Content uploaded by Wirda Ningsih
Author content
All content in this area was uploaded by Wirda Ningsih on Oct 28, 2023
Content may be subject to copyright.
i
i
PENDIDIKAN
KARAKTER
Penulis
Wirda Ningsih | Irwan Sutiawan | Hamdil Mukhlishin
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | Wuni Arum Sekar Sari | Suci Wulandari
Vandan Wiliyanti | Rahayu | Sulaiman Jazuli | Eka Murdani
Muhammad Iqbal Al Ghozali | Muqarramah Sulaiman Kurdi
Sri Nurhayati | Elia Tambunan
Editor
Ahmad Wahyu Hidayat
Hak Cipta Buku Kemenkum dan HAM Nomor: 000511282
ii
Copyright © 2023 by WIYATA BESTARI SAMASTA
All rights reserved
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No 19 Tahun 2002.
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektris maupun mekanis,
termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan
lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis dan Penerbit.
Isi di luar tanggung jawab percetakan
WIYATA BESTARI SAMASTA
Anggota IKAPI:
No. 463/Anggota Luar Biasa/JBA/2023
Alamat: Jl. Sumadinata No. 128, Kel. Adhidarma, Kec. Gunung Jati, Kab.
Cirebon Provinsi Jawa Barat
e-mail: wbsamasta@gmail.com
Web: https://penerbit.wbs-indonesia.com/
PENDIDIKAN KARAKTER
iv +152 hlm.; 18,2 x 25,7 cm
ISBN
:
978-623-8083-51-0
Penulis
:
Wirda Ningsih, Irwan Sutiawan, Hamdil
Mukhlishin, Musyarrafah Sulaiman Kurdi, Wuni
Arum Sekar Sari, Suci Wulandari, Vandan
Wiliyanti, Rahayu, Sulaiman Jazuli, Eka Murdani,
Muhammad Iqbal Al Ghozali, Muqarramah
Sulaiman Kurdi, Sri Nurhayati, Elia Tambunan.
Editor
:
Ahmad Wahyu Hidayat
Tata Letak
:
Andi Nori Saputra
Desain Sampul
:
Asep Ahmad Mausul
Cetakan 2
:
Juli 2023
iii
KATA PENGANTAR
Buku ini merupakan simbol semangat intelektual dalam mengkaji
tentang Pendidikan Karakter yang terbit pada tahun 2023. Kontributor dari
buku ini adalah para peneliti dan dosen dari berbagai kampus di Indonesia.
Mereka memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Penulisan buku
ini dilandasi atas pentingnya update penelitian terbaru tentang kajian
Pendidikan Karakter yang menjadi isu dan problematika saat ini.
Buku ini terdiri dari 14 artikel yang dimasukan ke dalam 14 bab di
dalam buku ini. Upaya penyusunan buku ini dilakukan untuk
mendokumentasikan karya-karya yang dihasilkan para penulis sehingga
dapat bermanfaat bagi pembaca secara lebih luas.
Sebagai penutup, tiada gading yang tak retak. Tentunya banyak
kekurangan dalam penyusunan buku ini sehingga kritik dan masukan selalu
diperlukan bagi pengembangan studi ilmu kesehatan baik secara teori
maupun implementasinya. Hal-hal yang besar tentunya berawal dari yang
sederhana.
Terakhir, kami berharap buku ini dapat dalam memahami
pentingnya kesehatan reproduksi dan mendorong untuk mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk merawat diri sendiri dan orang-orang
terkasih. Semoga buku ini memberikan manfaat dan memberi inspirasi
untuk hidup dengan sehat dan bahagia.
Cirebon, Juli 2023
Tim Penulis,
iv
PENDIDIKAN KARAKTER
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
iv
PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER
Wirda Ningsih ................................................................................................
1
RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KARAKTER
Irwan Sutiawan .............................................................................................
10
KLASIFIKASI STRATEGI PEBELAJARAN
Hamdil Mukhlishin .......................................................................................
17
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN KARAKTER
Musyarrafah Sulaiman Kurdi ...................................................................
23
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
Wuni Arum Sekar Sari ...................................................................................
46
PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
Suci Wulandari ................................................................................................
53
PERAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
Vandan Wiliyanti ..........................................................................................
61
PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN KARAKTER
Rahayu ...............................................................................................................
69
STRATEGI DAN METODE PENDIDIKAN KARAKTER
Sulaiman Jazuli ................................................................................................
81
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKER
Eka Murdani .....................................................................................................
90
EVALUASI PENDIDIKAN KARAKTER
Muhammad Iqbal Al Ghozali ........................................................................
97
TANTANGAN DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
KARAKTER
Muqarramah Sulaiman Kurdi ......................................................................
102
PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA DIGITAL
Sri Nurhayati ....................................................................................................
136
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA
Elia Tambunan ................................................................................................
145
Wirda Ningsih | 1
PENDIDIKAN KARAKTER
PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER
Wirda Ningsih
STAI AL-Kifayah Riau,
Wirdaningsih2007@gmail.com
Pendahuluan
Pendidikan karakter adalah proses pembelajaran sikap umum,
keyakinan dan perilaku yang penting untuk dimiliki manusia sebagai
warga negara yang bertanggung jawab. Menurut Sholekah (2020)
Pendidikan karakter yang baik dapat memberikan aturan dasar bagi
kehidupan orang dewasa dan remaja, dan menekankan pentingnya
membantu anak belajar dan mempraktikkan perilaku yang
mencerminkan nilai-nilai etika universal.
Istilah nation and character building merupakan istilah klasik dalam
sejarah Indonesia modern. Istilah ini muncul kembali sejak tahun 2010
ketika pendidikan karakter dijadikan sebagai gerakan nasional pada
puncaknya Nasional Hari Pendidikan 20 Mei 2010 (Galuh Nur Insani,
DinieAnggraeni Dewi, 2021). Munculnya pendidikan karakter di
Indonesia dilatarbelakangi oleh semakin terkikisnya karakter bangsa
Indonesia, serta upaya pembangunan manusia Indonesia yang
berakhlak mulia dan berbudi luhur, Karakter sebagai keunggulan moral
atau karakter yang dibangun di atas berbagai kebajikan (virtues) yang di
dalamnya gilirannya hanya memiliki makna bila didasarkan pada nilai-
nilai yang berlaku dalam budaya bangsa (Rahim Saidek et al., 2016).
Pendidikan karakter di Indonesia menekankan pada penanaman budi
pekerti yang dimiliki warga negara Indonesia berdasarkan standar
karakter yang dianggap sebagai perilaku terpuji oleh nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat dan bangsa Indonesia.
Menurut Oktari & Kosasih (2019), Salah satu cara menanamkan
karakter terpuji adalah memasukkan konten karakter dalam Pendidikan
Agama Islam. Karakter yang baik (Akhakul karimah) merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam sehingga dalam menjalankan
kehidupan manusia selalu dilandasi oleh ajaran Islam yang pada
akhirnya akan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
(Risvan Akhir Roswandi, 2022). pendidikan agama Islam adalah
pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik agar meyakini,
memahami, dan menghayati, serta mengamalkan agama Islam untuk
membentuk kualitas pribadi dan kualitas sosial sehingga menghasilkan
prestasi spiritual dan keagamaan pada peserta didik . Tujuan
Wirda Ningsih | 2
PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah
bertujuan Menumbuhkan dan meningkatkan iman melalui bekal dan
pemupukan ilmu, penghayatan, pengamalan, dan pengalaman.
Sudarminta, sebagaimana dikutip Muchtar & Suryani (2019),
menegaskan bahwa meskipun praktik pendidikan saat ini bertujuan
untuk memperkuat aspek karakter atau nilai-nilai kebaikan, namun
tidak berhasil dalam menumbuhkan sikap atau perilaku yang diinginkan
dalam diri individu. Kekurangan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan
Pendidikan Agama di masa lalu menjadi contoh bagaimana mata
pelajaran tersebut gagal menanamkan nilai-nilai moral dan
kemanusiaan tertentu kepada kesadaran fundamental peserta didik.
Lebih jauh, sementara pendidikan agama mencakup ajaran tentang
etika, ajaran ini sebagian besar terfokus pada pengayaan kognitif,
dengan sedikit perhatian diberikan pada pembentukan sikap (afektif)
dan kebiasaan (psikomotorik) (Sholihah & Maulida, 2020); (Galuh Nur
Insani, DinieAnggraeni Dewi, 2021). Pendidikan agama masih berpusat
pada transfer ilmu agama dan cenderung menekankan pada hapalan
tekstual, sehingga terjadi kekurangan aspek sosial yang berkaitan
dengan nilai dan pelajaran hidup. Sehingga Pendidikan karakter mutlak
untuk menjadi perhatian banyak pihak terutama di institusi Pendidikan.
Pembahasan
Pengertian karakter secara etimologis, kata character (bahasa
Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein
yang berarti “to engrave”. Kata "mengukir" dapat diterjemahkan
menjadi mengukir, melukis, memahat, atau menggores. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “karakter” diartikan sebagai budi
pekerti, sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan orang lain dan budi pekerti (Harahap, 2019). Di pusat
bahasa Depdiknas, karakter juga bisa berarti huruf, angka, spasi, simbol
khusus yang bisa muncul di layar dengan keyboard. Orang yang
berkarakter berarti orang yang berkepribadian, bertingkah laku,
berwatak, berwatak, atau berwatak. Dengan demikian karakter dapat
juga diartikan sebagai kepribadian atau akhlak(Rahim Saidek et al.,
2016). Kepribadian adalah karakteristik, karakteristik atau karakteristik
seseorang. Sebenarnya karakter juga dapat diartikan sebagai tabiat,
yang berarti tingkah laku atau perbuatan yang selalu dilakukan atau
kebiasaan atau dapat diartikan sebagai watak, yaitu sifat batiniah
manusia yang mempengaruhi segala pikiran dan tingkah laku atau
kepribadian (Komalasari & Yakubu, 2023). Pendidikan karakter
bukanlah berupa materi yang hanya dapat dicatat dan dihafal serta tidak
Wirda Ningsih | 3
PENDIDIKAN KARAKTER
dapat dievaluasi dalam waktu singkat, tetapi pendidikan karakter
merupakan pembelajaran yang diterapkan dalam seluruh kegiatan
siswa baik di sekolah, di masyarakat maupun di rumah. melalui proses
pembiasaan, keteladanan, dan dilakukan dengan cara yang tepat.
Pendidikan karakter merupakan suatu pendekatan dalam pendidikan
yang memfokuskan pada pengembangan nilai-nilai dan sikap positif
pada individu, seperti kejujuran, kepedulian, kerjasama, dan tanggung
jawab. Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk proses nilai-
nilai, sikap, dan perilaku yang baik dalam diri peserta didik (Sholihah &
Maulida, 2020). Pendidikan karakter merupakan hal yang penting
karena dapat membentuk kepribadian yang baik dan bermoral pada
individu, sehingga menjadi individu yang dapat menjadi kontributor
yang baik bagi masyarakat.
Pembelajaran yang terfokus pada pembentukan karakter yang baik
sangat penting di zaman sekarang. Peserta didik menghadapi banyak
peluang dan bahaya yang tidak diketahui pada generasi sebelumnya.
Mereka dibombardir dengan lebih banyak pengaruh negatif melalui
media dan sumber eksternal lainnya lazim dalam budaya saat ini. Oleh
karena itu penting untuk menciptakan sekolah yang secara bersamaan
menumbuhkan pengembangan karakter dan pengembangan iklim
akademik yang baik.
Pendidikan karakter mencakup berbagai konsep seperti budaya
sekolah yang positif, pendidikan moral, komunitas yang adil, komunitas
sekolah yang peduli, pembelajaran sosial-emosional, pengembangan
karakter yang positif, pendidikan kewarganegaraan, dan pembelajaran
akademik. Semua pendekatan ini mempromosikan intelektual, sosial,
emosional, dan pengembangan etika peserta didik dan berkomitmen
untuk membantu peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung
jawab, peduli, dan berkontribusi dimasa yang akan datang. Mendidik
pikiran dan mempromosikan nilai-nilai etika yang mengarah pada
kesuksesan baik bagi individu maupun masyarakat. (11 Prinsip
Pendidikan Karakter yang Efektif, 2010) Pendidikan karakter sangat
penting karena Pendidikan karakter dapat:
Membentuk Kepribadian yang Baik
Membentuk kepribadian yang baik pada pendidikan karakter adalah
suatu proses yang harus dilakukan secara terus menerus dalam
pendidikan. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk membentuk kepribadian yang baik pada pendidikan karakter.
Wirda Ningsih | 4
PENDIDIKAN KARAKTER
Karakter yang baik mengacu pada serangkaian kualitas, sifat, dan
nilai yang menentukan standar moral dan etika seseorang. Ini mencakup
sifat-sifat seperti kejujuran, integritas, tanggung jawab, kebaikan,
empati, rasa hormat, dan keadilan. Seseorang dengan karakter yang baik
adalah seseorang yang secara konsisten menampilkan kualitas positif ini
dan berusaha untuk membuat pilihan yang tepat dalam kehidupan
pribadi dan profesionalnya (Faiz & Soleh, 2021).
Berkarakter baik berarti memiliki kompas moral yang kuat dan
berpedoman pada prinsip-prinsip etika. Ini melibatkan memperlakukan
orang lain dengan belas kasih dan pengertian, menunjukkan rasa
hormat terhadap perbedaan, bertanggung jawab atas tindakan
seseorang, dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral.
Pada akhirnya, karakter yang baik adalah tentang menjadi orang baik
yang memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan
menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Ini adalah
kualitas yang sangat dihargai di banyak budaya dan dapat menghasilkan
kehidupan yang memuaskan dan bermakna.
Menumbuhkan Rasa Empati
Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami
perasaan dan perspektif orang lain. Menumbuhkan rasa empati dapat
membantu seseorang menjadi lebih baik dalam berinteraksi dengan
orang lain dan memperkuat hubungan interpersonal (Hausheer et al.,
1933). Pendidikan karakter membantu individu untuk mengembangkan
rasa empati yang kuat dan menghargai perbedaan orang lain, sehingga
dapat membangun hubungan yang baik dengan orang lain. Pendidikan
karakter dapat membantu meningkatkan empati pada individu. Empati
adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan dan
perspektif orang lain. Melalui pendidikan karakter, individu dapat
memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai sosial dan moral, serta
belajar tentang konsep seperti perspektif orang lain dan pemahaman
sosial (Saleh, 2022).
Pada pendididikan karakter diharapkan peserta didik bisa memiliki
empati kepada orang lain salah satu caranya adalah menjadi pendengar
yang baik. Mendengarkan adalah salah satu cara agar peserta didik bisa
memahami perasaan orang lain. Ketika seseorang berbicara, orang yang
memiliki rasa empati akan berusahakan untuk fokus pada apa yang
dibicarakan dan akan memberikan perhatian penuh.
Meningkatkan Rasa Tanggung Jawab
Wirda Ningsih | 5
PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter membantu individu untuk menjadi lebih
bertanggung jawab, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
masyarakat.
Tanggung jawab merujuk pada kewajiban atau tugas seseorang untuk
bertindak atau memenuhi kewajiban tertentu. Hal ini melibatkan
kesadaran bahwa seseorang harus bertanggung jawab atas tindakan,
keputusan, dan konsekuensi yang dihasilkan dari tindakan tersebut.
Tanggung jawab dapat terdiri dari kewajiban yang berbeda, tergantung
pada konteks dan situasi yang terkait. Misalnya, di tempat kerja, seorang
karyawan memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas-
tugasnya dengan baik, menghormati atasan dan rekan kerja, serta
menjaga standar etika dan profesionalisme yang tinggi (Muchtar &
Suryani, 2019).
Orang yang bertanggung jawab tidak membuat alasan atas tindakan
mereka atau menyalahkan orang lain ketika terjadi kesalahan. Mereka
memikirkan seluruh Tindakan dan konsekuensidari Tindakan tersebut
dan menggunakan penilaian yang baik sebelum mengambil tindakan.
Mereka adalah orang-orag yang dapat di percaya. Orang yang
bertanggung jawab mutlak di butuhkan dalam masyarakat. Sehingga
institusi Pendidikan wajib untuk mendidik peserta didik untuk menjadi
orang yang bertanggung jawab.
Mengurangi Tindakan Negatif
Pendidikan karakter membantu individu untuk menghindari
tindakan negatif seperti kekerasan, korupsi, dan perilaku buruk lainnya.
Dalam jangka panjang, pendidikan karakter dapat membantu
mengurangi tindakan negatif siswa dan membangun lingkungan yang
lebih aman dan positif di sekolah (Rahim Saidek et al., 2016). Dengan
mempromosikan nilai-nilai positif dan keterampilan sosial yang
diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain secara positif, siswa
akan lebih mampu menghindari perilaku yang tidak pantas dan
membentuk hubungan sosial yang baik dengan orang lain.
Pendidikan karakter memiliki peran penting dalam mengurangi
tindakan negatif siswa karena mempromosikan pengembangan sikap,
nilai, dan keterampilan yang positif dalam diri siswa. Pendidikan
karakter bertujuan untuk membentuk karakter yang baik dalam diri
siswa.
Meningkatkan Kualitas Hidup
Wirda Ningsih | 6
PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter dapat membantu individu untuk mencapai
kebahagiaan, kedamaian batin, dan membangun hubungan yang baik
dengan orang lain.
Pendidikan karakter dapat meningkatkan kualitas hidup karena
membantu individu untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan
memberikan mereka keterampilan dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
menghadapi kehidupan dengan lebih positif dan optimis. Pendidikan
karakter juga membantu individu untuk memperkuat moral dan etika
dalam diri mereka, yang dapat membantu mereka untuk mengambil
keputusan yang baik dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-
hari (Sholihah & Maulida, 2020).
Pendidikan karakter juga membantu individu untuk menemukan arti
dan tujuan hidup yang lebih besar, yang dapat memberi mereka
kepuasan dalam hidup dan membantu mereka untuk meraih
kebahagiaan secara keseluruhan. Dengan memperkuat moral dan etika
dalam diri mereka, individu dapat membentuk pandangan yang lebih
positif dan optimis tentang hidup, dan dapat memperoleh kebahagiaan
yang lebih dalam dan berarti.
Menumbuhkan kemandirian
Kemandirian juga merupakan kunci penting dalam membentuk
kepribadian yang baik. Melalui pendidikan karakter, individu diajarkan
untuk menjadi mandiri dan memiliki kepercayaan diri, serta belajar
untuk mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab atas
tindakan mereka (Sukarno, 2020).
Pendidikan karakter dapat membantu menumbuhkan kemandirian
pada individu melalui beberapa cara. Pertama-tama, pendidikan
karakter mempromosikan nilai-nilai seperti tanggung jawab, kejujuran,
dan integritas yang dapat membantu individu untuk mengembangkan
rasa percaya diri dan keyakinan dalam diri mereka sendiri. Dengan
memperkuat nilai-nilai ini, individu akan lebih cenderung untuk
mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka dan memperoleh
kepercayaan diri dalam menghadapi situasi yang sulit (Nasihatun,
2019).
Pendidikan karakter juga membantu individu untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka sendiri dan bagaimana
mereka dapat berkontribusi pada masyarakat. Melalui proses refleksi
dan introspeksi, individu dapat mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan mereka sendiri, serta menemukan bagaimana mereka dapat
membantu orang lain dalam masyarakat. Dengan memperoleh
pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka sendiri, mereka akan
Wirda Ningsih | 7
PENDIDIKAN KARAKTER
lebih mandiri dalam mengambil keputusan yang sesuai dengan tujuan
dan keinginan mereka.
Dalam jangka panjang, pendidikan karakter dapat membantu
menumbuhkan kemandirian pada individu, yang dapat membantu
mereka untuk mencapai tujuan hidup mereka dan meraih kesuksesan
secara keseluruhan. Dengan memperoleh nilai-nilai dan keterampilan
yang diperlukan untuk mengatasi tantangan hidup dan mencapai tujuan
mereka dengan mandiri, individu dapat membangun kepercayaan diri
dan keberhasilan dalam kehidupan mereka.
Simpulan
Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk nilai-nilai, sikap,
dan perilaku yang baik dalam diri peserta. Pendidikan karakter
mencakup berbagai konsep seperti budaya sekolah yang positif,
pendidikan moral, komunitas yang adil, komunitas sekolah yang peduli,
pembelajaran sosial-emosional, pengembangan karakter yang positif,
pendidikan kewarganegaraan, dan pembelajaran akademik. Membentuk
kepribadian yang baik pada pendidikan karakter adalah suatu proses
yang harus dilakukan secara terus menerus dalam pendidikan. Karakter
yang baik mengacu pada serangkaian kualitas, sifat, dan nilai yang
menentukan standar moral dan etika seseorang. Berkarakter baik
berarti memiliki kompas moral yang kuat dan berpedoman pada
prinsip-prinsip etika. Pada akhirnya, karakter yang baik adalah tentang
menjadi orang baik yang memberikan kontribusi positif kepada
masyarakat dan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang
sama. Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami
perasaan dan perspektif orang lain.
Pendidikan karakter membantu individu untuk mengembangkan rasa
empati yang kuat dan menghargai perbedaan orang lain, sehingga dapat
membangun hubungan yang baik dengan orang lain. Pada pendididikan
karakter diharapkan peserta didik bisa memiliki empati kepada orang
lain salah satu caranya adalah menjadi pendengar yang baik
Daftar Pustaka
Faiz, A., & Soleh, B. (2021). Implementasi pendidikan karakter berbasis
kearifan lokal. JINoP (Jurnal Inovasi Pembelajaran), 7(1), 68–77.
https://doi.org/10.22219/jinop.v7i1.14250
Galuh Nur Insani, DinieAnggraeni Dewi, Y. F. F. (2021). Integrasi
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Mengembangkan Karakter Siswa Sekolah
Dasar. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3), 8154.
Wirda Ningsih | 8
PENDIDIKAN KARAKTER
Harahap, A. C. (2019). Character Building Pendidikan Karakter. Al-
Irsyad: Jurnal Pendidikan Dan Konseling, 9(No 1), 1–11.
Hausheer, H., Klages, L., & Johnston, W. H. (1933). The Science of
Character. The Journal of Philosophy, 30(20), 557.
https://doi.org/10.2307/2016365
Muchtar, D., & Suryani, A. (2019). Pendidikan Karakter Menurut
Kemendikbud. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 3(2), 50–57.
https://doi.org/10.33487/edumaspul.v3i2.142
Nasihatun, S. (2019). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam dan
Strategi Implementasinya. Andragogi: Jurnal Diklat Teknis
Pendidikan Dan Keagamaan, 7(2), 321–336.
https://doi.org/10.36052/andragogi.v7i2.100
Oktari, D. P., & Kosasih, A. (2019). Pendidikan Karakter Religius dan
Mandiri di Pesantren. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 28(1), 42.
https://doi.org/10.17509/jpis.v28i1.14985
Rahim Saidek, A., Islami, R., & Abdoludin. (2016). Character Issues:
Reality Character Problems and Solutions through Education in
Indonesia. Journal of Education and Practice, 7(17), 158–165.
www.iiste.org
Risvan Akhir Roswandi. (2022). Menakar Keselarasan Islam Dan
Patriotisme. Al-Ihda’ : Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran, 16(1), 610–
618. https://doi.org/10.55558/alihda.v16i1.50
Saleh, M. (2022). Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Inklusi.
Hikmah: Journal of Islamic Studies, 17(2), 101.
https://doi.org/10.47466/hikmah.v17i2.198
Sholekah, F. F. (2020). Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013.
Childhood Education : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 1–6.
https://doi.org/10.53515/cji.2020.1.1.1-6
Sholihah, A. M., & Maulida, W. Z. (2020). Pendidikan Islam sebagai
Fondasi Pendidikan Karakter. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial,
Dan Agama, 12(01), 49–58.
https://doi.org/10.37680/qalamuna.v12i01.214
Sukarno, M. (2020). Penguatan Pendidikan Karakter dalam Era
Masyarakat 5.0. Prosiding Seminar Nasional 2020, 1(3), 32–37.
https://ejurnal.mercubuana-
yogya.ac.id/index.php/ProsidingPsikologi/article/view/1353/771
Wirda Ningsih | 9
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Wirda Ningsih, S.Pd,M.Pd
Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Kifayah Riau
Penulis lahir di Pekanbaru, 7 September 1984. Penulis adalah Dosen
pengampu mata kuliah Bahasa Inggris dan Wakil Kepala Pusat Bahasa
di STAI Al-Kifayah Riau. Menyelesaikan pendidikan S1 pada Program
Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Riau dan melanjutkan S2
pada Program studi Pendidikan Agama Islam konsentrasi Bahasa Ingris
di UIN Syarif Kasim Riau. Dia telah mempresentasikan makalah di
berbagai seminar dan konferensi tingkat nasional dan internasional.
Karya-karyanya juga telah diterbitkan di berbagai jurnal dan buku.
Fokus penelitiannya adalah Pendidikan, Bahasa Inggris, Pembelajaran
Bahasa Inggris, dan Kajian keislaman.
Irwan Sutiawan | 10
PENDIDIKAN KARAKTER
RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KARAKTER
Irwan Sutiawan
irwansutiawan6@gmail.com
Pendahuluan
Perubahan dan perkembangan adalah fakta tak terhindarkan dalam
kehidupan manusia. Namun, perubahan tersebut dapat dibentuk dan
dikendalikan melalui pendidikan karakter. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) edisi tahun 2008, karakter merujuk pada kumpulan sifat-
sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan satu individu
dari yang lainnya. Oleh karena itu, karakter mencakup nilai-nilai unik dan
baik yang melekat dalam diri seseorang dan tercermin dalam perilakunya.
Pendidikan karakter menjadi hal terpenting untuk mengembangkan watak
dasar yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik.(Dr. Nurul Zuriah et al.,
2017, hal. 39) Di Indonesia, terdapat 18 pilar karakter bangsa yang
menjadi tujuan pendidikan karakter, seperti religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air,
semangat kebangsaan, bersahabat/komunikatif, menghargai prestasi, gemar
membaca, cinta damai, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung
jawab(Dr. Zubaedi, 2015, hal. 71). Namun, untuk mengaplikasikan
pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari, kita harus memahami
ruang lingkup pendidikan karakter.
Ruang lingkup pendidikan karakter meliputi dua aspek utama, yaitu
aspek ke dalam dan aspek keluar. Aspek ke dalam meliputi potensi
manusia, termasuk aspek kognitif (olah pikir), afektif (olah hati), dan
psikomotor (olah raga). Aspek keluar, di sisi lain, melibatkan interaksi
manusia dalam konteks sosio-kultural, termasuk interaksi dalam keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Masing-masing aspek memiliki ruang yang berisi
nilai-nilai pendidikan karakter.(Suprayitno & Wahyudi, 2020, hal. 40)
Dalam bab ini, kita akan dibahas secara lebih rinci dan mendalam
tentang ruang lingkup pendidikan karakter.
Pendidikan karakter harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
sistem pendidikan di Indonesia agar SDM Indonesia dapat membaik dan
bangkit dari ketinggalan. Oleh karena itu, memahami ruang lingkup
pendidikan karakter menjadi sangat penting untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan memperkuat nilai-nilai pendidikan karakter
dalam diri setiap individu, kita dapat membangun masyarakat yang lebih
baik dan maju. Mari kita eksplorasi bersama ruang lingkup pendidikan
karakter dan menjadi agen perubahan untuk bangsa kita dan khususnya
peserta didik di seluruh Indonesia.
Irwan Sutiawan | 11
PENDIDIKAN KARAKTER
Pembahasan
Menurut Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017 yang dikutif Rinja
Efendi dan Asih Ria Ningsih (2022) tentang Penguatan Pendidikan
Karakter menyebutkan tiga aspek penting dalam ruang lingkup Pendidikan
Karakter, yaitu penyelenggaraan penguatan pendidikan karakter,
pelaksanaan pendidikan karakter, dan pendanaan.
1. Penyelenggaraan Penguatan Pendidikan Karakter
Penyelenggaraan penguatan pendidikan karakter meliputi tiga jenis,
yaitu formal, non-formal, dan informal. Pendidikan karakter formal
dilakukan di lembaga pendidikan formal seperti sekolah, perguruan
tinggi, dan lembaga pendidikan lainnya yang sudah memiliki kurikulum
tertentu. Pendidikan karakter non-formal dilakukan di luar lembaga
pendidikan formal seperti organisasi kepemudaan, kelompok pecinta
alam, dan lembaga-lembaga yang memiliki kegiatan sosial. Sedangkan,
pendidikan karakter informal dilakukan di dalam keluarga, lingkungan
masyarakat, dan lingkungan sekitar.
2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Pelaksanaan pendidikan karakter meliputi penyusunan dan
pengembangan kurikulum pendidikan karakter, pelatihan dan
pengembangan guru dan tenaga kependidikan, dan pembinaan peserta
didik dalam menginternalisasi nilai-nilai karakter. Pelaksanaan
pendidikan karakter juga dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
pembiasaan, seperti upacara bendera, kegiatan olahraga, kegiatan
keagamaan, dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung penanaman
nilai-nilai karakter.
3. Pendanaan
Pendanaan untuk penguatan pendidikan karakter dapat bersumber
dari APBN dan APBD, donasi dari pihak swasta, serta sumber lain yang
sah. Pendanaan digunakan untuk pengembangan kurikulum pendidikan
karakter, pelatihan guru dan tenaga kependidikan, pembelian buku dan
alat peraga, serta kegiatan-kegiatan yang mendukung pendidikan
karakter. Pendanaan juga digunakan untuk pengembangan infrastruktur
yang mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, seperti sarana
olahraga, gedung sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya.(Rinja
Efendi & Asih Ria Ningsih, 2022, hal. 4546)
Menurut Adi Supriyatno, Pendidikan karakter meliputi dua aspek yang
dimiliki oleh manusia, yaitu aspek ke dalam dan aspek keluar. Aspek ke
dalam atau aspek potensi meliputi aspek kognitif (olah pikir), afektif (olah
hati), dan psikomotor (olah raga). Aspek keluar yaitu aspek manusia dalam
konteks sosio-kultural dalam interaksinya dengan orang lain meliputi
interaksi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-masing aspek
Irwan Sutiawan | 12
PENDIDIKAN KARAKTER
memiliki ruang yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter aspek ke dalam adalah:
Aspek olah pikir (kognitif): merupakan aspek kognitif yang berkaitan
dengan pengembangan kemampuan berpikir seseorang, meliputi
kemampuan berpikir kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka,
produktif, berorientasi ipteks, dan reflektif.
Aspek olah raga (psikomotor): merupakan aspek psikomotor yang
berkaitan dengan pengembangan kemampuan fisik seseorang, meliputi
kemampuan bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya
tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
Aspek olah hati (afektif): merupakan aspek afektif yang berkaitan
dengan pengembangan kemampuan emosional seseorang, meliputi
kemampuan beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung
jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela
berkorban, dan berjiwa patriotik.(Suprayitno & Wahyudi, 2020, hal. 40
41)
Pendidikan karakter aspek ke luar adalah :
Ruang lingkup aspek pendidikan karakter ke luar melibatkan proses
pembentukan karakter seseorang melalui interaksi sosial dengan
lingkungan di luar dirinya, seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Aspek ini berfokus pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional
individu dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan dan berinteraksi
dengan orang lain.
Beberapa aspek pendidikan karakter ke luar yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
Pendidikan karakter dalam keluarga: Keluarga merupakan lingkungan
pertama di mana seseorang belajar mengenai nilai-nilai, sikap, dan
perilaku yang sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Pendidikan
karakter dalam keluarga dapat dilakukan melalui pemberian contoh,
pemberian pengarahan, pembiasaan, dan penguatan.
Pendidikan karakter dalam sekolah: Sekolah juga memainkan peran
penting dalam pembentukan karakter seseorang. Guru dan staf pendidikan
dapat memberikan pengarahan, pembinaan, dan pengembangan karakter
melalui kegiatan pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler. Sekolah dapat
memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk berkembang
secara holistik dan memperoleh keterampilan sosial dan emosional yang
diperlukan.
Pendidikan karakter dalam masyarakat: Masyarakat juga merupakan
lingkungan yang penting dalam pembentukan karakter seseorang.
Pendidikan karakter dalam masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan
sosial, kegiatan agama, dan kegiatan lainnya yang dapat memberikan
Irwan Sutiawan | 13
PENDIDIKAN KARAKTER
pengalaman positif dan memberikan kesempatan bagi individu untuk
berinteraksi dengan orang lain.(Suprayitno & Wahyudi, 2020, hal. 4041)
Beberapa keterampilan sosial dan emosional yang dapat dikembangkan
dalam pendidikan karakter ke luar adalah sebagai berikut:
Keterampilan berkomunikasi: Kemampuan untuk berkomunikasi
dengan jelas dan efektif dalam berbagai situasi dan konteks sosial.
Keterampilan kolaborasi: Kemampuan untuk bekerja sama dan
berkolaborasi dengan orang lain dalam mencapai tujuan bersama.
Keterampilan kepemimpinan: Kemampuan untuk memimpin dan
menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan bersama.
Keterampilan berempati: Kemampuan untuk memahami dan merasakan
perasaan orang lain serta bertindak dengan baik dalam interaksi sosial.
Keterampilan mengelola emosi: Kemampuan untuk mengenali dan
mengelola emosi secara positif dan konstruktif dalam berbagai situasi
kehidupan.
Dalam pendidikan karakter ke luar, penting untuk memperhatikan
konteks sosio-kultural di mana individu berada. Hal ini berkaitan dengan
pengaruh budaya, nilai, dan norma sosial yang ada di masyarakat terhadap
pembentukan karakter seseorang. Oleh karena itu, pendidikan karakter ke
luar harus mengakomodasi keunikan dan kompleksitas dari konteks sosial
dan budaya di mana individu berada.
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan
Nasional (2011) yang dikutif Syamsul Kurniawan (2017) merinci nilai-
nilai karakter berdasarkan ruang lingkup pendidikan karakter sebagai
berikut:
Aspek Kognitif (Olah Pikir): Nilai-nilai karakter yang berhubungan
dengan aspek kognitif meliputi: Rasa ingin tahu, berpikir kritis, kreatif,
dan inovatif.
Aspek Afektif (Olah Hati): Nilai-nilai karakter yang berhubungan
dengan aspek afektif meliputi: Religius, bersyukur, mandiri, jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli, dan bertanggung jawab.
Aspek Psikomotor (Olah Raga): Nilai-nilai karakter yang berhubungan
dengan aspek psikomotor meliputi: Kerja keras, percaya diri, sportif,
komunikatif, kooperatif, dan demokratis.
Aspek Olah rasa: Nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan aspek
sosial-kultural meliputi: empati, rasa syukur, penanaman moral dan etika,
kreativitas, daya tagkap informasi.(Syamsul Kurniawan, 2017, hal. 3132)
Keempat ruang lingkup tersebut membentuk nilai-nilai karakter yang
penting untuk dikembangkan dalam pendidikan karakter. Nilai-nilai
tersebut mencakup semua aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat
internal maupun eksternal, dan dapat membantu individu untuk
Irwan Sutiawan | 14
PENDIDIKAN KARAKTER
berkembang menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat.
Apabila di gambarkan yang keempat ruang lingkup pendidikan karater
tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Ruang Lingkup Pendidikan Karakter
Simpulan
Pendidikan karakter meliputi dua aspek, yaitu aspek ke dalam dan aspek
ke luar. Aspek ke dalam meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor,
sedangkan aspek ke luar mencakup pengembangan keterampilan sosial dan
emosional individu dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan dan
berinteraksi dengan orang lain di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Beberapa keterampilan sosial dan emosional yang dapat dikembangkan
dalam pendidikan karakter ke luar adalah keterampilan berkomunikasi,
kolaborasi, kepemimpinan, berempati, dan mengelola emosi. Penting untuk
memperhatikan konteks sosio-kultural di mana individu berada untuk
mengakomodasi keunikan dan kompleksitas dari lingkungan sosial dan
budaya tersebut.
Daftar Pustaka
Dr. Nurul Zuriah, M. S., Dr. Moh. Syaifuddin, M. M., & Drs. Marhan Taufik,
M. S. (2017). Pendidikan karakter ACPI: Model Pendidikan Karakter
Bangsa untuk Kemandirian Pangan Melalui Gerakan Aku Cinta
Produk Indonesia. Surya Pena Gemilang.
Irwan Sutiawan | 15
PENDIDIKAN KARAKTER
Dr. Zubaedi, M. A. M. P. (2015). Desain Pendidikan Karakter. Prenada
Media.
Rinja Efendi, S. P. I. M. P., & Asih Ria Ningsih, S. S. M. H. (2022).
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Penerbit Qiara Media.
Suprayitno, A., & Wahyudi, W. (2020). Pendidikan Karakter Di Era
Milenial. Deepublish.
Syamsul Kurniawan, S. T. I. M. S. I. (2017). Pendidikan Karakter di
Sekolah: Revitalisasi Peran Sekolah dalam Menyiapkan Generasi
Bangsa Berkarakter. Samudra Biru.
Irwan Sutiawan | 16
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Irwan Sutiawan
Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Mas’udiyah (STAIMAS)
Penulis lahir di Kutai tanggal 09 Mei 1983. Penulis adalah dosen pada
Program Studi PAI, Jurusan Tarbiyyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Al-
Mas’udiyah Sukabumi. Menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan
Tarbiyyah Program Studi PAI di STAI Al-Mas’udiyah Tahun 2006 dan
melanjutkan S2 pada Jurusan Administrasi Pendidikan PPS Unpak Bogor
Tahun 2014. Penulis menekuni bidang Pendidikan Agama Islam. Selain
dosen beliau sebagai pendidik di MTs. Mathlaul Ulum, MA. Bina
Cendekia. Karya buku ditulis adalah Perencanaan Sistem Pendidikan Agama
Islam Tahun Terbit 2023. Buku Chatgpt Pengetahuan Robot, Teknologi
Browser Ilmiah Terdahsyat 2023? Terbit 2023, Pengembangan Kurikulum
PAI, Panduan Praktis Ilmu Tajwid Pemula.
Manajemen Strategi Madrasah Bermutu. Mengenal Metode Talaqqi.
Percakapan Bahasa Arab Untuk Pemula. Pemuda Harus Tahu Sejarah
Kebudayaan Islam. Madrasah Menghadapi Era Society 5.0, Konsep Dasar
Ilmu Pendidikan Islam, Pengantar Sejarah Peradaban Islam. Motto hidup
“Berkarya Untuk Maju, dan Maju untuk Berkarya”.
Hamdil Mukhlishin | 17
PENDIDIKAN KARAKTER
KLASIFIKASI STRATEGI PEBELAJARAN
Hamdil Mukhlishin
Universitas Muhammadiyah Pontianak
hamdil.mukhlishin@unmuhpnk.ac.id
Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan, strategi pembelajaran memiliki peranan
penting dalam meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar.
Setiap strategi pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda
dan dapat digunakan dalam situasi pembelajaran yang berbeda pula.
Oleh karena itu, klasifikasi strategi pembelajaran menjadi penting
dalam membantu guru dan pembelajar memilih strategi yang tepat
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang
konsep dasar dan klasifikasi strategi pembelajaran, serta memberikan
contoh-contoh strategi pembelajaran yang dapat diimplementasikan
dalam konteks pembelajaran. Selain itu, tujuan penulisan ini juga
membahas implementasi strategi pembelajaran serta evaluasi yang
dilakukan untuk menilai efektivitas strategi tersebut.
Pembahasan dalam tulisan ini mencakup pengertian strategi
pembelajaran, jenis-jenis strategi pembelajaran, faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan strategi pembelajaran, klasifikasi strategi
pembelajaran berdasarkan jenis pembelajaran, tujuan pembelajaran,
metode pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran. Selain itu,
penulis juga akan memberikan contoh-contoh strategi pembelajaran
seperti strategi pembelajaran aktif, strategi pembelajaran kolaboratif,
strategi pembelajaran berbasis proyek, dan strategi pembelajaran
berbasis masalah. Terakhir, penulis akan membahas langkah-langkah
implementasi strategi pembelajaran serta evaluasi yang dilakukan
untuk menilai efektivitas strategi tersebut.
Konsep Dasar Strategi Pembelajaran
Pengertian strategi pembelajaran merupakan suatu rencana atau
pendekatan yang digunakan untuk membantu siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran. Menurut
Marzano (2017), strategi pembelajaran merupakan tindakan yang
direncanakan oleh guru untuk membantu siswa mencapai tujuan
pembelajaran melalui penggunaan metode-metode tertentu dalam
proses belajar-mengajar. Joyce dan Weil (2017) menjelaskan bahwa
Hamdil Mukhlishin | 18
PENDIDIKAN KARAKTER
strategi pembelajaran adalah cara-cara yang digunakan oleh guru untuk
memberikan bantuan pada siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Jenis-jenis strategi pembelajaran sangat bervariasi, tergantung pada
tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta didik. Slavin (2015)
menyatakan bahwa terdapat banyak jenis strategi pembelajaran,
termasuk strategi pembelajaran aktif, strategi pembelajaran kolaboratif,
strategi pembelajaran berbasis proyek, dan strategi pembelajaran
berbasis masalah.
Strategi pembelajaran aktif merupakan strategi yang melibatkan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil
(2017), strategi ini melibatkan siswa dalam tindakan dan interaksi
dengan lingkungan pembelajaran, sehingga siswa dapat belajar dengan
lebih efektif. Contoh dari strategi pembelajaran aktif adalah cooperative
learning, problem-based learning, dan project-based learning.
Strategi pembelajaran kolaboratif merupakan strategi yang
melibatkan kerjasama antara siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Marzano (2017), strategi ini membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sosial dan
kerjasama antara siswa. Contoh dari strategi pembelajaran kolaboratif
adalah peer tutoring, jigsaw, dan group investigation.
