Content uploaded by Erna Mariana Susilowardhani
Author content
All content in this area was uploaded by Erna Mariana Susilowardhani on Mar 06, 2025
Content may be subject to copyright.
Vol. XXVIII No.1 April 2023
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
1
ISSN: 1978-6972
Manajemen Kampanye Humas Bawaslu Kota Jakarta Selatan Melalui
Media Online Sebagai Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
Dalam Pengawasan Pemilu 2024
Siti Khopipah1, Erna Mariana Susilowardhani2, Lidia Djuhardi3, Arifah Armi Lubis4,
Berliani Ardha5, Meri Safarwati Putri6
Universitas Tanri Abeng1,2,4, Universitas Persada Indonesia YAI3, Universitas Mercu Buana5,
Universitas Sahid6
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi manajemen kampanye humas Bawaslu
Kota Jakarta Selatan melalui media online sebagai upaya meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan pemilu 2024. Penelitian menggunakan metode kualitatif
dengan dengan menggunakan model Manajemen Kampanye (Venus, 2019:47) yang terdiri
dari lima elemen penting, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, monitoring dan
evaluasi. Penelitian ini merupakan studi kasus yang menganalisis strategi manajemen
kampanye humas Bawaslu Kota Jakarta Selatan sebagai upaya meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan pemilu 2024. Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa
Bawaslu Jakarta Selatan sejak tahun 2020 telah mengembangkan upaya untuk melakukan
sosialisasi yang dilaksanakan melalui tahapan perencanaan dengan memperhatikan produksi
pesan, khalayak sasaran, waktu publikasi, dan tujuan dari konten dengan menggunakan
teknologi berupa media online (Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, YouTube, Podcast,
dan website), yang dilakukan berdasarkan pada pedoman pengelolaan media sosial. Tahap
implementasi dan tahap monitoring dilakukan bersamaan agar dapat menyesuaikan dengan
kondisi yang ditemui saat berjalannya program kampanye. Sementara tahap akhir, yaitu
tahap evaluasi, yaitu melakukan pengamatan pada akun media sosial Bawaslu Jakarta
Selatan, yaitu dengan melihat berapa banyak penambahan followers, jumlah/frekuensi like,
subscribe, dan komen, menganalisis followers-nya dan mengkategorikannya. Dari hasil
evaluasi tersebut juga diperoleh bahwa terdapat peningkatan dari jumlah pengikut di media
sosial Bawaslu Jakarta Selatan dan respons para pengikut (followers) yang semakin aktif
dalam memberikan komen terkait dengan pemilu.
Kata Kunci: Kampanye Humas, Bawaslu Kota Jakarta Selatan, Partisipasi Masyarakat,
Pengawasan Pemilu 2024
2
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
PENDAHULUAN
Badan Pengawas Pemilu
merupakan salah satu dari
penyelenggara pemilu selain dari KPU
ataupun DKPP. Dibandingkan dengan
KPU, masyarakat masih seringkali
salah dalam penyebutan nama, apalagi
tugas dan kewenangan serta kinerja
yang telah dilakukan oleh Pengawas
Pemilu. Hal ini bisa jadi karena
Bawaslu memang faktanya merupakan
lembaga yang lahir kemudian setelah
KPU dengan kewenangan tugas pokok
dan fungsi yang berbeda. Secara
kelembagaan, Pengawas Pemilu
memiliki alur historis yang
menunjukan adanya upaya-upaya
penguatan baik secara kelembagaan
maupun kewenangan. Pada tahun 1982,
kelembagaan pengawas pemilu muncul
dengan nama PANWASLAK (Panitia
Pengawas Pelaksanaan Pemilu)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1980. Partai politik pada saat itu
masih menempatkan wakil-wakilnya
sebagai anggota Lembaga Pemilihan
Umum. Pada tahun 1997 Panwaslak
berubah menjadi Panwaslu (Panitia
Pengawas Pemilu) dan masih melekat
pada KPU. Di tahun 2003, Panwaslu
kemudian terpisah dari KPU
Berdasarkan pada UU Nomor 12 Tahun
2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan
DPRD, namun masih adhoc mulai dari
pusat sampai dengan kecamatan.
Penguatan kelembagaan ditandai dengan
dipermanenkannya lembaga pengawas
pemilu mulai tingkat pusat, yaitu
Bawaslu RI melalui Undang-Undang
nomor 22 tahun 2007 tentang
PenyelenggaraPemilu dan Bawaslu
ditingkat provinsi melalui Undang-
Undang No. 15 tahun 2011, disusul
dengan penguatan di tingkat Pengawas
Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota yang
semula adhoc menjadi permanen melalui
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Pengawasan partisipatif
merupakan sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Bawaslu RI yang
didasarkan pada pemikiran bahwa
keterlibatan masyarakat sipil dan
partisipasinya merupakan hal yang
penting dalam system demokrasi
electoral saat ini, karena pemilik
kedaulatan tertinggi adalah masyarakat.
Partisipasi dalam konteks pengawas
pemilu ini adalah berupa adanya
kesadaranatas haknya sebagai
masyarakat sipil pada proses demokrasi
di Indonesia yang ditandai dengan hadir
untuk menggunakan hak pilihnya, ikut
serta secara aktif dalam setiap proses
3
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
tahapan pemilu, melakukan
pemantauan/ pengawasan pemilu,
melaporkan setiap pelanggaran yang
ditemukan kepada pengawas pemilu,
mengikuti setiap perkembangan
informasi terkait proses tahapan
pemilu.
