Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
Copyright © 2024 pada penulis
Madaniya, Vol. 5, No. 2, Mei 2024
https://madaniya.biz.id/journals/contents/article/view/810
589
Pemanfaatan Teknologi Informasi bagi Siswa
Penyandang Disabilitas Tuna Daksa (SLB-D) di YPAC Bali
Tedi Erviantono 1*, I Gede Indra Pramana 2, Kadek Dwita Apriani 3,
Richard Togaranta Ginting 4, Ni Made Ras Amanda G 5
1–5 Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Udayana
* erviantono2@unud.ac.id
Abstrak
Kegiatan pengabdian ini berangkat dari permasalahan keterbatasan metode
pendampingan belajar khususnya pada kalangan siswa penyandang disabilitas tuna
daksa dalam memahami mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SLB-D
YPAC Bali. YPAC Bali merupakan satu-satunya lembaga penyelenggara pendidikan
bagi siswa penyandang disabilitas tuna daksa di Provinsi Bali. Masalah yang mendesak
dicarikan solusi adalah ketiadaan daya dukung metode pendampingan belajar berupa
alat peraga. Salah satunya terkait materi di Pelajaran PKn yaitu materi Hak Asasi
Manusia (HAM) dan Partisipasi Politik dalam Pemilu yang penyampaiannya masih
merujuk pada metode ajar bagi siswa normal (non-berkebutuhan khusus/difabel) dan
sama sekali tidak ada alat peraga bagi siswa penyandang disabilitas tuna daksa.
Dropping bantuan perangkat pengajaran yang diberikan Pihak Pemerintah justru
diperuntukan bagi siswa penyandang disabilitas tuna wicara, sehingga metode
pembelajaran yang diberikan akhirnya tergantung sepenuhnya dari kreatifitas guru
kelas masing-masing. Diakui Kepala Sekolah maupun guru pengampu mata pelajaran,
mereka seringkali kesulitan dalam menjelaskan materi PKn terutama terkait soal
kasus aktual yang harus dipahami oleh siswa, terlebih metode penyampaian materi
harus dilaksanakan secara berulang. Bahkan pada konteks ini, banyak guru yang
hanya mengejar ketuntasan materi tanpa disertai dengan adanya simulasi atau
permainan melalui alat peraga tertentu yang dapat menunjang pemahaman siswa atas
mata pelajaran. Padahal materi ini menjadi sangat penting mengingat terkait dengan
aktualisasi atas hak-hak mereka sebagai warganegara sekaligus hidup di tengah
masyarakat. Menjawab permasalahan diatas, kegiatan ini akan mengambil kelompok
sasaran siswa SLB-D. Kegiatan ini menghasilkan luaran berupa metode
pendampingan belajar berupa tayangan tematik yang diharapkan bisa memudahkan
akses mereka dalam memahami materi ajar PkN yang penerapannya dilakukan di
lingkungan pendidikan formal yaitu SLB-D YPAC Bali.
Kata Kunci: teknologi informasi, tuna daksa, SLB-D, YPAC
Pendahuluan
Sarana pendukung pembelajaran bagi siswa penyandang disabilitas keberadaannya
hingga kini dirasakan masih minim. Acuan kurikulum 2006 maupun 2013 pendekatannya
cenderung bias pada desain perumusan materi bagi kebutuhan siswa normal dan tidak
banyak memberikan porsi bagi kalangan siswa penyandang disabilitas. Hambatan yang
Vol. 5, No. 2, Mei 2024
ISSN 2721-4834
590
terutama terjadi adalah keterbatasan guru Sekolah Luar Biasa (SLB) dalam memberikan
variasi contoh atas kurikulum yang diajarkan. Guru seringkali terhambat dalam
penerjemahan materi-materi atas pelajaran tertentu, termasuk mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) pada kalangan siswa. Hal ini tidak saja diakibatkan minimnya alat
peraga simulasi, para guru juga jarang mendapatkan pelatihan praktis terkait materi
tertentu di mata pelajaran ini, baik saat menempuh studi maupun sudah menjalankan
profesi sebagai guru.
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memang kerap dipandang sebelah mata
oleh masyarakat awam maupun kalangan pendidik sendiri. Padahal mata pelajaran ini
merupakan fundamen terpenting bagi pembentukan karakter siswa sebagai Warga
Negara Indonesia selain mata pelajaran agama dan Bahasa Indonesia, terutama dalam
memupuk rasa nasionalisme. Akibatnya seringkali para pendidik pengampu mata
pelajaran ini menyampaikan materi ini bersifat monologis dan terpaku pada ketuntasan
belajar berupa hapalan atau unjuk sikap, tanpa disertai simulasi maupun kemampuan
dalam mengoperasikan alat peraga.
