ArticlePDF Available

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PETAI CINA (Leucaena glauca. Benth.) TERHADAP FUNGSI DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI TIKUS MODEL FIBROSIS HATI (EFFECT OF CHINESE PETAI EXTRACT ON THE IMPROVEMENT OF FUNCTION AND HISTOPATHOLOGIC MOUSE LIVER FIBROSIS MODEL)

Authors:
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 1
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PETAI CINA (Leucaena glauca. Benth.)
TERHADAP FUNGSI DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI TIKUS MODEL
FIBROSIS HATI
(EFFECT OF CHINESE PETAI EXTRACT ON THE IMPROVEMENT OF
FUNCTION AND HISTOPATHOLOGIC MOUSE LIVER FIBROSIS MODEL)
Ardella Tri Novianti1,2, Endry Septiadi1, Vita Murniati Tarawan3, Andri Rezano3, Achadiyani3
1Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Dasar, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
2Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani
3Departemen Anatomi, Fisiologi dan Biologi Sel, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Email korespondensi: endry.idol@gmail.com
ABSTRAK
Petai cina (Leucaena glauca, Benth.) secara empiris digunakan untuk mengobati penyakit hati.
Daun petai cina mengandung antioksidan dan zat aktif seperti tanin, saponin, alkaloid, dan
saponin yang dapat membantu perbaikan fungsi hati pada fibrosis. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis efek ekstrak etanol daun petai cina terhadap perbaikan fungsi dan
histolopatologis hati tikus model fibrosis. Kelompok uji dibagi menjadi kontrol negatif yang
diberi aquades, kelompok perlakuan 1 diberikan ekstrak etanol daun petai cina selama 14 hari
dengan dosis 2,25 mg/200 grBB tikus, dosis 4,5 mg/200 grBB tikus (kelompok perlakuan 2),
dan dosis 9 mg/200 grBB tikus (kelompok perlakuan 3). Data dianalisis menggunakan
ANOVA, dilanjutkan dengan uji a Scheffe dan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan uji Mann-
Whitney. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol terhadap penurunan kadar SGOT (p=0,001), SGPT (p=0,000),
peningkatan jumlah hepatosit normal (p=0,000), dan penurunan derajat fibrosis (p=0,04). Hasil
uji Kruskal-Wallis menunjukkan derajat fibrosis pada kelompok kontrol berbeda bermakna
(p=0,04) dengan kelompok perlakuan. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan derajat fibrosis
pada kelompok kontrol berbeda bermakna (p<0,05) dengan kelompok perlakuan 3 dengan
dosis 9 mg/200gram BB tikus (p=0,015). Ekstrak etanol daun petai cina (Leucaena glauca,
Benth.) mengandung flavonoid yang dapat mengurangi proliferasi sel stellate di hati,
mengurangi aktivasi proliferasi sel Kuppfer, mengurangi jumlah sel nekrotik, dan produksi
ARTIKEL PENELITIAN
Novianti
et al.
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan (2017)1(1):1-14
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 2
matriks ekstraselular (kolagen) dan menurunkan derajat fibrosis serta memiliki efek
memperbaiki fungsi hati dengan menurunkan kadar SGOT dan SGPT, meningkatkan
proliferasi sel hati yang normal, serta menurunkan derajat fibrosis.
Kata kunci: daun petai cina, fibrosis hati, masson trichrome, SGOT, SGPT
ABSTRACT
Chinese petai (Leucaena glauca Benth.) empirically used to treat liver disease. Chinese
petai leaves contain antioxidants and active substances such as tannins, saponins,
alkaloids, and saponins that can improve liver function in fibrosis. The objective of the
study was to analyze e f f e c t o f ethanol extract of Chinese petai on the improvement of
function and histopathologic mouse liver fibrosis model. The test group was divided into
negative control that given aquades, the treatment group 1 was given ethanol extract of
chinese petai leaf for 14 days with a dose of 2.25 mg/200gBW rat, 4.5 mg/200gBW rat
(treatment group 2), and 9 mg/200gBW rat (treatment group 3). Data analysis was don e
using ANOVA and followed by Scheffe test. The data of fibrosis degree analyzed with
Kruskal-Wallis test and Mann-Whitney test subsequently. The result of this study was a
significant difference between treatment group and control group on decreased levels of
SGOT (p = 0.001), SGPT (p = 0.000), increased number of normal hepatocytes (p =
0.000), and decreased fibrosis degree (p = 0.04). The result of Kruskal-Wallis test showed
fibrosis degree in the control group was significantly different (p = 0.04) with the
treatment group. Mann Whitney test showed fibrosis degree in control group was
significantly different (p<0.05) with treatment group 3 with 9 mg/200gBB rat (p =
0.015). The conclusion were Chinese petai leaves (Leucaena glauca Benth.) ethanol
extract containing flavonoids could reduce stellate cell proliferation in the liver, reduce
Kuppfer cell proliferation activation, reduce necrotic cells, extracellular matrix (collagen)
production, and decrease fibrosis degree. These extracts had improved liver function by
decreasing levels of SGOT and SGPT, promoting normal liver cells proliferation, and
decreasing fibrosis degree.
