ArticlePDF Available

Kognisi Taksonomi Bloom, Kurikulum 2013 dan Penerapannya dalam Pembelajaran Agama Islam di Indonesia

Authors:

Abstract

The use of Bloom Cognitive Taxonomy started since the launching of the book: The Taxonomy of Education Objectives, The Clasification of Educational Goals, Handbook I: Cognitive Domain, published by Longman in the year 1956. The Taxonomy then has been developed by Peter W. Airasian and his friends in their book: A Taxonomi for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectivesm, A Bridget Edition, edited by W. Anderson and David R. Krathwohl, and published by Addison Wesley Longman, Inc, in 2001. The substantial change of development between the two books is: a) the development of main words from its verb source, b). Bloom separate between the ability of ‘to analyze’ and ‘to synthesize’, while Airasian et.al unites them and put as the 5th cognitive ability, then they propose the ability ‘to create’ as the 6th cognitive ability. The applicative usage of Bloom Cognitive Taxonomy and its revision can be applied fully in the teaching Islamic material, nevertheless, it requires teachers the ability to understand the taxonomy concepts comprehensively and the curriculum applied and the ability to develop and expand main objectives to indicators of instructional activities.
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 425
KOGNISI TAKSONOMI BLOOM, KURIKULUM 2013
DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM
DI INDONESIA
Ismail Muhammad1 dan Safrina Ariani2
1,2Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia
Email: ismara114@gmail.com, safrina.ariani@ar-raniry.ac.id
Abstract
The use of Bloom Cognitive Taxonomy started since the launching of the book: The
Taxonomy of Education Objectives, The Clasification of Educational Goals, Handbook I:
Cognitive Domain, published by Longman in the year 1956. The Taxonomy then has
been developed by Peter W. Airasian and his friends in their book: A Taxonomi for
Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectivesm, A Bridget Edition, edited by W. Anderson and David R. Krathwohl, and
published by Addison Wesley Longman, Inc, in 2001. The substantial change of
development between the two books is: a) the development of main words from its verb
source, b). Bloom separate between the ability of ‘to analyze’ and ‘to synthesize’, while
Airasian et.al unites them and put as the 5th cognitive ability, then they propose the
ability ‘to create’ as the 6th cognitive ability. The applicative usage of Bloom Cognitive
Taxonomy and its revision can be applied fully in the teaching Islamic material,
nevertheless, it requires teachers the ability to understand the taxonomy concepts
comprehensively and the curriculum applied and the ability to develop and expand main
objectives to indicators of instructional activities.
Keywords: Taxonomy; Bloom; Cognition; Teaching Islamic Material.
Abstrak
Penggunaan kognisi Bloom dalam pembelajaran dimulai sejak lahir buku buku
The Taxonomy of Education Objectives, The Clasification of Educational Goals,
Handbook I: Cognitive Domain, yang diterbitkan oleh Longman, pada tahun 1956.
Kemudian Peter W. Airasian dan kawan-kawan memperkenalkan buku baru
sebagai pengembangan taxonomi Bloom, yang diberi judul A Taxonomi for
Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives. A Bridget Edition. Buku ini diedit oleh Lorin W. Anderson dan David
R. Krathwohl, dan diterbitkan oleh Addison Wesley Longman, Inc, pada tahun
2001. Substansi perubahan antara buku taxonomi Bloom, dengan revisinya
Kognisi Taksonomi Bloom...
Ismail Muhammad & Safrina Ariani
426
adalah (a) Perubahan kata induk (dari kata kerja operasional) yang digunakan.
(b) Dalam taxonomi Bloom, kata analysis dipisah dengan kata synthesis. Dalam
taxonomi revisi kata analysis digabung dengan kelompok kata synthesis, dan
menjadi kognisi kelima. Kemudian sebagai kognisi keenam (dalam taxonomi
revisi) muncul kata creat. Penerapan kognisi taxonomi Bloom dan revisinya,
dapat dilakukan secara maksimal dalam pembelajaran PAI, namun kepada para
guru diwajibkan memahami konsep taxonomi Bloom, kurikulum yang dipakai
dan mampu mengembangkan KD menjadi indikator secara baik.
Kata Kunci: Taxonomi; Bloom; Kognisi; Pembelajaran PAI.
PENDAHULUAN
Pada tahun 1956 David McKay Company, Inc., New York, menerbitkan
sebuah buku yang berjudul The Taxonomy of Education Objectives, The
Clasification of Educational Goals, Handbook I: Cognitive Domain. Buku tersebut
merupakan hasil rangkuman gagasan mengenai pengembangan kognisi
pendidikan, yang editorialnya dilakukan oleh Benjamin Samuel Bloom.
Walaupun buku tersebut telah menjadi rujukan penting dalam
pengembangan kognisi siswa, para penggagasnya merasa khawatir jika buku
tersebut akan dianggap sebagai kitab suci dan keramat yang tidak dapat
berubah lagi. Karena itu dalam sebuah tulisan tangannya pada tahun 1971,
Benjamin S. Bloom seperti yang dikutip Lorin W. Andersen menyatakan:
Ideally each major field should have its own taxonomy of objectives in its own
language more detailed, closer to special language and thinking of its experts,
reflecting its own appropriate sub division and levels of education with possible new
categories, combination of categories and omitting categories as appropriate”.
