ArticlePDF Available

TRANSISI ENERGI DI INDONESIA : OVERVIEW & CHALLENGES

Authors:

Abstract

Secara umum, tujuan dari kebijakan transisi energi adalah untuk mengadopsi pemanfaatan energi bersih yang lebih luas. Hal ini didorong oleh kekhawatiran global terhadap perubahan iklim. Penggunaan berlebihan energi fosil selama bertahun-tahun telah menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) melebihi batas yang aman, yang berkontribusi pada perubahan iklim. Oleh karena itu, pemimpin dunia telah berkomitmen untuk mengendalikan peningkatan suhu global, sebagaimana diatur dalam Paris Agreement 2015. Salah satu langkah yang banyak diambil oleh negara-negara saat ini adalah menerapkan kebijakan net zero emissions, yaitu mencapai nol emisi bersih. Untuk mencapai tujuan ini, berbagai negara telah mengembangkan kebijakan dan roadmap. Sebagai contoh, International Energy Agency (IEA) telah menerbitkan roadmap yang menggambarkan bagaimana sebuah negara dapat mencapai net zero emissions. Roadmap tersebut mencakup beberapa kebijakan kunci yang dapat diimplementasikan, antara lain pengembangan energi terbarukan secara massif, menghentikan penggunaan pembangkit listrik berbasis energi fosil, serta memperluas penggunaan kendaraan listrik dan biofuel. Karena sektor energi memiliki kontribusi yang signifikan terhadap emisi GRK, kebijakan transisi energi perlu memprioritaskan sumber energi dan teknologi yang rendah karbon.
Volume 9 No. 2 | 2023 49 Buletin Pertamina
Energy Institute
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
Secara umum, tujuan dari kebijakan transisi energi adalah untuk mengadopsi
pemanfaatan energi bersih yang lebih luas. Hal ini didorong oleh
kekhawatiran global terhadap perubahan iklim. Penggunaan berlebihan
energi fosil selama bertahun-tahun telah menyebabkan peningkatan emisi gas
rumah kaca (GRK) melebihi batas yang aman, yang berkontribusi pada perubahan
iklim. Oleh karena itu, pemimpin dunia telah berkomitmen untuk mengendalikan
peningkatan suhu global, sebagaimana diatur dalam Paris Agreement 2015.
Salah satu langkah yang banyak diambil oleh negara-negara saat ini adalah
menerapkan kebijakan net zero emissions, yaitu mencapai nol emisi bersih. Untuk
mencapai tujuan ini, berbagai negara telah mengembangkan kebijakan dan
roadmap. Sebagai contoh, International Energy Agency (IEA) telah menerbitkan
roadmap yang menggambarkan bagaimana sebuah negara dapat mencapai net
zero emissions. Roadmap tersebut mencakup beberapa kebijakan kunci yang
dapat diimplementasikan, antara lain pengembangan energi terbarukan secara
massif, menghentikan penggunaan pembangkit listrik berbasis energi fosil, serta
memperluas penggunaan kendaraan listrik dan biofuel. Karena sektor energi
memiliki kontribusi yang signikan terhadap emisi GRK, kebijakan transisi energi
perlu memprioritaskan sumber energi dan teknologi yang rendah karbon.
Abstrak
TRANSISI ENERGI DI INDONESIA :
OVERVIEW & CHALLENGES
Ahmad Kharis Nova Al Huda
Jr. Analyst Domestic Sourcing – PT. Pertamina Patra Niaga
1. Pendahuluan
Energi sangat penting untuk ketiga
pilar pembangunan berkelanjutan—
kesejahteraan sosial, ekonomi,
dan lingkungan. Energi berguna
untuk penerangan dan transportasi
sehingga dapat mendukung jaringan
yang menghubungkan orang dan
masyarakat. Energi untuk pemanasan
dan pendinginan yang berpengaruh
pada kondisi kenyamanan dan
kesehatan manusia. Energi juga
berperan penting untuk penggunaan
industri dan konsumen hingga
menciptakan aktivitas ekonomi. Jika
Artikel ini telah terbit di Buletin Pertamina Energy Institute Volume 9 Nomor 2 Tahun 2023, bulan September 2023
Akses: https://www.pertamina.com///Media/File/Buletin%20PEI%20TW%202-2023%20(Media%20Online)_compressed.pdf
ISSN Cetak: 2598-3148 ISSN Online: 2621-5004
Volume 9 No. 2 | 2023
Buletin Pertamina
Energy Institute 50
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
energi diterapkan dengan benar maka
teknologi energi dapat digunakan
untuk memitigasi masalah lingkungan,
namun jika digunakan sembarangan
akan menimbulkan masalah yang
berasal dari energi itu sendiri. Energi
utama di Indonesia yang bersumber
pada bahan bakar fosil memiliki efek
samping yakni melepaskan karbon
dioksida (CO2) sebagai gas rumah kaca
ke atmosfer pada saat pembakaran
sehingga menghangatkan bumi
dengan menjebak radiasi inframerah
yang seharusnya terpancar dari bumi
ke luar angkasa.
Sumber energi fosil tersebut terdiri
dari minyak bumi, batubara, dan gas
bumi (Suharyati et al., 2022). Pasokan
energi fosil berasal dari sumber daya
alam nasional yang semakin terbatas,
sehingga proses impor minyak
bumi menjadi prioritas utama untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar
minyak di dalam negeri. Hal yang
sama berlaku untuk gas bumi, di
mana peningkatan penggunaan gas
bumi membuka peluang impor LNG.
Pembangkit listrik yang menggunakan
batubara mendominasi pemenuhan
kebutuhan listrik nasional, sehingga
cadangan batubara terus berkurang.
