ArticlePDF Available

HUBUNGAN IKLIM DENGAN KASUS COVID-19: STUDI EKOLOGI DI KOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT

Authors:

Abstract

Pandemi COVID-19 terjadi secara global menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Kemunculan virus patogen baru dengan potensi pandemi yang tinggi seringkali disebabkan oleh interaksi kompleks antara hewan, manusia dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang diperkirakan mempengaruhi penyebaran COVID-19 adalah iklim. Kebaruan penelitian ini peneliti ingin melihat hubungan iklim dengan kasus Covid-19. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan iklim dengan kasus COVID-19 di Kota Bandung. Metode penelitian adalah metode kuantitatif dengan desain studi ekologi. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu jumlah kasus harian COVID-19 dan data iklim (suhu rata-rata, kelembaban rata-rata, curah hujan, dan kecepatan angin) di Kota Bandung. Uji korelasi digunakan untuk melihat hubungan antara iklim dan kasus COVID-19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Bulan April hingga September 2022, tren kasus harian COVID-19 di Kota Bandung mengalami peningkatan. Uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa suhu rata-rata (r = -0.191; P = 0.010), kelembaban rata-rata (r = -0.288; P = 0.000), dan curah hujan (r = -0.236; P = 0.001) berkorelasi secara signifikan dengan kasus COVID-19. Ketiga faktor iklim tersebut menunjukkan pola hubungan (r) yang negatif, artinya apabila kondisi suhu, kelembaban dan curah hujan meningkat, maka jumlah kasus COVID-19 akan menurun. Kesimpulan bahwa ada hubungan antara iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dengan kasus COVID-19 di Kota Bandung. Mekanisme yang mendasari hubungan tersebut adalah adanya pengaruh iklim terhadap kelangsungan hidup dan penyebaran virus di lingkungan sebelum masuk ke dalam tubuh host. Selain itu, faktor iklim juga berpengaruh terhadap kerentanan host.
JAMBURA JOURNAL OF HEALTH SCIENCE AND RESEARCH
P-ISSN (2623-0674), E-ISSN (2655-643X)
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jjhsr/index
499
HUBUNGAN IKLIM DENGAN KASUS COVID-19: STUDI EKOLOGI DI
KOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT
THE RELATIONSHIP BETWEEN CLIMATE AND COVID-19 CASES: AN
ECOLOGICAL STUDY IN BANDUNG CITY, WEST JAVA
Minar Indriasih1, Laila Fitria2
1,2 Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia, Indonesia
email: indriasih.minar@gmail.com
Abstrak
Pandemi COVID-19 terjadi secara global menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di
seluruh dunia. Kemunculan virus patogen baru dengan potensi pandemi yang tinggi seringkali disebabkan
oleh interaksi kompleks antara hewan, manusia dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang
diperkirakan mempengaruhi penyebaran COVID-19 adalah iklim. Kebaruan penelitian ini peneliti ingin
melihat hubungan iklim dengan kasus Covid-19. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan iklim
dengan kasus COVID-19 di Kota Bandung. Metode penelitian adalah metode kuantitatif dengan desain
studi ekologi. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu jumlah kasus harian COVID-19 dan data
iklim (suhu rata-rata, kelembaban rata-rata, curah hujan, dan kecepatan angin) di Kota Bandung. Uji
korelasi digunakan untuk melihat hubungan antara iklim dan kasus COVID-19. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada Bulan April hingga September 2022, tren kasus harian COVID-19 di Kota
Bandung mengalami peningkatan. Uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa suhu rata-rata (r = -
0.191; P = 0.010), kelembaban rata-rata (r = -0.288; P = 0.000), dan curah hujan (r = -0.236; P = 0.001)
berkorelasi secara signifikan dengan kasus COVID-19. Ketiga faktor iklim tersebut menunjukkan pola
hubungan (r) yang negatif, artinya apabila kondisi suhu, kelembaban dan curah hujan meningkat, maka
jumlah kasus COVID-19 akan menurun. Kesimpulan bahwa ada hubungan antara iklim (suhu, kelembaban
dan curah hujan) dengan kasus COVID-19 di Kota Bandung. Mekanisme yang mendasari hubungan
tersebut adalah adanya pengaruh iklim terhadap kelangsungan hidup dan penyebaran virus di lingkungan
sebelum masuk ke dalam tubuh host. Selain itu, faktor iklim juga berpengaruh terhadap kerentanan host.
Kata kunci: COVID-19; Iklim; Lingkungan.
Abstract
The COVID-19 pandemic is occurring globally and is a significant threat to public health worldwide.
The emergence of new pathogenic viruses with high pandemic potential is often caused by complex interactions
between animals, humans, and the environment. One environmental factor that is thought to influence the
spread of COVID-19 is climate. The novelty of this research is that the researchers want to see the relationship
between the environment and the Covid-19 case. This study aims to analyze the relationship between climate
and the COVID-19 case in Bandung. The research method is a quantitative method with an ecological study
design. The data used is secondary data, namely the number of daily issues of COVID-19 and climate data
(average temperature, average humidity, rainfall, and wind speed) in Bandung. The correlation test shows the
relationship between climate and COVID-19 cases. The study results show that from April to September 2022,
the trend of daily issues of COVID-19 in the city of Bandung has increased. Spearman's rank correlation test
shows that average temperature (r = -0.191; P = 0.010), average humidity (r = -0.288; P = 0.000), and rainfall (r
= -0.236; P = 0.001) are correlated significantly with cases of COVID-19. The three climatic factors show a
negative (r) relationship pattern, meaning that if temperature, humidity, and rainfall increase, COVID-19 issues
will decrease. The conclusion is that a relationship exists between climate (temperature, humidity, and rainfall)
and COVID-19 matters in Bandung. The mechanism underlying this relationship is the influence of climate on
the survival and spread of viruses in the environment before entering the host's body. In addition, climatic
factors also affect host susceptibility.
