Content uploaded by Alfin Dwi Rahmawan
Author content
All content in this area was uploaded by Alfin Dwi Rahmawan on Oct 21, 2023
Content may be subject to copyright.
KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP PENGGUNAAN MATA
UANG KRIPTO SEBAGAI MEDIA PENCUCIAN UANG (STUDI
KASUS BITCOIN)
Lendra Dika Kurniawan1, Alfin Dwi Rahmawan2, dan Jeanne Darc
Noviayanti Manik3
1Fakutas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia, lendradika95@gmail.com
2Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung, Bangka,
Indonesia, alfindwirahmawan98@gmail.com
3Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung, Bangka, Indonesia,
novi_palembang@gmail.com
Abstract
The purpose of this research is to see the loopholes for the perpetrators of money
laundering through the Bitcoin Cryptocurrency media in carrying out their actions. This
study uses a socio-legal research approach. Socio-legal is known as research that
involves a social approach in studying legal studies or across disciplines. Sociolegal
studies are an alternative approach that examines doctrinal studies of law. The results in
this study are based on several case findings and also some literature, Bitcoin
cryptocurrency provides opportunities for illegal transactions or transactions that are
used for negative actions. There is strong speculation that Bitcoin is very vulnerable to
be used as a medium for money laundering or other misuse such as terrorism financing,
arms and drug trafficking to several other forms of crime. This is possible because
Cryptocurrency has a Blockchain-based encryption system that has sufficient
effectiveness, complexity, and anonymity. There are also attempts to engineer Bitcoin as
a recognized currency in Indonesia, this can be seen from the use of Bitcoin and the
emergence of legality against Bitcoin Cryptocurrency.
Keywords: Cryptocurrency, Bitcoin, Money Laundery.
P-ISSN: 2656-534X, E-ISSN: 2656-5358
Jurnal Suara Hukum
90
Abstrak
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk melihat celah bagi pelaku tindak pidana
pencucian uang melalui media Kriptokurensi Bitcoin dalam menjalankan aksinya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian sosio-legal. Sosio-legal dikenal
dengan penelitian yang melibatkan pendekatan sosial dalam mengkaji kajian hukum atau
lintas disiplin ilmu. Studi sosiolegal adalah suatu pendekatan alternatif yang menguji
studi doktrinal terhadap hukum. Adapun hasil dalam penelitian ini berupa beberapa
temuan kasus dan juga beberapa literatur, kriptokurensi bitcoin memberikan peluang
dalam transaksi ilegal atau transaksi yang digunakan untuk tindakan yang negatif.
Terdapat spekulasi yang kuat bahwa bitcoin sangat rentan untuk digunakan sebagai media
pencucian uang atau penyalahgunaan lain seperti pendanaan terorisme, perdagangan
senjata dan narkoba hingga beberapa bentuk kejahatan lainnya. Hal ini dimungkinkan
karena kriptokurensi memiliki sistem enkripsi berbasis blockchain yang memiliki
efektifitas, kompleksitas, dan anonimitas yang memadai. Terdapat pula upaya rekayasa
Bitcoin sebagai mata uang yang diakui di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari
digunakannya Bitcoin serta munculnya legalitas terhadap Kriptokurensi Bitcoin.
Kata Kunci: Kriptokurensi, Bitcoin, Pencucian Uang.
A. PENDAHULUAN
Berkembangnya teknologi dan informasi semakin dapat membantu kehidupan
manusia, mulai dari hal transportasi, pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pembayaran
berbagai tagihan sampai pada pemenuhan kebutuhan tersier seperti pembelian tiket
konser, olahraga, dan lainnya kini dengan kemajuan teknologi cukup dijalankan
dengan satu aplikasi yang dikendalikan ‘hanya’ dengan jari jemari kita atas tombol
ponsel pintar dalam genggaman. Tentunya ini adalah suatu fenomena yang
menggembirakan, karena dengan penemuan seperti ini kita sangat terbantu dari segi
efisiensi waktu dan tenaga (Nasution, 2018). Semua hal tampaknya lebih mudah
dengan adanya teknologi termasuk dalam aspek ekonomi.
Perkembangan teknologi dalam kaitannya dengan aspek ekonomi yang relevan
dengan permasalahan ini adalah munculnya pembayaran baru dalam transaksi bisnis.