Untuk menjaga keseimbangan pasokan
energi, penting untuk meningkatkan
peran energi berbasis terbarukan
dalam memenuhi kebutuhan energi
dalam negeri (Anindhita et al., 2018).
Tidak hanya menjaga ketahanan
energi, pengembangan bentuk
dan pola penggunaan energi yang
dapat memajukan kesejahteraan
sosial dan ekonomi, setidaknya tidak
membahayakan lingkungan (Hafner,
Tagliapietra 2020).
Energi Baru Terbarukan (EBT)
menawarkan peningkatan besar dalam
jumlah dan kualitas layanan energi
yang diberikan. EBT memungkinkan
penghematan waktu atau peningkatan
operasional, yang biasanya jauh lebih
penting daripada perbedaan biaya
bahan bakar dan sistem. Sumber daya
energi yang akan digunakan untuk
konverter tertentu dipilih karena alasan
ekonomi, tetapi biasanya memiliki
dampak yang relatif kecil terhadap
kualitas layanan energi yang diberikan.
Signikansi transisi energi di Indonesia
dengan fokus pada tantangan
yang dihadapi pada sektor industri,
infrastruktur, pertanian, politik, sosial,
dan sumber daya manusia (SDM)
sangat penting dipelajari dalam
peralihan energi menuju sistem net
zero emissions.
2. Perkembangan energi
baru terbarukan (EBT) di
Indonesia
Seiring dengan semakin
meningkatnya kesadaran akan
pentingnya perlindungan lingkungan
dan keberlanjutan sumber daya alam,
energi transisi semakin menjadi topik
yang penting dalam agenda global.
Araújo (2014) mendenisikan transisi
energi global saat ini sebagai proses
transformasi dalam suplai energi
berbasis bahan bakar fosil (yakni
batubara, minyak, dan gas) menuju
sistem energi yang lebih esien, rendah
karbon, dan berkelanjutan dengan
energi terbarukan (misalnya surya,
bayu, bioenergi, air). Energi transisi yang
ditunjukkan pada Gambar 1 mengacu
pada perpindahan dari penggunaan
Volume 9 No. 2 | 2023 51 Buletin Pertamina
Energy Institute
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
Gambar 1. Gambaran umum proses transisi energi
Sumber: ESDM, 2021 (https://www.esdm.go.id/)
sumber energi konvensional yang
terbatas dan berbahaya menjadi
sumber energi terbarukan yang bersih
dan berkelanjutan. Tujuan dari transisi
energi untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca, mengurangi polusi udara
dan mengurangi ketergantungan
pada sumber daya yang terbatas.
Meskipun tujuan ini sangatlah baik,
tetapi perpindahan ini memiliki
tantangan yang kompleks yang
perlu diatasi. Transisi energi memiliki
dampak penting seperti mendorong
inovasi dan pengembangan
teknologi baru. Dampak positif
lainnya yaitu menciptakan peluang
ekonomi baru dalam sektor energi
terbarukan, termasuk pembangunan
infrastruktur, investasi dalam riset dan
pengembangan, serta penciptaan
lapangan kerja baru. Peningkatan
investasi dalam energi transisi
dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi, mempercepat inovasi, dan
memperkuat daya saing negara.
Indonesia sendiri memiliki
peranan sentral sebagai produsen
dan pengekspor terbesar minyak dan
gas bumi. Namun, pasokan sumber
daya ini mengalami penurunan.
Demi mencapai keberlanjutan dan
kemandirian energi, pemerintah
telah memprioritaskan energi
terbarukan. Indonesia memiliki potensi
besar dalam pemanfaatan energi
Volume 9 No. 2 | 2023
Buletin Pertamina
Energy Institute 52
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
terbarukan, meskipun penggunaannya
belum sepenuhnya dimaksimalkan.
Sumber daya seperti tenaga air,
angin, matahari, dan arus laut dapat
digunakan untuk menghasilkan listrik,
namun potensi ini baru mulai dikenali
sehingga pemanfaatannya belum
maksimal. Selain itu, bioenergi, biogas,
dan biomassa digunakan oleh rumah
tangga untuk keperluan memasak,
serta untuk beberapa tujuan komersial
dan industri. Pemanfaatan yang lebih
luas dari sumber-sumber energi ini
dapat mengurangi ketergantungan
pada energi fosil di masa depan
(Lauranti & Djamhari, 2017).
Ketergantungan pada sumber
energi fosil menyebabkan banyak
tantangan. Pertama, karena
ketersediaan minyak bumi yang tidak
lagi dapat diandalkan, Indonesia harus
mengimpor minyak untuk memenuhi
kebutuhan energi, yang pada akhirnya
berkontribusi pada desit neraca
perdagangan negara. Kedua, meskipun
Indonesia memiliki banyak sumber
daya energi terbarukan seperti panas
bumi, biodiesel, energi surya, angin, dan
energi hidro (air), potensi pemanfaatan
sumber daya energi terbarukan ini
masih belum dioptimalkan untuk
memenuhi kebutuhan energi nasional.
Ketiga, penting untuk menempatkan
pemenuhan kebutuhan energi nasional
dalam konteks transisi energi, yaitu
peralihan dari penggunaan energi fosil
ke energi baru dan terbarukan (EBT)
(Winanti et al., 2021).
Pengembangan sumber energi
terbarukan memiliki potensi tidak
hanya untuk menjaga kelestarian
lingkungan, tetapi juga membantu
meningkatkan kedaulatan energi.