Keywords: COVID-19; Climate; Environment. Received: January 7th, 2023; 1st Revised January 19th, 2023;
2ⁿᵈ Revised February 7th, 2023; Accepted for
Publication : January 27th, 2023
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
500
© 2023 Minar Indriasih, Laila Fitria
Under the license CC BY-SA 4.0
1. PENDAHULUAN
Pandemi Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) yang terjadi secara global telah
menjadi ancaman besar bagi kesehatan
masyarakat di seluruh dunia (1). Pandemi
bermula di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China,
pada akhir Desember 2019, dimana terdapat
wabah pneumonia yang tidak diketahui asal
usulnya. Kasus pneumonia tersebut secara
epidemiologi dikaitkan dengan keberadaan
pasar makanan laut Huanan (2). National
Health Commission China pada tanggal 7
Februari 2020 menamai wabah penyakit
tersebut sebagai Novel Coronavirus Pneumonia
(3). Kemudian pada 11 Februari 2020, penyakit
ini secara resmi dinamai Coronavirus Disease-
2019 (COVID-19) oleh WHO) (4).
Penyebab COVID-19 adalah Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
atau SARS-CoV-2, yaitu jenis baru dari
coronavirus yang belum pernah ditemukan
sebelumnya pada manusia. Gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan
sesak napas merupakan tanda dan gejala umum
infeksi COVID-19. Masa inkubasi rata-rata 5-6
hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari.
COVID-19 dengan gejala berat dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan
akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian (5).
Dikarenakan tingginya tingkat penularan
dan luasnya penyebaran penyakit, maka WHO
secara resmi mengumumkan COVID-19
sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020
(6). Hingga 30 September 2022, terdapat lebih
dari 613 juta kasus terkonfirmasi dan lebih dari
6,5 juta kematian di seluruh dunia (7). Di
Indonesia kasus positif COVID-19 pertama kali
terdeteksi pada tanggal 2 Maret 2020, ketika
dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang
warga negara Jepang. Pandemi menyebar begitu
cepat, hingga pada tanggal 9 April 2020,
seluruh provinsi di Indonesia telah terpapar
virus corona dengan DKI Jakarta, Jawa Barat
dan Jawa Tengah sebagai provinsi dengan kasus
tertinggi (8).
Kemunculan virus patogen baru dengan
potensi pandemi yang tinggi seringkali
disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara
hewan, manusia dan lingkungan (9). Sejak lama
faktor lingkungan dinilai penting dalam
dinamika penyakit manusia, tidak hanya
penyakit kronis tetapi juga penyakit menular.
Faktor lingkungan tersebut salah satunya adalah
iklim. Kondisi iklim yang menguntungkan
diperlukan untuk kelangsungan hidup,
reproduksi, transmisi dan penyebaran patogen
dari vektor dan inangnya (10). Baik agen infeksi
maupun organisme vektor berukuran sangat
kecil dan tidak memiliki mekanisme
termostatik. Oleh karena itu, suhu dan tingkat
cairannya ditentukan langsung oleh kondisi
iklim sekitar (11).
Hubungan antara infeksi pernapasan dan
kondisi iklim telah lama diketahui melalui studi
epidemiologi di Belanda pada awal abad ke-20
yang menunjukkan bahwa kasus infeksi saluran
pernapasan atas meningkat seiring dengan
menurunnya suhu lingkungan luar. Bahkan
bulan-bulan di musim dingin sering dijuluki
sebagai “musim flu dan batuk” (12). Penelitian
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
501
lain di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
perubahan kelembaban lingkungan
mempengaruhi penularan virus influenza dan
bahwa musim dingin dapat mendorong
penularan virus tersebut (13). Penelitian di
empat kota besar China menunjukkan bahwa
penularan virus SARS secara signifikan
berhubungan dengan suhu, dimana terjadi
peningkatan kasus harian pada kondisi suhu
yang lebih rendah (14).
Sama seperti infeksi pernapasan lainnya,
penularan COVID-19 juga bergantung pada
penyebaran droplet pernapasan di udara yang
memaparkan virus ke lingkungan luar. Oleh
karena itu, penyebaran virus ini juga sangat
mungkin dipengaruhi oleh faktor iklim (10).
Meneliti hubungan antara faktor iklim dan
transmisi COVID-19 sangat penting untuk
memahami potensi musiman dan wabah di masa
depan serta untuk mengembangkan sistem
peringatan dini (15). Namun demikian,
hubungan antara faktor iklim dan penyebaran
penyakit, terutama untuk penyakit yang menular
dari orang ke orang, masih kurang dipahami
khususnya pada penyakit baru seperti COVID-
19.
Berbagai penelitian yang dilakukan di
luar negeri menunjukkan korelasi yang
signifikan antara indikator iklim (seperti suhu,
kelembaban, kecepatan angin, dan curah hujan)
dengan penularan dan kematian akibat COVID-
19 (1622). Di Indonesia juga telah dilakukan
penelitian sejenis meskipun masih terbatas
jumlahnya, diantaranya oleh Tosepu dan
Rendana di DKI Jakarta. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa suhu, kecepatan
angin dan curah hujan berkorelasi secara
signifikan dengan peningkatan kasus COVID-
19 (16) (17).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara faktor iklim dengan kasus
COVID-19 di Kota Bandung, Provinsi Jawa
Barat. Hasil penelitian diharapkan dapat
memperkaya ilmu pengetahuan dan menjadi
dasar dalam penentuan kebijakan pencegahan
dan pengendalian kasus COVID-19 baik di
tingkat Nasional, lingkup Pemerintahan
Provinsi Jawa Barat maupun Kota Bandung.
2. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
analitik observasional dengan desain studi
ekologi menurut waktu (time trend). Lokasi
penelitian yaitu di Kota Bandung, Provinsi Jawa
Barat. Populasi penelitian adalah laporan data
kasus harian COVID-19 dan data iklim (suhu
rata-rata, kelembaban rata-rata, curah hujan, dan
kecepatan angin rata-rata) selama 6 bulan mulai
tanggal 1 April hingga 30 September 2022 di
Kota Bandung. Rentang data tersebut cukup
panjang bila dibandingkan dengan penelitian
sejenis di Indonesia maupun di negara lain.
Selain itu, rentang waktu tersebut dipilih
dengan mempertimbangkan jumlah kasus
COVID-19 yang fluktuatif pada periode
tersebut, sehingga perlu dilihat apakah kondisi
ini dipengaruhi oleh faktor iklim. Sampel
penelitian yang digunakan adalah seluruh
populasi penelitian.
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder. Pengumpulan data
variabel kasus COVID-19 dilakukan dengan
mengambil data dari Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat secara online melalui website
dashboard.jabarprov.go.id. Untuk data variabel
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
502
iklim diambil dari BMKG Stasiun Geofisika
Kelas I Kota Bandung secara online melalui
website dataonline.bmkg.go.id.