Teknologi memberikan banyak opsi dalam pembayaran berbasis media internet
seperti; e-commerce, e-wallet, atau metode lain yang diperuntukkan untuk
pembayaran melalui sistem daring (dalam jaringan). Keuntungan yang diperoleh dari
transaksi yang dilakukan dengan sistem daring adalah pembayaran dapat dilakukan
secara mudah serta efisien waktu dan biaya untuk digunakan. Salah satu metode
Kajian Kriminologi Terhadap…..89-101
pembayaran yang muncul karena perkembangan teknologi dan informasi adalah mata
uang digital atau dalam nama lain disebut kriptokurensi (cryptocurrency).
Mata uang digital ini menggunakan sebuah sistem cryptography yang cukup
kompleks sehingga tidak dapat dipindahkan bagi yang tidak memiliki akses serta
tidak dapat dilakukan duplikasi jumlahnya, jenis mata uang ini diperkenalkan dengan
citra independen yang peredarannya tidak diatur oleh pihak manapun di dunia bahkan
pemerintah atau bank sekalipun, diantara mata uang digital yang tersebar di dunia,
kehadiran Bitcoin menjadi fenomena tersendiri (Ilyasa, 2019). Selain Bitcoin, terdapat
pula mata uang digital lain seperti Peercoin, Ripple, Auroracoin, Litecoin,
Auroracoin, dan Dogecoin. Kriptokurensi tersebut umumnya menggunakan sistem
Blockchain.
Jaringan sistem bitcoin terdiri dari beberapa komputer yang menjalankan
software bitcoin yang beroperasi dalam rangka untuk mencatat setiap transaksi yang
terjadi di dalam sistem tersebut (Smit et al., 2016). Pencatatan ini disebut
“blockchain”, yang merupakan buku besar umum (global ledger) atau neraca
(balance sheet) yang mencatat setiap transaksi yang dilakukan menggunakan bitcoin.
Pencatatan ini bersifat publik dan umum, sehingga setiap transaksi yang
menggunakan bitcoin dapat ketahui oleh publik meskipun alamat bitcoin dari pelaku
transaksi tersebut tidak dapat langsung diketahui oleh publik (Yohandi et al., 2017).
Bitcoin menarik perhatian dunia dikarenakan beberapa faktor seperti Bitcoin
tidak dikendalikan oleh pihak manapun, mudah untuk digunakan, biaya dalam
transaksinya terbilang murah, serta nilainya yang bisa naik dan turun secara drastis
menjadi media investasi yang dapat menjanjikan dan sering kali Bitcoin disebut
sebagai Digital Gold (Ilyasa, 2019). Tercatat bahwa hanya dalam beberapa bulan
Bitcoin mengalami kenaikan yang fantastis. Pada awal tahun 2020 Bitcoin dijual
sekitar harga Rp 99 juta, namun sempat anjlok karena dampak virus Corona hingga
Rp 65 juta pada Maret 2020, kemudian naik secara perlahan hingga akhirnya bisa
menembus level tertinggi di harga tertinggi (Subagyo, 2020). Hingga saat karya tulis
ini dibuat, Bitcoin berada di kisaran harga Rp 700 juta.
Di era revolusi industri 4.0 sekarang ini banyak sebagian orang menjadikan
mata uang Cryptocurrency ini sebagai investasi bahkan menjadi pembayaran yang
sah di beberapa Negara maju di dunia. Namun mata uang Cryptocurrency juga banyak
P-ISSN: 2656-534X, E-ISSN: 2656-5358
Jurnal Suara Hukum
92
dikaitan dengan investasi yang mengiurkan dimana kurs mata uang cryptocurrency
relatif lebih naik presentasenya di era sekarang ini. Tetapi dalam prefektif hukum di
Negara Indonesia, Bank Indonesia menolak terkait dengan pembayaran yang sah
terkait dengan mata uang cryptocurrency yang dimana tidak bisa menjadikan alat
tukar suatu barang atau jasa apapun. Selain itu juga menurut Bank Indonesia rentan
dengan peretasan terkait dengan mata uang cryptocurrency dan memicu terkait
dengan pencucian uang dan pendanaan terorisme (Tungkiman, 2021).