Strategi pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi yang
mengharuskan siswa untuk melakukan proyek atau tugas tertentu
sebagai bagian dari proses pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil
(2017), strategi ini membantu siswa untuk memperoleh keterampilan
praktis dan pengalaman dalam pemecahan masalah. Contoh dari strategi
pembelajaran berbasis proyek adalah penelitian lapangan, pembuatan
film pendek, dan simulasi bisnis.
Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi yang
melibatkan siswa dalam pemecahan masalah yang kompleks. Menurut
Slavin (2015), strategi ini membantu siswa untuk memperoleh
keterampilan berpikir kritis dan kemampuan untuk mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan dalam situasi dunia nyata. Contoh dari
strategi pembelajaran berbasis masalah adalah studi kasus, analisis
data, dan simulasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi pembelajaran
antara lain karakteristik siswa, kurikulum, lingkungan pembelajaran,
serta kemampuan dan gaya belajar siswa. Menurut Marzano (2017),
karakteristik siswa seperti usia, tingkat kognitif, dan kebutuhan khusus
dapat mempengaruhi pilihan strategi pembel ajaran yang tepat. Selain
itu, kurikulum juga menjadi faktor yang mempengaruhi pemilihan
strategi pembelajaran. Menurut Slavin (2015), kurikulum yang
Hamdil Mukhlishin | 19
PENDIDIKAN KARAKTER
mempromosikan pembelajaran aktif dan kolaboratif akan
mempengaruhi pilihan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Lingkungan pembelajaran juga mempengaruhi pemilihan strategi
pembelajaran yang tepat. Menurut Joyce dan Weil (2017), lingkungan
yang mendukung pembelajaran aktif dan kolaboratif akan
mempengaruhi pilihan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Selain itu, kemampuan dan gaya belajar siswa juga mempengaruhi
pemilihan strategi pembelajaran. Menurut Marzano (2017), guru harus
memperhatikan kemampuan dan gaya belajar siswa dalam memilih
strategi pembelajaran yang tepat.
Dalam praktiknya, guru harus memperhatikan faktor-faktor tersebut
dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa. Menurut
Marzano (2017), guru harus mempertimbangkan tujuan pembelajaran,
karakteristik siswa, kurikulum, lingkungan pembelajaran, serta
kemampuan dan gaya belajar siswa dalam memilih strategi
pembelajaran yang tepat. Hal ini dapat membantu siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dengan lebih efektif.
Implementasi Strategi Pembelajaran
Implementasi strategi pembelajaran yang tepat sangat penting untuk
membantu anak PAUD dalam mengembangkan kemampuan dan
potensinya. Menurut Santrock (2021), strategi pembelajaran yang
efektif adalah strategi yang dapat mempertimbangkan karakteristik
anak dan memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan.
Adapun beberapa contoh strategi pembelajaran yang dapat
digunakan untuk anak PAUD antara lain metode cerita atau storytelling,
metode pembelajaran bermain, dan metode pembelajaran berbasis
proyek. Dalam metode cerita, guru dapat memilih cerita yang sesuai
dengan tema pembelajaran dan meminta anak untuk memperhatikan
cerita tersebut, kemudian menjawab pertanyaan atau melakukan
kegiatan yang terkait dengan cerita tersebut. Sedangkan dalam metode
pembelajaran bermain, guru dapat membuat permainan yang terkait
dengan materi pembelajaran, seperti permainan mengenal huruf, angka,
atau warna.
Lebih lanjut, metode pembelajaran berbasis proyek adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kegiatan yang
dilakukan secara terencana, berkelanjutan, dan terintegrasi dalam suatu
proyek. Dalam metode ini, guru dapat memberikan tugas atau proyek
yang terkait dengan tema pembelajaran, seperti membuat kerajinan
tangan atau menanam sayuran. Anak dapat belajar melalui kegiatan
yang menyenangkan dan merangsang kreativitas mereka.
Hamdil Mukhlishin | 20
PENDIDIKAN KARAKTER
Namun, dalam memilih strategi pembelajaran untuk anak PAUD, guru
perlu mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan anak. Menurut
Adnan, dkk. (2019), guru perlu memperhatikan kemampuan anak dalam
berbahasa dan motorik, serta memilih strategi pembelajaran yang dapat
memfasilitasi kemampuan tersebut. Selain itu, guru juga perlu
memperhatikan minat dan kebutuhan anak serta memilih strategi
pembelajaran yang dapat menstimulasi minat dan kebutuhan tersebut.
Referensi: Adnan, M., Nasution, D. M., & Syafruddin. (2019). Peran
Guru Dalam Implementasi Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini.
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 8(2), 151-160.
Santrock, J. W. (2021). Life-span development. New York: McGraw-
Hill Education.
Simpulan
Strategi pembelajaran merupakan rencana atau pendekatan yang
digunakan oleh guru untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan
dan keterampilan dalam proses pembelajaran. Terdapat banyak jenis
strategi pembelajaran, termasuk strategi pembelajaran aktif, strategi
pembelajaran kolaboratif, strategi pembelajaran berbasis proyek, dan
strategi pembelajaran berbasis masalah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan strategi pembelajaran antara lain
karakteristik siswa, kurikulum, lingkungan pembelajaran, serta
kemampuan dan gaya belajar siswa. Oleh karena itu, guru harus
mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam memilih strategi
pembelajaran yang tepat untuk siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M., Nasution, D. M., & Syafruddin. (2019). Peran Guru Dalam
Implementasi Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 8(2), 151-160.
Adnan, M., Ramli, R., & Fitriani, N. (2019). Pembelajaran anak usia dini:
Teori dan praktik. Yogyakarta: Deepublish.
Astuti, I. R., Hadi, S., & Widodo, W. (2019). Pengembangan Buku Cerita
Bergambar Tematik untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa
Indonesia Siswa Kelas III SDN Mojoagung. Jurnal Obsesi: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 276-284.
Aziz, A., & Muzir, N. (2021). Improving Speaking Skill through Think Pair
Share and Discussion Methods. Journal of English Language
Studies, 6(1), 9-19.
Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives. Handbook I:
Cognitive Domain. New York: David McKay Company.
Hamdil Mukhlishin | 21
PENDIDIKAN KARAKTER
Depdiknas. (2008). Pedoman penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Pusat
Kurikulum.
Joyce, B., & Weil, M. (2017). Models of Teaching. Pearson.
Lefrancois, G. R. (2012). Theories of Human Learning: What the
Professor Said. Belmont, CA: Wadsworth.
Marzano, R. J. (2017). The New Art and Science of Teaching. ASCD.
Permendikbud. (2014). Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang
pembelajaran pada pendidikan anak usia dini di TK/RA. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Puspitawati, H., Mahfud, C., & Wijayanti, D. (2021). Strategi
Pembelajaran pada Anak Usia Dini. In Seminar Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini (Vol. 1, pp. 518-523).
Santrock, J. W. (2021). Life-span development (17th ed.). New York:
McGraw-Hill Education.
Slavin, R. E. (2015). Cooperative Learning: Theory, Research, and
Practice. Pearson.
Tirtarahardja, U., & Kusuma, I. K. (2020). Pengembangan Modul
Pembelajaran Fisika untuk Anak Usia Dini dengan Metode
Eksperimen Sederhana. Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, 4(1),
32-39.
Van der Stel, M., & Veenman, S. (2021). Designing effective and efficient
instruction. In J. M. Spector, B. B. Lockee, & M. D. Childress (Eds.),
Learning, Design, and Technology: An International Compendium
of Theory, Research, Practice, and Policy (pp. 1-25). Cham:
Springer.
Widodo, A., & Martono, N. (2018). Peningkatan Hasil Belajar Anak Usia
Dini Melalui Permainan Edukatif. Jurnal Pendidikan Usia Dini,
12(1), 21-32.
Zulkardi. (2018). Pembelajaran Matematika dengan Metode Cerita pada
Pendidikan Anak Usia Dini. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 125-133..
Hamdil Mukhlishin | 22
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Hamdil Mukhlishin
Dosen Program Studi Pendidikan Kimia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Pontianak
Penulis lahir di Rasau Jaya tanggal 3 Oktober 1988. Penulis adalah
dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhamamdiyah Pontianak.
Ketertarikan penulis terhadap ilmu pendidikan dimulai pada tahun
2006 silam. Hal tersebut membuat penulis memilih untuk melanjutkan
pendidikan ke Perguruan Tinggi dan berhasil menyelesaikan studi S1 di
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Tanjungpura pada
tahun 2011. Selanjutnya penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi
Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Tanjungpura, dan lulus pada
tahun 2014. Ditahun 2019, penulis berhasil lulus pada program studi S2
Kimia FMIPA Universitas Tanjungpura. Saat ini, penulis sedang
melanjutkan kuliah S2 di Program Pascasarjana Pendidikan Agama
Islam IAIN Pontianak.
Penulis memiliki kepakaran dibidang pendidikan kimia, teknologi
pendidikan, kimia lingkungan, dan pendidikan agama islam. Dan untuk
mewujudkan karir sebagai dosen profesional, penulis pun aktif sebagai
peneliti dibidang kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan didanai oleh internal perguruan tinggi. Selain peneliti, penulis
juga aktif menulis buku dengan harapan dapat memberikan kontribusi
positif bagi bangsa dan negara yang sangat tercinta ini.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 23
PENDIDIKAN KARAKTER
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN KARAKTER
Musyarrafah Sulaiman Kurdi
Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin
musyarrafah@uin-antasari.ac.id
Pendahuluan
Pendidikan karakter merupakan aspek penting dari pendidikan
yang melampaui pengetahuan akademis untuk memastikan bahwa
peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung jawab yang
memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (Julaeha, 2019).
Pendidikan karakter mengacu pada proses penanaman nilai,
keyakinan, dan sikap yang disengaja dan sistematis yang membimbing
individu menuju perilaku yang bertanggung jawab dan etis. Pendidikan
karakter telah menjadi aspek pendidikan yang sudah berlangsung
lama, dan ada peningkatan fokus pada kepentingannya akhir-akhir ini.
Fokus ini telah menyebabkan semakin banyak penelitian yang
bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
pendidikan karakter.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pendidikan karakter antara
lain nilai budaya, latar belakang keluarga, norma sosial, dan
lingkungan sekolah. Budaya memainkan peran penting dalam
membentuk keyakinan dan sikap individu terhadap perilaku tertentu.
Oleh karena itu, program pendidikan karakter harus memperhatikan
keragaman budaya untuk memastikan bahwa peserta didik dari
berbagai latar belakang dapat memperoleh manfaat yang sama. Selain
itu, latar belakang keluarga dan norma sosial juga berkontribusi
terhadap perkembangan karakter individu. Orangtua dan para
pendidik memiliki peran besar dalam melestarikan budaya Indonesia
(Syarifuddin, dkk., 2022) .
Kondisi dan perkembangan zaman yang bergerak cepat, kemudahan
akses media massa di setiap tingkatan menuntut orang tua untuk
membekali anaknya dengan pendidikan (Kurdi,2020). Oleh karena itu,
pendidik harus bekerja sama dengan keluarga dan masyarakat untuk
mendorong pengembangan karakter. Lingkungan sekolah juga
merupakan faktor penting dalam pendidikan karakter. Sekolah dapat
mempromosikan atau menghambat pengembangan karakter
tergantung pada budaya, kebijakan, dan praktik mereka. Budaya
sekolah yang menekankan nilai-nilai seperti kejujuran, rasa hormat,
dan tanggung jawab dapat berdampak positif bagi perkembangan
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 24
PENDIDIKAN KARAKTER
karakter peserta didik. Sebaliknya, lingkungan sekolah yang kurang
disiplin atau mengedepankan perilaku negatif dapat berdampak
negatif terhadap perkembangan karakter peserta didik.
Terlepas dari pentingnya pendidikan karakter, ada perdebatan
tentang apakah sekolah harus bertanggung jawab atas pendidikan
karakter atau menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat.
Beberapa berpendapat bahwa pendidikan karakter terutama
merupakan tanggung jawab keluarga dan masyarakat, dan sekolah
harus fokus pada pendidikan akademik.
Namun, yang lain berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah
tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat,
karena sangat penting untuk pengembangan warga negara yang
bertanggung jawab dan beretika. Perdebatan lain seputar pendidikan
karakter adalah apakah harus diajarkan secara eksplisit atau secara
implisit diintegrasikan ke dalam kurikulum, di mana kurikulum ini
merupakan berbagai kegiatan yang dirancang oleh lembaga
pendidikan untuk mendorong pendidikan dan memenuhi kebutuhan
siswa dalam proses belajar (Kurdi, 2022). Beberapa berpendapat
bahwa pendidikan karakter harus diajarkan secara eksplisit untuk
memastikan bahwa peserta didik memahami pentingnya nilai dan
perilaku etis. Yang lain berpendapat bahwa pendidikan karakter harus
secara implisit diintegrasikan ke dalam kurikulum untuk menghindari
persepsi bahwa pendidikan karakter adalah mata pelajaran yang
terpisah.
Ada juga paradoks dalam masalah pendidikan karakter. Salah satu
paradoksnya adalah bahwa program pendidikan karakter mungkin
secara tidak sengaja memperkuat stereotip dan bias. Misalnya, sebuah
program yang menekankan tanggung jawab individu tanpa
mempertimbangkan faktor sistemik dapat menyebabkan menyalahkan
individu atas keadaan mereka. Paradoks lainnya adalah bahwa
program pendidikan karakter dapat mengarah pada konformitas
daripada berpikir mandiri. Misalnya, jika pembelajar diajar untuk
menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tertentu, mereka mungkin tidak
mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang diperlukan untuk
menantang nilai-nilai tersebut.
Selain itu, terdapat paradoks bahwa pendidikan karakter sering
dilihat sebagai tanggung jawab individu daripada tanggung jawab
kolektif. Sementara individu bertanggung jawab atas pengembangan
karakter mereka, masyarakat juga memiliki peran dalam menciptakan
lingkungan yang mempromosikan nilai dan perilaku positif. Oleh
karena itu, pendidikan karakter tidak boleh dilihat sebagai tanggung
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 25
PENDIDIKAN KARAKTER
jawab individu semata. Selain itu, terdapat paradoks dalam kenyataan
bahwa pendidikan karakter sering dipandang sebagai solusi untuk
masalah-masalah sosial seperti kejahatan dan kekerasan. Sementara
pendidikan karakter sangat penting, itu bukanlah obat mujarab untuk
masalah-masalah masyarakat.
Masyarakat harus mengatasi masalah sistemik seperti kemiskinan,
ketidaksetaraan, dan diskriminasi untuk menciptakan lingkungan yang
mempromosikan nilai dan perilaku positif. Kesimpulannya, pendidikan
karakter merupakan aspek penting dari pendidikan yang
mempromosikan perilaku yang bertanggung jawab dan etis. Beberapa
faktor yang mempengaruhi pendidikan karakter antara lain budaya,
latar belakang keluarga, norma sosial, dan lingkungan sekolah.
Namun, ada perdebatan dan paradoks seputar pendidikan karakter
yang harus diatasi untuk memastikan bahwa program pendidikan
karakter efektif. Pendidik, keluarga, dan masyarakat harus bekerja
sama untuk mempromosikan pengembangan karakter dan
menciptakan lingkungan yang mendukung nilai dan perilaku positif
(Ambarita, 2020). Penting untuk mengetahui dan membahas faktor-
faktor yang mempengaruhi pendidikan karakter karena beberapa
alasan: Mempromosikan nilai dan perilaku positif: Pendidikan karakter
sangat penting untuk mempromosikan perilaku yang bertanggung
jawab dan etis di antara individu.
Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan
karakter, pendidik, keluarga, dan masyarakat dapat bekerja sama
menciptakan lingkungan yang mendukung nilai dan perilaku positif.
Meningkatkan hasil pendidikan: Pendidikan karakter telah dikaitkan
dengan keberhasilan akademik, perkembangan sosial-emosional, dan
kesejahteraan secara keseluruhan. Oleh karena itu, memahami faktor-
faktor yang mempengaruhi pendidikan karakter dapat membantu para
pendidik merancang program pendidikan karakter yang efektif untuk
meningkatkan hasil pendidikan; membina keanekaragaman dan
inklusivitas budaya dan nilai dan norma budaya memengaruhi
perkembangan karakter individu.
Dengan memahami dan menghormati keragaman budaya, pendidik
dapat merancang program pendidikan karakter yang mengedepankan
inklusivitas dan kepekaan budaya. Pendidikan karakter sering
dipandang sebagai solusi untuk masalah kemasyarakatan seperti
kejahatan dan kekerasan. Dengan memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi pendidikan karakter, pendidik, keluarga, dan
masyarakat dapat bekerja sama untuk mengatasi masalah-masalah
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 26
PENDIDIKAN KARAKTER
sosial tersebut dan menciptakan masyarakat yang lebih positif dan
damai.
Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter sangat penting dalam mengembangkan warga
negara yang bertanggung jawab yang berkontribusi positif kepada
masyarakat. Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
pendidikan karakter, pendidik dapat merancang program yang
menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, rasa hormat, dan tanggung
jawab pada peserta didik, yang pada gilirannya dapat membantu
menciptakan masyarakat yang lebih baik. Pendidikan karakter
merupakan proses yang disadari dan direncanakan dengan tujuan
menanamkan nilai-nilai sehingga dapat terinternalisasi dalam diri
peserta didik, mendorong dan mewujudkan sikap serta perilaku yang
baik. Pendidikan karakter juga menjadi sarana untuk menghargai
pandangan dan nilai-nilai individu yang terlihat di lingkungan sekolah
dengan tujuan pada etika. Dalam praktiknya, pendidikan karakter juga
melibatkan penguatan keterampilan penting yang berkontribusi pada
perkembangan siswa (Musyarrafah, 2017).
Secara keseluruhan, mengetahui dan mendiskusikan faktor-faktor
yang mempengaruhi pendidikan karakter sangat penting untuk
merancang program pendidikan karakter yang efektif yang
mempromosikan perilaku yang bertanggung jawab dan etis,
meningkatkan hasil pendidikan, mendorong keragaman dan
inklusivitas budaya, mengatasi masalah sosial, dan mengembangkan
warga negara yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, dalam bab ini
akan dibahas beberapa faktor yang mempengaruhi pendidikan karakter.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 27
PENDIDIKAN KARAKTER
Latar belakang keluarga
Latar belakang keluarga merupakan salah satu faktor yang paling
berpengaruh yang dapat mempengaruhi pendidikan karakter seseorang.
Keluarga memainkan peran penting dalam membentuk perkembangan
karakter individu. Oleh karena itu, nilai, kepercayaan, dan praktik
keluarga dapat memengaruhi perkembangan nilai dan etika dalam diri
individu. Keluarga dianggap sebagai agen sosialisasi utama, dan nilai,
keyakinan, dan praktiknya dapat memainkan peran penting dalam
membentuk perkembangan karakter individu (Bales & Parsons, 2014).
Menurut Lickona (1991), keluarga adalah sekolah karakter pertama dan
terpenting, dan di sanalah anak-anak pertama kali belajar tentang nilai-
nilai seperti kejujuran, rasa hormat, tanggung jawab, dan empati. Oleh
karena itu, lingkungan keluarga dapat mendorong atau menghambat
perkembangan karakter tergantung pada budaya, praktik, dan
interaksinya.
Keluarga dapat mendorong perkembangan karakter dengan
mencontohkan nilai-nilai dan perilaku positif, memberikan kesempatan
bagi anak-anak untuk mempraktikkan nilai-nilai tersebut, dan
memperkuatnya melalui pujian dan dorongan (Lickona, 1991).
Misalnya, jika sebuah keluarga menghargai kejujuran, anggota keluarga
harus jujur satu sama lain dan mendorong kejujuran di antara anak-
anak. Selain itu, keluarga dapat memberikan kesempatan bagi anak-
anak untuk mempraktikkan nilai-nilai seperti tanggung jawab dengan
memberikan tugas dan membuat mereka bertanggung jawab atas
tindakan mereka. Dengan demikian, anak-anak belajar bahwa perilaku
yang bertanggung jawab diharapkan dan dihargai.
Di sisi lain, keluarga dapat menghambat perkembangan karakter
dengan mencontohkan nilai dan perilaku negatif, mengabaikan
pendidikan karakter, atau gagal memperkuat nilai positif (Lickona,
1991). Misalnya, jika sebuah keluarga mencontohkan perilaku tidak
jujur, anak-anak cenderung mengadopsi perilaku tersebut. Demikian
pula, jika sebuah keluarga gagal memperkuat nilai-nilai positif, anak-
anak mungkin tidak melihat pentingnya nilai-nilai tersebut dan mungkin
tidak mengembangkannya.
Selain itu, latar belakang keluarga dapat mempengaruhi
perkembangan karakter individu dalam beberapa cara lain. Misalnya,
keluarga dapat memiliki latar belakang budaya yang berbeda, yang
dapat membentuk nilai dan keyakinan anak. Sebagai contoh, sebuah
keluarga dari budaya kolektivistik dapat menempatkan nilai yang lebih
tinggi pada kepatuhan dan rasa hormat terhadap figur otoritas,
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 28
PENDIDIKAN KARAKTER
sedangkan keluarga dari budaya individualistis dapat menempatkan
nilai yang lebih tinggi pada kemandirian dan kemandirian (Chao, 2001).
Perbedaan budaya tersebut dapat mempengaruhi perkembangan
nilai dan perilaku pada anak. Selain itu, struktur keluarga juga dapat
mempengaruhi perkembangan karakter. Misalnya, anak-anak dari
keluarga orang tua tunggal atau keluarga dengan ayah yang tidak hadir
mungkin berisiko lebih tinggi mengembangkan perilaku negatif seperti
kenakalan dan agresi (Amato, 2005; Amato & Keith, 1991). Sebaliknya,
anak-anak dari keluarga dengan dua orang tua yang menyediakan
lingkungan yang mendukung dan mengasuh mungkin memiliki hasil
pengembangan karakter yang lebih baik.
Latar belakang keluarga merupakan faktor krusial yang dapat
mempengaruhi pendidikan karakter seseorang. Keluarga memainkan
peran penting dalam membentuk nilai, keyakinan, dan perilaku anak-
anak, dan pengaruhnya bisa positif dan negatif. Oleh karena itu, penting
bagi keluarga untuk mencontohkan nilai dan perilaku positif,
memberikan kesempatan bagi anak untuk mempraktikkan nilai-nilai
tersebut, dan memperkuatnya melalui pujian dan dorongan. Selain itu,
program pendidikan karakter harus mempertimbangkan keragaman
latar belakang dan budaya keluarga untuk memastikan bahwa peserta
didik mendapat manfaat yang sama.
Nilai Budaya
Nilai-nilai budaya merupakan salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi pendidikan karakter seseorang. Nilai dan norma budaya
dapat mempengaruhi perkembangan karakter individu. Apalagi di
Indonesia sendiri memiliki lebih dari 300 etnis dan ribuan pula yang
menjadi salah satu bukti kemajemukan buday (Hajiannor, 2023). Oleh
karena itu, program pendidikan karakter harus memperhatikan
keragaman budaya untuk memastikan bahwa peserta didik dari
berbagai latar belakang dapat memperoleh manfaat yang sama.
Budaya mengacu pada kepercayaan, nilai, adat istiadat, perilaku, dan
artefak bersama yang menjadi ciri kelompok atau masyarakat. Nilai-nilai
budaya dapat mempengaruhi pandangan dunia, sikap, dan perilaku
seseorang, dan membentuk perkembangan karakter mereka
(Kağıtçıbaşı, 1996). Peran Ibu yang memiliki nilai-nilai budaya dalam
dirinya, secara langsung juga berdampak dalam membentuk karakter
anak (Huda & Musyarrafah, 2017). Memahami nilai-nilai budaya
individu atau kelompok sangat penting untuk pendidikan karakter yang
efektif. Nilai-nilai budaya dapat berbeda antar masyarakat dan dapat
mempengaruhi perkembangan karakter individu dengan cara yang
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 29
PENDIDIKAN KARAKTER
berbeda. Misalnya, dalam beberapa budaya, kolektivisme sangat
dihargai, dan individu diharapkan memprioritaskan kebutuhan
kelompok di atas kebutuhan individu. Sebaliknya, dalam budaya
individualistis, kemandirian dan kemandirian sangat dihargai, dan
individu diharapkan memprioritaskan tujuan dan aspirasi individu
mereka (Triandis, Bontempo, Villareal, Asai & Lucca, 1988).
Nilai-nilai budaya ini dapat membentuk perkembangan karakter
individu dengan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka terhadap
orang lain. Selain itu, nilai-nilai budaya dapat mempengaruhi
perkembangan ciri-ciri karakter tertentu. Misalnya, dalam budaya
Banjar, seperti Orang Banjar di Kalimantan Selatan, muatan nilai moral
dan budaya utama yang ditanamkan oleh wanita Banjar terhadap anak-
anaknya adalah nilai religiusitas dan ketauhidan (Huda & Musyarrafah,
2017). Selain itu, pada suku Jawa, misalnya pendidikan sopan santun
perlu diberikan sedini mungkin pada anak melalui tata bahsa, agar sikap
tersebut terinternalisasi dan dijadikan kebiasaan ketika dewasa kelak.
pembentukan sikap sopan santun dilihat dari penggunaan bahasa yang
tepat, seiring dengan kondisi dan proses pembentukan sikap dalam
masyarakat (Dini, 2021). Oleh karena itu, nilai-nilai budaya suatu
masyarakat dapat mempengaruhi perkembangan sifat-sifat karakter
tertentu yang dihargai dalam masyarakat tersebut.
Nilai-nilai budaya juga dapat mempengaruhi pendekatan dan
efektivitas program pendidikan karakter. Misalnya, program pendidikan
karakter yang mempromosikan nilai-nilai Pancasila yang berasal dari
nilai-nilai luhur budaya Bangsa Indonesia, seperti beriman, bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan
global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif (Irawati,
dkk., 2022). Program pendidikan karakter harus dirancang untuk
mempertimbangkan nilai-nilai budaya target audiens untuk memastikan
efektivitasnya.
Nilai-nilai budaya dapat mempengaruhi peran pendidik dan orang
tua dalam pendidikan karakter. Misalnya, dalam beberapa budaya,
orang tua dan pendidik dipandang sebagai agen sosialisasi utama yang
bertanggung jawab atas perkembangan karakter anak (Kagan, 1997).
Sebaliknya, di budaya lain, anggota masyarakat dan tokoh agama
memainkan peran yang lebih signifikan dalam pendidikan karakter.
Oleh karena itu, memahami nilai-nilai budaya suatu masyarakat dapat
membantu para pendidik dan orang tua untuk mengembangkan strategi
pendidikan karakter yang efektif yang sejalan dengan nilai-nilai budaya
masyarakat.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 30
PENDIDIKAN KARAKTER
Norma Sosial
Norma sosial dapat memengaruhi perilaku dan perkembangan
karakter seseorang. Norma sosial mengacu pada aturan tidak tertulis
yang mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat. Oleh karena
itu, program pendidikan karakter harus memperhatikan norma-norma
sosial untuk memastikan peserta didik mengembangkan nilai dan
perilaku positif yang sejalan dengan harapan masyarakat.
Norma-norma ini dapat bersifat eksplisit atau implisit dan dapat
mempengaruhi perkembangan karakter individu dengan membentuk
sikap, nilai, dan perilaku mereka (Cialdini, 2007). Oleh karena itu,
memahami norma-norma sosial suatu masyarakat sangat penting untuk
pendidikan karakter yang efektif. Norma sosial dapat berbeda di seluruh
masyarakat dan dapat memengaruhi perkembangan karakter individu
dengan cara yang berbeda.
Sebagai contoh, nilai toleransi yang ditanamkan pada anak dalam
rangka mengimplementasikan keluhuran dalam kemajemukan
(Pitaloka, 2021), nilai gotong royong, kekeluargaan (Fajaini, 2014), dan
nilai-nilai Pacasila (Akhwani, 2021). Di mana nilai-nilai ini menjadi
bagian norma sosial masyarakat Indonesia yang tidak lepas dari nilai-
nilai luhur yang ditanamkan pada anak. Norma sosial ini dapat
membentuk perkembangan karakter individu dengan mempengaruhi
sikap dan perilaku mereka terhadap orang lain. Selain itu, norma sosial
dapat memengaruhi perkembangan sifat-sifat karakter tertentu.
Misalnya, di beberapa masyarakat, kejujuran dan integritas adalah
norma sosial yang sangat dihargai, sedangkan di masyarakat lain, daya
saing dan ambisi sangat dihargai (Gelfand dkk., 2011).
Oleh karena itu, norma-norma sosial suatu masyarakat dapat
mempengaruhi perkembangan sifat-sifat karakter tertentu yang
dihargai dalam masyarakat tersebut. Norma sosial juga dapat
mempengaruhi pendekatan dan efektivitas program pendidikan
karakter. Misalnya, program pendidikan karakter yang mempromosikan
individualisme dan kemandirian mungkin tidak efektif dalam budaya
yang menghargai kepatuhan dan kepatuhan pada figur otoritas
(Hofstede, 2001).
Program pendidikan karakter harus dirancang untuk
mempertimbangkan norma-norma sosial dari khalayak sasaran untuk
memastikan efektivitasnya. Selain itu, norma sosial dapat
mempengaruhi peran pendidik dan orang tua dalam pendidikan
karakter. Oleh karena itu, memahami norma sosial suatu masyarakat
dapat membantu pendidik dan orang tua untuk mengembangkan
strategi pendidikan karakter yang efektif yang sejalan dengan norma
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 31
PENDIDIKAN KARAKTER
sosial masyarakat. Selain itu, norma sosial dapat mempengaruhi
perilaku individu dalam masyarakat. Individu sering dipengaruhi oleh
perilaku orang lain, dan kesesuaian dengan norma sosial dapat menjadi
motivator yang kuat untuk berperilaku (Asch, 1951). Oleh karena itu,
norma sosial dapat mempengaruhi perkembangan karakter individu
dengan membentuk sikap dan perilakunya terhadap orang lain.
Norma sosial merupakan faktor kritis yang dapat mempengaruhi
pendidikan karakter individu. Norma sosial dapat berbeda di seluruh
masyarakat dan dapat memengaruhi pandangan dunia, sikap, dan
perilaku individu. Selain itu, norma sosial dapat mempengaruhi
perkembangan karakter tertentu dan pendekatan serta efektivitas
program pendidikan karakter. Oleh karena itu, penting bagi pendidik
dan orang tua untuk memahami norma-norma sosial khalayak sasaran
dan mengembangkan strategi pendidikan karakter yang sejalan dengan
norma-norma tersebut.
Lingkungan Sekolah
Sekolah dapat mempromosikan atau menghambat pengembangan
karakter tergantung pada budaya, kebijakan, dan praktik mereka. Oleh
karena itu, budaya sekolah yang menekankan nilai-nilai seperti
kejujuran, rasa hormat, dan tanggung jawab dapat berdampak positif
bagi perkembangan karakter peserta didik.
Lingkungan sekolah mengacu pada aspek fisik, sosial, dan psikologis
sekolah yang mempengaruhi perkembangan perilaku dan karakter
siswa. Lingkungan sekolah dapat menjadi faktor penting dalam
membentuk perkembangan karakter siswa, karena memberikan
kesempatan untuk belajar dan mempraktikkan karakter seperti
tanggung jawab, rasa hormat, dan empati (Elias & Arnold, 2006).
Memahami peran lingkungan sekolah dalam pendidikan karakter sangat
penting untuk mengembangkan program pendidikan karakter yang
efektif. Lingkungan fisik sekolah dapat mempengaruhi perkembangan
karakter siswa dengan memberi mereka kesempatan untuk belajar dan
mempraktikkan karakter. Misalnya, lingkungan sekolah yang dirancang
dengan baik yang mendorong interaksi dan kolaborasi siswa dapat
mendorong perkembangan kerja tim, komunikasi, dan empati (Elias &
Arnold, 2006).
Sekolah harus memastikan bahwa lingkungan fisiknya kondusif
untuk pengembangan karakter. Lingkungan sosial sekolah juga dapat
mempengaruhi perkembangan karakter siswa dengan memberikan
kesempatan untuk belajar dan berinteraksi sosial. Misalnya, hubungan
sosial yang positif dengan guru dan teman sebaya dapat mendorong
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 32
PENDIDIKAN KARAKTER
perkembangan kompetensi sosial-emosional, seperti empati dan
pengaturan diri (Elias & Arnold, 2006).
Sekolah harus menciptakan lingkungan sosial yang positif dan
mendukung yang mendukung pengembangan karakter siswa. Selain itu,
lingkungan psikologis sekolah dapat mempengaruhi perkembangan
karakter siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mempraktikkan self-talk, self-reflection, dan self-regulation yang positif
(Elias & Arnold, 2006). Misalnya, sekolah dapat mempromosikan
pengembangan karakter dengan menciptakan budaya harapan yang
tinggi dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan
perilaku dan pilihan mereka.
Peran pendidik sangat menentukan dalam memajukan pendidikan
karakter di lingkungan sekolah. Guru dapat mencontohkan sifat-sifat
karakter yang positif dan memberi siswa kesempatan untuk berlatih dan
mengembangkan sifat-sifat tersebut (Berkowitz & Bier, 2005). Selain itu,
pendidik dapat membuat kurikulum yang berfokus pada pendidikan
karakter dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dan
mempraktikkan karakter positif. Budaya sekolah merupakan aspek
penting lain dari lingkungan sekolah yang dapat mempengaruhi
perkembangan karakter siswa.
Budaya sekolah mengacu pada nilai-nilai bersama, keyakinan, dan
perilaku komunitas sekolah (Elias & Arnold, 2006). Budaya sekolah yang
positif yang mengedepankan rasa hormat, tanggung jawab, dan empati
dapat menumbuhkan perkembangan karakter tersebut pada siswa.
Selain itu, kebijakan dan praktik sekolah dapat memengaruhi
perkembangan karakter siswa. Misalnya, kebijakan yang
mempromosikan lingkungan sekolah yang aman dan inklusif dapat
mendorong perkembangan empati dan rasa hormat (Berkowitz & Bier,
2007).
Sekolah harus memastikan bahwa kebijakan dan praktik mereka
selaras dengan tujuan pendidikan karakter mereka. Kesimpulannya,
lingkungan sekolah merupakan faktor penting dalam membentuk
perkembangan karakter siswa. Aspek fisik, sosial, dan psikologis
lingkungan sekolah dapat memberikan kesempatan untuk belajar dan
mempraktikkan karakter. Selain itu, peran pendidik, budaya sekolah,
serta kebijakan dan praktik sekolah dapat memengaruhi perkembangan
karakter siswa. Oleh karena itu, sekolah harus mengutamakan
pengembangan lingkungan sekolah yang positif dan mendukung yang
mengedepankan pendidikan karakter.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 33
PENDIDIKAN KARAKTER
Kurikulum dan Instruksi
Kurikulum dan instruksi dapat mempengaruhi pengembangan
karakter dengan mengajarkan nilai-nilai dan etika secara implisit atau
eksplisit. Oleh karena itu, program pendidikan karakter harus
diintegrasikan ke dalam kurikulum dan praktik pembelajaran.
Kurikulum dan instruksi merupakan faktor penting dalam pendidikan
karakter, karena memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan
mempraktikkan karakter. Kurikulum mengacu pada isi dan materi yang
digunakan untuk mengajar siswa, sedangkan instruksi mengacu pada
metode dan strategi yang digunakan untuk menyampaikan kurikulum
(Gareis & Grant, 2015).
Memahami peran kurikulum dan pengajaran dalam pendidikan
karakter sangat penting untuk mengembangkan program pendidikan
karakter yang efektif. Saat merancang proses pembelajaran, guru
sebaiknya tidak hanya fokus pada materi dan kognitif siswa saja namun
juga perlu memperhatikan keterampilan siswa (Kurdi, dkk., 2020).
Kurikulum dapat digunakan untuk mempromosikan pendidikan
karakter dengan memasukkan konten yang berfokus pada karakter
seperti rasa hormat, tanggung jawab, dan empati.
Pendidikan karakter digambarkan sebagai kurikulum yang secara
khusus dikembangkan untuk mengajarkan anak tentang kualitas dan
sifat-sifat karakter yang baik. Literatur merupakan salah satu sarana
agar anak dapat belajar tentang karakter yang baik, yakni melalui sastra
anak yang berkualitas (Almerico, 2014). Misalnya, kurikulum ilmu sosial
dapat memasukkan pelajaran tentang tokoh sejarah nasional yang
mencontohkan karakter positif pahlawan bangsa, sedangkan kurikulum
seni bahasa dapat memasukkan sastra yang mengeksplorasi pentingnya
empati dan kasih sayang misalnya melalui fabel dan cerita rakyat.
Oleh karena itu, sekolah harus memastikan bahwa kurikulumnya
memuat konten yang mempromosikan pendidikan karakter. Strategi
instruksional juga dapat digunakan untuk mempromosikan pendidikan
karakter dengan memberikan siswa kesempatan untuk belajar dan
mempraktikkan karakter. Misalnya, strategi pembelajaran kooperatif
dapat mempromosikan kerja tim dan kolaborasi (Suci, 2018), sementara
pembelajaran proyek dapat meningkatkan kreativitas siswa (Christian,
2021). Oleh karena itu, sekolah harus memastikan bahwa strategi
pembelajaran mereka selaras dengan tujuan pendidikan karakter
mereka.
Peran pendidik sangat penting dalam mempromosikan pendidikan
karakter melalui kurikulum dan pengajaran. Pendidik dapat
mencontohkan sifat-sifat karakter positif dan memberikan kesempatan
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 34
PENDIDIKAN KARAKTER
kepada siswa untuk berlatih dan mengembangkan sifat-sifat tersebut
(Pala, 2011). Selain itu, pendidik dapat membuat kurikulum yang
berfokus pada pendidikan karakter dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar dan mempraktikkan karakter positif.
Pengembangan pendidikan karakter melalui kurikulum dan
pengajaran harus didasarkan pada penelitian dan praktik terbaik.
Sekolah harus secara teratur mengevaluasi program pendidikan
karakter mereka untuk memastikan bahwa program tersebut efektif
dalam mempromosikan karakter positif (Berkowitz & Bier, 2005). Selain
itu, sekolah harus menggunakan praktik dan penelitian berbasis bukti
untuk menginformasikan program pendidikan karakter mereka.
Selain itu, pengembangan pendidikan karakter melalui kurikulum
dan pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan minat siswa.
Misalnya, sekolah dapat memasukkan minat dan perspektif siswa ke
dalam kurikulum dan strategi pembelajaran yang digunakan dalam
pendidikan karakter (Althof & Berkowitz, 2006). Oleh karena itu,
sekolah harus memastikan bahwa program pendidikan karakter mereka
responsif terhadap kebutuhan dan minat siswa.
Selanjutnya, pengembangan pendidikan karakter melalui kurikulum
dan pengajaran harus terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
Pendidikan karakter tidak boleh terbatas pada satu mata pelajaran saja,
tetapi harus diintegrasikan ke dalam semua bidang kurikulum (Stiff-
Williams, 2010). Oleh karena itu, sekolah harus memastikan bahwa
program pendidikan karakter mereka terintegrasi ke dalam semua mata
pelajaran.
Kurikulum dan instruksi merupakan faktor penting dalam pendidikan
karakter, karena memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan
mempraktikkan karakter. Kurikulum dapat digunakan untuk
mempromosikan pendidikan karakter dengan memasukkan konten
yang berfokus pada karakter, sedangkan strategi instruksional dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari dan
mempraktekkan karakter tersebut. Selain itu, peran pendidik, penelitian
dan praktik terbaik, kebutuhan dan minat siswa, serta integrasi ke
semua mata pelajaran sangat penting dalam mengembangkan program
pendidikan karakter yang efektif.
Keteladanan dari Guru
Guru berfungsi sebagai panutan bagi peserta didik dan dapat
memengaruhi perkembangan karakter mereka melalui perilaku dan
tindakan mereka. Oleh karena itu, keteladanan guru tentang nilai-nilai
positif dan perilaku etis sangat penting untuk pendidikan karakter.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 35
PENDIDIKAN KARAKTER
Keteladanan guru merupakan faktor penting dalam pendidikan karakter
karena guru memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan
perilaku siswa (Hendriana & Jacobus, 2017).
Keteladanan guru melibatkan guru yang mendemonstrasikan sifat
dan perilaku karakter positif dan memberi siswa kesempatan untuk
berlatih dan mengembangkan sifat-sifat ini sendiri. Oleh karena itu,
memahami peran keteladanan guru dalam pendidikan karakter sangat
penting untuk mengembangkan program pendidikan karakter yang
efektif.
Keteladanan guru dapat mengambil berbagai bentuk, seperti
menunjukkan rasa hormat, tanggung jawab, empati, dan keadilan.
Dengan memodelkan sifat-sifat ini, guru dapat memberikan contoh
positif kepada siswa untuk diikuti dan mendorong mereka untuk
mempraktekkan sifat-sifat ini sendiri. Selain itu, keteladanan guru dapat
membantu menciptakan iklim sekolah yang positif yang mendorong
pengembangan karakter (Smith, dkk., 2014). Oleh karena itu, sekolah
harus mengutamakan keteladanan guru sebagai bagian dari program
pendidikan karakternya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa keteladanan guru adalah
strategi yang efektif untuk mempromosikan pendidikan karakter.
Misalnya, sebuah studi oleh Bushori (2017) menemukan bahwa
keteladanan guru berhubungan positif dengan perkembangan empati
dan perilaku prososial siswa. Demikian pula, sebuah studi oleh
Boekaerts & Corno (2005) menemukan bahwa keteladanan guru
dikaitkan dengan peningkatan pengaturan diri siswa. Oleh karena itu,
sekolah harus menggunakan keteladanan guru sebagai strategi kunci
untuk mempromosikan pengembangan karakter.