Agar analisis penelitian menghasilkan
informasi yang benar, peneliti melakukan
beberapa tahap pengolahan data yaitu: (1)
Editing, yakni untuk memeriksa kembali data
yang diperoleh apakah sudah lengkap dan jelas.
Hal ini untuk menghindari kesalahan atau
kekurangan pada data yang diperoleh; (2)
Processing, yakni pemrosesan data yang
dilakukan dengan cara meng-entry data ke paket
program SPSS dalam bentuk tabel yang
berisikan semua data per variabel dengan tujuan
untuk mempermudah analisis data; (3)
Cleaning, yakni kegiatan pengecekan kembali
data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan
atau tidak. Salah satu hal yang diperiksa adalah
missing data. Jika terdapat variabel dengan
data kosong (missing data), peneliti akan
menyuntingnya dengan memasukkan nilai
rerata dari setiap variabel yang memiliki data
kosong tersebut.
Data dianalisis menggunakan analisis
univariat dan bivariat. Analisis univariat
dilakukan untuk memberikan gambaran
distribusi kasus COVID-19 dan gambaran
kondisi iklim di Kota Bandung pada Tahun
2022. Nilai rerata/mean, standar deviasi, nilai
maksimal dan minimum digunakan untuk
analisis univariat karena skala data pada semua
variabel penelitian berupa data numerik (rasio
dan interval). Kemudian, hasil analisis disajikan
dalam bentuk tabel dan grafik.
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat
hubungan antara faktor iklim dengan kasus
COVID-19. Sebelum melakukan uji hubungan,
perlu dilakukan uji normalitas data dengan
menggunakan metode pembagian antara nilai
skewness dan nilai standar errornya. Jika hasil
pembagian tersebut lebih besar dari 2 (dua),
maka distribusi data dikatakan tidak normal dan
sebaliknya. Uji hubungan antara dua variabel
numerik menggunakan korelasi pearson atau
korelasi rank spearman bergantung pada
kondisi distribusi data. Hubungan antar variabel
dikatakan bermakna jika nilai P<0.05 dengan
derajat koefisien korelasi (r) sebagai berikut :
(1) r = 0,00 - 0,25 (tidak ada
hubungan/hubungan lemah) ; (2) r = 0,26 - 0,50
(hubungan sedang) ; (3) r = 0,51 - 0,75 (
hubungan kuat) dan (4) r = 0,76 1,00
(hubungan sangat kuat/sempurna). Arah
hubungan dapat terlihat dari positif-negatif
nilai suatu koefisien korelasi (r). Jika nilai r
positif, maka diinterpretasikan bahwa semakin
meningkat nilai suatu variabel, maka nilai
variabel lainnya juga semakin meningkat.
Sedangkan nilai r negatif berarti semakin
meningkat nilai suatu variabel, maka terjadi
penurunan nilai variabel lainnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Trend kasus harian COVID-19 dan
kondisi iklim Kota Bandung pada Bulan April
hingga September 2022 disajikan pada Gambar
1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
kasus harian COVID-19 cenderung mengalami
peningkatan dengan jumlah kasus tertinggi
terjadi pada tanggal 23 Agustus 2022 dan kasus
terendah pada tanggal 2, 6, dan 23 Mei 2022.
Trend penurunan justru terjadi pada
sebagian besar variabel iklim yaitu suhu,
kelembaban dan curah hujan. Kondisi suhu
paling rendah terjadi pada tanggal 16 Juli 2022
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
503
dan paling tinggi pada 13 Mei 2022. Kondisi
kelembaban paling rendah terjadi pada tanggal
26 Juli 2022 dan tertinggi pada 11 April 2022.
Kondisi curah hujan terendah terjadi hampir di
setiap bulan pada periode pengamatan dan
paling tinggi terjadi pada 16 April 2022.
Berbeda dengan komponen iklim lainnya,
variabel kecepatan angin cenderung mengalami
peningkatan dimulai dari Bulan Juli hingga
September 2022.
Hasil analisa deskriptif kasus COVID-19
dan faktor iklim di Kota Bandung pada Bulan
April hingga September 2022 juga dapat dilihat
pada Tabel 1. Rata-rata kasus harian COVID-19
adalah 59.69 kasus (95% CI: 52.25-67.13),
dengan jumlah kasus terendah adalah 0 kasus
dan tertinggi 237 kasus. Rata-rata suhu adalah
23.33o C (95% CI: 23.21 - 23.45), dengan suhu
terendah adalah 20.8 oC dan tertinggi 25.60o C.
Rata-rata kelembaban adalah 80.08% (95% CI:
79.29 - 80.86), dengan kelembaban terendah
adalah 66% dan tertinggi 94%. Rata-rata curah
hujan adalah 6.53 mm (95% CI: 5.3 - 7.75),
dengan curah hujan terendah adalah 0 mm dan
tertinggi 44.4 mm. Rata-rata kecepatan angin
adalah 1.09 m/s (95% CI: 1.01 - 1.18), dengan
kecepatan angin terendah adalah 0 m/s dan
tertinggi 2 m/s.
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
504
Gambar 1. Grafik Kasus COVID-19 dan Faktor Iklim Harian di Kota Bandung
pada bulan April-September 2022
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
505
Tabel 1. Distribusi Kasus COVID-19 dan Faktor Iklim di Kota Bandung
No
Variabel
Mean
SD
Minimal - Maksimal
95% CI
1
Kasus COVID-19
59.69
51.03
0 - 237
52.25-67.13
2
Suhu (oC)
23.33
0.84
20.8 - 25.60
23.21 - 23.45
3
Kelembaban (%)
80.08
5.39
66 - 94
79.29 - 80.86
4
Curah Hujan (mm)
6.53
8.41
0 - 44.4
5.3 - 7.75
5
Kecepatan Angin (m/s)
1.09
0.57
0 - 2
1.01 - 1.18
Hasil uji hubungan antara kasus
COVID-19 dan faktor iklim harian di Kota
Bandung dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara variabel suhu dengan kasus COVID-19
(P=0.010). Adapun hubungan tersebut
menunjukkan kekuatan hubungan yang lemah
dan berpola negatif (r = -0.191), artinya apabila
suhu meningkat maka jumlah kasus COVID-19
akan menurun. Temuan ini sejalan dengan
beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Dalam studi global yang dilakukan
oleh Wu et al. di 166 negara dilaporkan adanya
korelasi negatif yang signifikan antara suhu dan
kasus COVID-19, di mana peningkatan suhu
1oC dikaitkan dengan penurunan 3,08% kasus
(95% CI: 1,53-4,63%) (4). Berbagai penelitian
membuktikan bahwa suhu tinggi dapat
mengurangi penularan infeksi saluran
pernapasan lainnya, seperti influenza (18) (19)
dan SARS coronavirus (20) (21).