Di Indonesia sendiri Bitcoin belum memiliki kejelasan apakah dianggap sebagai
mata uang atau tidak serta belum ada kejelasan apakah dianggap sebagai mata uang
atau tidak serta belum ada regulasi khusus terkait penggunaannya (Ilyasa, 2019).
Ketidakjelasan ini membuat substansi pengaturan Bitcoin serta mata uang kripto lain
membuat kedudukannya di mata hukum tidak jelas pula, sehingga hukum belum dapat
mengatur Bitcoin secara komprehensif. Sehingga praktik penggunaan Bitcoin sangat
mudah untuk disalahgunakan.
Melalui sistem Blockchain yang mengedepankan validitas data berbasis
jaringan, transaksi yang anonim, dan fluktuasi nilai yang tidak menentu menjadikan
Bitcoin sangat riskan untuk disalahgunakan. Salah satu kemungkinan yang kuat
adalah terdapat oknum-oknum yang menggunakan Bitcoin sebagai media untuk
melakukan tindak pidana pencucian uang. Penting untuk diketahui bahwa Bitcoin
dengan segala keuntungannya memiliki celah-celah yang dapat dimanfaatkan karena
memiliki banyak faktor-faktor pendukung pencucian uang. Maka dari itu penelitian
ini dirasakan perlu untuk dilakukan karena penulis ingin melihat bagaimana
penggunaan kriptokurensi Bitcoin dapat berpeluang menjadi tindakan kriminalitas
pencucian uang dan juga melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kriptokurensi
dapat dijadikan sebagai sarana tindak pidana pencucian uang.
Penelitian mengenai hal tersebut penting untuk dilakukan karena payung hukum
mengenai penggunaan kriptokurensi hingga artikel ini disusun belum ada, sehingga
menjadi penting bagaimana melakukan penelusuran dan justifikasinya
(Darmodiharjo, 2004). Menurut Roscoe Pound dengan teorinya yang dimana hukum
sebagai alat untuk merekayasa atau memperbarui masyarakat (law as a tool of
engineering) yang melindungi kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh
hukum antara lain yaitu kepentingan umum (public interest), Kepentingan masyarakat
Kajian Kriminologi Terhadap…..89-101
(social interest) dan Kepentingan Pribadi (private interest). Tetapi dalam hal ini
bertolak belakang kepada kebijakan Bank Indonesia yang menolak terkait dengan
mata uang cryptocurrency untuk melakukan transaksi digital khususnya pembayaran
yang sah di Indonesia (Tungkiman, 2021).
Penelitian sejenis telah dilakukan oleh peneliti lain. Candra Ardiano pada tahun
2022 telah melakukan kajian mengenai analisis yuridis kriminologis penggunaan
mata uang elektronik bitcoin sebagai sarana tindak pidana pencucian uang (Ardiano
& Rochaeti, 2022) dengan menggunakan pendekatan penelitian normatif. Pada tahun
yang sama Alhady Murizqy melakukan penelitian sejenis dengan fokus kajian pada
aspek keamanan trading cryptocurrency dan perlindungan hukum cryptocurrency di
Indonesia (Murizqy & Dirkareshza, 2022). Hardi Hermawan pada tahun 2022 juga
melakukan penelitian sejenis dengan penekanan penggunaan mata uang virtual
bitcoin sebagai alat pembayaran ditinjau dari aspek perlindungan hukum konsumen
(Hermawan et al., 2022).
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian sosio-legal. Sosio-legal
dikenal dengan penelitian yang melibatkan pendekatan sosial dalam mengkaji kajian
hukum atau dapat dikatan lintas disiplin ilmu. Studi sosiolegal adalah suatu pendekatan
alternatif yang menguji studi doktrinal terhadap hukum. Kata “socio” dalam socio-
legal studies merepresentasi keterkaitan antar konteks dimana hukum berada (an
interface with a context within which law exists) (Banakar & Travers, 2005).
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penelitian hukum merupakan kegiatan
ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dan cara
menganalisanya. Disamping itu juga mengadakan pemeriksaan yang mendalam
terhadap fakta hukum, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau
permasalahan yang timbul di dalam gejala hukum tersebut (HS, Halim. Nurbani,
2013).
