ArticlePDF Available

Batasan untuk Keamanan: Analisis Kebijakan Pembatasan Ekspor Nikel Indonesia Menggunakan Pendekatan Poskolonialisme

Authors:

Abstract

Penelitian ini menganalisis kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia, sebagai produsen terbesar nikel dunia yang memiliki nilai tukar rendah, dengan pendekatan poskolonialisme. Pemerintah mengeluarkan peraturan ini pada 2019 dengan tujuan meningkatkan hilirisasi, investasi, dan penciptaan lapangan kerja untuk mempromosikan pengolahan dalam negeri. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan studi pustaka. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk secara rinci menggambarkan dan menganalisis kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia. Pendekatan studi pustaka melibatkan telaah mendalam terhadap literatur-literatur terkait kebijakan ekspor nikel dan kerangka pemikiran postkolonialisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan poskolonialisme Fanon dan Said untuk menganalisis kepentingan Indonesia dan dampaknya. Hasil penelitian ini adalah kebijakan pembatasan ekspor nikel tidak hanya menjadi langkah strategis ekonomi, tetapi juga simbol perang kemerdekaan yang melibatkan perjuangan identitas dan pembebasan mental dari pengaruh kolonial.
Jessica Angelina Anggraeni Purba
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Batasan untuk Keamanan: Analisis Kebijakan
Pembatasan Ekspor Nikel Indonesia
Menggunakan Pendekatan Poskolonialisme
Jessica Angelina Anggraeni Purba
Departemen Hubungan Internasional, Universitas Diponegoro
Abstrak
Penelitian ini menganalisis kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia,
sebagai produsen terbesar nikel dunia yang memiliki nilai tukar rendah, dengan
pendekatan poskolonialisme. Pemerintah mengeluarkan peraturan ini pada
2019 dengan tujuan meningkatkan hilirisasi, investasi, dan penciptaan lapangan
kerja untuk mempromosikan pengolahan dalam negeri. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
dengan studi pustaka. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk secara
rinci menggambarkan dan menganalisis kebijakan pembatasan ekspor nikel
Indonesia. Pendekatan studi pustaka melibatkan telaah mendalam terhadap
literatur-literatur terkait kebijakan ekspor nikel dan kerangka pemikiran
postkolonialisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan poskolonialisme
Fanon dan Said untuk menganalisis kepentingan Indonesia dan dampaknya.
Hasil penelitian ini adalah kebijakan pembatasan ekspor nikel tidak hanya
menjadi langkah strategis ekonomi, tetapi juga simbol perang kemerdekaan
yang melibatkan perjuangan identitas dan pembebasan mental dari pengaruh
kolonial.
Kata Kunci: Indonesia, Kebijakan, Nikel, Pembatasan, Poskolonialisme.
Abstract
This research analyzes Indonesia’s nickel export restriction policy, as the world’s
largest nickel producer, using a postcolonialist approach. The government
issued regulations in 2019 to increase downstreaming, investment and job
creation as a way to promote domestic processing. The research method used
in this research is a qualitative descriptive method with literature study. A
qualitative descriptive method was used to describe and analyze Indonesia’s
nickel export restriction policy in detail. The literature study approach involves
an in-depth review of literature related to nickel export policy and the framework
of postcolonialism. This research uses Fanon and Said’s postcolonial approach
to analyze Indonesia’s interests and their impacts. The results of this research
are that the policy of limiting nickel exports was not only a strategic economic
step, but also a symbol of the war of independence which involved a struggle for
identity and mental liberation from colonial inuence.
Keywords: Indonesia, Policy, Nickel, Restrictions, Postcolonialism
78
Batasan untuk keamanan: Analisis Kebijakan Pembatasan Ekspor Nikel
Indonesia Menggunakan Pendekatan Poskolonialisme
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Pendahuluan
Nikel merupakan sumber daya yang sangat prospektif untuk dikembangkan
menjadi non-ferrous alloy, stainless steel, electroplating, dan barang
lainnya yang dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi sehingga
bermanfaat bagi perekonomian nasional. Di Indonesia, pemanfaatan
sumber daya alam sudah masuk ke dalam Rencana Induk Pembesaran
dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011 hingga
2025. Tiga mineral logam utama yang masuk ke dalam rencana ini adalah
nikel, bauksit, dan tembaga dari 22 program kegiatan utama multisektor
(Soelistijo 2013). Menurut laporan dari United States Geological Survey
(USGS), Indonesia menempati posisi sebagai produsen bijih nikel terbesar
di dunia pada tahun 2019, dengan produksi mencapai 800 ribu ton dan
cadangan sebanyak 21 juta ton. Dengan angka-angka ini, Indonesia dapat
dianggap sebagai pemimpin utama dalam industri nikel secara global.
Data yang dicatat oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) menunjukkan bahwa sebanyak 296 perusahaan memiliki izin
usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK)
di sektor nikel, dan dari jumlah tersebut, 293 perusahaan telah aktif
beroperasi (Media Nikel Indonesia 2020).
Grak 1. Negara Produsen Nikel Terbesar di Dunia
Sumber: Media Nikel Indonesia, 2020
79
Jessica Angelina Anggraeni Purba
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024 80
Pada tahun 2023, jumlah sumber daya nikel di Indonesia mencapai 17,7
miliar ton bijih dan 177,8 juta ton logam. Jumlah ini setara dengan 23%
cadangan nikel yang ada di dunia (Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral Indonesia 2023). Berdasarkan jumlah sumber daya nikel
yang dimiliki, sudah bertahun-tahun lamanya Indonesia menjadi negara
pengekspor nikel di dunia, namun sayangnya ekspor ini masih dalam
bentuk raw material atau bahan mentah yang memiliki nilai jauh lebih
rendah dibandingkan dalam bentuk setengah jadi. Ekspor yang dilakukan
Indonesia pada akhirnya membuat cadangan nikel di Indonesia menipis
dan hanya mampu menyokong kebutuhan dalam negeri selama 7 hingga 8
tahun ke depan (Ramadhana et al. 2024).
