Available via license: CC BY-NC 4.0
Content may be subject to copyright.
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 875
Resiko Suku Bunga/Imbal Bagi Hasil
Herziani Fera Efiza1 Rahmahwati Fitri2 Ridho Rahmatullah3 Supiya Anggraini4 Joni
Hendra5
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, Indonesia1,2,3,4,5
Email: herzianifiza9866@gmail.com1 rahmawatif535@gmail.com2
rahmatullahridho64@gmail.com3 supiyaanggraini28@gmail.com4 joni_hendra77@yahoo.co.id5
Abstrak
Penelitian ini menginvestigasi resiko suku bunga dan imbal hasil dalam konteks keuangan. Melalui
analisis statistik dan model prediktif, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi fluktuasi suku bunga dan imbal hasil, serta dampaknya terhadap portofolio investasi.
Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan yang berharga bagi para investor dan manajer
portofolio dalam mengelola risiko dan mengoptimalkan hasil investasi mereka. Bank syariah
menghadapi risiko kompleks dalam mengelola pembiayaan bagi nasabahnya. Risiko tersebut meliputi
risiko imbal hasil dan risiko suku bunga yang dapat mempengaruhi pendapatan dan keuntungan bank.
Kontrak mudharabah dan murabahah merupakan dua kontrak utama dalam bank syariah yang terkait
dengan risiko suku bunga dan imbal hasil. Meskipun risiko ini dapat dikelola dengan baik melalui
manajemen risiko yang efektif, penting untuk memahami perbedaan dan implikasi dari kedua risiko ini
dalam konteks bank Syariah.
Kata Kunci: Risiko, Suku Bunga, Imbal Hasil
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
PENDAHULUAN
Ketika bank syariah menerima permohonan pembiayaan calon nasabah, bank syariah
akan mengahadapi risiko ketika calon nasabah yang akan diberikan pembiayaan tidak amanah
dan tidak profesional, sehingga bisa saja nasabah tersebut sengaja tidak mengangsur angsuran
pembiayaan atau pembiayaan yang diberikan dipergunakan tidak sesuai dengan isi akad.
Sementara ketika bank syariah menolak permohonan pembiayaan calon nasabah, bank syariah
akan menghadapi risiko hilangnya calon nasabah yang potensial dan berkurangnya kuantitas
nasabah di bank syariah tersebut. Pada implementasinya di mana bank syariah beroperasi
bergandengan tangan dengan bank konvensional (dual banking system), kedua sistem dapat
berinteraksi mengingat bahwa mereka beroperasi dalam lingkungan ekonomi makro yang
umum. Jika rate of return di bank-bank Islam dan suku bunga di konvensional bank
dihubungkan, peningkatan suku bunga dapat mendorong bank Islam meningkatkan laba
deposito mereka dalam rangka untuk menghindari masalah deposan mengalihkan deposito
mereka ke bank-bank konvensional atau menarik dana mereka.
Bank syariah memiliki resiko yang lebih kompleks dibandingkan dengan perusahaan
yang bergerak di sector lainnya. Kompleksitas persoalan perbankan tidak semata menyangkut
organ-organ perusahaan tetapi juga melibatkan nasabah dan masyarakat luas serta kondisi
stabilitas perekonomian dalam mencakup luas. Karena pada dasarnya manusia tidak dapat
memastikan apa yang akan terjadi di masa yang akan dating. Kerugian sendiri merupakan
bentuk dari risiko dari ketentuan dan ketetapan Allah (Sunatullah). Islam memandang bahwa
risiko merupakan sebuah sunatullah dalam sebuah kegiatan bisnis. Termasuk memprediksi
kerugian yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Dalam usahanya mencari nafkah,
manusia dihadapkan kepada situasi yang tidak pasti. Karna manusia biasa merencanakan
setiap kegiatan maupun investasi apa saja yang akan dilakukan.
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 876
HASIL DAN PEMBAHASAN
Resiko Suku Bunga/Imbal Bagi Hasil
Pengertian Risiko
Risiko dalam segala bentuk dan sumber sebagai komponen yang tidak akan bisa
dipisahkan dari segala kegiatan karena masa depan sebagai sesuatu hal yang sulit diprediksi
dan selalu ada ketidakpastian yang menimbulkan risiko. Risiko pada konteks perbankan adalah
suatu kondisi potensial baik yang diperkirakan atau tidak yang memiliki dampak negatif pada
pendapatan dan capital bank. Risiko menggambarkan adanya kemungkinan terjadinya
fenomena yang tidak diinginkan dan sesuatu yang non-accrual dan tidak terduga dan/atau
direncanakan. Dalam ekonomi, risiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian moneter akibat
adanya transaksi dan kerugian yang diakibatkan menurunnya imbal hasil keuangan. Fluktuasi
yang bersifat siklus dan perubahan harga dapat meningkatkan terjadinya risiko yang tidak
diinginkan.
1
Jenis-Jenis Risiko
Risiko dibagi menjadi dua, yaitu risiko yang bersifat sistemik dan sistematis.
2
1. Risiko Sistematik adalah Seluruh instrumen sekuritas pada pasar modal, di mana risiko ini
terjadi akibat adanya fluktuasi atau ketidakpastian politik dan ekonomi yang selanjutnya
memberikan pengaruh kepada perilaku aset dalam pasar modal. Sehingga, risiko sistematik
dalam pasar modal adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari atau tidak mungkin untuk
dikendalikan. Di sisi lain, risiko sistemik adalah risiko yang berkaitan dengan rangkaian
proses yang dikendalikan/dijalankan seperti risiko investasi di dalam sebuah perusahaan
yang dapat terjadi akibat.