Proses pengumpulan data yang dilakukan yakni menggunakan observasi literatur
dan juga wawancara dengan pendekatan purposive sampling. Motode ini digunakan
karena mempertimbangkan bahwa informan yang diambil sesuai dengan kriteria dari
P-ISSN: 2656-534X, E-ISSN: 2656-5358
Jurnal Suara Hukum
94
peneliti. Kriteria informan ini mempunyai kapasitas yang mengatur dan mengetahui
tentang sistem kriptokurensi.
Untuk menganalisis penelitian ini digunakan Teori Asosiaasi Diferensial
(Differensial Association) dalam bidang keilmuan Kriminologi yang mengutamakan
proses belajar seseorang, sehingga kejahatan sebagaimana tingkah laku lain pada
manusia, merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Dasar pemikiran yang melandasi
teori tersebut, menurut Rose Giallombardo adalah “a criminal act occur when a
situation appropriate for it, as defined by the person, is present”. Dalam hal ini tampak
bahwa, tingkah laku jahat terjadi dalam sebuah situasi tertentu sesuai dengan apa yang
dikehendaki, dan apa yang didefinisikan oleh seseorang sesuai dengan
pemahamannya. Berdasarkan teori asosiasi diferensial, tingkah laku jahat dipelajari
dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Objek yang dipelajari dalam
kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan (nilai-nilai,
motif, rasionalisasi, dan tingkah laku) yang mendukung perbuatan jahat tersebut
(Djanggih & Qamar, 2018).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Temuan Kasus Kejahatan Dalam Kriptokurensi Bitcoin
Bitcoin adalah sebuah protokol komunikasi online yang memanifestasi
penggunaan mata uang virtual, Bitcoins di dirikan oleh Satoshi Nakamoto pada
tahun 2008 dan telah melayani sekitar 62,5 juta dari sekitar 109 juta akun yang
ada. Mulai Maret 2015 volume transaksi Bitcoin dalam sehari saja mencapai
200.000 Bitcoin atau kira kira sebesar $50 juta dengan menggunakan nilai tukar
pasar dan total nilai pasar semua Bitcoin yang tersirkulasi mencapai $3,5 miliar
(Böhme et al., 2015). Bitcoins dengan segala keuntungan yang dimiliki dalam
sistem penyimpanan maupun transaksinya sangat riskan sekali sebagai media
untuk melakukan kejahatan seperti Pencucian uang (Money Launderyng),
pendanaan aksi terorisme, jual beli narkoba sert senjata, penipuan, dan berbagai
macam kejahatan yang menggunakan media internet.
Dikutip dari economy.okezone, Bank Indonesia menyatakan bahwa sistem
bitcoin yang sangat ketat karena menggunakan algoritma sehingga hanya
pemiliknya saja yang bisa mengaksesnya dan sistem transaksi dari Bitcoin sendiri
Kajian Kriminologi Terhadap…..89-101
yang bersifat anonymous (anonim) menyulitkan bagi pihak berwenang untuk
melacak arus transaksi yang terjadi (Okezone, 2018). Lalu resiko resiko yang ada
terkait kehadiran Bitcoin adalah tentang adanya pendanaan aksi terorisme, pada
tahun 2015 group peretas yang bernama “Ghosts Security Group”
mengungkapkan bahwa beberapa akun keuangan jaringan teroris ISIS dalam
jaringan transaksi Bitcoin memiliki nominal setara dengan $ 4,1 miliar. Lebih
lanjut disebutkan oleh Ghosts Security Grup yang merupakan bagian dari Grup
Peretas Anonymous menyebutkan dana tersebut digunakan untuk mendanai
kegiatan ISIS di Perancis.
Kemudian pada Hari Selasa tanggal 8 Desember 2020, hakim Perancis
menjatuhkan hukuman terhadap Alexander Vinnik, 41 tahun, Warga Negara
Rusia, dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar 100.000
euro (setara 1,8 miliar rupiah) selaku pendiri platform pertukaran mata uang kripto
(Crypto Currency) BTC-e yang menjadi wadah pencucian uang bagi penjahat
dunia maya. Otoritas AS mengatakan Vinnik mengoperasikan BTC-e sebagai
perusahaan terdepan untuk operasi pencucian uang, secara sadar menerima dana
dari peretasan dan bentuk kejahatan dunia maya lainnya dan membantu penjahat
menguangkan dana yang dicuri ke dalam mata uang fisik (Suud 2020). Seperti
yang diketahui penjahat dunia maya seperti geng ransomware, setelah
menyandera data suatu organisasi, biasanya meminta uang tebusan dalam bentuk
bitcoin agar jejaknya tak terdeteksi. Untuk menjadikannya sebagai uang fisik,
mereka menukarnya di bursa perdagangan uang kripto melalui BTC-e.