Hal ini tentu ironis mengingat muatan materi pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan sarat isu dinamis, terlebih manfaat atas pemahamannya bisa
diaplikasikan oleh siswa penyandang disabilitas dalam hidup keseharian di masyarakat.
Sebagian besar materi Pendidikan Kewarganegaraan memiliki uraian kurikulum yang
didesain bagi siswa umum. Khusus kalangan siswa penyandang disabilitas, khususnya
bagi siswa penyandang tuna netra, sudah disertai buku ajar berupa acuan pengayaan yang
dipegang masing- masing guru.
Hanya saja, meski sudah terdapat instrumen pengayaan ini, para guru seringkali
merasakan kesulitan pada saat pembahasan materi karena ketiadaan alat simulasi atau
peraga penunjang materi. Berangkat dari kondisi ini, para guru termasuk Kepala Sekolah
SLB-D penyandang tuna daksa merasakan kesulitan untuk mencapai ketuntasan belajar
sesuai standar kompetensi yang diharapkan.
Mengingat materi kurikulum menjelaskan isu-isu aktual masyarakat maka diperlukan
daya dukung penyajian materi berupa role play (simulasi) melalui penyajian alat peraga.
Pada simulasi ini siswa secara aktif diajak untuk mengenali dan menggali materi
berdasarkan kemampuan jawab atau pemecahan masalah yang menyangkut unsur
kecakapan personal siswa (Benny, 2005:23). Hal ini seperti terkait penjelasan atas
pertanyaan yang menjadi tujuan kompetensi mata pelajaran, seperti terkait materi UU
HAM dan Perlindungan Anak, materi Perundang-Undangan, materi Sistem Pemerintahan
di Indonesia, serta materi Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Indonesia.
Siswa dalam menjelaskan pertanyaan kecakapan personal sebelumnya harus didukung
pada pemahaman yang disajikan melalui teknik role play berupa simulasi misalnya
merangkai gambar berurutan (puzzle) dalam bentuk media tayangan tematik, atau media
papan gambar. Melalui penyajian ini, siswa akan mendapatkan pemahaman komprehensif
karena langsung terlibat dalam proses aktifitas atas materi yang dipelajarinya. Hal ini
penting mengingat memori siswa akan cepat merespon melalui pengalaman belajar
praktek simulasi daripada sekedar menghapal materi yang meniadakan ruang praktek
bagi siswa (Benny, 2005).
Madaniya
ISSN 2721-4834
591
Memori ini menjadi penting bagi keberlangsungan praktek demokrasi kita. Hal ini
mengingat kalangan siswa, termasuk penyandang disabilitas, akan menjadi pemilih
pemula pada pemilu maupun pemilukada di tahun-tahun mendatang. Apabila siswa
penyandang disabilitas ini tidak dikenalkan melalui pengalaman belajar, kalangan ini akan
senantiasa berposisi sebagai korban yaitu pihak yang senantiasa pasif tidak menggunakan
hak politiknya dalam pemilu (Maridjan, 2010). Pada sisi yang sama akibat hambatan fisik
yang dialaminya, saat kalangan penyandang disabilitas ini mengalami pelecehan atau
ketiadaan akses dalam pelayanan publik akan menjadi pihak yang senantiasa diam tanpa
tahu lembaga atau pihak mana yang akan dapat mengelola komplain mereka secara benar.
Berdasarkan kondisi yang dipaparkan diatas maka dipandang perlu mengaplikasikan
pemanfaatan teknologi informasi terkait materi dalam mata pelajaran Pendidikan
Pancasila bagi siswa penyandang disabilitas, yang salah satunya teraplikasi dalam kegiatan
pengabdian masyarakat. Ketiadaan sarana penunjang pembelajaran seperti alat peraga
penunjang khususnya dalam mata pelajaranPendidikan Kewarganegaraan menjadi fokus
dalam kegiatan ipteks bagi masyarakat ini.
Sasaran dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah siswa penyandang difabel
khususnya tuna daksa. Penyandang tuna daksa adalah kalangan difabel yang tidak bisa
menggerakkan bagian tubuhnya sama sekali akibat kerusakan atau gangguan pada
tubuhnya sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan
dan untuk berdiri sendiri. Kondisi disabilitas ini bisa disebabkan karena pembawaan sejak
lahir, penyakit atau kecelakaan. Atas kondisi inilah, maka sebagian besar kalangan
penyandang disabilitas tuna daksa memiliki hambatan dalam mengakses semua hal dalam
kehidupannya. Untuk itulah diperlukan bentuk-bentuk pengajaran yang memudahkan
mereka termasuk upaya pemahaman atas hak-hak mereka sejak dini, sehingga mereka
dapat beraktifitas atau bersosialisasi dengan masyarakat meski dengan kondisi yang serba
terbatas.