Suhu udara yang dingin berkontribusi
terhadap penyebaran virus, termasuk virus
corona, karena kondisi tersebut sesuai untuk
kelangsungan hidup dan reproduksi virus (22).
Kondisi suhu yang rendah dilaporkan dapat
membuat virus menjadi lebih stabil (23).
Penelitian yang dilakukan oleh Chan et
al. menunjukkan bahwa kelangsungan hidup
SARS-CoV dapat mencapai lebih dari 5 hari
pada suhu 2225o C di permukaan benda yang
halus (20). Studi lain menunjukkan bahwa
SARS-CoV-2 dapat bertahan secara optimal
pada permukaan kaca, baja tahan karat dan uang
kertas hingga 28 hari pada kondisi suhu 20o C,
dengan viabilitas menurun hingga 24 jam pada
suhu 40o C (24). Di luar kisaran suhu optimal
tersebut, daya tahan virus terbatas, namun tetap
tetap dapat ditransmisikan apabila respon imun
host terhadap coronavirus lemah. Hal ini
mengarah kepada peran lain iklim dalam
transmisi penyakit yaitu mempengaruhi
kerentanan host (25). Udara dingin
menyebabkan vasokonstriksi saluran
pernapasan yang berkontribusi terhadap
melemahnya sistem kekebalan tubuh; dan udara
dingin yang kering membuat mukosa hidung
rentan terhadap ruptur kecil, sehingga
menciptakan peluang untuk invasi virus (26)
(27). Respon imun bawaan sangat penting
dalam mencegah infeksi awal, menghambat
replikasi virus serta mengatasi keparahan
respon imun dan peradangan (28).
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
506
Tabel 2. Korelasi Spearman Kasus Covid-19 dan Faktor Iklim di Kota Bandung
No
Koefisien Korelasi Spearman
1
-.191**
2
-.288**
3
-.236**
4
.111
Hubungan yang signifikan juga
ditemukan antara variabel kelembaban dengan
kasus COVID-19 (P = 0.000). Hubungan
tersebut menunjukkan kekuatan hubungan yang
sedang dan berpola negatif (r = -0.288), artinya
apabila kelembaban meningkat maka jumlah
kasus COVID-19 akan menurun. Hal ini sejalan
dengan beberapa penelitian lain tentang
coronavirus yang telah dilakukan (20) (29) (30).
Paez et al. melaporkan hubungan negatif yang
signifikan antara kelembaban relatif dan kasus
harian COVID-19, dimana terjadi pengurangan
3% insiden kasus setiap 1% peningkatan
kelembapan setelah mengontrol faktor
kepadatan penduduk, usia, dan pembatasan
perjalanan (31).
Kelembaban yang tinggi dilaporkan
dapat menurunkan kelangsungan hidup dan
persistensi virus, terutama pada permukaan
benda mati. Coronavirus dapat bertahan hidup
pada kelembaban rendah karena kondisi
tersebut memperpanjang viabilitas dan
stabilitasnya pada permukaan yang
terkontaminasi. Dengan demikian, kontaminasi
virus corona dapat bertahan selama 14 hari
dalam lingkungan dengan kelembaban rendah
dan suhu rendah (20). Pemodelan matematis
yang dilakukan oleh Lowen et al menunjukkan
bahwa kelembaban mempengaruhi ukuran
droplet pernapasan di udara. Kadar air pada
droplet mempengaruhi berapa lama virus dapat
tetap melayang di udara dan berpotensi
ditransmisikan ke host baru (25). Pada
kelembaban tinggi, droplet pernapasan
mengandung banyak air sehingga akan hilang
relatif cepat dari udara akibat gravitasi.
Sebaliknya, kelembaban yang rendah
mendukung penguapan droplet pernapasan,
membentuk aerosol kering yang cukup ringan
untuk melayang di udara dalam waktu yang
lama (32).
Berdasarkan hasil uji statistik
ditemukan pula hubungan yang signifikan
antara variabel curah hujan dengan jumlah
kasus COVID-19 (P=0.001). Hubungan
tersebut memiliki kekuatan hubungan yang
lemah dan berpola negatif, artinya apabila curah
hujan meningkat maka jumlah kasus COVID-19
akan menurun. Chien dan Chen melaporkan
korelasi negatif antara curah hujan dan kejadian
COVID-19 di AS, dengan kasus harian
meningkat pada curah hujan antara 1,27-1,74
inci dan menurun pada curah hujan lebih dari
1,77 inci (P<0,0001) (33). Menebo juga
melaporkan korelasi negatif yang signifikan,
dengan tingkat curah hujan harian tercatat pada
pukul 7 pagi di Oslo, Norwegia (P<0,05).
Berbagai argumen dapat diberikan untuk
hubungan negatif antara curah hujan dan kasus
COVID-19. Salah satunya adalah hipotesis
bahwa orang akan menghindari keluar rumah
jika turun hujan (34) (35).
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
507
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara kecepatan
angin dengan kasus COVID-19 (P=0.111).
Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Adekunle et al. yang
menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara COVID-19 dengan kecepatan
angin, di mana peningkatan 1% pada kecepatan
angin rata-rata dikaitkan dengan 11,21% (95%
CI: 0,511,19) peningkatan kasus COVID-19 di
negara-negara di Afrika (36). Sementara itu,
Pani et al. melaporkan korelasi negatif yang
signifikan antara kecepatan angin dan COVID-
19, dimana peningkatan kecepatan angin terkait
dengan penurunan insiden COVID-19 (r = -0,6,
P<0,001) (37).
4. KESIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
iklim yaitu suhu, kelembaban dan curah hujan
dengan kasus COVID-19 di Kota Bandung.
