Nereis sp.) dengan pakan fermentasi limbah dari tepung maggot, ampas tahu dan ampas kelapa. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 3 perlakuan formulasi pakan yaitu A. formulasi tepung maggot, ampas tahu dan ampas kelapa difermentasi, B. formulasi tepung maggot, ampas tahu dan ampas kelapa tanpa difermentasi dan C. pakan komersil masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik dan sintasan cacing laut (Nereis sp.) terbaik pada pakan fermentasi. Pakan fermentasi dapat digunakan sebagai pengganti pakan komersil untuk budidaya cacing laut (Nereis sp.). The aim of this research is to optimize innovation in more economical and sustainable feed formulation. that focuses on the use of waste as an alternative material that is cheaper and easily available throughout the year is very important to continue to be carried out. Maggot flour, tofu dregs and coconut dregs are waste that can be used as feed, the nutritional content and digestibility of the waste can be increased by fermentation. The use of fermented waste as feed is given to marine worms (Nereis sp.) because they are classified as detritus feeders and omnivores. This study aims to optimize the growth and survival of marine worms (Nereis sp.) with fermented waste feed from maggot flour, tofu dregs and coconut dregs. The study used a Completely Randomized Design (CRD), with 3 feed formulation treatments, namely A. maggot flour formulation, fermented tofu dregs and coconut dregs, B. maggot flour formulation, tofu dregs and coconut dregs without fermentation and C. commercial feed each treatment was repeated 3 times. From the results of the study, it can be concluded that the absolute growth, specific growth rate and survival of marine worms (Nereis sp.) are best in fermented feed. Fermented feed can be used as a substitute for commercial feed for the cultivation of marine worms (Nereis sp.).
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Penambahan Singkong Fermentasi pada Pakan terhadap Performa Pertumbuhan Ikan Nila Salin (Oreochromis sp) yang telah dilakukan pada bulan Februari sampai April 2024 di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) FUFE MBE Kampung Nafri Distrik Abepura Kota Jayapura Provinsi Papua. Tujuan Penelitian ini yaitu menganalisis berapa nilai optimum penambahan dosis singkong fermentasi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot dan panjang benih ikan nila salin. Metode penelitian ini menggunakan benih ikan nila salin ukuran +_ 7 cm dengan menggunakan model percobaan penambahan dosis singkong fermentasi 25%, 35% dan 50% dan pelet 100% sebagai pembanding yang kemudian dipelihara dalam waskom ukuran +_ 30 liter. Pengukuran pertambahan bobot dan panjang benih ikan nila salin dilakukan setiap 14 hari. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan analisis ANOVA yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penambahan dosis singkong fermentasi berpengaruh terhadap laju pertumbuhan panjang dan berat ikan nila salin, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap efisiensi pakan dan kelangsungan hidup ikan. Meskipun penambahan singkong fermentasi dosis 50% tidak mempengaruhi efisiensi pakan secara signifikan, dosis ini memberikan hasil yang baik untuk kelangsungan hidup ikan, dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 93%. This research aims to analyze the addition of fermented cassava to Feed on the Growth Performance of Salin Tilapia (Oreochromis sp) which was conducted from February to April 2024 at the FUFE MBE Community Seeding Unit (UPR) Nafri Village, Abepura District, Jayapura City, Papua Province. The purpose of this study was to analyze the optimum value of the addition of fermented cassava doses that affect the growth of the weight and length of salin tilapia seeds. This research method uses salin tilapia seeds measuring +_ 7 cm using an experimental model of adding fermented cassava doses of 25%, 35% and 50% and 100% pellets as a comparison which are then maintained in a basin measuring +_ 30 liters. Measurement of the increase in weight and length of salin tilapia seeds is carried out every 14 days. Based on the results of the research conducted and the ANOVA analysis that has been carried out, it can be concluded that the addition of fermented cassava doses affects the growth rate of length and weight of saline tilapia, but does not significantly affect feed efficiency and fish survival. Although the addition of fermented cassava at a dose of 50% does not significantly affect feed efficiency, this dose gives good results for fish survival, with a survival rate reaching 93%.