2. Risiko Sistematik merupakan bagian tingkat suku bunga yang terjadi. Fluktuasi tingkat suku
bunga tidak dapat sepenuhnya dikendalikan, namun pengukuran dengan metode tertentu
dapat dilakukan untuk mengatasi risiko suku bunga ini. Pengukuran risiko tingkat suku
bunga sangat penting karena berguna untuk mengukur seberapa besar dampak negatif dari
sebuah kejadian yang tidak diinginkan dalam perekonomian. Dalam kajian keuangan, suku
bunga seharusnya tidak hanya dilihat dalam konteks ekonomi saja, namun juga dalam
konteks lain.
Di sisi lain, terdapat begitu banyak sudut pandang mengenai hal ini. Sudut pandang
financial income menyebutkan bahwa pendapatan yang akan dihasilkan di masa depan,
dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dikarenakan perhitungan nilai saat ini dilakukan dengan
memasukkan asumsi tingkat suku bunga. Jika ada perubahan yang tidak terduga pada
sukubunga, maka terjadi risiko yang membuat nilai pendapatan menjadi lebih rendah
dibandingkan yang sebelumnya diperkirakan.
3
Di sisi lain, sudut pandang institutional
menyebutkan bahwa perubahan tingkat suku bunga berpengaruh pada nilai pasar suatu
institusi keuangan. Hal ini dikarenakan nilai dari aset dan kewajiban institusi keuangan di satu
sisi dan off-balancesheet contracts (tercermin pada suku bunga) di sisi lain, dipengaruhi oleh
perubahan tingkat suku bunga dan nilai sekarang dari arus kas masa depan bahkan dalam
beberapa kasus, arus kas masa depan ini sendiri dapat mengalami perubahan.
4
1
Durmus Ozdemir, “Risiko Tingkat Suku Bunga Di Pasar Keuangan Turki Pada Periode Waktu Yang Berbeda,” Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan 16, no. 3 (2014),h. 196.
2
Ibid
3
Ibid
4
Ibid
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 877
Perbedaan Risiko Imbal Hasil dan Risiko Tingkat Bunga
Risiko tingkat pengembalian yang dipengaruhi oleh perubahan yang diharapkan pada
tingkat pengembalian yang diterima bank syariah dan disebabkan oleh perubahan perilaku
dana pihak ketiga bank nasabah. Hal tersebut terjadi karena dua faktor yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Dipengaruhi oleh faktor internal, seperti penurunan nilai saham bank
syariah atau penurunan dana kecukupan modal. Dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti
kenaikan imbal hasil bank syariah atau kenaikan suku bunga bank tradisional. Risiko
pengembalian hampir sama dengan tingkat risiko bank tradisional, tetapi terdapat beberapa
perbedaan dalam risiko pengembalian dan suku bunga:
5
1. Menurut sumber pendapatan
a. Resiko pengembalian Bank Syariah merupakan gabungan antara mark-up dan investasi
berbasis ekuitas, sehingga ketidakpastiannya semakin besar.
b. Risiko Suku Bunga Bank tradisional mengoperasikan sekuritas pendapatan tetap atas
dasar bunga aset, oleh karena itu, ada sedikit ketidakpastian dalam tingkat pengembalian
investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo.
2. Sesuai dengan jumlah kembalian
a. Resiko pengembalian Hasil deposito bank syariah diharapkan, tetapi belum disepakati
sebelumnya. Selain itu, hingga akhir masa investasi, pengembalian investasi berdasarkan
sistem kemitraan tidak terlalu akurat.
b. Risiko Suku Bunga Tingkat pengembalian deposito bank biasa telah ditentukan
sebelumnya.
Risiko Imbal Hasil Dalam Perspektif Syariah
Perbankan adalah lembaga intermediasi untuk pihak yang mempunyai kelebihan dana
dengan yang tidak mempunyai kecukupan dana. Sehingga peran tersebut penting dalam
melakukan pendistribusian kekayaan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dan fungsi
perbankan sebagai mediator yang memperoleh amanah dari sahibul mal untuk diinvestasikan
dalam kegiatan yang menguntungkan, kegiatan tersebut tentunya memiliki risiko kerugian
karena kesalahan atau akibat yang lain seperti resesi ekonomi Pada peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/23/PBI/2011 tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah memaparkan bahwasanya terdapat penambahan dua risiko khusus
perbankan syariah yaitu risiko imbal hasil (rate of return risk) dan risiko investasi (equity
investment risk).
6
Dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 13/2/PBI/2011 tanggal 2
November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif, baik untuk bank
secara individu maupun bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak, yang paling kurang
mencakup 4 (empat) pilar berikut:
7
1. Pengawas aktif Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah.
2. Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit manajemen risiko.
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko, serta
sistem informasi manajemen risiko.
4. Sistem pengendalian internal yang menyeluruh.
Pembiayaan bagi hasil (profit and loss sharing), sebagai bentuk salah satu dari pola
pembiayaan pada perbankan syariah dan dimana pola ini sebagai ciri khasnya. Pola tersebut
5
Akbar, “Manajemen Risiko Di Perbankan Syariah,” Milkiyah: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah 1, no. 2 (2022),h.56.
6
Achmad Boys Awaluddin Rifai, “Analisis Risiko Imbal Hasil Pada Bank Syariah,” Al-Infaq: Jurnal Ekonomi Islam 11, no. 2 (2020),h 26.
7
Muhammad Lathief Ilhamy Nasution, Islamic Bank Financing Management, FEBI UIN-SU Press, 2018, h. 106
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 878
mengandung prinsip al-gunm bil gurm atau alkharaj bi ad-daman , yang artinya tidak ada bagi
hasil tanpa bagian dalam risiko.
Rumus Perhitungan Pembiayaan Bagi Hasil Bank Syariah
Profit sharing ratio mengukur besaran pembiayaan yang memakai prinsip bagi hasil yang
diberikan Bank Umum Syariah lewat akad mudharabah dan musyarakah pada total
pembiayaan secara keseluruhan, Adapun rumus yang dipakai adalah sebagai berikut: Profit
Sharing Ratio = (Mudharabah + Musyarakah): Total Financing Risiko imbal hasil merupakan
potensi kerugian karena pergerakan imbal hasil di pasar yang berlawanan pada posisi atau
adanya transaksi perbankan.