Pada kondisi ini mitra terbagi dua. Pertama SLB D Yayasan Penderita Anak Cacat YPAC.
Karena di dua tempat ini siswa penyandang disabilitas tuna daksa senantiasa tersosialisasi
dan tidak hanya terbatas pada lingkungan pendidikan formal, melainkan juga mencakup
aktifitas seusai sekolah. Hal ini karena aktifitas di luar sekolah memiliki waktu lebih
panjang dengan harapan mereka bisa lebih terbiasa dengan praktek atas hak-hak mereka.
Masalah yang muncul dan dihadapi mitra adalah permasalahan keterbatasan metode
pendampingan belajar khususnya pada kalangan siswa penyandang disabilitas tuna daksa
dalam memahami mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Beberapa materi
seperti Hak Asasi Manusia (HAM) dan Partisipasi Politik dalam Pemilu penyampaiannya
masih merujuk pada metode ajar bagi siswa normal (non- berkebutuhan khusus/difabel).
Padahal pemahaman materi ini menjadi sangat penting mengingat terkait aktualisasi atas
hak-hak mereka sebagai warganegara sekaligus hidup bermasyarakat (Sanit, 2010).
Kondisi ini juga dilatarbelakangi belum adanya rujukan pembelajaran termasuk
perangkat pengajaran mata pelajaran PKn khusus siswa penyandang disabilitas tuna
daksa. Bahan ajar masih mengandalkan bantuan Pemerintah Provinsi, bahkan alokasi
kebutuhan tidak berdasakan spesifikasi disabilitas sekolah bersangkutan. Seperti di YPAC
Bali, meski lembaga pendidikan ini sudah mengajukan permintaan perangkat pengajaran
terkait materi ajar bagi siswa disabilitas tuna daksa namun droping bantuan yang
Vol. 5, No. 2, Mei 2024
ISSN 2721-4834
592
diberikan justru diperuntukan bagi siswa penyandang disabilitas tuna aksara dan tuna
wicara. Tidak ada sama sekali bantuan perangkat pengajaran bagi siswa penyandang tuna
daksa, sehingga metode pembelajaran yang diberikan akhirnya tergantung sepenuhnya
dari kreatifitas guru kelas masing-masing.
Diakui guru pengampu mata pelajaran, guru seringkali merasa kesulitan dalam
menjelaskan materi PKn terutama terkait soal kasus aktual yang harus dipahami oleh
siswa, seperti terkait HAM dan demokrasi. Bahkan pada konteks ini, banyak guru yang
hanya mengejar ketuntasan materi tanpa disertai dengan adanya simulasi atau permainan
tertentu yang dapat menunjang pemahaman siswa atas mata pelajaran. Mengingat materi
kurikulum pada PKn lebih banyak menjelaskan isu aktual masyarakat maka diperlukan
daya dukung penyajian materi berupa role play (simulasi) atau penyajian alat peraga.
Permasalahan atas pemahaman ini juga semakin kondisi pembelajaran di SLB- D YPAC
Bali juga sangat terbatasi oleh jumlah guru yang hanya 3 orang, 1 orang tenaga
kependidikan, serta satu tenaga medis terapis. Hal ini tidak seimbang dengan jumlah siswa
SD dan SMP sebanyak 40 orang. Siswa YPAC merupakan penyandang disabilitas tuna
daksa yang berbeda spesfikasi satu sama lain seperti ketiadaan tangan, kaki, termasuk
tuna daksa disertai tuna wicara dan down syndrome.
Sebanyak 28 siswa SLB-D merupakan penyandang tunas daksa. Keterbatasan dana
menjadi persoalan utama yang dihadapi YPAC Bali. Bantuan operasional dari penyandang
dana donatur YPAC, selain relatif kecil juga harus dialokasikan pada, SLB-D Tuna Daksa.
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali serta Direktorat Pendidikan Khusus
dan Layanan Khusus Direjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud juga hanya
memberikan bantuan buku serta Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sifatnya
insidental dengan besaran per triwulan sebesar 10 juta rupiah. Alokasi pendanaan ini
dirasakan sangat kurang terutama menggaji guru, tenaga kependidikan dan tenaga medis
honorer termasuk biaya operasional pendidikan dan perkantoran, seperti listrik dan air.