(Anderson, et.al, 2001, xxvii-xxviii). Secara ideal setiap mata pelajaran pokok
seharusnya mempunyai taksonomi tujuan dengan bahasa sendiri, yang lebih
terperinci mendekati bahasa dan pikiran para ahlinya, yang mencerminkan
sub-sub mata pelajaran dan jenjang pendidikan, dengan kategori-kategori yang
lebih tepat, kombinasi katagori, dan kalau perlu menghilangkan kategori
tertentu. Pernyataan ini mengisyaratkan dengan jelas bahwa secara ideal adalah
sangat baik jika seorang pengajar di bidang-bidang tertentu tidak memaksakan
diri untuk menggunakan Taksonomi S. Bloom ini secara sangat mutlak dan
permanen, tetapi sebaiknya menyesuaikan diri (adaptasi dan modifikasi)
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 427
dengan bidang kajian pembelajaran masing-masing. Dengan demikian
pelaksanaan pembelajaran akan berlangsung lebih aplikatif dan membumi,
menyesuaikan dengan materi, bidang, tujuan, tempat, fasilitas dan zaman
pembelajaran berlangsung.
Sesuai dengan harapan Bloom di atas, penulis berinisiatif untuk
mengkaji dan menulis artikel ini untuk menggagas pola pengembangan
taksonomi yang lebih spesifik dalam pembelajaran Agama Islam.
METODE PENELITIAN
Ide dari penulisan artikel ini bermula dari pengamatan yang dilakukan
penulis dalam pembelajaran materi Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Pengamatan berlanjut ketika penulis menjadi instruktur pengembangan
pembelajaran bagi guru pendidikan Agama Islam. Penulis menemukan bahwa
para guru mempunyai kemampuan terbatas dalam pelaksanaanya.
Penelitian ini adalah analisis teks dari dua buku yaitu (a) The Taxonomy of
Education Objectives, The Clasification of Educational Goals, Handbook I: Cognitive
Domain, yang editoriolnya dilakukan Benjamin S. Bloom. (b) Taxonomi for
Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives. A Bridget Edition, yang editorialnya dilakukan oleh oleh Lorin W.
Anderson dan David R. Krathwohl. Kemudian penulis mengembangkannya
dengan menyesuaikan dengan kepentingan pengembangan pembelajaran
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang merupakan kewajiban
para guru di sekolah. Dasar pengembangan RPP itu sendiri adalah sajian materi
belajar yang terdapat dalam kurikulum 2013, untuk tingkat SMP dan SMA.
PEMBAHASAN
Taxonomi Benjamin S. Bloom dan Revisinya.
1. Taxonomi Benjamin S. Bloom
Taxonomi berasal dari bahasa Yunani tassein yang bermakna
mengklasifikasi. Adapun nomos berarti aturan. Suyono memberi makna
taxonomi sebagai suatu himpunan dari prinsip klasifikasi atau suatu struktur
Kognisi Taksonomi Bloom...
Ismail Muhammad & Safrina Ariani
428
klasifikasi (Suyono, 2011, 166). Dalam satu tulisannya David R. Krathwohl
menyebut taksonomi adalah a framework for classifying statements of what we
expect or intend students to learn as a result of instruction.(Krathwol, 2002, 212-
2180). Taxonomi adalah sebuah kerangka untuk mengklasifikasi sesuatu yang
dituju atau diharapkan bagi siswa sebagai hasil pembelajaran. Dari uraian ini
dapat dipahami bahwa istilah taxonomi bermakna sebagai mengklasifikasi
sesuatu objek berdasarkan aturan atau kriteria tertentu.
Secara lebih khusus, klasifikasi tujuan dalam bidang
pendidikan/pembelajaran baru dirancang secara teratur dan terarah dalam
buku The Taxonomy of Education Objectives, The Clasification of Educational Goals,
Handbook I: Cognitive Domain, yang inti pembahasan adalah tentang taxonomy
yang dikenal dengan istilah “Taxonomy Bloom”. Padahal sebenarnya Benjamin
Samuel Bloom yang saat itu merupakan dosen di University of Chicago, yang
hanya berperan sebagai editor dari tulisan-tulisan hasil karya Max D. Englehart
(Duke University), Edward J. Furst (University of Arkansas), Walker H. Hill
(Michigan State University), dan David R. Krathwohl Syracuse University).
Buku “Hand Book I” dibagi ke pada dua bahagian (two part). Pada bagian
pendahuluan dari part I membahas tentang beberapa hal, dimulai dengan
sejarah mengenai ide awal tentang kebutuhan dan pengembangan sistem
klasifikasi evaluasi pembelajaran. Di bagian ini Benjamin S Bloom
menyebutkan bahwa ide pengembangan kognisi pendidikan bermula sejak
munculnya diskusi yang dilakukan pada tahun 1948 oleh sejumlah pakar
pendidikan di Boston (USA), dimana mereka membutuhkan suatu kerangka
pikir untuk mengklasifikasi hasil belajar siswa. Klasifikasi hasil belajar ini
dianggap penting untuk menjembatani materi belajar, prosedur tes, bentuk
soal, dan ide-ide untuk pengembangan tes. Kesemua aspek tersebut seharusnya
berjalan searah dan harus dilaksanakan secara terpadu. Namun ide-ide mereka
tersebut tak pernah menjadi suatu acuan yang kongkrit, sampai lahirnya buku
di atas dan menjadi petunjuk penting dalam operasionalisasi pembelajaran
(Bloom, 1956, 4).
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 429
Selanjutnya bagian pertama (part I) buku ini dibagi dalam tiga chapter,
yaitu chapter I membahas tentang The Nature and Development of the Taxonomy.
Pada chapter II membahas tentang Educational Objectives and Curriculum
Development. Pada chapter III membahas tentang The problems of Classifyng
Educational Objectives and Test Exercises.
Pembahasan tentang taksonomi pendidikan dibahas pada bagian kedua
(part II), yang diberi judul The Taxonomy and Iilustrative Materials. Dalam bagian
ini penulis membagi tulisan kepada enam chapters, di setiap chapter dari buku
tersebut dibahas tentang enam kategori taksonomi yaitu: knowledge
(pengetahuan), comprehension (pemahaman), applicatioan (penerapan), analysis
(analisis), synthesis (sintesis) dan evaluation (evaluasi). (Bloom, 1956, 18). Setiap
kategori tersebut kemudian diurai dengan sejumlah kata kerja yang lebih rinci
dan bersifat operasional, yang dirunut mengikuti tingkat kesukaran terendah
sampai yang tertinggi, yang pembelajarannya dilaksanakan secara tuntas.