Berdasarkan temuan yang ada baik dari wawancara singkat, pernyataan pihak-
pihak yang berkompeten, serta berita nasional dan internasional, penulis menarik
kesimpulan bahwa terdapat spekulasi yang kuat bahwa Bitcoin sangat rentan
untuk digunakan sebagai media pencucian uang atau penyalahgunaan lain seperti
pendanaan terorisme, perdagangan senjata dan narkoba hingga beberapa bentuk
kejahatan lainnya. Maka dari itu berdasarkan temuan kasus kejahatan yang ada
penulis melihat bahwa transaksi yang dilakukan menggunakan sistem mata uang
kripto berupa bitcoin ini mempunyai peluang yang besar menjadi tindakan
kejahatan.
2. Rekayasa Bitcoin Sebagai Mata Uang Sah
P-ISSN: 2656-534X, E-ISSN: 2656-5358
Jurnal Suara Hukum
96
Pengertian uang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata
Uang adalah alat pembayaran yang sah, Bitcoin dan berbagai mata uang kripto
lainnya belum dianggap sebagai mata uang yang sah melainkan hanya sebagai alat
tukar. Namun pada praktiknya Bitcoin sudah mulai diterima dan memiliki
legalitas. Hal ini diperkuat dengan adanya Peraturan Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor 2 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pasar Fisik di Bursa Berjangka, Peraturan Bappebti Nomor 3
Tahun 2019 tentang Komoditi yang Dapat Subjek Kontrak Berjangka, Kontrak
Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif Lainnya yang Diperdagangkan di
Bursa Berjangka, Peraturan Bappebti Nomor 4 Tahun 2019 tentang Ketentuan
Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka, Peraturan
Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Fisik
Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
Jika bitcoin di Indonesia menjadi mata uang dan alat transaksi yang sah, maka
terjadi tumpang tindih antara peraturan perundang-undangan yang ada di
Indonesia. Terutama undang-undang tentang penggunaan mata uang, yakni
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Berbicara mengenai keuangan di Indonesia tentunya tidak terlepas pada peran
Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan. Dalam kaitannya dengan
Kriptokurensi Bitcoin, Bank Indonesia melalui Peraturan BI Nomor
18/40/PBI/2016 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi
Pembayaran pada Pasal 34 Ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
Virtual Currency adalah uang digital yang diterbitkan oleh pihak selain otoritas
moneter yang diperoleh dengan cara mining, pembelian, atau transfer pemberian
(reward) antara lain Bitcoin, Blackcoin, Dash, Dogecoin, Litecoin, Namecoin,
Nxt, Peercoin, Primecoin, Ripple, dan Ven.
Terkait dengan Bitcoin, Bank Indonesia dalam Siaran Pers Pernyataan Bank
Indonesia menyatakan bahwa Bitcoin dan Virtual Currency yang lain bukan
merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Masyarakat
dihimbau untuk berhati-hati terhadap Bitcoin dan Virtual Currency yang lainnya.
Segala risiko terkait kepemilikan /penggunaan bitcoin ditanggung sendiri oleh
pemilik/pengguna Bitcoin dan Virtual Currency lainnya. Selain itu menurut Pasal
Kajian Kriminologi Terhadap…..89-101
34 huruf (a) Peraturan BI Nomor 18 Tahun 2016, Bank Indonesia melarang
penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran untuk melakukan pemrosesan transaksi
dengan menggunakan Virtual Currency termasuk bitcoin (Aurelia, 2021).