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemberian kombinasi pakan komersil dengan pakan tepung Azolla microphylla optimal bagi pertumbuhan dan kandungan proksimat pakan ikan. Penelitian dilaksanakan di Unit Budidaya Ikan Desa Tanabangka Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa, menggunakan delapan wadah kontainer plastik kapasitas yang diisi air sebanyak 50 liter. Benih ikan nila berukuran 0,03 cm ditebar dengan kepadatan 2 ekor per liter dan dipelihara selama 30 hari. Perlakuan yang dilakukan adalah pemberian 100% pakan komersil (A), 25% pakan komersial + Pakan tepung Azolla microphylla 75% (B), 50% pakan komersil + 50% pakan tepung Azolla microphylla (C), 75% pakan komersil + 25% pakan tepung Azolla microphylla (D). Frekuensi pemberian pakan empat kali sehari dengan dosis 8% pekan pertama dan pekan ke dua meningkat 10% dari bobot biomassa. Desain penelitian adalah dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan 3 ulangan untuk setiap perlakuan. Parameter yang diamati meliputi kandungan proksimat pakan, pertumbuhan dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi pakan komersil dengan pakan Azolla microphylla pada rasio yang berbeda berpengaruh nyata terjadap pertumbuhan (P<0,05). Perlakuan D Azolla microphylla sebagai pakan substitusi dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan ikan nila. Kualitas air selama pemeliharaan masih mendukung pertumbuhan dan kandungan proksimat pakan benih ikan nila. This study aims to evaluate the combination of commercial feed with optimal Azolla microphylla flour feed for the growth and proximate content of fish feed. The research was carried out at the Fish Cultivation Unit of Tanabangka Village, West Bajeng District, Gowa Regency, using eight plastic containers with a capacity of 50 liters filled with water. Tilapia seeds measuring 0.03 cm are stocked with a density of 2 fish per liter and kept for 30 days. The treatment carried out is the provision of 100% commercial feed (A), 25% commercial feed + 75% Azolla microphylla flour feed (B), 50% commercial feed + 50% Azolla microphylla flour feed (C), 75% commercial feed + 25% Azolla microphylla flour feed (D). The frequency of feeding four times a day with a dose of 8% in the first week and the second week increased by 10% of the biomass weight. The study design was a complete randomized design (RAL) with four treatments and 3 replicates for each treatment. The parameters observed include feed proximate content, growth and water quality The results showed that the combination of commercial feed with Azolla microphylla feed at different ratios had a real effect on growth (P<0.05). The treatment of D Azolla microphylla as a substitute feed can be optimally utilized for tilapia growth. Water quality during maintenance still supports the growth and proximate content of Tilapia fry feed.