Melihat angka yang semakin mengkhawatirkan, pada 28 Agustus 2019,
pemerintah Indonesia secara resmi mengeluarkan Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang
Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yang secara eksplisit
menyatakan bahwa Indonesia akan membatasi ekspor sumber daya nikel
dan akan dikelola menggunakan industri dalam negeri agar dapat memiliki
nilai tambah yang lebih besar dan bermanfaat untuk devisa negara. Secara
sederhana, Indonesia membatasi ekspor sumber daya nikel yang masih
berbentuk bahan mentah dan mengubahnya menjadi bahan setengah jadi.
Dengan pembatasan ekspor ini, terdapat berbagai respons tidak baik dari
berbagai pihak yang didapatkan oleh Indonesia, salah satunya adalah
dari Uni Eropa. Uni Eropa sebagai salah satu importir nikel Indonesia
menyatakan ketidaksetujuan dan mengajukan gugatan pada Organisasi
Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO). Gugatan ini
diberikan oleh Uni Eropa dengan tuduhan bahwa pembatasan ekspor
yang dilakukan oleh Indonesia dilakukan untuk menguntungkan industri
baja tahan kata dan pengecorannya. Poin utama dari gugatan Uni Eropa
adalah kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia dinilai diskriminatif.
Gugatan ini akhirnya dimenangkan oleh Uni Eropa, namun pada tahun
2022 Indonesia kembali mengajukan banding dan tetap melakukan
pembatasan ekspor sumber daya nikel (Radhica dan Wibisana 2023).
Sihotang dan Suandika (2023) dalam penelitian berjudul “Kebijakan
Larangan Ekspor Bijih Nikel yang Berakibat Gugatan Uni Eropa Di World
Trade Organization” menjelaskan tentang kebijakan larangan ekspor
nikel yang dilakukan Indonesia, berujung pada gugatan Uni Eropa di
WTO dengan argumen bahwa kebijakan tersebut dinilai merugikan
Eropa. Ramadhana et al (2024) dalam penelitian berjudul “Gugatan
Uni Eropa Terhadap Pembatasan Ekspor Nikel Indonesia” menjelaskan
tentang gugatan yang dilakukan Uni Eropa dalam merespons kebijakan
pembatasan ekspor nikel yang dilakukan Indonesia. Di dalam penelitian
ini, Ramadhana menjelaskan bahwa pembatasan yang dilakukan oleh
Batasan untuk keamanan: Analisis Kebijakan Pembatasan Ekspor Nikel
Indonesia Menggunakan Pendekatan Poskolonialisme
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
81
Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, seperti hilirisasi yang bertujuan
untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya nikel, peningkatan
pembangunan nasional, kepentingan nasional, praktik pertambangan
yang lebih ramah lingkungan, dan pembentukan lapangan kerja baru.
Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pembatasan ekspor
nikel Indonesia melalui pendekatan Poskolonialisme. Pendekatan
poskolonialisme merupakan kerangka pemikiran yang mengeksplorasi
dampak sejarah kolonialisme dan imperialisme terhadap budaya,
politik, dan identitas masyarakat yang pernah menjadi wilayah jajahan.
Pendekatan ini menyoroti ketidaksetaraan kekuasaan, penindasan budaya,
dan konstruksi identitas dalam konteks pascakolonial. Fokus utamanya
adalah mengkaji bagaimana struktur kekuasaan kolonial telah membentuk
hubungan global, serta bagaimana masyarakat dan individu pasca-kolonial
berupaya mengatasi warisan kolonial dalam upaya membangun identitas
yang otonom dan resisten terhadap dominasi budaya dan politik asing.
Pendekatan poskolonialisme juga dipilih karena memberikan perspektif
yang kritis terhadap sejarah kolonialisme dan dampaknya terhadap
kebijakan ekonomi dan politik saat ini. Dalam konteks Indonesia,
masa lalu kolonialisme telah mempengaruhi pembentukan struktur
kekuasaan, eksploitasi sumber daya alam, dan pembangunan ekonomi
yang cenderung menguntungkan pihak kolonial. Dengan menganalisis
kebijakan pembatasan ekspor nikel melalui lensa poskolonialisme, kita
dapat memahami bagaimana Indonesia sebagai negara pasca-kolonial
berusaha membangun kemandirian ekonomi dan mengatasi warisan
kolonial dalam upaya memperoleh kontrol atas sumber daya alamnya.
Argumen atau hipotesis yang ditawarkan dalam tulisan ini adalah bahwa
kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia dapat dilihat sebagai
upaya untuk merebut kembali kontrol atas sumber daya alam yang telah
dieksploitasi selama masa kolonial. Dengan membatasi ekspor nikel
mentah dan mengarahkannya ke industri dalam negeri untuk pemrosesan
lebih lanjut, Indonesia berupaya meningkatkan nilai tambah produk
dan mengurangi ketergantungannya pada pasar global yang cenderung
dikendalikan oleh negara-negara maju. Berdasarkan latar belakang yang
telah dijelaskan di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah “Bagaimana
analisis pendekatan Poskolonialisme terhadap kebijakan pembatasan
ekspor nikel Indonesia?”
Jessica Angelina Anggraeni Purba
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif dengan studi pustaka. Metode deskriptif kualitatif
dengan studi pustaka adalah pendekatan penelitian yang digunakan
untuk menjelaskan dan menggambarkan fenomena tertentu secara rinci
dan mendalam menggunakan data kualitatif yang diperoleh dari sumber-
sumber tertulis atau studi pustaka. Pendekatan ini bertujuan untuk
memahami fenomena secara holistik, mengeksplorasi kompleksitasnya,
dan menangkap berbagai nuansa dan konteks yang terlibat (Agustianti
et al. 2022). Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk secara rinci
menggambarkan dan menganalisis kebijakan pembatasan ekspor nikel
Indonesia.
