Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
E-ISSN 2808-2559; P-ISSN 2808-3628
Vol. 3, No. 2, April 2023; Hal. 49-57
https://e-journal.lp3kamandanu.com/index.php/nuras/
49
PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN
COMPOST BAG DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS
PENDIDIKAN MANDALIKA
Husnul Jannah1, Baiq Muli Harisanti2*, Iwan Desimal3, Sri Nopita
Primawati4, dan Dina Zurriyatun5
1,2,4,&5Program Studi Pendidikan Biologi, FSTT, Universitas Pendidikan
Mandalika, Indonesia
3Program Studi Kesehatan Masyarakat, FIKKM, Universitas Pendidikan
Mandalika, Indonesia
*E-Mail : baiqmuliharisanti@undikma.ac.id
ABSTRAK: Tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah mengenalkan dan melatihkan mahasiswa
Generasi Baru Indonesia (penerima beasiswa dari Bank Indonesia) Universitas Pendidikan
Mandalika, Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam mengolah sampah organik menjadi
kompos melalui fermentasi dengan bantuan Effective Microorganism (EM4) sebagai bioaktivator.
Adapun tahapan dari kegiatan pengabdian ini adalah: 1) pendahuluan; 2) kegiatan praktek proses
awal fermentasi; dan 3) kegiatan lanjutan (pengamatan selama 2 bulan). Kegiatan 1 hari digunakan
untuk mengolah sampah organik berupa dedaunan kering dan basah, selanjutnya dicacah menjadi
potongan yang lebih kecil agar lebih cepat terdekomposisi, lalu difermentasi dengan menggunakan
EM4 sebagai bioaktivator (pengamatan setelah 2 bulan). Fermentasi kompos membutuhkan waktu
minimal 2 bulan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dengan memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi pengomposan, antara lain: Rasio C/N (Karbon/Nitrogen), aerasi, porositas,
kelembaban, suhu, tingkat keasaman (pH), kandungan hara, kandungan bahan berbahaya, serta
lama pengomposan. Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
kegiatan pengabdian ini sudah tercapai sesuai dengan harapan. Ketercapaian tersebut dapat dilihat
dari kemampuan mahasiswa dalam mengolah limbah sampah organik menjadi kompos yang siap
digunakan sebagai pupuk bagi tanaman.
Kata Kunci: Sampah Organik, Fermentasi, EM4, Pupuk Kompos.
ABSTRACT: The purpose of this community service activity is to introduce and train Indonesian
New Generation students (recipients of a scholarship from Bank Indonesia) at Mandalika
University of Education, Mataram, West Nusa Tenggara Province in processing organic waste
into compost through fermentation with the help of effective microorganism (EM4) as a
bioactivator. The stages of this service activity are: 1) introduction; 2) practice activities for the
initial process of fermentation; and 3) follow-up activities (observation for 2 months). The 1 day
activity is used to process organic waste in the form of dry and wet leaves, then chopped into
smaller pieces so that it decomposes more quickly, then fermented using EM4 as a bioactivator
(observations after 2 months). Compost fermentation takes at least 2 months to get better results,
taking into account the factors that affect composting, including: C/N (Carbon/Nitrogen) ratio,
aeration, porosity, humidity, temperature, acidity level (pH), nutrient content, hazardous material
content, and composting time. Based on the results of the activity evaluation, it can be concluded
that the objectives of this community service activity have been achieved as expected. This
achievement can be seen from the ability of students to process organic waste into compost which
is ready to be used as fertilizer for plants.
Keywords: Organic Waste, Fermentation, EM4, Compost.