Key words: chinese petai, liver fibrosis, SGOT, SGPT
PENDAHULUAN
Berbagai penyakit hati, baik
hepatitis maupun akibat paparan zat
toksin lainnya masih menjadi masalah
kesehatan dunia. Sekitar 2 miliar
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 3
penduduk dunia pernah terinfeksi virus
Hepatitis B dan 360 juta orang diantaranya
terinfeksi kronis, yang akan berpotensi
menjadi fibrosis dan berkembang menjadi
sirosis serta karsinoma hepatoselular
dengan angka kematian sebesar 250.000 per
tahun.1,2 Penyebab utama fibrosis hati di
negara-negara industri yaitu infeksi virus
hepatitis C dan penyalahgunaan alkohol,
sedangkan di Asia dan Afrika adalah hepatitis
B. Di Indonesia penyebab utama fibrosis hati
yaitu infeksi virus hepatitis B dan C.3,4 Di
Indonesia data prevalensi sirosis hati belum
ada secara detail. Pola penyakit penyebab
kematian yang dirawat di rumah sakit di
Provinsi Jawa Barat tahun 2006 pada penderita
usia 45-64 tahun karena sirosis hati menduduki
no.7 yaitu sebesar 2,91% .4,5
Pengobatan penyakit hati seperti
sirosis maupun hepatitis pada saat ini masih
banyak memiliki efek samping, seperti
anemia hemolitik dan teratogenik.
Pengobatan konvensional untuk penderita
penyakit hati dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada sebagian pasien,
misalnya karena biayanya yang masih
cukup mahal, terjadinya kekambuhan, dan
resistensi obat. Pengobatan antifibrotik
pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di
masa datang, menempatkan sel stelat
sebagai target pengobatan dan mediator
fibrogenik akan merupakan terapi utama.1,6
Salah satu tanaman yang juga
digunakan oleh masyarakat untuk
pengobatan penyakit hati yaitu daun petai
cina. Petai cina juga disebut Leucaena
glauca, Benth, merupakan tanaman
tradisional yang memiliki nama daerah
diantaranya pete cina, lamtoro, petet,
pelanding, peuteuy atau dalam bahasa
inggris disebut lead tree. Petai cina
merupakan tanaman yang mudah
ditemukan di masyarakat, dan biasanya
berada di iklim tropis sehingga dapat
ditemukan di banyak Negara.7,8
Daun petai cina mengandung
alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid.
Alkaloid berperan untuk proses
detoksifikasi dalam menetralisir racun.
Tanin diketahui dapat menghentikan
pendarahan, memiliki efek antioksidan dan
antiseptik. Flavonoid termasuk senyawa
fenolik alam yang potensial sebagai
antioksidan. Obat-obat yang berfungsi
sebagai antioksidan dapat menghambat
peroksidasi lipid, meningkatkan
vaskularisasi dan menginisisasi sintesis
DNA. Flavonoid dan saponin juga
diketahui memiliki aktivitas antimikroba
dan anti inflamasi. Penelitian mengenai
efek ekstrak etanol daun petai cina terhadap
fungsi hati tikus dan pengujian secara
histopatologis belum pernah dilakukan
sebelumnya.7,9,10
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 4
BAHAN DAN METODE
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Petai
Cina
Daun petai cina diperoleh dari
perkebunan petai cina di daerah Kampung
Sayati, Kopo Bandung. Pohon petai cina
berada pada dataran dengan ketinggian
1500-1700 m, dengan suhu udara rata-rata
23-30°C dan ketinggian pohon bervariasi
antara 1,5-3 m. Daun yang dipakai adalah
daun petai cina muda yang terletak di
pucuk pohon, kemudian dicuci, ditiriskan
dan dikeringkan. Ekstrak daun petai cina
merupakan hasil ekstraksi daun petai cina
muda. Daun petai cina yang telah dipilih,
lalu dibersihkan dengan air mengalir yang
bersih, kemudian diiris- iris setipis mungkin
dengan menggunakan pisau Stainless steel.
Proses dilanjutkan dengan tahap
pengeringan. Simplisia ini kemudian
dihaluskan menjadi serbuk, serbuk
dimaserasi sebanyak 3x tahapan dengan
menggunakan etanol 70%, kemudian
dipekatkan menggunakan penguap vakum
putar (rotary evaporator) hingga
menghasilkan ekstrak daun petai cina
dengan konsentrasi 70%. Dosis ekstrak
daun petai cina yang digunakan adalah 2,25
mg/200grBB, 4,5 mg/200grBB dan
9mg/200grBB tikus. Seluruh proses
pembuatan ekstrak etanol daun petai cina
dibuat di Laboratorium Fakultas Farmasi
Institut Teknologi Bandung.
Hewan Coba
Obyek penelitian yang digunakan
yaitu tikus (Rattus novergicus) jantan galur
Wistar, usia 8-10 minggu dengan berat
badan 200-300 gram yang diperoleh dari
Laboratorium Biofarma Bandung.
Kemudian pada hewan ini dilakukan
adaptasi di laboratorium Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran Bandung selama 7
hari.
Pembuatan Tikus Model Fibrosis Hepar
Induksi model fibrosis hepar
dilakukan dengan menggunakan CCl4.
Dosis CCl4 10 % yang digunakan adalah 1
ml/kg BB tikus intraperitoneal dua kali per
minggu (4 minggu).