8
Jadi, perbankan syariah tidak mengalami adanya risiko suku
bunga karena ada harga dalam pembiayaan tidak memakai tingkat suku bunga. Risiko imbal
hasil di perbankan syariah merupakan risiko yang ada akibat akad syirkah berupa mudharabah
dan musyarakah sehingga muncul profit and loss sharing.
Contoh Kasus:
A dan B sepakat untuk membentuk kemitraan mudharabah dan musyarakah untuk
menjalankan bisnis perdagangan. A menyediakan modal sebesar 100 juta rupiah, sementara B
menyediakan keahlian manajerial dan operasional. Keuntungan dan kerugian akan dibagi
sesuai kesepakatan. Kesepakatan:
A menyediakan modal: 100 juta rupiah
B menyediakan manajerial dan operasional
Keuntungan dan kerugian dibagi 60% untuk A dan 40% untuk B
Rumus Profit Sharing Ratio:
Profit Sharing Ratio=Mudharabah + Musyarakah
total modal total modal
Penyelesaian:
- Mudharabah=Modal A×Persentase Bagi Hasil Mudharabah
- Musyarakah=Modal B×Persentase Bagi Hasil
- Total Modal=Modal A+Modal B
Dengan data yang diberikan, kita bisa menghitung:
Mudharabah = 100 juta x 60/100 = 60 juta
Musyarakah = 0 juta (karena B tidak menyediakan modal)
Toal modal = 100 juta
Profit Sharing Ratio=60 Juta + 0 Juta = 0,6
100 juta 100 Juta
Jadi, dalam contoh ini, Profit Sharing Ratio untuk kemitraan mudharabah dan musyarakah
adalah 0.6 atau 60%. Artinya, dari keuntungan yang diperoleh, 60% akan diberikan kepada A
sebagai pemilik modal, dan 40% akan diberikan kepada B sebagai mitra manajerial dan
operasional.
Imbal Hasil dalam Perspektif Syariah
Imbal hasil adalah salah satu kegiatan utama yang dilakukan dalam bank syariah
sebagaimana layaknya dalam industri perbankan syariah. dengan kata lain pembiayaan berarti
menyediakan dana untuk memberikan fasilitas guna memenuhi kebutuhan pihak ketiga. Secara
umum pembiayaan dibedakan menjadi dua jenis sesuai dengan tujuannya yaitu pembiayaan
produktif dan pembiayaan konsumen. Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang
8
Ibid
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 879
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi. Sedangkan pada pembiayaan konsumtif
berarti suatu pembiayaan yang bertujuan dalam pemenuhan kebutuhan konsumtif.
9
Apabila
didasarkan pada keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi pembiayaan modal kerja
serta pembiayaan investasi. Pada pembiayaan modal kerja digunakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan, baik dalam rangka peningkatan produksi maupun keperluan perdagangan.
Sedangkan pembiayaan investasi digunakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang-
baranag modal serta fasilitas. Penyetoran sejumlah dana oleh nasabah pembiayaan kepada
bank disebut sebagai imbal hasil pembiayaan di bank syariah.
10
Penentuan tingkat bagi hasil
pembiayaan ditentukan atas tingkat harga dari komoditas yang diperjualbelikan oleh
perbankan, sehingga pihak perbankan harus mampu memperkirakan antara selisih imbal hasil
dana simpanan nasabah dan imbal hasil dana pembiayaan pada bank syariah.selisih imbal hasil
itu disebut sebagai margin imbal hasil. Dengan berkembang pesatnya pembiayaan dalam bank
syariah bisa memungkinkan timbulnya permasalahan pad hukum yang berkaitan dengan
mekanisme pembiayaan tersebut. Adapun sumber pendapatan bank syariah dalam distribusi
pembiayaan yaitu sebagai berikut:
11
1. Membagi hasil berdasarkan kontrak mudharabah. Kontrak mudharabah adalah salah satu
bentuk kerjasama keuangan dalam sistem keuangan Islam, di mana pihak yang menyediakan
modal (shahibul maal) dan pihak yang mengelola modal (mudharib) berbagi keuntungan
atau kerugian sesuai dengan persentase yang disepakati sebelumnya. Dalam prakteknya,
kontrak mudharabah bertujuan untuk membagi risiko dan keuntungan secara adil antara
pihak yang terlibat. Oleh karena itu, baik shahibul maal maupun mudharib harus bekerja
sama untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko potensial, termasuk risiko suku bunga,
demi keberhasilan kerjasama ini sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Dalam
konteks ini, mari tinjau bagaimana kontrak mudharabah dapat terkait dengan resiko suku
bunga/imbal hasil:
a. Pendapatan dan Keuntungan: Jika suku bunga naik, mudharib dapat mengalami tekanan
lebih besar untuk memastikan investasi yang dijalankan dapat memberikan keuntungan
yang memadai untuk kedua belah pihak.
b. Peningkatan suku bunga dapat mengurangi keuntungan bersih yang dapat dibagi antara
shahibul maal dan mudharib
c. Kewajiban Bagi Hasil: Dalam kontrak mudharabah, keuntungan atau kerugian dibagi
sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Jika suku bunga naik atau turun, kewajiban bagi
hasil tetap berlaku, dan tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh modal dapat
dipengaruhi oleh kondisi suku bunga.
d. Manajemen Risiko Suku Bunga: Pihak yang menyediakan modal (shahibul maal) mungkin
menghadapi risiko suku bunga terutama jika mereka berinvestasi dalam instrumen
keuangan yang rentan terhadap fluktuasi suku bunga. Mudharib perlu
mempertimbangkan risiko suku bunga saat mengelola investasi agar dapat
memaksimalkan keuntungan bagi kedua belah pihak.
e. Strategi Pengelolaan Risiko: Mudharib dapat menggunakan berbagai strategi untuk
mengelola risiko suku bunga, seperti diversifikasi investasi atau penggunaan instrumen
keuangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap fluktuasi suku bunga.