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat is Licensed Under a CC BY-SA Creative
Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
E-ISSN 2808-2559; P-ISSN 2808-3628
Vol. 3, No. 2, April 2023; Hal. 49-57
https://e-journal.lp3kamandanu.com/index.php/nuras/
50
PENDAHULUAN
Terciptanya lingkungan yang bersih tidak terlepas dari keterlibatan
berbagai pihak dalam menangani masalah sampah. Peningkatan timbunan sampah
yang tidak diikuti dengan upaya penanganannya akan berdampak negatif pada
sistem pengelolaan sampah (Telew et al., 2013). Sampah merupakan sesuatu yang
dibuang dan tidak terpakai yang berasal dari kegiatan yang dilhasilkan oleh
manusia setiap harinya secara terus menerus dan berbentuk padat (Saraswati &
Praptana, 2017). Sampah menurut jenisnya dibagi menjadi dua, yaitu sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah
diuraikan yang berasal dari sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, sisa
kegiatan dapur, dan sisa sayuran (Aulia et al., 2023). Sedangkan sampah
anorganik adalah sampah yang tidak mudah diuraikan yang berasal dari plastik,
kertas, dan logam. Sampah dapat ditemukan di mana-mana, baik di jalanan,
pabrik atau industri, sampah rumah tangga, bahkan di lingkungan perkantoran dan
sekolah-sekolah (Sarja, 2020).
Universitas Pendidikan Mandalika sebagai salah satu Universitas Swasta
terbesar di Nusa Tenggara Barat tentunya menghasilkan sampah setiap harinya,
baik sampah organik maupun anorganik. Sampah organik berasal dari dedaunan
kering maupun basah yang diperoleh dari tanaman dan sampah kantin yang ada di
sekitar area kampus. Sampah anorganik sebagian besar berasal dari kantin yang
menjual makanan dan minuman kemasan berbahan dasar plastik ataupun kaca.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya suatu kegiatan
pengolahan sampah yang dapat mengurangi jumlah sampah secara berkelanjutan.
Pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat masih bersifat konvensional
yang memerlukan waktu yang lama, sehingga dibutuhkan suatu inovasi dengan
cara mengolah kembali sampah secara sederhana dengan memanfaatkan kembali
sampah menjadi kompos.
Pemanfaatan limbah-limbah pertanian atau sampah organik untuk bahan
baku pembuatan pupuk ini sangat menguntungkan dengan tidak adanya modal
yang besar untuk pembuatannya (Sulistyaningsih, 2019). Pupuk kompos
mengandung unsur-unsur hara mineral yang baik untuk tanaman, serta
meningkatkan bahan organik dalam tanah (Roidah, 2013). Pembuatan pupuk ini
pun dapat dibuat sendiri dengan memanfaatkan bahan-bahan organik yang mudah
didapatkan dengan harga pembuatan yang relatif murah. Hasil dekomposisi atau
fermentasi bahan-bahan organik seperti sisa hewan, tanaman, dan limbah organik
lainnya dapat menghasilkan kompos yang dimanfaatkan untuk memperbaiki
struktur tanah, memperbaiki kehidupan mikroorganisme dalam tanah, menambah
daya ikat air terhadap tanah, dan memperbaiki sifat-sifat tanah lainnya (Wawan,
2017). Manfaat pupuk kompos dari aspek lingkungan, yaitu mengurangi
pencemaran lingkungan (Thesiwati, 2018). Pencemaran lingkungan berhubungan
erat dengan sampah yang merupakan sumber pencemaran lingkungan (Budhiawan
et al., 2022). Dengan banyaknya sampah yang berserakan baik di sungai maupun
sampah yang tercecer dan masuk ke selokan akan mengakibatkan penyumbatan di
selokan dan dapat menimbulkan banjir. Banyaknya jumlah sampah akan
mengakibatkan permasalahan baru, yaitu tempat pembuangan akhir sampah yang
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
E-ISSN 2808-2559; P-ISSN 2808-3628
Vol. 3, No. 2, April 2023; Hal. 49-57
https://e-journal.lp3kamandanu.com/index.php/nuras/
51
harus diperbanyak pula. Tempat yang dijadikan pembuangan akhir sampah ini
akan menjadi kumuh dan kotor jika pengolahan sampah tidak diatasi dengan
benar. Tempat tersebut juga akan menimbulkan banyak penyakit, karena sebagai
sarang bertumbuh-kembangnya organisme yang membahayakan bagi kesehatan
manusia dan semakin menurunkan daya dukung lingkungan sebagai tempat
pembuangan sampah. Permasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya
produksi sampah dengan pengolahannya (Firmansyah & Noor, 2016). Salah satu
alternatif pengolahan sampah adalah dengan memilih sampah organik dan
memprosesnya menjadi pupuk. Selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan
dengan pengurangan sampah organik yang dapat dijadikan kompos, manfaat
lainnya yaitu sebagai salah satu pupuk yang ramah lingkungan baik dari bahan
pembuatannya, proses pembuatannya, dan pengaplikasiannya dalam menyuburkan
tanah. Mitra dalam kegiatan pengabdian ini adalah Mahasiswa Generasi Baru
Indonesia Universitas Pendidikan Mandalika, yaitu mahasiswa yang memperoleh
beasiswa dari Bank Indonesia yang menempuh pendidikan di Universitas
Pendidikan Mandalika. Mahasiswa Generasi Baru Indonesia juga menyebut
kegiatan ini sebagai program GPS (GenBI Peduli Sampah). Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimanakah cara
mengenalkan dan melatihkan mahasiswa Generasi Baru Indonesia Universitas
Pendidikan Mandalika dalam mengolah sampah organik menjadi kompos melalui
fermentasi menggunakan compost bag dengan bantuan Effective Microorganism
(EM4)?