Kelompok Perlakuan
Kelompok perlakuan dibagi menjadi
4 kelompok. Kelompok 1 merupakan
kelompok kontrol negatif yaitu tikus
disuntikkan CCl4 dosis 1 ml/kgBB secara
intraperitoneal 2 kali seminggu selama 4
minggu dan hanya diberi makan pakan
standar. Kelompok P1 merupakan
kelompok perlakuan 1 yaitu tikus diberi
ekstrak etanol daun petai cina per oral 2,25
mg/200grBB tikus 1 kali per hari selama 14
hari. Kelompok P2 merupakan kelompok
perlakuan 2 yaitu tikus diberi ekstrak etanol
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 5
daun petai cina per oral 4,5 mg/200grBB 1
kali per hari selama 14 hari. Kelompok P3
merupakan kelompok perlakuan 3 yaitu
tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina
per oral 9 mg/200grBB 1 kali per hari
selama 14 hari. Tikus dikorbankan pada
hari ke 3 dan 17 (masing-masing 3 ekor)
untuk dihitung kadar SGOT dan SGPT
darah, serta dilihat gambaran histopatologis
hatinya.
Pengukuran Fungsi Hati
Pengukuran fungsi hati dilakukan dengan
mengukur kadar SGOT dan SGPT yang
diambil dari darah tikus menggunakan
spektofotometri dan dinyatakan dalam
satuan U/L (unit/liter). Pengukuran
dilakukan di Laboratorium Klinik
Diagnostik.
Penilaian Histopatologi
Penelitian ini menggunakan penilaian
derajat fibrosis sistem skoring dari Ishak
modifikasi HAI, dinilai dari adanya septa
fibrosis, ekspansi fibrosis ke area portal,
jaringan ikat portal ke portal (P-P bridging)
atau ke sentral (P-C bridging), serta adanya
sirosis (Tabel 1).
Tabel 1. Penilaian Ishak Modifikasi HAI (Guido et al 2011)
Tahap Modifikasi: Perubahan arsitektur, fibrosis, dan sirosis
Perubahan
Skor
Tidak ada fibrosis
0
Ekspansi fibrosis pada beberapa area porta, dengan atau tanpa septa tanpa short fibrous septa
1
Ekspansi fibrosis pada banyak area porta, dengan atau tanpa septa
2
Ekspansi fibrosis pada hampir seluruh area porta dengan bridging P-P occasional portal to portal (P-
P) bridging
3
Ekspansi fibrosis pada hampir seluruh area porta dengan bridging P-P atau P-C
4
Bridging (P-P dan/atau P-C) dengan nodul (inkomplit sirosis)
5
Sirosis
6
Analisis Data
Eksperimen hewan dilakukan
dalam rangkap dua dan diulang tiga kali
dengan menggunakan kontrol yang sesuai
dan data dikumpulkan. Hasil dinyatakan
sebagai SD atau Mean + SEM. Signifikansi
statistik perbedaan dilakukan dengan
menggunakan: Uji t tidak berpasangan.
ANOVA satu arah diikuti dengan uji
scheffe. P <0,05 dianggap signifikan.
Aspek Etik Penelitian
Semua tikus dipelihara menurut
panduan untuk perawatan dan penggunaan
hewan coba di Fakultas kedokteran
Universitas Padjadjaran.
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Gambaran fibrosis hati
Gambaran mikroskopis tikus hewan
coba yang normal dengan pewarnaan
Masson Trichrome (Gambar 1A) dapat
terlihat sel normal hepatosit tersusun radier
dengan membran inti yang utuh dan inti
terlihat jelas di tengah. Vena sentralis
terlihat jelas dan pada jaringan hati normal
tidak terdapat gambaran serat fibrosis yang
pada skor Ishak modifikasi Histology
Activity Index (HAI) dikategorikan dengan
skor 0.
Pada pewarnaan Masson Trichrome
dapat terlihat hepatosit tersusun radier
dengan membran inti yang sebagian besar
rusak dan inti beberapa terlihat di pinggir
atau tidak terlihat jelas di tengah sel hati.
Pada seluruh sediaan mikroskopis terdapat
gambaran serat fibrosis berwarna kebiruan
yang menutupi hampir seluruh jaringan hati
yang pada skor Ishak modifikasi Histology
Activity Index (HAI) dikategorikan dengan
skor 6 (sirosis) (Gambar 1B). Dengan
pewarnaan Masson Trichrome dapat terlihat
hepatosit tersusun radier dengan membran
inti yang sebagian rusak dan inti beberapa
terlihat di pinggir atau tidak terlihat jelas di
tengah sel hati. Pada sediaan mikroskopis
terdapat gambaran serat fibrosis yang
membuat bridging dari portal ke portal dan
portal ke sentral smenutupi hampir
sebagian besar jaringan hati yang pada skor
Ishak modifikasi Histology Activity Index
(HAI) dikategorikan dengan skor 5 (sirosis
inkomplit) (Gambar 1C). Dengan
pewarnaan Masson Trichrome dapat terlihat
hepatosit tersusun radier dengan membran
inti yang sebagian rusak dan inti beberapa
terlihat di pinggir atau tidak terlihat jelas di
tengah sel hati. Pada sediaan mikroskopis
terdapat gambaran serat ekspansi fibrosis
pada hampir seluruh area porta dengan
bridging menutupi hampir seluruh area
porta jaringan hati (portal ke portal dan
portal ke sentral) yang pada skor Ishak
modifikasi Histology Activity Index (HAI)
dikategorikan dengan skor 4 (Gambar 1D).
Dengan pewarnaan Masson Trichrome
dapat terlihat hepatosit tersusun radier
dengan membran inti yang sebagian utuh
dengan inti utuh dan sebagian rusak dengan
inti beberapa terlihat di pinggir atau tidak
terlihat jelas di tengah sel hati. Pada sediaan
mikroskopis terdapat gambaran serat
ekspansi fibrosis pada sebagian area porta
dengan bridging menutupi hampir seluruh
area porta jaringan hati (portal ke portal)
yang pada skor Ishak modifikasi Histology
Activity Index (HAI) dikategorikan dengan
skor 4 (Gambar 1E).