Pendekatan studi pustaka melibatkan telaah mendalam terhadap
literatur-literatur terkait kebijakan ekspor nikel dan kerangka pemikiran
postkolonialisme. Teknik pengumpulan data yang digunakan melibatkan
analisis dokumen dan studi pustaka. Penulis mengakses dan meneliti
berbagai dokumen terkait kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia,
termasuk kebijakan resmi, laporan pemerintah, dan data statistik
terkait ekspor nikel. Selain itu, penulis juga merinci literatur terkait
postkolonialisme untuk memahami kerangka pemikiran teoritis yang
mendasari analisis. Studi pustaka juga menjadi sumber data kunci,
membantu dalam memahami penyebab kebijakan ekspor nikel dalam
perspektif postkolonial. Kombinasi kedua teknik ini memungkinkan
penelitian untuk menyusun analisis yang komprehensif tentang bagaimana
kebijakan tersebut tercermin dalam literatur dan dokumen resmi, serta
bagaimana hal itu terkait dengan dimensi poskolonial dalam konteks
sejarah dan dinamika hubungan internasional.
Landasan Teoritis
Poskolonialisme
Poskolonialisme adalah sebuah pendekatan akademis yang muncul
sebagai warisan dari periode pasca-Perang Dunia II hingga saat ini. Fokus
utamanya adalah pada konsekuensi yang meliputi aspek sosial, budaya,
politik, dan ekonomi dari masa penjajahan Eropa. Pendekatan ini timbul
dari dorongan negara-negara yang terjajah untuk mencapai kemerdekaan
dan menentukan nasib sendiri setelah mengalami dominasi kolonial. Salah
satu gagasan utama dalam poskolonialisme adalah upaya mendekolonisasi
pandangan sejarah yang biasanya Eurosentris, serta menganalisis dengan
cermat bagaimana kekuasaan beroperasi setelah masa kolonial (Wilkens
2017).
82
Batasan untuk keamanan: Analisis Kebijakan Pembatasan Ekspor Nikel
Indonesia Menggunakan Pendekatan Poskolonialisme
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Dalam pandangan Frantz Fanon, poskolonialisme diperluas ke ranah
identitas, di mana kolonialisme diakui sebagai pemicu krisis identitas dalam
masyarakat pasca-kolonial. Fanon menyoroti bagaimana masyarakat
terjajah cenderung menginternalisasi pandangan dan norma penjajah,
menciptakan ketidaksetaraan dan konik identitas yang kompleks.
Melalui karyanya seperti “Black Skin White Masks” dan “The Wretched
of the Earth,” Fanon menggarisbawahi pentingnya perjuangan identitas
dan pembebasan mental dari pengaruh kolonial, yang merupakan tahap
penting dalam mencapai kemerdekaan yang otentik (Young 2020).
Fanon menyoroti bahwa norma-norma kolonial yang diinternalisasi
oleh masyarakat terjajah menjadi penghambat utama dalam pencarian
identitas yang otentik dan independen. Hal ini melibatkan penghapusan
atau penolakan terhadap pandangan dan nilai-nilai yang diterapkan
oleh penjajah, serta pembentukan kembali pola pikir masyarakat yang
sesuai dengan realitas lokal mereka sendiri. Pembebasan dari norma-
norma kolonial memungkinkan masyarakat untuk membentuk identitas
yang lebih otentik, merdeka dari pengaruh luar yang merendahkan atau
memaksa mereka untuk mengadopsi norma-norma yang tidak sesuai
dengan realitas mereka.
Di sisi lain, Edward Said membawa kontribusi penting dalam
poskolonialisme melalui karyanya “Orientalism,” yang mengungkap
bagaimana pandangan Barat terhadap Timur tidak hanya bersifat
akademis, tetapi juga menjadi alat legitimasi untuk dominasi kolonial.
Said mendorong untuk mengembangkan “counter-narratives” yang
menantang pandangan kolonial yang dominan, memungkinkan
masyarakat yang terpinggirkan untuk menyuarakan pengalaman dan
pandangan mereka sendiri. Said sendiri, melalui karyanya, mempraktikkan
konsep “counter-narratives” dengan menyoroti pengalaman Palestina
dan menentang representasi yang dipaksakan oleh pihak-pihak penjajah.
Dengan menggali dan menghidupkan kembali sejarah serta budaya yang
terabaikan, Said menunjukkan betapa pentingnya mendengarkan dan
menghormati narasi-narasi alternatif untuk memahami kebenaran yang
lebih utuh (Young 2020).
Penelitian ini mengambil dua pendekatan utama dari Fanon dan Said
dalam memahami dan menganalisis poskolonialisme. Fokusnya adalah
pada upaya “counter-narratives” yang dilakukan oleh Indonesia dalam
menghadapi hegemoni Barat melalui kebijakan pembatasan ekspor
nikel. Dengan demikian, penelitian ini menyoroti bagaimana Indonesia
berupaya membentuk narasi alternatif yang menantang dominasi Barat
dalam pengelolaan sumber daya ekonomi, serta bagaimana hal ini menjadi
bagian dari perjuangan identitas dan pembebasan mental dari pengaruh
kolonial yang masih berlangsung hingga kini.