Hubungan tersebut memiliki kekuatan yang
lemah (suhu, curah hujan) dan sedang
(kelembaban) dengan pola hubungan yang
negatif, artinya apabila terjadi peningkatan pada
kondisi suhu, kelembaban dan curah hujan,
maka jumlah kasus COVID-19 akan menurun.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) yang telah menyediakan data yang
dibutuhkan oleh peneliti dengan akses terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shi Y, Wang G, Cai X, Deng J, Zheng
L, Zhu H, et al. An overview of COVID-
19. J Zhejiang Univ B [Internet]. 2020
May 8;21(5):34360. Available from:
https://link.springer.com/10.1631/jzus.B
2000083
2. Ciotti M, Ciccozzi M, Terrinoni A, Jiang
W-C, Wang C-B, Bernardini S. The
COVID-19 pandemic. Crit Rev Clin Lab
Sci [Internet]. 2020 Aug 17;57(6):365
88. Available from:
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.
1080/10408363.2020.1783198
3. Wang Q, Dong W, Yang K, Ren Z,
Huang D, Zhang P, et al. Temporal and
spatial analysis of COVID-19
transmission in China and its influencing
factors. Int J Infect Dis [Internet]. 2021
Apr;105:67585. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S1201971221002319
4. Wu Y-C, Chen C-S, Chan Y-J. The
outbreak of COVID-19: An overview. J
Chinese Med Assoc [Internet]. 2020
Mar;83(3):21720. Available from:
https://journals.lww.com/10.1097/JCMA
.0000000000000270
5. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian
Coronavirus Disesase (Covid-19).
Jakarta; 2020.
6. Liu J, Zhou J, Yao J, Zhang X, Li L, Xu
X, et al. Impact of meteorological
factors on the COVID-19 transmission:
A multi-city study in China. Sci Total
Environ [Internet]. 2020 Jul;726:138513.
Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
508
pii/S004896972032026X
7. World Health Organization. WHO
Coronavirus (COVID-19) Dashboard
[Internet]. 2022. WHO. 2022.
8. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Penguatan Sistem Kesehatan
dalam Pengendalian COVID-19. 2021.
9. Coker R, Rushton J, Mounier-Jack S,
Karimuribo E, Lutumba P, Kambarage
D, et al. Towards a conceptual
framework to support one-health
research for policy on emerging
zoonoses. Lancet Infect Dis [Internet].
2011 Apr;11(4):32631. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S1473309910703121
10. Facciolà A, Laganà P, Caruso G. The
COVID-19 pandemic and its
implications on the environment.
Environ Res [Internet]. 2021
Oct;201:111648. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S0013935121009427
11. World Health Organization. Climate
change and human health : risks and
responses. Geneva; 2003.
12. van Loghem JJ. An Epidemiological
Contribution to the Knowledge of the
Respiratory Diseases. J Hyg (Lond)
[Internet]. 1928 Aug 15;28(1):3354.
Available from:
https://www.cambridge.org/core/product
/identifier/S0022172400009372/type/jou
rnal_article
13. Dalziel BD, Kissler S, Gog JR, Viboud
C, Bjørnstad ON, Metcalf CJE, et al.
Urbanization and humidity shape the
intensity of influenza epidemics in U.S.
cities. Science (80- ) [Internet]. 2018 Oct
5;362(6410):759. Available from:
https://www.science.org/doi/10.1126/sci
ence.aat6030
14. Tan J. An initial investigation of the
association between the SARS outbreak
and weather: with the view of the
environmental temperature and its
variation. J Epidemiol Community Heal
[Internet]. 2005 Mar 1;59(3):18692.
Available from:
https://jech.bmj.com/lookup/doi/10.1136
/jech.2004.020180
15. McClymont H, Hu W. Weather
Variability and COVID-19
Transmission: A Review of Recent
Research. Int J Environ Res Public
Health [Internet]. 2021 Jan 6;18(2):396.
Available from:
https://www.mdpi.com/1660-
4601/18/2/396
16. Tosepu R, Gunawan J, Effendy DS,
Ahmad LOAI, Lestari H, Bahar H, et al.
Correlation between weather and Covid-
19 pandemic in Jakarta, Indonesia. Sci
Total Environ [Internet]. 2020
Jul;725:138436. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S0048969720319495
17. Rendana M. Impact of the wind
conditions on COVID-19 pandemic: A
new insight for direction of the spread of
the virus. Urban Clim [Internet]. 2020
Dec;34:100680. Available from:
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
509
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S2212095520302509
18. Park J, Son W, Ryu Y, Choi SB, Kwon
O, Ahn I. Effects of temperature,
humidity, and diurnal temperature range
on influenza incidence in a temperate
region. Influenza Other Respi Viruses
[Internet]. 2020 Jan 21;14(1):118.
Available from:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.11
11/irv.12682
19. Steel J, Palese P, Lowen AC.
Transmission of a 2009 Pandemic
Influenza Virus Shows a Sensitivity to
Temperature and Humidity Similar to
That of an H3N2 Seasonal Strain. J
Virol [Internet]. 2011 Feb;85(3):14002.
Available from:
https://journals.asm.org/doi/10.1128/JVI
.02186-10
20. Chan KH, Peiris JSM, Lam SY, Poon
LLM, Yuen KY, Seto WH. The Effects
of Temperature and Relative Humidity
on the Viability of the SARS
Coronavirus. Adv Virol [Internet].
2011;2011:17. Available from:
http://www.hindawi.com/journals/av/20
11/734690/
21. Yuan J, Yun H, Lan W, Wang W,
Sullivan SG, Jia S, et al. A climatologic
investigation of the SARS-CoV outbreak
in Beijing, China. Am J Infect Control
[Internet]. 2006 May;34(4):2346.
Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S0196655305009314
22. Mecenas P, Bastos RT da RM, Vallinoto
ACR, Normando D. Effects of
temperature and humidity on the spread
of COVID-19: A systematic review.
Samy AM, editor. PLoS One [Internet].
2020 Sep 18;15(9):e0238339. Available
from:
https://dx.plos.org/10.1371/journal.pone.
0238339
23. Lowen AC, Steel J. Roles of Humidity
and Temperature in Shaping Influenza
Seasonality. Schultz-Cherry S, editor. J
Virol [Internet]. 2014 Jul
15;88(14):76925. Available from:
https://journals.asm.org/doi/10.1128/JVI
.03544-13
24. Riddell S, Goldie S, Hill A, Eagles D,
Drew TW. The effect of temperature on
persistence of SARS-CoV-2 on common
surfaces. Virol J [Internet]. 2020 Dec
7;17(1):145. Available from:
https://virologyj.biomedcentral.com/artic
les/10.1186/s12985-020-01418-7
25. Lowen AC, Mubareka S, Steel J, Palese
P. Influenza Virus Transmission Is
Dependent on Relative Humidity and
Temperature. Baric RS, editor. PLoS
Pathog [Internet]. 2007 Oct
19;3(10):e151. Available from:
https://dx.plos.org/10.1371/journal.ppat.