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 7
Gambar 1 (A) Gambaran Histologi Hepar Normal, skor 0, tanpa fibrosis, C vena sentral, H radially arranged hepatocytes (B)
Gambaran Histologi Hepar Fibrosis (Kontrol), skor 6, cirrhosis (tanda panah), C=vena sentral. (C) Gambaran Histologi Hepar
Fibrosis (Kelompok 1), skor 5, C vena sentral. (D) Gambaran Histologi Hepar Fibrosis (Kelompok 2), skor 4, C vena sentral.
(E) Gambaran Histologi Hepar Fibrosis (Kelompok 3), score 3, C vena sentral.
Pewarnaan Masson Trichrome, Pembesaran 100x.
Evaluasi kadar SGOT Darah Tikus
Model Fibrosis Hati
Hasil analisis SGOT darah tikus
model fibrosis diperlihatkan melalui tabel2.
Pada hasil uji ANOVA didapatkan
perbedaan kadar SGOT yang nyata atau
bermakna antar kelompok dengan nilai
p<0,001 (bermakna bila p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna kadar SGOT antara kelompok
kontrol dengan semua kelompok perlakuan.
Untuk mengetahui kelompok yang
memiliki nilai paling bermakna, maka
dilanjutkan dengan uji lanjut dengan
metode Scheffe.
H
C
C
C
C
A
D
E
C
B
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 8
Tabel 2. Uji ANOVA Kadar SGOT Tikus Model Fibrosis Hati
Kelompok
Mean (Standar Deviasi)
P
Hari ke-3
Hari ke-17
Kelompok kontrol
3.0030 (0.18601)
3.0875 (0.26873)
0.001
Kelompok P 1
2.8922 (0.41800)
2.3247 (0.19815)
Kelompok P 2
2.9179 (0.47590)
2.1324 (0.01036)
Kelompok P 3
2.7620 (0.06676)
2.0633 (0.02978)
R Squared = 0.761 (data log_SGOT)
Kontrol : tikus hanya diberi aquades per oral 14 hari
P1 : tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina per oral 2,25 mg/200gram BB tikus 14 hari
P2 : tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina per oral 4,5 mg/200gram BB tikus 14 hari
P3 : tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina per oral 9 mg/200gram BB tikus 14 hari
Uji Scheffe didapatkan hasil kadar
SGOT tikus model fibrosis kelompok dosis
1 tidak memiliki nilai p yang bermakna
p=0,076 (p>0,05) terhadap kelompok
kontrol. Kadar SGOT kelompok dosis 2
(p=0,028) dan dosis 3 (p= 0,07) memiliki
nilai p yang bermakna (p<0,05) terhadap
kelompok kontrol. Kadar SGOT kelompok
dosis 2 tidak memiliki nilai yang bermakna
dengan kelompok dosis 3 (p=0,910). Dari
uji tersebut didapatkan kadar SGOT
kelompok dosis 2 dan 3 tidak memiliki nilai
perbedaan yang bermakna, sehingga
dengan dosis 2 dapat memberikan efek
penurunan kadar SGOT pada tikus model
fibrosis dengan dosis yang paling kecil.
Hasil Evaluasi Kadar SGPT Tikus
Model Fibrosis Hati
Hasil SGPT darah diperlihatkan melalui
tabel 3. Dari hasil uji ANOVA didapatkan
perbedaan kadar SGPT tikus model fibrosis
yang bermakna antar kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan dengan nilai
p<0,000 (bermakna bila p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna kadar SGPT antara kelompok
kontrol dengan semua kelompok perlakuan.
Dari uji Scheffe SGPT menunjukkan kadar
SGPT tikus model fibrosis kelompok dosis
1 tidak memiliki nilai p yang bermakna
p=0,050 (p bermakna bila p<0,05) terhadap
kelompok kontrol. Kadar SGOT kelompok
dosis 2 (p=0,001) dan dosis 3 (p=0,000)
memiliki nilai p yang bermakna (p<0,05)
terhadap kelompok kontrol. Kadar SGPT
kelompok dosis 2 tidak memiliki nilai yang
bermakna dengan kelompok dosis 3
(p=0,609). Dari uji tersebut didapatkan
kadar SGPT kelompok dosis 2, dan 3 tidak
memiliki nilai perbedaan yang bermakna,
sehingga dengan dosis 2 dapat memberikan
efek penurunan kadar SGPT pada tikus
model fibrosis dengan dosis yang paling
kecil.