Berdasarkan hal-hal di atas,
Pengawas Pemilu di tingkat Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota perlu
untuk merumuskan strategi manajemen
kampanye humas untuk bisa menjawab
amanah undang-undang, yaitu di
antaranya dengan dikuatkannya
kelembagaan dan kewenangan,
kewajiban melakukan upaya-upaya
pencegahan pelanggaran pemilu
melalui pengawasan partisipatif, dan
sebagai lembaga publik Bawaslu harus
bersikap transparan dan terbuka serta
dapat menciptakan sebuah ruang
ataupun saluran komunikasi sebagai
implementasi upaya pencegahan dan
mewujudkan keterbukaan informasi
publik tersebut. Dalam hal ini, Bawaslu
Kota Jakarta Selatan telah merancang
sebuah strategi manajemen kampanye
humas yang menjadi salah satu kanal
dalam upaya mewujudkan amanah
tersebut.
Adapun penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui strategi manajemen
kampanye humas Bawaslu Kota Jakarta
Selatan melalui media online sebagai
upaya meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan pemilu
2024. Penelitian ini juga diharapkan
dapat menjadi referensi dan masukan
bagi Pengawas Pemilu dalam merancang
kampanye humas pengawasan
partisipatif dan awareness masyarakat
terhadap Pengawas Pemilu secara
kelembagaan.
Public Relations atau sering
diterjemahkan dengan hubungan
masyarakat, memiliki beragam definisi.
Definisi dari John E. Marston (dalam
Nurzaman & Umam, 2012:101-104)
menyatakan bahwa Public Relations
merupakan suatu aktivitas komunikasi
yang direncanakan dan dilakukan secara
persuasif, dirancang untuk dapat
mempengaruhi publik secara signifikan.
Public Relations merupakan
fungsi manajemen yang saling
membangun dan memelihara hubungan
yang saling menguntungkan antara
organisasi dan masyarakat dari berbagai
lapisan yang menjadi penentu dari
berhasil atau tidaknya Public Relations
tersebut (Broom & Sha, 2013:29).
Sementara Harlow (dalam
Sujanto, 2019:10) mendefinisikan Public
Relations merupakan sebuah upaya yang
4
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
berkenaan dengan proses komunikasi,
hubungan dan interaksi manusia
dengan lingkungannya, baik dengan
manusia lainnya, kelompok, organisasi,
dan publik atau masyarakat umum di
luar dirinya.
Seitel (dalam Soemirat &
Ardianto, 2017:13) menjelaskan bahwa
Public Relations membantu
manajemen dalam menyampaikan
informasi kepada publik dan juga
tanggap terhadap opini publik yang
berkembang. Dalam menjalankan
programnya, Public Relations haruslah
direncanakan. Para praktisi Public
Relations selalu mempertimbangkan
dan merencanakan dengan baik suatu
program yang akan dijalankan
sehingga bermanfaat bagi organisasi
dan publiknya (Gregory, 2017:2).
Termasuk dalam hal ini program
kampanye yang sering dilakukan oleh
Public Relations.
Kampanye merupakan sebuah
upaya yang dilakukan secara
terkoordinir dan disengaja untuk
mencapai tujuan tertentu ataupun
seperangkat tujuan yang saling
berhubungan yang akan menggerakan
organisasi dalam mencapai tujuan
jangka panjang yang tercerminkan
dalam misi organisasi. Kampanye
dirancang dan dikembangkan untuk
mengatasi masalah, untuk memecahkan
masalah atau memperbaiki sebuah
situasi (Newsom, Turk, & Kruckeberg,
2013:297).
Dalam implementasinya, ada
beberapa karakteristik kampanye yang
dapat dijadikan sebagai indikator akan
berhasil tidaknya pelaksanaan rangkaian
kegiatan kampanye tersebut. Sebuah
kampanye dianggap berhasil jika: 1) Ada
upaya untuk mengidentifikasi dan
menilai terhadap kebutuhan, tujuan dan
kemampuan prioritas publik; 2)
Perencanaan dan produksi kampanye
yang sistematis; 3) Proses monitoring
dan evaluasi yang berkelanjutan; 4)
Adanya pertimbangan untuk
menggunakan media yang berbeda dan
komunikasi interpersonal sebagai
pelengkap; 5) Melakukan proses seleksi
terhadap media yang digunakan dengan
menyesuaikan pada publik yang menjadi
prioritas sasaran kampanye dengan
mempertimbangkan kemampuan
masing-masing media dalam
menyampaiakan pesan. (Newsom, Turk,
& Kruckeberg, 2013: 298-299).
Terkait dengan kampanye humas,
secara sederhana didefinisikan sebagai
aktivitas yang terencana, kombinasi dari
berbagai kegiatan spesifik yang masing-
5
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
masing memiliki tujuan yang sama
dalam sebuah kerangka waktu yang
telah ditetapkan. Menurut Patrick
Jackson (dalam Newsom, Turk, &
Kruckeberg, 2013:298), kampanye
humas terdiri dari beberapa tipe, di
antaranya, yaitu kampanye kesadaran
publik, kampanye informasi publik,
kampanye pendidikan publik,
penguatan perilaku dan sikap terhadap
pihak yang memiliki kesepakatan
dengan organisasi, mengubah sikap
pihak-pihak yang tidak setuju, dan
kampanye modifikasi perilaku. Agar
lebih terarah, tentu diperlukan taktik
yang spesifik dalam sebuah kampanye
humas di mana hal ini ditentukan oleh
karakteristik kampanye dan target
audiensnya (Butterick, 2014: 161).