Article
Full-text available
Ikan lele mutiara memiliki pertumbuhan yang cepat dan nilai ekonomis yang tinggi. Akan tetapi budidaya ikan lele mutiara dalam jumlah besar menimbulkan masalah lingkungan sehingga diperlukan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan efektif untuk meningkatkan kualitas air dan mempercepat pertumbuhan serta meningkatkan tingkat kelangsungan hidup ikan. Penelitian ini memberikan ecoenzim dalam media budidaya dengan dosis berbeda dalam rentang 5 ml/l-10 ml/l dalam perbaikan kualitas air, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup ikan lele. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan pengaruh dosis ekoenzim yang berbeda terhadap perbaikan kualitas air yaitu amonia, nitrat, dan nitrit serta pertumbuhan dan kelangsungan hidup dalam budidaya ikan Lele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kisaran pH mencapai 6,20-8,00, DO 7,13-8,93, suhu 25,67-31,00 NH3 0,25-0,98, nitrat 0,0083-0,05, nitrit 0,00067-0,01 dengan pertumbuhan A(5m/l) 0,03% SR 55%, B(7,5m/l) 0,02% SR 48,33%, C(10m/l) 0,04% 23,33%, dan K(0m/L) 0,01% 1,67%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pemberian ecoenzim dengan dosis 5 m/L, 7,5 m/L dan 10 m/L tidak berpengaruh terhadap kandungan amoniak, nitrat, nitrit dalam media budidaya, serta pertumbuhan ikan lele mutiara namun berpengaruh terhadap kelangsungan hidupnya. The influence of different doses of eco enzyme on improving quality of cultivation water in rearing pearl catfish. Pearl catfish has rapid growth and high economic value. However, the culture of large numbers of pearl catfish poses an environmental problem so that a more environmentally friendly and effective is needed to improve water quality thus accelerating growth and increasing fish survival rates. This study provided eco enzyme in the cultivation with different dose in the range of 5 ml/l – 10 ml/l in improving water quality, growth and survival of catfish. The aim of this study was to compare the effect of different eco enzyme dose in improving water quality, namely Ammonia, Nitrate and Nitrite also growth and survival in catfish farming. The result showed that the range of pH values reached 6.20 – 8.00; DO 7.13 – 8.93; Temperature 25.67-31.00 NH3 0.25-0.98; Nitrate 0.0083 -0.05; Nitrile 0.00067-0.01; with growth A(5m/l) 0.03% SR 55%, B(7.5m/l) 0.02% SR 48.33%, C(10m/l) 0 .04% 23.33%, and K(0m/L) 0.01% 1.67%. So it can be concluded that the administration of eco enzyme at a dose of 5 ml, 7.5 m/L and 10 m/L has no affect the content of ammonia, nitrate, nitrite in the culture media, and it has not affect the growth of the Mutiara Catfish but it has effect on its survival.
Article
Full-text available
Ikan mas merupakan ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan dan Lidah buaya merupakan tanaman berbatang pendek, batangnya tidak kelihatan karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan Sebagian terbenam dalam tanah. Penelitian dilakukan menggunakan metode eskperimen yang penelitian ini akan menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, dikarenakan media penelitian dianggap homogen sehingga yang mempengaruhi hasil pada penelitian adalah pengaruh perlakuan dan faktor lainnya Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen. Perlakuan dalam metode eksperiman yang dilakukan berupa pemberian pakan dengan tingkat perbandingan yang berbeda terhadap efesiensi pakan, pertumbuhan dan kelangsungan Hidup ikan mas. teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan probability sampling khususnya simple random sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bawah penambahan serbuk lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kalangsungan hidup ikan mas, penurunan presentase serbuk lidah buaya terjadi pada perlakuan A, C, dan D dalam formulasi pakan mengakibatkan benih ikan mas terjadi penurunan, sedangkan presentese perlakuan B mengalami peningkatan. Goldfish are fish that are resistant to environmental changes and Aloe vera is a plant with short stems, the stems are not visible because they are covered by dense leaves and some are buried in the ground. The research was carried out using an experimental method, this research will use a Completely Randomized Design (CRD) pattern. With 4 treatments and 3 replications, because the research media is considered homogeneous so what influences the results of the research is the influence of treatment and other factors. This research uses an experimental type of research. Treatment in the experimental method was carried out in the form of feeding with different levels of comparison of feed efficiency, growth and survival of goldfish. The sampling technique in this research uses probability sampling, especially simple random sampling. The results of this study showed that the addition of aloe vera powder had a significant effect on goldfish survival. The decrease in the percentage of aloe vera powder occurred in treatments A, C, and D in the feed formulation resulting in a decrease in goldfish fry, while the percentage in treatment B increased.