Pada operasionalisasi kegiatan belajar mengajar menjadi beban yang lebih berat.
Jumlah guru yang terbatas serta ketiadaan metode pendampingan belajar berupa alat
peraga pendidikan khusus bagi penyandang disabilitas tuna daksa, terutama yang
menderita down syndrome dan tuna wicara sangat menyulitkan penyampaian materi ajar
guru kepada siswa. Ketiadaan modul belajar bagi penyandang tuna daksa, seringkali
dirasakan sangat menyulitkan terutama dalam ketercapaian kompetensi umum maupun
khusus siswa. Apalagi sebagian besar modul pembelajaran bagi siswa penyandang
disabilitas masih sebatas bagi penyandang tuna netra dengan standar pembahasaan yang
sama sekali berbeda dengan kelompok berkebutuhan khusus tuna daksa. Akhirnya guru
lebih banyak dituntut memodifikasi dalam penjabaran materi ajarnya.
Khusus bagi siswa penyandang disabilitas tuna daksa dengan down syndrome, guru
lebih banyak dituntut dengan Akses Mother Methods Reflective, lebih pada penyampaian
bahasa ibu kepada anaknya. Pada kondisi inilah, guru akhirnya lebih banyak melaksanakan
pendekatan tematik. Pendekatan ini menjadi metode paling relevan terutama tingkat
kebutuhan siswa penyandang disabilitas disesuaikan dengan kondisi sekolah setempat.
Pada konteks ketercapaian hasil belajar, penyampaian materi bagi penyandang tuna daksa
dihitung dua pertiga dari kelas yang ada di sekolah bagi siswa umum. Satu materi
pembelajaran di kelas sekolah umum, diajarkan sebantak tiga kali. Misalnya bagi siswa
Madaniya
ISSN 2721-4834
593
penyandang disabilitas tuna daksa di kelas 8 SMP, maka akan diberikan materi ajar kelas
6 dan seterusnya. Konsekwensi atas hal ini, maka tentunya diperlukan banyak waktu serta
variasi materi yang akhirnya menyulitkan para guru. Guru lebih banyak terbantu dengan
penjelasan melalui gambar dengan teknik mengurutkan gambar dan tayangan tematik
terkait materi ajar tertentu.
Metode Pelaksanaan
Persoalan mitra kegiatan ini adalah keterbatasan metode pendampingan belajar
khususnya pada kalangan siswa penyandang disabilitas tuna daksa dalam memahami
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di YPAC Bali. Beberapa materi seperti
Hak Asasi Manusia (HAM) dan Partisipasi Politik dalam Pemilu penyampaiannya masih
merujuk pada metode ajar bagi siswa normal (non-berkebutuhan khusus/difabel) dan
sama sekali tidak ada alat peraga bagi siswa penyandang disabilitas tuna daksa. Pihak
Kepala Sekolah dan guru memandang perlu upaya solutif dalam memecahkan masalah ini
mengingat dropping bantuan perangkat pengajaran yang diberikan Pemerintah tidak
berdasarkan kebutuhan yang diajukan pihak YPAC dan justru diperuntukan siswa
penyandang disabilitas tuna aksara dan tuna wicara yang justru tidak ada di SLB-D yang
dikelola yayasan ini.
Berangkat dari kondisi yang sulit ini, metode pembelajaran yang diberikan akhirnya
tergantung sepenuhnya dari kreatifitas guru kelas masing-masing. Kepala Sekolah
maupun guru pengampu mata pelajaran menyatakan seringkali mengalami kesulitan
dalam menjelaskan materi PKn terutama terkait soal aktual yang seharunya dipahami
siswa, terlebih metode penyampaian materi harus dilaksanakan secara berulang. Akhirnya
dengan adanya kondisi ini, guru cenderung hanya mengejar ketuntasan materi tanpa
disertai simulasi atau permainan melalui alat peraga tertentu yang dapat menunjang
pemahaman siswa atas mata pelajaran. Padahal materi PKn ini dipandang sangat penting
mengingat terkait dengan aktualisasi atas hak-hak mereka sebagai warga negara maupun
hidup bermasyarakat.