METODE
Berdasarkan hasil di lapangan, bahwa sampah organik di lingkungan
Universitas Pendidikan Mandalika setiap harinya selalu ada. Oleh karena itu, tim
pengabdian merasa perlu untuk melaksanakan kegiatan pelatihan fermentasi
sampah organik menjadi kompos melalui proses fermentasi dalam upaya untuk
memanfaatkan limbah organik menjadi kompos yang bermanfaat sebagai pupuk.
Kegiatan ini dilaksanakan mulai bulan November 2022 hingga Januari 2023.
Metode pelaksanaan pengabdian dibagi menjadi beberapa tahap, sebagai berikut:
Tahap Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan ini, akan dilaksanakan pemaparan materi kompos
oleh dosen pendamping dari Program Studi Pendidikan Biologi dan Program
Studi Kesehatan Masyarakat. Pelaksanaan dilaksanakan secara daring melalui
platform zoom meeting. Selanjutnya dilakukan penjelasan teknis di ruang prodi
oleh salah satu Dosen Program Studi Pendidikan Biologi terkait tahapan-tahapan
dalam pembuatan kompos.
Tahap Inti
Pada tahapan ini, mulai dilakukan pengumpulan sampah, kemudian
pencacahan yang bertujuan untuk memperkecil ukuran daun agar sampah lebih
cepat terurai. Penguraian melalui proses fermentasi akan menggunakan
bioaktivator, yaitu Effective Microorganism (EM4) yang dapat dibeli di toko-toko
pertanian. Pada tahap ini, tim pengabdian juga memberikan penjelasan kepada
mahasiswa Generasi Baru Indonesia terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
E-ISSN 2808-2559; P-ISSN 2808-3628
Vol. 3, No. 2, April 2023; Hal. 49-57
https://e-journal.lp3kamandanu.com/index.php/nuras/
52
pengomposan. Alat dan bahan yang disiapkan berupa sampah organik berupa,
dedaunan basah dan kering yang sudah dicacah, tanah humus atau tanah kebun,
air sebagai campuran untuk larutan gula, gula sebagai molase, EM4 sebagai
bioaktivator, serta compost bag untuk menyimpan hasil kompos yang telah
dicampur dengan bioaktivator.
Kegiatan Lanjutan
Kegiatan lanjutan ini dilakukan 2 bulan setelah proses pengomposan awal.
Kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa apakah sampah organik yang
difermentasi sudah matang atau tidak. Setiap minggunya juga dilakukan
pemeriksaan kondisi kompos, sekaligus sesekali mengaduk kompos agar aerasi
pada compost bag lebih maksimal. Jika kondisi kompos terlihat agak basah, dapat
ditambahkan tanah atau sampah karbon dari bahan kardus bekas ataupun kertas
bekas. Indikator keberhasilan dari pengomposan ini dapat dilihat dari tekstur
kompos, warna, suhu, serta aroma dari kompos tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pengabdian di lingkungan Universitas Pendidikan Mandalika
terkait pengolahan sampah organik menjadi kompos belum pernah dilakukan
sebelumnya. Kegiatan yang telah dilaksanakan sejak November 2022 hingga
Januari 2023 tersebut telah berjalan sesuai dengan rencana. Adapun tahapan
kegiatan pengabdian tersebut, yaitu: 1) tahap pendahuluan; 2) tahap inti, yaitu
pengolahan sampah menjadi kompos; dan 3) tahap lanjutan. Setiap tahapan
kegiatan masing-masing dijelaskan sebagai berikut.