Untuk itu, diperlukan model kampanye
yang digunakan sebagai pedoman.
Dalam penelitian ini, model
kampanye humas yang digunakan
adalah model dari Venus (2019: 47),
yaitu Model Manajemen Kampanye
yang terdiri dari 5 elemen, yaitu
perencanaan, pengembangan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi
(PPIME).
Pada tahap perencanaan,
dilakukan praproduksi yang meliputi
analisis situasi, tujuan dari kampanye,
dan juga khalayak yang akan dituju.
Pada tahap pengembangan yang
merupakan tahap produksi, melakukan
desain pesan dan identifikasi saluran.
Pada saat mendesain pesan, perlu
dipahami kembali tujuan dan
karakteristik khalayak yang akan dituju
agar pesan-pesan yang disampaikan
dapat sesuai dengan tujuan dan
khalayaknya. Demikian juga dalam
menentukan saluran yang tepat untuk
menyampaikan pesan kampanye tersebut
haruslah disesuaikan dengan perilaku
khalayak yang akan menjadi penerima
pesan kampanye (Venus, 2019: 48).
Tahap implementasi. Pada tahap
ini dilakukan eksekusi program
kampanye sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat sebelumnya. Tahap
monitoring dilakukan seiring dengan
eksekusi program. Hal ini dilakukan
untuk memastikan dan memantau
eksekusi di lapangan. Apalagi jika
terjadi perubahan situasi yang ada di
lapangan sehingga dapat segera diatasi.
Kemudian tahap terakhir yaitu tahap
evaluasi. Tahap ini dilakukan sesaat
setelah kampanye selesai dilaksanakan.
Tahap evaluasi sangat penting
dilakukan untuk mengukur keberhasilan
kampanye. Apakah tujuan dari
6
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
kampanye itu sudah tercapai atau
belum, apa yang harus dibenahi,
bagaimana efektivitas kampanye, dan
sebagainya (Venus, 2019: 49).
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan penelitian ini
adalah kualitatif, dengan jenis
deskriptif, Creswell dalam Ardianto
(2011: 43) mengatakan bahwa
penelitian kualitatif itu berarti proses
mengeksplorasi dan menguasai makna
perilaku setiap individu dan
kelompok, yang mempresentasikan
masalah sosial atau masalah
kemanusiaan. Penelitian kualitatif
bertolak dari asumsi tentang realitas
atau fenomena sosial. Data atau
informasi harus ditelusuri sedalam
mungkin sehingga peneliti dapat
mendeskripsikan fenomena tersebut
secara utuh dan mendalam (Bungin,
2022: 53).
Metodenya adalah Studi
Kasus, yaitu studi yang mampu
menguraikan lebih komprehensif
permasalahan serta menggunakan
beragam subjek penelitian
(multisources), sehingga hasil
penelitian dapat ditelaah secara dalam
dan rinci (Yin, 2012: 18). Penelitian
kasus dapat berupa individu,
kelompok, organisasi, pergerakan,
peristiwa, atau unit geografis. (Neuman,
2015: 47-48).
Dalam menentukan informan
penelitian digunakan purposive
sampling, sebagai teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2016: 85). Informan kunci
yang dijadikan narasumber dalam
penelitian ini adalah Ibu Ardhana,
sebagai Kordiv. Hukum Humas Datin.
Alasan pemilihan Ibu Ardhana sebagai
informan kunci adalah dengan
posisinya, informan mengetahui dan
memahami terkait dengan pelaksanaan
kampanye di Bawaslu Kota Jakarta
Selatan yang menjadi fokus kajian
dalam penelitian ini.
Tehnik pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara, observasi
serta penelaahan dokumen. Teknik ini
digunakan untuk memperoleh
pengetahuan yang tidak terbahasakan
yang tidak didapat hanya dari
wawancara. Seperti yang dinyatakan
Creswell adalah peneliti langsung turun
ke lapangan untuk mengamati perilaku
dan aktivitas dilokasi penelitian.
(Creswell, 2016: 254).
Untuk teknik analisis data,
menurut Miles, Huberman, & Saldaña
(2014) merupakan rangkaian yang
terdiri dari reduksi data, display data,
dan kesimpulan atau verifikasi.
7
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
Menurut (Moleong, 2018: 330),
triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai
cara dan berbagai waktu. Denzin
(dalam Moleong, 2018:330)
menyebutkan empat macam jenis
triangulasi, yitu triangulasi sumber,
triangulasi metode, triangulasi
penyidik (peneliti), dan triangulasi
teori. Teknik pemeriksaan keabsahan
data yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini, yaitu triangulasi
metode. Triangulasi teknik atau
metode adalah menguji kredibilitas
data dengan cara mengecek data
dengan Teknik yang berbeda,
misalnya, data diperoleh dengan
wawancara kemudian dicek dengan
observasi (Sugiyono, 2017: 274).