0030151
26. Zaid Z, Indrianto AP, Adityaningrat HF.
We Need Protection: Reviewing
Corporate Responsibilities And
Strategies In Protecting Employees
During The Covid-19 Pandemic. J Heal
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
510
Sci Gorontalo J Heal Sci Community
[Internet]. 2021 Oct 25;5(2):27887.
Available from:
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/gojhe
s/article/view/11656
27. Amalia L, Irwan, Hiola F. Analisis
Gejala Klinis dan Peningkatan
Kekebalan Tubuh Untuk Mencegah
Penyakit COVID-19. Jambura J Heal Sci
Res. 2020;2(2).
28. García LF. Immune Response,
Inflammation, and the Clinical Spectrum
of COVID-19. Front Immunol [Internet].
2020 Jun 16;11. Available from:
https://www.frontiersin.org/article/10.33
89/fimmu.2020.01441/full
29. Casanova LM, Jeon S, Rutala WA,
Weber DJ, Sobsey MD. Effects of Air
Temperature and Relative Humidity on
Coronavirus Survival on Surfaces. Appl
Environ Microbiol [Internet]. 2010
May;76(9):27127. Available from:
https://journals.asm.org/doi/10.1128/AE
M.02291-09
30. van Doremalen N, Bushmaker T, Morris
DH, Holbrook MG, Gamble A,
Williamson BN, et al. Aerosol and
Surface Stability of SARS-CoV-2 as
Compared with SARS-CoV-1. N Engl J
Med [Internet]. 2020 Apr
16;382(16):15647. Available from:
http://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJM
c2004973
31. Paez A, Lopez FA, Menezes T,
Cavalcanti R, Pitta MG da R. A Spatio‐
Temporal Analysis of the Environmental
Correlates of COVID‐19 Incidence in
Spain. Geogr Anal [Internet]. 2021 Jul
8;53(3):397421. Available from:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.11
11/gean.12241
32. Pica N, Bouvier NM. Environmental
factors affecting the transmission of
respiratory viruses. Curr Opin Virol
[Internet]. 2012 Feb;2(1):905.
Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S1879625711001891
33. Chien L-C, Chen L-W. Meteorological
impacts on the incidence of COVID-19
in the U.S. Stoch Environ Res Risk
Assess [Internet]. 2020 Oct
4;34(10):167580. Available from:
https://link.springer.com/10.1007/s0047
7-020-01835-8
34. Menebo MM. Temperature and
precipitation associate with Covid-19
new daily cases: A correlation study
between weather and Covid-19
pandemic in Oslo, Norway. Sci Total
Environ [Internet]. 2020
Oct;737:139659. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S004896972033179X
35. Amalia L, Mokodompis Y.
Epidemiological Analysis Of Covid-19
Cases In Gorontalo City ( Case Study Of
Kota Tengah ). Int J Heal Sci Med Res.
2023;2(1).
36. Adekunle IA, Tella SA, Oyesiku KO,
Oseni IO. Spatio-temporal analysis of
meteorological factors in abating the
Minar Indriasih 1, Laila Fitria2/ JJHSR Vol. 5 No. 2 (2023)
511
spread of COVID-19 in Africa. Heliyon
[Internet]. 2020 Aug;6(8):e04749.
Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S2405844020315929
37. Pani SK, Lin N-H, RavindraBabu S.
Association of COVID-19 pandemic
with meteorological parameters over
Singapore. Sci Total Environ [Internet].
2020 Oct;740:140112. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/
pii/S0048969720336330
... Sejalan dengan Luh Pitriyani et al. (2022), bahwa suhu tidak berhubungan dengan penularan COVID-19. Berbeda dengan penelitian Indriasih dan Fitria (2023), hasil menunjukkan variabel suhu berhubungan yang signifikan dengan kasus COVID-19 (Indriasih and Fitria, 2023). Hal tersebut dapat diakibatkan karena pengaruh suhu udara luar rumah responden maupun kurangnya penghawaan dalam rumah sehingga mengakibatkan suhu tinggi di dalam rumah. ...
Article
Full-text available
Latar Belakang: COVID-19 adalah salah satu penyakit menular. Berbagai interaksi antar faktor dapat menyebabkan penyakit menular yang biasa dikenal dengan trias epidemiologi. Adapun faktor-faktor dalam trias epidemiologi meliputi agen penyebab penyakit (agents), pejamu (hosts), dan lingkungan (environment). Salah satu kelurahan di Kecamatan Sragen yang terdampak akibat COVID-19 yaitu Sragen Kulon dengan kepadatan penduduk 6544,22/km2. Lingkungan Kelurahan Sragen Kulon merupakan kawasan padat penduduk yang termasuk dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas Sragen. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan lingkungan fisik rumah terhadap kejadian COVID-19 di lingkungan perumahan permukiman Kelurahan Sragen Kulon Kabupaten Sragen tahun 2022. Metode: Metode penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini menggunakan teknik random sampling dengan jumlah sampel 90 masyarakat yang bertempat tinggal dan menetap di wilayah Sragen Kulon sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisis data bivariat menggunakan chi square dengan p<0,05. Hasil: Hasil analisis bivariat menggunakan chi square menunjukkan variabel lingkungan fisik yang berhubungan dengan kejadian COVID-19 di Kelurahan Sragen Kulon dengan p<0,05 yaitu kepadatan hunian (p=0,016), ventilasi (p=0,019), dan kelembaban (p=0,003). Adapun variabel yang tidak terdapat hubungan terhadap kejadian COVID-19 di Kelurahan Sragen Kulon dengan p>0,05 yaitu suhu (p=0,197). Kesimpulan: Terdapat hubungan lingkungan fisik yaitu kepadatan hunian, ventilasi, dan kelembaban terhadap kejadian penyakit COVID-19 di lingkungan perumahan permukiman Kelurahan Sragen Kulon.