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 9
Tabel 3. Uji ANOVA Kadar SGPT Tikus Model Fibrosis Hati
Kelompok
Mean (Standar Deviasi)
P
Hari ke-3
Hari ke-7
Kelompok kontrol
3.3127 (0.21562)
3.2332 (0.27240)
0.000
Kelompok P 1
3.2118 (0.34426)
1.9761 (0.17652)
Kelompok P 2
3.0592 (0.49762)
1.8966 (0.03648)
Kelompok P 3
2.7077 (0.23785)
1.8197 (0.10633)
R Squared = 0.884 (data log_SGPT)
Kontrol: tikus hanya diberi aquades per oral 14 hari
P1 : tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina per oral 2,25 mg/200gram BB tikus 14 hari
P2 : tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina per oral 4,5 mg/200gram BB tikus 14 hari
P3 : tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina per oral 9 mg/200gram BB tikus 14 hari
Evaluasi Rata-rata Jumlah Hepatosit
Normal Tikus Model Fibrosis
Hasil rata-rata jumlah sel hati normal
diperlihatkan melalui tabel 4. Pada hasil uji
ANOVA didapatkan perbedaan jumlah
hepatosit normal yang bermakna antara
tikus model fibrosis hati kelompok kontrol
dan perlakuan dengan nilai p<0,000
(bermakna bila p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna jumlah hepatosit normal antara
kelompok kontrol dengan semua kelompok
perlakuan. Dari uji Scheffe didapatkan hasil
rata-rata jumlah hepatosit normal tikus
model fibrosis hati kelompok kontrol
memiliki perbedaan yang bermakna
(p<0,05) dengan kelompok dosis 1
(p=0,010), dosis 2 (p=0,000), dan dosis 3
(p=0,000). Dari uji tersebut didapatkan
rata-rata jumlah hepatosit normal kelompok
dosis 1, 2, dan 3 memiliki nilai perbedaan
yang bermakna (p<0,05), sehingga dosis
perlakuan 3 dapat memberikan efek
peningkatan jumlah hepatosit normal pada
tikus model fibrosis paling baik.
Tabel 4. Uji ANOVA Jumlah Hepatosit Normal Tikus Model Fibrosis Hati
Kelompok
Mean (Standar Deviasi)
P
Hari ke-3
Hari ke-7
Kelompok kontrol
48.33 (0.577)
41.67 (3.215)
0.000
Kelompok P 1
49.33 (2.309)
65.33 (5.033)
Kelompok P 2
72.00 (4.359)
86.33 (2.517)
Kelompok P 3
87.00 (12.00)
93.00 (4.583)
R Squared = 0.947
Kontrol: tikus hanya diberi aquades per oral 14 hari
P1 : tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina per oral 2,25 mg/200gram BB tikus 14 hari
P2 : tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina per oral 4,5 mg/200gram BB tikus 14 hari
P3 : tikus diberi ekstrak etanol daun petai cina per oral 9 mg/200gram BB tikus 14 hari
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 10
Evaluasi Derajat Fibrosis pada
Pemeriksaan Histopatologi
Dengan uji statistik derajat fibrosis
menggunakan uji non parametrik Kruskal-
Wallis karena data berbentuk data ordinal
(skoring derajat fibrosis). Dilakukan uji
Kruskal-Wallis untuk menentukan
perbedaan ranking dan didapatkan hasil
nilai p=0,040 berbeda atau bermakna secara
statistika (p<0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan derajat fibrosis
yang bermakna antara kelompok kontrol
dengan kelompok yang diberi perlakuan.
Untuk mengetahui kelompok yang
memiliki nilai paling bermakna, maka
dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney antar
kelompok.
Dari hasil uji Mann-Whitney
didapatkan hasil derajat fibrosis tikus
model fibrosis hati kelompok kontrol
memiliki perbedaan yang tidak bermakna
(p>0,05) dengan kelompok dosis 1
(p=0,589) dan dosis 2 (p=0,394). Akan
tetapi hasil uji Mann-Whitney pada tabel 11
menunjukkan derajat fibrosis tikus model
fibrosis hati kelompok kontrol
dibandingkan kelompok 3 menunjukkan
adanya perbedaan bermakna (p=0,015),
sehingga dengan dosis 3 (9mg/200gram BB
tikus) dapat memberikan efek perbaikan
derajat fibrosis pada tikus model fibrosis.
Dari uji Mann-Whitney didapatkan
perbedaan yang tidak bermakna antara
derajat fibrosis hati kelompok tikus dosis 1
dengan dosis 2 (p=0,937) dan 3 (p=0,093).
Selain itu dari uji Mann Whitney pada tabel
14 didapatkan perbedaan yang tidak
bermakna antara hasil rata-rata jumlah
hepatosit kelompok dosis dosis 2 dengan
dosis 3 (p=0,0651). Dari hasil statistik
tersebut didapatkan bahwa kelompok P3
(dosis 9 mg/200 gramBB tikus) adalah satu-
satunya kelompok yang dapat memberikan
efek penurunan derajat fibrosis hati. Fibrosis
hati terjadi sebagai akibat kerusakan hati kronik
dalam hubungannya dengan akumulasi protein
matriks ekstraselular.
Fibrosis hati pada penelitian ini
menggunakan model hewan fibrosis hati pada
tikus karena model ini merupakan model
terbaik sehubungan dengan perubahan
histologi, biokimia, dan seluler.1,11 Dari hasil
penelitian secara deskriptif dapat dilihat
bahwa pemberian ekstrak etanol daun petai
cina pada tikus model fibrosis dapat
menurunkan kadar SGOT dan SGPT darah
baik pada dosis 2,25 mg/200gram BB tikus,
maupun dosis 4,5mg/200gram BB tikus,
dan 9 mg/200gram BB tikus. Dari uji
Scheffe dapat disimpulkan dengan dosis 2
merupakan dosis paling kecil yang dapat
memberikan efek penurunan kadar SGPT
pada tikus model fibrosis.