Keteladanan guru dapat membantu menciptakan iklim sekolah yang
positif yang mendorong pengembangan karakter. Dengan
mencontohkan karakter positif, guru dapat menciptakan budaya
hormat, tanggung jawab, dan empati di kelas dan komunitas sekolah
Selain itu, keteladanan guru dapat membantu membangun hubungan
positif antara guru dan siswa, yang sangat penting untuk menciptakan
iklim sekolah yang positif (Berkowitz & Bier, 2005). Oleh karena itu,
sekolah harus mengutamakan keteladanan guru sebagai bagian dari
upaya menciptakan iklim sekolah yang positif.
Selanjutnya, pengembangan model guru harus didasarkan pada
penelitian dan praktik terbaik. Sekolah harus menggunakan praktik dan
penelitian berbasis bukti (Cook, dkk., 2012) untuk menginformasikan
upaya mereka mengembangkan pemodelan guru sebagai strategi utama
untuk mempromosikan pengembangan karakter. Selain itu, sekolah
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 36
PENDIDIKAN KARAKTER
harus secara teratur mengevaluasi upaya pemodelan guru mereka untuk
memastikan bahwa mereka efektif dalam mempromosikan
pengembangan karakter positif.
Pengembangan keteladanan guru harus responsif terhadap
kebutuhan dan minat siswa. Guru harus mempertimbangkan latar
belakang budaya, pengalaman, dan perspektif siswa mereka ketika
mencontohkan sifat dan perilaku karakter positif (Berkowitz & Bier,
2007). Oleh karena itu, pemodelan guru harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan minat siswa untuk memastikan keefektifannya.
Kesimpulannya,
Keteladanan guru merupakan faktor penting dalam pendidikan
karakter karena guru memainkan peran penting dalam membentuk
sikap dan perilaku siswa. Pemodelan guru melibatkan guru yang
mendemonstrasikan sifat dan perilaku karakter positif dan memberi
siswa kesempatan untuk berlatih dan mengembangkan sifat-sifat ini
sendiri. Dengan mencontohkan sifat dan perilaku karakter yang positif,
guru dapat menciptakan iklim sekolah yang positif yang mendorong
pengembangan karakter. Oleh karena itu, keteladanan guru harus
diutamakan sebagai bagian dari upaya memajukan pendidikan karakter
di sekolah.
Pengaruh Teman Sebaya
Pengaruh teman sebaya merupakan salah satu faktor kunci yang
mempengaruhi pendidikan karakter. Teman sebaya mengacu pada
individu yang berada dalam rentang usia atau tingkat kelas yang sama
dengan siswa dan memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku,
sikap, dan nilai siswa. Pengaruh teman sebaya juga dapat memengaruhi
perkembangan karakter individu, oleh karena itu program pendidikan
karakter harus mengatasi tekanan teman sebaya dan mempromosikan
pengaruh teman sebaya yang positif.
Pengaruh teman sebaya bisa positif atau negatif, dan dapat
memainkan salah satu peran dalam pengembangan karakter selama
masa remaja (Dijkstra & Veenstra, 2011). Oleh karena itu, memahami
peran pengaruh teman sebaya dalam pendidikan karakter sangat
penting untuk mengembangkan program pendidikan karakter yang
efektif.
Pengaruh teman sebaya dapat berupa berbagai bentuk, seperti
tekanan teman sebaya, dukungan teman sebaya, dan keteladanan dari
teman sebaya. Tekanan teman sebaya adalah bentuk pengaruh teman
sebaya yang paling umum, dan ini mengacu pada kecenderungan teman
sebaya untuk mempengaruhi perilaku satu sama lain agar sesuai dengan
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 37
PENDIDIKAN KARAKTER
norma kelompok. Dukungan teman sebaya, di sisi lain, mengacu pada
pengaruh positif teman sebaya terhadap perilaku dan sikap satu sama
lain. Peer modeling atau keteladanan dari teman sebaya melibatkan
teman sebaya yang menunjukkan sifat dan perilaku karakter positif dan
memberikan siswa lain kesempatan untuk berlatih dan
mengembangkan sifat-sifat ini sendiri.
Penelitian bidang pendidikan dan perkembangan remaja dan anak
telah menunjukkan bahwa pengaruh teman sebaya merupakan faktor
penting dalam pengembangan karakter. Sebuah studi oleh Kiefer, dkk
(2015) menemukan bahwa dukungan teman sebaya juga berhubungan
dengan motivasi, keterlibatan dan rasa memiliki sekolah. Demikian pula
keteladanan teman sebaya yang positif dikaitkan dengan peningkatan
perilaku anak, dan dapat mendorong beragam jenis perubahan perilaku
pada anak-anak (Schunk, 1987) dan juga teman sebaya memiliki
mempengaruhi self-efficacy, yang mengacu pada penilaian kemampuan
kinerja seseorang dalam diberikan ranah aktivitas, dan prestasi siswa
(Schunk & Hanson, 1985).
Oleh karena itu, sekolah harus menggunakan pengaruh teman sebaya
sebagai strategi kunci untuk mempromosikan pengembangan karakter.
Selain itu, pengaruh teman sebaya dapat membantu menciptakan iklim
sekolah yang positif yang mendorong pengembangan karakter. Dengan
menciptakan budaya rasa hormat, tanggung jawab, dan empati di antara
teman sebaya, siswa lebih mungkin mengembangkan karakter positif
(Damon, 2004). Selain itu, pengaruh teman sebaya dapat membantu
membangun hubungan positif di antara siswa, yang sangat penting
untuk menciptakan iklim sekolah yang positif.
Selanjutnya, pengembangan pengaruh teman sebaya harus
diintegrasikan ke dalam program pendidikan karakter. Mempersiapkan
siswa untuk mempengaruhi rekan-rekan mereka secara positif sangat
penting untuk mempromosikan pengembangan karakter. Oleh karena
itu, program pendidikan karakter harus mencakup pelatihan tentang
bagaimana mendukung, mencontohkan, dan mempengaruhi teman
sebaya secara positif dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih dan mengembangkan keterampilan tersebut.
Pengembangan pengaruh teman sebaya harus didukung oleh
kepemimpinan sekolah. Pemimpin sekolah harus memprioritaskan
pengembangan pengaruh teman sebaya dengan memberikan siswa
pelatihan, sumber daya, dan dukungan untuk mempengaruhi teman
sebayanya secara positif, karena teman sebaya dan lingkungan sekolah
pada hakikatnya memiliki ikatan dalam pembentukan kepribadian siswa
(Komariah, 2016). Selain itu, pemimpin sekolah harus menciptakan
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 38
PENDIDIKAN KARAKTER
budaya yang menghargai pengembangan karakter dan mendukung
upaya siswa untuk mempengaruhi teman sebayanya secara positif.
Selanjutnya, pengembangan peer influence harus didasarkan pada
penelitian dan praktik terbaik. Sekolah harus menggunakan praktik dan
penelitian berbasis bukti untuk menginformasikan upaya mereka untuk
mengembangkan pengaruh teman sebaya sebagai strategi utama untuk
mempromosikan pengembangan karakter Selain itu, sekolah harus
secara teratur mengevaluasi upaya pengaruh teman sebaya mereka
untuk memastikan bahwa mereka efektif dalam mempromosikan
pengembangan karakter positif. Selain itu, pengembangan pengaruh
teman sebaya harus responsif terhadap kebutuhan dan minat siswa.
Sekolah harus mempertimbangkan latar belakang budaya, pengalaman,
dan perspektif siswa mereka ketika mengembangkan strategi pengaruh
teman sebaya. Pengaruh teman sebaya harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan minat siswa untuk memastikan keefektifannya.
Kesimpulannya, pengaruh teman sebaya merupakan faktor penting
dalam pendidikan karakter karena teman sebaya memiliki dampak yang
signifikan terhadap perilaku, sikap, dan nilai siswa. Pengaruh teman
sebaya dapat mengambil berbagai bentuk, seperti tekanan teman
sebaya, dukungan teman sebaya, dan pemodelan teman sebaya. Dengan
menggunakan pengaruh teman sebaya sebagai strategi kunci untuk
mempromosikan pengembangan karakter, sekolah dapat menciptakan
iklim sekolah yang positif yang mempromosikan pendidikan karakter.
Pengaruh teman sebaya harus diutamakan sebagai bagian dari upaya
memajukan pendidikan karakter di sekolah.
Keterlibatan Masyarakat
Masyarakat juga memainkan peran penting dalam pengembangan
karakter. Keterlibatan masyarakat mengacu pada partisipasi aktif
anggota masyarakat dalam mempromosikan dan mendukung
pendidikan karakter di sekolah. Oleh karena itu, program pendidikan
karakter harus melibatkan anggota masyarakat dan organisasi untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung yang mendorong nilai dan
perilaku positif (Lickona, 1996).
Keterlibatan ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti
menjadi sukarelawan di sekolah, berpartisipasi dalam acara komunitas,
dan mendukung inisiatif yang mempromosikan pengembangan karakter
positif. Keterlibatan masyarakat merupakan faktor penting yang
mempengaruhi pendidikan karakter karena memberikan siswa teladan
positif dan memperkuat nilai-nilai yang diajarkan di sekolah (Berkowitz,
2002). Dengan demikian, keterlibatan masyarakat dapat membantu
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 39
PENDIDIKAN KARAKTER
terciptanya budaya karakter yang dianut baik oleh sekolah maupun
masyarakat luas.
Penelitian telah menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dapat
memberikan dampak positif pada pendidikan karakter. Sebagai contoh,
sebuah studi yang dilakukan oleh Kemitraan Pendidikan Karakter
menemukan bahwa sekolah dengan kemitraan masyarakat yang kuat
lebih mungkin memiliki program pendidikan karakter yang sukses
(Kemitraan Pendidikan Karakter atau Character Education Partnership,
2003; Lickona dkk., 2007). Demikian pula, tinjauan penelitian tentang
pendidikan karakter menemukan bahwa keterlibatan masyarakat
adalah salah satu faktor kunci yang berkontribusi terhadap keberhasilan
inisiatif pendidikan karakter (Lickona, 1991).
Salah satu cara agar keterlibatan masyarakat dapat mendukung
pendidikan karakter adalah dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mempraktekkan nilai dan keterampilan yang diajarkan di
sekolah. Misalnya, proyek pengabdian masyarakat dapat memberikan
siswa kesempatan untuk melatih empati, tanggung jawab, dan
kewarganegaraan. Pengalaman-pengalaman ini dapat memperkuat
pentingnya nilai-nilai ini dan membantu siswa melihat bagaimana
mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka sendiri. Cara
lain agar keterlibatan masyarakat dapat mendukung pendidikan
karakter adalah dengan memberikan teladan yang positif kepada siswa.
Ketika sekolah melihatkan anggota masyarakat yang mewujudkan
karakter positif siswa, seperti kebaikan, kejujuran, dan rasa hormat,
mereka lebih cenderung menginternalisasi nilai-nilai ini dan
memasukkannya ke dalam kehidupan mereka sendiri. Selain itu,
anggota masyarakat dapat menjadi mentor dan memberikan bimbingan
dan dukungan kepada siswa saat mereka mengatasi tantangan masa
remaja.
Keterlibatan masyarakat juga dapat membantu memperkuat
pentingnya pendidikan karakter dengan menciptakan rasa tanggung
jawab bersama untuk mempromosikan pengembangan karakter yang
positif. Ketika anggota masyarakat terlibat dalam prakarsa pendidikan
karakter, mereka akan lebih memahami pentingnya program-program
ini dan mendukungnya dengan cara yang bermakna.
Hal ini dapat menimbulkan budaya karakter yang dianut oleh seluruh
masyarakat, yang dapat memberikan dampak positif bagi
perkembangan siswa. Selanjutnya, keterlibatan masyarakat dapat
mendukung pendidikan karakter dengan menyediakan sumber daya dan
pendanaan untuk inisiatif pendidikan karakter. Sekolah yang memiliki
kemitraan yang kuat dengan komunitasnya lebih mungkin menerima
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 40
PENDIDIKAN KARAKTER
dana dan dukungan untuk program pendidikan karakter, yang dapat
membantu memastikan bahwa program ini berkelanjutan dan efektif
dari waktu ke waktu.
Keterlibatan masyarakat dapat mendukung pendidikan karakter
dengan mempromosikan norma-norma sosial yang positif. Ketika
anggota suatu komunitas menunjukkan sifat-sifat karakter yang positif,
seperti kejujuran, rasa hormat, dan tanggung jawab, mereka dapat
membantu menciptakan budaya karakter yang dianut oleh orang lain.
Ini dapat mengarah pada putaran umpan balik positif, di mana perilaku
positif diperkuat dan menjadi norma. Keterlibatan masyarakat
merupakan faktor penting yang mempengaruhi pendidikan karakter.
Ketika anggota masyarakat terlibat dalam prakarsa pendidikan
karakter, mereka dapat memberi siswa teladan positif, kesempatan
untuk mempraktikkan nilai-nilai karakter, dan dukungan serta
bimbingan saat mereka menghadapi tantangan masa remaja.
Keterlibatan masyarakat dapat membantu terciptanya budaya karakter
yang dianut oleh seluruh masyarakat, yang dapat memperkuat
pentingnya pendidikan karakter dan mendukung keberlangsungan
program-program tersebut dari waktu ke waktu. Penting bagi sekolah
untuk mengembangkan kemitraan yang kuat dengan komunitasnya
untuk mendorong pengembangan karakter positif pada siswa.
Secara keseluruhan, memahami faktor-faktor ini dapat membantu
para pendidik, keluarga, dan masyarakat merancang program
pendidikan karakter yang efektif yang mempromosikan perilaku yang
bertanggung jawab dan etis di kalangan peserta didik.
Simpulan
Kesimpulannya, pendidikan karakter adalah proses multifaset yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk latar belakang keluarga,
nilai-nilai budaya, norma sosial, lingkungan sekolah, kurikulum dan
pengajaran, model guru, pengaruh teman sebaya, dan keterlibatan
masyarakat. Semua faktor ini memainkan peran penting dalam
membentuk karakter individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Latar belakang keluarga dan nilai-nilai budaya merupakan dua
faktor penting yang menjadi landasan bagi pengembangan karakter
pada individu. Nilai, kepercayaan, dan tradisi yang ditanamkan kepada
anak-anak oleh keluarga dan masyarakatnya berdampak signifikan
pada karakter dan perilaku mereka.
Sekolah dan guru juga berperan penting dalam pendidikan karakter.
Lingkungan sekolah, kurikulum dan pengajaran, dan keteladanan guru
semuanya berkontribusi pada pengembangan karakter siswa.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 41
PENDIDIKAN KARAKTER
Pengaruh teman sebaya merupakan faktor penting lainnya dalam
pendidikan karakter. Remaja sangat rentan terhadap tekanan teman
sebaya, dan pengaruh teman dapat berdampak signifikan pada
perilaku dan nilai-nilai mereka.
Keterlibatan masyarakat juga penting dalam pendidikan karakter.
Melibatkan siswa dalam pengabdian masyarakat dan kegiatan lain
yang mempromosikan karakter yang baik dapat memberikan dampak
positif bagi perkembangan mereka. Penting untuk dicatat bahwa ada
potensi paradoks dan perdebatan seputar faktor-faktor ini. Misalnya,
norma sosial terkadang dapat bertentangan dengan karakter positif,
dan mungkin ada perbedaan nilai budaya yang dapat menimbulkan
konflik dalam pendidikan karakter.
Selain itu, peran sekolah dan guru dalam pendidikan karakter dapat
diperdebatkan, karena beberapa berpendapat bahwa itu harus menjadi
tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Terlepas dari perdebatan
ini, jelas bahwa pendidikan karakter merupakan aspek vital dari
pengembangan individu dan masyarakat. Faktor-faktor yang dibahas
dalam obrolan ini saling berhubungan dan harus diperhatikan dalam
pendekatan pendidikan karakter secara holistik.
Dengan mememperhatikan dan mendiskusikan faktor-faktor ini,
individu dan komunitas dapat mempromosikan pengembangan
karakter positif, seperti integritas, rasa hormat, dan tanggung jawab,
serta membantu membangun dunia yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Althof, W., & Berkowitz*, M. W. (2006). Moral education and character
education: Their relationship and roles in citizenship
education. Journal of moral education, 35(4), 495-518.
Amato, P. R., & Keith, B. (1991). Parental divorce and adult well-being: A
meta-analysis. Journal of Marriage and the Family, 43-58.
Amato, P. R. (2005). The impact of family formation change on the
cognitive, social, and emotional well-being of the next
generation. The future of children, 75-96.
Asch, S. E. (1951). Effects of group pressure upon the modification and
distortion of judgments. Groups, leadership, and men, 177-190.
Bashori, K. (2017). Menyemai perilaku prososial di sekolah. Sukma:
Jurnal Pendidikan, 1(1), 57-92.
Bales, R. F., & Parsons, T. (2014). Family: Socialization and interaction
process. routledge.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 42
PENDIDIKAN KARAKTER
Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2005). What works in character
education: A research-driven guide for educators. Washington, DC:
Character Education Partnership.
Berkowitz, M. W. (2002). The science of character education. Bringing in
a new era in character education, 508, 43-63.
Boekaerts, M., & Corno, L. (2005). Self‐regulation in the classroom: A
perspective on assessment and intervention. Applied
psychology, 54(2), 199-231.
Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, C. (2007). CEP's Eleven Principles of
Effective Character Education. Character Education Partnership.
Cialdini, R. B., & Cialdini, R. B. (2007). Influence: The psychology of
persuasion (Vol. 55, p. 339). New York: Collins.
Cook, B. G., Smith, G. J., & Tankersley, M. (2012). Evidence-based
practices in education.
Damon, W. (2004). What is positive youth development?. The ANNALS of
the American Academy of political and social science, 591(1), 13-24.
Dijkstra, J. K., & Veenstra, R. (2011). Peer relations. Encyclopedia of
adolescence, 2, 255-259.
Dini, J. P. A. U. (2021). Penanaman sikap sopan santun dalam budaya
jawa pada anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, 5(2), 2059-2070.
Elias, M. J., & Arnold, H. (Eds.). (2006). The educator's guide to emotional
intelligence and academic achievement: Social-emotional learning in
the classroom. Corwin Press.
Fajarini, U. (2014). Peranan kearifan lokal dalam pendidikan
karakter. Sosio didaktika, 1(2), 123-130.
Gareis, C. R., & Grant, L. W. (2015). Teacher-made assessments: How to
connect curriculum, instruction, and student learning. Routledge.
Gelfand, M. J., Harrington, J. R., & Jackson, J. C. (2017). The strength of
social norms across human groups. Perspectives on Psychological
Science, 12(5), 800-809.
Hajiannor, H., Saddhono, K., Elihami, E., Kurdi, M. S., & Kurdi, M. S.
(2023). Analysis of the Content and Accuracy of Multicultural
Values in Islamic Religious Education and Moral Textbook. AL-
ISHLAH: Jurnal Pendidikan, 15(1).
Hofstede, G. H., & Hofstede, G. (2001). Culture's consequences: Comparing
values, behaviors, institutions and organizations across nations.
sage.
Huda, N., & Musyarrafah, M. (2017). Perspektif Wanita Banjar, Tionghoa,
dan Madura di Banjarmasin dalam Membentuk Karakter Anak
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 43
PENDIDIKAN KARAKTER
(Kajian Teori Ekologi Perkembangan). Mu'adalah: Jurnal Studi
Gender dan Anak, 4(1).
Irawati, D., Iqbal, A. M., Hasanah, A., & Arifin, B. S. (2022). Profil pelajar
Pancasila sebagai upaya mewujudkan karakter bangsa. Edumaspul:
Jurnal Pendidikan, 6(1), 1224-1238.
Julaeha, S. (2019). Problematika kurikulum dan pembelajaran
pendidikan karakter. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 7(2), 157.
Kağıtçıbaşı, Ç. (1996). Family and human development across cultures: A
view from the other side. Psychology Press.
Kiefer, S. M., Alley, K. M., & Ellerbrock, C. R. (2015). Teacher and peer
support for young adolescents’ motivation, engagement, and
school belonging. Rmle Online, 38(8), 1-18.
Komariah, I. (2016). Korelasi interaksi teman sebaya dan lingkungan
sekolah dengan kepribadian peserta didik kelas XI MA Ma'arif al-
Mukaromah Kauman Ponorogo tahun pelajaran
2014/2015 (Doctoral dissertation, STAIN Ponorogo).
Kurdi, M. S. (2022). Komparasi Struktur Kurikulum dan Nilai Dalam
Sistem Pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia dan
Jepang. Implementasi Merdeka Belajar Kurikulum Merdeka, 33.
Kurdi, M. S., Mardiah, M., Kurdi, M. S., Usman, M. I. G., & Taslimurrahman, T. T. (2020).
Speaking Activities In Madrasah Ibtidaiyah: A Meta Narrative About Character
Building And Multiculturalism Point Of View. Al-Bidayah: jurnal pendidikan
dasar Islam, 12(1), 55-82.
Kurdi, M. S., & Afif, Y. U. (2021). The Enhancement of Islamic Moral Values Through Sex
Education for Early Children in The Family Environment. Religio Education, 1(2),
106-116.
Kurdi, M. S., & Afif, Y. U. Religio Education.
Lickona, T. (1991). Educating for character: How our schools can teach
respect and responsibility. New York: Bantam Books.
Musyarafah, M. (2017). Development of English Teaching Materials
Charged Based Character Education Using Interactive Multimedia
Macromediaflash (Case Study Course Learning English Teacher
Education Department Madrasah). Tarbiyah: Jurnal Ilmiah
Kependidikan, 5(2).
Pala, A. (2011). The need for character education. International journal
of social sciences and humanity studies, 3(2), 23-32.
Pitaloka, D. L., Dimyati, D., & Purwanta, E. (2021). Peran Guru dalam
Menanamkan Nilai Toleransi pada Anak Usia Dini di
Indonesia. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2),
1696-1705.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 44
PENDIDIKAN KARAKTER
Chao, R. K. (2001). Extending research on the consequences of parenting
style for Chinese Americans and European Americans. Child
development, 72(6), 1832-1843.
Schunk, D. H. (1987). Peer models and children’s behavioral
change. Review of educational research, 57(2), 149-174.
Syarifuddin, S. P. I., Ichsan, A. S., Romlah, L. S., Riastuti, R. D., Rustinar, E.,
Kurdi, M. S., ... & Bata, F. (2022). Gerakan Literasi Sebagai
Pengembangan Karakter Anak. PGMI STIQ Press.
Suci, Y. T. (2018). Menelaah Teori Vygotsky dan interdepedensi sosial
sebagai landasan teori dalam pelaksanaan pembelajaran
kooperatif di sekolah dasar. NATURALISTIC: Jurnal Kajian
Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, 3(1), 231-239.
Triandis, H. C., Bontempo, R., Villareal, M. J., Asai, M., & Lucca, N. (1988).
Individualism and collectivism: Cross-cultural perspectives on self-
ingroup relationships. Journal of personality and Social
Psychology, 54(2), 323.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 45
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Musyarrafah Sulaiman Kurdi
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin
Penulis lahir di Banjarmasin, 03 Januari 1989. Penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di Institut Agama Islam
Negeri Antasari Banjarmasin, selanjutnya, ia menyambung magister di
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Dalam aktivitas akademiknya selain memberi kuliah kepada mahasiswa
dan pengabdian masyarakat, ia juga banyak melakukan riset ilmiah dan
dipublikasikan dalam sejumlah jurnal dan buku, salah satunya adalah
Pendidikan Karakter Berbasis Asmaul Husna
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 46
PENDIDIKAN KARAKTER
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
Wuni Arum Sekar Sari
Universitas Islam Tribakti Kediri,
swuniarum@gmail.com
Pendahuluan
Pendidikan karakter mempunyai esensi dan arti yang sama dengan
pendidikan moral/ pendidikan akhlak yang bertujuan untuk
menjadikan manusia baik terhadap masyarakat dan negara. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, anak dibekali dengan nilai-nilai karakter
yang baik sehingga anak dapat dengan mudah berinteraksi dan
beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya (Gunawan, 2014:24).
Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (Kemendiknas:
2010), pendidikan karakter juga disebut sebagai pendidikan nilai,
pendidikan moral, pendidikan watak, dan pendidikan budi pekerti
dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam memberikan keputusan baik dan buruk, memelihara apa yang
baik dan dapat mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati. Selain itu, pendidikan karater bukan sekedar
ditanamkan kepada peserta didik melalui teori saja tetapi juga melalui
pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan oleh tenaga pendidik di
sekolah (Suratman & Fitriani, 2019).
Dalam pendidikan karakter, yang diajarkan bukan sekedar
mengenalkan perilaku yang benar dan salah, akan tetapi pendidikan
karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan yang baik dan benar
kepada anak didik, sehingga anak didik mempunyai kepribadian yang
baik dan terbiasa berperilaku baik sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam pendidikan karakter. Adapun nilai-nilai yang
terkandung dalam pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
1. Agama
Masyarakat Indonesia ialah masyarakat beragam. Oleh karena itu,
kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasari pada
ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan
kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama.
Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya
dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah
yang berasal dari agama.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 47
PENDIDIKAN KARAKTER
2. Pancasila
Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.
Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-
nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya dan seni.
3. Budaya
Nilai-nilai budaya dijadikan dasar dalam pemberian makna
terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota
masyarakat. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan
masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4. Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusian
yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan
pendidikan nasional ialah sumber yang paling operasional dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
9 Pilar Pendidikan Karakter
Karakter adalah hal dasar yang dimiliki oleh semua orang dan
merupakan ciri khas yang membedakan orang satu dengan orang yang
lainnya (Zulaikhah:2019). Berkaitan dengan karakter yang akan
dibiasakan pada anak, Indonesian Heritage Foundation (IHF), yaitu suatu
yayasan yang bergerak di bidang Pendidikan karakter (Character
Building) mempunyai visi “Membangun bangsa berkarakter” melalui
pengkajian, pengembangan, dan pendidikan 9 pilar karakter.
Karakter anak yang harus dikembangkan ada banyak sekali, tetapi
guna mempermudah pelaksanaannya, IHF mengembangkan konsep
pendidikan 9 pilar karakter yang merupakan nilai-nilai luhur yang
umum (lintas agama, budaya, dan suku). 9 Pilar Karakter adalah sebuah
konsep pondasi pilar untuk bisa membangun manusia berkarakter,
cerdas, dan kreatif, yang setiap pilarnya terdiri atas kumpulan nilai-nilai
karakter sejenis. Konsep ini merupakan strategi untuk memudahkan
penanaman nilai-nilai karakter karena sesuai dengan mekanisme
kinerja otak, yaitu nilai-nilai tertentu akan lebih mudah dipahami
apabila ada polanya.
Diharapkan melalui internalisasi 9 pilar karakter ini, para peserta
didik akan menjadi orang yang cinta damai, bertanggung jawab, jujur,
dan serangkaian akhlak mulia lainnya (Megawangi: 2009) Ada pun nilai-
nilai 9 pilar pendidikan karakter tersebut adalah:
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 48
PENDIDIKAN KARAKTER
Gambar 1. 9 pilar pendidikan karakter
1. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaannya
Cinta pada Tuhan yang Maha Esa dan semua ciptaan-Nya, yang
diwujudkan dengan selalu bersyukur dan berdoa, serta menjaga,
menyayangi dan peduli terhadap alam semesta dan semua isinya
(manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan).
2. Mandiri, Disiplin dan Tanggung Jawab
Karakter mandiri diwujudkan dengan memaksimalkan segenap
kemampuan dirinya sendiri dalam melakukan berbagai aktivitasnya
dengan disiplin dan penuh rasa tanggung jawab.
3. Jujur, amanah dan Berkata Bijak
Karakter jujur diwujudkan dalam perkataannya, perilaku tidak
mengambil atau menggunakan hak milik orang lain, dan keberanian
mengakui kesalahan yang telah diperbuat.
Amanah atau bisa dipercaya diwujudkan dengan menepati janji,
menyampaikan pesan dan titipan pada orang yang berhak dengan
cara yang benar serta bertanggung jawab.
Berkata bijak diwujudkan dengan selalu berkata yang baik, sopan
dan jujur tanpa menyakiti atau mempermalukan orang lain, serta
berpikir matang sebelum berbicara/ berkata.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 49
PENDIDIKAN KARAKTER
4. Hormat, Santun dan Pendengar yang Baik
Sopan santun diwujudkan dengan terbiasa mengucapkan
terimakasih, permisi, tolong, maaf, dan meminta izin ketika akan
melakukan aktivitas yang relevan. Kata-kata tersebut diucapkan
dengan sopan.
Pendengar yang baik diwujudkan dengan memperhatikan lawan
bicara, melihat dengan sopan dan tidak memotong pembicaraannya.
Hormat dan patuh diwujudkan dengan berperilaku hormat pada
orang tua, guru, pemimpin, dan siapa saja yang patut dihormati tanpa
melihat latar belakangnya (suku, agama, ras, serta usia) dan patuh
terhadap hukum dan aturan yang berlaku.
5. Dermawan, Suka Menolong, dan Kerja Sama
Karakter dermawan dan suka menolong diwujudkan dengan
perilaku menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan,
berbagi apapun (tidak terbatas harta) pada yang memerlukan
bantuan, serta mendahulukan dan memberikan fasilitas/ rasa
nyaman terhadap sesama (seperti pada orang tua, ibu hamil, ibu yang
membawa anak kecil di fasilitas umum).
Kerja sama diwujudkan dengan sikap terbuka dalam berbagi
tugas, berbagi peran dan saling mendukung terhadap suatu kegiatan
untuk mewujudkan tujuan bersama.
6. Percaya Diri, Kreatif, dan Pantang Menyerah
Percaya diri diwujudkan dalam kemampuan saat menjadi
pemimpin, berkompetisi secara sehat, berani tampil, serta
berekspresi yang positif.
Kreatif diwujudkan dengan kemampuannya menetapkan serta
mencapai tujuan, impian, dan harapannya dengan berbagai cara yang
spesifik, unik, dan terukur. Serta selalu berusaha maksimal dalam
mencari solusi atas masalah dan tantangan yang dihadapi.
Pantang menyerah merupakan rangkaian dari karakter percaya
diri dan kreatif yang akan mendorong seseorang memiliki semangat
berjuang dan bertahan untuk mencapai tujuan.
7. Pemimpin yang Baik dan Adil
Pemimpin yang baik dan adil diwujudkan dalam kemampuannya
mengambil inisiatif, memberi contoh, melindungi, berbuat baik dan
mengajak berbuat baik, mengayomi, bersikap sportif, mengakui
kesalahan yang diperbuat, memberi kesempatan kepada orang lain
untuk berperan dan tampil, terbuka dalam berkerjasama, dan berbagi
atas keberhasilan bersama.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 50
PENDIDIKAN KARAKTER
8. Baik dan Rendah Hati
Baik hati dan rendah hati diwujudkan dengan perilaku
menghargai, tolong menolong, berbuat baik, meminta maaf dan
memaafkan, memberikan senyuman dan tidak membanggakan
dirinya sendiri.
9. Toleran, Cinta Damai dan Bersatu
Toleran diwujudkan dengan bersikap menghargai perbedaan
latar belakang (suku, ras, agama, dan budaya), menghormati
keyakinan, agama dan tempat beribadah orang lain, tidak
memaksakan kehendak, serta tidak merasa yang paling benar dan
baik.
Cinta damai diwujudkan dengan perilaku yang mengutamakan
perdamaian, saling meminta maaf, dan bersabar.
Kesatuan merupakan hasil perwujudan dari toleran dan cinta damai
yang akan melahirkan karakter yang mencintai kesatuan dan
persatuan.
K4 (Kebersihan, kerapian, kesehatan dan keamanan) merupakan
perwujudan secara fisik nilai-nilai yang mengutamakan aspek
kebersihan, kerapian, kesehatan, dan keamanan.
Metode Penanaman Nilai Karakter
Yuliana (2020) Metode penanaman 9 pilar karakter dilakukan secara
eksplisit dan sistematis, yaitu:
1. Knowing the Good
Anak didik terbiasa mengetahui kebaikan
2. Reasoning the Good
Menjelaskan alasan mengapa/ alasan harus berbuat baik. Seperti:
anak tahu apa sebab akibat dari anak yang jujur, sopan santun, dll.
3. Feeling the Good
Membangun perasaan cinta kebaikan pada anak didik.
4. Acting the Good
Anak didik mempraktekkan kebaikan
Apabila peserta didik terbiasa melakukan knowing, reasoning, feeling,
dan acting the good, sepanjang metode penanaman tersebut dilakukan
secara berkelanjutan, maka anak didik akan terbentuk karakternya.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 51
PENDIDIKAN KARAKTER
Simpulan
Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar
dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang tidak baik, tetapi
lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan yang baik
sehingga terbentuklah karakter kepribadian yang baik.
Daftar Pustaka
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasinya.
Bandung: Alfabeta.
Indonesia Hetirage Foundation. 2020. “Pilar Karakter.” 2020.
https://ihf.or.id/id/pilar-karakter/.
Kemdiknas. 1-8. Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter
Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014
Megawangi, R. 2009. “Pengembangan Program Pendidikan Karakter Di
Sekolah: Pengalaman Sekolah Karakter.” Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Vokasional (SNPV), 1–8.
Suratman, B, and L Fitriani. 2019. “Suratman, B., & Fitriani, L. (2019).
Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Di KB Dewi Sartika
Desa Batu MAK Jage Kabupaten Sambas. , 6(2), 91–100.” Jurnal
PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Anak
Usia Dini 6 (2): 91–100.
Yuliana, Anaas Tri Ridlo Dina, and Alfaha Rara Wurinta. 2020.
“Manajemen Strategi Pembelajaran Dalam Membentuk 9 Pilar
Karakter Di Playgroup Milas.” Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Anak Usia Dini 7 (1).
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 52
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Wuni Arum Sekar Sari
Dosen Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Fakultas Ilmu Tarbiyah
Penulis lahir di Karanganyar pada tanggal 14 Mei 1993. Penulis
menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan Pedidikan Anak Usia Dini di
Universitas Nusantara PGRI Kediri dan melanjutkan S2 pada Jurusan
Pendidikan Dasar Konsentrasi PAUD di Universitas Negeri Surabaya.
Keseriusan penulis mendalami bidang PAUD memotivasi penulis untuk
mengabdi di kelompok A RA Seragam Sebet Kecamatan Plemahan
Kabupaten Kediri pada tahun 2010-2017.
Pada saat ini penulis adalah dosen tetap pada program studi
Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Tarbiyah Universitas
Islam Tribakti Kediri sejak tahun 2019; Tim pengelola Jurnal Ashil
(Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini) sejak tahun 2020; Asesor seleksi
pendidikan profesi guru prajabatan sejak tahun 2022; Asesor seleksi
program guru penggerak sejak tahun 2023; Tutor Universitas Terbuka
UPBJJ Malang sejak tahun 2023; Penulis buku ajar 16 mata kuliah inti
ke-PIAUD-an pada Oktober 2022. Karya ilmiah yang telah dihasilkan
dapat dilihat di - Google Scholar. Komunikasi
langsung dengan penulis dapat melalui email: swuniarum@gmail.com
atau Instagram @wuniarums.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 53
PENDIDIKAN KARAKTER
PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
Suci Wulandari
Pendidikan Matematika, Universitas Adzkia
suci.w@adzkia.ac.id
Pendahuluan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online (KBBI,
2023), karakter berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter
adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara (Arifudin, 2015). Karakter dibentuk
dari proses kehidupan seseorang mulai dari usia dini baik melalui
pendidikan formal maupun non formal. Dalam UU RI No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1(1) disebutkan
sebagai berikut.
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan pada hakekatnya adalah sebuah pembelajaran.
Pembelajaran didefinisikan tidak hanya dalam konteks ilmu
pengetahuan secara kognitif dan keterampilan, melainkan juga secara
afektif yakni kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, dan akhlak mulia. Menurut aliran behaviourime, belajar
adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku atau karakter seseorang
tergantung kepada pembelajaran atau pendidikan yang ia peroleh.
Tentunya ada sesuatu yang menjadi pemengaruh dalam pembentukan
karakter itu sendiri. Pentingnya pendidikan karakter dituliskan pada
tujuan pendidikan nasional. Dalam RI No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 juga disebutkan tujuan dan fungsi
pendidikan sebagai berikut.
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 54
PENDIDIKAN KARAKTER
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional mengarahkan setiap
penyelenggara pendidikan di Indonesia mampu membentuk watak
warga negaranya dan menjadi manusia yang berakhlak mulia. Pelaku
pendidikan khususnya guru merupakan seseorang yang menjadi
pemengaruh karakter bangsa. Dari sudut pandang pendidikan, guru
adalah seorang intelektual yang berpendidikan. Pada hakekatnya, guru
adalah seseorang yang menjadi teladan dan panutan. Guru berinteraksi
langsung dengan peserta didik di lingkungan sekolah, baik dalam
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Oleh karena itu, peran
guru dalam pendidikan karakter peserta didiknya sangat besar.
Tercapainya tujuan pendidikan nasional berada di tangan seorang
guru.
Pembahasan
Tantangan guru abad ini adalah membentuk karakter peserta didik
dengan kondisi perkembangan teknologi yang sangat pesat. Menurut
Nata, terdapat beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru
dengan mengedepankan profesionalisme adalah sebagai berikut:
“(1) Perkembangan IPTEK yang begitu cepat sehingga guru harus bisa
menyesuaikan diri dengan responsif, arif dan bijaksana, (2) Krisis
moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia yang berpengaruh
pada perkembangan iptek dan globalisasi sehingga terjadi pergeseran
nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat, (3) Krisis sosial, seperti
kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi di
masyarakat, (4) Krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia
saat ini ada kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan
generasi muda. Berdasarkan realitas yang terjadi saat ini guru sebagai
ujung tombak penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme harus
dapat memberikan kesadaran kepada generasi muda tentang
pentingnya jiwa nasionalisme pada kehidupan berbangsa dan
bernegara, (5) Perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik,
maupun dunia, dibutuhkan SDM yang unggul dan kompetitif . Olehnya,
dibutuhkan guru yang visioner,memiliki kompetensi, berdedikasi tinggi
sehingga mampu membekali peserta didik dengan sejumlah
kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan ditengah-tengah
masyarakat yang sedang dan terus berubah”. (Ratnawati, 2018)
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 55
PENDIDIKAN KARAKTER
Untuk menghadapi tantang globalisasi tersebut, guru memiliki peran
yang sangat penting supaya peserta didik mampu beradaptasi dengan
pesatnya perkembangan zaman. Peranan guru terhadap pendidikan
karakter diantaranya sebagai perancang, pengelola, pengarah, evaluator
dan konselor pembelajaran (Arifudin, 2015). Disamping itu guru juga
berperan sebagai role model bagi peserta didik dan dilakukan dengan
cara terus berupaya dalam meningkatkan strategi dalam proses
pengajaran agar mampu menghadapi tantangan pendidikan karakter di
abad 21 (Afifah & Khamidi, 2022). Peran guru dalam pendidikan
karakter dari sudut pandang pembentukan akhlakul karimah antara lain
guru sebagai teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator
(Nisa’, 2019). Pendapat lain juga mengemukakan bahwa peran guru
antara lain sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan pelatih
(Widiastuti, 2012).
Dari beberapa sumber di atas dapat diuraikan peran guru dalam
pendidikan karakter antara lain:
Guru Sebagai Role Model atau Teladan
Dalam membentuk karakter peserta didik, sudah semestinya guru
memiliki karakter yang baik terlebih dahulu. Dengan demikian guru
mampu menjadi contoh atau role model bagi peserta didik. Bagaimana
guru akan diteladani oleh peserta didiknya jika guru itu sendiri belum
menjadi contoh yang baik. Sebagaimana peribahasa “Guru kencing
berdiri, murid kencing berlari”. Peribahasa ini menunjukkan adanya
pengaruh yang ditimbulkan dari perilaku guru yang tidak baik terhadap
peserta didiknya (Rostikawati et al., 2020). Setiap tingkah laku dan
ucapan guru bisa menjadi contoh bagi peserta didik. Apalagi anak didik
yang masih dalam usia dini yang belum mampu membedakan mana
yang baik dan mana yang tidak baik. Mereka akan menganggap gurunya
selalu benar. Oleh karena itu guru juga bisa dijadikan sebagai inspirator
bagi peserta didiknya.
Guru Sebagai Pendidik dan Pelatih
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana disebutkan dalam tujuan
pendidikan, guru perlu membentuk peserta didik yang berakhlakul
karimah. Sebagai pendidik, guru memiliki tiga kompetensi yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi personal/kepribadian dan
kompetensi sosial. Menurut Mulyasa (Fauziah, 2014),
“(1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan yang berkenaan
dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran
yang mendidik, yang mencakup kemampuan perancangan dan
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 56
PENDIDIKAN KARAKTER
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. (2) Kompetensi kepribadian, yaitu
kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia. (3) Kompetensi sosial, yakni
berkenaan dengan kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi secara efektif dengan peserta
didik , warga sekolah dan juga masyarakat”.
Berdasarkan kutipan di atas, guru yang professional harus mampu
menjadi mendidik melalui setiap kegiatan di lingkungan sekolah.
Sebagai contoh peserta didik dibiasakan dengan aturan untuk disiplin.
Hal ini secara tidak langsung mendidik peserta didik menjadi disiplin.
Menurut Agustian (Widiastuti, 2012) guru perlu melatih dan
membentuk karakter peserta didik melalui pengulangan-pengulangan
sehingga terjadi internalisasi karakter, misalnya mengajak peserta didik
nya melakukan shalat secara konsisten. Kebisaan lain yang perlu dilatih
yakni kebiasaan budaya islami yang dilakukan dengan bentuk
pembiasaan senyum, salam, sapa, sopan dan santun (5S), berdoa
sebelum dan sesudah pembelajaran, sholat dhuha, dll. Dengan adanya
kegiatan pembiasaan yang dilaksanakan tersebut para peserta didik
dapat membentuk perilaku yang baik seperti sopan santun dan juga
saling menghargai dan juga dapat membentuk karakter disiplin pada
peserta ddidik melalui kegiatan pembiasaan yang dilaksanakan setiap
hari di sekolah (Afifah & Khamidi, 2022).