Tahap Pendahuluan
Tahap ini dilaksanakan pada bulan November 2022, dimana mahasiswa
Generasi Baru Indonesia dikenalkan terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud
dengan kompos, macam-macam kompos, bagaimana cara membuatnya, serta
bagaimana mengenali kompos yang sudah jadi (siap digunakan sebagai pupuk),
sehingga mahasiswa memiliki pengetahuan awal terkait kompos dan seluk-
beluknya. Pemaparan materi tentang kompos ini dilaksanakan secara daring
melalui platform zoom meeting yang dihadiri oleh mahasiswa serta Dosen
pendamping. Lebih jelasnya kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dan
Gambar 2.
Gambar 1. Pemaparan Materi Kompos oleh Dosen Pendamping secara Virtual
melalui Platform Zoom Meeting.
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
E-ISSN 2808-2559; P-ISSN 2808-3628
Vol. 3, No. 2, April 2023; Hal. 49-57
https://e-journal.lp3kamandanu.com/index.php/nuras/
53
Gambar 2. Pemaparan Materi oleh Dosen Pendamping yang Dihadiri oleh Mahasiswa
Generasi Baru Indonesia secara Virtual melalui Platform Zoom Meeting.
Tahap Inti
Tahap ini adalah tahap pelaksanaan kegiatan pengolahan sampah menjadi
kompos. Langkah pertama yang dilakukan adalah memilah sampah yang telah
dikumpulkan oleh cleaning service Universitas Pendidikan Mandalika (karena
beberapa bercampur dengan sampah anorganik). Sampah yang diambil adalah
sampah dedaunan saja (sampah organik). Setelah sampah dedaunan itu terkumpul,
kemudian dilakukan pencacahan untuk memperoleh ukuran sampah dengan
penampang yang lebih kecil, sehingga akan lebih memudahkan proses penguraian
oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang membantu proses fermentasi tersebut
akan bereaksi setelah mendapatkan perlakuan (dicampur dengan molase dan
ditempatkan dalam compost bag yang tertutup rapat).
Fermentasi dinyatakan berhasil ketika bahan kompos berubah struktur,
sifat, serta bau dari bentuk awal. Bahan kompos yang mengalami fermentasi
memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik dari bahan asalnya. Hal ini
disebabkan oleh sifat katabolik mikroorganisme yang mampu memecah
komponen yang komplek menjadi komponen yang lebih sederhana. Pada
umumnya fermentasi bertipe anaerobik, yaitu fermentasi yang pada prosesnya
tidak memerlukan oksigen. Lebih jelasnya mengenai kegiatan ini, dapat dilihat
pada gambar 3 dan gambar 4. Sampah yang telah dicampur dengan tanah dan
bioaktivator kemudian dimasukkan ke dalam compost bag untuk kemudian
dilakukan fermentasi selama 2 bulan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 3. (a) Proses Pemilahan Sampah Organik dan Organik; dan (b) Pencacahan
Sampah Dedaunan untuk Mendapatkan Ukuran yang Lebih Kecil.
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
E-ISSN 2808-2559; P-ISSN 2808-3628
Vol. 3, No. 2, April 2023; Hal. 49-57
https://e-journal.lp3kamandanu.com/index.php/nuras/
54
Gambar 4. (a) Proses Pemberian Bioaktivator EM4 pada Sampah yang Telah Dicacah;
dan (b) Proses Pencacahan Daun-daun Kering.
Gambar 5. Sampah yang Telah Ditambahkan Bioaktivator EM4 yang Telah Diaduk
Kemudian Dimasukkan ke Dalam Compost Bag untuk Kemudian Difermentasi.