Article
Full-text available
Objectives The purpose of this study was to explore the temporal and spatial characteristics of COVID-19 transmission and its influencing factors in China from January to October 2020. Methods About 81,000 COVID-19 confirmed case data, Baidu migration index data, air pollutants, meteorological data, and government response strictness index data were collected from 31 provincial-level regions (excluding Hong Kong, Macao, and Taiwan) and 337 prefecture-level cities. The spatio-temporal characteristics of COVID-19 were explored using spatial autocorrelation, hot spot, and spatio-temporal scanning statistics. At the same time, Spearman rank correlation analysis and multiple linear regression were used to explore the relationship between influencing factors and confirmed COVID-19 cases. Results The distribution of COVID-19 in China tends to be stable over time, with spatial correlation and obvious clustering regions. spatio-temporal scanning analysis showed that most COVID-19 high incidence months were from January to March at the beginning of the epidemic, and the area with the highest aggregation risk was Hubei Province (RR = 491.57), which was 491.57 times the aggregation risk of other regions. Among the meteorological variables, the daily average temperature, wind speed, precipitation, and new COVID-19 cases were negatively correlated. The air pollution concentration and migration index were positively correlated with new confirmed cases, and the government response strict index was strongly negatively correlated with confirmed COVID-19 cases. Conclusions Environmental temperature has a certain inhibitory effect on the transmission of COVID-19, and the air pollution concentration and migration index have a certain promoting effect on the transmission of COVID-19. The strict government response index indicates that the greater the intensity of government intervention, the fewer COVID-19 cases will occur.
Article
Full-text available
Weather and climate play a significant role in infectious disease transmission, through changes to transmission dynamics, host susceptibility and virus survival in the environment. Exploring the association of weather variables and COVID-19 transmission is vital in understanding the potential for seasonality and future outbreaks and developing early warning systems. Previous research examined the effects of weather on COVID-19, but the findings appeared inconsistent. This review aims to summarize the currently available literature on the association between weather and COVID-19 incidence and provide possible suggestions for developing weather-based early warning system for COVID-19 transmission. Studies eligible for inclusion used ecological methods to evaluate associations between weather (i.e., temperature, humidity, wind speed and rainfall) and COVID-19 transmission. The review showed that temperature was reported as significant in the greatest number of studies, with COVID-19 incidence increasing as temperature decreased and the highest incidence reported in the temperature range of 0–17 °C. Humidity was also significantly associated with COVID-19 incidence, though the reported results were mixed, with studies reporting positive and negative correlation. A significant interaction between humidity and temperature was also reported. Wind speed and rainfall results were not consistent across studies. Weather variables including temperature and humidity can contribute to increased transmission of COVID-19, particularly in winter conditions through increased host susceptibility and viability of the virus. While there is less indication of an association with wind speed and rainfall, these may contribute to behavioral changes that decrease exposure and risk of infection. Understanding the implications of associations with weather variables and seasonal variations for monitoring and control of future outbreaks is essential for early warning systems.
Article
Full-text available
Background: The rate at which COVID-19 has spread throughout the globe has been alarming. While the role of fomite transmission is not yet fully understood, precise data on the environmental stability of SARS-CoV-2 is required to determine the risks of fomite transmission from contaminated surfaces. Methods: This study measured the survival rates of infectious SARS-CoV-2, suspended in a standard ASTM E2197 matrix, on several common surface types. All experiments were carried out in the dark, to negate any effects of UV light. Inoculated surfaces were incubated at 20 °C, 30 °C and 40 °C and sampled at various time points. Results: Survival rates of SARS-CoV-2 were determined at different temperatures and D-values, Z-values and half-life were calculated. We obtained half lives of between 1.7 and 2.7 days at 20 °C, reducing to a few hours when temperature was elevated to 40 °C. With initial viral loads broadly equivalent to the highest titres excreted by infectious patients, viable virus was isolated for up to 28 days at 20 °C from common surfaces such as glass, stainless steel and both paper and polymer banknotes. Conversely, infectious virus survived less than 24 h at 40 °C on some surfaces. Conclusion: These findings demonstrate SARS-CoV-2 can remain infectious for significantly longer time periods than generally considered possible. These results could be used to inform improved risk mitigation procedures to prevent the fomite spread of COVID-19.
Article
Full-text available
Background Faced with the global pandemic of COVID-19, declared by World Health Organization (WHO) on March 11th 2020, and the need to better understand the seasonal behavior of the virus, our team conducted this systematic review to describe current knowledge about the emergence and replicability of the virus and its connection with different weather factors such as temperature and relative humidity. Methods The review was registered with the PROSPERO database. The electronic databases PubMed, Scopus, Web of Science, Cochrane Library, LILACS, OpenGrey and Google Scholar were examined with the searches restricted to the years 2019 and 2020. Risk of bias assessment was performed using the Joanna Briggs Institute (JBI) Critical Appraisal Checklist tool. The GRADE tool was used to assess the certainty of the evidence. Results The initial screening identified 517 articles. After examination of the full texts, seventeen studies met the review's eligibility criteria. Great homogeneity was observed in the findings regarding the effect of temperature and humidity on the seasonal viability and transmissibility of COVID-19. Cold and dry conditions were potentiating factors on the spread of the virus. After quality assessment, two studies had a high risk of bias, eleven studies were scored as moderate risk of bias, and four studies were classified as low risk of bias. The certainty of evidence was graded as low for both outcomes evaluated. Conclusion Considering the existing scientific evidence, warm and wet climates seem to reduce the spread of COVID-19. However, these variables alone could not explain most of the variability in disease transmission. Therefore, the countries most affected by the disease should focus on health policies, even with climates less favorable to the virus. Although the certainty of the evidence generated was classified as low, there was homogeneity between the results reported by the included studies.
Article
Full-text available
In Asia, Europe and South America, the role of atmospheric condition in aiding or abating the growth curve of COVID-19 has been analysed. However, no study to date has examined such climatic extensions for the growth or otherwise of the novel coronavirus in Africa. Africa, with a mostly relatively warmer temperature differs from other regions of the world and in addition, has recorded far fewer cases compared to Asian, Europeans and the Americans (North and South). It then becomes imperative to examine the influence of meteorological indices in the growth or otherwise of coronavirus diseases in Africa to establish whether findings on the climatic conditions-COVID-19 growth are regionally specific. In this study, we examined the influence of meteorological factors for aiding or abating the spread of the aerosolised pathogen of COVID-19 in Africa. We rely on the generalised additive model (GAM) and found wind speed to positively relate to COVID-19 growth while mean temperature and relative humidity to inversely relates to COVID-19 growth curve in Africa. We accounted for potential cofounders in the core GAM model and discuss policy implications.