Guru Sebagai Pengajar
1. Guru sebagai perancang pembelajaran
Melalui pembelajaran yang dirancang sedemikian baik, sehingga
pendidikan karakter diintegrasikan kedalamnya. Sebagai contoh
pembelajaran matematika pada materi operasi bilangan bulat
dirancang dengan mengintegrasikan karakter sesuai dengan
pancasila yaitu sila ketiga, yakni Persatuan Indonesia. Dengan
mengganggap bilangan positif dan negatif sebagai dua kelompok
yang berlawanan, jika digabungkan akan menciptakan persatuan
atau kerukunan yang berarti bilangan nol. Perancangan
pembelajaran ini dipersiapkan sebelum melaksanakan
pembelajaran di kelas. Untuk mampu merancang pembelajran yang
terintegrasi nilai karakter, guru perlu menambah referensi atau
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 57
PENDIDIKAN KARAKTER
wawasan tentang konsep-konsep pembelajaran yang
mengintegrasikan nilai karakter.
2. Guru sebagai pengelola pembelajaran
Guru yang berperan sebagai pengelola pembelajaran terlihat
pada penanaman nilai karakter melalui kondisi suasana kelas yang
kondusif, nyaman dan menyenangkan (Arifudin, 2015). Guru juga
perlu menambah pengetahuannya tentang bagaimana cara
memberikan pengalaman berupa tingkah laku yang baik pada suatu
situasi pembelajaran. Dengan demikian penanaman nilai karakter
dapat berjadan dengan optimal.
Sebagai pengelola pembelajaran, guru menerapkan model
pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan nilai karakter
disiplin dan tanggungjawab. Misalnya guru membentuk kelompok
untuk membuat sebuah karya dari kertas karton. Dari kegiatan
kelompok tersebut peserta didik melakukan tugasnya dengan baik
dan sesuai dengan petunjuk pengerjaan dan tanggung jawab
terhadap tugas yang telah peserta didik bagi sendiri dalam
kelompoknya. Selain itu guru juga memberikan tugas untuk
membuat lukisan dimana nanti hasilnya akan dipajang di dinding
kelas. Dengan tugas yang diberikan oleh guru, dalam diri peserta
didik dapat timbul karakter kreatif karena tugas yang dikerjakan
sesuai dengan pengembangan potensi yang ada dalam diri peserta
didik tanpa harus bergantung kepada guru, peserta didik
mengeksplorasi imajinasinya dalam melukis sehingga nanti hasil
dari lukisan yang peserta didik buat dapat dipajang di kelas dengan
rapih dan bagus.
3. Guru sebagai pengarah pembelajaran
Peran guru sebagai pengarah pembelajaran dalam setiap
pelaksanaan kegiatan pembelajaran, guru selalu berusaha
menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi belajar
peserta didik (Arifudin, 2015). Adanya motivasi belajar juga
menciptakan semangat belajar dalam diri peserta didik. Secara
tidak langsung, kebiasaan belajar seperti ini membentuk kebiasaan
belajar yang baik serta menanamkan karakter mandiri dalam
melaksanakan setiap kegiatan belajar mengajar di kelas. Sebagai
contoh, dalam pembelajaran guru selalu memberikan dorongan dan
motivasi kepada peserta didik serta senantiasa melakukan
pendekatan pribadi terhadap peserta didik untuk melihat sikap,
perilaku dan hasil belajar peserta didik . Guru selalu mengarahkan
peserta didik untuk tetap mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
baik tanpa harus mengganggu temannya yang lain, selalu
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 58
PENDIDIKAN KARAKTER
memperhatikan apa yang sedang di jelaskan oleh guru, serta
memperbaiki hasil belajarnya jika nilai yang dihasilkan sebelumnya
masih kurang dari kriteria penilaian yang ditentukan. Dengan
demikian guru telah menanamkan karakter mandiri pada diri
peserta didik untuk tetap mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
baik.
4. Guru sebagai evaluator pembelajaran
Disamping memberikan arahan, guru berperan sebagai evaluator
yang bertugas mengawasi serta mengevaluasi/menilai hasil belajar
peserta didik. Peranan guru sebagai evaluator harus dilakukan
secara terus menerus melihat tingkat keberhasilan, efektifitas dan
efisiensi dalam proses pembelajaran (Arifudin, 2015). Hal ini
penting sekali bagi perkembangan peserta didik supaya peserta
didik menjadi pribadi yang disiplin dan bertanggung jawab.
Simpulan
Pendidikan karakter yang menjadi tujuan pendidikan nasional
sangat erat kaitannya dengan sosok seorang guru di sekolah. Pada
zaman sekarang ini, peserta didik sebagai generasi penerus bangsa
berada pada kondisi kritis apabila tidak ditanamkan pendidikan
karakter sejak usia dini. Hal ini menjadi tugas seorang guru sebagai
orang tua kedua bagi peserta didik setelah orang tua mereka di rumah.
Guru yang berinteraksi langsung dengan peserta didik di sekolah
hampir setiap hari ini memiliki peran terhadap pendidikan karakter
peserta didik. Terdapat tiga peran guru dalam pendidikan karakter.
Pertama, peran guru sebagai role model atau teladan. Guru adalah
sosok yang ditiru tingkah laku dan diikuti segala ucapannya. Kedua,
peran guru sebagai pendidik dan pelatih. Guru mendidik peserta didik
setiap kegiatan peserta didik di sekolah dan membiasakan kebiasaan
yang baik pada diri peserta didik. Dan yang ketiga, peran guru sebagai
pengajar. Guru menjadi perancang, pengelola, pemngarah dan
evaluator pembelajaran.
Daftar Pustaka
Afifah, R. N., & Khamidi, A. (2022). Peran Guru Dalam Pengembangan
Karakter Peserta Didik Di Sekolah. In Jurnal Inspirasi Manajemen
Pendidikan (Vol. 10, Issue 01).
Arifudin, I. S. (2015). Peranan guru terhadap pendidikan parakter Siswa
Di kelas V Sdn 1 Siluman. PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2(2), 175–186.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 59
PENDIDIKAN KARAKTER
Fauziah, I. (2014). Peran Guru dalam Mengembangkan Karakter Peserta
Didik.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https:/
/osf.io/3hsc4/download&ved=2ahUKEwiYn7rmy-
n9AhVnS2wGHRVmAAMQFnoECCkQAQ&usg=AOvVaw27Zk6Gu9Ec
CjKmk8MxGvL7
KBBI. (2023). https://kbbi.web.id/karakter
Nisa’, A. K. (2019). PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
PESERTA DIDIK DI SDIT ULUL ALBAB 01 PURWOREJO. Jurnal
Hanata Widya, 8(2), 13–22.
Ratnawati. (2018). Peranan Guru Sebagai Model Dalam Pembentukan
Karakter Peserta Didik. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
“Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Anak: Optimalisasi Peran
Pendidik Dalam Perspektif Hukum,” 1–11.
Rostikawati, Y., Aeni, E. S., & Wuryani, W. (2020). PERAN GURU DALAM
MEMBENTUK KARAKTER SISWA MELALUI PEMBELAJARAN
KESANTUNAN BERBAHASA DI MEDIA SOSIAL. Abdimas Siliwangi,
03(01), 363–370.
Widiastuti, H. (2012). Peran Guru dalam Membentuk Siswa Berkarakter.
Seminar Nasional Pendidikan Guru Sekolah Dasar UMS 2012, 41–53.
Musyarrafah Sulaiman Kurdi | 60
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Suci Wulandari, M.Pd
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Adzkia
Penulis lahir di Padang tanggal 4 Juni 1990. Penulis adalah dosen
tetap pada Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Adzkia.
Menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan Pendidikan Matematika
Universitas Bung Hatta pada tahun 2012 dan melanjutkan S2 pada
Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang pada tahun
2013 dan selesai pada tahun 2015.
Kesibukan penulis saat ini adalah sebagai seorang dosen di salah satu
Universitas di kota Padang, Sumatera Barat, yaitu Universitas Adzkia.
Profesi ini ditekuni penulis sudah kurang lebih lima tahun sejak tahun
2018 sampai sekarang. Sebagai seorang dosen dan seorang Ibu yang
beralamat di Komplek Mutiara Abadi No.8A Kecamatan Lubuk Kilangan
kota Padang, penulis aktif dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi
(melaksanakan pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya)
sebagaimana seorang dosen semestinya. Beberapa karya tulis ilmiah
yang dipublikasikan melalui jurnal nasional dan prosiding international
antara lain: “Defragmentation of Preservice Teacher’s Thinking Structures
in Solving Higher Order Mathematics Problem” (2021), “Respon
Terhadap Penggunaan Stylus Pen dan Fitur Record dalam Pembelajaran
Matematika Online” (2021); “Studi Literatur: Peran Questioning Sebagai
Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika” (2022); “Analisis Proses
Berpikir Mahapeserta didik Dengan Kecemasan Terhadap Masalah
Matematika HOTS Berdasarkan Fase Kerja Mason” (2022).
Vandan Wiliyanti | 61
PENDIDIKAN KARAKTER
PERAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
Vandan Wiliyanti
vandanwiliyanti@radenintan.ac.id
Pendahuluan
Abad ke-21 merupakan era perubahan yang biasa dikenal dengan era
globalisasi. Pengaruh globalisasi saat ini membuat masyarakat
Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan karakter
bangsa merupakan dasar bangsa yang berusaha untuk mengembangkan
jiwa anak-anak baik jasmani maupun rohani.
Pembangunan karakter merupakan proses yang berkesinambungan
dan tidak pernah berhenti selama manusia ada di bumi ini. Oleh karena
itu, dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan karakter, diperlukan
pengelolaan yang baik dan sinergis antara berbagai komponen
pendidikan, baik pembelajaran formal, informal maupun santai.
Pendidikan karakter merupakan langkah yang sangat penting dan
strategis untuk membangun jati diri bangsa dan mendorong
terbentuknya masyarakat Indonesia baru. Semangat desentralisasi
pendidikan harus dilihat secara positif pada lembaga pendidikan,
dimana lembaga pendidikan diberikan kebebasan untuk mengarahkan
lembaga pendidikannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar
dan ikut serta dalam pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan
proses pendidikan. Untuk memahami hal tersebut, berbagai aspek
struktur organisasi lembaga pendidikan tentunya bekerja secara
optimal, tidak hanya secara akademik, tetapi juga mendukung sektor PR
sebagai perantara dalam hal ini. komunikasi antara lembaga pendidikan
dengan masyarakat. Hal ini juga tidak diperhatikan oleh lembaga
pendidikan dan masyarakat yang terus memisahkan kedua bagian
tersebut agar tidak saling mengkhawatirkan keberadaannya, padahal
keduanya merupakan dua kelompok yang tidak dapat dipisahkan dalam
penerapan pembelajaran. moralitas generasi orang-orang yang
bermoral.
Era globalisasi memberikan dampak positif dan negatif bagi
kehidupan setiap orang, termasuk keluarga. Keluarga berperan besar
dalam perkembangan karakter anak, karena semua anak menghabiskan
waktu bersama keluarganya. Namun, negara harus baik secara langsung
maupun tidak langsung memasukkan pendidikan karakter ke dalam
kurikulum. Institusi pendidikan adalah tempat di mana orang-orang
dirawat, mengarah ke masa depan yang lebih baik. Segala sesuatu di
Vandan Wiliyanti | 62
PENDIDIKAN KARAKTER
dalam tangki berubah dan berkembang sesuai dengan warna dan gaya
pemasangannya. Lembaga pendidikan yang dimaksud adalah lembaga
keluarga, sekolah, dan masyarakat yang memiliki peran sangat strategis
dalam membina dan mengembangkan potensi individu, sosial, moral,
dan keagamaan anak. Perhatikan fakta bahwa anak-anak sedang
berkembang kepribadian, mereka membutuhkan bantuan dari orang
dewasa, anak-anak harus dapat melakukan ini agar dapat berkembang
dengan bebas tetapi terarah. Pendidikan harus mampu memotivasi anak
untuk aktif.
Adanya keterkaitan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat
merupakan hal yang masih belum dipahami oleh kedua belah pihak,
terutama masyarakat awam yang menganggap berada dalam lingkungan
yang berbeda dengan lembaga pendidikan, padahal keikutsertaannya
memberikan pengaruh yang sangat positif bagi lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan juga tidak memberikan ruang bagi partisipasi
masyarakat dalam belajar, meskipun partisipasi materi hanya sedikit,
sedangkan secara fisik dan psikis belum dilibatkan secara maksimal.
Dari segi pendidikan dan psikologis, lembaga pendidikan dan
masyarakat memiliki kebutuhan yang sama dimana masyarakat
membutuhkan tempat untuk belajar, dan lembaga pendidikan
membutuhkan masyarakat untuk belajar di lembaga pendidikannya,
karena pendidikan cenderung menghambat perubahan. perkembangan
pribadi dan sosial masyarakat. Perubahan konstan ini membutuhkan
integrasi institusi pendidikan ke dalam masyarakat. Elsbree dalam
Mulyono (2008:202) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang membuat
lembaga pendidikan memiliki hubungan masyarakat yang baik, yaitu (1)
faktor yang mengubah sifat, tujuan dan metode pengajaran di lembaga
pendidikan, (2) faktor masyarakat. yang memerlukan perubahan dalam
pendidikan dan perlunya dukungan masyarakat terhadap lembaga
pendidikan, (3) berkembangnya ide-ide demokrasi dari masyarakat ke
pendidikan.
Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat
Lembaga pendidikan tidak boleh menutup diri dari masyarakat
terutama masyarakat sekitar, juga tidak wajar untuk melaksanakan ide-
idenya tanpa mendengarkan atau melaksanakan keinginan masyarakat,
karena lembaga pendidikan pada hakekatnya adalah milik masyarakat. .
Masyarakat menginginkan lembaga pendidikan berdiri di lingkungannya
untuk meningkatkan perkembangan sumber daya manusianya,
masyarakat juga menginginkan lembaga pendidikan mampu
memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan masyarakat baik
Vandan Wiliyanti | 63
PENDIDIKAN KARAKTER
secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan masyarakat
juga dapat mendukung kegiatan lembaga pendidikan di lingkungannya.
Lembaga pendidikan merupakan wadah yang berguna untuk
membina manusia, menuju masa depan yang lebih baik. Setiap orang di
dalam wadah mengalami perubahan dan evolusi sesuai dengan warna
dan gaya pemasangannya. Dimana lembaga pendidikan (keluarga,
sekolah dan masyarakat) K.H. Dewantara menyebutkan “tiga pusat
latihan”. 20 Tahun 2003 menyebutnya jalur pembelajaran informal,
pendidikan formal dan informal. Dalam sistem pendidikan nasional,
masing-masing lembaga tersebut memiliki tanggung jawab yang integral
dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Lembaga pendidikan merupakan suatu sistem yang terbuka bagi
masyarakat, sebagai sistem terbuka jelas tidak dapat mengisolasi
dirinya sendiri, dan penting untuk disadari keberadaan masyarakatnya,
dan juga gagasan, kebutuhan dan nilai-nilai yang ada. . . masyarakat
Begitu pula sebaliknya, menyadari bahwa lembaga pendidikan sangat
membantu mereka menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas,
tentunya sesuai dengan keinginan mereka sendiri, membiarkan lembaga
pendidikan, tetapi juga masyarakat, berpartisipasi aktif dalam
perkembangan orang dewasa. melalui pembelajaran tidak dapat
dilakukan. dilaksanakan tanpa dukungan dan kerjasama publik. Pada
dasarnya ada tiga lingkungan pendidikan yang saling berkaitan dan
tidak dapat dipisahkan, yaitu lingkungan pendidikan dalam keluarga,
lingkungan pendidikan dalam lembaga pendidikan dan lingkungan
pendidikan dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi interaksi dua
arah antara lembaga pendidikan dan masyarakat untuk saling memberi
dan menerima.
Lembaga Pendidikan Masyarakat
Dalam konteks lembaga pendidikan, masyarakat merupakan
lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Masyarakat diartikan
sebagai kumpulan manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu,
yang dihubungkan oleh pengalaman yang sama, yang memiliki beberapa
kesepakatan, yang sadar akan kesatuannya dan yang dapat bertindak
bersama untuk menghadapi krisis kehidupannya. ketiga
lingkungan/pendidikan. lembaga memiliki pengaruh yang besar
terhadap perkembangan pribadi. Dalam hal ini, masyarakat memiliki
peran penting dalam penyelenggaraan pelatihan, bantuan untuk
mendapatkan tenaga, biaya, infrastruktur dan lapangan kerja. Seperti
dalam UU no. Pasal 20 9 SISDIKNAS Tahun 2003 mengatakan:
“Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam
Vandan Wiliyanti | 64
PENDIDIKAN KARAKTER
penyelenggaraan pendidikan.”10 Oleh karena itu, peran serta
masyarakat dalam membantu pemerintah dalam pendidikan kehidupan
masyarakat sangat diharapkan. Selain itu, pendidikan masyarakat
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Peserta umumnya mereka yang tidak bersekolah atau drop out.
2. Tidak mengenal jenjang dan program pendidikan untuk jangka waktu
pendek.
3. Peserta tidak perlu homogen.
4. Ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis.
5. Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus.
6. Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap
kebutuhan meningkatkan taraf hidup.
Selain itu, lembaga pendidikan berbasis masyarakat menerima
beberapa periode pendidikan nonformal:
a. Pendidikan sosial, yaitu. proses dimana masyarakat secara sadar
berusaha mendidik individu dan lingkungan sosial agar mereka bebas
dan bertanggung jawab.
b. Pendidikan masyarakat adalah pendidikan wajib bagi orang dewasa,
termasuk pemuda di atas umur, yang berlangsung di luar lingkungan
dan sistem sekolah formal.
c. Mendidik orang adalah tindakan atau pengaruh yang terkadang
mempengaruhi orang secara keseluruhan.
d. Pembelajaran ekstrakurikuler adalah pembelajaran yang berlangsung
di luar sistem sekolah reguler.
e. Pembelajaran kelompok adalah pembelajaran yang berorientasi pada
orang dewasa di luar lingkungan sekolah
f. Diklat orang dewasa adalah diklat bagi orang dewasa yang
menempuh batas usia atas untuk wajib belajar.
g. Pendidikan Ekstensi merupakan salah satu bentuk pendidikan orang
dewasa, yaitu pembelajaran yang diselenggarakan di luar sekolah
reguler, yang diarahkan oleh perguruan tinggi secara khusus untuk
menjawab keinginan masyarakat memasuki dunia perguruan tinggi,
sebagai perguruan tinggi terbuka.
h. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang bertujuan untuk
membantu orang mencapai keberhasilan sosial ekonomi sehingga
mereka dapat bekerja dalam posisi yang sesuai.
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat untuk membantu pemerintah
dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat sangat diharapkan.
Masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga menjadi wadah untuk
mengoptimalkan perkembangan dan pemenuhan diri setiap individu.
Vandan Wiliyanti | 65
PENDIDIKAN KARAKTER
Peran Masyarakat dalam Pendidikan Karakter
Masyarakat memegang peranan yang sama pentingnya dalam upaya
pembentukan karakter anak bangsa. Dalam hal ini, masyarakat merujuk
pada orang tua yang “tidak dekat”, “orang asing”, “tidak memiliki ikatan
keluarga” dengan anak, tetapi berada di sekitar anak pada saat itu atau
melihat tingkah laku anak tersebut. Orang-orang tersebut dapat menjadi
panutan, mengajak atau melarang anak melakukan sesuatu. Contoh
perilaku yang dapat dilakukan masyarakat:
1. Membiasakan gotong royong, misalnya: membersihkan halaman
rumah masing-masing, membersihkan saluran air, menanami
pekarangan rumah.
2. Membiasakan anak tidak membuang sampah dan meludah di jalan,
merusak atau mencoret-coret fasilitas umum.
3. Menegur anak yang melakukan perbuatan yang tidak baik. Kendala –
kendala yang dihadapi dimasyarakat:
4. Tidak ada kepedulian
5. Tidak merasa bertanggung jawab
6. Menganggap perbuatan anak adalah hal yang sudah biasa.
Partisipasi Masyarakat (PSM) dalam pendidikan sangat erat
kaitannya dengan perubahan cara pandang masyarakat terhadap
pendidikan. Tentu saja, ini bukan tugas yang mudah. Namun, jika tidak
dimulai dan dilaksanakan sekarang, dunia pendidikan akan memperoleh
rasa memiliki, kepedulian, partisipasi dan partisipasi aktif masyarakat
secara maksimal.
Jenis Jenis Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan
Masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan pendidikan di
berbagai tingkatan. Yang secara garis besar diklasifikasikan mulai dari
tingkatan yang paling rendah sampai tingkatan yang lebih tinggi yaitu;
1. Partisipasi melalui Layanan yang Tersedia. Tipe ini merupakan tipe
level yang paling umum, pada level ini masyarakat hanya
menggunakan layanan sekolah untuk mendidik anak.
2. Partisipasi pasif berarti menerima dan menerima keputusan lembaga
pendidikan lain, kemudian menerima dan mengikuti keputusan
lembaga pendidikan tersebut.
3. Partisipasi dengan memberikan uang, materi dan pekerjaan. Jenis
masyarakat ini memberikan kontribusi dalam pemeliharaan dan
pembangunan fisik sarana dan prasarana pendidikan dengan
menyumbangkan uang, barang atau tenaga.
Vandan Wiliyanti | 66
PENDIDIKAN KARAKTER
4. Partisipasi dalam Layanan. Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan
belajar mengajar, misalnya membantu sekolah di daerah tertentu.
5. Partisipasi sebagai pelaksana kegiatan yang dilimpahkan, misalnya
sekolah meminta nasehat kepada masyarakat tentang pentingnya
pendidikan, dll.
6. Partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Masyarakat dilibatkan dalam pembahasan mata pelajaran pendidikan
anak, baik akademik maupun non akademik. Dan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan rencana.
Kesimpulan
Lembaga pendidikan tidak boleh menutup diri dari masyarakat
terutama masyarakat sekitar, juga tidak wajar untuk melaksanakan ide-
idenya tanpa mendengarkan atau melaksanakan keinginan masyarakat,
karena lembaga pendidikan pada hakekatnya adalah milik masyarakat.
Masyarakat menginginkan lembaga pendidikan berdiri di
lingkungannya untuk meningkatkan perkembangan sumber daya
manusianya, masyarakat juga menginginkan lembaga pendidikan
mampu memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan
harapan masyarakat juga dapat mendukung kegiatan lembaga
pendidikan di lingkungannya.
Pada dasarnya ada tiga lingkungan pendidikan yang saling berkaitan
dan tidak dapat dipisahkan, yaitu lingkungan pendidikan dalam
keluarga, lingkungan pendidikan dalam lembaga pendidikan dan
lingkungan pendidikan dalam masyarakat.
Pakar pendidikan karakter melihat proses pengenalan nilai dalam
pembelajaran, termasuk pengenalan pendidikan karakter di Madrasah,
dalam dua pendekatan yang berbeda. Pertama, madrasah
mengembangkan pendidikan karakter terstruktur melalui kurikulum
formal. Kedua, pendidikan karakter terjadi secara alami dan sukarela
melalui hubungan interpersonal antar anggota madrasah, meskipun
tidak secara langsung diatur dalam kurikulum resmi.
Berkaitan dengan peran masing-masing keluarga, sekolah, dan
masyarakat yang telah terpenuhi dengan baik dalam pendidikan,
penguatan dan penyempurnaan ketiga pusat tersebut merupakan
peluang yang sangat baik untuk mewujudkan sumber daya manusia
terdidik yang berkualitas.
Vandan Wiliyanti | 67
PENDIDIKAN KARAKTER
Daftar Pustaka
Munirwan Umar, “Manajemen Hubungan Sekolah Dan Masyarakat
Dalam Pendidikan,” JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling
2, no. 1 (2016): 18, https://doi.org/10.22373/je.v2i1.688.
Marlina Gazali, “Optimalisasi Peran Lembaga Pendidikan Untuk
Mencerdaskan Bangsa,” Al-Ta’dib 6, no. 1 (2013): 126–36.
Nurhasanah Nurhasanah, “Peran Masyarakat Dalam Lembaga
Pendidikan,” Fondatia 1, no. 1 (2017): 61–67,
https://doi.org/10.36088/fondatia.v1i1.87.
Jito Subianto, “Peran Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat Dalam
Pembentukan Karakter Berkualitas,” Edukasia : Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam 8, no. 2 (2013): 331–54,
https://doi.org/10.21043/edukasia.v8i2.757.
Rt Bai Rohimah, “Peran Masyarakat Dalam Membentuk Karakter
Kepemimpinan Islam,” Jurnal Pendidikan Karakter “JAWARA” (JPKJ
7, no. 1 (2021): 1–12.
Vandan Wiliyanti | 68
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Vandan Wiliyanti, S.Pd., M.Si
Dosen Program Studi Pendidikan Fisika
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Raden Intan Lampung
Penulis lahir di Bandar Lampung tanggal 18 Juli 1992. Penulis adalah
dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan Pendidikan Fisika Di
Universitas Lampung tahun 2014 dan melanjutkan S2 pada Jurusan
Fisika pada Universitas Indonesia pada tahun 2017. Penulis menekuni
bidang Fisika Komputasi dan Ilmu Pendidikan Fisika. Saat ini penulis
aktif menulis berbagai penelitan salah satu adalah bidang Pendidikan
dan Ilmu Fisika.
Rahayu | 69
PENDIDIKAN KARAKTER
PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN KARAKTER
Rahayu
Universitas Sawerigading Makassar
rahayumahsyar91@gmail.com
Pendahuluan
Perkembangan kurikulum pendidikan karakter merupakan salah satu
upaya dalam membangun karakter positif pada siswa melalui
pembelajaran di sekolah (Silaen & Sibarani, 2019, hal. 69). Kurikulum
pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk siswa yang berakhlak
mulia, bertanggung jawab, berintegritas, dan memiliki kepribadian yang
kuat dan positif (Rahmat, 2019, hal. 2).
Pada awalnya, pendidikan karakter diberikan secara tidak formal dan
kurang terstruktur dalam proses pembelajaran. Namun, seiring dengan
perkembangan pendidikan, pendidikan karakter mulai diintegrasikan ke
dalam kurikulum formal. Hal ini dilakukan untuk memberikan perhatian
yang lebih terhadap pembentukan karakter siswa sebagai komponen
penting dalam pendidikan yang mana memiliki kaitan yang erat karena
keduanya bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk menjadi
individu yang memiliki karakter positif dan menjadi anggota masyarakat
yang bertanggung jawab.
Dalam kurikulum, pendidikan karakter dapat diintegrasikan sebagai
salah satu komponen untuk memperkuat pembentukan karakter positif
siswa. Materi dan metode pembelajaran dalam kurikulum dapat
dirancang untuk memperkuat pembentukan karakter positif siswa,
seperti pembelajaran nilai-nilai moral dan etika, pengembangan sikap
kritis dan kreatif, serta pembentukan kepemimpinan. Kurikulum
pendidikan karakter biasanya mencakup beberapa aspek, seperti
pengembangan sikap positif, peningkatan kecerdasan emosional,
pengembangan sosial dan kepemimpinan, dan penguatan spiritual
(Supriyanto & Muhaimin, 2018, hal. 2). Metode pembelajaran yang
digunakan dalam kurikulum pendidikan karakter juga bervariasi,
seperti ceramah, diskusi, simulasi, permainan, dan kegiatan sosial.
Di sisi lain, pendidikan karakter juga dapat membantu memperkaya
kurikulum dengan menyediakan nilai-nilai moral dan etika yang
diperlukan dalam pembentukan karakter siswa. Dengan pendidikan
karakter yang kuat, siswa akan lebih mudah menyerap dan memahami
materi yang diajarkan dalam kurikulum, dan akan lebih mudah untuk
mempraktikkan nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari
Rahayu | 70
PENDIDIKAN KARAKTER
mereka. Beberapa nilai karakter yang biasanya dimasukkan dalam
kurikulum pendidikan karakter antara lain kejujuran, tanggung jawab,
kerja sama, kedisiplinan, kreativitas, dan semangat juang. Selain itu,
pembelajaran karakter juga dapat dilakukan melalui kegiatan
ekstrakurikuler, seperti kegiatan relawan, pelayanan masyarakat, dan
kegiatan seni.
Pengembangan kurikulum pendidikan karakter juga bergantung pada
konteks dan kebutuhan masyarakat di masing-masing negara. Di
Indonesia, misalnya, pengembangan kurikulum pendidikan karakter
diatur dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter. Kurikulum ini mencakup lima pilar pendidikan
karakter, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan
integritas.
Dengan adanya kurikulum pendidikan karakter, diharapkan siswa
dapat membentuk karakter positif yang kuat dan berperan aktif dalam
membangun masyarakat yang lebih baik di masa depan. Dengan
kurikulum, pendidikan karakter juga dapat membantu meningkatkan
kualitas pendidikan secara keseluruhan. Siswa yang memiliki karakter
yang baik cenderung lebih baik dalam belajar dan berinteraksi dengan
lingkungan sekitar mereka. Selain itu, siswa yang memiliki karakter
positif cenderung menjadi anggota masyarakat yang lebih bermanfaat
dan memperbaiki kualitas hidup di sekitar mereka.
Dengan demikian, kaitan antara perkembangan kurikulum dan
pendidikan karakter sangat penting dalam mempersiapkan siswa untuk
menjadi individu yang berintegritas dan menjadi anggota masyarakat
yang bertanggung jawab dan bermanfaat
Menurut Kemendikbud (n.d.), perkembangan kurikulum dan
pendidikan karakter harus mengacu pada landasan hukum yang
berlaku, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang terkait. Selain itu,
proses penyusunan kurikulum dan pendidikan karakter harus
melibatkan berbagai pihak yang terkait, seperti guru, ahli pendidikan,
orang tua siswa, dan stakeholder lainnya (Kemendikbud, n.d.). Evaluasi
kurikulum dan pendidikan karakter juga harus dilakukan secara teratur
untuk mengukur sejauh mana siswa telah memahami dan
menginternalisasi nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan
(Kemendikbud, n.d.). Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui
terkait perkembangan kurikulum dan pendidikan karakter, antara lain:
1. Landasan Hukum: Perkembangan kurikulum dan pendidikan
karakter harus mengacu pada landasan hukum yang berlaku, seperti
Rahayu | 71
PENDIDIKAN KARAKTER
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan yang terkait.
2. Penyusunan: Proses penyusunan kurikulum dan pendidikan karakter
harus melibatkan berbagai pihak yang terkait, seperti guru, ahli
pendidikan, orang tua siswa, dan stakeholder lainnya. Hal ini
bertujuan untuk memastikan bahwa kurikulum dan pendidikan
karakter yang disusun memenuhi kebutuhan dan harapan
masyarakat.
3. Implementasi: Implementasi kurikulum dan pendidikan karakter
harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus untuk
memastikan bahwa nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan menjadi
bagian dari kepribadian siswa dan terintegrasi dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
4. Evaluasi: Evaluasi kurikulum dan pendidikan karakter harus
dilakukan secara teratur untuk mengukur sejauh mana siswa telah
memahami dan menginternalisasi nilai-nilai moral dan etika yang
diajarkan. Evaluasi ini dapat menjadi dasar untuk melakukan
perbaikan dan pengembangan kurikulum dan pendidikan karakter ke
depan.
5. Integrasi: Integrasi kurikulum dan pendidikan karakter dengan mata
pelajaran lainnya dalam kurikulum sangat penting untuk
memperkuat pembentukan karakter positif siswa. Integrasi tersebut
dapat dilakukan dengan menyisipkan nilai-nilai moral dan etika
dalam pembelajaran mata pelajaran lainnya.
Dengan memahami hal-hal penting tersebut, kita dapat memastikan
bahwa perkembangan kurikulum dan pendidikan karakter dilakukan
secara terencana, sistematis, dan berkesinambungan untuk mencapai
tujuan pembentukan karakter positif siswa yang lebih efektif.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017) Hal-hal
esensial dari kurikulum dan pendidikan karakter antara lain:
1. Tujuan: Kurikulum dan pendidikan karakter harus memiliki tujuan
yang jelas dan spesifik dalam membentuk karakter siswa yang positif
dan mempersiapkan mereka untuk menjadi warga negara yang
bertanggung jawab dan bermanfaat bagi masyarakat.
2. Konten: Konten kurikulum dan pendidikan karakter harus terkait
dengan nilai-nilai moral dan etika yang diterima secara luas di
masyarakat, seperti kejujuran, keadilan, disiplin, dan tanggung jawab.
3. Metode pembelajaran: Metode pembelajaran yang digunakan dalam
kurikulum dan pendidikan karakter harus sesuai dengan
karakteristik siswa dan konten yang diajarkan. Metode tersebut
Rahayu | 72
PENDIDIKAN KARAKTER
harus melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran,
sehingga mereka dapat menginternalisasi nilai-nilai moral dan etika
dengan lebih efektif.
4. Evaluasi: Evaluasi kurikulum dan pendidikan karakter harus
mengukur sejauh mana siswa telah memahami dan menginternalisasi
nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan.
5. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui berbagai metode, seperti tes,
tugas, dan pengamatan langsung oleh guru.
6. Pelaksanaan: Pelaksanaan kurikulum dan pendidikan karakter harus
dilakukan secara konsisten dan terus menerus untuk memastikan
bahwa nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan menjadi bagian dari
kepribadian siswa dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari
mereka.
Dengan memperhatikan hal-hal esensial tersebut, kurikulum dan
pendidikan karakter dapat memberikan kontribusi yang signifikan
dalam membentuk karakter siswa yang positif dan bermanfaat bagi
masyarakat.
Optimalisasi Perkembangan Kurikulum
Berikut ini adalah beberapa tips yang dapat membantu
memaksimalkan perkembangan kurikulum sehingga sejalan dengan
pendidikan karakter:
1. Menyesuaikan Kurikulum dengan Nilai-Nilai Karakter: Kurikulum
harus dirancang dengan memperhitungkan nilai-nilai karakter yang
ingin diembankan kepada siswa. Pembelajaran harus diarahkan
untuk memperkuat dan mengembangkan karakter positif siswa,
seperti integritas, kerja keras, kejujuran, dan tanggung jawab.
2. Integrasi Pendekatan Pembelajaran Berbasis Karakter: Dalam
mengembangkan kurikulum, pendekatan pembelajaran berbasis
karakter harus diintegrasikan ke dalam setiap aspek pembelajaran.
Pendekatan ini akan membantu siswa mengembangkan karakter
positif melalui kegiatan yang melibatkan pengalaman langsung,
refleksi, diskusi, dan keterlibatan sosial.
3. Melibatkan Keluarga dan Masyarakat: Keluarga dan masyarakat perlu
dilibatkan dalam proses pengembangan kurikulum dan pendidikan
karakter. Dengan melibatkan keluarga dan masyarakat, maka
pendidikan karakter dapat diperkuat dan diintegrasikan secara
konsisten dalam kehidupan sehari-hari siswa.
4. Melatih Guru dalam Mengembangkan Karakter Siswa: Guru dapat
dilatih untuk mengembangkan karakter siswa melalui pendekatan
yang tepat, seperti menggunakan contoh-contoh nyata, merancang
Rahayu | 73
PENDIDIKAN KARAKTER
kegiatan praktis, dan mengaplikasikan nilai-nilai karakter dalam
kegiatan sehari-hari di kelas.
5. Evaluasi Pembelajaran Karakter: Evaluasi pembelajaran karakter
harus dilakukan secara teratur dan dikaitkan dengan pencapaian
kurikulum. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan memperhatikan
perilaku siswa dalam kelas, ujian karateristik, dan observasi dari
pengajar dan orang tua.
Dengan menerapkan tips di atas, pengembangan kurikulum dapat
menjadi lebih efektif dan sesuai dengan pendidikan karakter. Selain
itu, hal ini akan membantu siswa mengembangkan karakter yang
positif dan lebih siap untuk menghadapi tantangan masa depan.
Tantangan Perkembangan Kurikulum Pendidikan Karakter
Tantangan terberat dalam menerapkan pendidikan karakter pada
kurikulum adalah sebagai berikut:
1. Implementasi yang Konsisten: Implementasi pendidikan karakter
pada kurikulum membutuhkan konsistensi dan ketekunan untuk
memastikan bahwa nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan menjadi
bagian dari kepribadian siswa dan terintegrasi dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Irawan (2014) menyebutkan bahwa "pendidikan
karakter harus dilakukan secara terintegrasi dan menyeluruh agar
dapat membentuk karakter yang kokoh dan berkelanjutan."
2. Pengukuran dan Evaluasi yang Tepat: Pengukuran dan evaluasi
pendidikan karakter pada kurikulum memerlukan penggunaan
metode yang tepat dan terukur. Evaluasi ini dapat menjadi dasar
untuk melakukan perbaikan dan pengembangan kurikulum dan
pendidikan karakter ke depan.
3. Pelibatan Orang Tua: Orang tua berperan penting dalam memperkuat
pembentukan karakter positif siswa. Namun, tantangan terkait
keberhasilan dalam memasukkan orang tua dalam proses
pembentukan karakter adalah waktu, jarak dan kesibukan. Orang tua
juga perlu dilibatkan dalam proses evaluasi dan perbaikan
pendidikan karakter. Arikunto dan Supardi (2015) menyatakan
bahwa "pendidikan karakter merupakan pendidikan yang bertujuan
untuk membentuk karakter seseorang agar menjadi lebih baik dan
bermoral."
4. Keberadaan Guru dan Tenaga Pendidik yang Mumpuni: Guru dan
tenaga pendidik yang mumpuni adalah kunci keberhasilan dalam
menerapkan pendidikan karakter pada kurikulum. Guru perlu
memahami nilai-nilai karakter yang diajarkan dan mampu
menyampaikannya dengan baik, serta dapat merancang
Rahayu | 74
PENDIDIKAN KARAKTER
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Sukmadinata,
Syaodih, dan Zakaria (2015) menyatakan bahwa "pendidikan
karakter harus mengikuti perkembangan zaman dan tantangan yang
ada, termasuk tantangan dari perkembangan teknologi."
5. Perbedaan Budaya dan Konteks: Perbedaan budaya dan konteks
dapat menjadi tantangan dalam menerapkan pendidikan karakter
pada kurikulum. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuaian
terhadap nilai-nilai yang diajarkan agar sesuai dengan nilai dan
budaya yang ada di masyarakat setempat.
Dalam mengatasi tantangan di atas, diperlukan komitmen dan
kolaborasi yang kuat dari berbagai pihak terkait, seperti guru, orang tua
siswa, ahli pendidikan, dan stakeholder lainnya. Dengan adanya
dukungan dan sinergi dari semua pihak, maka penerapan pendidikan
karakter pada kurikulum dapat dilakukan secara efektif dan
berkelanjutan.
Beberapa point penting yang wajib dijelaskan dalam perkembangan
kurikulum dan pendidikan karakter antara lain:
1. Tujuan dan Landasan Filosofis
Tujuan dan landasan filosofis yang konsisten dan jelas menjadi
kunci penting dalam pengembangan kurikulum dan pendidikan
karakter. Tujuan pendidikan karakter harus mencakup aspek
akademik, sosial, emosional, dan moral siswa, yang meliputi
pengembangan karakter positif, kemampuan akademik,
keterampilan, dan kompetensi yang relevan dengan kebutuhan masa
depan siswa. Landasan filosofis yang jelas juga diperlukan untuk
mengarahkan pengembangan materi pembelajaran yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pendidikan karakter yang diinginkan, seperti
menghargai perbedaan, memahami keanekaragaman budaya, dan
mempromosikan toleransi. Dengan memiliki tujuan dan landasan
filosofis yang konsisten dan jelas, kurikulum dan pendidikan karakter
dapat berkualitas dan mempromosikan penghormatan terhadap
perbedaan dan keanekaragaman budaya (Rahman, A.2019).
2. Kompetensi dan Keterampilan
Kurikulum dan pendidikan karakter perlu menekankan pada
pengembangan kompetensi dan keterampilan yang relevan dengan
kebutuhan masa depan siswa, seperti berpikir kritis, kreatif, dan
inovatif, serta beradaptasi dengan perubahan dan tantangan
lingkungan. Salah satu cara untuk mencapai ini adalah dengan
mengembangkan kurikulum yang terintegrasi, yang memungkinkan
siswa untuk belajar dari berbagai bidang studi dan materi
pembelajaran yang saling terkait, sehingga mereka dapat
Rahayu | 75
PENDIDIKAN KARAKTER
mengembangkan pemahaman yang holistik dan terpadu. Dengan
pendekatan terintegrasi dalam kurikulum dan pendidikan karakter,
siswa dapat memahami bagaimana nilai-nilai yang diajarkan dapat
diterapkan dalam berbagai situasi, dan belajar menerapkannya dalam
kehidupan nyata. Contohnya adalah dengan mengintegrasikan
pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran seperti matematika,
bahasa Inggris, atau sains, sehingga siswa dapat memahami nilai-nilai
seperti kerjasama dan keterbukaan dalam memecahkan masalah.