Tahap Lanjutan
Pada tahap ini, mahasiswa harus sudah mengetahui bagaimana cara
melakukan pemeriksaan mingguan hingga 2 bulan (perkiraan dimana kompos
telah matang dan siap digunakan sebagai pupuk). Kompos dengan kematangan
yang baik akan memakan waktu selama 2-3 bulan dengan memperhatikan sifat-
sifat kematangan pupuk ini. Pemeriksaan dilakukan setiap seminggu sekali
dengan cara membuka compost bag, lalu memeriksa kondisi kompos apakah
terlalu basah ataukah terlalu kering. Jika terlalu basah, maka harus ditambahkan
sampah-sampah karbon seperti dari bahan kardus bekas, daun-daun kering,
ataupun kertas bekas. Proses pengomposan akan terhambat jika rongga-rongga
terisi oleh air. Jika terlalu kering maka harus ditambhakan larutan EM4
(air+gula+EM4) secukupnya hingga seluruh permukaan sampah basah, namun
tidak becek. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
E-ISSN 2808-2559; P-ISSN 2808-3628
Vol. 3, No. 2, April 2023; Hal. 49-57
https://e-journal.lp3kamandanu.com/index.php/nuras/
55
Gambar 6. Kompos yang Sudah Disimpan Selama 1 Bulan.
Gambar 7. (a) Kompos yang Sudah Disimpan Selama 2 Bulan; dan (b) Compost Bag Dibuka
untuk Memeriksa Kompos yang Telah Difermentasi Selama 2 Bulan.
Proses Pembentukan Kompos
Material organik jenis apapun secara alami akan mengalami pelapukan dan
penguraian oleh ratusan jenis mikroorganisme (bakteri, jamur, dan ragi) dan satwa
tanah lainnya. Proses penguraiannya berjalan dengan reaksi aerob dan anaerob
silih berganti. Pada proses aerob, selama proses pengomposan tidak timbul bau
busuk dan akan melepaskan energi dalam bentuk panas. Kenaikan suhu akibat
panas yang dilepas sangat menguntungkan bagi lingkungan mikroba aerob.
Namun apabila panas melebihi 65oC kebanyakan mikroba akan mati, dan proses
pengomposan berjalan lambat. Sehingga perlu penurunan suhu dengan cara
diaduk atau dibalik. Pada proses anaerob, reaksi berlangsung secara bertahap.
Tahap pertama, beberapa jenis bakteri fakultatif akan menguraikan bahan organik
menjadi asam lemak. Kemudian diikuti tahap kedua, dimana kelompok mikroba
lain akan mengubah asam lemak menjadi amoniak, metan, karbondioksida, dan
hidrogen. Panas yang dihasilkan dalam proses anaerobik lebih rendah dibanding
aerobik.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan, antara
lain: Rasio C/N (Karbon/Nitrogen), aerasi, porositas, kelembaban, suhu, tingkat
keasaman (pH), kandungan hara, kandungan bahan berbahaya, serta lama
pengomposan. Jika semua faktor tersebut dapat dikendalikan, maka kompos yang
dihasilkan akan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Pupuk kompos yang
baik memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut: 1) baunya sama dengan tanah, tidak
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
E-ISSN 2808-2559; P-ISSN 2808-3628
Vol. 3, No. 2, April 2023; Hal. 49-57
https://e-journal.lp3kamandanu.com/index.php/nuras/
56
berbau busuk; 2) warna coklat kehitaman, berbentuk butiran gembur seperti tanah;
3) jika dimasukkan ke dalam air seluruhnya tenggelam, dan air tetap jernih tidak
berubah warna; dan 4) jika diaplikasikan pada tanah tidak memicu tumbuhnya
gulma.
Evaluasi Kegiatan
Secara umum kegiatan pengabdian ini dapat berjalan sesuai dengan
rencana tanpa mengalami hambatan. Respon dari mahasiswa Generasi Baru
Indonesia juga baik dan bersemangat. Mereka dapat mengetahui cara untuk
mengolah sampah organik menjadi kompos. Namun begitu, dalam setiap kegiatan
pasti ada kendala yang dihadapi, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi
pengomposan tidak dapat dikendalikan dengan sempurna, seperti suhu, aerasi,
tingkat keasaman, dan faktor lainnya, sehingga kompos yang dihasilkan pada
kegiatan ini belum sempurna untuk jangka waktu yang tersedia.