Pengelolaan risiko ini harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam Islam.
9
Hendra Cipta, “Rate of Return Risk Pada Perbankan Syariah Di Indonesia,” Edugama: Jurnal Kependidikan dan Sosial Keagamaan 6, no. 2
(2020),h.91.
10
Wiwik Saidatur Rolianah, Sri Mulyani, and Muhammad Ridlwan Hasyim, “Analisis Manajemen Risiko Imbal Hasil Perbankan Syariah Di Era
Pandemi Covid-19,” Jurnal Istiqro: Jurnal Hukum Islam, Ekonomi dan Bisnis 7, no. 2 (2021),h.34
11
Ibid
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 880
f. Ketidakpastian Pasar: Perubahan suku bunga dapat menciptakan ketidakpastian dalam
lingkungan pasar. Mudharib dan shahibul maal perlu memiliki pemahaman yang kuat
tentang kondisi pasar dan ekonomi untuk mengelola risiko dengan bijak.
2. Keuntungan/margin atas kontrak jual beli. Dalam konteks keuangan syariah, kontrak jual
beli syariah mengacu pada transaksi perdagangan yang mematuhi prinsip-prinsip Islam. Ada
beberapa bentuk kontrak jual beli syariah, salah satunya adalah Murabahah, di mana penjual
mengungkapkan kepada pembeli biaya aset dan keuntungan yang diambil sebagai markup.
Berikut adalah beberapa aspek keuntungan/margin dan resiko yang terkait dengan kontrak
jual beli syariah, seperti Murabahah, dalam konteks resiko suku bunga/imbal hasil:
a. Markup atau Keuntungan. Dalam kontrak Murabahah, penjual menentukan markup
(keuntungan) atas harga pokok aset yang dijual kepada pembeli. Keuntungan ini harus
disepakati secara jelas antara penjual dan pembeli pada awal transaksi
b. Stabilitas Margin. Dalam jual beli syariah seperti Murabahah, markup atau keuntungan
ditentukan pada awal transaksi dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi suku bunga. Hal ini
memberikan stabilitas margin bagi pihak yang terlibat, sehingga tidak ada risiko suku
bunga langsung terhadap keuntungan yang diharapkan
c. Resiko Pasar Lainnya. Meskipun keuntungan dalam kontrak jual beli syariah dapat stabil,
ada resiko pasar lainnya yang perlu diperhitungkan, seperti fluktuasi harga aset yang
mendasarinya atau perubahan kondisi pasar yang tidak terkait dengan suku bunga
d. Manajemen Risiko. Pihak yang terlibat dalam kontrak jual beli syariah harus memiliki
strategi manajemen risiko yang baik untuk mengatasi potensi risiko yang mungkin
muncul selama masa kontrak. Diversifikasi portofolio atau pemilihan aset yang kuat
secara fundamental adalah strategi yang bisa digunakan.
e. Ketentuan Syariah. Keuntungan yang diperoleh dalam kontrak jual beli syariah harus
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, termasuk larangan riba (bunga) dan aspek-aspek
lain yang dilarang dalam Islam.
f. Keterlibatan Pihak Ketiga. Dalam beberapa kasus, kontrak jual beli syariah melibatkan
pihak ketiga yang bertindak sebagai perantara antara penjual dan pembeli. Pihak ketiga
ini juga harus mematuhi prinsip-prinsip syariah dan dapat mempengaruhi keuntungan
atau margin yang diperoleh.
3. Hasil sewa berdasarkan akad ijarah dan juga IMBT. Kontrak ijarah (sewa) dan IMBT (Ijarah
Muntahiyah Bittamlik atau Sewa dengan Hak Milik) adalah bentuk transaksi keuangan
syariah di mana aset disewakan dengan membayar sewa, dan pada akhir periode sewa, aset
dapat dibeli dengan harga tertentu atau dihibahkan kepada penyewa. Adapun hasil sewa
dalam kedua kontrak ini dapat terkait dengan risiko suku bunga/imbal hasil adalah sebagai
berikut:
12
a. Ijarah (Sewa):
a) Keuntungan Sewa
1) Pihak yang menyewa (lessee) membayar sewa kepada pemilik aset (lessor) untuk
menggunakan aset tersebut.
2) Keuntungan sewa ini tetap konstan selama periode sewa dan tidak terpengaruh oleh
fluktuasi suku bunga.
b) Resiko Suku Bunga
1) Resiko suku bunga cenderung minim dalam kontrak ijarah karena pembayaran
sewa telah disepakati pada awal kontrak.
2) Fluktuasi suku bunga tidak secara langsung mempengaruhi jumlah sewa yang harus
dibayar.
12
Ibid
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 881
c) Manajemen Risiko
1) Pihak yang menyewa memiliki kepastian pembayaran sewa selama periode sewa,
yang memudahkan perencanaan keuangan.
2) Risiko terkait dengan aset, seperti perubahan nilai atau kondisi aset, mungkin lebih
relevan daripada risiko suku bunga.
b. Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT):
a) Keuntungan Sewa dan Hak Milik:
1) Pihak yang menyewa memiliki hak untuk membeli aset pada akhir periode sewa
dengan harga yang telah ditentukan.
2) Keuntungan dari sudut pandang penyewa adalah bahwa mereka dapat memperoleh
kepemilikan atas aset yang disewa setelah membayar semua sewa.
b) Resiko Suku Bunga:
1) Jika harga pembelian pada akhir periode sewa terkait dengan suku bunga (misalnya,
indeks suku bunga), maka fluktuasi suku bunga dapat mempengaruhi harga
pembelian.
2) Risiko ini tergantung pada ketentuan kontrak dan apakah harga pembelian sudah
ditetapkan atau terkait dengan variabel tertentu.
c) Manajemen Risiko: Pihak yang menyewa dapat mengelola risiko suku bunga dengan
mengadopsi kontrak yang menetapkan harga pembelian yang tetap atau menggunakan
instrumen keuangan yang mengurangi eksposur terhadap fluktuasi suku bunga.