Pendekatan pembahasan juga
dengan menggunakan tinjauan
literatur dapat memberikan gambaran
pada pembaca atas hasil dari studi-
studi sebelumnya, mengisi celah
penelitian dan memperkaya studi
sebelumnya (Creswell, 2016).
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan Model
Manajemen Kampanye (Venus, 2019:
47). Model Manajemen Kampanye
terdiri dari lima elemen penting, yaitu
perencanaan, pengembangan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi.
Berikut pemaparannnya.
Tahap Perencanaan
Dalam melakukan perencanaan,
hal-hal yang harus diperhatikan di
antaranya terkait dengan permasalahan
yang terjadi, tujuan dari kampanye,
siapa khalayak yang akan dituju, dan
juga memahami bagaimana
khalayaknya. Berkaitan dengan hal-hal
tersebut, berikut data yang didapat dari
narasumber dalam penelitian ini.
Narasumber Ibu Ardhana
menjelaskan terkait dengan
permasalahan yang terjadi sebagai
fenomena terkait dengan pengawasan
pemilu. Berikut pemaparannya.
“Pertama, banyak dari
masyarakat belum tau apa itu Bawaslu
yang mereka kenal hanya KPU, dan
terkadang dalam penyebutan nama
Bawaslu aja salah. Kedua, banyak dari
masyarakat yang memilih golput
ataupun berperilaku tak acuh terkait
proses kepemiluan disebabkan
banyaknya pemikiran bahwa hasil
pemilu tidak dapat memberikan banyak
perbaikan nasib. Ketiga, masyarakat
apatis dalam melaporkan dugaan
pemilu karena minimnya sosialisai
bahwa saksi dilindungi. Keempat,
regulasi yang berubah-ubah yang tidak
didukung sosialisasi ke masyarakat
sehingga penterjemahan aturan sering
berbeda.”
Penjelasan dari Ibu Ardhana
terkait dengan permasalahan tentang
8
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
pemilu bahwa keberadaan Bawaslu
cenderung kurang begitu dikenal
masyarakat ketimbang KPU.
Karenanya, melalui sosialisasi tentang
partisipasi masyarakat secara aktif
pada pemilu, diharapkan sekaligus
sebagai upaya pengenalan Bawaslu
agar lebih mudah diingat sebagai
badan yang mengawasi jalannya
pemilihan umum. Selain itu, sikap
masyarakat yang banyak juga memilih
untuk golput ataupun bersikap cuek
saat pemilu karena merasa bahwa
hasil pemilu tidak mengubah atau
memperbaiki keadaan. Sikap yang
sama juga cenderung diperlihatkan
terkait dengan melaporkan dugaan
pelanggaran saat pemilu. Tambah lagi
regulasi yang berubah-ubah yang
mungkin banyak dari masyarakat yang
tidak tahu perubahan regulasi tersebut
karena kurangnya sosialisasi.
Dari permasalahan yang terjadi
di tengah masyarakat, tentu dapat
dipetakan tema-tema apa yang relevan
dan dapat menjawab dan juga
mengatasi permasalahan yang ada.
Dalam hal ini, tujuan dari kampanye
dapat ditetapkan.
Terkait dengan tujuan
kampanye, Ibu Ardhana menjelaskan,
“Untuk memberikan pengenalan
kepada masyarakat secara utuh apa
yang menjadi tugas dan wewenang
Bawaslu serta bagaimana Bawaslu
meyakinkan masyarakat sehingga
partisipatif masyarakat meningkat.”
Dari penjelasan Ibu Ardhana,
bahwa tujuan dari kampanye ini bukan
hanya menggerakkan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pemilihan
umum, namun juga memperkenalkan
lebih jauh kepada masyarakat mengenai
badan yang mengawasi jalannya
pemilu, yaitu Bawaslu.
Oleh karena itu, terkait dengan
kepada siapa kampanye dilakukan,
maka menurut penjelasan dari
narasumber, yaitu seluruh lapisan
masyarakat. Termasuk juga pemilih
pemula. Lebih rinci lagi, terkait dengan
karakteristik khalayak yang dituju yang
menjadi sasaran Kampanye Humas
Bawaslu, yaitu:
1. Masyarakat yang belum menentukan
pilihan dan tidak begitu tertarik pada
kepemiluan;
2. Masyarakat yang melihat kepemiluan
berdasarkan sistem kedekatan atau
kekeluargaan, dan
3. Masyarakat yang senang dengan
kepemiluan biasanya ini masyarakat
yang di atas umur 35 tahun.
Masing-masing karakteristik dari
khalayak yang akan dituju ini
kemudian dapat dikembangkan lagi
metode atau cara terkait dengan
program-program yang akan dibuat.
9
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
Termasuk juga perencanaan pesan
dan medianya. Dengan memahami
karakteristik dari khalayak yang akan
dituju, maka diharapkan akan dapat
merencanakan dengan lebih baik
terkait pesan dan bentuk medianya.
Tahap Pengembangan
Pada tahap pengembangan,
hal penting yang menjadi perhatian
dengan mengaitkan tujuan dari
kampanye tersebut di antaranya
terkait dengan perencanaan pesan dan
media, penggunaan media, dan juga
program-program kampanye yang
akan dibuat.