83
Jessica Angelina Anggraeni Purba
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Hasil dan Diskusi
Kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia yang diterapkan pada
tanggal 1 Desember 2020 merupakan langkah strategis pemerintah untuk
mengendalikan pasokan bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7%. Larangan
ekspor ini didasarkan pada Peraturan Menteri ESDM yang bertujuan untuk
memastikan keberlanjutan pasokan bahan baku bagi industri smelter
nikel di dalam negeri. Dengan demikian, kebijakan ini secara langsung
bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah industri pengolahan nikel di
Indonesia serta menciptakan lapangan kerja, mengurangi ketergantungan
pada ekspor bahan mentah, dan memperkuat daya saing industri nikel
Indonesia di pasar global.
Kepentingan Indonesia dalam Kebijakan Pembatasan Ekspor
Nikel
Kebijakan pembatasan ekspor nikel yang dilakukan oleh Indonesia yang
tertuang pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 yang
merupakan perubahan kedua dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 25
Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara
(Minerba). Dengan adanya pembatasan ini, terdapat beberapa kepentingan
yang ingin dicapai oleh Indonesia.
Pertama, hilirisasi. Hilirisasi adalah suatu proses pengembangan ekonomi
yang melibatkan peningkatan nilai tambah suatu produk atau sumber
daya alam di tingkat hilir dari rantai produksi. Hilirisasi menjadi fokus
utama pemerintah Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah dari
produk nikel. Pemerintah telah menyepakati untuk membangun smelter
dan bertindak lebih tegas dalam pelarangan ekspor bahan baku nikel.
Hasil dari hilirisasi ini dapat terlihat dari peningkatan nilai ekspor produk
nikel yang telah mencapai USD33,81 miliar atau Rp504,2 triliun pada
tahun 2022. Angka ini jauh lebih besar 745% dibandingkan nilai ekspor
sebelum hilirisasi pada tahun 2017 yang hanya berada di angka USD4
miliar (Indonesia 2023).
Hilirisasi dalam kebijakan pembatasan ekspor nikel di Indonesia telah
membawa dampak positif yang signikan terutama terkait peningkatan
nilai tambah ekspor, penciptaan nilai tambah bagi industri dalam negeri,
dan penguatan kemandirian industri. Kebijakan pembatasan ekspor nikel
berfokus pada pengembangan industri hulu, mengarah pada peningkatan
nilai tambah produk atau sumber daya alam. Dengan membatasi ekspor
nikel mentah, pemerintah Indonesia mendorong pengembangan smelter
yang lebih canggih dan fasilitas pengolahan di dalam negeri. Hal ini dapat
dilihat pada Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 dan Permenko
84
Batasan untuk keamanan: Analisis Kebijakan Pembatasan Ekspor Nikel
Indonesia Menggunakan Pendekatan Poskolonialisme
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Nomor 7 Tahun 2021 menetapkan 22 Smelter dalam Program
Pembangunan Smelter untuk mendorong hilirisasi tambang (Komite
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas 2021). Langkah ini berhasil
meningkatkan nilai ekspor produk nikel secara substansial. Peningkatan
nilai ekspor tidak hanya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif
tetapi juga memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pendapatan
negara, meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
Selain berdampak pada nilai ekspor, hilirisasi juga memberikan nilai
tambah bagi industri dalam negeri. Proses pengolahan nikel menjadi
produk jadi di dalam negeri menciptakan industri hulu yang lebih maju
dan berkembang. Produk jadi yang dihasilkan memiliki nilai ekonomi lebih
tinggi dibandingkan dengan bahan mentah, meningkatkan daya saing
industri dalam negeri di pasar global. Ini juga berdampak positif terhadap
penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Lebih lanjut, hilirisasi meningkatkan kemandirian industri Indonesia.
Dengan adanya smelter di dalam negeri, negara ini dapat lebih mandiri
dalam memproses dan memanfaatkan sumber daya alamnya, khususnya
nikel. Pemrosesan yang lebih mandiri mengurangi ketergantungan pada
pemrosesan di luar negeri, meminimalkan risiko uktuasi harga global,
dan meningkatkan kontrol atas nilai tambah yang dihasilkan. Hal ini tidak
hanya mendukung stabilitas ekonomi nasional tetapi juga memberikan
eksibilitas lebih besar dalam merespons perubahan pasar internasional.
Selanjutnya adalah peningkatan investasi. Peningkatan investasi
merupakan aspek krusial dalam kebijakan pembatasan ekspor nikel
Indonesia, memainkan peran penting dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan daya saing industri, dan menciptakan
keberlanjutan sektor pertambangan. Kementerian Investasi atau Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa tren investasi
setelah hilirisasi dan pembatasan ekspor bahan baku mentah nikel
menunjukan peningkatan yang cukup signikan. Hal ini dapat dilihat
nilai investasi industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan
peralatannya meningkat menjadi Rp94,8 triliun pada 2020, Rp117,5
triliun pada 2021, dan meningkat menjadi Rp171,2 triliun pada 2022.
Angka ini jauh lebih besar 177,9 persen dalam waktu 4 tahun terakhir
(Ekonomi 2023).
Peningkatan investasi dalam konteks kebijakan pembatasan ekspor nikel
di Indonesia memberikan dampak yang signikan terhadap berbagai
aspek ekonomi dan industri. Pertama, peningkatan investasi memberikan
dorongan penting terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan
meningkatnya nilai investasi dalam sektor-sektor terkait nikel, aktivitas
ekonomi meningkat, menciptakan lapangan kerja baru, dan menggerakkan
berbagai kegiatan ekonomi di tingkat lokal maupun nasional.
85
Jessica Angelina Anggraeni Purba
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Ini berdampak langsung pada peningkatan pendapatan masyarakat dan
perbaikan kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Kedua, peningkatan investasi berkontribusi secara signikan terhadap daya
saing industri Indonesia. Dengan adanya smelter dan fasilitas pengolahan
nikel, negara ini dapat memproduksi produk dengan nilai tambah lebih
tinggi, meningkatkan daya saing produk-produk industri dalam negeri di
pasar global. Ini membuka peluang ekspansi ekspor, memperkuat posisi
Indonesia sebagai pemain utama dalam industri logam dasar.