Dalam kedua kontrak ijarah dan IMBT, risiko suku bunga mungkin tidak menjadi fokus
utama, terutama karena kontrak ini lebih berfokus pada aspek kepastian pembayaran sewa
dan kepemilikan aset. Namun, sebaiknya selalu diperhatikan ketentuan kontrak secara
spesifik, karena beberapa kontrak mungkin memiliki elemen yang terkait dengan suku
bunga atau variabel ekonomi lainnya. Manajemen risiko yang baik dan pemahaman
mendalam terhadap kontrak tersebut sangat penting untuk mengelola potensi risiko dan
mencapai keberhasilan transaksi.
4. Fee serta biaya administrasi atas jasa-jasa yang diberikan bank syariah. Dalam konteks bank
syariah, pendapatan bank biasanya berasal dari berbagai sumber, termasuk fee dan biaya
administrasi atas jasa-jasa yang diberikan kepada nasabah. Adapun resiko suku
bunga/imbal bagi hasil dalam hal ini dapat mempengaruhi sejumlah aspek:
13
a. Fee dan Biaya Administrasi
a) Biaya Layanan:
1) Bank syariah dapat mengenakan biaya layanan untuk jasa-jasa tertentu seperti
penanganan transaksi, penyimpanan dokumen, dan layanan lainnya.
2) Resiko suku bunga: Fluktuasi suku bunga mungkin tidak langsung mempengaruhi
biaya layanan, tetapi dapat berdampak pada permintaan nasabah untuk jasa
tertentu.
b) Biaya Penyimpanan
1) Bank syariah juga dapat memberikan layanan penyimpanan dokumen atau barang
berharga dengan mengenakan biaya tertentu.
2) Resiko suku bunga: Jika biaya penyimpanan terkait dengan aset atau barang yang
nilainya dipengaruhi oleh suku bunga, fluktuasi suku bunga dapat berdampak pada
biaya ini.
c) Biaya Transaksi dan Investasi:
13
Ibid
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 882
1) Bank syariah dapat membebankan biaya untuk transaksi dan investasi yang
dilakukan oleh nasabah, terutama jika melibatkan manajemen portofolio atau
produk investasi syariah
2) Resiko suku bunga: Jika produk investasi terkait dengan suku bunga, fluktuasi suku
bunga dapat mempengaruhi hasil investasi dan pada gilirannya memengaruhi biaya
transaksi.
d) Biaya Layanan Keuangan:
1) Biaya layanan keuangan dapat melibatkan biaya administrasi untuk pengelolaan
rekening dan penyediaan informasi keuangan.
2) Resiko suku bunga: Meskipun secara langsung tidak terkait dengan suku bunga,
fluktuasi suku bunga dapat mempengaruhi keputusan nasabah terkait dengan
penggunaan layanan keuangan.
b. Resiko Suku Bunga/Imbal Bagi Hasil
a) Resiko Pendapatan dari Imbal Bagi Hasil. Jika bank syariah memiliki produk atau
layanan yang berbasis pada prinsip bagi hasil (misalnya, mudharabah atau
musharakah), fluktuasi suku bunga dapat mempengaruhi pendapatan yang dibagikan
kepada nasabah.
b) Resiko Investasi Syariah. Jika bank syariah melakukan investasi dalam instrumen
keuangan syariah yang rentan terhadap suku bunga (misalnya, sukuk), fluktuasi suku
bunga dapat mempengaruhi nilai investasi dan hasilnya.
c) Manajemen Resiko. Bank syariah perlu memiliki strategi manajemen risiko yang baik,
termasuk diversifikasi portofolio dan pemahaman mendalam tentang karakteristik
suku bunga, untuk mengelola resiko suku bunga yang mungkin muncul.
Penting untuk dicatat bahwa resiko suku bunga/imbal bagi hasil dapat bervariasi
tergantung pada jenis layanan dan produk yang disediakan oleh bank syariah. Bank perlu
secara cermat memonitor dan mengelola resiko ini untuk memastikan keberlanjutan
operasional dan pemenuhan prinsip-prinsip syariah. Terdapat dua factor umum yang dapat
menentukan tingkat pengembalian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
14
1. Faktor internal yaitu:
a. Biaya imbal hasil,
a) Fleksibilitas Biaya
1) Lembaga keuangan syariah dapat menetapkan biaya imbal hasil sesuai dengan jenis
produk atau layanan yang mereka tawarkan.
2) Resiko suku bunga: Fleksibilitas ini memungkinkan lembaga untuk menyesuaikan
biaya imbal hasil dengan kondisi suku bunga yang mungkin berubah.
b) Ketentuan Kontrak:
1) Dalam kontrak bagi hasil, lembaga syariah perlu menetapkan ketentuan yang jelas
terkait dengan pembagian keuntungan dan risiko antara pihak-pihak yang terlibat.
2) Resiko suku bunga: Kontrak harus mempertimbangkan dampak fluktuasi suku
bunga terhadap hasil dan bagaimana risiko ini akan dibagikan.
b. Biaya operasi
a) Efisiensi Operasional
1) Biaya operasi yang efisien dapat membantu lembaga keuangan syariah mengurangi
beban finansial dan meningkatkan keberlanjutan operasional.
2) Resiko suku bunga: Efisiensi operasional dapat membantu mengurangi dampak
fluktuasi suku bunga terhadap laba bersih.
14
Desy Intan Wulansari, “Pengaruh Bagi Hasil Dan Suku Bunga Terhadap Jumlah Deposito Mudharabah,” Journal Perbankan Syariah 2, no. 1
(2015),h.112
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 883
b) Teknologi dan Inovasi
1) Pemanfaatan teknologi dan inovasi dalam operasional dapat membantu lembaga
keuangan syariah untuk mengurangi biaya dan meningkatkan daya saing.