Hepatotoksik yang ditimbulkan oleh
CCl4 disebabkan oleh senyawa hasil
metabolisme yang bersifat radikal bebas,
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 11
yaitu CCl3- dan CCl3O2. CCl3- dapat
berikatan kovalen dengan protein, lemak,
dan DNA yang pada akhirnya dapat
memicu kerusakan hepatosit. CCl3O2 dapat
menyebabkan terjadinya peroksidasi lemak
yang menimbulkan disfungsi membran sel
dan membran organel sel serta membentuk
senyawa reaktif aldehid yang juga dapat
menyebabkan kerusakan hepatosit. CCl4
juga dapat mengaktivasi sel Kupffer. Sel
Kupffer yang teraktifasi dapat melepaskan
berbagai mediator pro inflamasi yang dapat
memperberat kerusakan hepatosit dan
mediator antiinflamasi yang bersifat
hepatoprotektor. Selain itu, sel Kupffer juga
dapat melepaskan reactive oxygen species
(ROS) yang juga memperberat kerusakan
hepatosit.1,3,9
Dari hasil penelitian secara
deskriptif, dapat dilihat bahwa pemberian
ekstrak etanol daun petai cina pada tikus
model fibrosis dapat meningkatkan rata-rata
jumlah sel hati normal baik pada dosis 2,25
mg/200gram BB tikus, maupun dosis 2,25
4,5mg/200gram BB tikus, dan 9
mg/200gram BB tikus. Hasil statistik dapat
disimpulkan bahwa efek peningkatan
jumlah sel normal dapat dicapai paling baik
dengan dengan dosis 3 sebesar 9
mg/200gram BB.
Peningkatkan rata-rata jumlah sel
hati normal ini diduga karena aktivitas
antioksidan yang terkandung dalam daun
petai cina yaitu alkaloid, tanin, dan
flavonoid. Serta adanya efek antiinflamasi
dari alkaloid, flavonoid, dan saponin.
Saponin memiliki antiinflamasi, efek
proteksi hepatosit dan mereduksi
peroksidasi lipid membran. Selain itu
saponin juga mereduksi kolagen tipe 1 di
hati (matriks ekstraseluler yang secara
abnormal diproduksi saat terjadi aktivasi sel
stelat dan fibrosis).12
Flavonoid merupakan senyawa yang
larut dalam air dan mempunyai aktivitas
biologis, antara lain sebagai antioksidan,
merupakan reduktor yang baik yang dapat
menghambat berbagai reaksi oksidasi
secara enzim dan non-enzim, serta mampu
bertindak sebagai pereduksi radikal
hidroksil, superoksid dan radikal peroksil,
sehingga dengan demikian dapat
melindungi lipid membran terhadap reaksi
yang merusak. Aktivitas antioksidan,
antibakteri, antiinflamasi flavonoid juga
dapat bekerja dengan cara menghambat
prostaglandin cyclooxigenase dan
lipooxigenase, atau dengan cara berikatan
dengan elastin dan menghambat degradasi
elastin oleh enzim elastase yang dihasilkan
selama proses inflamasi.13,14
Fibrosis hati terjadi sebagai akibat
kerusakan hati kronik dalam hubungannya
dengan akumulasi protein matriks ekstraselular
(extracellular matrix, ECM) yang khas bagi
kebanyakan jenis penyakit hati kronik.
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 12
Akumulasi protein ECM merusak arsitektur
hati dengan adanya gambaran pembentukan
parut. Perkem bangan selanjutnya noduli dari
hepatosit yang beregenerasi menjadi sirosis.1
Dari uji Mann Whitney didapatkan
kelompok dosis 3 merupakan satu-satunya
kelompok yang memiliki nilai bermakna
dengan kelompok kontrol (p=0,015).
Penurunan derajat fibrosis ini diduga
karena adanya flavonoid pada daun petai cina.
Flavonoid mencegah terjadinya ikatan
metabolit CCL4-protein dengan
membentuk radikal flavonoid dan akan
bereaksi dengan metabolit CCI4
membentuk kompleks non toksik yang
kemudian diekskresikan ke luar tubuh.8,9,14
Flavonoid juga pada beberapa penelitian
terbukti dapat mengurangi atau
menginhibisi proliferasi sel stelat pada
hati, sehingga akan mengurangi
teraktifasinya proliferasi sel Kuppfer,
menurunkan jumlah sel nekrosis, dan
produksi matriks ekstraseluler (kolagen)
sehingga menurunkan derajat fibrosis.9,15
Zat-zat aktif yang terdapat di dalam
daun petai cina berperan sesuai dengan
kerangka penting untuk menentukan lokasi
terapi antifibrosis. Antifibrosis diharapkan
akan bekerja sebagai untuk menyembuhkan
penyakit primer untuk mencegah
kerusakan; mengurangi inflamasi atau
respon host untuk menghindari stimulasi
aktivasi sel stelat; menurunkan aktivasi sel
stelat dengan mengurangi stress oksidatif
yang merupakan stimulus penting untuk
aktivasi sel stelat; menetralkan respon
proliferasi fibrogenik, dan pro-infamasi sel
stelat; stimulasi apoptosis sel stelat; dan
meningkatkan degradasi matriks jaringan
parut baik dengan merangsang sel yang
menghasilkan matriks protease, mengurangi
inhibitornya, atau dengan pemberian
matriks protease secara langsung.1,16
KESIMPULAN
Ekstrak etanol daun petai cina memperbaiki
fungsi hati dengan menurunkan kadar
SGOT dan SGPT, memperbaiki gambaran
histopatologis hati dengan bertambahnya
jumlah sel hati normal dan penurunan
derajat fibrosis hati pada tikus model
fibrosis hati.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anom TI, Wibawa IDN. Pendekatan
Diagnosis dan Terapi Fibrosis Hati.