Terkait dengan perencanaan
pesan dan media, Bawaslu memiliki
pedoman pengelolaan media sosial,
berikut penjelasan dari narasumber
Ibu Ardhana.
“Untuk tahapan perencanaan
(pesan) di Bawaslu mengikuti buka
pedoman pengelolaan media sosial
dengan memperhatikan: (1) tujuan
suatu pesan yang akan
dipublikasikan; (2) target jangkauan
suatu konten; (3) waktu publikasi; (4)
tujuan dari konten.”
Sementara untuk saluran
media yang akan dibuat, Ibu Ardhana
memberikan penjelasan sebagai
berikut.
“Media yang dibuat dalam
menyebarkan informasi berupa
media online (Facebook, Twitter,
Instagram, Tiktok, YouTube,
Podcast, website) adapun juga
sarana komunikasi berupa buletin
yang cetak dua kali dalam setahun.
Dalam penyebaran informasi melalui
media sosial dianggap paling akurat
karena di era moderen dan digitalisasi
sekarang ini masyarakat lebih mudah
memperoleh informasi dengan
mengakses media sosial.”
Dari penjelasan narasumber
Ibu Ardhana, Bawaslu juga
menjalankan kampanye dengan
memanfaatkan media sosial yang
biasa digunakan oleh masyarakat.
Harapannya tentu pesan-pesan yang
disampaikan di akun media sosial
Bawaslu dapat memberikan informasi
dan masyarakat juga terinformasi
dengan memadai sehingga
pengetahuan mereka bertambah
tentang Bawaslu dan peran partisipasi
masyarakat dalam pemilu.
Terkait untuk sasaran pemilih
pemula, perlu strategi khusus dalam
membuat pesan dan gaya pesannya
yang sesuai dengan karakter mereka.
Berikut penjelasan dari Ibu Ardhana,
“Untuk pemilih pemula, Bawaslu
Jakarta Selatan menggunakan media
Tiktok dan IG reels yang menurut
statistik banyak diikuti oleh Generasi
Z, yaitu dengan mengikuti tren Tiktok
dan reels yang sedang banyak ditonton,
misalnya menyesuaikan dengan pilihan
lagu dan juga menggunakan talent
yang lebih fresh.”
Dari penjelasan tersebut, dapat
dipahami bahwa Bawaslu Jakarta
Selatan juga berupaya menyesuaikan
10
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
dengan karakter sasaran
khalayaknya. Untuk para pemilih
pemula, Bawaslu Jakarta Selatan
menggunakan media sosial Tiktok
dan juga Instagram reels. Pemilihan
dua media sosial itu dikarenakan
banyak diikuti oleh para pemilih
pemula. Dengan mengikuti tren
konten yang sedang digemari dan
banyak ditonton, diharapkan dapat
menjadi perhatian bagi para pemilih
pemula tersebut untuk mengikuti
konten yang disajikan oleh Bawaslu
Jakarta Selatan.
Fokus program kampanye
melalui media online yang Bawaslu
lakukan, terutama terkait dengan
suplai konten-konten untuk media
sosial. Misalnya, membuat video
singkat terkait kepemiluan dan
aturan yang ada.
Tahap Implementasi
Setelah melakukan
perencanaan dan pengembangan
tujuan kampanye, berikutnya adalah
implementasi atau menerapkan
program. Dalam proses
pengimplementasian program,
diperlukan kerja sama antar pelaku
kampanye dengan target yang dituju,
agar tujuan yang diharapkan lebih
mudah tercapai.
Peran serta masyarakat
dalam pengimplementasian program
menjadi sangat signifikan untuk
mengukur keberhasilan suatu
program, terlebih jika ada peningkatan
peran serta masyarakat, seperti yang
diutarakan Ibu Ardhana bahwa,
“Dari program yang dibuat terlihat ada
peningkatan peran serta masyarakat
terkait iklan kampanye yang ada, dari
awalnya cuek sekarang ikut
memberikan komen terkait hal
kepemiluan yang dikampanye melaui
media sosial.”Meningkatnya peran
serta masyarakat tak terlepas dari
bentuk program-program yang
dilakukan menarik perhatian
masyarakat, seperti yang diutarakan
informan Ibu Ardhana, “Melakukan
sosialisasi melalui media sosial
Bawaslu dan menempelkan stiker
untuk dibagikan ke masyarakat.”
Berdasarkan penjelasan
informan, terkait implementasi
program-program, terindikasi bahwa
program yang sudah dilakukan cukup
berhasil, dimana adanya peningkatan
peran serta masyarakat. Sikap apatis
masyarakat yang sebelumnya menjadi
permasalahan, tampak mulai
terpecahkan. Namun, upaya ini harus
terus-menerus dilakukan agar
partisipasi masyarakat dalam
mengawasi jalannya pemilu dapat
meningkat lagi. Hasil observasi
terhadap konten media sosial
Instagram yang penulis lakukan juga
menunjukkan bahwa para pengikut
11
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
media sosial Bawaslu Jaksel sudah
mulai merespons dengan mengajukan
pertanyaan terkait konten tersebut.
Tahap Monitoring
Untuk memastikan dan
menjaga agar proses
pengimplementasian program
kampanye lancar dan berhasil, perlu
dilakukan juga proses monitoring.