Dengan pengembangan kurikulum yang terintegrasi, siswa dapat
belajar tentang karakter positif dan nilai-nilai melalui berbagai mata
pelajaran dan kegiatan, dan menerapkan konsep dan nilai-nilai
tersebut secara holistik dan terpadu dalam kehidupan mereka
(Friedman, A. J. 2017)
3. Pengembangan Karakter
Pembelajaran dalam kurikulum dan pendidikan karakter harus
menekankan pada pengembangan karakter positif siswa, seperti
kejujuran, integritas, tanggung jawab, empati, dan kepedulian sosial,
yang dilakukan secara holistik dan terintegrasi dalam semua aspek
pembelajaran, serta melibatkan semua stakeholder, termasuk guru,
orang tua, dan masyarakat. Metode pembelajaran yang efektif dan
relevan sangat penting dalam pendidikan karakter karena dapat
membantu siswa memahami dan menerapkan nilai-nilai dan karakter
positif secara nyata dan bermakna. Beberapa metode pembelajaran
yang dapat digunakan dalam pendidikan karakter meliputi
pembelajaran kolaboratif, berbasis proyek, melalui permainan,
berbasis pengalaman, dan melalui refleksi. Dengan menggunakan
metode pembelajaran yang tepat, siswa dapat memahami dan
mengembangkan karakter positif secara efektif, dan menciptakan
lingkungan pembelajaran yang sehat dan positif (Kusuma, Y. S., &
Pertiwi, D. A. 2017).
4. Relevansi dan Kontekstualisasi
Kurikulum dan pendidikan karakter harus relevan dengan
konteks dan kebutuhan siswa dan masyarakat setempat. Kolaborasi
dan partisipasi komunitas menjadi poin penting dalam
pengembangan kurikulum dan program pendidikan karakter yang
efektif. Melibatkan komunitas dalam pengembangan kurikulum dan
program pendidikan karakter dapat membantu menciptakan
lingkungan pendidikan yang lebih holistik dan memastikan bahwa
program yang dikembangkan mencerminkan nilai-nilai, kebutuhan,
dan aspirasi masyarakat. Selain itu, melibatkan komunitas dapat
membantu mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam
Rahayu | 76
PENDIDIKAN KARAKTER
kehidupan sehari-hari siswa dan memastikan bahwa nilai-nilai dan
karakter positif yang diajarkan di sekolah diaplikasikan dengan baik
di masyarakat. Hal ini didukung oleh Sudjana dan Rivai (2011) yang
menyatakan bahwa pendidikan karakter harus disesuaikan dengan
kondisi masyarakat setempat dan memperhatikan partisipasi orang
tua dalam mengembangkan karakter positif pada anak-anak mereka.
5. Evaluasi dan Pengembangan Berkelanjutan
Evaluasi dan pengembangan berkelanjutan dalam kurikulum dan
pendidikan karakter harus dilakukan secara berkala untuk
memastikan tujuan dan kompetensi tercapai. Poin penting dalam
pengembangan kurikulum dan pendidikan karakter adalah
pengukuran dan evaluasi yang efektif. Pengukuran dan evaluasi yang
efektif memastikan siswa mencapai tujuan pembelajaran dan
mengembangkan karakter positif. Evaluasi mencakup pengukuran
nilai, sikap, keterampilan sosial dan emosional, serta kemampuan
siswa dalam menerapkan nilai-nilai dan karakter positif dalam
kehidupan sehari-hari. Ada beberapa metode evaluasi dan
pengukuran yang dapat digunakan, seperti tes, kuis, observasi,
wawancara, dan portofolio siswa. Pengukuran dan evaluasi harus
memberikan umpan balik konstruktif dan dukungan untuk
pengembangan karakter siswa. Hal ini didukung oleh Yuliati dan
Darsono (2018) yang menyatakan bahwa evaluasi kurikulum dan
pendidikan karakter menjadi penting untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dan pengembangan karakter siswa.
Dampak Positif Pengembangan Kurikulum Pendidikan Karakter
Perkembangan kurikulum pendidikan karakter memiliki dampak
yang sangat positif terhadap pembentukan karakter dan kepribadian
siswa. Beberapa dampak positif yang bisa dihasilkan dari
pengembangan kurikulum dan program pendidikan karakter antara
lain:
1. Meningkatkan kemampuan interpersonal dan sosial: Dengan fokus
pada pengembangan nilai-nilai karakter positif, seperti kejujuran,
toleransi, kerjasama, dan empati, siswa dapat belajar bagaimana
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain secara lebih
efektif. Hal ini dapat membantu meningkatkan kemampuan
interpersonal dan sosial siswa, dan mempersiapkan mereka untuk
menjadi anggota masyarakat yang baik. Sejalan dengan apa yang
dikatakan oleh Badrun (2018), penerapan pendidikan karakter dalam
pembelajaran dapat membantu siswa mengembangkan nilai-nilai
positif seperti kejujuran, kerja sama, dan kedisiplinan. Hidayat (2016)
Rahayu | 77
PENDIDIKAN KARAKTER
menekankan bahwa implementasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran di sekolah dapat membantu siswa mengembangkan
sikap positif seperti toleransi, empati, dan bertanggung jawab.
2. Meningkatkan keterampilan akademik: Program pendidikan karakter
juga dapat membantu meningkatkan keterampilan akademik siswa.
Dengan fokus pada pembentukan karakter, siswa juga belajar
bagaimana mengatur waktu, memprioritaskan tugas, dan fokus pada
tujuan jangka panjang. Ini dapat membantu meningkatkan kinerja
akademik mereka dan membantu mereka mencapai potensi mereka
secara maksimal.
3. Meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik: Program pendidikan
karakter yang sukses juga dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan mental dan fisik siswa. Dengan belajar nilai-nilai
karakter positif seperti rasa percaya diri, keberanian, dan ketekunan,
siswa dapat mengembangkan rasa percaya diri dan optimisme yang
dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan. Selain itu,
pendidikan karakter juga dapat membantu meningkatkan kesehatan
fisik siswa dengan mengajarkan nilai-nilai seperti pola hidup sehat
dan bertanggung jawab.
4. Meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua: Program
pendidikan karakter yang melibatkan orang tua, guru, dan siswa
dalam pengembangannya dapat membantu meningkatkan hubungan
antara mereka. Hal ini dapat membantu meningkatkan dukungan
sosial dan mengurangi konflik di antara mereka, dan memperkuat
komunitas pendidikan secara keseluruhan.
5. Meningkatkan kesadaran sosial dan keterlibatan dalam masyarakat:
Program pendidikan karakter juga dapat membantu meningkatkan
kesadaran sosial siswa dan menginspirasi mereka untuk terlibat
dalam masyarakat secara lebih aktif. Dengan mengajarkan nilai-nilai
seperti tanggung jawab sosial, penghargaan terhadap keberagaman,
dan kepedulian terhadap lingkungan, siswa dapat belajar bagaimana
memberikan kontribusi positif pada masyarakat dan mempengaruhi
perubahan yang positif.
Dalam pengembangan kurikulum pendidikan karakter, penting untuk
memperhatikan konteks dan kebutuhan siswa di sekolah. Setiap sekolah
memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda, sehingga
pengembangan kurikulum pendidikan karakter harus disesuaikan
dengan kebutuhan dan situasi di sekolah tersebut (Sari, D. P., &
Nurtama, B. 2020).
Rahayu | 78
PENDIDIKAN KARAKTER
Daftar Pustaka
Arikunto, S., & Supardi. (2015). Pendidikan karakter: Konsep dan
implementasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Badrun, A. (2018). Penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Scholastic, 1(2), 99-109.
Friedman, A. J. (2017). Developing Character in Schools: A Guide for
Educators. New York: Teachers College Press.
Hidayat, R. (2016). Implementasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran di sekolah. Jurnal Pendidikan Karakter, 6(2), 123-
133.
Irawan, A. S. (2014). Pendidikan karakter: Konsep, model, dan
implementasi dalam pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Kemendikbud. (n.d.). Konsep dan Pedoman PPK. Repositori Kemdikbud.
Diakses pada 26 April 2021, dari
https://repositori.kemdikbud.go.id/10075/1/Konsep_dan_Pedom
an_PPK.pdf
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Konsep dan
pedoman pendidikan karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Kusuma, Y. S., & Pertiwi, D. A. (2017). The Effectiveness of Character
Education Through Project-Based Learning. Journal of Educational
Science and Technology (EST), 3(1), 1-5.
https://doi.org/10.26858/est.v3i1.2619
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan
Karakter. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
https://simpuh.kemdikbud.go.id/simpul/p/6w2R6UgQ
Rahman, A. (2019). The Importance of Philosophy of Education for
Educators. Scientific Journal of Education, Sports, and Health
(SJESH), 5(1), 1-8. https://doi.org/10.29332/sjesh.v5n1.530
Rahmat, A. (2019). Pendidikan Karakter dalam Penyelenggaraan
Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pendidikan Karakter, 9(1), 1-9.
https://doi.org/10.21831/jpk.v9i1.20730
Sari, D. P., & Nurtama, B. (2020). Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Karakter: Perspektif Guru Sekolah Dasar di Kota Batam. Jurnal
Pendidikan Karakter, 10(1), 9-18.
https://doi.org/10.21831/jpk.v10i1.27785
Silaen, M. S., & Sibarani, R. J. (2019). Penerapan Kurikulum Pendidikan
Karakter dalam Pembelajaran di Sekolah. Jurnal Pendidikan
Karakter, 9(2), 69-77. https://doi.org/10.21831/jpk.v9i2.25043
Rahayu | 79
PENDIDIKAN KARAKTER
Sukmadinata, N., Syaodih, N., & Zakaria, E. (2015). Kurikulum 2013:
Konsep, implementasi, dan evaluasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Supriyanto, A., & Muhaimin. (2018). Pengembangan Pendidikan
Karakter dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Dasar, 8(1), 1-12. https://doi.org/10.21009/1.08101
Rahayu | 80
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
RAHAYU,S.Pd.,M.Pd.
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
Universitas Sawerigading Makassar
Penulis lahir pada tanggal 28 April 1991 di Kendari dan saat ini
merupakan dosen tetap di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Sastra Universitas Sawerigading. Penulis telah menyelesaikan
pendidikan S1 dan S2 di jurusan pendidikan bahasa Inggris di
Universitas Negeri Makassar. Penulis memiliki banyak pengalaman,
antara lain menjadi Editor In Chief di jurnal Pendidikan Bahasa Inggris
di Universitas Sawerigading dan menulis beberapa jurnal nasional dan
internasional di bidang pendidikan, termasuk English Language
Teaching and Literature Studies.
Saat ini, penulis menempuh studi di Program Doktor Pendidikan
Bahasa Inggris di Universitas Negeri Makassar dan juga menjadi
fasilitator di sekolah penggerak serta dosen di Universitas Terbuka.
Pengalaman mengajarnya sangat beragam, mulai dari guru Taman
Kanak-Kanak hingga guru bahasa Inggris di SMK Kejuruan, dan saat ini
penulis menjadi ketua yayasan pendidikan di kota kelahirannya, Kota
Makassar. Seperti yang pernah diucapkan oleh penulis, "menjadi luar
biasa adalah pilihan, tetapi menjadi biasa juga pilihan; saya memilih
untuk menjadi lebih dari itu."
Sulaiman Jazuli | 81
PENDIDIKAN KARAKTER
STRATEGI DAN METODE PENDIDIKAN KARAKTER
Sulaiman Jazuli
STAI Darul Ulum Kandangan
jazuli698@gmail.com
Pendahuluan
Dewasa ini, pendidikan karakter merupakan salah satu hal yang
menjadi perhatian khusus. Hal tersebut berangkat dari ketidaksesuaian
antara output yang dihasilkan dengan tujuan dasar dari pendidikan.
Sebagaimana kita ketahui bersama, tujuan dasar pendidikan adalah
diantaranya adalah untuk memanusiakan manusia atau menjadikan
seseorang menjadi manusia seutuhnya.
Pada kenyataannya, sebagaimana terlihat pada berita-berita baik dari
media televisi atau media sosial, sering didapati para peserta didik
melakukan tindakan bullying, melakukan kekerasan dan bahkan sampai
ada yang menjadi pengedar narkoba. Kenyataan tersebut menjadi dasar
pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik.
Dalam mendidik karakter, harus terdapat 3 aspek yaitu moral
knowing, moral feeling, dan moral action. Ketiga aspek tersebut saling
terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pemisahan ketiga
aspek tersebut dapat mengakibatkan ketidakberhasilan program
pendidikan karakter yang dijalankan. Jadi, bisa dikatakan bahwa
ketiadaan integrasi tiga aspek tersebut menjadi sebab utama tidak
berhasilnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter hanya sebatas
moral knowing atau hanya sebatas mengetahui tentang karakter saja,
peserta didik tidak diarahkan agar mereka merasakan dan
mengaplikasikan pengetahuan yang didapatnya. Maka karakter yang
diajarkan hanya sebatas pengetahuan saja, tanpa bisa dirasakan dan
diaplikasikan oleh peserta didik.
Dalam mendidik ketiga aspek tersebut sudah pasti sangat diperlukan
strategi dan metode. Hal tersebut diperlukan agar penanaman karakter
dapat berhasil sebagaimana yang diharapkan. Strategi dan metode
memegang peranan yang sangat penting dalam mendidik karakter
seseorang. Hal tersebut tidak berlebihan, karena baik strategi ataupun
metode bisa menjadi jembatan penghubung agar suatu tujuan dapat
dicapai sebagaimana yang diharapkan.
Sulaiman Jazuli | 82
PENDIDIKAN KARAKTER
Strategi Pendidikan Karakter
Strategi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang terjadi antara
pendidik dan peserta didik agar segala tujuan yang telah direncanakan
dan ingin dicapai dapat terwujud seperti yang telah diharapkan
sebelumnya. Namun, dalam memnetukan strategi, seorang pendidik
tidak dibenarkan mengambil langkah sembarangan. Langkah atau
tindakan yang dilakukan harus dipikirkan dengan matang dengan
mempertimbangkan dampak baik (positif) mapun dampak buruknya
(negatif). (Nata, 2014)
Dalam menerapkan strategi pendidikan karakter, terdapat 2 (dua)
cara yang dapat dilakukan oleh pendidik. 2 (dua) cara tersebut antara
lain adalah strategi yang terintegrasi dengan kegiatan keseharian dan
strategi yang terintegrasi dengan kegiatan yang telah diprogramkan
oleh sekolah. (Yasin, 2017)
1. Strategi Terintegrasi dalam Keseharian
a. Keteladanan
Memberikan teladan bukan hanya tanggung jawab guru tertentu
saja, akan tetapi merupakan tanggung jawab Bersama. Pemberian
teladan dalam lingkup sekolah atau madrasah bisa dilakukan oleh
semua stakeholder atau pihak-pihak yang terdapat pada suatu
lembaga pendidikan tersebut.
b. Kegiatan Spontan
Kegiatan ini dilakukan tepat pada saat suatu kejadian terjadi.
Contohnya, apabila seorang pendidik mendapati peserta didiknya
melanggar aturan seperti membuang sampah sembarangan,
pendidik langsung memberikan teguran kepada pelanggar aturan
tersebut. hal ini dilakukan agar penegakan aturan di sekolah dapat
berjalan dengan seharusnya. Dan juga, kegiatan spontan tersebut
diberlakukan agar peserta didik tidak menganggap bahwa sebuah
sanksi bukan hanya sebuah bualan atau omong kosong belaka.
c. Teguran
Teguran diperlukan apabila peserta didik tidak melakukan hal
yang baik. Hal ini dilakukan agar peserta didik sadar bahwa hal
yang dilakukannya merupakan kesalahan atau sebuah pelanggaran
aturan.
d. Pengkondisian Lingkungan
Mengkondisikan lingkungan sekolah merupakan sesuatu yang
tidak bisa diremehkan dan dipandang sebelah mata.
Pengkondisian ini dapat mendukung keberhasilan pendidikan
karakter yang ingin ditanamkan kepada peserta didik. Contoh
pengkondisian lingkungan ini bisa dengan menyediakan tempat
Sulaiman Jazuli | 83
PENDIDIKAN KARAKTER
sampah, penegakan aturan melalui tata tertib, atau bisa juga
melalui stiker-stiker yang berhubungan dengan pendidikan
karakter di tempat-tempat strategis.
e. Kegiatan Rutin
Rutinitas kegiatan yang bisa dilakukan dalam mendidik karakter
peserta didik diantaranya adalah dengan kegiatan Jum’at takwa,
kegiatan shalat Dhuha, jadwal piket kebersihan, berdo’a sebelum
dan sesudah belajar dan lain-lain.
2. Strategi Terintegrasi dengan Program Sekolah
Strategi ini dapat terlaksana apabila sebelumnya seorang
pendidik telah membuat perencanaan yang di dalamnya terdapat
suatu kegiatan yang terintegrasi dengan nilai-nilai yang akan
ditanamkan.(Yasin, 2017) Sebagai contoh, ketika pendidik ingin
mendidik karakter tanggung jawab, maka dapat dilakukan dengan
cara memberikan tugas kepada peserta didik seperti mengibarkan
bendera pada hari senin, penjadwalan piket kebersihan di kelas dan
lain sebagainya.
Metode Pendidikan Karakter
Metode dapat dikatakan sebagai salah satu jembatan penghubung
dalam mencapai suatu tujuan. (Yunarti, 2017) Saking pentingnya suatu
metode dalam pendidikan, Mahmud Yunus sebagaimana dikutip oleh
Abuddin Nata mengatakan bahwa metode lebih baik daripada materi.
(Nata, 2014) artinya, sebagus dan sepenting apapun materi yang
diajarkan, materi tersebut tidak akan tersampaikan dengan baik tanpa
suatu metode.
Jadi, metode merupakan suatu cara atau langkah yang diambil oleh
seorang pendidik dalam menyampaikan suatu pesan atau materi-materi
tertentu yang disusun sesuai alur-alurnya serta sudah direncanakan
sebelumnya. Sehingga perbedaan metode yang digunakan oleh
seseorang dapat mempengaruhi output Lembaga pendidikan. (Nata,
2014)
Dalam pendidikan karakter, terdapat tiga aspek yang harus dilibatkan
dan saling bersinergi satu sama lain. Dalam mendidik karakter, ketiga
aspek itu harus ditanamkan dan dikembangakan. Ketika satu aspek saja
yang tidak ditanamkan, maka akan mempengaruhi keberhasilan
program pendidikan karakter. Tiga aspek tersebut adalah aspek kognitif
atau pengetahuan, aspek perasaan, dan aspek tindakan.
Dalam Ngatiman dan Rustam Ibrahim, metode pendidikan karakter
dibagi ke dalam beberapa aspek. Masing-masing aspek terdapat metode
yang digunakan dalam membentuk karakter. Pertama, aspek kognitif
Sulaiman Jazuli | 84
PENDIDIKAN KARAKTER
meliputi metode nasihat, metode cerita, metode ceramah, dan metode
dialog. Kedua, aspek perasaan meliputi metode amtsal, dan metode
targhib dan tarhib. Ketiga, aspek tindakan meliputi metode pembiasaan,
dan metode keteladanan. (Ngatiman & Ibrahim, 2018)
1. Metode Membentuk Karakter Aspek Kognitif
a. Metode Nasihat
Metode nasihat bertujuan agar lawan bicara tergerak hatinya
dalam berbuat sesuatu sesuai arahan. Arahan tersebut baik berupa
pemberian motivasi melakukan sesutu yang baik agar lawan bicara
tergerak hatinya, ataupun memberikan peringatan terhadap
sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan oleh lawan bicara.
Dikatakan bahwa pemberi nasihat sebenarnya adalah orang yang
berusaha memurnikan seseorang dari kepalsuan. (Nasution, 2020)
Jadi, pada dasarnya orang yang memberikan nasihat merupakan
orang yang menghendaki lawan bicaranya kembali kepada fitrah
yang sebenarnya dimiliki oleh semua orang, yaitu condong kepada
kebaikan.
b. Metode Cerita
Metode ini digunakan agar peserta didik dapat memperhatikan
dan juga dapat mengambil pelajaran serta hikmah-hikmah yang
terjadi pada cerita-cerita masa lampau atau kejadian yang telah
terjadi. (Sani & Kadri, 2016) Menurut Okina Fitriani, bercerita
dapat mendatangkan berbagai macam manfaat yang di dalamnya
bisa diselipkan berbagai hikmah yang bisa diambil. Bukan hanya
hikmah akan tetapi bisa juga diselipkan pujian bahkan teguran di
dalamnya. (Fitriani, 2017)
Menurut Muhammad Syafii Antonio, metode ini merupakan
metode yang sangat baik diterapkan dalam pendidikan. Metode ini
mampu menjadi penarik perhatian peserta didik dan membuat
mereka mampu mengingat kembali kejadian-kejadian yang
terdapat dalam cerita. Metode ini bertujuan agar peserta didik
mampu mengambil hikmah, pelajaran ataupun nasihat yang
terdapat di dalamnya.(Muhammad Syafii Antonio, 2015)
Namun, cerita-cerita yang dipilih harus mengandung nilai-nilai
kebaikan dan dapat diteladani oleh peserta didik. Cerita yang
dapat direkomendasikan dapat berupa cerita tentang tokoh yang
dapat diteladani bukan cerita kancil dan buaya yang
menggambarkan bahwa menipu adalah sebuah prestasi. Jadi,
cerita yang akan diceritakan kepada peserta didik haruslah baik
dan sesuai dengan tingkatan umurnya. Sebagai contoh, kisah
Sulaiman Jazuli | 85
PENDIDIKAN KARAKTER
peperangan harus ditunda sampai peserta didik menjelang balig.
(Fitriani, 2017)
Contoh cerita-cerita yang dapat diambil hikmahnya terutama
untuk mendidik karakter peserta didik seperti sejarah perjuangan
para pahlawan dalam melawan penjajah. Di dalamnya, peserta
didik dapat mengambil contoh karakter-karakter para pahlawan
seperti rela berkorban, ikhlas, cinta tanah air, peduli sosial dan
tanggung jawab dan lain sebagainya. Bukan semacam cerita kancil
dan buaya yang seakan menipu merupakan sebuah prestasi.
c. Metode Ceramah
Metode ini dilakukan dengan cara menjelaskan atau
menuturkan materi yang ingin disampaikan secara lisan dan
langsung di depan peserta didik. Syarat keberhasilan metode ini
adalah peserta didik harus memperhatikan penjelasan dari
pendidik dengan sungguh-sungguh. Selain itu, materi yang
disampaikan haruslah beraturan dan juga tergantung motivasi
yang dimiliki oleh peserta didik. (Nata, 2014)
Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak
digunakan. Dalam mendidik karakter peserta didik, metode ini
digunakan untuk memberikan pengetahuan tentang karakter
mana yang harusnya diaplikasikan dan karakter seperti apa yang
harusnya ditinggalkan dan dijauhi.
d. Metode Dialog
Metode ini disajikan dengan menanyakan pertanyaan-
pertanyaan kepada peserta didik. Peserta didik harus merespon
dan menjawab pertanyaan yang diajukan tersebut. (Nata, 2014)
Menurut Muhammad Syafii Antonio, metode ini sangat baik
digunakan terutama dengan tujuan menarik perhatian peserta
didik. Selain bertujuan menarik perhatian peserta didik, metode ini
dapat bertujuan untuk mengingatkan dan agar peserta didik dapat
memahami sesuatu yang disampaikan oleh pendidik. (Muhammad
Syafii Antonio, 2015)
2. Metode Membentuk Karakter Aspek Perasaan
a. Metode Amtsal
Metode amtsal secara Bahasa dapat dimaknai sebagai metode
perumpamaan. Metode ini digunakan untuk membandingkan atau
mengibaratkan sesuatu yang tidak berwujud ke arah yang
berwujud sehingga seseuatu tersebut dapat dilihat, diraba dan
mudah dipahami oleh lawan bicara. (Ulfah et al., 2022)
Sulaiman Jazuli | 86
PENDIDIKAN KARAKTER
Metode ini hampir dikatakan mirip dengan metode cerita.
Seorang pendidik bisa memulai dengan menceritakan peristiwa-
peristiwa yang sudah dan pernah terjadi. Contoh metode tersebut
banyak terdapat dalam Al-Qur’an ataupun dalam hadits. Contoh
perumpamaan dalam hadis, Nabi mengumpamakan bahwa sifat
hasad atau dengki dapat menghilangkan kebaikan sebagaimana api
membakar kayu.
Sifat hasad atau dengki dapat menghilangkan kebaikan di atas
merupakan sesuatu yang masih abstrak. Sedangkan kalimat
sebagaimana api membakar kayu merupakan perumpamaan yang
sifatnya sudah konkrit, dapat dilihat, dan dapat dipahami dengan
mudah oleh lawan bicara.
b. Metode Targhib dan Tarhib
Metode targhib dan tarhib atau bisa juga disebut dengan
metode reward and punishment ini bisa diartikan metode yang
digunakan untuk memberi ganjaran dan hukuman. Metode
ganjaran digunakan agar peserta didik senang dan termotivasi
untuk berbuat sesuatu. Sehingga dengan ganjaran yang diberikan
tersebut, mereka akan berusaha semakin giat dalam memperbaiki
dan meningkatkan kepribadian ke arah yang lebih baik. Sedangkan
metode tarhib merupakan suatu ancaman hukuman yang akan
diberikan kepada peserta didik diakibatkan perbuatan buruk yang
dilakukannya. Akan tetapi, hukuman yang diberikan bertujuan
untuk mendidik. (Sudarto, 2019)
Metode ini bisa diterapkan ketika pendidik menginginkan agar
peserta didiknya selalu disiplin. Baik itu disiplin masuk kelas,
disiplin melakukan piket kebersihan, ataupun disiplin berpakaian.
Metode ganjaran ini berlaku bagi peserta didik yang memiliki
kedisiplinan yang tinggi. Ganjaran tidak sebatas pemberian uang,
tapi bisa dengan pujian. Sedangkan hukuman berlaku bagi peserta
didik yang melanggar disiplin dan tidak taat aturan. Hukuman
yang diberlakukan bukanlah hukuman yang menyakitkan, tetapi
bisa bertahap dari teguran sampai pemberian sanksi yang sifatnya
mendidik.
3. Metode Membentuk Karakter Aspek Tindakan
a. Metode Pembiasaan
Inti dari metode ini adalah berdasarkan pengalaman karena
sesuatu yang dibiasakan merupakan hal yang diamalkan dan
dirutinkan dan selalu diulang-ulang. (Arif, n.d.) Contoh
penggunaan metode ini seperti ada dalam sebuah hadis yang
artinya perintahkanlah anak kalian untuk melaksanakan salat pada
Sulaiman Jazuli | 87
PENDIDIKAN KARAKTER
umur 7 (tujuh) tahun, dan pukullah mereka pada saat berumur
sepuluh tahun apabila mereka tidak mengerjakannya.
Memerintahkan anak untuk melaksanakan salat pada sejak
umur tujuh tahun hingga sepuluh tahun tersebut merupakan
metode pembiasaan. Orang tua memerintahkan secara terus
menerus untuk salat dari umur tujuh tahun sampai tujuh tahun
tersebut berarti kata perintah yang selalu diucapkan oleh orang
tua selama tiga tahun. Dari segi kuantitas dapat dihitung sebagi
berikut, 365 (hari) X 3 (tahun) X 5 (jumlah salat wajib dalam
sehari). Jadi, selama tiga tahun tersebut, kata perintah untuk
membiasakan anak sebanyak 5475 kali.
b. Metode Keteladanan
Metode ini dilakukan dengan cara pendidik memberikan contoh
perilaku yang konsisten dan dicontohkan secara rutin untuk
ditampilkan di hadapan peserta didik. Jadi, antara nasihat yang
diucapkan haruslah sejalan dengan perbuatan yang nampak dilihat
oleh peserta didik. Pada intinya, metode ini dilakukan dengan
menjadikan diri sebagai orang yang pertama mengamalkan atau
mengaplikasikan perbuatan tertentu. (Fitriani, 2017)
Dalam mendidik karakter, metode ini dianggap paling
berpengaruh terhadap peserta didik. Sebab peserta didik
merupakan peniru yang paling ulung. Sebagai pendidik, kita
dituntut memberikan keteladanan agar peserta didik dapat meniru
segala hal yang baik dari kita. Kita sudah tidak asing lagi dengan
ungkapan guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Ungkapan
tersebut seakan menunjukkan kepada kita bahwa karakter yang
ada pada peserta didik, sedikit banyaknya dipengaruhi oleh
sesuatu yang ditampilkan oleh pendidik.
Kunci Keberhasilan Pendidikan Karakter
Menurut Abdul Muth’im, keberhasilan pendidikan karakter
tergantung lima hal. Pertama, Pendidikan karakter bukan hanya
tanggung jawab guru semata, akan tetapi tanggung jawab ini juga
dibebankan kepada pihak-pihak terkait. Pihak-pihak terakait tersebut
diantaranya adalah para pendidik, orang tua, pejabat, pengusaha dan
lain-lain. Pada intinya, keberhasilan pendidikan karakter ditentukan
oleh adanya sinergitas antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Jadi,
baik buruknya karakter peserta didik bukan hanya karena berhasil
tidaknya didikan dari sekolah, tetapi juga terdapat pengaruh dari luar
sekolah.
Sulaiman Jazuli | 88
PENDIDIKAN KARAKTER
Kedua, nilai-nilai etika yang harus ditumbuhkan ada empat, yaitu
sensitivitas etis, penilaian etis, motivasi etis, dan Tindakan etis.
Sensitivitas etis berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
menimbang suatu perbuatan yang dilakukan. Dengan sensitivitas etis
ini, seseorang diharapkan mampu menimbang segala perbuatan beserta
dampak yang ditimbulkan. Penilaian etis diartikan sebagai kemampuan
seseorang dalam memilih yang terbaik di antara beberapa tindakan
yang akan dilakukan.
Ketiga, pendidikan karakter adalah sebuah pemenuhan tanggung
jawab. Peserta didik dididik dan dibina agar dapat memiliki tanggung
jawab atas segala sesuatu yang dilakukan untuk diri sendiri, keluarga,
komunitas, dan seluruh warga negara.
Keempat, pendidikan karakter untuk mendidik peduli sesama.
Karakter ini tidak kalah pentingnya dengan kepedulian terhadap diri
sendiri. Contohnya, Ketika seseorang mendapati orang lain dalam
keadaan lapar, maka seseorang tersebut akan berbuat semampunya
dalam mengusahakan agar kebutuhan perut orang lain dapat terpenuhi.
Kelima, pendidikan karakter memerlukan keteladanan. Dalam
mendidik karakter seseorang, diperlukan adanya keteladanan.
Keteladanan ini bahkan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya
program pendidikan karakter.(Abdul Muth’im, 2022) Kenapa
keteladanan ini pengaruhnya sangat besar terhadap keberhasilan
Pendidikan karakter? Jawabannya adalah karena kebiasaan peserta
didik itu meniru segala hal dari orang dewasa. Ketika yang ditampakkan
merupakan karakter baik atau sebaliknya, maka yang ditiru oleh peseta
didik adalah karakter baik atau sebaliknya tersebut.
Simpulan
Dalam mendidik karakter seseorang, harus melibatkan 3 aspek yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut harus saling
terhubung agar program pendidikan karakter yang ditanamkan dapat
berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka diperlukan strategi dan metode dalam mendidik
karakter.
Terdapat 2 (dua) strategi yang dapat dilakukan oleh pendidik.
strategi tersebut adalah strategi yang terintegrasi dengan kegiatan
keseharian dan strategi yang terintegrasi dengan kegiatan yang telah
diprogramkan oleh sekolah. Sedangkan metode yang dapat
diaplikasikan dalam mendidik karakter yang terbagi ke dalam 3 aspek
adalah pertama, aspek kognitif meliputi metode nasihat, metode cerita,
metode ceramah, dan metode dialog. Kedua, aspek afektif meliputi
Sulaiman Jazuli | 89
PENDIDIKAN KARAKTER
metode amtsal, dan metode targhib dan tarhib. Ketiga, aspek
psikomotorik meliputi metode pembiasaan, dan metode keteladanan.
Daftar Pustaka
Abdul Muth’im. (2022). Revitalisasi Pendidikan Karakter. 15 November.
https://banjarmasin.tribunnews.com/2022/11/15/revitalisasi-
pendidikan-karakter
Arif, S. (n.d.). Pendidikan Karakter Sebuah Solusi Perbaikan Akhlak Anak.
Http://Tanjabtimur.Kemenag.Go.Id/Opini/34/Pendidikan-
Karakter-Sebuah-Solusi-Perbaikan-Akhlak-Anak.Html.
Fitriani, O. (2017). The Secret of Enlightening Parenting. Serambi Ilmu
Semesta.
Muhammad Syafii Antonio. (2015). Muhammad Saw The Super Leader
Super Manager (Mhd. A. Nuruddin, Ed.). ProLM Centre & Tazkia
Publishing.
Nasution, M. H. (2020). Metode Nasehat Perspektif Pendidikan Islam. Al-
Muaddib: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keislaman, 5(1), 53–64.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31604/muaddib.v5i1.53-64
Nata, A. (2014). Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Kencana.
Ngatiman, N., & Ibrahim, R. (2018). Pendidikan Karakter dalam
Perspektif Pendidikan Islam. Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah Studi
Islam, 18(2), 213–228.
Sani, R. A., & Kadri, M. (2016). Pendidikan Karakter: Mengembangkan
Karakter Anak yang Islami. Bumi Aksara.
Sudarto, S. (2019). Implementasi Metode Targhib dan Tarhib dalam
Pembelajaran Akidah Akhlak Peserta Didik MTs Hidayatus
Syubban Karangroto Genuk Semarang. Waspada (Jurnal Wawasan
Pengembangan Pendidikan), 2(2), 36–54.
Ulfah, M., Kausari, A., Cahyadi, A., & Anwar, C. (2022). Konsep Metode
Amtsal dan Implementasinya Dalam Pembelajaran. El-Buhuth:
Borneo Journal of Islamic Studies, 215–224.
https://doi.org/https://doi.org/10.21093/el-buhuth.v0i0.4513
Yasin, S. (2017). Strategi dan Metode pendidikan karakter. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Raushan Fikr, 6(1), 124–140.
Yunarti, Y. (2017). Pendidikan Ke Arah Pembentukan Karakter.
Tarbawiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 11(02), 262–278.
Eka Murdani | 90
PENDIDIKAN KARAKTER
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKER
Eka Murdani
Pendahuluan
Salah satu prinsip pembelajaran adalah proses pembelajaran
mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik
secara holistik. Salah satu prinsip asesmen adalah laporan kemajuan
belajar dan pencapaian peserta didik bersifat sederhana dan informatif,
memberikan informasi yang bermanfaat tentang karakter dan
kompetensi yang dicapai, serta strategi tindak lanjut.
Projek penguatan profil pelajar Pancasila merupakan kegiatan
kokurikuler berbasis projek yang dirancang untuk menguatkan upaya
pencapaian kompetensi dan karakter sesuai dengan profil pelajar
Pancasila yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan.
Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila dilakukan secara
fleksibel, dari segi muatan, kegiatan, dan waktu pelaksanaan.
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila di PAUD
Pada PAUD, projek penguatan profil pelajar Pancasila bertujuan
untuk pengayaan wawasan dan penanaman karakter sejak dini.
Penguatan profil pelajar Pancasila dilaksanakan dalam konteks
perayaan tradisi lokal, hari besar nasional, dan internasional. Kegiatan
ini dimaksudkan untuk menguatkan perwujudan enam karakter profil
pelajar Pancasila pada fase fondasi. Untuk pelaksanaan kegiatan di
PAUD, pemerintah menetapkan tema-tema utama yang dapat
dikerucutkan menjadi topik oleh satuan pendidikan sesuai dengan
konteks wilayah serta karakteristik peserta didik. Tema-tema utama
projek penguatan profil pelajar Pancasila yang dapat dipilih oleh satuan
PAUD adalah:
1. Aku Sayang Bumi. Tema ini bertujuan untuk mengenalkan peserta
didik pada isu lingkungan, eksplorasi dalam mencari solusi kreatif
yang dapat dilakukan oleh peserta didik, serta memupuk kepedulian
terhadap alam sebagai perwujudan rasa saying terhadap ciptaan
Tuhan YME.
2. Aku Cinta Indonesia. Tema ini bertujuan agar peserta didik mengenal
identitas dan karakteristik negara, keberagaman budaya dan ciri khas
lainnya tentang Indonesia sehingga mereka memahami identitas
dirinya sebagai anak Indonesia, serta bangga menjadi anak Indonesia.
Eka Murdani | 91
PENDIDIKAN KARAKTER
3. Bermain dan Bekerja sama/Kita Semua Bersaudara. Tema ini
bertujuan untuk mengajak peserta didik untuk mampu berinteraksi
dengan teman sebaya, menghargai perbedaan, mau berbagi, dan
mampu bekerja sama.
4. Imajinasiku/ Imajinasi dan Kreativitasku. Tema ini bertujuan untuk
mengajak peserta didik belajar mengenali dunianya melalui imajinasi,
eksplorasi, dan eksperimen. Pada tema Imajinasiku ini peserta didik
distimulasi dengan serangkaian kegiatan yang dapat membangkitkan
rasa ingin tahu, memperkaya pengalamannya dan menguatkan
kreativitasnya.
Tema P5 untuk Jenjang SD/SMP/SMA:
Pemerintah menetapkan tema-tema utama untuk dirumuskan
menjadi topik oleh satuan pendidikan sesuai dengan konteks wilayah
serta karakteristik peserta didik. Tema-tema utama projek penguatan
profil pelajar Pancasila yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan
sebagai berikut.
1. Gaya Hidup Berkelanjutan.
Peserta didik memahami dampak aktivitas manusia, baik jangka
pendek maupun panjang, terhadap kelangsungan kehidupan di dunia
maupun lingkungan sekitarnya. Peserta didik juga membangun
kesadaran untuk bersikap dan berperilaku ramah lingkungan,
mempelajari potensi krisis keberlanjutan yang terjadi di lingkungan
sekitarnya serta mengembangkan kesiapan untuk menghadapi dan
memitigasinya. Tema ini ditujukan untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SMK/MAK dan sederajat.
2. Kearifan Lokal.
Peserta didik membangun rasa ingin tahu dan kemampuan
inkuiri melalui eksplorasi budaya dan kearifan lokal masyarakat
sekitar atau daerah tersebut, serta perkembangannya. Peserta didik
mempelajari bagaimana dan mengapa masyarakat lokal/ daerah
berkembang seperti yang ada, konsep dan nilai-nilai dibalik kesenian
dan tradisi lokal, serta merefleksikan nilai-nilai apa yang dapat
diambil dan diterapkan dalam kehidupan mereka. Tema ini ditujukan
untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK dan sederajat.
3. Bhinneka Tunggal Ika.
Peserta didik mengenal dan mempromosikan budaya
perdamaian dan anti kekerasan, belajar membangun dialog penuh
Eka Murdani | 92
PENDIDIKAN KARAKTER
hormat tentang keberagaman serta nilai-nilai ajaran yang dianutnya.
Peserta didik juga mempelajari perspektif berbagai agama dan
kepercayaan, secara kritis dan reflektif menelaah berbagai stereotip
negatif dan dampaknya terhadap terjadinya konflik dan kekerasan.
Tema ini ditujukan untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK dan
sederajat.
4. Bangunlah Jiwa dan Raganya.
Peserta didik membangun kesadaran dan keterampilan
memelihara kesehatan fisik dan mental, baik untuk dirinya maupun
orang sekitarnya. Peserta didik melakukan penelitian dan
mendiskusikan masalah-masalah terkait kesejahteraan diri
(wellbeing), perundungan (bullying), serta berupaya mencari jalan
keluarnya. Mereka juga menelaah masalah-masalah yang berkaitan
dengan kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental, termasuk isu
narkoba, pornografi, dan kesehatan reproduksi. Tema ini ditujukan
untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK dan sederajat.
5. Suara Demokrasi.
Peserta didik menggunakan kemampuan berpikir sistem,
menjelaskan keterkaitan antara peran individu terhadap
kelangsungan demokrasi Pancasila. Melalui pembelajaran ini peserta
didik merefleksikan makna demokrasi dan memahami implementasi
demokrasi serta tantangannya dalam konteks yang berbeda,
termasuk dalam organisasi sekolah dan/atau dalam dunia kerja.
Tema ini ditujukan untuk jenjang SMP, SMA, SMK dan sederajat.
6. Rekayasa dan Teknologi.
Peserta didik melatih daya pikir kritis, kreatif, inovatif, sekaligus
kemampuan berempati untuk berekayasa membangun produk
berteknologi yang memudahkan kegiatan diri dan sekitarnya. Peserta
didik dapat membangun budaya smart society dengan menyelesaikan
persoalan-persoalan di masyarakat sekitarnya melalui inovasi dan
penerapan teknologi, mensinergikan aspek sosial dan aspek
teknologi. Tema ini ditujukan untuk jenjang SD, SMP, SMA, SMK dan
sederajat.
7. Kewirausahaan.
Peserta didik mengidentifikasi potensi ekonomi di tingkat lokal
dan masalah yang ada dalam pengembangan potensi tersebut, serta
kaitannya dengan aspek lingkungan, sosial dan kesejahteraan
masyarakat. Melalui kegiatan ini, kreativitas dan budaya
kewirausahaan akan ditumbuhkembangkan. Peserta didik juga
Eka Murdani | 93
PENDIDIKAN KARAKTER
membuka wawasan tentang peluang masa depan, peka akan
kebutuhan masyarakat, menjadi problem solver yang terampil, serta
siap untuk menjadi tenaga kerja profesional penuh integritas. Tema
ini ditujukan untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan
sederajat. Karena jenjang SMK/MAK sudah memiliki mata pelajaran
Projek Kreatif dan Kewirausahaan, maka tema ini tidak menjadi
pilihan untuk jenjang SMK.
8. Kebekerjaan.
Peserta didik menghubungkan berbagai pengetahuan yang telah
dipahami dengan pengalaman nyata di keseharian dan dunia kerja.