Permasalahan ini yang menjadi prioritas untuk diselesaikan oleh YPAC namun
kondisinya terbentur oleh persoalan minimnya dana bantuan operasional pendidikan dan
ketimpangan jumlah rasio guru dan siswa. Untuk menjawab permasalahan diatas sesuai
dengan kesepakatan pihak YPAC kegiatan pengabdian ini akan mengambil kelompok
sasaran siswa SLB-D beserta para guru dan siswa. Siswa yang semuanya merupakan
penyandang disabilitas tuna daksa menjadi target sasaran untuk efektifitas pemahaman
atas hak asasi manusia dan hak politik sebagai warga negara. Kegiatan pengabdian ini akan
menghasilkan luaran berupa metode pendekatan pendampingan belajar berupa dua jenis
alat simulasi, berupa tayangan tematik yang diharapkan bisa memudahkan akses mereka
dalam memahami materi ajar PkN yang penerapannya dilakukan di lingkungan pendidikan
formal yaitu SLB-D YPAC Bali.
Materi tayangan tematik ini tentunya disesuaikan dengan lingkungan dimana mereka
berada, seperti di SLB-D YPAC dikembangkan alat peraga berdasarkan studi kasus materi
ajar dalam pelajaran PKn berupa studi kasus berdasarkan perilaku keseharian
penyandang disabilitas di masyarakat. Partisipasi mitra pada kegiatan ini adalah
penyediaan kapasitas laboratorium komputer dengan ketersediaan 5 CPU, 2 LCD dan
Vol. 5, No. 2, Mei 2024
ISSN 2721-4834
594
Screen serta aula sebagai pusat kegiatan sosialisasi bersama siswa dan guru (Wawancara
dengan Pengurus Yayasan YPAC Bali, Sugihartanti, 30 Maret 2015). Prosedur kerja untuk
mendukung realisasi metode yang ditawarkan adalah melalui pemetaan atas materi-
materi yang terdapat pada mata pelajaran PKn yang diajarkan di kelas V – IX yang
bermuara pada luaran sekaligus metode pendampingan belajar yang didesiminasikan
pada kalangan siswa.
Gambar 1. Tahapan kegiatan pengabdian
Pada kegiatan tahap pertama, guru pengampu mata pelajaran PKn dilibatkan dalam
pemetaan materi ajar PKn yang berpotensi memiliki tingkat kesulitan dalam pemahaman
siswa. Pemetaan ini bertujuan mencari ide utama materi yang akan diaktualisasikan dalam
alat peraga pengajaran. Materi yang dipetakan terkait tema materi yang diajarkan di SLB-
D, yaitu kelas I sampai kelas IX. Pada hasil wawancara pendahuluan dengan guru
pengampu, materi yang berpotensi sulit dijelaskan namun memiliki urgensi dalam hidup
bernegara dan bermasyarakat tersebut antara lain hak politik sebagai warga negara, HAM
dan aksesbilitas dalam layanan publik. Hanya saja pemetaan atas materi ini masih belum
dikategorikan pada tema-tema spesifik yang akan dituangkan dalam ide tema alat peraga.
Pada tahapan berikutnya adalah menuangkan ide tema dalam pembuatan alat peraga.
Sesuai dengan wawancara yang dilaksanakan dengan kepala sekolah, strategi yang bisa
efektif dalam metode pendampingan belajar agar siswa cepat memahami adalah dengan
menggunakan alat peraga tayangan tematik. Alat peraga ini merupakan alat visual yang
bisa disampaikan secara berulang sesuai dengan proporsi pembelajaran yang
dipersyaratkan bagi penyandang tuna daksa. Pembuatan alat peraga ini diporsikan bagi
siswa penyandang disabilitas baik di lingkungan sekolah maupun tempat dimana mereka
tinggal agar pemahaman mereka menjadi lebih efektif terutama terkait dengan
pengembangan tata nilai mereka dalam hidup bernegara dan bermasyarakat, termasuk
upaya penghindaran mereka dari upaya marginalisasi termasuk tindak pelecehan fisik
maupun mental.
Tahapan setelah pembuatan alat peraga adalah mendesiminasikan metode
pendampingan belajar berupa alat peraga ini kepada para guru SLB-D YPAC Bali. Pada
tahapan ini akan diberikan sosialisasi penggunaan alat peraga termasuk penjelasan dalam
menerangkan makna materi dari setiap tayangan tematik. Pada sosialisasi ini,
diujicobakan penggunaan alat peraga kepada para guru dan siswa. Setelah terdapat
pemahaman di kalangan pendamping ini, maka sosialisasi penggunaan metode
pembelajaran melalui alat peraga ini dilaksanakan di kalangan siswa SLB-D serta para
guru. Harapan dari upaya sosialisasi ini agar kelompok sasaran kegiatan ini dapat
memahami dalam mengoperasionalkan luaran dari kegiatan ini.