Monitoring atau memantau
pelaksanaan program, apa saja
permasalahan yang muncul, serta
hambatan yang mungkin terjadi.
Masukan dari masyarkat yang
berperan serta juga menjadi penting,
sebagai feedback bagi pembuat
program.
Dari hasil wawancara dengan
informan, peneliti juga mengetahui
bahwa ternyata ada hal-hal yang
belum bisa dilakssnakan karena
keterbatasan dana, seperti yang
diutarakan informan Ibu Ardhana.
Beliau berkata,
“Ada kegiatan yang belum
terlaksana, karena anggaran minim
dan juga SDM terbatas.” Selain itu,
ada hal-hal tak terprediksi yang
muncul, sehingga apa yang sudah
direncanakan di awal batal
terlaksana, seperti yang diutarakan
informan Ibu Ardhana, “Ada
program yang belum terlaksana,
dikarenakan adanya wabah pandemi
yang menyebabkan untuk melakukan
kampanye langsung ke jalan belum
terlaksana.”
Namun penyesuaian program
perlu dilakukan terkait kendala yang
ada, di mana pihak Bawaslu merasa
perlu melakukan perbaikan pada
pelaksanaan kampanye berikutnya,
seperti yang diutarakan informan Ibu
Ardhana berikut ini, “Untuk kampanye
sebaiknya lebih banyak ke pengenalan
terkait fungsi bawaslu dan regulasi
terkait kepemiluan.
Intinya, monitoring selama
implementasi program, sangat perlu,
mengingat selama proses pelaksanaan
program, hal-hal lain di luar dari daya
tarik program, justru menjadi masalah
yang perlu dijadika masukan bagi
Bawaslu, dalam mengimplementasikan
program-program selanjutnya, agar
lebih lancar dan tercapai sesuai tujuan
yang diharapkan.
Tahap Evaluasi
Selain memonitor
pengimplementasian program, hal lain
yang wajib dilakukan adalah evaluasi
program. Evaluasi program adalah
langkah terakhir yang dilakukan pada
kampanye yang telah dilakukan untuk
mengetahui apakah tujuan kampanye
sudah tercapai.
Terkait dengan penggunaan
media sosial sebagai medium untuk
menginformasikan kepada khalayak,
agar dapat mengetahui bagaimana
respons khalayak, maka perlu
12
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
dilakukan evaluasi. Di antaranya
adalah dengan mengamati
perkembangan akun media sosial
Bawaslu Jakarta Selatan. Berikut
pemaparan dari Ibu Ardhana:
“Untuk mengetahui karakteristik
follower media online, Bawaslu Jaksel
cukup dengan melihat berapa
penambahan followers,
jumlah/frekuensi like, subscribe, dan
komen, menganalisis followers-nya
dan mengkategorikannya.Kategori
disusun berdasarkan:
1) frekuensi respons followers; 2)
pemilih pemula atau bukan; 3)
lembaga atau perseorangan.”
Berdasarkan hasil wawancara
dari pihak Bawaslu, yaitu informan Ibu
Ardhana menjelaskan bahwa cara
mengevalusinya dengan cara, melihat
jumlah postingan yang ada dengan
melihat jumlah like dan komen. Para
followers-nya juga dianalisis dan
dikategorikan berdasarkan jumlah
respons dari followers, berdasarkan
apakah sebagai pemilih pemula atau
bukan, dan juga berdasarkan jenis
follower individu ataukah lembaga.
Dari sini, tentu bisa dievaluasi terkait
dengan konten-konten yang relevan
dan dapat masuk sesuai followers-nya.
Ditambahkan pula menurut
narasumber, ada peningkatan yang
signifikan dari jumlah pengikut.
Sementara evaluasi terkait
hambatan yang ditemui selama proses
kampanye adalah minimnya SDM, serta
sarana dan prasarana. Ditambahkan pula,
bahwa perlu adanya perbaikan-perbaikan
dalam kampanye, seperti yang dijelaskan
sebelumnya oleh narasumber, bahwa
terkait konten atau pesan kampanye,
sebaiknya lebih banyak ke pengenalan
terkait fungsi Bawaslu dan regulasi
tentang pemilu.
Dari hasil wawancara dapat
disimpulkan bahwa evaluasi program tak
hanya langkah terakhir, namun juga
menjadi dasar untuk merancang
pelaksanaan kampanye-kampanye
selanjutnya. Untuk itulah, evaluasi perlu
dilakukan dengan cermat, agar hal-hal
yang tak diinginkan tak terjadi. Hasil
evaluasi menjadi masukan bagi
manajemen kampanye, dalam hal ini
Humas Bawaslu Kota Jakarta Selatan.
PEMBAHASAN
Penelitian ini membahas
mengenai manajemen kampanye humas
dari Bawaslu Jakarta Selatan dalam
upaya meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan Pemilu
2024 mendatang melalui media online.
Menurut Roger dan Storey (dalam
Venus, 2019: 9), kampanye merupakan
rangkaian tindakan komunikasi yang
terencana yang memiliki tujuan untuk
mendapatkan efek tertentu dari khalayak
13
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
dengan rangkaian kegiatan dalam
waktu tertentu. Karena itu, dalam
mengelola suatu kampanye, perlu
tahapan-tahapan yang direncanakan
dengan baik. Dalam penelitian ini,
model kampanye yang digunakan
adalah Model Manajemen Kampanye
(Venus, 2019: 47) yang terdiri dari
lima elemen penting, yaitu
perencanaan, pengembangan,
implementasi, monitoring, dan
evaluasi.