Sistem penyediaan dan pemanfaatan
energi terbarukan dapat dilakukan
secara mandiri oleh masyarakat,
dibangun dalam sistem kecil yang
terdesentralisasi dan terlepas dari
jaringan listrik utama, serta dikelola
secara otonom. Selain menghasilkan
listrik, bahan bakar cair, dan bioenergi
dari limbah ternak, sistem seperti ini
juga dapat menciptakan lapangan
kerja berbasis lingkungan atau
mengurangi tingkat kemiskinan
di daerah setempat. Sayangnya,
Tabel 1. Sumber energi alternatif di Indonesia
Year
Biodiesel Biogas Industrial
biomass
Solar Water
Heater
Direct Use
of
Geothermal
Production
(Thousand
KL)
Export
(Thousand
KL)
Domestic
(Thousand
KL)
Production
(Thousand
KL)
Consumption
(Thousand
KL)
Water Heat
(Thousand
TOE)
Heat
(Thermal
MWh)
2012 2,221 1,552 669 n.a n.a n.a n.a
2013 2,805 1,757 1,048 n.a n.a n.a n.a
2014 3,961 1,629 1,845 n.a n.a n.a n.a
2015 1,620 328 915 18,953 47 n.a 0
2016 3,656 477 3,008 22,800 72 n.a 0
2017 3,416 187 2,572 24,786 73 n.a 0
2018 6,168 1,803 3,570 25,670 133 n.a 0
2019 8,399 1,319 6,396 26,277 217 n.a 0
2020 8,594 36 8,400 27,856 249 n.a 0
2021 10,240 133 9,294 28,390 511 n.a 0
2022 11,836 372 10,449 35,521 1,765 128 6,195
Sumber: Directorate General of New and Renewable Energy and Energy Conservation, ESDM,
2022
Volume 9 No. 2 | 2023 53 Buletin Pertamina
Energy Institute
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
masyarakat di pedesaan atau daerah
terpencil di Indonesia yang seharusnya
menjadi pelaku dan penerima manfaat
dari pengembangan energi terbarukan
masih kurang akrab dengan teknologi
ini dan mengalami keterbatasan
ekonomi. Akibatnya, pemahaman
tentang manfaat unggulan dari
pengembangan energi terbarukan
masih belum sepenuhnya terwujud.
Penggunaan energi berbasis
terbarukan terus meningkat
dengan berbagai jenis energi yang
tersedia, tetapi secara nasional
perkembangannya masih belum
dapat bersaing dengan energi fosil.
Target pemerintah untuk penggunaan
energi berbasis terbarukan sebesar
23% pada tahun 2025 dan 31% pada
tahun 2050 akan sulit tercapai. Kendala
dalam menerapkan energi berbasis
terbarukan meliputi esiensi yang
rendah, investasi yang tinggi, dan
lokasi sumber daya yang beragam,
sehingga perkembangan energi
berbasis terbarukan belum optimal.
Dalam kajian ini, peran energi berbasis
terbarukan hanya mencapai 12,9% pada
tahun 2025 dan 14,9% pada tahun 2050.
Secara keseluruhan, konsumsi energi
primer nasional akan terus meningkat
dengan tingkat pertumbuhan tahunan
rata-rata sebesar 4,6% (Anindhita et al.,
2018).
Infogras pada Gambar 2
membandingkan capaian sektor
ketenaga listrikan dan pengembangan
energi baru terbarukan (EBT) antara
Indonesia, Brazil, Jepang, dan Vietnam.
Gambar 2. Overview pengembangan EBT di Indonesia dan negara lain
Sumber: ESDM 2021, BP Energy Statistical Review (2020), EIA (2020), IRENA (2021), dan IESR (2020)
Volume 9 No. 2 | 2023
Buletin Pertamina
Energy Institute 54
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
Brazil merupakan negara dengan
kapasitas pembangkit terbesar,
mencapai total 165 GW pada akhir
tahun 2020. Brazil juga memiliki tingkat
penggunaan EBT tertinggi, mencapai
86%, yang didominasi oleh energi hidro
dengan kapasitas 109 GW atau 66% dari
bauran listrik negara tersebut. Di sisi
lain, Jepang dan Vietnam fokus pada
pengembangan energi surya, dengan
kapasitas pembangkit tenaga surya
masing-masing mencapai 67 GW dan
17 GW. Keduanya juga memiliki tingkat
penggunaan EBT yang serupa, sekitar
40-50% dari bauran listrik. Sementara
itu, Indonesia masih memiliki tingkat
penggunaan EBT yang relatif rendah,
yaitu sekitar 14% dari bauran listrik.
Hal ini menunjukkan adanya potensi
pertumbuhan yang besar yang perlu
diperjuangkan. Brazil, Jepang, dan
Vietnam telah menerapkan skema
Feed-inTariff (FiT) sebagai kebijakan
pendukung pengembangan EBT.
Implementasi skema FiT di ketiga
negara tersebut dapat menjadi
pelajaran bagi Indonesia dalam
mempercepat pengembangan EBT di
dalam negeri.
3. Tantangan transisi energi
Indonesia memiliki potensi sumber
daya dan cadangan energi baru
terbarukan yang cukup besar, namun
pengembangannya masih belum
optimal. Tantangan bagi pemerintah
dalam mengembangkan teknologi
berbasis energi baru terbarukan adalah
kesenjangan geogras antara lokasi
pasokan energi dan permintaan, serta
investasi teknologinya yang tinggi.
Selain itu terdapat beberapa tantangan
lainnya juga yang meliputi;
3.1 Industri
Industri adalah sektor yang sangat
bergantung pada sumber daya
energi, tantangan utama dalam
menghadapi transisi energi
adalah mengurangi penggunaan
energi fosil dan beralih ke sumber
daya terbarukan. Hingga saat
ini berdasarkan sektor industri
masih mengonsumsi lebih dari
32% konsumsi listrik di Indonesia
dan tidak sedikit industri yang
menggunakan batubara, hal ini
dapat menjadi tantangan untuk
beralih pada EBT namun industri
harus mampu melirik pada segi
biaya investasi yang tinggi. Selain
itu, jika industri sudah beralih
pada EBT maka industri harus
bisa menyediakan pasokan energi
yang stabil sehingga kebutuhan
energi industri terpenuhi.