SIMPULAN
Kompos yang dihasilkan pada kegiatan ini belum sempurna untuk jangka
waktu yang tersedia. Fermentasi kompos membutuhkan waktu minimal 3 bulan
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dengan memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi pengomposan, antara lain: Rasio C/N (Karbon/Nitrogen),
aerasi, porositas, kelembaban, suhu, tingkat keasaman (pH), kandungan hara,
kandungan bahan berbahaya, serta lama pengomposan. Pupuk kompos yang baik
memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut: 1) baunya sama dengan tanah, tidak
berbau busuk; 2) warna coklat kehitaman, berbentuk butiran gembur seperti tanah;
3) jika dimasukkan ke dalam air seluruhnya tenggelam, dan air tetap jernih tidak
berubah warna; dan 4) jika diaplikasikan pada tanah tidak memicu tumbuhnya
gulma.
SARAN
Adapun saran untuk pengabdian serupa dengan pengabdian ini adalah
pembuatan kompos sebaiknya lebih maksimal dalam mengontrol faktor-faktor
yang mempengaruhi pengomposan, sehingga kualitas kompos yang dihasilkan
dapat lebih baik lagi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada mahasiswa GenBi
Universitas Pendidikan Mandalika, tim oranye kampus Universitas Pendidikan
Mandalika, Bank Indonesia yang telah mendanai kegiatan pengabdian ini, serta
berbagai pihak yang ikut terlibat dalam kegiatan ini.
DAFTAR RUJUKAN
Aulia, F.B., Pungkasto, C., Fitriani, Y., Indrawati, Asih, E.W., Mukholifah, U.,
Prasetyo, R.B., Saputri, D.A., Cahyo, S.N., dan Fidada, Y.A. (2023).
Pemberdayaan Masyarakat melalui Pemanfaatan Sampah Organik dan
Anorganik di Dusun Kedungpring, Giripeni, Kulon Progo, Yogyakarta.
JMAS : Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(5), 599-608.
Nuras : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
E-ISSN 2808-2559; P-ISSN 2808-3628
Vol. 3, No. 2, April 2023; Hal. 49-57
https://e-journal.lp3kamandanu.com/index.php/nuras/
57
Budhiawan, A., Susanti, A., dan Hazizah, S. (2022). Analisis Dampak
Pencemaran Lingkungan terhadap Faktor Sosial dan Ekonomi pada
Wilayah Pesisir di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin
Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(1), 240-249.
Firmansyah, M., dan Noor, R. (2016). Perencanaan Pengelolaan Sampah Terpadu
Perumahan Kota Citra Graha Provinsi Kalimantan Selatan. Jukung: Jurnal
Teknik Lingkungan, 2(2), 73-82.
Roidah, I.S. (2013). Manfaat Penggunaan Pupuk Organik untuk Kesuburan
Tanah. Jurnal Universitas Tulungagung BONOROWO, 1(1), 30-42.
Saraswati, R., dan Praptana, R.H. (2017). Percepatan Proses Pengomposan
Aerobik Menggunakan Biodekomposer. Jurnal Perspektif, 16(1), 44-56.
Sarja. (2020). Sampah Melimpah sebagai Sumber Kekuatan Ekonomi Para
Pemulung. Jurnal Madaniyah, 10(1), 1-14.
Sulistyaningsih, C.R. (2019). Pengolahan Limbah Jerami Padi dengan Limbah
Jamu menjadi Pupuk Organik Plus. Jurnal Surya Masyarakat, 2(1), 58-68.
Telew, C., Kereh, V.G., Untu, I.M., dan Rembet, B.W. (2013). Pengayaan Nilai
Nutritive Sekam Padi Berbasis Bioteknologi “Effective Microorganisms”
(EM4) sebagai Bahan Pakan Organik. Jurnal Zootek, 32(5), 158-171.
Thesiwati, A.S. (2018). Peranan Kompos sebagai Bahan Organik yang Ramah
Lingkungan. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Dewantara, 1(1), 27-
33.
Wawan. (2017). Buku Ajar: Pengelolaan Bahan Organik. Pekanbaru: Universitas
Riau.