Walaupun gagasan taksonomi ini telah lahir sejak tahun 1949, dan
pengarahan tujuan pembelajaran model ini telah digunakan pada institusi-
institusi pendidikan tertentu di Amerika, namun buku ini baru diterbitkan
pada tahun 1956 oleh Longman. Secara bersamaan, Longman juga menerbitkan
buku ke dua yaitu The Taxonomy of Education Objectives, The Classification of
Educational Goals, Handbook II: Affective Domain, yang juga diedit oleh Benjamin
S. Bloom dari tulisan 42 orang pakar yang memberi kontribusi terhadap
penyelesaian buku kedua ini. Buku ini juga terbagi ke dalam dua bagian (two
parts). Dalam bagian pertama (Part I) menguraikan tentang Introduction and
Explanation, dan bagian kedua (Part II) membahas tentang The Affective Domain
Taxonomy, yang mencakup receiving, responding, valuing, organization, dan
caracterization.
Sejak saat itu Taksonomi Bloom dipergunakan secara lebih meluas untuk
memastikan agar pelaksanaan pembelajaran mempunyai tujuan yang jelas,
sesuai dengan tingkat kepentingan usia siswa dan muatan materi
pembelajaran. Penyebaran minat terhadap teori yang terdapat dalam buku ini
Kognisi Taksonomi Bloom...
Ismail Muhammad & Safrina Ariani
430
kian meningkat, membuat buku ini menjadi laris dan populer, yang sampai
pada tahun 1972 telah dicetak ulang sebanyak 17 kali. Walaupun demikian,
penulis tidak menemukan buku ini yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia.
Secara umum, jika diamati secara mendalam, isi buku ini terlihat bahwa
secara mendasar taksonomi Bloom mengarah kepada aliran behaviorisme yang
memberi perhatian kepada prilaku-prilaku yang dapat diamati dalam bentuk
stimulus dan respon, yang menurut Winfred F. Hill, menyesuaikan dengan
gagasan baru behavioristik John B. Watson yang menggagas kajian untuk
mengembangkan prilaku, dan tidak berfokus pada pemikiran (Hill, 2011, 43).
2. Revisi Taksonomi Bloom.
Teori taksonomi ini bertahan lama tanpa ada revisi, perubahan dan
pengembangan, dan digunakan dalam jangkauan wilayah yang luas di seluruh
dunia. Pada tahun 2001 Peter W. Airasian dan kawan-kawan memperkenalkan
buku baru sebagai pengembangan dari teori Benjamin S. Bloom, yang diberi
judul A Taxonomi for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s
Taxonomy of Educational Objectives. A Bridget Edition. Buku ini diedit oleh Lorin
W. Anderson dan David R. Krathwohl, dan diterbitkan oleh Addison Wesley
Longman, Inc. Buku ini kemudian juga diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Agung Prihantoro, yang diberi judul Kerangka Landasan Untuk
Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen, Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, yang
diterbitkan oleh Pustaka Pelajar, Yogjakarta.
Inti utama dari hasil revisi tersebut diuraikan dalam Section II, tentang
The Revised Taxonomy Structure (Struktur Taksonomi Revisi), dalam Chapter 3
The Taksonomy Table (tabel taksonomi pendidikan), Chapter 4 tentang The
Knowledge Dimension (dimensi pengetahuan), dan chapter 5 tentang The
Cognitive Process Dimension (dimensi pengetahuan proses kognitif.
Secara umum, Anderson/Krathwohl, mengkategorikan pengetahuan ke
dalam empat jenis, yaitu: (a) Pengetahuan faktual, yang merupakan
pengetahuan tentang elemen-elemen yang terpisah dan mempunyai ciri-ciri
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 431
tersendiri tentang potongan-potongan informasi yang meliputi pengetahuan
tentang terminologi dan elemen-elemen yang sepesifik. (b) Pengetahuan
konseptual, yang merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk pengetahuan
yang lebih kompleks dan terorganisasi, yang mencakup pengetahuan tentang
klasifikasi, prinsip-prinsip dan generalisasi, teori, model dan struktur. (c)
Pengetahuan prosedural yang merupakan pengetahuan tentang bagaimana
melakukan sesuatu, serta kapan harus melakukannya, meliputi pengetahuan
tentang ketrampilan, teknik, metode dan lain-lain. (d) Pengetahuan
metakognitif yang merupakan pengetahuan mengenai kognisi secara umum
dan pengetahuan mengenai kognisi itu sendiri, meliputi strategi, proses-proses
kognitif dan lain-lain (Anderson, 2001, 39, 42-43).
Perubahan utama Taxonomi Bloom yang dilakukan oleh
Anderson/Krathwohl dibahas secara ringkas pada bagian kognitif. Secara
umum kedua model kognisi (Bloom awal dan perubahannya oleh
Anderson/Krathwohl) mempunyai enam kategori. Namun isi kedua model
kognisi ini berbeda.
Substansi perubahan yang juga sangat penting untuk diperhatikan dari
revisi ini adalah dua perubahan, yaitu:
(a) Perubahan kata induk (dari kata kerja operasional) yang digunakan.
Jika dalam terminologi Taksonomi Bloom menggunakan kata benda yaitu:
knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis dan evaluation (sebagai
induk kata operasional), maka dalam taksonomi revisi, Anderson/Krathwohl
langsung menggunakan kata kerja sebagai induk kata kerja kerja operasional,
yaitu : remember, understand, apply, analyze, evaluate dan create. Perubahan dari
penggunaan kata induk ini membantu para pengguna untuk mengidentifikasi
secara lebih baik dan mudah tingkat kognisi dari tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai dan menjadi panduan dari assessment yang akan dilakukan.