Article
Full-text available
Mustard plants can grow well and adapt well in almost all soil types, both lightly structured mineral soils and heavily structured loamy soils and organic soils such as peat soils. Aquaponics is a technique that integrates closed-loop aquaculture (recirculation aquaculture) in combination with plants. The function of eco-enzymes is to eliminate pollutants and prevent overgrowth of microorganisms in food, pesticides and insecticides, and natural organic fertilizers. The aim of the study was to determine the best ecoenzyme dose for the growth of mustard greens (Brassica juncea L.) in an aquaponic system. This research method used a fully Randomized Block Design (RBD) consisting of 4 treatments and 3 replicates. The treatments were treatment A: eco-enzyme 5 ml/L, treatment B: eco-enzyme 10 ml/L, treatment C: eco-enzyme 15 ml/L, treatment D: control (0). As a result, the administration of a dose of 15 ml/L ecoenzyme could achieve the best results in terms of plant height, number of leaves and crop weight of mustard greens (Brassica juncea L.). Tanaman sawi dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik hampir di semua jenis tanah baik pada tanah-tanah mineral yang bertekstur ringan sampai tanah liat yang bertekstur berat maupun tanah organik seperti tanah gambut. Akuaponik merupakan teknik yang mengintegrasikan budidaya ikan secara tertutup (resirculating aquaculture) yang dipadukan dengan tanaman. Fungsi eco-enzyme adalah membersihkan polutan, mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang berlebih pada makanan, pestisida, dan insektisida serta sebagai pupuk organik alami. Tujuan penelitian untuk mengetahui dosis pemberian eco-enzyme yang terbaik terhadap pertumbuhan tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) pada sistem akuaponik. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah perlakuan A : Eco-enzyme 5 ml/L, perlakuan B : Eco-enzyme 10 ml/L, perlakuan C : Eco-enzyme 15 ml/L, perlakuan D : Kontrol (0). Hasilnya, pemberian dosis 15 ml/L eco-enzyme mampu memberikan hasil terbaik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat panen tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.)..
Article
Full-text available
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis parameter kualitas air media pemeliharaan benih ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang diberi pakan berbahan baku tepung keong mas (Pomacea canaliculata) diantaranya suhu, pH, DO, NH3, NO2, dan H2S. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Bosowa yang dilaksanakan selama 5 minggu yaitu pada bulan April sampai Juni 2023. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diberikan keong mas dengan dosis perlakuan A (70%), perlakuan B (65%), perlakuan C (60%), dan perlakuan D (0%). Frekuensi pemberikan pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari dengan dosis 5% dari bobot tubuh hewan uji. Parameter uji yang diamati yaitu suhu, pH, DO, amonia (NH3), nitrit (NO2), dan hidrogen sulfida (H2S). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsentrasi pakan tepung keong mas dengan berbagai dosis berbeda memberikan pengaruh (p<0.05) terhadap kadar amonia (NH3) diawal dan diakhir penelitian. Kadar amonia (NH3) pada perlakuan D (0%) diakhir penelitian telah melebihi baku mutu air untuk kegiatan perikanan kelas III (0,02 mg/L). Sedangkan konsentrasi pakan tepung keong mas dengan berbagai dosis berbeda tidak memberikan pengaruh (p<0.05) terhadap kadar nitrit (NO2) dan kadar H2S diawal dan diakhir penelitian. Kadar nitrit pada semua perlakuan telah melebihi baku mutu air untuk kegiatan perikanan kelas III (0,06 mg/L) dan kadar H2S pada semua perlakuan masih berada dibawah batas ambang baku mutu air (0,05 mg/L). The purpose of this study was to analyze the water quality parameters of the rearing medium for Tilapia (Oreochromis niloticus) seeds which were fed feed made from golden snail flour (Pomacea canaliculata) including temperature, pH, DO, NH3, NO2, and H2S. This research took place at the Laboratory of the Aquaculture Study Program, Faculty of Agriculture, Bosowa University, which was carried out for 5 weeks, from April to June 2023. This research was an experimental study using four treatments and three replications. The treatment given by golden snail was with treatment dose A (70%), treatment B (65%), treatment C (60%), and treatment D (0%). The frequency of feeding was carried out twice a day at a dose of 5% of the body weight of the test animals. The test parameters observed were temperature, pH, DO, ammonia (NH3), nitrite (NO2), and hydrogen sulfide (H2S). The results of the study concluded that the concentration of golden snail flour feed at various different doses had an effect (p<0.05) on ammonia (NH3) levels at the beginning and at the end of the study. The level of ammonia (NH3) in treatment D (0%) at the end of the study exceeded the water quality standard for class III fishing activities (0.02 mg/L). Meanwhile, the concentration of golden snail flour feed with various different doses had no effect (p<0.05) on nitrite (NO2) and H2S levels at the beginning and end of the study. Nitrite levels in all treatments exceeded the water quality standard for class III fishing activities (0.06 mg/L) and H2S levels in all treatments were still below the water quality standard threshold (0.05 mg/L).