Beralihnya penggunaan energi
di industri dapat mempengaruhi
mekanisme kerja SDM yang
berkontribusi dalam menjalankan
kegiatan industri. Hal ini dapat
menjadi sebuah tantangan sebab
beralihnya energi membutuhkan
waktu agar dapat beradaptasi dan
mendapatkan mindset yang baru
dalam pengelolaannya.
3.2. Infrastruktur
Infrastruktur bagaikan tulang
punggung dari terlaksananya
transisi energi, karena tanpa adanya
infrastruktur yang memadai maka
akan sulit bagi wilayah tersebut
untuk memanfaatkan sumber
daya terbarukan. Tata ruang
untuk penyimpanan fasilitas
Volume 9 No. 2 | 2023 55 Buletin Pertamina
Energy Institute
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
EBT memerlukan perizinan
dalam pembangunannya dan
penyesuaian tempat untuk EBT,
seperti panel surya atau energi
angin harus memperhatikan lokasi
untuk meminimalisasi terjadinya
uktuasi pasokan energi. Aspek
lain tantangan dalam mengubah
infrastruktur energi adalah
biaya. Mengganti pembangkit
listrik tenaga batubara dengan
pembangkit listrik tenaga surya
atau angin membutuhkan
investasi yang besar. Begitu pula
dengan mengganti jaringan
distribusi minyak dan gas
dengan jaringan distribusi energi
terbarukan. Untuk mengatasi
tantangan ini, pemerintah dan
sektor swasta perlu bekerja sama
dalam menciptakan kebijakan
dan dukungan nansial yang
memadai.
3.3 Pertanian
Pertanian memiliki dampak besar
terhadap emisi gas rumah kaca
dan keberlanjutan lingkungan.
Tantangan dalam transisi
energi pada sektor ini termasuk
pengurangan penggunaan pupuk
kimia, perubahan pola makan
yang lebih berkelanjutan, dan
penerapan teknologi hijau dalam
produksi dan pengolahan pangan.
Selain itu pengembangan sektor
pertanian menjadi sangat penting
untuk mempercepat kemajuan
dan perkembangan pertanian di
Indonesia. Dalam hal ini, diperlukan
kebijakan yang lebih fokus dan
alokasi anggaran yang lebih besar
untuk sektor pertanian. Sektor
pertanian sendiri memiliki potensi
yang besar dalam kontribusinya
terhadap perekonomian Indonesia,
khususnya dalam produksi
pangan. Untuk meningkatkan
prioritas pembangunan sektor
pertanian, penting untuk
mengalokasikan dana yang
memadai. Saat ini, keadaan
sektor pertanian masih tidak
merata di berbagai daerah, dan
masalah-masalah yang dihadapi
mengindikasikan kurangnya fokus
dan orientasi pemerintah terhadap
sektor pertanian (Ikhsani et al.,
2020). Akses dan inf rastruktur
EBT dibidang pertanian menjadi
sebuah tantangan yang dihadapi
sebab sektor pertanian seringkali
berlokasi di daerah terpencil
sehingga terjadi keterbatasan
dalam transisi energi.
3.4 Politik
Permasalahan energi masih
menjadi sebuah isu terlebih lagi
dalam negara Indonesia. Kerap
kali masalah energi di Indonesia
sendiri hanya digunakan untuk
mendukung agenda politik dan
parlemen pemerintah, sebagai
contoh berbagai kebijakan dibuat
hanya untuk memenuhi kebutuhan
jangka pendek (Lauranti &
Djamhari, 2017). Sedangkan
instrumen hukum menjadi
elemen pendukung yang begitu
efektif dalam mengantisipasi
risiko dalam pengolahan sumber
energi terbarukan. Konstitusi di
Indonesia sendiri sebenarnya
Volume 9 No. 2 | 2023
Buletin Pertamina
Energy Institute 56
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
telah memberikan kerangka atau
konstruksi dalam penggunaan dan
pemanfaatan energi terbarukan.
Salah satunya terdapat dalam Pasal
33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi:
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”. Namun,
pengaturan-pengaturan tersebut
masih terpisah dan tersebar
ke dalam berbagai Undang-
Undang dan belum ada Undang-
Undang yang secara spesik dan
tersistem untuk mengatur perihal
energi terbarukan (Kalpikajati &
Hermawan, 2022).
3.5. Sosial
Permasalahan dalam bidang ini
memiliki kaitan yang erat dengan
bidang politik yaitu belum ada
Undang-Undang yang membahas
secara spesik mengenai
energi terbarukan, sehingga
menimbulkan permasalahan
sosial seperti rendahnya
minat investasi di Indonesia.
Hal tersebut menyebabkan
ketidakjelasan ekosistem industri
energi terbarukan yang hendak
dibangun di Indonesia selain
itu, juga terdapat masalah lain
yaitu kemungkinan praktik
korupsi yang mengintai. Sumber
energi terbarukan sendiri
bisa menjadi komoditas yang
begitu menguntungkan dan
menggiurkan dalam beberapa
tahun mendatang. Dalam
pelaksanaannya, pasti akan ada
sejumlah oknum dari berbagai
kalangan masyarakat yang berniat
meraih keuntungan pribadi
atau kelompok dari pengelolaan
sumber energi terbarukan tersebut
(Kalpikajati & Hermawan, 2022).