Peserta didik membangun pemahaman terhadap ketenagakerjaan,
peluang kerja, serta kesiapan kerja untuk meningkatkan kapabilitas
yang sesuai dengan keahliannya, mengacu pada kebutuhan dunia
kerja terkini. Dalam projeknya, peserta didik juga akan mengasah
kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan standar yang dibutuhkan
di dunia kerja. Tema ini ditujukan sebagai tema wajib khusus jenjang
SMK/MAK.
Dalam 1 (satu) tahun ajaran, projek penguatan profil pelajar
Pancasila dilakukan sekurang-kurangnya:
1. 2 (dua) projek dengan 2 (dua) tema berbeda di SD/MI,
2. 3 (tiga) projek dengan 3 (tiga) tema berbeda di SMP/MTs dan
SMA/MA kelas X,
3. 2 (dua) projek dengan 2 (dua) tema berbeda di kelas XI dan XII
SMA/MA,
4. 3 (tiga) projek dengan 2 (dua) tema pilihan dan 1 (satu) tema
Kebekerjaan di kelas X, 2 (dua) projek dengan 1 (satu) tema pilihan
dan 1 (satu) tema Kebekerjaan di kelas XI, dan 1 (satu) projek dengan
tema Kebekerjaan di kelas XII SMK/MAK. Kelas XIII pada SMK
program 4 (empat) tahun tidak mengambil projek penguatan profil
pelajar Pancasila. Untuk SMK/MAK, projek penguatan profil pelajar
Pancasila dapat dilaksanakan secara terpadu berkolaborasi dengan
mitra dunia kerja, atau dengan komunitas/organisasi serta
masyarakat.
Keunggulan Kurikulum Merdeka adalah lebih relevan dan interaktif.
Lebih relevan sesuai kebutuhan siswa dan kompetensi siswa
(berdiferensiasi) serta kemampuan sekolah. Interaktif karena
kurikulum dibangun dengan memerdekakan sekolah dan sekolah
melibatkan banyak pihak (siswa, orangtua, stakeholder, mitra, dan
Eka Murdani | 94
PENDIDIKAN KARAKTER
komunitas belajar) untuk membangun atau mengembangkan kurikulum
di satuan pendidikan. IKM lebih mengutamakan interaksi kolaborasi
dalam pelaksanaan pembelajarannya sehingga siswa akan lebih aktif,
akan lebih diperhatikan dan merdeka dengan adanya pembelajaran
berdiferensiasi. Keunggulan lain dari IKM adalah Pendidikan karakter
yang spesifik pada Profil Pelajar Pancasila yang dilaksanakan melalui P5.
Pembelajaran melalui kegiatan projek memberikan kesempatan lebih
luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu
actual misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk
mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar
Pancasila.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran
intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar
peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan
menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih
berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan
dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Projek untuk
menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan
berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Projek
tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran
tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran. Profil
pelajar Pancasila adalah profil lulusan yang bertujuan untuk
menunjukkan karakter dan kompetensi yang diharapkan diraih dan
menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila peserta didik dan para pemangku
kepentingan.
Standar Kompetensi Lulusan pada Jenjang Pendidikan dasar
(SD/SMP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difokuskan pada:
1. persiapan Peserta Didik menjadi anggota masyarakat yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia;
2. penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila;
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
Eka Murdani | 95
PENDIDIKAN KARAKTER
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
1. peningkatan iman dan takwa;
2. peningkatan akhlak mulia;
3. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
4. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
5. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
6. tuntutan dunia kerja;
7. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
8. agama;
9. dinamika perkembangan global; dan
10. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah.
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi
sebagai berikut :
1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa
secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka
mewujudkan masyarakat belajar;
3. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan
untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan
sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan,
Eka Murdani | 96
PENDIDIKAN KARAKTER
pengalamanan, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan
global; dan
5. memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Daftar Pustaka
Badrun, A. (2018). Penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Scholastic, 1(2), 99-109.
Friedman, A. J. (2017). Developing Character in Schools: A Guide for
Educators. New York: Teachers College Press.
Hidayat, R. (2016). Implementasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran di sekolah. Jurnal Pendidikan Karakter, 6(2), 123-
133.
Irawan, A. S. (2014). Pendidikan karakter: Konsep, model, dan
implementasi dalam pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dr. Zubaedi, M. A. M. P. (2015). Desain Pendidikan Karakter.
Prenada Media.
Rinja Efendi, S. P. I. M. P., & Asih Ria Ningsih, S. S. M. H. (2022).
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Penerbit Qiara Media.
Suprayitno, A., & Wahyudi, W. (2020). Pendidikan Karakter Di Era
Milenial. Deepublish.
Syamsul Kurniawan, S. T. I. M. S. I. (2017). Pendidikan Karakter di
Sekolah: Revitalisasi Peran Sekolah dalam Menyiapkan Generasi
Bangsa Berkarakter. Samudra Biru.
Muhammad Iqbal Al Ghozali | 97
PENDIDIKAN KARAKTER
EVALUASI PENDIDIKAN KARAKTER
Muhammad Iqbal Al Ghozali
Pendahuluan
Evaluasi pendidikan membantu untuk menilai kinerja keseluruhan
sistem pendidikan, termasuk aspek seperti kurikulum, metode
pengajaran, sarana dan prasarana, kompetensi guru, manajemen
sekolah, dan kebijakan pendidikan. Dengan penilaian ini, kelemahan dan
kekuatan sistem pendidikan dapat diidentifikasi untuk perbaikan dan
pengembangan lebih lanjut. Evaluasi pendidikan berperan dalam
menilai kualitas pengajaran yang diberikan oleh para guru. Informasi
dari evaluasi ini membantu mengidentifikasi area di mana para guru
perlu mendapatkan dukungan atau pelatihan lebih lanjut, sehingga
pengajaran dapat menjadi lebih efektif dan relevan (Sani, 2016 ;
Sudarto, 2019 ; Ulfah, 2022).
Evaluasi pendidikan digunakan untuk mengukur pencapaian dan
kemajuan belajar siswa. Dengan mengidentifikasi tingkat pemahaman
siswa terhadap materi pelajaran, guru dan kurikulum dapat disesuaikan
agar lebih sesuai dengan kebutuhan individu dan kelompok siswa. Hasil
evaluasi pendidikan menjadi dasar bagi pembuat kebijakan untuk
mengambil keputusan yang berkaitan dengan perbaikan sistem
pendidikan, pengalokasian anggaran, perubahan kurikulum, dan
kebijakan pendidikan lainnya. Evaluasi pendidikan membantu dalam
mengukur efektivitas program atau intervensi khusus yang
diimplementasikan dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
Dengan mengetahui efektivitasnya, program-program ini dapat
ditingkatkan atau disesuaikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan
(Berkowitz, 2005 ; Curren, 2017 ; Clayton, 2021).
Evaluasi pendidikan juga berkontribusi pada peningkatan
akuntabilitas dalam sistem pendidikan. Akuntabilitas diperlukan agar
para pemangku kepentingan seperti guru, kepala sekolah, dan
pengambil kebijakan bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan
yang mereka ambil. Evaluasi pendidikan membantu mengidentifikasi
potensi dan kebutuhan siswa secara lebih holistik. Informasi ini
memungkinkan sekolah dan sistem pendidikan untuk mengembangkan
potensi maksimal siswa dan membantu mereka menghadapi tantangan
di masa depan (Asyanti, 2012 ; Nata, 2014 ; Ngatiman 2018 ).
Evaluasi pendidikan karakter merupakan proses untuk menilai dan
mengukur perkembangan dan penguasaan siswa terhadap nilai-nilai,
Muhammad Iqbal Al Ghozali | 98
PENDIDIKAN KARAKTER
sikap, dan perilaku positif yang berhubungan dengan karakter atau
moral. Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk siswa menjadi
individu yang berintegritas, berempati, bertanggung jawab, jujur,
disiplin, dan memiliki sikap sosial yang baik.
Jenis Evaluasi Pendidikan Karakter
1. Observasi
Guru dan pengajar dapat mengamati perilaku siswa dalam
berbagai situasi, baik di dalam maupun di luar kelas. Observasi ini
mencakup bagaimana siswa berinteraksi dengan teman sebaya,
bagaimana mereka menanggapi kesulitan, serta bagaimana mereka
mempraktikkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.
2. Penilaian Kegiatan
Guru dapat memberikan tugas atau kegiatan yang berfokus pada
penerapan nilai-nilai karakter tertentu. Kemudian, guru menilai
sejauh mana siswa dapat memahami dan mengaplikasikan nilai-
nilai tersebut dalam tugas atau kegiatan tersebut.
3. Portofolio
Siswa dapat membuat portofolio yang berisi bukti-bukti konkrit
tentang bagaimana mereka mempraktikkan nilai-nilai karakter
dalam berbagai situasi. Portofolio ini dapat mencakup cerita,
gambar, atau refleksi diri yang menunjukkan bagaimana mereka
tumbuh dan mengembangkan karakter yang positif.
4. Angket atau Survei
Siswa, orangtua, dan guru dapat diundang untuk mengisi angket
atau survei yang bertujuan untuk menilai persepsi mereka tentang
perkembangan karakter siswa. Pertanyaan-pertanyaan dalam
angket ini biasanya terkait dengan perilaku dan sikap siswa di
sekolah dan di luar sekolah.
5. Diskusi Kelas
Diskusi kelompok atau diskusi kelas tentang nilai-nilai karakter
dan situasi yang terkait dapat membantu guru mengevaluasi
pemahaman dan pandangan siswa tentang karakter (Akhwan,
2014).
Aspek Evaluasi Pendidikan Karakter
1. Pemahaman Nilai-Nilai Karakter
Penilaian dilakukan untuk mengukur pemahaman siswa tentang
nilai-nilai karakter yang diajarkan dalam lingkungan pendidikan.
Siswa diuji tentang pengetahuan mereka terhadap nilai-nilai seperti
kejujuran, tanggung jawab, rasa empati, rasa hormat, kejujuran,
Muhammad Iqbal Al Ghozali | 99
PENDIDIKAN KARAKTER
kerja sama, dan lain-lain.
2. Penerapan Nilai-Nilai dalam Kehidupan Sehari-hari
Aspek ini melibatkan pengamatan dan evaluasi tentang
bagaimana siswa menerapkan nilai-nilai karakter dalam berbagai
situasi dalam kehidupan sehari-hari mereka di sekolah, di rumah,
dan di masyarakat. Guru dan pengajar akan melihat apakah siswa
mampu mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam tindakan dan
interaksi mereka.
3. Kemampuan Menghadapi Tantangan Moral
Penilaian juga mencakup bagaimana siswa merespons dan
menghadapi situasi-situasi moral atau konflik. Guru mengamati
bagaimana siswa memilih tindakan dan keputusan dalam
menghadapi tantangan etika dan moral.
4. Peningkatan Perilaku dan Sikap
Aspek ini berkaitan dengan pengukuran kemajuan dan
perubahan perilaku dan sikap siswa dari waktu ke waktu. Evaluasi
dilakukan untuk menilai apakah siswa mengalami perkembangan
positif dalam perilaku dan sikap mereka sejak awal pembelajaran
karakter.
5. Kolaborasi dan Kerja Tim
Penilaian juga mencakup bagaimana siswa berkolaborasi dan
bekerja sama dengan orang lain dalam berbagai aktivitas dan
proyek. Kemampuan siswa untuk bekerja dalam tim dan
menghargai kontribusi setiap anggota tim juga menjadi bagian dari
penilaian karakter.
6. Inisiatif dan Kepemimpinan
Aspek ini melibatkan evaluasi kemampuan siswa untuk
mengambil inisiatif, berperan sebagai pemimpin, dan
memperlihatkan kepemimpinan yang positif dalam berbagai situasi.
7. Integritas dan Kejujuran
Penilaian juga mencakup penilaian tentang sejauh mana siswa
menunjukkan integritas dan kejujuran dalam tindakan dan
perkataan mereka.
8. Empati dan Rasa Peduli
Evaluasi juga melibatkan penilaian tentang sejauh mana siswa
menunjukkan empati dan rasa peduli terhadap orang lain, terutama
dalam menghadapi masalah atau kesulitan.
Kesimpulan
Penting untuk dicatat bahwa evaluasi pendidikan karakter tidak
hanya berfokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses pembentukan
Muhammad Iqbal Al Ghozali | 100
PENDIDIKAN KARAKTER
karakter itu sendiri. Evaluasi ini dapat memberikan umpan balik yang
berarti bagi siswa untuk membantu mereka meningkatkan sikap dan
perilaku mereka.
Evaluasi pendidikan karakter memainkan peran penting dalam
menilai keberhasilan program pendidikan karakter di sekolah dan
mengidentifikasi area-area yang memerlukan perhatian lebih dalam
rangka membangun karakter yang kuat pada generasi muda.
Daftar Pustaka
Akhwan, M. (2014). Pendidikan karakter: konsep dan implementasinya
dalam pembelajaran di Sekolah/Madrasah. El-Tarbawi, 8(1), 61-
67.
Asyanti, S. (2012). Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi: Sudah
Terlambatkah?
Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2005). What works in character
education: A research-driven guide for educators. Washington, DC:
Character Education Partnership.
Curren, R. (2017). Why character education. Impact, 2017(24), 1-44.
Clayton, N. (2021). Non-Traditional Teachers’ Perceptions about the
Implementation and Integration of Character Education in the
Learning Environment (Doctoral dissertation, Saint Leo
University).
Nata, A. (2014). Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Kencana.
Ngatiman, N., & Ibrahim, R. (2018). Pendidikan Karakter dalam
Perspektif Pendidikan Islam. Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah Studi
Islam, 18(2), 213–228.
Sani, R. A., & Kadri, M. (2016). Pendidikan Karakter: Mengembangkan
Karakter Anak yang Islami. Bumi Aksara.
Sudarto, S. (2019). Implementasi Metode Targhib dan Tarhib dalam
Pembelajaran Akidah Akhlak Peserta Didik MTs Hidayatus
Syubban Karangroto Genuk Semarang. Waspada (Jurnal Wawasan
Pengembangan Pendidikan), 2(2), 36–54.
Ulfah, M., Kausari, A., Cahyadi, A., & Anwar, C. (2022). Konsep Metode
Amtsal dan Implementasinya Dalam Pembelajaran. El-Buhuth:
Borneo Journal of Islamic Studies, 215–224.
https://doi.org/https://doi.org/10.21093/el-buhuth.v0i0.4513
Muhammad Iqbal Al Ghozali | 101
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Muhammad Iqbal Al Ghozali
Penulis lahir di Majalengka pada 05 April 1994. Saat ini penulis
berdomisili di Kabupaten Sumedang. penulis merupakan alumni S1
PGSD UPI lulusan tahun 2012 dan Pendidikan Dasar UNJ lulusan tahun
2018. Penulis aktif sebagai dosen PGMI di Universitas Islam Bunga
Bangsa Cirebon sejak tahun 2019 sampai dengan sekarang.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 102
PENDIDIKAN KARAKTER
TANTANGAN DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
KARAKTER
Muqarramah Sulaiman Kurdi
Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin
muqarramah@uin-antasari.ac.id
Pendahuluan
Pendidikan karakter merupakan bagian penting dari proses
pendidikan, tetapi penerapannya di sekolah memiliki tantangan
tersendiri. Selama ini pendidikan karakter telah dipromosikan sebagai
cara untuk meningkatkan kualitas nilai diri siswa dan mempersiapkan
mereka untuk sukses di masa depan, meskipun realitas
pelaksanaannya telah diperdebatkan dan paradox. Saat ini pun pada
masyarakat kontemporer, dapat dilihat banyaknya masalah
masyarakat dan masalah moral yang membuat pendidikan karakter
semakin urgen untuk diimplementasikan (Lickona, 1997).
Tulisan pada bab ini akan mengeksplorasi tantangan dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah. Terlepas dari
perdebatan yang panjang mengenai apakah pendidikan karakter anak
di sekolah berpusat pada sekolah yang berperan untuk mengajarkan
karakter ataukah tanggung jawab orang tua dan masyarakat (Lickona,
2009). Beberapa ahli berpendapat bahwa sekolah harus fokus pada
mata pelajaran akademik dan menyerahkan pendidikan karakter
kepada orang tua dan masyarakat. Yang lain percaya bahwa
pembentukan karakter anak adalah bagian penting dari pendidikan
dan sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengajarkannya
(Schaeffer, 1999).
Paradoks dalam penerapan pendidikan karakter di sekolah adalah
bahwa meskipun penddikan karakter penting, namun ia sulit untuk
diukur dan dinilai. Ada pertanyaan mendasar apakah pendidikan
karakter seringkali dilihat sebagai soft skill ini tidak dapat diukur (Stoll
& Beller, 1998), ini membuatnya menantang untuk dimasukkan ke
dalam penilaian akademik. Selain itu, beberapa sekolah kesulitan
menemukan waktu dan sumber daya untuk mengajarkan muatan
pendidikan karakter di samping mata pelajaran akademik. Banyak
yang menganggap waktu sebaiknya diguakan untuk mata pelajaran
bukan pendidikan karakter (William, 2000). Selain itu, salah satu
paradoks pendidikan karakter lainnya adalah meskipun bertujuan
untuk mendidik siswa menjadi individu yang bertanggung jawab dan
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 103
PENDIDIKAN KARAKTER
mandiri, pelaksanaan pendidikan karakter seringkali mengandalkan
kontrol dan regulasi yang ketat, metode pengembangan kekuatan
karakter bergantung pada empat komponen yang saling melengkapi:
pemodelan (modeling), eksplisitasi (explicating), penguatan
(encouraging), dan pemantauan (monitoring)(Dishon & Goodman,
2017). Hal ini dapat menimbulkan paradoks di mana siswa merasa
bahwa mereka dipaksa untuk mempelajari sifat-sifat karakter, yang
dapat menjadi kontraproduktif dengan tujuan pengembangan motivasi
intrinsik.
Adanya paradox ini memotivasi pendidik dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter lebih sunguh-sungguh,
ditambah lagi banyaknya tantangan yang dihadapi. Salah satu
tantangan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah yang
lainnya adalah sebagan orang melihatnya sebagai beban tambahan
bagi guru (Romanowski, 2005). Guru mungkin sudah merasa
kewalahan dengan mata pelajaran akademik, dan menambahkan
pendidikan karakter ke dalam beban kerja mereka bisa jadi
menantang. Selain itu, beberapa guru mungkin tidak merasa
memenuhi syarat atau cukup terlatih untuk mengajarkan pendidikan
karakter.
Tantangan lain adalah bahwa pendidikan karakter dapat menjadi
tantangan untuk didefinisikan dan diajarkan, karena sebetulnya ia
bukanlah sebuah teks (Akhwan, 2014). Sekolah dan pendidik yang
berbeda mungkin memiliki definisi dan pendekatan yang berbeda
untuk pendidikan karakter, yang menyebabkan kurangnya konsistensi
dan kejelasan. Selain itu, beberapa ciri karakter mungkin lebih
menantang untuk diajarkan daripada yang lain, seperti empati atau
resiliansi atau ketahanan (Taylor, Thomas-Gregory, & Hofmeyer,
2020).
Kurangnya penelitian dan praktik berbasis bukti merupakan
tantangan lain dalam menerapkan pendidikan karakter di sekolah.
Meskipun ada semakin banyak penelitian tentang pendidikan karakter,
diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami praktik terbaik
untuk mengajarkan karakter dan dampaknya terhadap hasil siswa.
Peran orang tua dalam pembentukan karakter juga menjadi
tantangan tersendiri (Jhon, Zubaidah, & Mustadi, 2021). Sementara
sekolah dapat memainkan peran penting dalam pembentukan karakter,
orang tua dan masyarakat juga memainkan peran penting. Mungkin sulit
bagi sekolah untuk mengajarkan pendidikan karakter jika siswa tidak
menerima pesan dan teladan yang konsisten dari orang tua dan
masyarakat.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 104
PENDIDIKAN KARAKTER
Selain itu, beberapa sekolah mungkin lebih memprioritaskan mata
pelajaran akademik daripada pendidikan karakter, yang menyebabkan
kurangnya penekanan pada pengembangan karakter (Zubaedi, 2011).
Tantangan memasukkan pendidikan karakter ke dalam kurikulum juga
menjadi pertimbangan. Banyak sekolah memiliki waktu dan sumber
daya yang terbatas, sehingga sulit untuk memasukkan pendidikan
karakter ke dalam kurikulum.
Peran asesmen menjadi tantangan lain dalam pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah (triatmanto, 2010). Seperti disebutkan
sebelumnya, pendidikan karakter dapat menjadi tantangan untuk
diukur dan dinilai, menyebabkan kurangnya penekanan pada
pentingnya. Menemukan cara untuk menilai pembangunan karakter
yang bermakna dan akurat merupakan pertimbangan penting.
Kesimpulan Kesimpulannya, mengimplementasikan pendidikan
karakter di sekolah itu menantang, dan ada banyak perdebatan dan
paradoks seputar judul penelitian ini.
Namun, pembentukan karakter merupakan bagian penting dari
pendidikan yang dapat mempersiapkan siswa untuk kesuksesan di masa
depan. Untuk mengatasi tantangan penerapan pendidikan karakter,
sekolah harus memprioritaskan kepentingannya, menyediakan sumber
daya dan pelatihan yang memadai, serta bekerja sama dengan orang tua
dan masyarakat.
Kurangnya Pelatihan Guru
Salah satu tantangan signifikan dalam menerapkan pendidikan
karakter adalah kurangnya pelatihan guru. Kurangnya pelatihan guru
mengacu pada tantangan kurangnya pelatihan yang diberikan kepada
guru untuk menerapkan pendidikan karakter secara efektif di sekolah
(Abdimas Amikom, 2020). Artinya, masih banyak guru yang belum
mendapatkan pelatihan atau dukungan yang memadai untuk
mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam praktik pengajaran
mereka, yang dapat menghambat keberhasilan implementasi
pendidikan karakter di sekolah. Sebuah penelitian menemukan bahwa
guru yang mendapatkan pelatihan yang memadai dalam pendidikan
karakter jumlahnya sangat kurang hal ini dikarenakan kurangnya
pelatihan ini dapat menghambat pelaksanaan pendidikan karakter yang
efektif di sekolah (Syafira, 2022).
Ada beberapa alasan mengapa tantangan ini ada. Salah satu
alasannya adalah bahwa pendidikan karakter, khususnya penguatan
pendidikan karakter, merupakan konsep yang relatif baru dalam
pendidikan, dan banyak guru mungkin belum menerima pelatihan atau
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 105
PENDIDIKAN KARAKTER
pendidikan formal di bidang ini selama pelatihan pra-jabatan mereka.
Selain itu, beberapa guru mungkin belum mengenal pendidikan karakter
dalam pengalaman sekolah mereka sendiri, yang dapat menyulitkan
mereka untuk memasukkannya ke dalam praktik pengajaran mereka
sendiri.
Alasan lain adalah kurangnya penekanan pada pendidikan karakter
dalam program pelatihan guru (Syafira, 2022). Program pelatihan guru
biasanya berfokus pada mata pelajaran akademik dan teknik
pengelolaan kelas, dengan sedikit perhatian diberikan pada pendidikan
karakter. Hal ini dapat membuat guru tidak siap untuk menerapkan
pendidikan karakter secara efektif di kelas mereka. Pendidikan karakter
adalah konsep yang kompleks dan multifaset, membutuhkan pelatihan
dan dukungan khusus untuk implementasi yang efektif. Guru perlu
memahami prinsip-prinsip pendidikan karakter, bagaimana
mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulum, dan
bagaimana mengajarkan karakter khusus secara efektif.
Tanpa pelatihan yang tepat, guru mungkin kesulitan untuk
menerapkan pendidikan karakter secara efektif di kelas mereka.
Terakhir, kurangnya dana dan sumber daya untuk pelatihan guru dalam
pendidikan karakter juga dapat berkontribusi pada tantangan ini.
Banyak sekolah di daerah mungkin tidak memiliki sumber keuangan
untuk menyediakan pelatihan dan dukungan yang memadai bagi guru
untuk menerapkan pendidikan karakter secara efektif. Akibatnya, guru
mungkin tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan yang
diperlukan untuk memasukkan pendidikan karakter secara efektif ke
dalam praktik pengajaran mereka (Aeni, 2021).
Kurangnya pelatihan guru merupakan tantangan yang signifikan
dalam menerapkan pendidikan karakter di sekolah (Aeni, 2021). Adalah
penting bahwa guru menerima pelatihan dan dukungan yang memadai
untuk secara efektif memasukkan pendidikan karakter ke dalam praktik
pengajaran mereka. Hal ini dapat dicapai melalui program
pengembangan profesional, peningkatan penekanan pada pendidikan
karakter dalam program pelatihan guru, dan penyediaan dana dan
sumber daya yang memadai untuk pelatihan guru dalam pendidikan
karakter.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi
tantangan kurangnya pelatihan guru dalam mengimplementasikan
pendidikan karakter di sekolah:
1. Program Pengembangan Profesi; Salah satu cara yang efektif untuk
mengatasi tantangan ini adalah dengan menyediakan program
pengembangan profesional bagi para guru. Program-program ini
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 106
PENDIDIKAN KARAKTER
harus fokus pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan
guru dalam pendidikan karakter dan memberi mereka alat dan
sumber daya yang mereka butuhkan untuk menerapkannya secara
efektif di kelas mereka.
2. Dukungan Peer-to-Peer; Strategi lain adalah mendorong dukungan
peer-to-peer di antara para guru. Guru berpengalaman yang berhasil
mengimplementasikan pendidikan karakter di kelasnya dapat
memberikan bimbingan dan dukungan kepada rekan-rekannya yang
baru memulai.
3. Program Pendampingan; Sekolah juga dapat mengadakan program
pendampingan, dimana guru yang berpengalaman mendampingi guru
baru dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di kelasnya.
Ini bisa menjadi cara yang berharga untuk memberikan dukungan
dan bimbingan berkelanjutan kepada para guru saat mereka
menerapkan pendidikan karakter di kelas mereka.
4. Kolaborasi dengan Pakar; Sekolah juga dapat berkolaborasi dengan
pakar pendidikan karakter, seperti profesor universitas atau
konsultan pendidikan, untuk memberikan pelatihan dan dukungan
kepada guru. Para ahli ini dapat memberikan panduan dan dukungan
tentang praktik terbaik dalam pendidikan karakter dan membantu
guru mengembangkan strategi yang efektif untuk menerapkannya di
kelas mereka.
5. Integrasi ke dalam Program Pelatihan Guru; Strategi lainnya adalah
mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam program pelatihan
guru. Hal ini dapat membantu memastikan bahwa guru siap untuk
menerapkan pendidikan karakter secara efektif di kelas mereka sejak
awal karir mereka.
6. Pengembangan Profesional Berkelanjutan; Memberikan kesempatan
pengembangan profesional berkelanjutan bagi guru juga dapat
membantu mengatasi tantangan ini. Ini dapat mencakup lokakarya,
konferensi, dan kesempatan lain bagi guru untuk terus
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam
pendidikan karakter dari waktu ke waktu.
7. Sumber dan Bahan; Menyediakan guru dengan sumber daya dan
bahan yang diperlukan juga penting untuk menerapkan pendidikan
karakter di sekolah. Ini dapat mencakup rencana pelajaran, kegiatan,
dan bahan ajar lainnya yang dirancang khusus untuk mengajarkan
pendidikan karakter.
8. Pendanaan; Menyediakan dana yang memadai untuk pelatihan guru
dan dukungan dalam pendidikan karakter juga sangat penting.
Sekolah dan kabupaten harus mengalokasikan sumber daya untuk
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 107
PENDIDIKAN KARAKTER
memastikan bahwa guru memiliki akses ke pelatihan dan dukungan
yang mereka perlukan untuk menerapkan pendidikan karakter
secara efektif di kelas mereka.
Gambar 1. Solusi tantangan Kurangnya Pelatihan Guru
dalam Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Resistensi terhadap Perubahan
Perlawanan terhadap perubahan adalah tantangan lain dalam
menerapkan pendidikan karakter. Perlawanan terhadap perubahan
adalah tantangan umum yang dihadapi sekolah (Watson, 1971). Ini
mengacu pada keengganan individu atau kelompok untuk menerima ide,
proses, atau perilaku baru yang berbeda dari biasanya. Beberapa guru
dan administrator mungkin menolak inisiatif pendidikan karakter
karena mereka tidak terbiasa dengannya atau tidak melihat nilai di
dalamnya (Frey & Jupp, 2017). Beberapa melihat pendidikan karakter
sebagai alat penindasan, cara membujuk orang untuk menyalahkan
masalah mereka dan memfokuskan energi mereka pada keadaan jiwa
mereka sendiri, bukan pada pengaturan sosial yang tidak adil (Curren,
2017). Resistensi ini dapat menyebabkan kurangnya dukungan terhadap
program pendidikan karakter.
Resistensi ini dapat terwujud dalam berbagai cara, seperti
skeptisisme, oposisi, atau sikap apatis terhadap program baru tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa resistensi terhadap perubahan terjadi
dalam konteks implementasi pendidikan karakter: pertama, kurangnya
pemahaman; Beberapa guru dan anggota staf mungkin tidak
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 108
PENDIDIKAN KARAKTER
sepenuhnya memahami alasan dan manfaat program pendidikan
karakter, mengarahkan mereka untuk melihatnya sebagai tambahan
yang tidak perlu atau bahkan tidak relevan untuk beban kerja mereka.
Kedua, ketakutan akan perubahan; Perubahan dapat mengintimidasi,
terutama jika melibatkan proses, sistem, atau keyakinan baru. Guru dan
anggota staf mungkin takut bahwa program baru akan mengganggu
rutinitas mereka yang sudah mapan atau mengharuskan mereka
mempelajari keterampilan baru, yang dapat menimbulkan perasaan
cemas dan penolakan.
Ketiga, inersia kelembagaan; Sekolah adalah organisasi yang
kompleks dengan budaya dan tradisi yang tertanam kuat. Hal ini dapat
mempersulit pengenalan program baru, karena sistem dan praktik yang
ada mungkin resisten terhadap perubahan. Keempat, kekurangan
sumber daya; Pelaksanaan program pendidikan karakter dapat
membutuhkan sumber daya tambahan, seperti dana, waktu, dan
pelatihan.
Jika sekolah tidak dapat menyediakan sumber daya ini, hal itu dapat
menimbulkan resistensi terhadap perubahan di antara guru dan anggota
staf. Kelima, keyakinan dan nilai pribadi; Guru dan anggota staf mungkin
memiliki keyakinan dan nilai pribadi yang berbeda dari yang
dipromosikan oleh program pendidikan karakter. Hal ini dapat
menimbulkan penolakan jika mereka merasa bahwa program tersebut
memaksakan seperangkat nilai tertentu yang tidak mereka setujui.
Oleh karena itu, resistensi terhadap perubahan dapat menjadi
kendala yang signifikan dalam implementasi program pendidikan
karakter di sekolah. Penting bagi pemimpin sekolah untuk mengakui
dan mengatasi masalah ini melalui komunikasi yang jelas, pelatihan, dan
dukungan untuk membantu individu dan kelompok mengatasi
penolakan mereka dan merangkul program baru.
Untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan dalam pelaksanaan
program pendidikan karakter di sekolah, berikut beberapa strategi yang
dapat dilakukan:
1. Komunikasi; Komunikasi yang jelas dan efektif sangat penting untuk
mengatasi resistensi terhadap perubahan. Pimpinan sekolah harus
menjelaskan alasan di balik program tersebut dan manfaat yang
dapat diperolehnya, menangani masalah atau pertanyaan apa pun
yang mungkin dimiliki oleh guru atau anggota staf. Komunikasi harus
berkelanjutan, tidak hanya pada tahap awal program.
2. Pelatihan; Memberikan kesempatan pelatihan dan pengembangan
profesional bagi guru dan anggota staf dapat membantu mereka
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang mereka
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 109
PENDIDIKAN KARAKTER
perlukan untuk menerapkan program pendidikan karakter secara
efektif. Pelatihan juga dapat mengatasi kekhawatiran atau
kesalahpahaman yang mungkin mereka miliki tentang program
tersebut.
3. Keterlibatan; Melibatkan guru dan anggota staf dalam pengembangan
dan implementasi program pendidikan karakter dapat membantu
meningkatkan dukungan dan mengurangi penolakan. Dengan
melibatkan mereka dalam prosesnya, mereka dapat mengambil
kepemilikan atas program tersebut dan merasa lebih terlibat dalam
keberhasilannya.
4. Sumber daya; Menyediakan sumber daya yang memadai, seperti dana
dan waktu, dapat membantu meredakan kekhawatiran tentang
dampak program terhadap rutinitas dan beban kerja yang ada. Ini
dapat membantu mengurangi resistensi dan meningkatkan dukungan
untuk program tersebut.
5. Evaluasi; Mengevaluasi program secara teratur dan dampaknya dapat
membantu mengatasi kekhawatiran atau masalah apa pun yang
mungkin timbul. Evaluasi juga dapat memberikan bukti keefektifan
program, yang dapat membantu meningkatkan penerimaan dan
dukungan dari guru dan anggota staf.
Mengatasi resistensi terhadap perubahan dalam melaksanakan
program pendidikan karakter di sekolah memerlukan pendekatan
multi-aspek yang mencakup komunikasi yang jelas, pelatihan dan
pengembangan profesional, keterlibatan, sumber daya yang memadai,
dan evaluasi berkala. Dengan menggunakan strategi-strategi ini, sekolah
dapat membantu mengatasi penolakan dan berhasil melaksanakan
program.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 110
PENDIDIKAN KARAKTER
Gambar 2. Solusi Tantangan Resistensi Terhadap Perubahan
dalam Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Keterbatasan Waktu
Keterbatasan waktu merupakan tantangan umum yang dihadapi
sekolah saat mengimplementasikan program pendidikan karakter
(Clayton, 2021). Ini mengacu pada kesulitan menemukan waktu yang
memadai dalam hari sekolah atau kurikulum untuk menggabungkan
kegiatan dan pelajaran pendidikan karakter. Salah satu studi
Keterbatasan waktu juga dapat menghambat pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah (Russell & Waters, 2014). Waktu yang terbatas
dapat mengakibatkan pendidikan karakter dikesampingkan demi mata
pelajaran akademik, pendidikan karakter tidak dapat dipelajari secara
instan, membutuhkan usaha yang panjang dan memakan waktu proses
(Pala, 2011).
Ini bisa menjadi kendala yang signifikan, karena sekolah sudah
berada di bawah tekanan untuk mencakup berbagai mata pelajaran dan
memenuhi standar akademik. Ada beberapa alasan mengapa waktu
yang terbatas menjadi tantangan dalam pelaksanaan program
pendidikan karakter, diantaranya, pertama adanya tekanan akademik;
sekolah berada di bawah tekanan yang meningkat untuk meningkatkan
kinerja akademik dan memenuhi persyaratan pengujian standar. Hal ini
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 111
PENDIDIKAN KARAKTER
dapat mengarah pada fokus pada mata pelajaran akademik dengan
mengorbankan bidang lain, seperti pendidikan karakter. Kedua,
kurikulum yang penuh dan sesak; Banyak sekolah memiliki kurikulum
yang padat dengan waktu yang terbatas untuk mata pelajaran non-
akademik. Hal ini dapat menyulitkan untuk menemukan waktu untuk
memasukkan kegiatan dan pelajaran pendidikan karakter.
Ketiga, beban kerja guru; Guru memiliki beban kerja yang berat dan
waktu yang terbatas untuk merencanakan dan mempersiapkan
pelajaran. Hal ini dapat menyulitkan untuk menemukan waktu untuk
memasukkan kegiatan pendidikan karakter ke dalam pelajaran mereka.
Keempat, kurangnya sumber daya; Menerapkan program pendidikan
karakter dapat memerlukan sumber daya tambahan, seperti materi,
pelatihan, dan waktu. Jika sekolah tidak dapat menyediakan sumber
daya ini, akan sulit menemukan waktu untuk memasukkan kegiatan
pendidikan karakter.
Secara keseluruhan, waktu yang terbatas merupakan tantangan yang
signifikan dalam melaksanakan program pendidikan karakter di
sekolah. Penting bagi sekolah untuk menyadari pentingnya
pembentukan karakter dan memprioritaskannya dalam kurikulum
mereka. Ini dapat melibatkan menemukan cara-cara kreatif untuk
memasukkan kegiatan pendidikan karakter ke dalam pelajaran yang
ada, serta menyediakan waktu khusus untuk kegiatan dan pelajaran
pendidikan karakter. Sekolah juga dapat mempertimbangkan untuk
bermitra dengan organisasi masyarakat atau memanfaatkan program
setelah sekolah untuk melengkapi upaya pendidikan karakter selama
hari sekolah.
Untuk mengatasi tantangan keterbatasan waktu dalam pelaksanaan
program pendidikan karakter di sekolah, berikut beberapa strategi yang
dapat dilakukan:
1. Mengintegrasikan pendidikan karakter di seluruh kurikulum; Salah
satu cara untuk mengatasi keterbatasan waktu adalah dengan
mengintegrasikan kegiatan dan pelajaran pendidikan karakter di
seluruh kurikulum. Guru dapat memasukkan tema dan nilai
pendidikan karakter ke dalam pelajaran yang ada, seperti
mengajarkan empati dan kasih sayang dalam pelajaran IPS.
2. Meluangkan waktu untuk kegiatan pendidikan karakter berdedikasi;
Sekolah juga dapat meluangkan waktu untuk kegiatan pendidikan
karakter khusus, seperti kelas pendidikan karakter mingguan atau
pertemuan pagi di mana siswa dan guru mendiskusikan topik
pendidikan karakter.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 112
PENDIDIKAN KARAKTER
3. Menggunakan sumber daya masyarakat; Sekolah dapat bermitra
dengan organisasi masyarakat atau memanfaatkan program setelah
sekolah untuk melengkapi upaya pendidikan karakter selama hari
sekolah. Ini dapat menyediakan waktu dan sumber daya tambahan
untuk kegiatan pendidikan karakter.
4. Melibatkan orang tua dan keluarga; Sekolah dapat melibatkan orang
tua dan keluarga dalam upaya pembentukan karakter dengan
memberikan sumber dan saran kegiatan pembentukan karakter yang
dapat dilakukan di rumah.
5. Memprioritaskan pendidikan karakter; Sekolah dapat
memprioritaskan pendidikan karakter dengan mengenali pentingnya
dan mengintegrasikannya ke dalam misi dan nilai-nilai sekolah. Ini
dapat membantu menciptakan budaya di mana pendidikan karakter
dihargai dan diberi waktu dan sumber daya yang layak.
Gambar 3. Solusi Tantangan Keterbatasa Waktu
dalam Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Secara keseluruhan, mengatasi tantangan waktu yang terbatas ketika
menerapkan program pendidikan karakter di sekolah memerlukan
pendekatan multi-aspek yang mencakup mengintegrasikan pendidikan
karakter di seluruh kurikulum, meluangkan waktu untuk kegiatan
pendidikan karakter khusus, memanfaatkan sumber daya masyarakat,
melibatkan orang tua dan keluarga, dan memprioritaskan karakter.
membangun budaya sekolah. Dengan menerapkan strategi-strategi ini,
sekolah dapat menemukan cara untuk memasukkan pendidikan
karakter ke dalam waktu terbatas yang tersedia dan membantu siswa
mengembangkan sifat dan nilai karakter yang penting.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 113
PENDIDIKAN KARAKTER
Kurangnya Sumber Daya
Kurangnya sumber daya merupakan tantangan umum yang dihadapi
sekolah saat mengimplementasikan program pendidikan karakter (Jhon,
2021). Sumber daya seperti rencana pelajaran, materi, dan dana bisa
jadi langka, sehingga sulit memasukkan pendidikan karakter ke dalam
kurikulum (Lickona, 2016). Pada hakikatnya, kurangnya sumber daya
merupakan kendala dalam program pendidikan di sekolah (Preston,
2013). Ini mengacu pada kesulitan memperoleh sumber daya yang
diperlukan, termasuk sumber daya keuangan, bahan, dan staf, untuk
secara efektif melaksanakan program pendidikan karakter.
Ada beberapa alasan mengapa kurangnya sumber daya menjadi
tantangan dalam melaksanakan program pendidikan karakter: pertama,
anggaran terbatas; Sekolah mungkin memiliki anggaran terbatas untuk
melaksanakan program pendidikan karakter. Hal ini dapat mempersulit
untuk mendapatkan bahan dan staf yang diperlukan untuk
melaksanakan program secara efektif. Kedua, kurangnya staf;
Pelaksanaan program pendidikan karakter mungkin membutuhkan staf
tambahan, seperti koordinator pendidikan karakter khusus atau staf
pendukung tambahan. Sekolah mungkin tidak memiliki sumber daya
staf untuk dialokasikan ke program pendidikan karakter.
Ketiga, kekurangan bahan; Program pendidikan karakter mungkin
memerlukan bahan tambahan, seperti buku, poster, dan sumber daya
lainnya. Sekolah mungkin tidak memiliki anggaran untuk membeli
bahan-bahan ini. Keempat, kurangnya pelatihan; Guru dan staf mungkin
memerlukan pelatihan untuk menerapkan program pendidikan karakter
secara efektif. Sekolah mungkin tidak memiliki sumber daya untuk
menyediakan pelatihan ini.
Secara keseluruhan, kurangnya sumber daya dapat mempersulit
sekolah untuk menerapkan program pendidikan karakter secara efektif.
Ini bisa menjadi hambatan yang signifikan, karena program-program ini
membutuhkan investasi waktu dan sumber daya yang signifikan.
Terlepas dari tantangan tersebut, sekolah dapat mengambil langkah-
langkah untuk mengatasi kekurangan sumber daya saat menerapkan
program pendidikan karakter. Misalnya, sekolah dapat mencari hibah
dan peluang pendanaan untuk mendukung pelaksanaan program ini.
Sekolah juga dapat menjajaki kemitraan dengan organisasi
masyarakat dan mencari relawan untuk mendukung program tersebut.