Madaniya
ISSN 2721-4834
595
Pada muara kegiatan pengabdian ini diperlukan upaya pengukuran efektifitas capaian
metode pendampingan belajar. Upaya ini diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu metode tes
terstruktur bagi siswa SLB-D serta. Untuk metode tes terstruktur ini, tim mempersiapkan
pertanyaan berupa komentar serta studi kasus materi tertentu terkait dengan alat peraga
yang diajukan kepada para siswa. Pembuatan pertanyaan ini menyertakan keterlibatan
guru pengampu mata pelajaran dan salah satunya disertakan dalam bentuk tanya jawab
yang dilakukan oleh guru kelas. Hasil jawaban pertanyaan kemudian diolah dan dijadikan
laporan efektifitas program capaian kegiatan pengabdian ini. Untuk mengantisipasi
kendala bahasa dan pemaknaan khusus penyandang disabilitas tuna daksa dengan down
syndrome, tim peneliti akan didampingi dari pihak guru YPAC sendiri yang akan dilibatkan
dalam proses kegiatan ini. Tentunya harapan kegiatan ini adalah tercapainya ketuntasan
kompetensi belajar siswa SLB-D YPAC terkait HAM dan Hak Politik Warga Negara,
termasuk pemahaman tata nilai penyadang disabilitas yang ada di SLB-D YPAC Bali dalam
mengakses layanan publik dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya
pemarginalan atas diri mereka di tengah masyarakat.
Hasil dan Pembahasan
Kegiatan pengabdian masyarakat ini diawali dengan pembuatan video tayangan
tematik berdurasi pendek terkait materi HAM dan kepemiluan. Pada kapasitas ini, tim
Udayana Mengabdi juga melakukan surat menyurat serta mengkonfirmasi kesediaan
waktu dari SLB-D YPAC Bali untuk menerima kegiatan di sekolah mereka. Dalam
kesempatan konformasi waktu dengan pihak YPAC adalah ketua pengabdian menemui
Kepala Sekolah SLB-D YPAC Bali.
Kegiatan Hibah Udayana Mengabdi ini dilakukan melalui tiga bentuk kegiatan. Pertama,
pembuatan video tayangan tematik berdurasi pendek. Kedua, kegiatan Sosialisasi
Pengenalan Alat Peraga terhadap Kelompok Pendamping yaitu para Guru SLB-D YPAC
Bali. Ketiga, kegiatan kegiatan Sosialisasi Pengenalan Alat Peraga terhadap siswa dan siswi
SLB-D YPAC Bali. Pada kegiatan pertama pembuatan video tayangan tematik pendek
dilaksanakan selama dua minggu dengan melibatkan mahasiswa Program Studi Ilmu
Politik FISIP Universitas Udayana dan dosen anggota Hibah Udayana Mengabdi. Hasil dari
kegiatan ini adalah dua video tayangan tematik terkait HAM dan Pemilu. Tahap kedua
dilaksanakan workshop di Aula SLB-D YPAC Bali. Peserta berjumlah 9 orang yang terdiri
dari 3 Guru Pendidikan Kewarganegaraan, 1 Kepala Sekolah dan 5 Guru Kelas. Pada
kegiatan di hari pertama ini hadir pula dari orang tua siswa, serta para dosen anggota
Hibah Udayana Mengabdi.
Kondisi yang terjadi, guru PKn yang ada di SLB-D YPAC Bali masih belum memahami
materi dasar yang teruang dalam mengenai Hak Asasi Manusia , kepemiluan terutama pula
dengan cara penyampaian yang butuh teknik khusus dalam pendekatan penjelasannya.
Kondisi ini tercermin dari hasil angket/kuesioner pra tes yang diserahkan kepada para
peserta workshop yaitu para Guru PKn di SLB-D YPAC Bali. Hasil pra tes menunjukkan
hampir 92% Guru PKn yang ada di SLB-D YPAC Bali tidak memahami bagaimana
mengembangkan bahan ajar terkait HAM dan Kepemiluan. Pemahaman materi tentang
kasus-kasus pelanggaran HAM, pemilu, perbedaan pemilu eksekutif dan legislatif,
Vol. 5, No. 2, Mei 2024
ISSN 2721-4834
596
diketahui para guru PKn dari sumber pembelajaran buku paket, media massa, serta
internet.