3.6. Sumber Daya Manusia
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki sumber
daya alam yang melimpah dan
juga memiliki banyak sumber
daya manusia yang dibutuhkan.
Namun, sumber daya manusia
yang berkualitas yang dihasilkan
hanya sedikit, sehingga untuk
mengelola dan membuat inovasi
baru mengenai energi terbarukan
masih menjadi sebuah tantangan.
Hal tersebut dikarenakan kurang
meratanya bidang pendidikan
dan ekonomi diseluruh penjuru
Indonesia, sehingga menyebabkan
hanya beberapa manusia saja yang
mampu menempuh pendidikan
tinggi, tantangan tersebut masih
menjadi sebuah permasalahan
yang belum memiliki solusi.
Selama beberapa dekade Indonesia
hanya memanfaatkan sumber energi
fosil dan tidak memanfaatkan sumber
energi terbarukan. Hal ini sangat
berbanding terbalik dengan negara-
negara diluar sana. Sebagai contoh
negara Skandinavia seperti Swedia,
Norwegia, dan Finlandia termasuk ke
dalam jajaran negara-negara terbaik
dalam pengelolaan energi terbarukan
di Uni Eropa; 30% dari bauran energi
nasional di negara-negara tersebut
telah menggunakan sumber energi
terbarukan (Kalpikajati & Hermawan,
Volume 9 No. 2 | 2023 57 Buletin Pertamina
Energy Institute
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
Gambar 4. Proyeksi Permintaan Energi Final Sektor Industri per Jenis Energi
Sumber: Outlook Energi Indonesia 2022, DEN
2022). Oleh karena itu, hingga saat ini
masih menjadi sebuah permasalahan
yang belum terpecahkan mengapa
Indonesia, yang memiliki potensi
energi terbarukan yang melimpah,
belum mampu mengelola sumber
energi terbarukan yang dimilikinya.
Secara umum, hambatan ini
terbagi ke dalam dua aspek, yaitu aspek
yuridis dan aspek sosial. Aspek yuridis,
sendiri hadir dengan permasalahan
pertama yaitu belum adanya Undang-
Undang yang khusus mengatur perihal
pengelolaan energi terbarukan secara
tersistem dan komprehensif. Saat
ini permasalahan pertama tersebut
tengah dijawab oleh pemerintah
dan DPR dengan merumuskan
Rancangan Undang-Undang Energi
Baru dan Terbarukan atau RUU EBT.
Namun hal ini justru mengantar
kepada permasalahan yang kedua,
yaitu naskah RUU EBT yang belum
mampu menjawab permasalahan-
permasalahan yang ada di masyarakat
seperti permasalahan trilemma energi
dan belum adanya prioritas dari
pemerintah dalam mengelola sumber
energi terbarukan. Jika trilemma
energi ini tidak kunjung terselesaikan
maka target pemenuhan permintaan
energi per 2023 (Gambar 4) akan sulit
dipenuhi.
Menurut Syamsudin et al (2023),
tantangan pengembangan EBT
dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu biaya substitusi dan tekanan
lingkungan. Setiap teknologi energi
terbarukan yang tidak diperoleh melalui
proses lelang terbalik akan memiliki
model biaya produksi yang berbeda
sehingga terjadi penghematan sebesar
USD1,7 miliar per tahun pada tahun
2030.
Volume 9 No. 2 | 2023
Buletin Pertamina
Energy Institute 58
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
Jika biaya polusi udara juga
diperhitungkan, jumlah tersebut dapat
meningkat secara signikan menjadi
antara USD15 hingga USD50 miliar per
tahun, dengan potensi penghematan
total mencapai USD53 miliar atau
setara dengan 1,7 persen dari Produk
Domestik Bruto (PDB) per tahun pada
tahun 2030. Tekanan lingkungan
terjadi sebagai akibat adanya limbah
elektronik seperti limbah baterai dan
silikon tetraklorida pada solar PV di EBT
cahaya matahari, adanya kebisingan
(perputaran f rekuensi turbin angin)
pada EBT tenaga angin, adanya limbah
aki pada turbin untuk EBT tenaga
air, dan terjadi limbah B3 ataupun
gas partikulat seperti karbon, CO,
NO, benzena jika menggunakan EBT
biomassa.
Sementara itu, hambatan lain
datang dari aspek sosial dengan
permasalahan yang ada, yaitu belum
tercipta iklim investasi yang baik untuk
menyokong pendanaan pengelolaan
sumber energi terbarukan. Hal ini
sangat disayangkan sebab investasi
merupakan instrumen penting
dalam menjalankan pembangunan
nasional berkelanjutan (Kalpikajati
& Hermawan, 2022). Negara Jepang
sendiri memiliki masalah yang hampir
serupa dengan Indonesia yaitu belum
terciptanya iklim investasi yang baik,
namun mereka sudah berupaya untuk
menekan laju perubahan iklim tersebut
dengan cara melakukan pembangun
pembangkit listrik tenaga surya di
kawasan reklamasi. Hingga saat ini
Jepang sudah memiliki lebih dari 50
pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Sehubungan dengan hal tersebut
sebetulnya Jepang telah mengalami
dua peralihan energi utama dalam
beberapa dekade terakhir. Yang
pertama dipicu oleh krisis minyak
tahun 1973, yang memicu penggunaan
energi nuklir sebagai respons terhadap
pertumbuhan konsumsi minyak yang
cepat. Namun, setelah kecelakaan
nuklir Fukushima pada tahun 2011,
Jepang terpaksa melakukan peralihan
energi lain untuk menggantikan listrik
nuklir yang hilang secara tiba-tiba.
Dalam peralihan energi ini, Jepang
lebih fokus pada energi surya daripada
energi angin, meskipun kebanyakan
negara besar lainnya mengadopsi
keduanya.