Dalam tahap perencanaan,
dilakukan analisis situasi berkaitan
dengan permasalahan yang ada.
Kemudian ditetapkan tujuan dari
kampanye, siapa khalayak yang akan
dituju, dan juga memahami bagaimana
khalayaknya. Terdapat beberapa
permasalahan yang melandasi, yaitu
kurang dikenalnya Bawaslu dan
perannya; fenomena bahwa masyarakat
masih banyak yang memilih golput dan
kurang peduli terhadap proses
pemilihan umum; masyarakat kurang
bergerak dalam pengawasan pemilu,
dan regulasi yang berubah-ubah,
namun kurang sosialisasi kepada
masyarakat sehingga pemahaman
terhadap aturan tersebut mungkin saja
berbeda-beda. Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka
ditetapkan tujuan kampanye, yaitu
untuk memberikan pengenalan dan
pemahaman mengenai tugas dan
wewenang Bawaslu kepada masyarakat
serta meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam mengawasi pemilu.
Sasaran khalayak yang dituju
adalah semua lapisan masyarakat yang
sudah memiliki hak suara, termasuk para
pemilih pemula. Namun begitu, agar
lebih tepat sasaran, Bawaslu Jakarta
Selatan mengkategorikan khalayak, yaitu
masyarakat yang belum menentukan
pilihan dan belum tertarik pada pemilu;
masyarakat yang melihat pemilu
berdasarkan sistem kedekatan atau
kekeluargaan, dan masyarakat yang
sudah sadar terkait pemilu berumur di
atas 35 tahun, sehingga perlu
peningkatan kesadaran tentang pemilu
untuk masyarakat di bawah 35 tahun.
Dengan karakter masyarakat yang
berbeda-beda tersebut, tentu perlu
direncanakan bagaimana pesan yang
akan disampaikan dan juga penggunaan
media yang akan dipilih.
Pada tahap pengembangan,
yang merupakan tahap produksi, desain
pesan dibuat dengan memperhatikan
karakteristik dari khalayak dan tujuan
kampanye tersebut. Selain itu juga
penentuan media apa yang lebih relevan
dengan karakteristik khalayak yang akan
dituju. Dengan memfokuskan
14
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
penggunaan media online untuk
program kampanye ini, maka Bawaslu
memiliki pedoman dalam pengelolaan
media sosial. Dalam perencanaan
pesan, pedoman yang perlu
diperhatikan adalah tujuan pesan yang
akan dipublikasikan; target jangkauan
dari konten; waktu publikasi, dan juga
tujuan dari kontennya untuk khalayak
yang akan dituju. Untuk media online
yang digunakan yaitu Facebook,
Twitter, Instagram, Tiktok, YouTube,
Podcast, website. Khusus untuk sasaran
pemilih pemula, Bawaslu Jakarta
Selatan menggunakan media Tiktok
dan IG reels yang cenderung mereka
gemari. Untuk kontennya disesuaikan
dengan tren yang sedang banyak
ditonton, misalnya dengan pemilihan
lagu dan talent yang digemari.
Selanjutnya, tahap
implementasi atau penerapan program.
Dalam tahap ini, perlu kerja sama
dengan berbagai pihak, terutama
pelaksana program kampanye yang
menerapkan program. Kreativitas
pembuatan konten untuk kampanye
sangat dibutuhkan agar pesan yang
disampaikan dapat dipahami dan
diterima dengan baik oleh khalayak.
Tahap berikutnya adalah
monitoring. Tahap monitoring ini
dilakukan bersamaan dengan eksekusi
program. Hal ini dilakukan untuk
memastikan eksekusi di lapangan
(Venus, 2019: 49). Selama pelaksanaan
program, dengan memonitor di
lapangan, maka akan lebih mudah
memahami permasalahan yang muncul
dan juga hambatan yang terjadi sehingga
dapat langsung direspons jika
dimungkinkan untuk melakukan
perbaikan saat itu juga. Dalam hal ini,
Bawaslu Jakarta Selatan juga melakukan
penyesuaian program karena dalam
perjalanannya, terkadang ditemui hal-hal
yang tidak dapat diprediksi. Jika dapat
dilanjutkan atau diperbaiki sesuai
waktunya, maka akan segera dilakukan.
Namun, jika sulit diperbaiki saat itu
juga, maka menjadi bahan evaluasi
untuk dilaksanakan pada program
berikutnya.
Kemudian tahap terakhir, yaitu
tahap evaluasi. Tahap evaluasi ini sangat
penting dilakukan untuk mengukur
apakah kampanye sudah berhasil dan
sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Evaluasi yang
dilakukan untuk kampanye melalui
media sosial yaitu dengan mengamati
perkembangan akun media sosial
Bawaslu Jakarta Selatan, yaitu dengan
melihat berapa banyak penambahan
followers, jumlah/ frekuensi like,
subscribe, dan komen, menganalisis
15
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
followers-nya dan
mengkategorikannya. Followers
dikategorikan berdasarkan frekuensi
responsnya; pemilih pemula atau
bukan, dan dari lembaga atau
perseorangan.