Kasus-kasus HAM hanya sebatas diketahui kasus-kasus aktual namun memngenai
pemahaman konsep dan teorititsnya masih terbatas. Begitu pula dengan penjelasan
mengenai mekanisme pemilu diketahui berdasarkan pengalaman aktual para guru saat
mereka menjadi pemilih pemilu yang pernah diikuti sebelumnya. Pada awal tanya jawab
yang dilakukan di awal pelaksanaan workshop terpantau bahwa guru PKn masih minim
pengetahuan tentang HAM, kepemiluan, ketiadaan bahan pendukung materi ajar; sulitnya
melakukan simulasi karena tidak terdapat dalam silabus pembelajaran; serta terbatasnya
jam pertemuan belajar karena materi pemilu tidak dibahas pada bab tersendiri melainkan
hanya pada sub bab yang terkiat dengan tema-tema yang jauh relevansinya. Hal ini yang
kemudian membuat guru maupun siswa kesulitan melakukan pemahaman
simulasi/praktek akibat jangkauan materi yang terlalu dangkal.
Secara awal, pemaparan materi diawali dengan sambutan dari Ketua Program Studi
Ilmu Politik FISIP Universitas Udayana. Pada sambutannya, Ketua Program Studi Ilmu
Politik menekankan mengenai pentingnya kegiatan pengabdian Pemanfaatan Teknologi
Informasi bagi Siswa Penyandang Disabilitas Tuna Daksa di YPAC Bali ini sebagai
aktualisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Salah satu implementasi ini adalah melalui
kegiatan yang pembiayannya diberikan oleh LPPM Universitas Udayana melalui Kompetisi
Hibah Udayana Mengabdi Tahun Anggaran 2016. Sambutan dilanjutkan dengan oleh
Kepala Sekolah SLB-D YPAC yang menekankan mengenai pentingnya upaya kerjasama
sebagai pengembangan sekolah Kegiatan pengabdian yang diberikan oleh Universitas
Udayana melalui kegiatan Hibah Udayana Mengabdi ini sangat membantu proses
pembelajaran bagi guru dan siswa yang ada di SLB-D YPAC Bali. Harapannya hal ini bisa
terdapat keberlanjutannya. Pada akhir sambutan dilakukan Perjanjian Kerjasama antara
FISIP Universitas Udayana dengan Sekolah SLB-D YPAC Bali. Melalui kerjasama ini, SLB-
D YPAC mengharapkan agar kegiatan Udayana Mengabdi ini bisa dijamin
keberlanjutannya, begitu sebaliknya FISIP Unud juga mendapatkan tempat untuk
melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kegiatan di hari pertama diawali dengan Pelaksanaan Sosialisasi Pengenalan Alat
Peraga terhadap Kelompok Pendamping yaitu para Guru SLB-D YPAC Bali. Ketua
Pelaksana kegiatan Hibah Udayana Mengabdi memberikan panduan langsung kepada
peserta workshop. Pendampingan untuk tayangan terkait tema HAM, pihak pengabdi
membuat video pertama ini terdapat pengantar terkait dengan kendaraan yang bisa
diakses oleh kalangan difabel. Hal ini terkait kesetaraan hak asasi bagi penyandang difabel
untuk naik kendaraan umum termasuk mendapatkan kemudahan saat di terminal
penumpang. Hal ini karena pemerintah daerah telah memberikan perhatian lebih dengan
memperbaiki fasilitas yang baik bagi penyandang difabel seperti jalanan landai untuk kursi
roda, toilet khusus dan ragam fasilitas lainnya.
Pada pemaparan berikutnya adalah mengenai kapasitas kesetaraan hak asasi bagi
penyandag difabel dengan memberikan motivasi bahwa mereka tidak terbatas melainkan
memiliki kemampuan lebih. Keterbatasan apabila didayagunakan secara baik dan optimal
maka akan menghasilkan kekuatan prestasi. Pada video tayangan tematik ini ditunjukkan
beberapa tokoh mitivator dunia yang berasal dari kalangan penyandang difabel.
Madaniya
ISSN 2721-4834
597
Gambar 2. Siswa dan Guru Menonton Tayangan Video
Pada video kedua, ditunjukkan video tayangan mengenai kepemiluan. Dalam video ini
ditunjukkan mengenai ajakan berpartisipasi bagi kalangan penyandang difabel untuk ikut
dalam pemilu. Hal ini karena kesamaan hak sebagai warga negara Indonesia yang baik
untuk menyalurkan aspirasi melalui ikut serta dalam pemungutan suara. Pemungutan
suara untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin yang mau peduli dengan kalangan
penyandang difabel. Pada video ini juga ditunjukan mengenai kemudahan dan regulasi-
regulasi mengenai kepemiluan yang sudah pro bagi penyandang difabel agar mereka mau
berpartisipasi dalam pemilu.