Article
Full-text available
Lama penyinaran merupakan faktor eksternal/sinyal lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, sintasan, dan kadar albumin ikan gabus (Channa striata). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama penyinaran dengan periode waktu berbeda terhadap pertumbuhan, sintasan, dan kadar albumin ikan gabus pada bak terkontrol. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan berupa penyinaran yang berbeda yaitu perlakuan A (24 T; 0 G), B (18 T; 6 G), C (12 T; 12 G), D (6T: 18 G) dan perlakuan E (0T; 24 G). Penelitian ini dilakukan selama 40 hari dengan 3 ulangan. Parameter uji penelitian ini yaitu pertumbuhan, sintasan, dan kadar albumin. Penelitian ini dilaksananakan di bulan Juni tahun 2023 bertempat di Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Makassar. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan perlakuan D dan E tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan pertumbuhan perlakuan A, B, dan C. Kondisi terang–gelap berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, sintasan, dan kadar albumin ikan gabus. Untuk pertumbuhan dan sintasan, perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan D dan perlakuan E masing-masing menghasilkan nilai pertumbuhan berat (9,46 gram) dan (10,67 gram), berat harian (0,2365 gram/hari) dan (0,2667 gram/hari), pertumbuhan panjang D (12,08 cm), dan E (12,42 cm) dengan pertumbuhan panjang harian (30,20 %) dan (31,05%). cm/hari), dan sintasan masing-masing sebesar 93%. Dan 95%. Untuk kadar albumin terbaik diperoleh pada perlakuan A sebesar 3,90 % The length of irradiation is an external/environmental signal that can affect growth, survival, and albumin content of cork fish (Channa striata). This study aimed to determine the length of irradiation with different time period on growth, survival, and albumin content of cork fish in controlled tank. This study used experimental method with complete randomized design (CRD). The treatment in the form of different irradiation, namely treatment A (24 T; 0 G), B (18 T; 6 G), C (12 T; 12 G), D (6T: 18 G) and treatment E (0T; 24 G) . This research was conducted for 40 days with 3 replication. The test parameters of this study were growth, survival, and albumin levels. This research was carried out in June 2023 at the Makassar Plantation Product Industry Center. The result showed that the growth in treatments D and E is not significantly different, but significantly different from the growth in treatments A, B, and C. Light-dark conditions has a significant effect on growth, survival, and albumin levels of snakehead fish. For growth and survival, the best treatment is in treatment D and treatment E each producing weight growth values (9.46 grams) and (10.67 grams), daily weight (0.2365 grams/day) and (0.2667 gram/day), length growth D (12.08 cm), and E (12.42 cm) with daily length growth (30.20%) and (31.05%). cm/day), and survival rates are 93%, respectively. And 95%. The best albumin content is obtained in treatment A of 3.90%
Article
Full-text available
Tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih rajungan saat pendederan masih rendah. Penggunaan pakan alami untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan belum banyak dilakukan. Pemberian pakan buatan dan pakan segar sering dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Hasil penelitian tentang pemanfaatan pakan alami pada pendederan masih sangat kurang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio pemberian Phronima Sp dan Artemia salina pada pendederan crablet rajungan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Penelitian ini dilaksanakan di unit pembenihan rajungan Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar pada bulan Maret-Mei 2023. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), diuji dengan menggunakan wadah 30 liter sebanyak 15 buah di mana setiap wadah yang diisi dengan 20 liter air laut steril bersalinitas 31- 32 ppt dan ditebar crablet rajungan (C5) sebanyak 20 ekor setiap wadah. Ada 5 perlakukan dan 3 ulangan yaitu A: Phronima sp 100%, B: Artemia salina 100%, C: Phronima sp 50%+Artemia salina 50%, D: Phronima sp 25%+Artemia salina 75% dan E: Phronima 75%+Artemia salina 25%. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Phronima sp 25%+Artemia 75% merupakan rasio yang terbaik. The survival rate and growth of crab rajungan in nursery was still low. The use of natural feed to improve survival and growth has not been widely carried out, artificial feeding and fresh feeding can often lead to a deterioration in water quality. The resullt of research on the use of natural feed in nursery is still lackin. This study aimed to determine the ratio of Phronima Sp and Artemia salina in crablet nursery which can increase survival and growth. This research was conducted at the mackerel hatchery unit of the Takalar Brackish Water Aquaculture Fishery Center in March-May 2023. The research design used a Completely Randomized Design (CRD), tested using 15 unit 30-liter containers, each container filled with 20 liters of sterile seawater with a salinity of 31-32 ppt and 20 crablets (C5) were stocked in each container. There were 5 treatments and 3 repetitions, namely A: Phronima Sp. 100%, B: Artemia salina100%, C: Phronima sp 50% + Artemia salina 50%, D: Phronima Sp. 25% + Artemia salina 75% and E: Phronima 75% + Artemia salina 25%. The research result showed that the ratio of Phronima Sp 25%+Artemia salina 75% is the best ratio.
Article
Full-text available
The zebrafish caudal fin has become a popular model to study cellular and molecular mechanisms of regeneration due to its high regenerative capacity, accessibility for experimental manipulations, and relatively simple anatomy. The formation of a regenerative epidermis and blastema are crucial initial events and tightly regulated. Both the regenerative epidermis and the blastema are highly organized structures containing distinct domains, and several signaling pathways regulate the formation and interaction of these domains. Bone is the major tissue regenerated from the progenitor cells of the blastema. Several cellular mechanisms can provide source cells for blastemal (pre-)osteoblasts, including dedifferentiation of differentiated osteoblasts and de novo formation from other cell types, providing intriguing examples of cellular plasticity. In recent years, omics analyses and single-cell approaches have elucidated genetic and epigenetic regulation, increasing our knowledge of the surprisingly complex coordination of various mechanisms to achieve successful restoration of a seemingly simple structure.
Article
Full-text available
Since skin is the first barrier separating the body from the external environment, impaired wound healing can be life threatening to living organisms. Delayed healing processes are observed in animals under certain circumstances, such as advanced age, diabetes, and immunosuppression, but the underlying mechanisms of the abnormality remain elusive. Redox homeostasis is defined as the balance between the levels of reactive oxygen species (ROS) and antioxidants in which antioxidative enzymes play central roles in scavenging ROS. In addition to deleterious effects, ROS also exert beneficial functions on some cellular processes such as transducing phosphorylation signaling, but excessive antioxidants may impede the healing process. Hence, strict control over the amounts of antioxidants is desirable when applied for therapeutic purposes. Here we overview recent findings regarding the relationships between antioxidative enzymes and wound healing. Unveiling the role of antioxidative enzymes is expected to contribute to our understanding of the wound healing processes.