Jurnal Penyakit Dalam, Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sanglah,
Denpasar, 2010; 11(1).
2. Jang JH, Kang KJ, Kim YH, Kang YN,
Lee IS. Re-evaluation of Experimental
Model of Hepatic Fibrosis Induced by
Hepatotoxic Drugs: An Easy,
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 13
Aplicable, and Reproducible Model.
2008; 2700-3.
3. Li L, Hu Z, Li W, Hu M, Ran J, Chen
P, et all. Establishment of Standarized
Liver Fibrosis Model with Different
Pathological Stages in Rats.
Gastroenterology Research and
Practic, 2012; 1-6.
4. Weisskirchen R., Gressner AM.
Modern Pathogenetic Concepts of
Liver Fibrosis Suggest Stelat Cells and
TGF-beta as Major Players and
Theurapetic Agents. Molecular Method
Medical Journal, 2006; 10(1): 76-99
5. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat.
2006. Profil Kesehatan Propinsi Jawa
Barat Tahun 2006. [sitasi 2 mei 2013].
Available from:
http://www.diskes.jabarprov.go.id/appl
ication/modules/ pages/ files/
CETAK_PROFIL_KESEHATAN_RE
VISI_11.pdf
6. Brenner DA, Alcorn JM. Therapy for
Hepatic Fibrosis. Hepatology Journal,
2008; 75-83.
7. Fauziyah N. Efek Antiinflamasi
Ekstrak Etanol Daun Petai Cina
(Leucaena glauca, Benth.) pada Tikus
Putih Jantan galur Wistar. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah. 2008.
8. Grant G, More LJ, McKenzie NH,
Dorward PM, Buchan WC. Nutritional
and hemagglutination properties of
several tropical seeds. Agricultural
Science Journal, 1995;124(3):437-45.
9. Domitrovic R, Jakovac H, Tomac J,
Sain I. Liver Fibrosis in Mice Induced
by Carbon Tetrachloride and Its
Reversion by Luteolin. Toxicology and
Applied Pharmacology Journal, 2009:
311-21.
10. Theise, ND. Liver Biopsy Assesment
in Chronic Viral Hepatitis: A Personal
Practical Approach. Modern Pathology
Journal, 2007:3-14.
11. Iredale JP. Models of Liver Fibrosis:
Exploring The Dynamic Nature of
Inflammation and Repair in A Solid
Organ. The Journal of Clinical
Investigation, 2007;117: 539-48.
12. Jianhong F, Xin Li, Ping Li, Ning Li,
Wang T, Shen H. Saikosaponin-d
Attenuates The Development of Liver
Fibrosis by Preventing Hepatosit
Injury. Cell Biochemistry Journal,
2007;85:189-95.
13. Nunes XP, Silva SF, Almeida JR,
Ribeiro LR, Junior LJ, Filho JM.
Biological Oxidations and Antioxidant
Activity of Natural Products. In:
Phytochemicals as Nutraceuticals-
Global Approaches to Their Role in
Nutrition and Health, Rao V(Ed).
2012:1-11.
14. Knezevic SV, Blazekovic B, Stefan
MB, Babac M. Plant Polyphenols as
Ardella Tri Novianti: Efek Ekstrak Etanol Daun Petai Cina…..
MK | Vol. 1 | No. 1 | OKTOBER 2017 14
Antioxidant Influencing The Human
Health. In: Phytochemicals as
Nutraceuticals-Global Approaches to
Their Role in Nutrition and Health,
Rao V(Ed). 2012:155-160.
15. Hamed GM, Bahgad NM, Mottaleb
FIA, Emara MM. 2011. Effect of
Flavonoid Quercetin Supplement on
The Progress of Liver Cirrhosis in
Rats. Life Sciences Journal. 8(2): 641-
649.
16. Bigoniya P, Singh CS, Sukhla A. A
comprehensive Review of Different
Toxicants Used ini Experimental
Pharmacology. International Journal
of Pharmaceutical Sciences and Drug
Research, 2009;1(3):124-35.
17. Guido M, Mangia A, Faa G.
Chronic viral hepatitis: The
Histology Report. Digestive and Liver
Disease Journal, 2011:331-43.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
Hepatic fibrosis is effusive wound healing process in which excessive connective tissue builds up in the liver. Because specific treatments to stop progressive fibrosis of the liver are not available, we have investigated the effects of luteolin on carbon tetrachloride (CCl(4))-induced hepatic fibrosis. Male Balb/C mice were treated with CCl(4) (0.4 ml/kg) intraperitoneally (i.p.), twice a week for 6 weeks. Luteolin was administered i.p. once daily for next 2 weeks, in doses of 10, 25, and 50 mg/kg of body weight. The CCl(4) control group has been observed for spontaneous reversion of fibrosis. CCl(4)-intoxication increased serum aminotransferase and alkaline phosphatase levels and disturbed hepatic antioxidative status. Most of these parameters were spontaneously normalized in the CCl(4) control group, although the progression of liver fibrosis was observed histologically. Luteolin treatment has increased hepatic matrix metalloproteinase-9 levels and metallothionein (MT) I/II expression, eliminated fibrinous deposits and restored architecture of the liver in a dose-dependent manner. Concomitantly, the expression of glial fibrillary acidic protein and alpha-smooth muscle actin indicated deactivation of hepatic stellate cells. Our results suggest the therapeutic effects of luteolin on CCl(4)-induced liver fibrosis by promoting extracellular matrix degradation in the fibrotic liver tissue and the strong enhancement of hepatic regenerative capability, with MTs as a critical mediator of liver regeneration.