2) Resiko suku bunga: Efisiensi melalui teknologi dapat membantu lembaga untuk
lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan kondisi suku bunga.
c. Kondisi lainnya.
a) Lingkungan Ekonomi.
1) Faktor-faktor ekonomi seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi dapat
mempengaruhi kondisi suku bunga dan kinerja lembaga keuangan syariah.
2) Resiko suku bunga: Pemahaman mendalam terhadap kondisi ekonomi membantu
lembaga untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai dalam menghadapi risiko
suku bunga.
b) Kondisi Pasar Keuangan:
1) Kondisi pasar keuangan global dan regional dapat memengaruhi tingkat suku bunga
dan nilai instrumen keuangan syariah.
2) Resiko suku bunga: Mengikuti perubahan kondisi pasar keuangan membantu
lembaga untuk merespons dengan cepat terhadap perubahan suku bunga.
c) Kepemimpinan dan Manajemen Risiko
1) Kepemimpinan yang baik dan manajemen risiko yang efektif sangat penting dalam
menghadapi kondisi ekonomi yang tidak pasti.
2) Resiko suku bunga: Kepemimpinan yang proaktif dan manajemen risiko yang
terarah dapat membantu mengelola dampak fluktuasi suku bunga.
2. Faktor Eksternal yaitu: pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, perubahan nilai tukar valas,
dan masih banyak lainnya. Secara khusus faktor lainnya yang tak kalah penting yang bisa
mempengaruhi besar kecilnya penetapan imbal hasil yaitu kebutuhan dana, persaingan,
kualitas agunan, jangka waktu, besarnya margin yang diinginkan, kebijakan pemerintah,
reputasi perusahaan, serta daya saing produk yang diberikan.
Fatwa MUI Terkait Imbal Bagi Hasil
Menurut FatwaDewan Syari’ah Nasional No: 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip
distribusi hasil usaha dalamlembaga keuangan syari'ah. Pada dasarnya, LKS boleh
menggunakan prinsip Bagi Hasil (NetRevenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing)
dalampembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-
ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (NetRevenue
Sharing). Hal ini bahwa pembiayaan akad mudharabah sudah sesuai dengan syareat islam
termasuk dalam praktek di perbankan syariah. Bagi hasil yang terdapat di perbankan syariah
di bagi secara adil sesuai dengan akad diawal yang dijalankan oleh kedua belah pihak atau lebih
dengan berprinsip adanya keterbukaan baik ketika mendapatkan keuntungan dan kerugian
ditanggung secara bersama.
15
Dapat di simpulkan. bahwa bagi hasil adalah usaha yang memang
dibangun berdasarkan kesepakatan dan keterbukaan antara shahibul maal dan mudharib
dalam mengelola suatu usaha dengan memberikan pembagian keuntungan berdasarkan
prosentase tertentu dari hasil usaha, ataupun penanggungan kerugian dari usaha yang
dijalankan dengan syarat kesepakatan tersebut bersifat adil dan transparan sehingga tidak ada
pihak-pihak yang merasa dirugikan. Persepsi ulama tentang bagi hasil dalam akad mudhârabah
sangat berperan penting, karena peran ulama sebagai tokoh masyarakat dan seseorang yang
dianggap ahli dalam agama islam akan menjadi panutan bagi semua masyarakat.
Terumuskannya sistem ekonomi islam secara konseptual termasuk perbankan syariah adalah
15
Mar’atus Sholeha, “Persepsi Ulama Tentang Praktek Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Di Perbankan Syariah,” Jurnal Unimus 7 (2011).,h.31
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 884
buah kerja keras para ulama.
16
Dalam lembaga keuangan syariah (LKS), berdasarkan fatwa
DSN-MUI yang merupakan ijihad kontemporer tentang pembiayaan mudhârabah yang menjadi
pedoman perbankan syariah di Indonesia, pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudhârabah
tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta
jaminan. Jadi menurut Fatwa DSN-MUI No. 7 tersebut, pada dasarnya dalam pembiayaan
mudhârabah tidak ada jaminan yang diberikan oleh mudhârib/pengelola harta dalam arti lain,
jaminan bukanlah merupakan hal/sesuatu yang pokok dalam akad mudhârabah. Namun
jaminan bisa diadakan guna menghindari terjadinya penyimpangan dari pihak nasbaah atas
dana yang diberikan oleh pihak bank.
17
Hal ini berdasarkan prinsip Maslahat al-mursalah. Di sini kedudukan jaminan hanya
sebagai penghati-hati (ihtiyâth) dan merupakan hal yang bukan prinsip (syarat wajib) dalam
penentuan pemberian mudhârabah oleh pihak bank. Sedangkan yang merupakan hal yang
prinsip adalah kemampuan dan kelayakan usaha yang dilakukan oleh nasabah penerima
pembiayaan. Serta fungsi jaminan dalam pembiayaan mudhârabah bukanlah untuk
mengcover/menutup semua kerugian yang terjadi pada pembiayaan mudhârabah, meskipun
kerugian itu bukan karena sebab atau pun keteledoran dari nasabah pembiayaan.
18
Tidak
seperti pada pemberian kredit pada perbankan konvensional yang berbasis bunga, di mana
seluruh tanggung jawab atas kredit dibebankan secara keseluruhan kepada pihak nasabah.
Apabila kita tinjau dari aspek regulasinya, dalam hal ini ketentuan fatwa yang menjadi dasar
peroman kegiatan perbankan syariah melakukan kegiatan usahanya, dalam fatwa DSN-MUI No.
7 Tahun 2000 tentang Mudhârabah dinyatakan bahwa: “Pada prinsipnya, dalam pembiayaan
Mudhârabah tidak ada jaminan, namun agar mudhârib tidak melakukan penyimpangan, LKS
dapat meminta jaminan dari mudhârib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan
apabila mudhârib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati
bersama dalam akad. Berdasarkan ketentuan tersebut maka kedudukan jaminan bukanlah
untuk mengcover atas modal yang dikeluarkan oleh bank dan jaminan bukanlah hal yang
prinsip/pokok pada pembiayaan Mudhârabah, dalam artian pembiayaan Mudhârabah tanpa
jaminan sudah dapat disetujui/berlaku. Jadi kedudukan jaminan menurut Fatwa DSN-MUI No.