Selain itu, peningkatan investasi juga menciptakan keberlanjutan sektor
pertambangan nikel di Indonesia. Dengan pembangunan smelter dan
fasilitas pengolahan, negara dapat memproses sumber daya alamnya
secara lebih esien, mengurangi ketergantungan pada pemrosesan di
luar negeri, dan meningkatkan kontrol atas nilai tambah yang dihasilkan.
Hal ini tidak hanya melindungi sektor pertambangan dari uktuasi harga
global, tetapi juga menciptakan fondasi yang kuat untuk pertumbuhan
berkelanjutan.
Di sisi lain, penciptaan lapangan kerja juga menjadi salah satu aspek
penting dalam kebijakan pembatasan ekspor nikel di Indonesia, yang
diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah produk dan memperluas
kegiatan ekonomi dalam negeri. Komite Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Prioritas mencatat bahwa hingga 01 November 2021, jumlah
tenaga kerja yang diserap oleh PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI),
salah satu perusahaan yang menjadi pihak pengelola bahan baku nikel,
mencapai 6824 orang dengan proporsi 93% laki-laki dan 7% perempuan.
Penyerapan tenaga kerja PT VDNI menyumbang 11,37% dari target
serapan tenaga kerja di Kawasan Industri Morosi. Tenaga kerja yang
bekerja di VDNI didominasi 42% dari Kabupaten Konawe, 16% dari luar
Kabupaten Konawe tetapi masih dari Sulawesi Utara, dan 41% dari luar
Provinsi Sulawesi Utara (Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur
Prioritas 2021).
Melalui hilirisasi dan pembatasan ekspor bahan baku mentah nikel,
pemerintah Indonesia telah menciptakan dampak positif terhadap
penciptaan lapangan kerja, yang memiliki kontribusi signikan terhadap
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Pertama, kebijakan
pembatasan ekspor nikel mendorong pembangunan fasilitas pengolahan
seperti smelter di dalam negeri. Proses pengolahan ini memerlukan
tenaga kerja yang terampil dan tidak terampil untuk mengoperasikan
dan mendukung operasional fasilitas tersebut. Dengan demikian,
pembangunan smelter secara langsung menciptakan lapangan kerja baru.
Seiring dengan berkembangnya sektor hilir nikel, seperti industri logam
dasar dan barang logam, permintaan tenaga kerja semakin meningkat,
menciptakan peluang pekerjaan yang lebih luas.
86
Batasan untuk keamanan: Analisis Kebijakan Pembatasan Ekspor Nikel
Indonesia Menggunakan Pendekatan Poskolonialisme
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
87
Selain itu, peningkatan nilai ekspor produk nikel yang telah mengalami
hilirisasi juga membuka peluang pekerjaan di sektor ekspor dan
perdagangan internasional. Dengan produk yang memiliki nilai tambah
lebih tinggi, perusahaan-perusahaan dapat mengakses pasar global dengan
lebih baik, meningkatkan kebutuhan akan pekerjaan terkait ekspor dan
distribusi. Ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja langsung tetapi
juga mendukung pertumbuhan sektor ekonomi yang lebih luas.
Selanjutnya, kepentingan Indonesia dalam kebijakan pembatasan
ekspor nikel berdasarkan pendekatan poskolonialisme menggunakan
perspektif dari Frantz Fanon dan Edward Said yang dikutip dari Dizayi
(2019). Dengan menggabungkan pemikiran Fanon yang menyoroti
aspek perjuangan identitas dalam hal perang kemerdekaan, dan konsep
counter-narratives” dari Said, penelitian ini akan menyelidiki bagaimana
kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia bukan hanya sebagai
tindakan ekonomi semata, tetapi juga sebagai langkah untuk meraih
kemerdekaan budaya dan pembebasan mental dari warisan kolonial yang
masih tertinggal.
Dalam pemikiran Frantz Fanon (dalam Dizayi 2019), pertarungan untuk
kemerdekaan tidak hanya terjadi di medan sik, tetapi juga melibatkan
perjuangan identitas dan pembebasan mental dari pengaruh kolonial. Hal
ini tercermin dalam kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia, yang
menjadi bentuk perlawanan terhadap “white mask” atau topeng putih
warisan masa kolonial. Fanon menyoroti bahwa norma-norma kolonial
masih melekat dalam cara Indonesia memandang dan memanfaatkan
sumber daya alamnya, seperti ekspor nikel. Indonesia, yang telah lama
menjadi korban eksploitasi kolonialisme terhadap sumber daya alamnya,
memutuskan untuk membatasi ekspor nikel sebagai langkah menuju
kemerdekaan sejati.
Kebijakan pembatasan ekspor nikel tidak hanya diinterpretasikan sebagai
langkah ekonomi semata, tetapi juga sebagai simbol perang kemerdekaan
lanjutan. Fanon menekankan bahwa perjuangan identitas dan pembebasan
mental adalah tahap penting setelah kemerdekaan politik tercapai.
Dengan membatasi ekspor nikel, Indonesia berusaha membebaskan diri
dari ketergantungan pada praktik kolonial yang mengambil keuntungan
dari sumber daya alam tanpa memberikan nilai tambah yang memadai.
Keputusan ini juga merupakan langkah awal untuk mengakhiri warisan
kolonialisme yang masih relevan, di mana negara-negara barat seringkali
memanfaatkan sumber daya alam Indonesia tanpa memberikan manfaat
ekonomi yang seimbang (Dizayi 2019).