Fokus Jepang pada energi surya
lebih tinggi karena kebijakan eksplisit
dari pemerintah pusat. Mereka
mengalokasikan dana penelitian dan
pengembangan yang lebih besar untuk
energi surya, dan ini telah memperkuat
kelompok kepentingan surya di dalam
negeri. Pada tahun 2000-an, Jepang
menjadi produsen terbesar sel surya
di dunia, yang semakin memperkuat
kelompok kepentingan surya tersebut.
Meskipun energi angin memiliki
biaya lebih rendah, Jepang tetap
fokus pada energi surya. Faktor-faktor
seperti posisi dominan Jepang dalam
industri sel surya dan kepentingan
politik kelompok-kelompok tersebut
mempengaruhi kebijakan energi
terbarukan Jepang (Li et al., 2019).
Keputusan ini menyebabkan Jepang
Volume 9 No. 2 | 2023 59 Buletin Pertamina
Energy Institute
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
membayar lebih mahal untuk listrik
surya daripada negara-negara besar
lainnya, karena tarif feed-in yang lebih
tinggi. Hal ini juga menyebabkan
Jepang kurang mengembangkan
sumber daya energi angin lepas pantai,
meskipun memiliki garis pantai yang
panjang. Pengembangan kelompok
kepentingan surya dan persyaratan
regulasi yang ketat pada proyek angin
berkontribusi pada situasi ini. Dalam
rangka mencapai peralihan energi
yang lebih seimbang dan lebih murah
ke sumber energi terbarukan, penting
untuk menciptakan lapangan bermain
yang lebih adil di mana semua sumber
energi alternatif dapat berkontribusi
sesuai dengan kebutuhan dan potensi
masing-masing. Kontrol yang efektif
terhadap kepentingan politik juga
diperlukan agar peralihan energi dapat
berlangsung dengan cepat dan esien
(Li & Xu, 2019).
Volume 9 No. 2 | 2023
Buletin Pertamina
Energy Institute 60
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
4. Kesimpulan
Indonesia perlu melakukan
pembaruan dalam sektor energi
terbarukan agar tidak berdampak pada
target bauran energi terbarukan tahun
2025 untuk menghadapi tantangan
yang timbul dalam pengembangan
energi terbarukan. Hal ini melibatkan
pengevaluasian potensi energi
terbarukan di setiap wilayah Indonesia
dan analisis proyek energi terbarukan
yang cocok untuk dikembangkan di
setiap wilayah tersebut. Pemerintah
juga perlu mengambil langkah serius
dalam penganggaran dan pengelolaan
energi terbarukan guna mempercepat
transisi menuju energi bersih.
Meskipun energi terbarukan lebih
ramah lingkungan dibandingkan energi
fosil, tetap ada masalah lingkungan
yang muncul dalam pengelolaan
energi terbarukan sehingga diperlukan
analisis dan penelitian berkelanjutan
untuk menghasilkan produk energi
terbarukan yang benar-benar
ramah lingkungan dan memiliki
risiko minimal. Pemerintah perlu
memastikan agar lembaga atau badan
yang bertanggung jawab di sektor
energi terus bekerja secara sinergis
dalam merumuskan dan melaksanakan
kebijakan energi terbarukan. Saat ini,
insentif yang diberikan pemerintah
untuk energi terbarukan masih lebih
kecil dibandingkan subsidi untuk
bahan bakar fosil. Langkah nyata
pemerataan energi di seluruh wilayah
Indonesia juga harus memperhatikan
kesiapan industri, lingkungan
pertanian, sumber daya, politik sosial,
biaya substitusi peralihan energi fosil
ke energi terbarukan. Semua kendala
ini harus diatasi agar Indonesia dapat
mencapai kemandirian dan ketahanan
energi.
Volume 9 No. 2 | 2023 61 Buletin Pertamina
Energy Institute
Transisi Energi di Indonesia : Overview & Challenges
Anindhita, F., Sugiyono, A., & Wahid, L. O. M. A. (2018). Outlook Energi Indonesia
2018: Energi Berkelanjutan untuk Transportasi Darat Perencanaan
energi nasional dan daerah View project Energy System Optimization
View project (Issue September). www.bppt.go.id
Araújo, K. (2014). The Emerging Field of Energy Transitions: Progress, Challenges,
and Opportunities. Energy Research & Social Science, 1(1), 112-121. https://
doi.org/10.1016/j.erss.2014.03.002
Asian Development Bank (ADB). 2020. Renewable Energy Tariffs and Incentives in
IndonesiaReviews and Recommendations. DOI: http://dx.doi.org/10.22617/
TCS200254
Hafner, M., & Tagliapietra, S. (2020). The Geopolitics Of The Global Energy
Transition. Lecture Notes in Energy. Vol 73. https://doi.org/10.1007/978-3-
030-39066-2
Ikhsani, I. I. I., Tasya, F. E., Sihidi, I. T., Roziqin, A., & Romadhan, A. A. (2020). Arah
Kebijakan Sektor Pertanian di Indonesia untuk Menghadapi Era Revolusi
Industri 4.0. Jurnal Administrasi Dan Kebijakan Publik, 5(2), 134–154.
https://doi.org/10.25077/jakp.5.2.134-154.2020
Kalpikajati, S. Y., & Hermawan, S. (2022). Hambatan Penerapan Kebijakan Energi
Terbarukan di Indonesia. Batulis Civil Law Review, 3(2), 187. https://doi.
org/10.47268/ballrev.v3i2.1012
Lauranti, M., & Djamhari, E. A. (2017). Transisi Energi yang Setara di Indonesia:
Tantangan dan Peluang. Friedrich-Ebert-Stiftung, 1–37. http://library.fes.
de/pdf-les/bueros/indonesien/14758.pdf
Li, A., & Xu, Y. (2019). The governance for offshore wind in Japan. Energy Procedia,
158, 297–301. https://doi.org/10.1016/j.egypro.2019.01.092
Li, A ., Xu, Y., & Shiroyama, H. (2019). Solar lobby and energy transition in Japan.