Sekolah juga dapat memanfaatkan staf dan sumber daya yang ada untuk
mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulum dan
kegiatan yang ada. Dengan mengambil pendekatan strategis dan kreatif
untuk mengatasi kekurangan sumber daya, sekolah dapat berhasil
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 114
PENDIDIKAN KARAKTER
menerapkan program pendidikan karakter dan memberi siswa
dukungan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk
mengembangkan sifat dan nilai karakter yang kuat.
Untuk mengatasi tantangan kurangnya sumber daya dalam
melaksanakan program pendidikan karakter di sekolah, ada beberapa
strategi yang dapat dipertimbangkan oleh sekolah:
1. Mencari pendanaan; Sekolah dapat mengajukan hibah dan peluang
pendanaan untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan
karakter. Ada banyak organisasi dan yayasan yang menyediakan dana
untuk inisiatif pendidikan karakter.
2. Bermitra dengan organisasi masyarakat; Sekolah dapat bermitra
dengan organisasi masyarakat, seperti organisasi nirlaba atau bisnis
lokal, untuk memberikan dukungan bagi program tersebut.
Kemitraan ini dapat membantu menyediakan dana, sukarelawan, dan
sumber daya lain untuk mendukung pelaksanaan program.
3. Memanfaatkan sumber daya yang ada; Sekolah dapat mencari cara
untuk mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulum
dan kegiatan yang ada. Hal ini dapat membantu meminimalkan
kebutuhan akan sumber daya tambahan, dan juga dapat membantu
memperkuat pentingnya pendidikan karakter di seluruh sekolah.
4. Melatih staf yang ada; Sekolah dapat memberikan pelatihan kepada
staf yang ada untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan
karakter. Hal ini dapat membantu membangun kapasitas di dalam
sekolah, dan juga dapat membantu memastikan bahwa staf
dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk melaksanakan program secara efektif.
5. Menggunakan teknologi; Sekolah dapat menggunakan teknologi
untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan karakter.
Misalnya, sekolah dapat menggunakan sumber daya dan alat online
untuk memberi siswa akses ke materi pendidikan karakter, atau
dapat menggunakan media sosial untuk mempromosikan pentingnya
pendidikan karakter dalam komunitas sekolah.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 115
PENDIDIKAN KARAKTER
Gambar 4.
Solusi Tantangan Kurangnya Sumber Daya
dalam Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Secara keseluruhan, menghadapi tantangan kurangnya sumber daya
dalam melaksanakan program pendidikan karakter memerlukan
pendekatan yang kreatif dan strategis.
Dengan mencari peluang pendanaan, memanfaatkan sumber daya
yang ada, dan memberikan pelatihan kepada staf, sekolah dapat berhasil
menerapkan program pendidikan karakter dan memberikan siswa
dukungan yang mereka butuhkan untuk mengembangkan sifat dan nilai
karakter yang kuat.
Kesulitan Mengukur Kesuksesan Pendidikan Karakter
Kesulitan mengukur keberhasilan menjadi salah satu tantangan
dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah karena sifat dan
nilai karakter sulit diukur dan dikuantifikasi. Sekolah mungkin berjuang
untuk menunjukkan dampak inisiatif pendidikan karakter terhadap
hasil siswa (Damon, 2013). Kesulitan dalam mengukur keberhasilan ini
dapat menyebabkan kurangnya dukungan terhadap program
pendidikan karakter.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 116
PENDIDIKAN KARAKTER
Prestasi akademik dapat diukur melalui tes dan nilai, pengembangan
karakter lebih subjektif dan sulit dinilai (Pike, 2021). Penilaian karakter
membutuhkan penilaian nilai tentang orang lain (Sellman, 2007). Tidak
ada satu metrik atau tes standar yang dapat secara akurat mengukur
tingkat kasih sayang, empati, atau irasa ingin tahu siswa
(TeachThoughtStaff, 2020). Selain itu, pengembangan karakter
merupakan proses jangka panjang yang terjadi dalam jangka waktu
tertentu, sehingga sulit untuk melacak kemajuan dalam jangka pendek.
Efek dari program pendidikan karakter mungkin tidak langsung
terlihat, karena bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun untuk melihat perubahan perilaku dan sikap siswa. Artinya,
pendidikan karakter tidak bisa diukur dalam waktu yang singkat
(Salirawati, 2021). Selain itu, pengembangan karakter dan nilai
dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk keluarga, masyarakat, dan
pengalaman pribadi, yang sulit dikendalikan oleh sekolah. Hal ini
menyulitkan sekolah untuk bertanggung jawab penuh terhadap
pengembangan karakter dan nilai-nilai karakter siswa.
Mungkin ada ketidaksepakatan di antara para pemangku kepentingan
tentang apa yang dimaksud dengan keberhasilan dalam pendidikan
karakter. Individu dan kelompok yang berbeda mungkin memiliki
pendapat yang berbeda tentang sifat dan nilai karakter mana yang
paling penting untuk dikembangkan, dan cara terbaik untuk mengukur
kemajuan di bidang ini. Mengukur keberhasilan dalam pendidikan
karakter membutuhkan pendekatan multifaset yang melibatkan evaluasi
berkelanjutan, kolaborasi antar pemangku kepentingan, dan fokus pada
hasil jangka pendek dan jangka panjang. Ini dapat mencakup strategi
seperti penilaian diri siswa, pengamatan guru, evaluasi teman sebaya,
dan umpan balik dari orang tua dan anggota masyarakat.
Dengan menggunakan berbagai metode untuk mengukur
keberhasilan, sekolah dapat memperoleh pemahaman yang lebih
komprehensif tentang dampak program pendidikan karakter dan
membuat keputusan tentang cara memperbaikinya.
Mengatasi tantangan sulitnya mengukur keberhasilan dalam
pendidikan karakter membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan
multi-aspek yang melibatkan evaluasi berkelanjutan, kolaborasi antar
pemangku kepentingan, dan fokus pada hasil jangka pendek dan jangka
panjang. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat digunakan sekolah
untuk mengatasi tantangan ini:
1. Mengembangkan tujuan yang jelas dan terukur; Untuk mengukur
keberhasilan program pendidikan karakter secara efektif, sekolah
perlu menetapkan tujuan yang jelas dan terukur. Ini dapat mencakup
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 117
PENDIDIKAN KARAKTER
mengidentifikasi ciri-ciri dan nilai-nilai karakter tertentu yang
menjadi sasaran dan mengembangkan kriteria konkret untuk sukses.
2. Menggunakan berbagai metode penilaian; Untuk mendapatkan
pemahaman yang komprehensif tentang pengembangan karakter
siswa, sekolah harus menggunakan berbagai metode penilaian. Ini
dapat mencakup penilaian diri, pengamatan guru, evaluasi teman
sebaya, dan umpan balik dari orang tua dan anggota masyarakat.
3. Menciptakan budaya refleksi; Mendorong siswa untuk merefleksikan
perkembangan dan kemajuan karakter mereka sendiri. Ini dapat
mencakup penjurnalan, penetapan tujuan, dan penilaian diri secara
teratur.
4. Melibatkan semua pemangku kepentingan; Kolaborasi antara semua
pemangku kepentingan sangat penting untuk mengukur keberhasilan
program pendidikan karakter secara efektif. Ini dapat mencakup
guru, orang tua, administrator, dan anggota masyarakat. Semua
pemangku kepentingan harus memiliki pemahaman yang jelas
tentang tujuan dan kriteria keberhasilan dan terlibat dalam evaluasi
berkelanjutan.
5. Fokus pada hasil jangka pendek dan jangka panjang; Mengukur
keberhasilan dalam pendidikan karakter membutuhkan fokus pada
hasil jangka pendek dan jangka panjang. Sekolah harus melacak
kemajuan dari waktu ke waktu dan menilai dampak program
pendidikan karakter terhadap perilaku dan sikap siswa dalam jangka
pendek, serta perkembangan mereka secara keseluruhan dalam
jangka panjang.
6. Memanfaatkan pengambilan keputusan berbasis data; Sekolah harus
menggunakan data untuk menginformasikan pengambilan keputusan
tentang program pendidikan karakter. Ini dapat mencakup
menganalisis data penilaian, melacak kemajuan dari waktu ke waktu,
dan menggunakan umpan balik dari pemangku kepentingan untuk
membuat keputusan yang tepat tentang peningkatan program.
Dengan menggunakan pendekatan yang komprehensif dan
kolaboratif untuk mengukur keberhasilan dalam pendidikan karakter,
sekolah dapat mengatasi tantangan sulitnya mengukur keberhasilan dan
memastikan program mereka efektif dalam mengembangkan sifat dan
nilai karakter siswa.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 118
PENDIDIKAN KARAKTER
Gambar 5.
Solusi Tantangan Kesulitan Mengukur Kesuksesan Pendidikan
Karakter dalam Implementasi
Pendidikan Karakter di Sekolah
Kurangnya Konsistensi
Konsistensi adalah tantangan lain dalam menerapkan pendidikan
karakter, tantangan dalam mempertahankan upaya yang konsisten dan
berkelanjutan menuju pendidikan karakter di sekolah. Sekolah dan
pendidik yang berbeda mungkin memiliki definisi dan pendekatan yang
berbeda untuk pembentukan karakter, yang menyebabkan kurangnya
konsistensi dan kejelasan (Lickona, 2016). Tantangan ini muncul karena
pendidikan karakter bukanlah peristiwa atau program satu kali,
melainkan proses yang berkesinambungan dan berkesinambungan yang
membutuhkan upaya konsisten dari semua pemangku kepentingan.
Tantangan ini dapat terwujud dalam berbagai cara, seperti
inkonsistensi dalam praktik pengajaran, kurangnya integrasi dengan
budaya sekolah yang lebih luas, atau inkonsistensi dalam implementasi
program. Kurangnya konsistensi dalam pendidikan karakter dapat
terjadi karena beberapa alasan. Salah satu alasan utama adalah
kurangnya rencana atau kerangka kerja yang jelas dan konsisten untuk
pendidikan karakter. Tanpa rencana yang jelas, sulit untuk menetapkan
pendekatan yang konsisten terhadap pendidikan karakter yang selaras
dengan nilai dan tujuan sekolah.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 119
PENDIDIKAN KARAKTER
Alasan lainnya adalah kurangnya dukungan dan dukungan dari
pemangku kepentingan. Jika guru, administrator, dan anggota staf
sekolah lainnya tidak berkomitmen penuh terhadap pendidikan
karakter, akan sulit untuk menjaga konsistensi dalam pelaksanaan
program pendidikan karakter.
Selain itu, kurangnya sumber daya juga dapat berkontribusi pada
kurangnya konsistensi dalam pendidikan karakter. Misalnya, sekolah
mungkin kekurangan dana, personel, atau pelatihan yang diperlukan
untuk menerapkan dan mempertahankan program pendidikan karakter
secara efektif. Praktik pendidikan karakter yang tidak konsisten dapat
mengakibatkan kebingungan dan ketidakterlibatan di antara siswa, yang
dapat merusak efektivitas upaya pendidikan karakter. Selanjutnya,
inkonsistensi dapat melemahkan integrasi pendidikan karakter dengan
aspek lain dari budaya sekolah dan kurikulum. Sekolah perlu
mengembangkan budaya di mana kepemimpinan mempromosikan visi,
memimpin dengan contoh dan di mana setiap orang saling berhubungan
dalam sistem, berlawanan dengan individu yang bekerja dalam isolasi
dengan agenda mereka sendiri (Peters, 2019).
Untuk mengatasi tantangan kurangnya konsistensi dalam pendidikan
karakter, sekolah dapat mengambil beberapa langkah:
1. Mengembangkan rencana yang jelas dan komprehensif; Sekolah
harus mengembangkan rencana pendidikan karakter yang jelas dan
komprehensif yang menguraikan nilai-nilai dan tujuan sekolah,
mengidentifikasi ciri-ciri karakter khusus yang akan ditargetkan, dan
menguraikan pendekatan yang konsisten untuk melaksanakan
program pendidikan karakter.
2. Membangun budaya konsistensi; Sekolah perlu membangun budaya
konsistensi yang menekankan pentingnya pendidikan karakter dan
mendorong semua pemangku kepentingan untuk mendukung dan
berpartisipasi dalam program pendidikan karakter.
3. Memberikan pelatihan dan dukungan; Guru, administrator, dan
anggota staf sekolah lainnya perlu menerima pelatihan dan dukungan
yang memadai untuk menerapkan program pendidikan karakter
secara efektif. Ini termasuk pelatihan tentang ciri-ciri karakter
khusus yang akan ditargetkan, strategi instruksional untuk
pendidikan karakter, dan dukungan berkelanjutan untuk memastikan
konsistensi dalam implementasi program.
4. Mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam budaya sekolah
yang lebih luas; Pendidikan karakter harus diintegrasikan ke dalam
budaya dan kurikulum sekolah yang lebih luas untuk memastikan
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 120
PENDIDIKAN KARAKTER
konsistensi pesan dan memperkuat pentingnya pendidikan karakter
bagi siswa.
5. Mengevaluasi dan memantau kemajuan; Sekolah harus
memprioritaskan evaluasi dan umpan balik yang berkelanjutan untuk
memastikan bahwa program pendidikan karakter tetap selaras
dengan nilai-nilai dan tujuan sekolah serta beradaptasi dengan
keadaan yang berubah. Ini termasuk memantau implementasi
program, mengumpulkan data tentang hasil siswa, dan secara teratur
menilai efektivitas program.
Gambar 6.
Solusi Tantangan Kurangnya Konsistensi
dalam Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Dengan mengambil langkah-langkah ini, sekolah dapat mengatasi
tantangan kurangnya konsistensi dalam pendidikan karakter dengan
lebih baik dan memastikan bahwa upaya mereka menuju pendidikan
karakter berkelanjutan dan efektif.
Perlawanan dari Orang Tua
Resistensi dari orang tua merujuk pada tantangan orang tua yang
mengungkapkan sikap negatif terhadap program pendidikan karakter
dan bersikap resisten terhadap pelaksanaan program tersebut di
sekolah. Perlawanan dari orang tua juga bisa menjadi tantangan besar
dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Orang tua mungkin tidak
melihat nilai dalam pendidikan karakter atau mungkin tidak setuju
dengan nilai-nilai yang diajarkan (Frey & Jupp, 2017). Resistensi ini
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 121
PENDIDIKAN KARAKTER
dapat menyebabkan kurangnya dukungan dari orang tua untuk inisiatif
pendidikan karakter. Hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan,
misalnya, pertama, adanya nilai-nilai yang berbeda; Orang tua mungkin
memiliki nilai dan keyakinan yang berbeda tentang pendidikan karakter
dengan sekolah, yang dapat menyebabkan penolakan terhadap program
tersebut. Kedua, kurangnya pemahaman; Orang tua mungkin tidak
sepenuhnya memahami tujuan dan manfaat pendidikan karakter,
sehingga menimbulkan resistensi dan sikap skeptis.
Ketiga, kurangnya kepercayaan; Beberapa orang tua mungkin tidak
mempercayai sekolah untuk mengajarkan pendidikan karakter, baik
karena pengalaman negatif sebelumnya atau kurangnya kepercayaan
pada kemampuan sekolah untuk mengajarkan keterampilan ini secara
efektif. Keempat, persepsi tentang sekolah yang melewati batas;
Beberapa orang tua mungkin merasa bahwa pendidikan karakter adalah
tanggung jawab yang harus diserahkan kepada keluarga, bukan sekolah
(William, 2000). Mereka mungkin memandang keterlibatan sekolah
dalam pendidikan karakter sebagai sesuatu yang melampaui peran
mereka. Kelima, takut akan indoktrinasi; Orang tua mungkin takut
bahwa program pendidikan karakter akan mengindoktrinasi anak-anak
mereka dengan nilai-nilai dan keyakinan tertentu yang tidak mereka
setujui. Secara keseluruhan, resistensi dari orang tua dapat menjadi
tantangan yang signifikan dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter di sekolah, karena orang tua memainkan peran penting dalam
pendidikan anaknya dan dapat berdampak signifikan terhadap
keberhasilan program pendidikan karakter.
Penting bagi sekolah untuk berkomunikasi dengan jelas dengan
orang tua tentang tujuan dan manfaat dari program pendidikan karakter
(Lickona, 1996), mengatasi masalah atau kesalahpahaman, dan bekerja
sama dengan orang tua untuk memastikan bahwa program tersebut
sejalan dengan nilai dan kepercayaan masyarakat, dan yang paling
penting adalah menjaga komunikasi yang sering atau intens dengan
orang tua (Burret & Rusnak, 1993). Memberikan kesempatan untuk
keterlibatan dan umpan balik orang tua juga dapat membantu
membangun kepercayaan dan mempromosikan pemahaman bersama
tentang pentingnya pendidikan karakter di sekolah.
Untuk mengatasi resistensi orang tua dalam mengimplementasikan
pendidikan karakter di sekolah, dapat dilakukan beberapa strategi,
antara lain:
1. Komunikasi; Komunikasi yang efektif antara sekolah dan orang tua
sangat penting dalam mengatasi masalah dan kesalahpahaman.
Sekolah harus memberikan informasi yang jelas tentang tujuan dan
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 122
PENDIDIKAN KARAKTER
manfaat program pendidikan karakter, serta keterampilan dan nilai-
nilai khusus yang akan diajarkan. Sekolah juga dapat terlibat dengan
orang tua melalui buletin, pertemuan, dan bentuk komunikasi lainnya
untuk membangun pemahaman dan kepercayaan.
2. Kemitraan; Sekolah dapat bermitra dengan orang tua untuk
mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan karakter.
Kolaborasi ini dapat melibatkan pencarian masukan dari orang tua
tentang konten dan penyampaian program, serta memberikan
kesempatan bagi orang tua untuk menjadi sukarelawan atau
berpartisipasi dalam kegiatan terkait.
3. Pendidikan; Menyediakan pendidikan dan sumber daya bagi orang
tua dapat membantu mereka untuk lebih memahami pentingnya
pendidikan karakter dan perannya dalam perkembangan anak-anak
mereka. Ini dapat mencakup lokakarya atau sesi pelatihan tentang
tujuan, konten, dan strategi program untuk memperkuat
pengembangan karakter di rumah.
4. Inklusi; Program pendidikan karakter harus inklusif dan responsif
secara budaya, dengan mempertimbangkan keragaman populasi
siswa dan nilai serta kepercayaan masyarakat. Ini dapat membantu
membangun dukungan dan pengertian di antara orang tua yang
mungkin memiliki nilai dan keyakinan yang berbeda.
5. Evaluasi; Evaluasi rutin terhadap program pendidikan karakter dapat
membantu mengidentifikasi bidang-bidang kekuatan dan
peningkatan, serta memberikan bukti efektivitas program kepada
orang tua dan masyarakat luas. Ini dapat melibatkan pengumpulan
umpan balik dari orang tua dan siswa, serta menggunakan ukuran
objektif pengembangan karakter.
Gambar 7. Solusi Tantangan Resistensi dari Orangtua
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 123
PENDIDIKAN KARAKTER
dalam Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Mengatasi penolakan dari orang tua memerlukan pendekatan
kolaboratif dan proaktif yang mengutamakan komunikasi, kemitraan,
pendidikan, inklusi, dan evaluasi. Dengan bekerja sama dengan orang
tua dan masyarakat luas, sekolah dapat mengatasi tantangan ini dan
menerapkan program pendidikan karakter secara efektif yang
bermanfaat bagi siswa dan mempromosikan nilai dan perilaku positif.
Fokus yang Terbatas pada Pendidikan Karakter
Fokus terbatas pada pendidikan karakter mengacu pada tantangan
sekolah menempatkan prioritas rendah atau kurang perhatian pada
pendidikan karakter sebagai bagian integral dari kurikulum. Beberapa
sekolah mungkin memprioritaskan mata pelajaran akademik daripada
pendidikan karakter (Asyanti, 2012), yang menyebabkan kurangnya
penekanan pada pengembangan karakter. Menurut Rudi & Musayyidi
(2020) selama ini tampaknya sistem pendidikan yang diterapkan
lebih condong bertujuan memproduksi ilmuwan dan pemikir. Hal
ini dapat mengakibatkan kurangnya sumber daya, waktu, dan upaya
yang didedikasikan untuk pengembangan karakter, nilai, dan perilaku
etis siswa. Oleh karena kondisi karakter bangsa yang sedang
memprihatinkan, maka, menurut Kurniawan (2017) pemerintah telah
berinisiatif untuk memprioritaskan karakter bangsa.
Ada beberapa alasan mengapa tantangan ini terjadi. Salah satu
alasannya adalah bahwa pendidikan karakter mungkin tidak dianggap
sama pentingnya dengan mata pelajaran akademik seperti matematika,
sains, atau seni bahasa. Menurut Berkowitz dan Bier (2005) pendidikan
karakter tidak opsional di sekolah— Oleh karena itu perlu fokus dan
prioritas yang disengaja dan direncanakan dengan matang statusnya di
sekolah. Para guru, menurutnya, menghadapi pertanyaan sulit mengenai
implementasi pendidikan karakter di sekolah, seperti apakah
pendidikan karakter sebuah prioritas? Bisakah para guru menyisihkan
waktu dan sumber daya dari pengujian berisiko tinggi persiapan untuk
fokus pada pendidikan karakter? Sekolah juga mungkin menghadapi
tekanan untuk memprioritaskan nilai ujian standar dan prestasi
akademik, yang menyebabkan fokus sempit pada pencapaian akademik
daripada pengembangan karakter.
Selain itu, mungkin masih kurangnya kesadaran atau pemahaman
tentang pentingnya pendidikan karakter di kalangan pendidik, orang
tua, dan pembuat kebijakan. Alasan lain dari terbatasnya fokus pada
pendidikan karakter adalah kurangnya bimbingan dan dukungan yang
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 124
PENDIDIKAN KARAKTER
jelas dari otoritas pendidikan. Beberapa sekolah mungkin tidak memiliki
akses ke kerangka kerja atau pedoman yang komprehensif untuk
pendidikan karakter, sehingga guru memutuskan sendiri apa dan
bagaimana mengajarkan pengembangan karakter. Hal ini dapat
mengakibatkan kurangnya konsistensi dan koherensi dalam
pelaksanaan pendidikan karakter di berbagai kelas dan sekolah.
Menurut DeRoche & Williams (2001) framework dan standar
perencanaan implementasi program pendidikan karakter sangat
dibutuhkan dalam implementasi pendidikan karakter.
Untuk mengatasi tantangan ini, sekolah perlu menyadari. Selain itu,
Dengan mengatasi fokus yang terbatas pada pendidikan karakter,
sekolah dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan, nilai,
dan sikap yang diperlukan untuk sukses di sekolah dan di luarnya.
Untuk mengatasi tantangan keterbatasan fokus pada pendidikan
karakter, ada beberapa strategi yang dapat dipertimbangkan oleh
sekolah:
1. Menembangkan pedoman pendidikan karakter; Kerangka atau
pedoman pendidikan karakter yang jelas dan komprehensif juga
dapat membantu sekolah dalam mengembangkan pendekatan
pengembangan karakter yang kohesif dan sistematis.
2. Mengembangkan tujuan yang sama dalam tripusat pendidikan;
Pendidik, orang tua, dan pembuat kebijakan perlu bekerja sama
untuk mengembangkan visi dan tujuan bersama untuk pendidikan
karakter, dan menyediakan sumber daya dan dukungan yang
memadai untuk memastikan implementasi yang efektif. Pentingnya
kesadaran pendidikan karakter sebagai elemen kunci dari
pengembangan holistik siswa
3. Mengutamakan pendidikan karakter; Sekolah perlu menyadari
pentingnya pendidikan karakter dan memprioritaskannya sebagai
bagian integral dari kurikulum. Hal ini dapat dilakukan dengan
memasukkan pendidikan karakter ke dalam misi dan nilai-nilai
sekolah dan memastikan bahwa itu tercermin dalam kebijakan,
praktik, dan kegiatan sekolah.
4. Mengembangkan kerangka komprehensif; Sekolah dapat
mengembangkan kerangka komprehensif untuk pendidikan karakter
yang menguraikan prinsip-prinsip kunci, nilai-nilai, dan keterampilan
yang perlu dikembangkan oleh siswa. Kerangka kerja ini dapat
memandu pengembangan rencana pelajaran, kegiatan, dan penilaian,
serta memastikan bahwa pendidikan karakter konsisten dan koheren
di berbagai kelas dan sekolah.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 125
PENDIDIKAN KARAKTER
5. Memberikan pengembangan professional; Guru perlu dilatih dan
diperlengkapi untuk mengajarkan pendidikan karakter secara efektif.
Sekolah dapat memberikan kesempatan pengembangan profesional
yang berfokus pada prinsip, nilai, dan keterampilan pendidikan
karakter, serta strategi pengajaran dan metode penilaian yang efektif.
6. Melibatkan orang tua dan masyarakat; Sekolah dapat melibatkan
orang tua dan masyarakat dalam inisiatif pendidikan karakter. Hal ini
dapat dilakukan melalui program pendidikan orang tua, proyek
pengabdian masyarakat, dan kegiatan lain yang mempromosikan
pengembangan karakter positif.
7. Evaluasi kemajuan; Sekolah perlu mengevaluasi kemajuannya dalam
melaksanakan pendidikan karakter dan melakukan penyesuaian
sesuai kebutuhan. Hal ini dapat dilakukan melalui penilaian berkala
terhadap kemajuan siswa dalam mengembangkan karakter, umpan
balik dari guru dan orang tua, serta refleksi dan analisis
berkelanjutan terhadap efektivitas inisiatif pendidikan karakter.
Dengan menerapkan strategi ini, sekolah dapat mengatasi tantangan
fokus yang terbatas pada pendidikan karakter dan memastikan bahwa
siswa menerima pendidikan menyeluruh yang mempersiapkan mereka
untuk sukses di sekolah dan seterusnya.
Gambar 8. Solusi Tantangan Fokus yang Terbatas pada Pendidikan
Karakter
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 126
PENDIDIKAN KARAKTER
Kesulitan Mengajarkan Beberapa Ciri Karakter
Tantangan kesulitan mengajarkan beberapa karakter mengacu pada
fakta bahwa beberapa karakter lebih sulit untuk diajarkan daripada
yang lain. Beberapa ciri karakter, seperti empati atau ketahanan,
mungkin lebih menantang untuk diajarkan daripada yang lain. Menurut
Sudrajat (2011) menjadikan anak menjadi cerdas, boleh jadi lebih
mudah dilakukan, namun menjadikan manusia agar menjadi orang
yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit.
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai alasan, seperti kompleksitas
sifat, kurangnya metode pengajaran yang sesuai, atau fakta bahwa sifat
tersebut tidak dipahami atau dihargai dengan baik di komunitas
sekolah. Misalnya, pengajaran empati, yaitu kemampuan untuk
memahami dan berbagi perasaan orang lain, dapat menantang karena
menuntut siswa untuk mengembangkan pemahaman tentang emosi
mereka sendiri dan emosi orang lain, serta kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif.
Demikian pula, mengajar resiliensi, yaitu kemampuan untuk bangkit
kembali dari kemunduran dan tantangan, bisa jadi sulit karena
menuntut siswa untuk mengembangkan pola pikir berkembang dan rasa
hak pilihan pribadi. Menurut Romdloni (2021) aspek sikap (disposition)
sulit untuk diajarkan. Alasan lain mengapa mengajarkan beberapa ciri
karakter bisa jadi sulit adalah karena metode pengajaran tradisional
mungkin tidak efektif dalam mendorong perkembangan ciri-ciri
tersebut. Misalnya, menceramahi siswa tentang pentingnya kejujuran
mungkin tidak seefektif memberi mereka kesempatan untuk
mempraktikkan kejujuran dan menerima umpan balik atas tindakan
mereka.
Beberapa ciri karakter mungkin tidak dipahami atau dihargai dengan
baik di komunitas sekolah, yang dapat mempersulit guru untuk
mengajarnya secara efektif. Misalnya, jika budaya sekolah lebih
menghargai daya saing daripada kerja sama, mungkin akan sulit untuk
mengajarkan kepada siswa pentingnya kerja tim dan kolaborasi.
Untuk mengatasi tantangan sulitnya mengajarkan beberapa karakter,
sekolah dapat menerapkan berbagai strategi, antara lain:
1. Memberikan kesempatan pengembangan profesional kepada guru
yang berfokus pada pengajaran pendidikan karakter dan karakter
khusus. Ini dapat membantu guru mendapatkan pemahaman yang
lebih dalam tentang sifat-sifat yang mereka coba ajarkan dan
mengembangkan strategi yang efektif untuk mengajar mereka.
2. Memasukkan pendidikan karakter ke dalam kurikulum dengan cara
yang bermakna, seperti dengan memberikan kesempatan kepada
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 127
PENDIDIKAN KARAKTER
siswa untuk menerapkan karakter dalam situasi kehidupan nyata
atau dengan mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam mata
pelajaran yang ada.
3. Menciptakan budaya sekolah yang mendukung dan memperkuat
pengembangan karakter. Hal ini dapat mencakup mengenali dan
merayakan siswa yang menunjukkan karakter positif dan
memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat dalam KKN dan
proyek pengabdian masyarakat lainnya.
4. Menggunakan teknologi untuk mendukung pengajaran pendidikan
karakter. Misalnya, sekolah dapat menggunakan sumber daya online
dan alat interaktif untuk membantu siswa memahami dan
mempraktikkan karakter karakter yang berbeda.
5. Memberikan dukungan dan sumber daya yang berkelanjutan untuk
membantu siswa mengembangkan karakter secara efektif. Ini dapat
mencakup akses ke bahan ajar yang sesuai, layanan konseling,
program pendampingan, dan kelompok dukungan sebaya.
6. Mengembangkan rencana pelajaran dan kegiatan khusus yang
menargetkan pengembangan karakter tertentu.
7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan menerima
umpan balik atas tindakan mereka, dan melibatkan masyarakat
dalam mempromosikan dan memperkuat pentingnya pendidikan
karakter.
Gambar 9. Solusi Tantangan Kesulitan Mengajarkan
Beberapa Ciri Karakter dalam Implementasi
Pendidikan Karakter di Sekolah
Dengan mengambil langkah-langkah ini, sekolah dapat membantu
memastikan bahwa siswa memiliki keterampilan dan dukungan yang
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 128
PENDIDIKAN KARAKTER
mereka butuhkan untuk mengembangkan karakter positif dan menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab, penuh kasih, dan terlibat.
Keterbatasan Pemahaman Pendidikan Karakter
Terakhir, kurangnya pemahaman pendidikan karakter dapat menjadi
tantangan dalam pelaksanaannya. Keterbatasan pemahaman pendidikan
karakter mengacu pada kurangnya pengetahuan dan pemahaman di
kalangan pendidik dan penyelenggara sekolah tentang tujuan dan
manfaat pendidikan karakter (William, 2000; Darmayanti & Wiboowo,
2014). Beberapa pendidik mungkin tidak sepenuhnya memahami apa
itu pendidikan karakter atau bagaimana memasukkannya ke dalam
kurikulum secara efektif (Damon, 2013).
Tantangan ini dapat terwujud dalam beberapa cara, seperti:
1. Kurangnya kejelasan tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan
karakter, dan karakter apa yang harus diajarkan.
2. Kurangnya pengetahuan tentang bagaimana mengajarkan pendidikan
karakter, dan bagaimana mengintegrasikannya ke dalam kurikulum.
3. Kegagalan untuk mengenali pentingnya pendidikan karakter dan
potensi dampaknya terhadap hasil siswa.
4. Keterbatasan kesadaran akan penelitian yang mendukung efektifitas
pendidikan karakter.
Tantangan ini dapat terjadi karena berbagai alasan, antara lain:
pertama, kurangnya pedoman dan standar yang jelas untuk pendidikan
karakter. Kedua, kurangnya sumber daya dan kesempatan pelatihan bagi
pendidik untuk belajar tentang pendidikan karakter dan bagaimana
menerapkannya secara efektif. Ketiga, perlawanan terhadap perubahan
atau keyakinan bahwa pendidikan karakter bukanlah mata pelajaran
inti akademik. Keempat, terbatasnya akses ke penelitian dan praktik
berbasis bukti terkait pendidikan karakter.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting untuk memberi pendidik dan
administrator sekolah akses ke pelatihan, sumber daya, dan dukungan
yang dapat membantu mereka mendapatkan pemahaman yang lebih
dalam tentang pendidikan karakter dan manfaat potensialnya. Ini dapat
mencakup peluang pengembangan profesional, akses ke penelitian dan
praktik berbasis bukti, dan pengembangan pedoman dan standar yang
jelas untuk pendidikan karakter.
Untuk mengatasi tantangan keterbatasan pemahaman pendidikan
karakter, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh:
1. Memberikan peluang pengembangan professional; Guru,
administrator, dan anggota staf lainnya dapat ditawarkan peluang
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 129
PENDIDIKAN KARAKTER
pengembangan profesional yang berfokus pada prinsip dan praktik
pendidikan karakter. Ini dapat mencakup lokakarya, konferensi, dan
kursus online. Dengan membangun pemahaman yang lebih kuat
tentang pentingnya pendidikan karakter, pendidik dan administrator
dapat lebih efektif memasukkannya ke dalam budaya dan kurikulum
sekolah mereka, dan membantu siswa mengembangkan karakter
yang mereka butuhkan untuk berhasil dalam kehidupan.
2. Menumbuhkan budaya pembelajaran; Pemimpin sekolah dapat
bekerja untuk menciptakan budaya pembelajaran di mana
pengembangan dan peningkatan profesional berkelanjutan dihargai
dan didorong. Ini dapat mencakup menyediakan waktu untuk
kolaborasi dan refleksi, serta mengenali dan merayakan kesuksesan.
3. Melibatkan orang tua dan masyarakat; Sekolah dapat melibatkan
orang tua dan masyarakat tentang pentingnya pendidikan karakter
dan manfaatnya bagi siswa. Ini dapat mencakup mengadakan
lokakarya orang tua, acara komunitas, dan menciptakan kemitraan
dengan bisnis dan organisasi lokal.
4. Menyediakan sumber daya; Sekolah dapat menyediakan sumber daya
seperti buku, artikel, dan video yang menjelaskan prinsip dan praktik
pendidikan karakter. Ini juga dapat mencakup materi kurikulum dan
rencana pelajaran yang mengintegrasikan pendidikan karakter ke
dalam mata pelajaran akademik dab juga akses ke penelitian dan
praktik berbasis bukti.
5. Mencontohkan perilaku positif; Pemimpin sekolah dan anggota staf
dapat mencontohkan perilaku positif dan sifat karakter bagi siswa,
menunjukkan pentingnya pendidikan karakter dalam tindakan dan
interaksi mereka sendiri.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 130
PENDIDIKAN KARAKTER
Gambar 10. Solusi Tantangan Keterbatasan Pemahaman
Pendidikan Karakter
Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, sekolah dapat bekerja
untuk meningkatkan pemahaman dan implementasi pendidikan
karakter, yang pada akhirnya memberikan hasil yang lebih baik bagi
siswa.
Simpulan
Kesimpulannya, implementasi pendidikan karakter di sekolah
menimbulkan beberapa tantangan yang harus diatasi untuk
memastikan keberhasilannya. Salah satu tantangan utama adalah
kurangnya pelatihan guru, yang dapat diatasi dengan memberikan
kesempatan pengembangan profesional dan lokakarya bagi guru.
Tantangan lainnya adalah resistensi terhadap perubahan dari sebagian
guru, siswa, dan orang tua, yang dapat diatasi dengan melibatkan
mereka dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. Keterbatasan
waktu dan sumber daya juga menjadi tantangan yang signifikan dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah.
Untuk mengatasi hal ini, sekolah dapat mengalokasikan waktu
khusus untuk pendidikan karakter dan menjajaki kemitraan dengan
organisasi masyarakat dan bisnis untuk menyediakan sumber daya
tambahan. Kesulitan dalam mengukur keberhasilan dapat diatasi
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 131
PENDIDIKAN KARAKTER
dengan mengembangkan tujuan dan alat penilaian yang jelas yang
sejalan dengan misi dan tujuan sekolah secara keseluruhan. Fokus
yang terbatas pada pendidikan karakter dan kurangnya konsistensi
dalam implementasinya juga dapat diatasi dengan menjadikan
pendidikan karakter sebagai prioritas dan mengembangkan rencana
implementasi yang komprehensif.
Kesulitan dalam mengajarkan beberapa ciri karakter dapat diatasi
melalui penggunaan praktik berbasis bukti dan dengan melibatkan
siswa dalam prosesnya. Secara keseluruhan, implementasi pendidikan
karakter di sekolah memerlukan upaya kolaboratif antara pengelola
sekolah, guru, siswa, dan orang tua. Dengan mengatasi tantangan yang
disebutkan di atas dan mengembangkan rencana komprehensif untuk
pelaksanaannya, sekolah dapat membantu siswa mengembangkan
keterampilan dan sifat yang diperlukan untuk menjadi anggota
masyarakat yang bertanggung jawab, beretika, dan produktif.
Penting untuk disadari bahwa mengatasi tantangan ini memerlukan
komitmen jangka panjang dari semua pemangku kepentingan yang
terlibat dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, sekolah harus
mengutamakan pendidikan karakter dan mengintegrasikannya ke
dalam budaya dan kurikulum sekolah untuk menjamin
keberlanjutannya.
Selain itu, penting untuk melibatkan semua anggota komunitas
sekolah, termasuk guru, orang tua, dan siswa, dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan untuk memastikan bahwa program
tersebut memenuhi kebutuhan dan harapan semua orang yang terlibat.
Melalui upaya kolaboratif dan komitmen untuk perbaikan terus
menerus, sekolah dapat mengatasi tantangan penerapan pendidikan
karakter dan menciptakan lingkungan belajar yang positif yang
mempersiapkan siswa untuk sukses di semua bidang kehidupan
mereka.
Daftar Pustaka
Aeni, K., Astuti, T., Utoyo, U., Rahayu, S. I., & Junaedi, A. (2021).
Pemberdayaan Guru Sekolah Dasar dalam Penguatan Pendidikan
Karakter di Kabupaten Tegal. Jurnal Panjar: Pengabdian Bidang
Pembelajaran, 3(2), 38-41.
Abdimas AMikom Yogyakarta (2020). Pelatihan Untuk Peranan Guru
Dan Orang Tua Dalam Pendidikan Karakter. Diakses pada 20 Maret
2023 dari
https://lpm.amikom.ac.id/berita/id/p15t47zsg77q/pelatihan-
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 132
PENDIDIKAN KARAKTER
untuk-peranan-guru-dan-orang-tua-dalam-pendidikan-karakter-
pada-siswa-di-sd-n-karangasem-yogyakarta
Akhwan, M. (2014). Pendidikan karakter: konsep dan implementasinya
dalam pembelajaran di Sekolah/Madrasah. El-Tarbawi, 8(1), 61-
67.
Asyanti, S. (2012). Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi: Sudah
Terlambatkah?
Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2005). What works in character
education: A research-driven guide for educators. Washington, DC:
Character Education Partnership.
Curren, R. (2017). Why character education. Impact, 2017(24), 1-44.
Clayton, N. (2021). Non-Traditional Teachers’ Perceptions about the
Implementation and Integration of Character Education in the
Learning Environment (Doctoral dissertation, Saint Leo
University).
Damon, W. (Ed.). (2013). Bringing in a new era in character
education (No. 508). Hoover Press.
Damon, W., & Gregory, A. (2003). Bringing in a new era in the field of
youth development. Developmental assets and asset-building
communities: Implications for research, policy, and practice, 47-64.
Damon, W. (2013). Bringing in a New Era in Character Education.
Standford, California: Hoover Institution Press Standford
University.
Darmayanti, S. E., & Wibowo, U. B. (2014). Evaluasi program pendidikan
karakter di sekolah dasar Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Prima
Edukasia, 2(2), 223-234.
DeRoche, E. F., & Williams, M. M. (2001). Educating hearts and minds: A
comprehensive character education framework. Corwin Press.
Dishon, G., & Goodman, J. F. (2017). No-excuses for character: A critique
of character education in no-excuses charter schools. Theory and
Research in Education, 15(2), 182-201.
Dwintari, J. W. (2017). Kompetensi kepribadian guru dalam
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis penguatan
pendidikan karakter. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 7(2),
51-57.
Jhon, W., Zubaidah, E., & Mustadi, A. (2021). Challenges in the
implementation of character education in elementary school:
experience from Indonesia. Ilkogretim Online, 20(1).
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 133
PENDIDIKAN KARAKTER
Kurniawan, S., & S Th I, M. S. I. (2017). Pendidikan Karakter di Sekolah:
Revitalisasi Peran Sekolah dalam Menyiapkan Generasi Bangsa
Berkarakter. Samudra Biru.
Lickona, T. (2009). Educating for character: How our schools can teach
respect and responsibility. Bantam.
Lickona, T. (1996). Eleven principles of effective character
education. Journal of moral Education, 25(1), 93-100.
Lickona, T. (1997). Chapter IV: Educating for Character: A
Comprehensive Approach. Teachers College Record, 98(6), 45-62.
Preston, J. P., Jakubiec, B. A., & Kooymans, R. (2013). Common challenges
faced by rural principals: A review of the literature. The rural
educator, 35(1), 1.
Pala, A. (2011). The need for character education. International journal
of social sciences and humanity studies, 3(2), 23-32.
Peters, W. J. (2019). Creating A Positive School Culture. Diakses dari
https://www.linkedin.com/pulse/creating-positive-school-
culture-william-j-peters
Pike, M. A., Hart, P., Paul, S. A. S., Lickona, T., & Clarke, P. (2021).
Character development through the curriculum: teaching and
assessing the understanding and practice of virtue. Journal of
Curriculum Studies, 53(4), 449-466.
Salirawati, D. (2021). Identifikasi Problematika Evaluasi Pendidikan
Karakter di Sekolah. Jurnal Sains Dan Edukasi Sains, 4(1), 17-27.