Article
Full-text available
Several reports promoted the potential of shellfish due to their ability to act as antioxidant, anti-inflammatory, and antimicrobial agents. Pacific abalone, Haliotis discus hannai viscera is, reported to possess bioactivities such as antioxidative stress and anti-inflammatory. In this study, anti-inflammatory potential of mucus-secreting glands from shell-shucking waste of H. discus hannai was evaluated using RAW 264.7 mouse macrophage cell model. Results indicated that presence of H. discus hannai mucosubstance by-products (AM) significantly lowered the nitric oxide (NO) production along the expressional suppression of inflammatory mediators such as cytokines TNF-α, IL-1β, and IL-6 and enzymes iNOS and COX-2. Also, AM was shown to increase expression of anti-inflammatory response mediator HO-1. Presence of AM also scavenged the free radicals in vitro. In conclusion, by-products of H. discus hannai are suggested to possess notable anti-inflammatory potential which promotes the possibility of utilization as functional food ingredient.
Article
Full-text available
The zebrafish fin provides a valuable model to study the epimorphic type of regeneration, by which the amputated part of the appendage is nearly perfectly replaced. To accomplish fin regeneration, two reciprocally interacting domains need to be established at the injury site, namely, a wound epithelium and a blastema. The wound epithelium provides a supporting niche for the blastema, which contains mesenchyme-derived progenitor cells for the regenerate. The fate of blastemal daughter cells depends on their relative position with respect to the fin margin. The apical compartment of the outgrowth maintains its undifferentiated character, whereas the proximal descendants of the blastema progressively switch from the proliferation program to the morphogenesis program. A delicate balance between self-renewal and differentiation has to be continuously adjusted during the course of regeneration. This review summarizes the current knowledge about the cellular and molecular mechanisms of blastema formation, and discusses several studies related to the regulation of growth and morphogenesis during fin regeneration. A wide range of canonical signaling pathways has been implicated during the establishment and maintenance of the blastema. Epigenetic mechanisms play a crucial role for the regulation of the cellular plasticity during the transition between differentiation states. Ion fluxes, gap-junctional communication and protein phosphatase activity have been shown to coordinate proliferation and tissue patterning in the caudal fin. The identification of the downstream targets of the fin regeneration signals and the discovery of mechanisms integrating the variety of input pathways represent exciting future aims in this fascinating field of research.This article is protected by copyright. All rights reserved.
Article
Full-text available
WARDHANA, A.H., AMIR HUSEIN and J. MANURUNG. 2005. The effectivity of Annona squamosa L seeds extracted by diverse organic solvents: water, methanol and hexane against mortality of tick larvae, Boophilus microplus in vitro. JITV 10(2): 134-142. Boophilus microplus is the most important pest in livestock industries. The use of synthetic chemical acaricides is the main method of tick control, however, chemical acaricides are expensive, and they are harmful to environment and cause strain resistance. The aim of study was to investigate the affectivity of Annona squamosa L seeds extracted by diverse organic solvents such as water, methanol and hexane against mortality of Boophilus microplus larvae in vitro. Five hundred and fifty larvae were used in this study and divided into three groups e.g. water (3, 4 and 5% concentration), methanol and hexane extract groups (0.25, 0.50, and 0.75% concentration). Coumaphos (0.50%) was used as a positive control. The larvae were dipped into extract solution for 10 seconds and dried using filter paper. Their mortality was observed from one to five hours. The mortality data were transformed to Abbot formula and analyzed using probit analysis with 95% significant level. This study showed that the active compound of Annona squamosa L seeds had effectively contact toxic property for B. microplus larvae at 5, 0.50, and 0.75% for water, methanol and hexane extractions, respectively. The lethal concentrations of methanol extract (LC 50 , LC 90 , and LC 95) were lower than hexane extract e.g. 0.32, 0.86, and 1.13%, respectively and for hexane extract were 0.35, 1.11, and 1.54%, respectively at fifth hour. The lethal times of methanol extract on 0.50% concentration were shorter than hexane extract e.g. 3.12 hours (LT 50), 5.86 hours (LT 90), and 7.00 hours (LT 95) and for hexane extract on 0.75% concentration were 3.26 hours (LT 50), 6.21 hours (LT 90), and 7.45 hours (LT 95). Water extract of 5% concentration was effective for traditional farmer in rural area due to easy and cheap method. The lethal concentrations of water extract on fifth hour were 2.02% (LC 50), 4.00% (LC 90), and 4.85% (LC 95) and the lethal time on 5% concentration were 2.54 hours (LT 50), 4.13 hours (LT 90), and 4.75 hours (LT 95).