Jessica Angelina Anggraeni Purba
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Kebijakan pembatasan ekspor nikel memuat makna yang lebih dalam
sebagai langkah untuk memberikan pengakuan yang lebih besar terhadap
kekayaan sumber daya alam negara ini. Dengan mengambil kontrol atas
ekspor nikel, Indonesia tidak hanya menjalankan kontrol atas produksi
dan perdagangan, tetapi juga mengamankan nilai tambah yang lebih
besar dari produk ekspornya. Dalam hal ini, kebijakan tersebut menjadi
respons terhadap sejarah eksploitasi yang melibatkan sumber daya alam
Indonesia selama periode kolonial, di mana nilai tambah yang dihasilkan
oleh produk ekspor seringkali dinikmati oleh pihak asing.
Selanjutnya, pendekatan poskolonialisme yang disampaikan oleh Edward
Said juga memberikan pandangan yang menarik terhadap kebijakan
pembatasan ekspor nikel Indonesia. Kebijakan ini dapat diinterpretasikan
sebagai bentuk “counter-narratives” yang berusaha merombak narasi
yang telah lama dikuasai oleh pandangan Barat tentang pengelolaan
sumber daya ekonomi. Indonesia, dengan langkah ini, mencoba untuk
menghadirkan suara dan perspektifnya sendiri dalam narasi global yang
selama ini didominasi oleh kepentingan Barat (Burney 2012).
Pendekatan “counter-narratives” ini juga dapat dihubungkan dengan
upaya Indonesia untuk membebaskan diri dari kerangka pikir kolonial
yang masih terasa dalam tata kelola ekonomi global (Said dan Goytisolo
2003). Kebijakan pembatasan ekspor nikel tidak hanya sekedar langkah
ekonomi, tetapi juga sebuah tindakan yang bermakna politis dan kultural.
Indonesia, melalui tindakan ini, mencoba menghadirkan suara dan
perspektifnya sendiri dalam narasi global yang selama ini cenderung
didominasi oleh pandangan dan kebijakan Barat. Said menyoroti bahwa
orientalisme tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga memiliki dampak
praktis dalam pembentukan kebijakan dan justikasi imperialisme.
Dalam kebijakan ekspor nikel Indonesia, dapat dilihat bahwa keputusan
ini tidak hanya didorong oleh pertimbangan ekonomi semata, tetapi juga
oleh keinginan untuk menentang dan melawan dominasi Barat dalam
pengelolaan sumber daya alam. Kebijakan ini menjadi suatu bentuk
“counter-narratives” yang menggugat pandangan bahwa ekspor sumber
daya alam harus mengikuti aturan dan nilai-nilai yang telah ditetapkan
oleh kekuatan dominan, dalam hal ini, Barat.
Di dalam perang ekonomi global, kekuatan sik saja tidak cukup, melainkan
peran pemahaman dan narasi menjadi krusial. Dengan menerapkan
kebijakan pembatasan ekspor nikel, Indonesia tidak hanya mengejar
tujuan ekonomi semata, tetapi juga mencoba mengubah keseimbangan
kekuasaan dan merestrukturisasi pandangan yang telah lama dikuasai
oleh perspektif Barat. Langkah ini sejalan dengan pemikiran Edward Said,
yang menganjurkan pengembangan narasi alternatif yang mencerminkan
pengalaman dan pandangan yang sering diabaikan atau direndahkan oleh
dominasi narasi kolonial.
88
Batasan untuk keamanan: Analisis Kebijakan Pembatasan Ekspor Nikel
Indonesia Menggunakan Pendekatan Poskolonialisme
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Dengan demikian, kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia bukan
sekadar strategi ekonomi, tetapi juga manifestasi dari perjuangan
identitas dan pembebasan mental dari pengaruh kolonial, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Frantz Fanon. Selain itu, kebijakan ini juga
mencerminkan upaya Indonesia untuk merombak narasi yang telah
lama dikuasai oleh pandangan Barat, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Edward Said. Dengan demikian, kebijakan pembatasan ekspor
nikel menjadi langkah nyata dalam upaya Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan sejati dan keadilan global.
Kesimpulan
Dalam rangka menganalisis kebijakan pembatasan ekspor nikel Indonesia
melalui pendekatan poskolonialisme, baik Frantz Fanon maupun Edward
Said memberikan wawasan yang mendalam terhadap perjuangan
kemerdekaan dan perubahan narasi yang dilakukan oleh Indonesia.
Kebijakan ini tidak hanya menjadi langkah strategis ekonomi, tetapi
juga simbol perang kemerdekaan yang melibatkan perjuangan identitas
dan pembebasan mental dari pengaruh kolonial. Melalui pendekatan
Fanon, pembatasan ekspor nikel dapat diartikan sebagai perlawanan
terhadap “white mask” kolonial yang masih terus memengaruhi cara
Indonesia memanfaatkan sumber daya alam. Sementara itu, pendekatan
Said menyoroti kebijakan ini sebagai bentuk “counter-narratives” yang
menggugat pandangan dan dominasi Barat dalam pengelolaan sumber
daya ekonomi global. Dengan merangkum pandangan-pandangan ini,
Indonesia mengambil peran aktif dalam mengubah dinamika kekuasaan
dan mengukir identitasnya dalam dunia global. Kebijakan ini membawa
dampak positif terutama dalam hilirisasi, peningkatan investasi, dan
penciptaan lapangan kerja, serta menciptakan narasi alternatif yang
menantang hegemoni Barat dalam orientasi ekonomi global.
89
Jessica Angelina Anggraeni Purba
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Referensi
Buku
Agustianti, R. et al. 2022. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif.
Makassar: Tohar Media.
Burney, Shehla, 2012. Pedagogy of the Other: Edward Said, Postcolonial
Theory, and Strategies for Critique. New York: Peter Lang.
Gibson, Nigel C. 2017. Fanon: The postcolonial imagination. Cambridge:
John Wiley & Sons.