Berbeda dengan pendapat yang dikeluarkan Bank Indonesia, Adanya upaya
rekayasa sosial dalam melihat peluang Bitcoin menjadi mata uang yang sah,
sistem rekayasa yang dulu menggunakan barter seiring perkembangan waktu
merubah beberapa sistem rekayasa transaksi menggunakan sistem mata uang
elektronik. Rekayasa tersebut memungkinkan agar uang tidak beredar terlalu
banyak, hal ini sudah diterapkan dalam sistem Bitcoins sehingga dengan dibatasi
jumlahnya membuat Bitcoins berharga. Hal ini sejalan dengan hukum
permintaan-penawaran dalam teori ekonomi.
3. Aspek Kriminologi Terhadap Penggunaan Bitcoin
Tantangan terbesar dalam penggunaan mata uang kriptokurensi Bitcoin yakni
berpeluang terjadinya pencucian uang, mekanisme pencucian uang pada sistem
bitcoin sangatlah rumit. Hal ini pula yang menjadikan bitcoin sebagai media yang
sangat tepat untuk menyalurkan uang hasil kejahatan, kompleksitas inilah yang
menjadi keuntungan para pelaku untuk menyembunyikan uang haram.
Bitcoin merupakan cryptocurrency yang menggunakan sistem peer-to-peer
pertama (sehingga sistem bersifat desentralisasi, tanpa campur tangan pemerintah
sehingga cryptoanarchy terjadi) yang diusulkan, dengan proposalnya, dan dibuat
oleh Satoshi Nakamoto, sebuah pseudonym yang sampai saat ini belum diketahui.
Bitcoin menggunakan hashcash sebagai proof-of-work selama pertambangan unit
bitcoin terjadi. Nilai terkecil bitcoin, dinamakan satoshis, merupakan satuan
angka dengan kelipatan 1×10-8 ; 1×10-3 disebut µBTC (microcoin), 1×10-3
disebut mBTC (millicoin), dan 1 disebut BTC.
Ada beberapa teknik kriptografi yang membangun Bitcoin, yaitu kriptografi
kunci asimetri, fungsi hash, serta hashcash sebagai proof-of-work. Yang pertama
adalah kriptografi kunci asimetri, setiap bitcoin dihubungkan dengan kunci publik
ECDSA (Elliptical Curve Digital Signature Algorithm). Saat bitcoin akan dikirim,
dibuat pesan transaksi yang berisi kunci publik penerima, jumlah koin, serta tanda
tangan pengirim (menggunakan kunci privat); untuk selanjutnya
dipublikasikan/broadcast ke setiap pengguna protokol Bitcoin, untuk diperiksa
keabsahan pemilik, berdasarkan tanda tangan pengirim dan nilai saldo pengirim.
P-ISSN: 2656-534X, E-ISSN: 2656-5358
Jurnal Suara Hukum
98
Sejarah lengkap transaksi disimpan seluruh pengguna, agar semuanya mampu
memverifikasi kepemilikan bitcoin.
Catatan lengkap transaksi disimpan dalam bentuk block chain, yang
merupakan rentetan satu catatan transaksi yang bernama block. Hasil hash dari
block chain akan disatukan, juga ditambahkan nonce, dan selanjutnya diambil
nilai message digest-nya; message digest yang merupakan block chain tersebut
harus memenuhi kriteria, karena itu, diperlukan penambahan nonce. Dengan kata
lain, pembentukan block chain merupakan aplikasi dari hashcash. Transaksi ini
jugalah yang akan menjadi persoalan untuk diselesaikan miner, para penambang,
untuk menemukan nonce yang tepat agar terbentuk block chain dan kepada
mereka diberikan hadiah 25 BTC; setiap 210,000 BTC dikeluarkan, hadiah akan
dikecilkan dua kali lipat. Agar regulasi terjamin, kesulitan (banyaknya angka ‘0’
yang memulai message digest) diatur agar tepat 1 block yang terbentuk tiap 10
menit (Muhammad Mangan, 2012).
Jika pelaku ingin memanfaatkan mata uang digital untuk pencucian uang,
maka ia perlu menukarkan uang fiatnya dengan bitcoin dan menukarkan
bitcoinnya dengan altcoin – mata uang digital selain bitcoin. Altcoin hanya bisa
dibeli dengan bitcoin.
Saat ini banyak bermunculan altcoin yang menawarkan anonimitas yang jauh
lebih baik daripada bitcoin – contohnya, Monero, Dash, dan Zcash. Altcoin inilah
yang kerap digunakan sebagai transaksi ilegal, termasuk pencucian uang.