Energy Policy, 134(July), 110950. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2019.110950
Ministry of Energy and Mineral Resources Republic of Indonesia. Handbook
of Energy & Economic Statistics of Indonesia. 2022. Diakses pada 14 Juli
2023: https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-handbook-
of-energy-and-economic-statistics-of-indonesia-2022.pdf.
Syamsuddin, N., Yana, S., Nelly, N., Maryam, et al. 2023. Permintaan Pasar untuk
Produk dan Layanan Energi Terbarukan(Perspektif Daya Saing Energi
Terbarukan Indonesia). Jurnal Serambi Engineering, Volum VIII, Hal 4965-
4977.
Suharyati, Pratiwi, N. I., Pambudi, S. H., & Wibowo, J. L. (2022). Indonesia Energy
Outlook 2022. 1–132.
Winanti, P. S., Mas’udi, W., Rum, M., Nandyatama, R. W., Marwa, & Murwani, A.
(2021). Ekonomi Politik Transisi Energi di Indonesia: Peran Gas dalam
Transisi Energi Baru dan Terbarukan (Issue January).
Referensi
... The global concern over climate change is the driving force behind this. The excessive reliance on fossil fuels has led to an increase in greenhouse gas (GHG) emissions that surpass permissible limits, thereby intensifying the effects of climate change [10]. Presidential Regulation No. 41, which governs energy crises and emergencies, outlines the government's policy [11]. ...
... Furthermore, the advancement and expansion of Indonesian agriculture depend heavily on the development of the agricultural sector. The energy transition is not accelerating at the best rate due to these conditions [10]. ...
Article
Full-text available
Indonesia with energy dominance from fossil (non-renewable) sources is expected to last until 2050. As a signatory to the Paris agreement, Indonesia has the duty to reduce the release of CO2 into the atmosphere, which means that the country cannot depend on fossil fuel sources such as oil and coal. Moreover, the Indonesian government is currently targeting an ambitious use of renewable energy of 23% of total energy sources. To achieve this target, the government has increased the renewable energy program. The energy transition has been widely discussed as part of global initiatives to reduce the impact of climate change, since the climate crisis is intensifying and causes many disasters. Indonesia has published an Indonesia Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR 2050) and a National Determined Contribution (NDC 2021) document to incentivize the energy transition. The purpose of this research is to carry out a literature study approach related to renewable energy application and challenge in order to support the acceleration of the energy transition in the midst of increasing the disaster due to climate change in Indonesia. Gas emission cause more extreme weather as climate change could delay the energy transition. These findings summarize the energy transition and provide insights solution by incorporating climate adaptation into strategies that reduces carbon emissions, including renewable energy deployment. The application of renewable energy on energy transition has an implication on local, regional, and national level.
... Ketergantungan sektor transportasi pada bahan bakar fosil, seperti BBM, telah menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang signifikan (Huda, 2023). Gas-gas buang hasil pembakaran BBM, termasuk CO2 dan CO, memiliki dampak negatif terhadap kualitas udara dan kesehatan manusia. ...
Article
Semakin majunya perkembangan zaman maka kebutuhan energi kian lama semakin meningkat karena energi adalah sumber kehidupan manusia. Energi yang digunakan saat ini jumlah terbatas dan sebagian besar tidak ramah lingkungan sehingga perlu adanya penghematan energi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan mengedukasi siswa SMA Sains Alumnika Palembang dalam berperilaku hemat energi dan memanfaatkan sampah yang ada di sekitar menjadi energi. Adapun manfaat yang diperoleh adalah siswa guru dapat memperoleh pengetahuan mengenai perilaku hemat energi dan pengelolaan sampah. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dalam bentuk sosialisasi di sekolah dengan sasaran yaitu siswa SMA. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan beberapan metode, yaitu observasi dimana sebelum kegiatan dilaksanakan dilakukan survey tentang pengetahuan perilaku hemat energi dan pemanfaatan sampah menjadi sumber energi pada siswa SMA dalam bentuk survei berupa kuesioner melalui google form dan selanjutnya metode sosialisasi terdiri dari ceramah, diskusi dan tanya jawab serta demonstrasi.
Article
Full-text available
This article examines the Indonesian government’s role in using the South- South and Triangular Cooperation (SSTC) mechanism to promote clean energy transition and accomplish the Paris Agreement’s Nationally Determined Contribution (NDCs) targets through the Clean, Affordable, and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) Project. The SSTC is a multi-sector cooperation framework among states that includes governmental actors, international organizations, and civil society, with the goal of pursuing sustainable development. This research employs Green theory and SSTC norms through a qualitative descriptive analysis and data gathering methods based on a literature review. The study indicates that the CASE Project, through collaborative initiatives involving grassroots movements, can evantually support the Indonesian government in attaining renewable energy transition and national NDC targets.
Article
Full-text available
Indonesia is a country with a lot of undeniable wealth. Besides the wealth of social and culture, Indonesia also gifted with very abundant natural resources. Which also include those potential renewable energy sources which can be found in every corner of the country. With this kind of wealth, Indonesia should be able to have resilience, independence, and energy sovereignty that sufficient the needs of its people. Unfortunately, currently Indonesia still relies on non-renewable energy sources to support the development and economic activities of its people. By using the literature method through primary and secondary data sources, this study aims to identify any obstacles in implementing renewable energy policies in Indonesia. The results of this research is that there are two main obstacles on implementing renewable energy sources; both of them are juridical obstacle and social obstacle.