Lopez, Alfred J, 2001. Posts and pasts : a theory of postcolonialism. New
York: State University of New York Press.
McEwan, Cheryl, 2009. Postcolonialism and Development. London: Rou-
tledge.
Said, Edward W dan Juan Goytisolo, 2003. Orientalismo. Barcelona: De-
bolsillo.
Young, Robert J, C. 2020. Postcolonialism: A Very Short Introduction.
N.p.: OUP Oxford.
Artikel Jurnal
Dizayi, Saman A, 2019. “Locating Identity Crisis in Postcolonial Theory:
Fanon And Said”, Journal of Advanced Research in Social Sciences,
2 (1): 79-86.
Praveen, Ambesange, 2016. “Postcolonialism: Edward Said & Gayatri
Spivak”, Research Journal of Recent Sciences, 5 (8): 47-50.
Radhica, Dicky D., dan Raden A. Wibisana, 2023. “Proteksionisme Nikel
Indonesia dalam Perdagangan Dunia”, Cendekia Niaga: Journal of
Trade Development and Studies, 7 (1): 74-84.
Ramadhana, Muhammad A. et al. 2024. “Gugatan Uni Eropa Terhadap
Pembatasan Ekspor Nikel Indonesia”, Doktrin: Jurnal Dunia Ilmu
Hukum dan Politik, 2 (2): 185-199.
Sawant, Datta, 2011. “Perspectives on Postcolonial Theory: Said, Spivak
and Bhabha”, Literary Endeavor, 2:129-135.
Soelistijo, Ukar W, 2013. “Prospect of potential nickel added value
development in Indonesia”, Earth Science, 2 (6): 129-138.
90
Batasan untuk keamanan: Analisis Kebijakan Pembatasan Ekspor Nikel
Indonesia Menggunakan Pendekatan Poskolonialisme
Jurnal Hubungan Internasional □ Vol.17, No. 1, Januari - Juni 2024
Wilkens, Jan, 2017. “Postcolonialism in International Relations”, Oxford
Research Encyclopedia of International Studies.
Publikasi Daring
Indonesia, 2023. “Nilai Ekspor Hilirisasi Nikel Melonjak 745%.” [Online].
Dalam https://indonesia.go.id/kategori/editorial/7255/nilai-ek-
spor-hilirisasi-nikel-melonjak745?lang=1 [diakses pada 31 Januari
2024].
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2023. “Potensi Menjan-
jikan, Nikel RI Bakal Laris Manis Pikat Investor.” [Online]. Dalam
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/poten-
si-menjanjikan-nikel-ri-bakal-laris-manis-pikat-investor- [diakses
pada 31 Januari 2024].
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, 2021. “Hilirisasi
Nikel untuk Penciptaan Lapangan Kerja di Daerah.” [Online]. Dalam
https://kppip.go.id/berita/hilirisasi-nikel-untuk-penciptaan-lapa-
ngan-kerja-di-daerah/ [diakses pada 31 Januari 2024].
Media Nikel Indonesia, 2020. “Asa Hilirisasi Sang Raja Nikel Dun-
ia – Media Nikel Indonesia.” [Online]. Dalam https://nikel.
co.id/2020/11/09/asa-hilirisasi-sang-raja-nikel-dunia/ [diakses
pada 31 Januari 2024].
Meilanova, Denis, 2023. “Jokowi Setop Ekspor Nikel, Investasi Hilirisa-
si Tembus Rp171 Triliun.” [Online]. Dalam https://ekonomi.bisnis.
com/read/20230814/44/1684613/jokowi-setop-ekspor-nikel-in-
vestasi-hilirisasi-tembus-rp171-triliun diakses pada 31 Januari
2024].
91
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
Abstrak Indonesia berperan penting dalam industri nikel global sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia sebanyak 52%. Produksi nikel Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang hilirisasi nikel. Hilirisasi nikel merupakan tindakan proteksionisme atau membatasi ekspor nikel dalam perdagangan dunia. Adanya kajian ini untuk menganalisis alasan mengapa Indonesia melakukan tindakan proteksionisme terhadap nikelnya. Untuk menjawab tujuan penelitian ini, metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif dan teori proteksionisme melalui variabel kebijakan nasional dan kepentingan nasional, serta dengan cara membandingkan permintaan dan potensi nikel dunia, serta mengidetifikasi perubahan kebijakan nasional dalam mendukung nilai tambah nikel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia melakukan hilirisasi sebagai bentuk proteksionisme dalam memaksimalkan potensi nikel negaranya guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah meningkatkan produksi baterai listrik dalam negeri ketimbang melakukan ekspor nikel mentah. Namun, pelaksanaan hilirisasi di Indonesia masih menemui tantangan seperti pembangunan smelter yang tidak merata dan kualitas sumber daya manusia yang tidak memadai. Oleh karena itu, rekomendasi kebijakan adalah fokus pada upaya peningkatan pembangunan smelter di Indonesia. Dan juga, Pemerintah Indonesia harus mengembangkan skill sumber daya manusia. Abstract Indonesia plays a vital role in the global nickel industry, with the world's largest nickel reserves of 52%. Indonesia's nickel production has increased every year. Indonesia issued a policy of Minister of Energy and Mineral Resources Number 11 of 2019 concerning downstream nickel. Nickel downstream is an act of protectionism or limiting nickel exports in world trade. The purpose of this study is to analyze the reasons why Indonesia has taken protectionist measures against its nickel. To answer the objectives of this study, the method used by researchers is a descriptive analysis method with a qualitative approach and protectionism theory through national policy variables and national interests, as well as by comparing world nickel demand and potential and identifying changes in national policies in supporting nickel added value. The research results show that Indonesia carries out downstream as a form of protectionism in maximizing the country's potential to boost economic growth. The efforts made by the Indonesian government are to increase the production of electric batteries in the country rather than exporting raw nickel. However, the implementation of downstream in Indonesia is still facing challenges such as uneven construction of smelters and inadequate quality of human resources. Therefore, policy recommendations are focused on increasing smelter development in Indonesia. Therefore, the Government of Indonesia must develop human resource skills.