7 Tahun 2000 tentang Mudhârabah berfungsi untuk guna menghindari terjadinya
penyimpangan dari pihak nasabah pengelola dana agar tidak main-main dalam mengelola dana
pembiayaan Mudhârabah, dna jaminan bukanlah hal yang harus ada dan syarat wajib pada
setiap pembiayaan Mudhârab
Metode Imbal Hasil Pembiayaan Perspektif Syariah
Berdasarkan prinsip syariah metode imbal bagi hasil pembiayaan pada bank syariah
digolongkan menjadi dua yaitu sebagai berikut:
19
1. Penetapan tingkat imbal bagi hasil berdasarkan price base pricing. Pada umumnya
penetapan ini didasarkan pada konsep penghitungan biaya dana. Biaya dana bisa
dipengaruhi karena beberapa factor diantaranya:
a. Kebutuhan dana suatu bank dalam rangka membayar kewajibannya seperti halnya
penarikan uang dari nasabah setiap saat, mengharuskan bank untuk meningkatkan
pendapatan dana tertentu agar dapat mencukupi dana yang dibutuhkan.
b. Komposisi sumber/struktur dana pihak ketiga, jangka waktu, serta tingkat bunga yang
dihasilkan, ketentuan giro wajib minimum, persaingan antar bank, kebujakan
16
Ibid
17
Ibid
18
Panji Adam, M. Yunus, and Popon Srisusilawati, “Analisis Kedudukan Jaminan Pada Akad Mudhârabah Dalam Fatwa Dsn-Mui No. 7 Tentang
Pembiayaan Mudhârabah,” Prosiding SNaPP2016 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora 6, no. 1 (2016),h. 36.
19
Rifai, “Analisis Risiko Imbal Hasil Pada Bank Syariah.”
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 885
pemerintah, tingkat imbal hasil maupun bunga, target keuntungan yang diinginkan, serta
kualitas pembiayaan daik dalam negeri maupun luar negeri. Pada umumnya metode
penghitungan biaya dana yang telah ditetapkan oleh perbankan baik bank syariah
maupun bank konvensional terdiri atas tiga cara yaitu sebagai berikut:
20
1) Metode biaya rata-rata tertimbang. Dalam metode ini didasarkan atas kondisi biaya
dana bank yang sebenarnya. Cost of fund dihitung sesuai peran masing-masing sumber
dana/ masing-masing jenis, termasuk memperhitungkan minimal wajib likuiditas yang
didapat dari angka aktual sesuai kebutuhan lembaga setiap hari, dan menghitung biaya
premi asuransi gadai yang dibayarkan oleh institusi. Andalkan dana tabungan nasabah.
Pada metode kali ini memperlihatkan besarnya biaya dana yang telah riil serta secara
langsung memperlihatkan besarnya biaya dana yang seharusnya dibayar leh bank.
2) Biaya modal rata-rata historis. Ini merupakan metode yang cukup sederhana serta
paling mudah dalam memperhitungkan biaya dana bank, yakni dana dibagi dengan
total tahun atau waktu yang secara bersamaan. Kelemahannya yakni pada hasil yang
diperoleh tidak mengilustrasikan angka/nilai cost of fund yang berlaku saat ini, akan
tetapi menilustrasikan besarnya dana yang telah dikeluarkan pada masa yang telah
berlalu. Metode ini dipakai apabila tingkat imbal hasil dana stabil.
3) Metode biaya dana marginal. Ini adalah motode yang mana biaya yang telah dibayar
oleh bank untuk memperoleh tambahan dana serta mendapatkan keuntungan yang
akan diterima dari bertambahnya aset yang dibiayai dengan dana yang didapatkan.
2. Tentukan pendapatan pembiayaan sesuai dengan tingkat pengembalian pasar. Tingkat
pengembalian pasar, yaitu pengembalian produk tabungan dan pembiayaan atau dana
penjatahan, jumlahnya tergantung pada mekanisme pasar. Melalui media massa tingkat
imbal hasil bisa diketahui serta data publik yang ditampilkan pada laman Bank Indonesia
atau OJK. Ada metode lainnya yang digunakan bank syariah dalam menentukan perhitungan
imbal hasil pada produk pembiayaan yaitu sebagai berikut:
a. Dalam penentuan imbal hasil yang ditentukan atas dasar nisbah Bagi hasil. Artinya,
keuntungan yang diperoleh nasabah akan dibagi dengan mengacu pada tingkat
keuntungan yang ditentukan dalam rapat ALCO (Asset and Liability Committee).
b. Prediksi tingkat keuntungan yang dibiayai dihitung atas dasar perkiraan penjualan,
lamanya cash to cash cycle, pemerkiraan biaya langsung, serta tidak langsung, serta
delayed factor.
c. Tentukan pendapatan sesuai dengan tingkat bagi hasil. Artinya, perkiraan pendapatan
yang diterima oleh pelanggan dibagi dengan tingkat keuntungan referensi yang
ditetapkan dalam rapat ALCO. Perkiraan pendapatan pembiayaan dihitung dengan
mempertimbangkan perkiraan penjualan, lamanya siklus kas ke kas, faktor penundaan
dan perkiraan biaya langsung.
d. Penentuan imbal hasil yang didasarkan atas nisbah bagi hasil penjualan yang ditentukan
berdasarkan penerimaan penjualan yang didapatkan dibagi dengan pokok pembiayaan
serta referensi tingkat keuntungan yang sudah ditetapkan pada ALCO. Dengan
mempertimbangkan prediksi penjualan, lamanya cash to cash cycle, serta delayed factor.