Berdasarkan penjelasan dari
narasumber, bahwa terdapat
peningkatan dari jumlah pengikut di
media sosial Bawaslu Jakarta Selatan.
Juga dari respons para pengikut
(followers) yang semakin aktif dengan
memberikan komen terkait dengan
pemilu. Hal ini tentu menjadi indikasi
adanya perubahan yang baik terkait
keaktifan para pengikut dalam
membahas mengenai pemilu.
Terkait dengan hambatan,
pada proses evaluasi ini ditemui bahwa
terdapat minimnya SDM, serta sarana
dan prasarana. Sementara terkait
dengan konten, hasil evaluasinya
adalah pesan-pesan yang disampaikan
sebaiknya lebih banyak pada
pengenalan tentang Bawaslu dan
fungsinya, serta regulasi tentang
pemilu.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penelitian
ini, antara lain:
1. Tahap pengembangan, desain pesan
dibuat dengan memperhatikan
karakteristik dari khalayak dan tujuan
kampanye tersebut.
2. Tahap implementasi atau penerapan
program. Dalam tahap ini, kreativitas
pembuatan konten untuk kampanye
sangat dibutuhkan agar pesan yang
disampaikan dapat dipahami dan
diterima dengan baik oleh khalayak.
3. Tahap monitoring. Tahap ini
dilakukan bersamaan dengan
eksekusi program. Dalam hal ini,
Bawaslu Jakarta Selatan juga
melakukan penyesuaian program
karena dalam perjalanannya,
terkadang ditemui hal-hal yang tidak
dapat diprediksi.
4. Tahap evaluasi. Evaluasi yang
dilakukan untuk kampanye melalui
media sosial yaitu dengan mengamati
perkembangan akun media sosial
Bawaslu Jakarta Selatan, yaitu
dengan melihat berapa banyak
penambahan followers,
jumlah/frekuensi like, subscribe, dan
komen, menganalisis followers-nya
dan mengategorikannya.
Saran
Upaya peningkatan pengawasan
partisipatif pemilu 2024 oleh Bawaslu
Jakarta Selatan sudah dilakukan secara
sistematis ditandai dengan perencanaan,
analisis situasi yang menjadi dasar
perumusan tujuan kampanye, pemilihan
16
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
khalayak dan metode dan saluran
komunikasi yang digunakan kemudian
implementasi dari perencanaan dan
diakhiri dengan monitoring dan evaluasi
sebagai upaya utnuk mengetahui
perkembangan dan progress kegiatan
sehingga memungkinkan Bawaslu Jakarta
Selatan untuk mengetahui dan
mengidentifikasi permasalahan ataupun
kendala yang dihadapi yang kemudian
menjadi dasar dalam menyusun solusi
sebagai upaya preventif dan penentuan
kebijakan penyusunan program ataupun
kegiatan selanjutnya. Pada tahapan
implementasi, walaupun terdapat
penambahan jumlah followers,
jumlah/frekuensi like, subscribe, dan
komen, perlu kiranya Bawaslu Jakarta
Selatan membuat unggahan-unggahan
konten media sosial yang lebih menarik
agar dapat meningkatkan engagement
dengan khalayak.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. (2011). Metodologi
Penelitian untuk Public Relations
Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Bungin, Burhan. (2022). Analisis Data
Penelitian Kualitatif. Depok: Rajawali
Pers.
Butterick, Keith. (2014). Pengantar Public
Relations: Teori dan Praktik. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Broom, Glen M. & Bey-Ling Sha. (2013).
Cutlip and Center’s Effective Public
Relations. 11th Edition. Essex:
Pearson Education Limited.
Creswell, John W. (2016). Research
Design Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gregory, Anne. (2017). Perencanaan dan
Manajemen Kampanye Public
Relations. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Moleong, Lexy J. (2018). Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Miles, Matthew B., A. Michael
Huberman, & Johnny Saldaña.
(2014). Qualitative Data Analysis:
A Methods Sourcebook. Third
Edition. Thousand Oaks: Sage
Publications, Inc.
Neuman, W. L. (2015). Metodologi
Penelitian Sosial: Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta:
PT Indeks.
Newsom, Doug, Judy VanSlyke Turk, &
Dean Kruckeberg. (2013). This is
PR. The Realities of Public
Relations. 11th Edition. Canada.
International Edition, Wadsworth:
Cengage Learning.
Nurjaman, Kadar & Khaerul Umam.
(2012). Komunikasi & Public
Relations: Panduan untuk
Mahasiswa, Birokrat, dan Praktisi
Bisnis. Bandung: Pustaka Setia.
Soemirat, Soleh & Elvinaro Ardianto.
(2017). Dasar-Dasar Public
Relations. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D:
Bandung: Alfabeta.
17
IKON Jurnal Ilmu Komunikasi 2023 (Universitas Persada Indonesia Y.A.I)
_______. (2017). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D:
Bandung: Alfabeta.
Sujanto, Raditia Yudistira. (2019).
Pengantar Public Relations di Era 4.0:
Teori, Konsep, dan Praktik Kasus
Terkini. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Venus, Antar. (2019). Manajemen
Kampanye: Panduan Teorietis dan
Praktis Dalam Mengefektifkan
Kampanye Komunikasi Publik. Edisi
Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media.
Yin, Robert. K. (2012). Studi Kasus: Desain
& Metode. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.