Berdasarkan data ChiperTrace, perusahaan keamanan data, sepanjang tahun 2018
uang yang sudah dicuci melalui kriptokurensi mencapai 761 juta dolar AS atau
setara sekitar 11 triliun rupiah.
Mengapa altcoin lebih unggul dalam aspek anonimitas dibanding bitcoin?
Altcoin memang dirancang untuk unggul dalam hal kerahasiaan transaksi dengan
mengimplementasikan ‘zero-proof technology’. Teknologi ini menghilangkan
jejak audit dalam buku besar blockchain sehingga pelacakan lebih sulit dilakukan.
Mata uang digital yang pertama kali mengimplementasikan teknologi ini adalah
Zcash. Modus ini biasanya dikombinasikan dengan modus lainnya yaitu
menggunakan ‘coin mixer’.
Kajian Kriminologi Terhadap…..89-101
Coin mixer adalah sebuah layanan berbayar yang menawarkan kerahasiaan
transaksi bitcoin atau altcoin dengan cara ‘mencampur’ koin digital kita dengan
koin digital milik pengguna lainnya untuk menghilangkan jejak sumber dana.
Coin mixer disebut juga dengan coin tumbling, bitcoin tumbling atau bitcoin
washing (Putri, n.d.).
Dari semua aspek di atas, dapat diketahui bahwa sistem yang ada dalam
Kriptokurensi Bitcoin sangat berpeluang untuk dijadikan wadah pencucian uang.
Mulai dari sistem yang rumit, enkripsi yang sulit untuk diretas, penerapan
anonimitas tinggi membuat pelaku yang menggunakan media kriptokurensi sulit
terlacak. Namun perlu pemahaman dan ilmu pengetahuan yang cukup untuk
melakukan pencucian uang melalui media Kriptokurensi Bitcoin, hal ini
bersesuaian dengan Teori Asosiaasi Diferensial (Differensial Association) dalam
bidang keilmuan Kriminologi yang mengutamakan proses belajar seseorang,
sehingga kejahatan sebagaimana tingkah laku lain pada manusia, merupakan
sesuatu yang dapat dipelajari.
D. PENUTUP
Bitcoin sebagai mata uang virtual menjadikannya sebagai alat transaksi yang
dilakukan oleh sebagian orang saja di dunia. Berdasarkan beberapa temuan kasus dan
juga beberapa literatur yang ada, transaksi mata uang kriptokurensi dengan menggunakan
bitcoin memberikan peluang dalam transaksi ilegal atau transaksi yang digunakan untuk
tindakan yang negatif. Penulis menarik kesimpulan bahwa terdapat spekulasi yang kuat
bahwa bitcoin sangat rentan untuk digunakan sebagai media pencucian uang atau
penyalahgunaan lain seperti pendanaan terorisme, perdagangan senjata dan narkoba
hingga beberapa bentuk kejahatan lainnya.
Sistem bitcoin juga merupakan salah satu bentuk transaksi yang tidak sah di
Indonesia. Hal ini dikarenakan berdasarkan pasal 34 huruf (a) Peraturan BI Nomor 18
Tahun 2016, Bank Indonesia melarang penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran untuk
melakukan pemrosesan transaksi dengan menggunakan Virtual Currency termasuk
bitcoin. Bank Indonesia melihat bahwa segala risiko terkait kepemilikan atau penggunaan
bitcoin`ditanggung sendiri oleh pemilik atau pengguna bitcoin dan virtual currency
lainnya. Sehingga dalam hal ini tantangan terbesar dalam rekayasa sosial menjadikan
P-ISSN: 2656-534X, E-ISSN: 2656-5358
Jurnal Suara Hukum
100
bitcoin sebagai alat transaksi yang sah terutama di Indonesia ialah karena sistem anonim
yang susah diketahui oleh pihak lain sehingga ini juga dapat memunculkan tindakan
kejahatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiano, C., & Rochaeti, N. (2022). Analisis Yuridis Kriminologis Penggunaan Mata Uang
Elektronik Bitcoin Sebagai Sarana Tindak Pidana Pencucian Uang. Diponegoro Law
Journal, 11(1), 1–15. https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFHUKUM/article/view/26397
Aurelia, B. (2021). Legalitas Bitcoin Menurut Hukum Indonesia. Hukumonline.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/legalitas-bitcoin-menurut-hukum-indonesia-
lt5a1e13e9c9fc4/
Banakar, R., & Travers, M. (2005). Introduction to Theory and Method in Socio-Legal Research.