Article
Full-text available
Pandemi Covid-19 menggemparkan dunia. Virus baru ini telah menginfeksi lebih dari 850 ribu orang di berbagai belahan dunia. WHO dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah banyak memberikan informasi terkait bagaimana ciri ciri infeksi virus corona baru bagi seseorang. Karena virus ini merupakan strain baru, seiring waktu, gejala-gejala untuk mengidentifikasi seseorang apakah ia terpapar virus corona atau tidak terus dikabarkan. Menurut data kesehatan yang dipublikasikan oleh Immune Deficiency Foundation, virus Corona merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan serta mudah ditularkan melalui kontak perorangan. Selain itu, orang dengan imunitas rendah juga berisiko tinggi terinfeksi virus corona. Bagaimana cara agar imun kita tidak rendah pada masa pandemi covid-19 ini?. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui gejala klinis dan cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk mencegah penyakit Covid-19. Metode pengambilan data dilakukan dengan membaca dan menganalisis dari berbagai sumber.
Article
Full-text available
The current COVID-19 pandemic began in December 2019 in Wuhan (China) and rapidly extended to become a global sanitary and economic emergency. Its etiological agent is the coronavirus SARS-CoV-2. COVID-19 presents a wide spectrum of clinical manifestations, which ranges from an asymptomatic infection to a severe pneumonia accompanied by multisystemic failure that can lead to a patient's death. The immune response to SARS-CoV-2 is known to involve all the components of the immune system that together appear responsible for viral elimination and recovery from the infection. Nonetheless, such immune responses are implicated in the disease's progression to a more severe and lethal process. This review describes the general aspects of both COVID-19 and its etiological agent SARS-CoV-2, stressing the similarities with other severe coronavirus infections, such as SARS and MERS, but more importantly, pointing toward the evidence supporting the hypothesis that the clinical spectrum of COVID-19 is a consequence of the corresponding variable spectrum of the immune responses to the virus. The critical point where progression of the disease ensues appears to center on loss of the immune regulation between protective and altered responses due to exacerbation of the inflammatory components. Finally, it appears possible to delineate certain major challenges deserving of exhaustive investigation to further understand COVID-19 immunopathogenesis, thus helping to design more effective diagnostic, therapeutic, and prophylactic strategies.
Article
COVID-19 pandemic is the global health crisis of our time. A recent study has found that the virus can remain viable in air for multiple hours, thus the spread of virus can be affected by wind conditions such as wind speed and direction. Therefore, this study aims to analyze the impact of wind conditions on COVID-19 pandemic in Jakarta, Indonesia. The wind parameters were evaluated using wind roses analysis to estimate the direction of spread of virus. The effect of meteorological factors such as wind speed, temperature, sunshine hours, rainfall and humidity on COVID-19 cases was examined using Spearman correlation test. Result of study reveals that a low wind speed is significantly correlated with a higher COVID-19 cases (r = −0.314; p < 0.05). Similarly, low temperatures and sunshine hours are correlated with a higher COVID-19 cases (r = −0.447; p < 0.01, r = −0.362; p < 0.05, respectively). However, there are not significant linear correlations between humidity and rainfall with COVID-19 cases (p > 0.05). In addition, wind rose diagrams indicate that the highest COVID-19 cases fits in with wind direction blows. In study area, the dominant wind direction blows to the Southeast and East parts of the area with wind speed value is low in range from 3.60 to 5.70 m/s. In conclusion, low wind speed is a contributor to increase COVID-19 cases.
Article
In December 2019, an outbreak of pneumonia of unknown origin was reported in Wuhan, Hubei Province, China. Pneumonia cases were epidemiologically linked to the Huanan Seafood Wholesale Market. Inoculation of respiratory samples into human airway epithelial cells, Vero E6 and Huh7 cell lines, led to the isolation of a novel respiratory virus whose genome analysis showed it to be a novel coronavirus related to SARS-CoV, and therefore named severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 is a betacoronavirus belonging to the subgenus Sarbecovirus. The global spread of SARS-CoV-2 and the thousands of deaths caused by coronavirus disease (COVID-19) led the World Health Organization to declare a pandemic on 12 March 2020. To date, the world has paid a high toll in this pandemic in terms of human lives lost, economic repercussions and increased poverty. In this review, we provide information regarding the epidemiology, serological and molecular diagnosis, origin of SARS-CoV-2 and its ability to infect human cells, and safety issues. Then we focus on the available therapies to fight COVID-19, the development of vaccines, the role of artificial intelligence in the management of the pandemic and limiting the spread of the virus, the impact of the COVID-19 epidemic on our lifestyle, and preparation for a possible second wave.
Article
Since the World Health Organization has declared the current outbreak of the novel coronavirus (COVID-19) a global pandemic, some have been anticipating that the mitigation could happen in the summer like seasonal influenza, while medical solutions are still in a slow progress. Experimental studies have revealed a few evidences that coronavirus decayed quickly under the exposure of heat and humidity. This study aims to carry out an epidemiological investigation to establish the association between meteorological factors and COVID-19 in high risk areas of the United States (U.S.). We analyzed daily new confirmed cases of COVID-19 and seven meteorological measures in top 50 U.S. counties with the most accumulative confirmed cases from March 22, 2020 to April 22, 2020. Our analyses indicate that each meteorological factor and COVID-19 more likely have a nonlinear association rather than a linear association over the wide ranges of temperature, relative humidity, and precipitation observed. Average temperature, minimum relative humidity, and precipitation were better predictors to address the meteorological impact on COVID-19. By including all the three meteorological factors in the same model with their lagged effects up to 3 days, the overall impact of the average temperature on COVID-19 was found to peak at 68.45 °F and decrease at higher degrees, though the overall relative risk percentage (RR %) reduction did not become significantly negative up to 85 °F. There was a generally downward trend of RR % with the increase of minimum relative humidity; nonetheless, the trend reversed when the minimum relative humidity exceeded 91.42%. The overall RR % of COVID-19 climbed to the highest level of 232.07% (95% confidence interval = 199.77, 267.85) with 1.60 inches of precipitation, and then started to decrease. When precipitation exceeded 1.85 inches, its impact on COVID-19 became significantly negative. Our findings alert people to better have self-protection during the pandemic rather than expecting that the natural environment can curb coronavirus for human beings.