Schaeffer, E. F. (1999). It's time for schools to implement character
education. NASSP Bulletin, 83(609), 1-8.
Sellman, D. (2007). On being of good character: Nurse education and the
assessment of good character. Nurse education today, 27(7), 762-
767.
Sudrajat, A. (2011). Mengapa pendidikan karakter?. Jurnal Pendidikan
Karakter, 1(1).
Stoll, S. K., & Beller, J. M. (1998). Can character be measured?. Journal of
Physical Education, Recreation & Dance, 69(1), 19-24.
Romanowski, M. H. (2005). Through the eyes of teachers: High school
teachers' experiences with character education. American
Secondary Education, 6-23.
Romdloni, M. A. (2021). Pendidikan karakter masa pandemi covid-19 di
SD. IJPE: Indonesian Journal of Primary Education, 5(1), 1-12.
Russell III, W. B., & Waters, S. (2014). Developing character in middle
school students: A cinematic approach. The Clearing House: A
Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas, 87(4), 161-167.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 134
PENDIDIKAN KARAKTER
Syafira, D., Sirait, M. H. R. B., & Rambe, D. P. (2022). EVALUASI
PROGRAM PENDIDIKAN KARAKTER DI MTs. AL-ULUM
MEDAN. CERMIN: Jurnal Penelitian, 6(2), 408-421.
Taylor, R., Thomas-Gregory, A., & Hofmeyer, A. (2020). Teaching
empathy and resilience to undergraduate nursing students: A call
to action in the context of Covid-19. Nurse education today, 94,
104524.
TeachThoughtStaff (2020). 25 Things Tests Can’t Measure In Students.
Diakses dari https://www.teachthought.com/learning/things-
tests-cant-measure/
T.(Triatmanto) Triatmanto. (2010). Tantangan Implementasi Pendidikan
Karakter di Sekolah. Yogyakarta State University.
Watson, G. (1971). Resistance to change. American behavioral
scientist, 14(5), 745-766.
Zubaedi (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsespsi dan Aplikasinya
dalam Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Muqarramah Sulaiman Kurdi | 135
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Muqarramah Sulaiman Kurdi, S.Pd., M.Pd.I.
Dosen Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin
Penulis lahir di Banjarmasin tanggal 03 Januari 1989. Penulis adalah
dosen pada Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Antasari
Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Menyelesaikan pendidikan Strata 1 di
Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin dan Strata 2 di
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain menulis di
jurnal-jurnal, penulis juga memiliki karya buku, saah satunya berjudul
Memaknai Kematangan Beragama: Telaah Konfigurasi dan Transformasi
Nilai Agama di Madrasah Ibtidaiyah.
Sri Nurhayati | 136
PENDIDIKAN KARAKTER
PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA DIGITAL
Sri Nurhayati
IKIP Siliwangi
srinurhayati@ikipsiliwangi.ac.id
Pendahuluan
Pendidikan karakter adalah pembahasan yang sangat penting
selama ribuan tahun. Bahkan, tujuan utama dari proses pendidikan
pada esensinya adalah membina dan mengembangkan karakter
penghambaan manusia kepada Sang Maha Pencipta. Pendidikan
karakter ini juga merupakan tujuan diutusnya para Nabi dan Rosul
oleh Tuhan Yang Maha Esa, dari sejak manusia pertama diciptakan
sampai kelak manusia terakhir terlahir ke bumi.
Pendidikan karakter selalu memiliki tantangan di setiap zamannya,
khususnya zaman kita yang disebut era digital saat ini. Sehingga
penting sekali untuk membahas karakteristik zaman dan cara
memaksimalkan karakteristik zaman tersebut untuk mengoptimalkan
pendidikan karakter. Oleh karena itu, dalam bab ini akan dibahas
mengenai definisi pendidikan karakter di era digital, tujuan pendidikan
karakter di era digital, bagaimana menjalankan pendidikan karakter
yang efektif dengan memanfaatkan teknologi digital, dan bagaimana
mengukur keberhasilan pendidikan karakter di era digital.
Definisi Pendidikan Karakter di Era Digital
Teknologi digital telah membawa pengaruh yang besar terhadap
kehidupan manusia di zaman modern ini. Teknologi digital ini juga
berdampak pada pendidikan karakter yang dinilai memiliki keunggulan
untuk memecahkan masalah dengan lebih efektif dan eifisien serta
menjalani kehidupan yang lebih mudah dan berkualitas (Triyanto,
2020).
Pemanfaatan teknologi secara baik merupakan kunci utama dalam
nilai karakter manusia. Dan yang menjadi penyebab berkurangnya
moral, pemanfaatan ilmu pengetahuan yang kurang, bahkan karakter
manusia di era modern ini adalah penyimpangan dalam
penggunaan teknologi dan internet. Pendidikan Karakter di era digital
didefinisikan sebagai proses pendidikan untuk membantu manusia
mengembangkan dirinya sebagai makhluk yang bermoral, memahami
dan mempraktikkan etika kehidupan, berprilaku baik dan beradab
tinggi dalam menggunakan teknologi digital di kehidupan sehari-hari.
Sri Nurhayati | 137
PENDIDIKAN KARAKTER
Seseorang dianggap memiliki karakter yang baik jika orang tersebut
mengetahui tentang nilai-nilai moral, memiliki ketertarikn terhadap
perbuatan dan adab yang luhur, dan melaksanakan perilaku yang baik
(Badawi, Nurhayati, Hidayat, Syarif, and Fasa, 2020).
Tujuan Pendidikan karakter di Era Digital
Pendidikan karakter di era digital bertujuan untuk membentuk
generasi muda yang memiliki nilai-nilai karakter yang baik, mampu
berpikir kritis, memiliki keterampilan teknologi yang baik, serta
memiliki kesadaran sosial dan kepedulian lingkungan. Berikut ini adalah
beberapa tujuan pendidikan karakter di era digital:
1. Membentuk karakter yang baik: Tujuan utama dari pendidikan
karakter di era digital adalah membentuk karakter yang baik pada
siswa. Nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan
empati harus diajarkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
siswa.
2. Meningkatkan keterampilan teknologi: Di era digital, keterampilan
teknologi menjadi hal yang sangat penting untuk dimiliki. Pendidikan
karakter harus mengintegrasikan keterampilan teknologi sebagai
bagian dari pembelajaran karakter. Hal ini akan membantu siswa
untuk mengembangkan keterampilan teknologi yang baik dan
menggunakannya secara bijak.
3. Mengembangkan kreativitas: Pendidikan karakter di era digital juga
bertujuan untuk mengembangkan kreativitas siswa. Dalam dunia
digital, siswa dapat belajar untuk menghasilkan konten yang menarik
dan bermanfaat. Hal ini dapat membantu siswa untuk
mengembangkan kreativitas mereka dan mengekspresikan ide-ide
mereka secara kreatif.
4. Meningkatkan kesadaran sosial: Pendidikan karakter di era digital
harus memasukkan aspek sosial dalam pembelajaran karakter. Siswa
harus diajarkan untuk memiliki kesadaran sosial yang tinggi dan
peduli terhadap lingkungan sekitar mereka.
5. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis: Pendidikan karakter di era
digital harus membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritis. Siswa harus diajarkan untuk melihat masalah dari
berbagai sudut pandang dan mengambil keputusan yang tepat.
Pendidikan karakter di era digital merupakan pendekatan yang
efektif untuk membentuk generasi muda yang memiliki karakter yang
baik dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Tujuan dari
Sri Nurhayati | 138
PENDIDIKAN KARAKTER
pendidikan karakter di era digital harus mencakup aspek teknologi,
kreativitas, sosial, dan keterampilan berpikir kritis.
Tidak diragukan lagi, era digital saat ini informasi bergerak dengan
sangat cepat, tetapi tidak diimbangi dengan bertumbuhnya nilai-nilai
kebijaksanaan dan kebajikan. Oleh karena itu, pentingnya pendidikan
karakter di era digital ini sangat penting untuk menumbuhkan
kebijaksanaan dan kebajikan manusia yang menjadi fitrahnya sejak
lama. Teknologi digital telah semakin terintegrasi dalam kehidupan
manusia.
Jika informasi memasuki otak tanpa manajemen dan regulasi emosi
yang tepat, hal itu dapat mengakibatkan emosi negatif. Di era digital,
anak harus dilatih sejak usia muda agar memiliki karakter yang kuat dan
tidak mudah terpengaruh arus informasi yang negatif. Terlebih karena
di era ini, segala jenis informasi dapat diterima. Tidak ada filter selain
diri kita sendiri; Oleh karena itu, pendidikan karakter diperlukan untuk
mengurangi atau bahkan mencegah genangan informasi digital yang
negatif.
Pentingnya pendidikan karakter, selain membantu individu
memahami identitas mereka, dapat meningkatkan semangat
nasionalis. Individu ini menyadari bahwa digitalisasi adalah sarana dan
bukan tujuan. Artinya, menggunakan teknologi digital sebagai sarana
untuk mencapai dan memfasilitasi tujuannya. Masyarakat Indonesia
harus dididik dan dibina melalui pendidikan karakter sehingga tidak
hanya mampu mengkonseptualisasikan kasih sayang, tetapi juga mampu
mengimplementasikan konsep-konsep tersebut dengan benar dan
bertanggung jawab. Dengan pemahaman yang lebih besar tentang
pentingnya pendidikan karakter di era digital, diharapkan bangsa
penerus Indonesia akan lebih unggul di masa depan.
Pola Pendidikan Karakter yang Efektif Dengan memanfaatkan
Teknologi Digital
Pendidikan Karakter dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
digital untuk memperluas akses dan meningkatkan efektivitas
pembelajaran. Berikut adalah beberapa cara untuk menjalankan pendidikan
karakter yang efektif dengan memanfaatkan teknologi digital:
1. Membangun platform pendidikan karakter online: Platform ini dapat
memuat berbagai sumber daya pendidikan, seperti materi pembelajaran,
video, dan tes untuk membantu siswa belajar nilai-nilai karakter. Guru
dan orang tua juga dapat berinteraksi dengan siswa dan memberikan
dukungan di platform ini.
Sri Nurhayati | 139
PENDIDIKAN KARAKTER
2. Menggunakan media sosial: Media sosial dapat digunakan untuk
memperkuat nilai-nilai karakter. Guru dan orang tua dapat membagikan
konten yang mendukung nilai-nilai karakter, seperti artikel, video, atau
gambar yang menunjukkan tindakan yang baik.
3. Mengadakan webinar atau seminar online: Guru dan orang tua dapat
mengadakan webinar atau seminar online untuk membahas topik-topik
terkait nilai-nilai karakter. Peserta dapat berpartisipasi dari mana saja
dan menanyakan pertanyaan pada guru atau pembicara.
4. Menggunakan game dan aplikasi edukasi: Game dan aplikasi edukasi
dapat membantu siswa memahami nilai-nilai karakter dengan cara yang
menyenangkan dan interaktif. Aplikasi tersebut dapat dibuat untuk
mengajarkan nilai-nilai karakter secara langsung atau untuk
mengevaluasi kemampuan siswa dalam menerapkan nilai-nilai tersebut.
5. Menyediakan video pembelajaran: Video pembelajaran dapat digunakan
untuk memperkuat nilai-nilai karakter dengan cara yang menarik dan
mudah dipahami. Video dapat diakses secara online dan dapat diputar
kembali untuk memperdalam pemahaman siswa tentang topik tertentu.
6. Menggunakan chatbot: Chatbot dapat digunakan untuk membantu siswa
memahami nilai-nilai karakter. Chatbot dapat memberikan dukungan
dan saran kepada siswa dalam situasi kehidupan nyata, misalnya dalam
mengatasi konflik atau membangun hubungan yang sehat. Dengan
memanfaatkan teknologi digital, pendidikan karakter dapat dijalankan
secara efektif dan efisien. Pendekatan ini dapat membantu siswa
memahami nilai-nilai karakter dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari
7. Pembelajaran online: Platform pembelajaran online dapat dimanfaatkan
untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada kurikulum
pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan platform pembelajaran online
untuk memberikan materi tentang nilai-nilai karakter dan memberikan
tugas-tugas yang mendorong siswa untuk menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
8. Pembuatan video edukasi: Video edukasi yang berisi materi tentang
nilai-nilai karakter dapat dibuat dan disebarkan melalui media sosial
atau platform video seperti YouTube. Video ini dapat menjadi sarana
untuk menginspirasi dan memotivasi siswa untuk mengembangkan
karakter yang baik.
9. Aplikasi edukasi: Terdapat banyak aplikasi edukasi yang dapat
digunakan untuk membantu siswa memahami dan menerapkan nilai-
nilai karakter. Misalnya, aplikasi untuk melatih keterampilan empati atau
kerjasama dapat membantu siswa untuk memahami nilai-nilai tersebut.
Sri Nurhayati | 140
PENDIDIKAN KARAKTER
10. Membuat blog atau website: Siswa dapat diminta untuk membuat blog
atau website yang berisi pengalaman dan refleksi mereka dalam
menerapkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Ini dapat
menjadi sarana untuk memperluas pemahaman siswa tentang nilai-
nilai karakter dan menginspirasi siswa lainnya untuk mengembangkan
karakter yang baik.
11. Diskusi online: Platform diskusi online dapat dimanfaatkan untuk
memfasilitasi diskusi antara siswa tentang nilai-nilai karakter. Diskusi
online dapat membantu siswa untuk memahami dan menerapkan nilai-
nilai karakter dalam konteks yang lebih luas.
12. Pendidikan karakter yang efektif dengan memanfaatkan teknologi
digital memerlukan strategi yang tepat dan konsisten. Penting bagi guru
dan orang tua untuk memilih platform dan teknologi yang sesuai
dengan kebutuhan siswa dan memfasilitasi pembelajaran karakter
secara efektif dan
Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, pembelajaran
digital menawarkan banyak keunggulan. Pembelajaran digital memiliki
potensi untuk mengurangi banyak kendala geografis yang luas. Teknologi
layar sentuh telah memungkinkan para pembelajar untuk berpartisipasi
dalam pengajaran yang dibantu teknologi. Ratusan aplikasi pembelajaran
kini telah dikembangkan dan tersedia yang berhasil memperkenalkan anak-
anak pada keterampilan literasi dan numerasi dini. Kemudian dengan
adanya kemajuan teknologi kecerdasan buatan sekarang memungkinkan
guru untuk mendiferensiasi metode pengajaran mereka, memberikan
dukungan tambahan dan materi yang sesuai dengan perkembangan kepada
pembelajar yang pengetahuan dan keterampilannya secara signifikan di
bawah atau di atas norma kelas. Sistem bimbingan belajar "cerdas" terbaru
tidak hanya dapat mendiagnosis kelemahan pembelajar saat ini, tetapi juga
mengapa para pembelajar tersebut membuat kesalahan tertentu.
Pembelajaran karakter di era digital mendorong dan mempromosikan
pengembangan keterampilan abad ke-21 yang penting bagi siswa, seperti
keterampilan komunikasi dan kolaborasi, sekaligus meningkatkan prestasi
dan motivasi siswa. Dengan memanfaatkan media pembelajaran lokal dan
kontemporer. Media pembelajaran lokal-modern harus memadukan
budaya masyarakat lokal dengan teknologi modern saat ini (Sujana, Sukadi,
Cahyadi, and Sari, 2021)
Mengukur Keberhasilan Pendidikan Karakter di Era Digital
Pendidikan karakter merupakan proses pembentukan sikap, nilai, dan
perilaku yang baik pada individu. Di era digital saat ini, pengukuran
Sri Nurhayati | 141
PENDIDIKAN KARAKTER
keberhasilan pendidikan karakter dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Berikut adalah beberapa contoh metode yang dapat digunakan:
1. Survei: Dilakukan dengan mengirimkan kuesioner kepada orang tua,
guru, atau murid tentang apakah mereka merasa bahwa pendidikan
karakter di era digital telah berhasil. Survei dapat mencakup pertanyaan
tentang nilai-nilai yang dianggap penting, seperti kejujuran, kerja sama,
dan sikap toleransi. Survei juga bisa dilakukan dengan memberikan
kuesioner atau wawancara kepada siswa dan guru untuk mengetahui
pandangan mereka tentang keberhasilan pendidikan karakter di era
digital. Survei dapat memberikan informasi yang lebih detail tentang
keberhasilan pendidikan karakter di era digital, seperti seberapa sering
nilai-nilai karakter diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa.
2. Observasi: Observasi dilakukan dengan mengamati perilaku siswa dalam
interaksi sehari-hari di lingkungan sekolah atau di lingkungan digital. Hal
ini dilakukan untuk melihat apakah siswa mampu menerapkan nilai-nilai
karakter yang telah diajarkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di dunia
nyata maupun dunia digital. Observasi juga bisa dilakukan dengan
mengamati perilaku murid di kelas atau di lingkungan digital, seperti
platform media sosial atau permainan daring. Perhatian khusus
diberikan pada perilaku yang menunjukkan kemajuan dalam
mengembangkan karakter yang diinginkan.
3. Ujian karakter: Dilakukan dengan memberikan tes atau ujian untuk
mengukur kemajuan murid dalam mengembangkan karakter yang
diinginkan. Tes ini dapat mencakup pertanyaan-pertanyaan tentang
nilai-nilai yang dianggap penting, seperti integritas, tanggung jawab, dan
empati. Tes atau evaluasi dapat dilakukan untuk mengukur pemahaman
siswa tentang nilai-nilai karakter yang telah diajarkan. Tes atau evaluasi
dapat dilakukan secara online atau offline, tergantung pada jenis tes yang
ingin dilakukan.
4. Analisis data digital: Dilakukan dengan menganalisis data digital, seperti
rekaman log dari aplikasi atau perangkat digital yang digunakan oleh
murid. Analisis ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana
murid menggunakan teknologi dan apakah penggunaannya sesuai
dengan nilai-nilai yang diinginkan. Data digital, seperti data aktivitas
siswa di platform pembelajaran online atau media sosial, dapat dianalisis
untuk melihat apakah siswa menerapkan nilai-nilai karakter dalam
interaksi mereka di dunia digital. Misalnya, apakah siswa menggunakan
bahasa yang sopan dan santun dalam interaksi online atau apakah
mereka menghargai privasi dan keamanan data pribadi.
5. Evaluasi kinerja: Guru dapat mengevaluasi kinerja siswa dalam situasi-
situasi kehidupan nyata. Misalnya, guru dapat melihat bagaimana siswa
Sri Nurhayati | 142
PENDIDIKAN KARAKTER
berinteraksi dengan teman sekelas, bagaimana mereka menyelesaikan
konflik, atau bagaimana mereka menangani tekanan.
6. Evaluasi proyek: Siswa dapat membuat proyek yang menunjukkan
kemampuan mereka dalam menerapkan nilai-nilai karakter. Proyek
dapat berupa presentasi, makalah, atau video, dan dapat menunjukkan
bagaimana siswa menggunakan nilai-nilai karakter dalam kehidupan
sehari-hari.
Pengukuran keberhasilan pendidikan karakter di era digital dapat
dilakukan dengan berbagai cara yang menggabungkan aspek penilaian diri,
evaluasi kinerja, observasi, evaluasi proyek, dan tes. Penting untuk diingat
bahwa pendidikan karakter di era digital merupakan tantangan baru yang
membutuhkan pendekatan yang berbeda dari pendidikan karakter
tradisional. Oleh karena itu, perlu adanya metode evaluasi yang dapat
menilai efektivitas dari program pendidikan karakter di era digital secara
holistik dan terintegrasi. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Oleh karena itu, kombinasi beberapa metode yang berbeda
dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keberhasilan
pendidikan karakter di era digital.
Penting bagi guru dan orang tua untuk mengembangkan strategi yang
sesuai dan efektif untuk mengukur perkembangan karakter siswa dan
membantu mereka menjadi pribadi yang berintegritas dan bertanggung
jawab.
Simpulan
Pendidikan karakter menjadi semakin penting di era digital karena
dengan kemajuan teknologi dan perkembangan media sosial,
pembelajar saat ini terpapar pada pengaruh-pengaruh yang belum
tentu selalu positif, pembelajar dapat dengan mudah mengakses
informasi yang beragam, termasuk informasi yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai moral dan etika yang seharusnya dipegang teguh.
Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi sangat penting untuk
membentuk karakter mulia para pembelajar agar memiliki nilai-nilai
moral dan etika yang baik serta menjadi individu yang bertanggung
jawab, mandiri, dan memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dan
kreatif dalam menghadapi perubahan zaman. Pendidikan karakter juga
dapat membantu mereka dalam memahami konsekuensi dari tindakan
mereka, baik dalam dunia nyata maupun dunia maya.
Selain itu, pendidikan karakter juga dapat membantu pembelajar
dalam mengembangkan kemampuan interpersonal, seperti
kemampuan untuk bekerja sama dalam tim, berkomunikasi dengan
Sri Nurhayati | 143
PENDIDIKAN KARAKTER
baik, dan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Hal ini
sangat penting dalam era digital yang serba cepat dan dinamis ini, di
mana kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan bekerja
sama dengan orang lain menjadi kunci untuk sukses.
Daftar Pustaka
Badawi, B., Nurhayati, S., Hidayat, A., Syarif, M., and Fasa, M. (2020).
Moral Teaching in the Age of Digital Economy: A Model for
Elementary School Character Education for Sustainable
Development. The 2nd International Conference of Business,
Accounting and Economics. https://doi.org/10.4108/eai.5-8-
2020.2301217
Sujana, I. P. W. M., Sukadi, Cahyadi, I. M. R., and Sari, N. M. W. (2021).
Pendidikan karakter untuk generasi digital native. Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(2), 518–524. Retrieved
from https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP
Triyanto, T. (2020). Peluang dan tantangan pendidikan karakter di era
digital. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 17(2), 175–
184. https://doi.org/10.21831/jc.v17i2.35476
Sri Nurhayati | 144
PENDIDIKAN KARAKTER
PROFIL PENULIS
Sri Nurhayati
Dosen Program Studi Pascasarjana Pendidikan Masyarakat
Fakultas Ilmu Pendidikan
Penulis lahir di Bandung tanggal 24 Desember 1984. Penulis adalah
dosen tetap pada Program Studi Pascasarjana Pendidikan Masyarakat,
Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Siliwangi Bandung. Menyelesaikan
pendidikan S1 pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan melanjutkan
S2 dan S3 pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah. Penulis menekuni
bidang Pendidikan Masyarakat, Pemberdayaan Masyarakat, Literasi, dan
Pendidikan Anak Usia Dini dan Parenting.
Elia Tambunan | 145
PENDIDIKAN KARAKTER
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA
Elia Tambunan
PKBM Jungle School; STT Real Batam
elia.tambunan@gmail.com
Pendahuluan
Gagasan mulia dari pendidikan karakter di Indonesia muncul oleh
karena ada kesadaran nasional bahwa anak bangsa ini menghadapi
krisis moral. Krisis seperti ini seolah disepakati menjadi salah satu
faktor raksasa yang dapat menghambat pembangunan bangsa di masa
yang akan datang. Sudah banyak analisis yang dituangkan dalam bentuk
kebijakan negara yang diipmplementasikan di sektor pendidikan dini
hingga tinggi.
Entah mengapa, tak sedikit pula, misalnya Faridah Alawiyah di Pusat
Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal
DPR-RI, memandang pendidikan karakter masih bermasalah. Krisis
moral terjadi pada semua golongan usia dan semua lini bangsa.
Persoalan tersebut terjadi karena belum dihayatinya nilai-nilai
Pancasila, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam
mewujudkan nilai-nilai Pancasila, bergesernya nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap
nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa, serta
melemahnya kemandirian bangsa. Satu sisi, karakter merupakan
identitas yang menjadi nilai dasar dan ciri khas setiap individu yang
menjadi dasar dalam berpikir dan bertingkah laku kepada Tuhannya,
kepada diri sendiri, kepada sesamanya, dan kepada lingkungannya, yang
kemudian membedakan satu individu dengan individu lainnya yang
tercermin dalam sebuah perilaku. Sisi lain, pendidikan karakter menjadi
salah satu program prioritas dalam Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa. Kebijakan ini disusun bersama oleh berbagai
kementerian, lembaga nonkementerian, dan lembaga nonpemerintah
yang terkait (Alawiyah 2012:87-101).
Lantas mengapa pendidikan karakter masih bermasalah? Apa yang
sudah dikerjakan negara dalam pendidikan karakter? Tulisan yang
dirangkai dengan studi pustaka yang terpublikasi ini akan menampilkan
gagasan-gagasan untuk pengembangan pendidikan karakter di
Indonesia yang sederhana tetapi benar-benar bisa dikerjakan.
Elia Tambunan | 146
PENDIDIKAN KARAKTER
Cita-cita Bangsa untuk Pendidikan Karakter
Ketika berkisah mengenai semangat Indonesia untuk urusan
karakter, kita tentu saja harus bangga. Dengan peryataan tegas di sini,
sudah banyak yang dicita-citakan bangsa sekaitan dengan pendidikan
karakter. Itu bisa diintip ulang ke lubang sejarah lampau, Indonesia dari
awal telah menanamkan nilai karakter dalam upaya pembangunan
bangsa, bahkan salah satu isi dari isi “khittah” Bung Karno dalam
“magnum Opusnya” Di bawah Bendera Revolusi, rohnya ialah
pembangunan karakter: karakter bildung yang tercerap dalam gagasan
besar, nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme ala si Bung (Ir. Sukarno
1964:1-22).
Gambar 1. Cita-cita Bangsa untuk Pendidikan Karakter
Memang, seperti dalam gambar 1, sudah tampak jelas landasan
filsafatis dan tahapan pendidikan karakter oleh bangsa Indonesia.
Apapun perdebatannya, itulah satu cita-cita yang mulia dari pendiri
bangsa jika bukan hanya sebatas cita-cita meskipun upaya yang sama
terus-terusan dikerjakan oleh negara setidaknya terlihat dari tahap
prioritas pembangunan karakter bangsa Indonesia sampai pada tahun
2025. Hal yang sama juga terbaca dalam sejumlah dokumen negara
terlihat dalam tabel 1 ini.
Elia Tambunan | 147
PENDIDIKAN KARAKTER
Tabel 1. Kebijakan Negara tentang Pendidikan Karakter
No
Kebijakan
1.
Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter
Bangsa 2010-2025. Pemerintah Republik Indonesia. 2010.
Jakarta .
2.
Kerangka Acuan Pendidikan Karakter tahun 2010. Direktorat
Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Jakarta.
3.
Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Kementerian
pendidikan nasional. 2011. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat kurikulum dan Perbukuan Kementerian
Pendidikan Nasional. 2011. Jakarta.
4.
Strategi Pembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa.
Direktorat Pembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa, Ditjen
Budaya, Seni dan Film, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata. 2011. Jakarta.
5.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-
2025.
Akan tetapi yang harus diingat ialah hal-hal tersebut dalam tabel
ialah sebatas kebijakan tertulis dari negara yang muncul akibat dari
adanya permasalahan kebangsaan pasca reformasi yang dianggap tidak
terhenti pada persoalan-persoalan penataan sistem ekonomi dan politik
yang pelik semata, akan tetapi menyangkut moralitas dan rasa
kebangsaan yang dipandang mengalami degradasi. Hal tersebut diyakini
merupakan suatu permasalahan jangka panjang yang menyangkut
lemahnya pembinaan mentalitas manusia Indonesia di tengah tantangan
yang dihadapi, baik secara eksternal maupun internal. Maka,
pembangunan karakter dan pekerti bangsa mulai dirumuskan secara
eksplisit sebagai suatu program yang sistematis dan terencana. Hasilnya
adalah terlaksananya kegiatan pPenyusunan strategi seperti terdaftar di
nomor urut ke-4. Sudah saatnya, pendidikan karakter sebagai bagian
penting dari misi sekolah. Bahkan, karakter menjadi tujuan utama
Elia Tambunan | 148
PENDIDIKAN KARAKTER
pendidikan sekarang sebagai prasyarat utama perilaku seluruh manusia
dan promosi setatus sekolah yang baik, dan fungsi sosial-emosional
yang sehat (M. K. Duncan 2021:16-21).
Sesuai dengan definisi secara umum, pendidikan karakter adalah
proses pembelajaran yang memungkinkan naradidik dan orang dewasa
dalam komunitas persekolahan untuk memahami, peduli dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai etika inti seperti rasa hormat, keadilan, kebajikan
sipil dan kewarganegaraan, dan tanggung jawab untuk diri sendiri dan
orang lain. Berdasarkan nilai-nilai inti tersebut, pendidikan membentuk
sikap dan tindakan yang merupakan ciri masyarakat yang aman, sehat,
dan terinformasi yang berfungsi sebagai fondasi masyarakat di
manapun. Pendidikan karakter wajib mengajarkan kebiasaan berpikir
dan perbuatan yang membantu manusia hidup dan bekerja sama
sebagai keluarga, sahabat, tetangga, masyarakat dan bangsa.
Peran institusi persekolah dalam pendidikan karakter memang
menjadi sangat sentral fungsinya. Naradidik menghabiskan sebagian
besar masa muda mereka di ruang kelas. Artinya, bersekolah bukan
hanya lingkungan bermain anak, remaja, dan pemuda lewat proses
pembelajaran (Duncan 2020:6-13), tetapi sekolah adalah ruang
kesempatan untuk menjelaskan, memperkuat, dan teater demontrasi
dari nilai-nilai inti baik yang membentuk karakter manusia. Di sekolah,
pendidikan karakter harus didekati secara komprehensif dengan
memasukkan kualitas emosional, intelektual, dan moral seseorang atau
kelompok. Pendidikan di dalamnya harus menawarkan banyak
kesempatan bagi naradidik untuk belajar untuk saling memperagakan
perilaku sosial yang positif. Kepemimpinan dan keterlibatan mereka
sangat penting agar pendidikan karakter menjadi bagian dari keyakinan
dan tindakan di dalam dan luar kompleks sekolah.
Pengembangan Pendidikan Karakter
Untuk berhasil menerapkan pendidikan karakter, sekolah
mewajibkan untuk memperlihatkan keteladanan untuk menyatukan
kode etik sosial staf, orang tua, dan naradidik untuk mengidentifikasi
dan menentukan elemen karakter yang ingin ditekankan sebagai nilai-
nilai inti tetapi menjadi khas terlembaga dari sekolah tersebut yang
akan dikenang masyarakat luas. Dalam pengertian luas, pencapaian
karakter sudah wajib menjadi syarat kelulusan naradidik, promosi
tenaga kependidikan, dan seluruh civitas akademis di institusi
pendidikan bukan lagi sebagai program pembelajaran. Sudah waktunya
pendidikan karakter diimplementasikan sebagai perangkat analisis dan
Elia Tambunan | 149
PENDIDIKAN KARAKTER
pengukuran yang diharuskan (Jeynes, 2019:33-71). Hal tersebut sangat
tepat dilakukan dengan beberapa langkah taktis seperti tabel 2 berikut.
Tabel 2. Langkah Taktis Pengembangan Karakter
Pengembangan
Sasaran
Memberikan pelatihan bagi staf tentang
bagaimana mengintegrasikan pendidikan
karakter ke dalam kehidupan dan budaya
sekolah.
Proses edukasi
terbentuknya
budaya sekolah
berkarakter.
Membentuk persahabatan yang sehat dan
ramah dengan orang tua dan masyarakat
sehingga naradidik mendengar pesan yang
konsisten tentang ciri-ciri karakter yang
penting untuk sukses di sekolah dan
kehidupan.
Relasi sekolah
dengan orang tua
dan masyarakat.
Memberikan kesempatan bagi pemimpin
sekolah, guru, orang tua, dan mitra
masyarakat untuk mencontohkan sifat-sifat
karakter dan perilaku sosial yang patut
dicontoh.
Ruang bebas
untuk
Mengekspresikan
karakter.
Seluruh civitas dan institusi pendidikan
negara, menjadikan pendidikan karakter
sebagai agenda utama melalui proses
secara kolaboratif dengan masyarakat.
Tujuan bersama
yang hendak
diraih.
Memasukkan pendidikan karakter sebagai
syarat kelulusan akreditasi sekolah,
naradidik, kenaikan dan promosi jabatan
tenaga kependidikan yang wajib dilalui.
Syarat
adaministratif dan
akademis.
Memasukkan pendidikan karakter ke dalam
rencana belajar sekolah tahunan dan dalam
semua aktivitas keorganisasian yang ada di
seluruh komunitas sekolah.
Implementasi
kebijakan
menyeluruh
dalam semua
program sekolah.
Mewajibkan keterlibatan seluruh
masyarakat di lingkungan sekolah dalam
Kontrol sosial
bersama sekolah
Elia Tambunan | 150
PENDIDIKAN KARAKTER
merancang dan melaksanakan pendidikan
karakter di sekolahnya serta memberikan
peringatan dan hukuman bagi seluruh
civitas sekolah yang melanggar kode etik
sekolah dan juga memberikan penghargaan
bagi mereka yang dikategorikan sebagai
pahlawan karakter setiap semester untuk
menjadi efek jera dan promosi manusia
yang berkarakter.
dan kompleks
sekitar.
Langkah-langkah tersebut bisa ditempuh dengan cara seperti ini.
Karakter sebagai program kerja setiap awal bulan, sifat dan definisi
karakter yang akan menjadi inti misalnya, karakter peduli sosial, peduli
lingkungan, dan tanggung jawab dipilih untuk dimensi dan nilai-nilai
karakter bulanana alam satu paket tertentu. Kemudian tiga sepaket itu
dipresentasikan guru dan menjadi agenda dalam seluruh program
sekolah yang ada, dan diumumkan setiap pagi lewat alat komunikasi
yang ada di lingkungan sekolah, keluarga dan kompleks sekitar lewat
media yang telah dibangun.
Humas dan guru pembimbing sekolah menerbitkan “e-buletin”
karakter peduli dan tanggung jawab lingkungan dan sosial yang dikirim
setiap awal bulan dengan fokus pada sifat yang diberikan (definisinya,
seperti apa di sekolah dan di rumah, buku yang mengajarkan sifat
tersebut, dan seterusnya. Naradidik dan seluruh civitas akademis
menominasikan seorang naradidik dan tenaga kependidikan yang paling
baik dalam mencontohkan sifat itu untuk bulan itu sebagai seorang
“pahlawan karakter”. Sekolah mengadakan upacara, seremoni singkat
tentang pengumuman untuk menyerahkan sertifikat untuk sang
pahlawan. Menampilkan program di papan sekolah dan e-buletin
disertai foto pahlawan yang terpilih.
Dari langkah-langkah tersebut sedikitnya ada dimensi dan nilai-nilai
karakter yang bisa menjadi capaian, seperti: jujur (perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan) di dalam
dan di luar sekolah, termasuk di rumah dan masyarakat; disiplin (aksi
nyata yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan), untuk mengerjakan bidang karakter yang
ditentukan setiap bulan; toleransi (sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dengan dirinya) terhadap orang lain yang berbeda dan
berbuat prestasi sekaitan bidang karakter bulanan; demokratis (cara
berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
Elia Tambunan | 151
PENDIDIKAN KARAKTER
dirinya dan orang lain) terhadap menilai dan memahami perilaku dan
diri orang lain; menghargai prestasi (Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk, menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain)
orang lain yang lebih dari diri sendiri setiap bulan;
bersahabat/komunikatif (tindakan yang memperlihatkan rasa senang,
berbicara, bergaul, dan bekerjasama, dengan orang lain) karena telah
memobilisasi seluruh sivitas akademik, keluarga dan masyarakat
sekaitan dengan pendidikan karakter bulanan; gemar membaca
(kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi manusia) lewat program di papan sekolah
dan e-buletin.
Titik tekan dalam langkah-langkah pengembangan tersebut di atas
diniatkan untuk melampaui apa yang disebut menghadirkan karakter ke
dalam pendidikan sejak dari gerbang sekolah hingga ke ruang-ruang
kelas maupun kantin dan kamar mandi (Paul Watts, Michael Fullard
2021:112-129), seperti yang selama ini digagas banyak ahli, atau proses
edukasi bagaimana sekolah mendidik karaktek naradidik untuk
mencapai rasa hormat dan tanggung jawab pada manusia (Lickona
2009:ix-x).
Sekarang sudah harus lebih tegas dari hal-hal normatif tersebut.
Pendididikan karakter sudah harus dijadikan prasyarat utama dalam
administrasi dan juga sebagai prasyarat pencapaian lulusan dan
kenaikan sumber-sumber pendapatan bagi civitas akademis. Mengingat,
kebijakan negara sering sebatas produksi aturan, maka pengembangan
pendidikan karakter sudah harus lebih tegas dan terukur. Kita tak lagi
membutuhkan pendidikan untuk memahami karakter, memperkenalkan
gagasan, praktik, dan konsep utama yang membentuk pendidikan
karakter di sekolah saat ini, mengeksplorasi prinsip-prinsip yang
mendasari pendidikan karakter dan praktik pedagogis yang
memastikannya benar-benar hidup di sekolah (Tuhuteru, Pratiwi,
Suryowidiyanti, Mahendika, Abdullah 2023: 13569-13577). Yang kita
butuhkan ialah pengembangannya sebagai praksis yang juga sebagai
pengawasan bersyarat untuk memperoleh capaian akademis dan
kehidupan sosial setiap hari.
Kesimpulan
Sepanjang sejarahnya, pendidikan karakter di Indonesia,
sesungguhnya benar-benar telah menjadi tanggung jawab bersama
antara orang tua, guru, dan anggota masyarakat, yang bersama-sama
sepemahaman dalam mendukung pengembangan karakter yang positif.
Elia Tambunan | 152
PENDIDIKAN KARAKTER
Ada kesadaran berbangsa tentang pendidikan karakter mengajarkan
kebiasaan berpikir dan perbuatan yang membantu manusia hidup dan
bekerja sama sebagai keluarga, sahabat, tetangga, masyarakat dan
bangsa. Lewat kebijakan yang ada, memang tampak kesadaran nasional
bahwa pendidikan karakter adalah proses pembelajaran yang
memungkinkan komunitas persekolahan memahami, peduli dan
bertindak berdasarkan nilai-nilai hidup baik untuk membentuk sikap
dan tindakan yang merupakan ciri masyarakat yang aman, sehat, dan
terinformasi berfungsi sebagai fondasi akan tetapi tetap saja ada
masalah. Pengembangan yang bisa dilakukan setiap bulan di institusi
pendidikan sedikitnya wajib menjadi capaian yang dijadikan sebagai
bagian dari akumulasi syarat kelulusan sekolah dan prasyarat promosi
tenaga kependidikan dan setatus akreditasi sekolah.
Daftar Pustaka
Alawiyah, Faridah. 2012. “Kebijakan Dan Pengembangan Pembangunan
Karakter Melalui Pendidikan Di Indonesia.” Aspirasi 3, no. 1: 87–
101. https://doi.org/https://doi.org/10.46807/aspirasi.v3i1.259.
Duncan, Mary Katherine. 2021. “A Picture Book Is Worth a Thousand
Words: Building a Character Literacy Library” 19, no. 1: 16–21.
https://doi.org/https://doi.org/10.5860/cal.19.1.16.
Duncan, Mary Katherine Waibel. 2020. “More Than Just Play: University-
Based, Multiple Intelligences–Inspired Toy Library.” Children and
Libraries 18, no. 1: 6–13.
Jeynes, William H. 2019. “A Meta-Analysis on the Relationship Between
Character Education and Student Achievement and Behavioral
Outcomes.” Education and Urban Society 51, no. 1: 33–71.
https://doi.org/https://doi.org/10.1177/0013124517747681.
Laros Tuhuteru, Pratiwi, E., Suryowidiyanti, T., Mahendika, D., Abdullah,
D. 2023. “Strategies For Primary School Students Understanding Of
Character Education Through The Active Role Of Teachers.” Journal
on Education 5, no. 4: 13569–77.
https://doi.org/https://doi.org/10.31004/joe.v5i4.2365.
Lickona, Thomas. 2009. Educating for Character: How Our Schools Can
Teach Respect and Responsibility. New York: Random House, Inc.
Paul Watts, Michael Fullard, Andrew Peterson. 2021. Understanding
Character Education: Approaches, Applications and Issues. London:
Open International Publishing Limited.
Sukarno, Ir. 1964. Dibawah Bendera Revolusi, DJilid Pertama, Tjetakan
Ketiga. Jakarta: Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi.
Elia Tambunan | 153
PENDIDIKAN KARAKTER
Buku ini merupakan sebuah karya yang memberikan wawasan
mendalam tentang pentingnya pendidikan karakter dalam
mengembangkan individu yang berintegritas, bertanggung
jawab, dan memiliki moralitas yang tinggi. Dalam buku ini,
pembaca akan diajak untuk memahami makna sebenarnya
dari pendidikan karakter, peran pentingnya dalam membentuk
kepribadian seseorang, serta implikasinya dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan memberikan pemahaman yang mendalam
tentang ruang lingkup pendidikan karakter, pembaca akan
lebih peka terhadap kompleksitas nilai-nilai yang membentuk
karakter individu. Selanjutnya, buku ini membahas beragam
strategi dan model pendidikan karakter yang telah terbukti
berhasil dalam konteks pendidikan formal maupun informal.
Selain itu, buku ini akan menjelaskan bagaimana pendidikan
karakter dapat mempengaruhi perilaku sehari-hari individu
dalam berinteraksi dengan sesama dan lingkungan sekitar.
Dengan menyajikan pengetahuan teoritis yang mendalam,
buku ini menjadi sumber inspirasi bagi siapa pun yang tertarik
untuk menggali lebih dalam tentang pentingnya pendidikan
karakter dalam membentuk manusia yang berkualitas dan
berintegritas. Dalam upaya membangun dunia yang lebih baik,
buku "Pendidikan Karakter" menjadi pemandu yang berharga
dalam mengasah nilai-nilai kemanusiaan yang mendasari
kehidupan kita.