(b) Dalam taxonomi Bloom, kata analysis dipisah dengan kata synthesis.
Dalam taxonomi revisi kata analysis digabung dengan kelompok kata synthesis,
Kognisi Taksonomi Bloom...
Ismail Muhammad & Safrina Ariani
432
sebagai menjadi kognisi kelima. Kemudian sebagai kognisi ke muncul kata
create.
Perubahan pada poin (b) mengarahkan penggunaan taksonomi ini
kepada pembelajaran ilmu-ilmu yang membutuhkan ketrampilan praktis dan
rekayasa, seperti dalam ilmu-ilmu teknik, pertanian, ekonomi dan lain-lain,
dengan tujuan agar anak didik akan terus melakukan pengembangan dan
menemukan aspek-aspek baru dari ilmu yang dipelajari. Secara lebih khusus,
dalam ilmu-ilmu teknik dan pertanian, aspek kreatif (create) merupakan tujuan
penting dari pembelajaran, karena dengan mengembangkan kreatifitas, siswa
akan mampu sampai kepada temuan-temuan cerdas yang dibutuhkan untuk
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pengembangan kreatifitas bagi anak didik di Indonesia masih sangat
lemah, sehingga temuan-temuan baru yang berkualitas masih sangat jarang
untuk ditemukan. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia masih
bersifat “menceramahi anak didik” dan kurang memberi anak didik
kesempatan untuk mengembangkan idenya.
Adapun untuk pembelajaran bidang ilmu sosial, humaniora dan agama,
juga mungkin untuk menggunakan taksonomi dalam bentuk create (rekayasa),
namun demikian create ini tidak dapat diterapkan secara maksimal, karena
ilmu dan prilaku sosial berkembang secara natural tanpa rekayasa, sehingga
hasil rekayasa terkadang tidak dapat diaplikasikan.
Taxonomi Bloom dalam Pembelajaran Agama Islam
1. Konsep Kurikulum 2013 dan Kognisi Bloom
Dalam konsep dasar pengetahuan, ilmu agama Islam adalah bagian dari
pengetahuan sosial. Lebih dari itu, pengetahuan agama Islam tidak hanya
mengusahakan peserta didik untuk memahami konsep agama Islam semata,
tetapi juga menanamkan keyakinan (keimanan) secara doktrinal dan
pembinaan karakter yang baik. Berdasarkan konsep ini, dasar pembelajaran
dalam ilmu pengetahuan agama Islam adalah pengembangan pengetahuan
faktual, dan konseptual. Sedangkan pengetahuan prosedural dan pengetahuan
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 433
metakognitif akan berkembang sesuai dengan pengembangan pola pikir
peserta didik. Sehubungan dengan itu, penambahan pengetahuan ilmu agama
Islam di kalangan peserta didik dapat dilakukan dengan mengembangkan garis
tujuan pembelajaran ke arah prilaku yang diinginkan.
Secara metodologis, materi Agama Islam dibelajarkan di sekolah dengan
menganut dua sistem, yaitu:
a. Sistem kesatuan (Unit system).
Dalam sistem ini semua materi pembelajaran agama Islam dibelajarkan di
bawah satu nama mata pelajaran yang diberi nama Pelajaran Agama Islam
(PAI), sebagaimana yang dilakukan pada pembelajaran mata pelajaran PAI di
sekolah umum. Penggunaan sistem ini menuntut guru untuk mempunyai
kemampuan yang luas, dalam semua bidang agama Islam yang mencakup Al-
Quran, al-Hadits, Aqidah, Fikih, SKI, dan Akhlaq. Di sini sering muncul
keluhan di antaranya: materi belajar menjadi banyak, sedangkan waktu belajar
terbatas. Di sisi lain, sekolah juga sulit mendapatkan guru yang menguasai
semua bidang tersebut secara mendalam. Akibat negatifnya adalah
pembelajaran PAI menjadi tidak maksimal.
b. Teori cabang (branched system).
Dalam sistem ini materi pembelajaran agama Islam dipecah ke dalam
bagian-bagian yang lebih kecil, yang setiap bagian tersebut menjadi mata
pelajaran tersendiri. Maka dalam sistem ini dikenal mata pelajaran al-Quran,
mata pelajaran al-Hadits, mata pelajaran Aqidah, mata pelajaran Fikih, dan
mata pelajaran SKI dan mata pelajaran Akhlak. Dengan menggunakan sistem
ini guru hanya membelajarkan mata pelajaran yang sesuai dengan keahlian
sendiri, sehingga pembelajaran diharapkan menjadi lebih mendalam dan luas,
sesuai dengan pemahaman dan konsep yang dikuasai oleh guru tersebut dalam
pendidikan keahliannya. (Hermawan, 2014, 111).
Secara aplikatif walaupun terdapat dua sistem yang berbeda,
pembelajaran PAI dapat dilakukan dengan menerapkan taksonomi Bloom,
pada materi yang ditentukan. Namun demikian para pendidik sedari awal
Kognisi Taksonomi Bloom...
Ismail Muhammad & Safrina Ariani
434
perlu menyadari bahwa pembelajaran PAI di sekolah dilaksanakan dengan
berpegang kepada prinsip keterpaduan antara aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Ketiga aspek ini tidak boleh disajikan secara parsial dalam
pembelajaran PAI. Memang pada dasarnya, di awal pembelajaran pendidik
menyajikan kepada peserta didik pengetahuan kognitif dalam bentuk faktual
dan konseptual. Namun dalam waktu bersamaan pendidik perlu mengiringi
pembelajaran dengan keteladanan, pelatihan, dan pembiasaan yang merupakan
bentuk pengembangan langsung dari pengetahuan prosedural dan
pengetahuan metokognitif. Di saat yang bersamaan juga pendidik perlu
mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik melalui pembiasaan dan
keteladanan. Dalam hal ini beban guru PAI memang lebih berat dibandingkan
guru lain yang pembelajaran dapat dilakukan secara lebih praktis dan terlihat
dalam waktu singkat.