Article
Full-text available
Agricultural policy is a government effort in regulating, controlling aspects of development in the agricultural sector with the aim of maintaining and increasing food yields. The great results of the objectives of agricultural policies will be able to be realized if they can be translated into concrete steps and can be implemented consistently in the field. Agricultural policy directions try to see the concept of policies developed and practices to realize the goals of agricultural policies in Indonesia. This study focuses on institutions, regulations and issues of inadequate budget allocation, human resources that are less qualified in the management of land and agricultural products. The purpose of this study is to describe the direction of Indonesian agricultural policy in facing the Industrial Revolution Era 4.0. This research uses qualitative research with a literature review approach. The results showed that there was no synchronization of agricultural policies at various levels of government, low budgets for agricultural development, spatial production practices at the expense of agricultural land in boosting regional income and the low utilization of technology and diversification in the use of agricultural technology showed that agricultural conditions in Indonesia were at an alarming level. Therefore, it is necessary to immediately synchronize agricultural policies at various levels of government and the allocation policies for agricultural development funds.
Book
Full-text available
The world is currently undergoing an historic energy transition, driven by increasingly stringent decarbonisation policies and rapid advances in low-carbon technologies. The large-scale shift to low-carbon energy is disrupting the global energy system, impacting whole economies, and changing the political dynamics within and between countries. This open access book, written by leading energy scholars, examines the economic and geopolitical implications of the global energy transition, from both regional and thematic perspectives. The first part of the book addresses the geopolitical implications in the world’s main energy-producing and energy-consuming regions, while the second presents in-depth case studies on selected issues, ranging from the geopolitics of renewable energy, to the mineral foundations of the global energy transformation, to governance issues in connection with the changing global energy order. Given its scope, the book will appeal to researchers in energy, climate change and international relations, as well as to professionals working in the energy industry.
Article
Full-text available
Effective governance is crucial for developing various renewable energies, especially in their early stages. After the spectacular growth of onshore wind in the past decade, offshore wind is attracting an increasing amount of attention globally. As an archipelago and facing electricity shortage after the 2011 Fukushima nuclear accident, Japan has been accelerating its pace of developing offshore wind. However, the Japanese government encounters the challenge of adapting its old institution to the new governance demand. This research analyzes the evolution of offshore wind policies and evaluates the progress of inter-ministerial collaboration in Japan. It is found that from the initial potential surveys to the final setting of offshore wind feed-in tariff, the relations between relevant agencies were more characterized by inter-ministerial competitions than collaborations. The deeply rooted traditional sectionalism continues to affect the development of offshore wind and may slow down the progress of energy transition in Japan.
Article
Due to significant cost advantages, wind energy penetrated the energy mix of most large countries much faster than solar PV did until the recent decade. However, Japan has been almost one-sidedly leaning toward the more expensive solar PV. For using solar PV electricity, the Japanese consumers are also paying sizably higher tariffs than those in other countries, especially after the Fukushima nuclear accident in 2011 that led to the sudden suspension of all nuclear power plants. Japan's energy transition towards renewables is accordingly largely single legged, rather than more balanced to take advantage of both wind turbines and solar PV. This article explains the puzzle on why renewable energy development in Japan has created such a wide distance from more economically optimal situations. We focus on the initiation, formation and impacts of the solar lobby that comprises bureaucracies, politicians, solar PV manufacturers, and independent power producers. Policy implications are drawn for Japan and other countries on the importance of controlling political lobby to achieve less costly energy transition.
Article
Energy transitions are an unmistakable part of today's public discourse. Whether shaped by fuel price fluctuation, environmental and security concerns, aspects of technology change, or goals to improve energy access, attention regularly turns to ways in which to improve energy pathways. Yet what is understood about energy system change is still emerging. This article explores the evolving field of energy transitions with an aim to connect and enlarge the scholarship. Definitions and examples of energy transitions are discussed, together with core ideas on trade-offs, urgency, and innovation. Global developments in energy and related mega-trends are then reviewed to highlight areas of analytical significance. Key information sources and suppliers are examined next. The article concludes with ideas about opportunities for further research.
Outlook Energi Indonesia 2018: Energi Berkelanjutan untuk Transportasi Darat Perencanaan energi nasional dan daerah View project Energy System Optimization View project
  • F Anindhita
  • A Sugiyono
  • L O M A Wahid
Anindhita, F., Sugiyono, A., & Wahid, L. O. M. A. (2018). Outlook Energi Indonesia 2018: Energi Berkelanjutan untuk Transportasi Darat Perencanaan energi nasional dan daerah View project Energy System Optimization View project (Issue September). www.bppt.go.id
Transisi Energi yang Setara di Indonesia: Tantangan dan Peluang
  • M Lauranti
  • E A Djamhari
Lauranti, M., & Djamhari, E. A. (2017). Transisi Energi yang Setara di Indonesia: Tantangan dan Peluang. Friedrich-Ebert-Stiftung, 1-37. http://library.fes. de/pdf-files/bueros/indonesien/14758.pdf
Permintaan Pasar untuk Produk dan Layanan Energi Terbarukan(Perspektif Daya Saing Energi Terbarukan Indonesia)
  • N Syamsuddin
  • S Yana
  • N Nelly
  • Maryam
Syamsuddin, N., Yana, S., Nelly, N., Maryam, et al. 2023. Permintaan Pasar untuk Produk dan Layanan Energi Terbarukan(Perspektif Daya Saing Energi Terbarukan Indonesia). Jurnal Serambi Engineering, Volum VIII, Hal 4965-4977.