Article
Full-text available
This paper presents postcolonial theory and its emergence from thefallout of colonial impact on the world after WWII. It reveals insightinto historical actualities and traces the sequential line of thought andspeculation of the period, how the issue of representation and selfdetermination is displayed in theoretical argument. At that point itclarifies the issue of identity in the postcolonial theoretical line, andits critical role as the real issue of postcolonial theory. The paperadditionally uncovers how scholars explore the situation ofrecognition and self-recognizable proof. Finally, it clarifiessignificant theorist contentions about identity independently and inagreement to the sequential course of events, for example, FrantzFanon, Edward Said. It notes how every scholar viewed andhypothesized the issue of identity and to what extent thesespeculations are essential in postcolonial studies
Article
Full-text available
Some of the main genealogies within postcolonial scholarship are discussed, with a focus on key thinkers, such as Edward Said, Homi Bhabha, Gayatri Spivak, Aníbal Quijano, and Walter Mignolo. Key concepts, such as colonial discourse theory, development, and subaltern studies are presented. The discussion of postcolonial thought is embedded in a reflection on its relation to other theoretical paradigms and social theories (e.g., poststructuralism, world-system theory, Marxism). This focus seeks to highlight some of the main contours of the field, while also pointing out the ways postcolonialism has shaped the discipline of international relations (IR). Keywords: postcolonialism, postcolonial thought, social theories, international relations, postcolonial scholarship, colonialism, other
Article
Full-text available
The present paper Perspectives on Postcolonial Theory: Said, Spivak and Bhabha explores and defines postcolonial theory, its roots, development, major critics, principles, issues, covering area and different forms. Some critics argued that, the post colonialism is the continuation of colonialism in the sense that the colonies get freedom only from political rule and there started the complex process of postcolonialism, self imposed colonialism. Here the focus point is to discuss post colonialism as a literary discuorse in Indian context. The British had an extended empire during the nineteenth century and this empire had a fairly strong on all its territories. This teritories were of two kinds those like Canada, New Zealand and Austrelia in which the English people colonised and established their culture, and those like India and Nigeria where they were rulers by force and imposed their institutions and norms. The process of self determination and the granting of political independence to each country of Empire brought out postcolonial age in the history of the World. In the closing decades of the twentieth century, the term 'Post colonialism' has gained carrency and what is more, it has eclipsed terms like postmodernism, post structuralism and so on. Hans Bertens rightly assumes: " In the course of 1980s, Commonwealth literary studies become part of the then emerging and now vast field of literary, cultural, political and historical inquary that we call postcolonial studies. " [Bertens, p. 200]. The term postcolional has been substituted in the 70s for the post independence issues throughout the world. It has both historical as well as ideological significance. Postcolonialism is a critical theory which focuses colonial experience from the colonised society's point view, semantically post colonialism means something that has concern only with the national culture after the departure of imperial power. But in actual practice it has to be understood only in reference to colonialism, myth and history, language and landscape, self and other are all very important ingredients of postcolonial studies. It means that the physical area of postcolonial study is wider than any other descipline in literature. It consists of the writing world over. In postcolonial studies the writing centre changed from the middle aged Europe to world over. The mariginalised countries like India, Pakistan, Shri Lank, and other Asian Countries, outside Asia, Nigeria, Canada, Austrelia, South Africa and many Islamic countries are foregrounded in postcolonial studies. Again Bertens' remark is notable here: " In recognition of this new situation, in which writing in English from the former colonies-including India, Pakistan, Sri Lanka and other Asian colonies-has proved itself as a vital and as important as the literature written in England itself; we
Article
Full-text available
The effort of increasing mineral added value as a whole both vertical and regional is necessary required to improve the national income and regional development. The added value of nickel could be improved through developing the downstream industry such as stainless steel, non-ferrous alloys, other steel alloys, electroplating and chemicals, besides also its regional added value. The purpose of the study is to clarify the beneficial of nickel added value development for the wealth of the people of Indonesia through the improvement of the nickel sector economic added value which is beneficial for the national economic growth and the enlargement of the regional added value which is mainly beneficial for the welfare of the local people who live within the surroundings of the mine site. In fact, the development of both nickel added values have been carried out by the mining companies, even though it needs encouragement and enlargement within the coming years to increase its role to the economic development nationally as well as regionally or locally.
Book
Postcolonialism: A Very Short Introduction explores the political, social, and cultural effects of decolonization, continuing the anti-colonial challenge to western dominance. It explores the history and key debates of postcolonialism, discussing its importance as an historical condition and as a means of changing the way we think about the world. Key concepts and issues are considered, such as the status of aboriginal people, cultural nomadism, Western feminism, the innovative fiction of Garcia Marquez and Salman Rushdie, and the postcolonial cities of London, Bombay and Cairo. The work of theorists such as Homi Bhabha, Edward Said, Frantz Fanon, and Gayatri Spivak is also examined.
Pedagogy of the Other: Edward Said, Postcolonial Theory, and Strategies for Critique
  • Shehla Burney
Burney, Shehla, 2012. Pedagogy of the Other: Edward Said, Postcolonial Theory, and Strategies for Critique. New York: Peter Lang.
Fanon: The postcolonial imagination
  • Nigel C Gibson
Gibson, Nigel C. 2017. Fanon: The postcolonial imagination. Cambridge: John Wiley & Sons.
Posts and pasts : a theory of postcolonialism
  • Alfred J Lopez
Lopez, Alfred J, 2001. Posts and pasts : a theory of postcolonialism. New York: State University of New York Press.