In Theory and Method in Socio-Legal Research.
Böhme, R., Christin, N., Edelman, B., & Moore, T. (2015). Bitcoin: Economics, technology, and
governance. Journal of Economic Perspectives. https://doi.org/10.1257/jep.29.2.213
Darmodiharjo, D. (2004). Pokok – Pokok Filsafat Hukum. Gramedia Pustaka Utama.
Djanggih, H., & Qamar, N. (2018). Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan
Kejahatan Siber (Cyber Crime). Pandecta: Research Law Journal, 13(1), 10–23.
https://doi.org/10.15294/pandecta.v13i1.14020
Hermawan, H., Yasmirah, Saragih, M., & Aspan, H. (2022). Penggunaan Mata Uang Virtual
Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran Ditinjau Dari Aspek Perlindungan Hukum Konsumen.
Jurnal Rectum, 4(2), 451–459.
HS, Halim. Nurbani, E. S. (2013). Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi.
Raja Grafindo Persada.
Ilyasa, R. M. A. (2019). Legalitas Bitcoin Dalam Transaksi Bisnis Di Indonesia. Lex Scientia Law
Review, 3(2), 115–128. https://doi.org/10.15294/lesrev.v3i2.35394
Muhammad Mangan, D. (2012). Bitcoin: Cara Kerja dan Perbandingannya dengan Mata Uang
Konvensional. http://www.weidai.com/bmoney.txt.
Murizqy, M. A., & Dirkareshza, R. (2022). Peninjauan Aspek Keamanan Dan Perlindungan
Hukum Terhadap Investor Crpytocurrency. Jurnal Ius Constituendum, 7(2), 277.
https://doi.org/10.26623/jic.v7i2.4067
Nasution, D. M. A. (2018). Tinjauan Hukum Terhadap Layanan Transaksi Dan Transportasi
Berbasis Aplikasi Online. RESAM Jurnal Hukum.
Okezone. (2018). BI: Bitcoin Bisa Jadi Alat Pendanaan Terorisme. Okezone.Com.
https://economy.okezone.com/read/2018/01/24/20/1849544/bi-bitcoin-bisa-jadi-alat-
pendanaan-terorisme
Putri. (n.d.). Bagaimana Bitcoin Bisa Digunakan Untuk Pencucian Uang?
Https://Www.Integrity-Indonesia.Com/. www.integrity-
Kajian Kriminologi Terhadap…..89-101
indonesia.com/id/blog/2018/10/05/bagaimana-bitcoin-bisa-digunakan-untuk-pencucian-
uang/
Smit, J. P., Buekens, F., & Du Plessis, S. (2016). Cigarettes, dollars and bitcoins - An essay on
the ontology of money. Journal of Institutional Economics.
https://doi.org/10.1017/S1744137415000405
Subagyo. (2020). Bitcoin tembus Rp270 juta, sentuh harga tertinggi selama 2 tahun. Antaranews.
https://www.antaranews.com/berita/1875104/bitcoin-tembus-rp270-juta-sentuh-harga-
tertinggi-selama-2-tahun
Tungkiman, D. R. (2021). Arti Penting Mata Uang Cryptocurrency Sebagai Alat Pembayaran
Yang Sah Menurut Prefektif Hukum Indonesia Di Era Revolusi Industri 4.0. Al Yasini:
Jurnal Keislaman, Sosial …, 06(36), 142–148.
http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/alyasini/article/view/4430%0Ahttp://ej
ournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/alyasini/article/view/4430/3160
Yohandi, A., Trihastuti, N., & Hartono, D. (2017). IMPLIKASI YURIDIS PENGGUNAAN
MATA UANG VIRTUAL BITCOIN SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN DALAM
TRANSAKSI KOMERSIAL (STUDI KOMPARASI ANTARA INDONESIA-
SINGAPURA). DIPONEGORO LAW JOURNAL.