Adapun pengembangan rekayasa, yang merupakan hasil karya
pengembangan teori Bloom, menjadi hal yang sulit dan langka untuk
diterapkan dalam pembelajaran agama Islam. Namun demikian, jika diamati
lebih mendalam, aspek-aspek tertentu dari agama Islam sebenarnya juga butuh
pengembangan pemikiran dan penyesuaian dengan perkembangan zaman,
seperti pengembangan zakat, perekonomian Islam, penentuan arah kiblat, dll.
Sejak tahun 2004 di Indonesia, diperkenalkan istilah kompetensi melalui
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Secara etimologis, kata kompetensi berasal
dari Bahasa Inggris yaitu competence”, yang berarti kecakapan dan
kemampuan. Dalam kamus ilmiah Populer disebutkan bahwa kompetensi
adalah “kecakapan, kewenangan, kukuasaan atau kemampuan (Maulana dkk.,
2004, 233). Dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
kompetensi dimaknai sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan (UU No. 14, 2005, 3). Kandungan UU No.
14 ini seirama dengan makna kompetensi yang disebutkan Mc. Ashan, yaitu
“competency is a knoledge, skill and abilities that a person achieves, which become part
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 435
of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform, cognitif, afectif and
psikomotor behavior(Mc. Ashan, 1981, 45). Beberapa uraian pengertian yang
diuraikan ini menunjukkan bahwa kompetensi merupakan sejumlah
kemampuan mencakup pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang harus
dimiliki seseorang untuk dapat melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya. Lebih lanjut maksud dari kompetensi yang diinginkan dalam
kurikulum di Indonesia, dapat dilihat dari uraian Wina Sanjaya yang
menyebutkan bahwa kompetensi atau kemampuan yang harus dimiliki oleh
setiap siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu (Sanjaya,
2005, 6).
Sehubungan dengan hal tersebut, sejak adanya Kurikulum 2013, yang
kemudian berubah menjadi ‘Kurikulum Nasional’ yang berlaku dari tingkat SD
sampai SMA, diperkenalkan beberapa istilah, yaitu Kompetensi Inti (KI),
Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator (Mendikbud, 2013, 7).
Kompetensi Inti (KI) adalah terjemahan atau operasionalisasi dari SKL
(Standar Kompetensi lulusan) yang merupakan gambaran kualitas yang (kira-
kira) akan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan pada suatu jenjang
pendidikan tertentu. Selain itu KI juga merupakan gambaran tentang
kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam afektif, kognitif, dan
psikomotor, yang dibelajarkan kepada peserta didik, dalam bentuk hard skills
(Hendriana, 2017) dan soft skills (Ubaydillah, 2019, Mendikbud, 2013, 5).
Secara lebih aplikatif, KI ditetapkan sebagai aspek utama pembelajaran
yang perumusannya telah dituangkan dalam konsep dasar kurikulum. KI
kemudian secara langsung telah dikembangkan menjadi KD dan juga
dituangkan secara langsung ke dalam kurikulum. Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2018
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah, dijelaskan bahwa secara umum KI dibagi kepada
empat kategori yaitu: (a) Kompetensi Inti-1 untuk kompetensi inti sikap
Kognisi Taksonomi Bloom...
Ismail Muhammad & Safrina Ariani
436
spiritual; (b) KI-2 untuk kompetensi inti sikap sosial; (c) KI-3 untuk kompetensi
inti pengetahuan; dan (d) KI-4 untuk kompetensi inti keterampilan. Jika di lihat
dari aspek bentuk skillnya, maka KI-1 dan KI-2 termasuk kedalam soft skill.
Adapun KI-3 dan KI-4 termasuk kategori hard skill.
Dalam lembaran kurikulum 2013, setiap KI telah dilengkapi dengan KD.
KD ini adalah batasan materi dan tujuan yang wajib dibelajarkan oleh
pendidik, baik di dalam kelas ataupun di luar kelas. Dalam aplikasi pola
pembelajaran Bloom, KD ini tersusun dari materi dan kata kerja operasional,
misalnya “Memahami rukun Iman”. Walaupun KD tersebut telah dirumuskan
secara baik dan dianggap telah mencukupi sebagaian dasar pembelajaran,
namun guru masih mempunyai kewajiban untuk mengembangkannya menjadi
indikator pembelajaran yang bersifat lebih operasional. Jika diperlukan, guru
juga tidak dilarang untuk menambah jumlah KD jika situasi pembelajaran
memungkinkan, namun guru harus mengusahakan untuk menghabiskan
pembelajaran setiap KD yang telah disebutkan dalam kurikulum.
2. Pola Pengembangan Kognisi Bloom dalam Pembelajaran Agama Islam
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa untuk mengembangkan
pembelajaran menjadi lebih operasional, guru diwajibkan mengembangkan KD
menjadi indikator (Yoga Anjas Pratama. 2019) sesuai dengan karakteristik
peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan
dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat
diobservasi (BNSP Dikbud, 2010, 3). Indikator yang dikembangkan ini, menjadi
dasar bagi guru dalam mengembangkan test capaian hasil belajar, karena
cakupan pertanyaan dalam ujian, harus sesuai dengan cakupan kata kerja
operasional dalam indikator. Misalnya, jika indikator pembelajaran
“Menyebutkan rukun shalat secara sistematis”, maka guru harus menguji siswa
untuk menyebutkan rukun shalat secara sistimatis, dan jika siswa mampu
menjawabnya secara baik, maka pembelajaran dianggap berhasil. Dengan
demikian, melalui indikator ini, guru akan dapat mengamati secara langsung
pembelajaran dan hasilnya sesuai arahan indikator.