KESIMPULAN
1. Risiko suku bunga memiliki dampak pada proses dan mekanisme pasar serta dapat
mengubah struktur pasar. Perubahan tingkat suku bunga juga berpengaruh pada nilai pasar
20
Akhris Fuadatis Sholikha, “Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat Bagi Hasil, Likuiditas, Inflasi, Ukuran Bank, Dan Pertumbuhan Produk
Domestik Bruto Terhadap Deposito Mudharabah Bank Umum Syariah Di Indonesia,” el-Jizya : Jurnal Ekonomi Islam 6, no. 1 (2018),h. 22.
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 886
institusi keuangan. Pendapatan masa depan dan nilai pasar institusi keuangan dipengaruhi
oleh perubahan tingkat suku bunga.
2. Fungsi perbankan sebagai mediator yang memperoleh amanah dari sahibul mal untuk
diinvestasikan dalam kegiatan yang menguntungkan, kegiatan tersebut tentunya memiliki
risiko kerugian karena kesalahan atau akibat yang lain seperti resesi ekonomi Pada
peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang penerapan manajemen risiko
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah memaparkan bahwasanya terdapat
penambahan dua risiko khusus perbankan syariah yaitu risiko imbal hasil dan risiko
investasi.
3. Pembiayaan bagi hasil , sebagai bentuk salah satu dari pola pembiayaan pada perbankan
syariah dan dimana pola ini sebagai ciri khasnya. Pola tersebut mengandung prinsip al-gunm
bil gurm atau alkharaj bi ad-daman , yang artinya tidak ada bagi hasil tanpa bagian dalam
risiko.
4. Risiko imbal hasil di perbankan syariah merupakan risiko yang ada akibat akad syirkah
berupa mudharabah dan musyarakah sehingga muncul profit and loss sharing. Imbal hasil
adalah salah satu kegiatan utama yang dilakukan dalam bank syariah sebagaimana layaknya
dalam industri perbankan syariah.
5. Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
produksi. Sedangkan pada pembiayaan konsumtif berarti suatu pembiayaan yang bertujuan
dalam pemenuhan kebutuhan konsumtif. Penyetoran sejumlah dana oleh nasabah
pembiayaan kepada bank disebut sebagai imbal hasil pembiayaan di bank syariah.
6. Penentuan tingkat bagi hasil pembiayaan ditentukan atas tingkat harga dari komoditas yang
diperjualbelikan oleh perbankan, sehingga pihak perbankan harus mampu memperkirakan
antara selisih imbal hasil dana simpanan nasabah dan imbal hasil dana pembiayaan pada
bank syariah
7. Selisih imbal hasil itu disebut sebagai margin imbal hasil. Dengan berkembang pesatnya
pembiayaan dalam bank syariah bisa memungkinkan timbulnya permasalahan pad hukum
yang berkaitan dengan mekanisme pembiayaan tersebut. Dalam prakteknya, kontrak
mudharabah bertujuan untuk membagi risiko dan keuntungan secara adil antara pihak yang
terlibat.
8. Jika suku bunga naik atau turun, kewajiban bagi hasil tetap berlaku, dan tingkat keuntungan
yang dihasilkan oleh modal dapat dipengaruhi oleh kondisi suku bunga. Mudharib perlu
mempertimbangkan risiko suku bunga saat mengelola investasi agar dapat memaksimalkan
keuntungan bagi kedua belah pihak.
Saran: Dengan mempelajari tentang Resiko Suku Bunga/Imbal Bagi Hasil dapat
menjadikan Pengelolaan risiko ini harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam
Islam. Mudharib dan shahibul maal perlu memiliki pemahaman yang kuat tentang kondisi
pasar dan ekonomi untuk mengelola risiko dengan bijak.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Panji, M. Yunus, and Popon Srisusilawati. “Analisis Kedudukan Jaminan Pada Akad
Mudhârabah Dalam Fatwa Dsn-Mui No. 7 Tentang Pembiayaan Mudhârabah.” Prosiding
SNaPP2016 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora 6, no. 1 (2016)
Akbar. “Manajemen Risiko Di Perbankan Syariah.” Milkiyah: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah 1,
no. 2 (2022)
Cipta, Hendra. “Rate of Return Risk Pada Perbankan Syariah Di Indonesia.” Edugama: Jurnal
Kependidikan dan Sosial Keagamaan 6, no. 2 (2020)
JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology
E-ISSN: 3032-2758 P-ISSN: 3032-3495
Vol. 1 No. 2 Juli 2024
Herziani Fera Efiza, dkk. – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis 887
Durmus Ozdemir. “Risiko Tingkat Suku Bunga Di Pasar Keuangan Turki Pada Periode Waktu
Yang Berbeda.” Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan 16, no. 3 (2014)
Intan Wulansari, Desy. “Pengaruh Bagi Hasil Dan Suku Bunga Terhadap Jumlah Deposito
Mudharabah.” Journal Perbankan Syariah 2, no. 1 (2015).
Mar’atus Sholeha. “Persepsi Ulama Tentang Praktek Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Di
Perbankan Syariah.” Jurnal Unimus 7 (2011).
Nasution, Muhammad Lathief Ilhamy. Islamic Bank Financing Management. FEBI UIN-SU Press,
2018.
Rifai, Achmad Boys Awaluddin. “Analisis Risiko Imbal Hasil Pada Bank Syariah.” Al-Infaq: Jurnal
Ekonomi Islam 11, no. 2 (2020)
Rolianah, Wiwik Saidatur, Sri Mulyani, and Muhammad Ridlwan Hasyim. “Analisis Manajemen
Risiko Imbal Hasil Perbankan Syariah Di Era Pandemi Covid-19.” Jurnal Istiqro: Jurnal
Hukum Islam, Ekonomi dan Bisnis 7, no. 2 (2021)
Sholikha, Akhris Fuadatis. “Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat Bagi Hasil, Likuiditas, Inflasi,
Ukuran Bank, Dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Terhadap Deposito Mudharabah
Bank Umum Syariah Di Indonesia.” el-Jizya : Jurnal Ekonomi Islam 6, no. 1 (2018).