Article
This study aimed to determine the protein content and free amino acid composition of abalone (Haliotis asinina) broodstock fed by fresh macroalgae and formulated diet. Hatchery produced abalones (16 month old) were used in this study. They were fed with 3 species of macroalgae: Gracilaria verrucosa (A), G. edulis (B) and Ulva lactuca (C) and 2 formulated feeds (D and E) for 60 days. The result showed that the protein content of abalone fed by macroalgae and formulated diets from the highest were 18.79±1.19% (B), 17.70±1.05% (A), 17.52±0.26% (C), 16.67±0.31% (D) and 14.59 ±0.56% (E), respectively. All of the fifteen amino acids (L-Isoleucine, L-Glutamic acid, L-Phenylalanine, L-Serine, L-Histidine, L-Threonine, L-Proline, L-Tyrosine, L-Leucine, L-Aspartic acid, L-Lysine HCL, Glycine, L-Arginine, L-Alanine, L-Valine) of broodstock abalone fed formulated feed (D) were higher than those of G. verrucosa, formulated feed (E; with binder agar), G. edulis and U. lactuca. Four free amino acids (Glycine, L-Serine, L-Proline and L-Alanine) content of abalone broodstocks hepatopancreas fed by macroalgae showed no significant different than those fed by formulated feeds. Abalone broodstocks fed by formulated feed (D) and G. verrucosa contained higher glutamic acid, glicyne, aspartic acid and arginine and faster maturation and spawning time compare to those of broodstock fed with formulated feed (e) and natural feed (G. edulis and U. lactuca).
Article
Marine organisms are increasingly being investigated as sources of bioactive molecules with therapeutic applications as nutraceuticals and pharmaceuticals. In particular, nutraceuticals are gaining popularity worldwide owing to their therapeutic potential and incorporation in functional foods and dietary supplements. Abalone, a marine gastropod, contains a variety of bioactive compounds with anti-oxidant, anti-thrombotic, anti-inflammatory, anti-microbial and anti-cancer activities. For thousands of years different cultures have used abalone as a traditional functional food believing consumption provides health benefits. Abalone meat is one of the most precious commodities in Asian markets where it is considered a culinary delicacy. Recent research has revealed that abalone is composed of many vital moieties like polysaccharides, proteins and fatty acids that provide health benefits beyond basic nutrition. A review of past and present research is presented with relevance to the therapeutic potential of bioactive molecules from abalone.
Article
Background: Damage or destruction of sensory hair cells in the inner ear leads to hearing or balance deficits that can be debilitating, especially in older adults. Unfortunately, the damage is permanent, as regeneration of the inner ear sensory epithelia does not occur in mammals. Results: Zebrafish and other non-mammalian vertebrates have the remarkable ability to regenerate sensory hair cells and understanding the molecular and cellular basis for this regenerative ability will hopefully aid us in designing therapies to induce regeneration in mammals. Zebrafish not only possess hair cells in the ear but also in the sensory lateral line system. Hair cells in both organs are functionally analogous to hair cells in the inner ear of mammals. The lateral line is a mechanosensory system found in most aquatic vertebrates that detects water motion and aids in predator avoidance, prey capture, schooling, and mating. Although hair cell regeneration occurs in both the ear and lateral line, most research to date has focused on the lateral line due to its relatively simple structure and accessibility. Conclusions: Here we review the recent discoveries made during the characterization of hair cell regeneration in zebrafish.