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 437
Perlu diperhatikan bahwa untuk mengembangkan indikator perlu
mempertimbangkan tiga hal, yaitu: (a) Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat
melalui kata kerja yang digunakan dalam KD; (b) Karakteristik mata pelajaran,
peserta didik, dan sekolah; dan (c) Potensi dan kebutuhan peserta didik,
masyarakat, dan lingkungan/daerah (BNSP Dikbud, 2010, 3). Aspek lain yang
juga penting diperhatikan adalah bahwa indikator terbagi ke dalam tiga jenis
yaitu: (a) Indikator kunci (b) Indikator pendukung dan (c) Indikator pengayaan
(Tim GTK DIKDAS, 2021).
Indikator adalah kata operasional dari setiap tingkat kognisi Bloom.
Karena itu agar para guru dapat menggunakan kognisi Bloom secara baik, guru
mesti mengetahui secara baik Taksonomi Bloom, yang dapat diperhatikan
dalam rincian berikut:
a. Pengetahuan (Cognitive 1): mengutip, menyebutkan, menjelaskan,
menggambar, mengidentifikasi, menunjukkan, menandai, membaca,
menyadari, menghafal, meniru, mencatat, mengulang, memilih,
menyatakan, menulis dll.
b. Pemahaman (Cognitive 2): Menjelaskan, mengkategorikan, merinci,
membandingkan, menghitung, mengubah, mempertahankan,
menguraikan, membedakan, mendiskusikan, mencontohkan,
menerangkan, mengemukakan, menyimpulkan, merangkum,
menjabarkan, dll.
c. Penerapan (Cognitive 3): Mengurutkan, menentukan, menerapkan,
menyesuaikan, mengklasifikasi, menghitung, mengurutkan,
membiasakan, mencegah, menggunakan, menilai, melatih,
mengemukakan, mengoperasikan, mengkaitkan, menyusun, melakukan,
dll.
d. Analisis (Cognitive 4): menganalisis, menyeleksi, menghubungkan,
menyimpulkan, melatih, dll.
e. Sintesis (Cognitive 5): mengabstraksikan, mengatur, mengumpulkan,
mengkategorikan, mengkombinasikan, mengulangi, menghubungkan,
Kognisi Taksonomi Bloom...
Ismail Muhammad & Safrina Ariani
438
mengoreksi, mendikte, memperjelas, menggabungkan, merangkum,
merekontruksi, dll.
f. Evaluasi (Cognitive 6): membandingkan, menyimpulkan, menilai,
mengkritik, memisahkan, memperjelas, menafsirkan, merangkum,
membuktikan, memilih, dll.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, dalam Taxonomi Bloom, aspek
analisis dan sintesis masih merupakan bagian taxonomi yang terpisah dan
dianggap sebagai C4 dan C5. Namun dalam taxonomi yang telah
dikembangkan oleh Airasian dkk, aspek analisis digabung dengan aspek
sintesis dan dianggap sebagai C4. Aspek penilaian dianggap sebagai C5 dan
ditambah dengan C6 baru yaitu ciptakarya (create) yang membelajarkan anak
didik untuk mengembangkan diri agar mampu menemukan dan
mengembangkan elemen-elemen untuk menyusun dan membangun sesuatu
secara logis dan fungsional ke dalam pola, produk atau struktur yang baru.
Secara operasional aspek ciptakarya ini bisa dibagi ke dalam beberapa kegiatan,
seperti: mengabstraksi, mengatur, menganimasi, mengumpulkan,
mengkombinasikan, menyusun, mengarang, membangun, menanggulangi,
menciptakan, mengkreasikan, mengoreksi, merancang, merencanakan,
membentuk, merumuskan, menggabungkan, memadukan, mereparasi.
Menyiapkan, memproduksi, merangkum, merekonstruksi, membuat dan lain-
lain.
3. Langkah-langkah Pengembangan KD Menjadi Indikator
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pengembangan KD
menjadi indikator dalam RPP adalah seperti berikut:
a. Menganalisis jenjang kognisi, dan memilih kata operasional yang sesuai.
Jenjang kognisi pembelajaran telah disebutkan secara jelas dalam setiap
KD. Misalnya (1). “Mengetahui Rukun Sholat”. Kata “mengetahui” adalah kata
“indukan” dari C1, yang di bawahnya terdapat sejumlah kata operasional,
seperti: mengutip, menyebutkan, menjelaskan, menggambar, mengidentifikasi,
menunjukkan, menandai, membaca, menyadari, menghafal, atau meniru.
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 439
Untuk mengembangkan KD “Mengetahui Rukun Sholat”, menjadi “indikator”
pembelajaran, guru harus menggunakan kata opersional dari jenjang C1 di atas,
misalnya “menyebutkan rukun sholat”, “membaca rukun sholat”, “menghafal
rukun sholat” dan lain-lain, yang sesuai. Yang menjadi persoalan dalam
pengembangan indikator adalah, jika dalam KD tidak disebutkan kata
“indukan”nya, tetapi di dalam KD secara langsung disebutkan kata operasional
misalnya KD berikut : “Merangkum rukun haji”.
Dalam kasus seperti ini, guru mesti langsung menggunakan KD tersebut
sebagai indikator, tanpa perlu merubahnya. Selain itu, guru juga mengetahui
posisi kata “merangkum” dalam jenjang kognisi. Kata merangkum adalah kata
operasional yang berada pada jenjang C2. Sesuai dengan jenjangnya, jika guru
mau manambah indikator baru dari KD ini, guru tidak boleh keluar dari
jenjang C2, dan boleh memilih berada di C1, karena tingkat kesulitan C1 berada
di bawah C2.
b. Menganalisis Karakteristik Mata Pelajaran, Peserta Didik, dan Sekolah.