Pada kegiatan ketiga adalah kegiatan Sosialisasi Pengenalan Alat Peraga terhadap
Kelompok Pendamping yaitu pada kalangan siswa siswi SLB-D YPAC Bali. Pada kegiatan
ini siswa siswi diajak untuk mencermati tayangan video. Pada saat kegiatan ini
berlangsung para guru mendampingi dan diajak untuk mempraktekan dengan
memberikan penjelasan materi kepada para siswa. Pada saat penjelasan , beberapa siswa
banyak yang terharu dan tersentuh terutama saat melihat tayangan terkait dengan
motivator dari kalangan penyandang disabilitas. Para siswa SLB-D juga berusaha
menjawab lontaran pertanyaan dari guru serta mengemukakan pertanyaan terkait dengan
mekanisme pemungutan suara.
Gambar 3. Siswa dan Guru berfoto Bersama
Vol. 5, No. 2, Mei 2024
ISSN 2721-4834
598
Bagi para siswa melalui tayangan video tayangan tematik ini, mereka sudah cukup
terbantu untuk memahami tata cara pemilu, perlengkapan pemilu hingga mengenali
daftar pemilih tetap, kartu pemilih, dan manfaat pemilu secara umum. Hal yang terpenting
pula para siswa juga memahami akan arti penting keikutsertaan dalam pemilu untuk
menentukan pemimpin dan wakil rakyat bagi mereka yang bisa mengakomodasi
kepentingan bagi penyandang difabel. Kegiatan diakhiri dengan penutupan dari ketua
pelaksana kegiatan Hibah Udayana Mengabdi dan diserahkan secara simbolis 10 keping
VCD terkait tayangan tematik materi ajar PKn yang diharapkan bisa dipergunakan untuk
proses belajar mengajar di kelas.
Kesimpulan
Kegiatan pengabdian ini berangkat dari permasalahan keterbatasan metode
pendampingan belajar khususnya pada kalangan siswa penyandang disabilitas tuna daksa
dalam memahami mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SLB-D YPAC Bali.
YPAC Bali merupakan satu-satunya lembaga penyelenggara pendidikan bagi siswa
penyandang disabilitas tuna daksa di Provinsi Bali. Masalah yang mendesak dicarikan
solusi adalah ketiadaan daya dukung metode pendampingan belajar berupa alat peraga.
Salah satunya terkait materi di Pelajaran PKn yaitu materi Hak Asasi Manusia (HAM) dan
Partisipasi Politik dalam Pemilu yang penyampaiannya masih merujuk pada metode ajar
bagi siswa normal (non-berkebutuhan khusus/difabel) dan sama sekali tidak ada alat
peraga bagi siswa penyandang disabilitas tuna daksa.
Dropping bantuan perangkat pengajaran yang diberikan Pihak Pemerintah justru
diperuntukan bagi siswa penyandang disabilitas tuna wicara, sehingga metode
pembelajaran yang diberikan akhirnya tergantung sepenuhnya dari kreatifitas guru kelas
masing-masing. Diakui Kepala Sekolah maupun guru pengampu mata pelajaran, mereka
seringkali kesulitan dalam menjelaskan materi PKn terutama terkait soal kasus aktual yang
harus dipahami oleh siswa, terlebih metode penyampaian materi harus dilaksanakan
secara berulang. Bahkan pada konteks ini, banyak guru yang hanya mengejar ketuntasan
materi tanpa disertai dengan adanya simulasi atau permainan melalui alat peraga tertentu
yang dapat menunjang pemahaman siswa atas mata pelajaran. Padahal materi ini menjadi
sangat penting mengingat terkait dengan aktualisasi atas hak-hak mereka sebagai
warganegara sekaligus hidup di tengah masyarakat. Menjawab permasalahan diatas,
kegiatan ini akan mengambil kelompok sasaran siswa SLB-D. Kegiatan ini menghasilkan
luaran berupa metode pendampingan belajar berupa tayangan tematik yang diharapkan
bisa memudahkan akses mereka dalam memahami materi ajar PkN yang penerapannya
dilakukan di lingkungan pendidikan formal yaitu SLB-D YPAC Bali.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana, Ketua dan Sekretaris LP2M
Universitas Udayana, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana,
serta mitra YPAC SLB-D Bali yang telah memberikan peluang bagi terselenggaranya
kegiatan ini.
Madaniya
ISSN 2721-4834
599
Referensi
Benny, A. (2005). Metode Pengajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Maridjan, K. (2010). Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru.
Jakarta: Penerbit Prenada Media Group.
Sanit, A. (2010). Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Penerbit Rajawali Press.