Karakteristik mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti adalah: (1)
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merupakan mata pelajaran yang
dikembangkan dari materi pokok pendidikan agama Islam (al-Qur’an dan
Hadis, aqidah, akhlak, fiqih dan sejarah peradaban Islam). (2) PAI dan Budi
Pekerti merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang
tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang bertujuan untuk
pengembangan moral dan kepribadian peserta didik. (3) Tujuan PAI dan Budi
Pekerti adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa
kepada Allah Swt., berbudi pekerti yang luhur (berakhlak yang mulia), dan
memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam, terutama sumber ajaran dan
sendi-sendi Islam lainnya. (4) PAI dan Budi Pekerti adalah mata pelajaran yang
lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian
keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari di tengah-tengah masyarakat. (5) Sumber pokok PAI, yaitu al-Qur’an dan
Hadis Nabi Muhammad saw., juga melalui metode ijtihad (dalil aqli), para
Kognisi Taksonomi Bloom...
Ismail Muhammad & Safrina Ariani
440
ulama dapat mengembangkannya dengan lebih rinci dan mendetail dalam
kajian fiqih dan hasil-hasil ijtihad lainnya. (6) Tujuan akhir dari mata pelajaran
PAI dan Budi Pekerti adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak
yang mulia (budi pekerti yang luhur), yang merupakan misi utama diutusnya
Nabi Muhammad saw di dunia (Ramon Mohandas, 2014).
Karakteristik peserta didik sekurangnya mencakup 7 aspek, yaitu: 1)
Aspek fisik sesuai dengan tahap perkembangan usia. 2) Aspek intelektual
sesuai dengan kondisi yang dimiliki. 3) Aspek sosial sesuai dengan budaya
lingkungan. 4) Aspek emosional sesuai dengan perkembangan kepribadian. 5)
Aspek moral sesuai dengan norma yang berlaku. 6) Aspek spiritual sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya. 7) Aspek latar belakang sosial budaya
(Jamisten Situmorang, 2018).
Mata pelajaran, peserta didik dan kondisi sekolah mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Karena itu, maka setiap guru mesti
memahami ketiga karakteristik tersebut secara baik. Secara lebih khas, yang
dimaksud dengan kondisi sekolah adalah berhubungan dengan lokasi sekolah,
kondisi tempat sekolah berada, dan fasilitas yang dimiliki. Dengan
memperhatikan ketiga aspek ini maka para guru dalam mengembangkan KD,
mungkin akan memilih indikator yang berbeda dari satu KD yang sama, karena
ia menyesuaikan dengan situasi masing-masing.
c. Menganalisis waktu belajar yang telah ditetapkan.
Sangat penting diperhatikan oleh guru dalam pengembangan KD
menjadi indikator adalah menganalisis waktu yang disediakan untuk
pembelajaran bagi sebuah KD. Jika waktu yang disediakan untuk sebuah KD
agak banyak, maka guru dapat mengembangkan indikator lebih banyak (bukan
hanya tiga), sehingga pembelajaran menjadi lebih mendalam.
d. Menentukan berapa banyak indikator yang diperlukan.
Dalam petunjuk BSPN, tentang perumusan indikator dijelaskan bahwa,
setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi tiga indikator, yang
memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 441
digunakan dalam SK dan KD (BSPN, 2010, 9). Seperti yang diuraikan di atas,
dalam situasi tertentu, guru boleh mengembangkan indikator lebih dari tiga,
jika kondisi mungkin untuk diterapkan. Adapun tentang keragaman jenis dari
indikator yang dikembangkan, maka guru perlu memperhatikan jenis indikator
kunci, pendukung dan pengayaan.
PENUTUP
Dari serangkaian uraian yang disajikan di bagian terdahulu artikel ini,
dapat disimpulkan seperti berikut:
1. Ide pengembangan kognisi pendidikan bermula sejak munculnya diskusi
yang dilakukan pada tahun 1948 oleh sejumlah pakar pendidikan di Boston
(USA), dimana mereka membutuhkan suatu kerangka pikir untuk
mengklasifikasi hasil belajar siswa. Pengembangan kognisi ini terealisasi
dengan lahir buku buku The Taxonomy of Education Objectives, The
Clasification of Educational Goals, Handbook I: Cognitive Domain, yang
diterbitkan oleh Longman, pada tahun 1956. Peter W. Airasian dan kawan-
kawan memperkenalkan buku baru sebagai pengembangan dari teori
Benjamin S. Bloom, yang diberi judul A Taxonomi for Learning, Teaching, and
Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. A Bridget
Edition. Buku ini diedit oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl,
dan diterbitkan oleh Addison Wesley Longman, Inc, pada tahun 2001.
2. Substansi perubahan anata buku taxonomi Bloom, denga revisinya adalah
(a). Perubahan kata induk (dari kata kerja operasional) yang digunakan. Jika
dalam terminologi Taksonomi Bloom menggunakan kata benda yaitu:
knowledge, komprehension, application, analysis, synthesis dan evaluation
(sebagai induk kata operasional), maka dalam taksonomi revisi,
Anderson/Krathwohl langsung menggunakan kata kerja sebagai induk kata
kerja kerja operasional, yaitu : remember, understand, apply, analyze, evaluate
dan create. (b). Dalam taxonomi Bloom, kata analysis dipisah dengan kata
synthesis. Dalam taxonomi revisi kata analysis digabung dengan kelompok
Kognisi Taksonomi Bloom...
Ismail Muhammad & Safrina Ariani
442
kata synthesis, dan menjadi kognisi kelima. Kemudian sebagai kognisi
keenam (dalam taxonomi revisi) muncul kata creat.
3. Penerapan kognisi taxonomi Bloom dan revisinya, dapat dilakukan secara
maksimal dalam pembelajaran PAI, namun kepada para guru diwajibkan
memahami konsep taxonomi Bloom, kurikulum yang diapaki dan mampu
mengembangkan KD menjadi indikator secara baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. W., Krathwohl, D. R., Airasian, P. W., Cruikshank, K. A., Mayer,
R. E.,Pintrich, P. R., et al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching,
and Assissing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives.
New York: Longman.
Anderson, Lorin W. & Krathwohl, David R. (2010). Kerangka Landasan Untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan
Bloom (Terj. Agung Prihantoro). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bloom, Benjamin S., etc. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: The
Classification of Educational Goals, Handbook I Cognitive Domain. New
York: Longmans, Green and Co.
BNSP. (2010) Materi Bimbingan Teknis KTSP Dan Soal Terstandar 2010 Panduan
Pengembangan Indikator. Dirjen Pembinaan SMP, Kemeterian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Hendriana, dkk. (2017). Hard Skills dan Soft Skills Matematik Siswa. Bandung:
Refika Aditama.
Hermawan, Acep. (2014). Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Hill, Winfred F. (2011). Theories of Learning (Teori-teori Pembelajaran). Bandung:
Nusa Media.
Krathwohl, David R. (2002). A Revision of Bloom's Taxonomy: An
Overview, Theory Into Practice. Theory into Practice, 41(4), 212-
218, DOI: 10.1207/s15430421tip4104_2
Maulana, Achmad, dkk. (2004). Kamus Ilmiah Populer. Cet. II. Yogyakarta:
Penerbit Absolut.
Mc. Ashan, H.H. (1981). Competency-based education and Behavioral Objectives.
New Jersey: Educational Technology Publication, Inc.
Mohandas, Ramon. (2014). Kurikulum 2013, Pedoman Guru Mata
Pelajaranpendidikan Agama Islam Dan Budi Pekertiuntuk Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Vol. 11 No. 3 Juli-September 2021
ISSN 2089-5127 (print) | ISSN 2460-0733 (online)
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v11i3.6303
Submitted: | Accepted: | Published: 443
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan
Perbukuan.
Nahar, Novi Irwan. (2016). Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses
Pembelajaran. Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(1), 64-74.
http://jurnal.um-
tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/94.
Pratama, Yoga Anjas. 2019. Relevansi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap
Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah,
4(1), 38-49. DOI: https://doi.org/10.25299/al-
thariqah.2019.vol4(1).2718
Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana.
Situmorang, Jamisten. Karakteristik Peserta Didik, Direktorat Jenderal Guru Dan
Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tim GTK DIKDAS, 2021, Modul Belajar Mandiri: Calon Guru Pegawai Pemerintah
Dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Jakarta: Direktorat GTK Pendidikan
Dasar, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Ubaydillah. (2019). Upaya Guru Dalam Menanamkan Soft Skill dan Hard Skill
Peserta Didik Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah
Negeri 1 Malang. Tesis Pada Program Magister Pendidikan Agama
Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.
... One of the taxonomies used in education was bloom's taxonomy. Broadly speaking bloom's taxonomy was classified into three namely the cognitive domain, which relates to intellectual abilities; affective domain, which was related to feelings and attitudes; and the psychomotor domain, which deals with skills (Ismail & Ariani, 2021). ...
Article
Full-text available
The purpose of this study was to describe the suitability of indicators for basic competence in the implementation of learning plans for islamic education subjects at SMK Muhammadiyah Tanjung Redeb based on the revised bloom taxonomy. This research was a qualitative descriptive study. The research location was carried out at the Tanjung Redeb Muhammadiyah Vocational School, Berau Regency, East Kalimantan. The objects in this study were indicators and basic competencies in class XI lesson plans for islamic education which were developed by educators at the Tanjung Redeb Muhammadiyah Vocational School, Berau, East Kalimantan. Data collection techniques used documentation analysis techniques, while for data analysis techniques researchers used interactive techniques Miles, Huberman and Saldana by going through the stages of condensing data, presenting data, and drawing conclusions. As for testing the validity of the data using triangulation. The results of the study showed that there was a discrepancy at the level of basic competence with indicators of achieving competence where these indicators are below basic competence.
Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran
  • Lorin W Anderson
  • David R Krathwohl
Anderson, Lorin W. & Krathwohl, David R. (2010). Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom (Terj. Agung Prihantoro). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Materi Bimbingan Teknis KTSP Dan Soal Terstandar
  • Bnsp
BNSP. (2010) Materi Bimbingan Teknis KTSP Dan Soal Terstandar 2010 Panduan Pengembangan Indikator. Dirjen Pembinaan SMP, Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan.
Hard Skills dan Soft Skills Matematik Siswa
  • Dkk Hendriana
Hendriana, dkk. (2017). Hard Skills dan Soft Skills Matematik Siswa. Bandung: Refika Aditama.
Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
  • Acep Hermawan
Hermawan, Acep. (2014). Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Theories of Learning (Teori-teori Pembelajaran)
  • Winfred F Hill
Hill, Winfred F. (2011). Theories of Learning (Teori-teori Pembelajaran). Bandung: Nusa Media.
Kamus Ilmiah Populer
  • Achmad Maulana
Maulana, Achmad, dkk. (2004). Kamus Ilmiah Populer. Cet. II. Yogyakarta: Penerbit Absolut.
Competency-based education and Behavioral Objectives
  • Mc
  • H H Ashan
Mc. Ashan, H.H. (1981). Competency-based education and Behavioral Objectives. New Jersey: Educational Technology Publication, Inc.