Article
Full-text available
The terminology for assessment of chronic viral hepatitis in liver biopsy specimens has become confusing with the proliferation of grading and staging schemes that have paralleled the rise of the hepatitis C epidemic and the importance of mixed viral infections. This review represents a personal approach to the interpretation of these biopsy specimens, aiming at clarifying and simplifying the important points for the general pathologist confronted by these diagnostic dilemmas. The most commonly used schemes-Ishak modification of the Knodell 'hepatic activity index', Scheuer, Metavir, Batts-Ludwig classifications-are presented with evaluation of their pros and cons. Which scheme is selected is less important than the consistent use of a single scheme and the clear naming of that scheme in pathology reports. The importance and clinical implications of identifying severe necroinflammatory activity in the form of 'confluent necrosis' is discussed. Pathologists must also be clear about assessing concomitant diseases, in particular, alcoholic or non-alcoholic fatty liver disease, and be aware that grading/staging schemes for chronic hepatitis do not apply to mixed disease conditions. Other important features to be evaluated in all chronic hepatitis biopsy specimens include iron (which may represent hereditary hemochromatosis or secondary uptake) and neoplasia-associated changes, namely large cell change and small cell change; these findings and their clinical import are updated and reviewed. Sample approaches to composing useful diagnostic reports are also presented.
Article
Liver cirrhosis is a serious health problem as it represents an irreversible stage of liver damage in both the developed and developing countries. Up till now no successful therapeutic approach has been developed for this disease. The objective of this study was to evaluate therapeutic efficacy of the flavonoid quercetin on liver cirrhosis induced by the hepatotoxin thioacetamide. Thirty male Albino rats weighing 160-200gm were randomly divided into 3 equal groups, Control group (C), Thioacetamide group (TA) treated with thioacetamide (100 mg/kg.i.p.) twice weekly for 6 weeks, Thioacetamide /Quercetin group (TA/Q) treated with thioacetamide (100 mg/kg.i.p.) twice weekly for 6 weeks as well as quercetin (50 mg/kg i.p.) for the last 3 weeks. After 6 weeks, all rats were sacrificed; blood samples were taken for determination of serum ALT, AST, alkaline phosphatase, total bilitubin, and adiponectin levels. Livers were weighed and were used for measurement of liver GPx, catalase, lipid peroxides and histopathological examination. TA rats showed significant increase of absolute and relative liver weights, liver peroxides, serum ALT, AST, ALP, and total bilirubin, while body weight, BMI, Liver antioxidants (GPx, CAT) and serum adiponectin were significantly decreased compared to control ones. TA/Q rats exhibited a decrease of liver peroxides, serum ALT, AST, ALP, and total bilirubin, while body weight, liver antioxidants (GPx, CAT) and serum adiponectin levels were significantly increased compared to TA rats. Histopathological examination showed loss of normal liver architecture in TA rats (very thick septa and leukocytic infiltration). On the other hand, TA/Q rat livers had almost normal hepatic architecture. In conclusion. The natural flavonoid quercetin could ameliorate thioacetamide induced - liver cirrhosis and dysfunction in adult rats.
Article
The nutritional potential of a number of raw tropical seeds was assessed in a series of feeding trials with rats. Seed lectin reactivity was also monitored, α-amylase and trypsin inhibitory activities were determined in some of the seeds. Abelmosclius esculentus, Chenopodium quinoa, Delonix regia, Macroptilium lathyroides, Papaver sonmiferum, Parkia biglandulosa, Sesbania arabica, Terminalia catappa, Vigna subterranea, Vigna umbellata and Vigna unguiculata seeds supported moderate rat growth. The seeds contained only low levels of essentially non-toxic lectin, moderate amounts of trypsin inhibitors and negligible quantities of a-amylase inhibitors and they have great potential as dietary protein sources for man and animals. Artocarpus altilis, Canavalia ensiformis, Canavalia maritima, Dioclea grandiflora, Phaseolus acutifolius, Phaseolus coccineus and Phaseolus vulgaris cv. Processor, cv. Rosinha G2 and cv. Carioca 80 seeds were toxic. These seeds contained high levels of potentially toxic lectins. Other antinutritional factors may also have contributed to the high oral toxicity of some of these seeds. Albizia adinocephala, Albizia lebbeck, Bauhinia violacea, Cassia nodosa, Cassia tora, Dioclea sclerocarpa, Entada phaseoloides, Enterolobium cyclocarpum, Leucaena leucocephala and Moringa oleifera seeds were also highly toxic but had only low levels of essentially non-toxic lectins suggesting that the toxicity was due to other anti-nutritional factors. Bauhinia reticulata, Macrotyloma uniflorum and Tamarindus indica proteins were poorly digested and utilized. The seeds contained low levels of lectins which agglutinated only rat and cattle erythrocytes which had been pre-treated with suitable proteases. Brownea macrophylla had a similar lectin reactivity.
Article
In chronic viral hepatitis, the role of liver biopsy as a diagnostic test has seen a decline, paralleled by its increasing importance for prognostic purposes. Nowadays, the main indication for liver biopsy in chronic viral hepatitis is to assess the severity of the disease, in terms of both necro-inflammation (grade) and fibrosis (stage), which is important for prognosis and therapeutic management. Several scoring systems have been proposed for grading and staging chronic viral hepatitis and there is no a general consensus on the best system to be used in the daily practice. All scoring systems have their drawbacks and all may be affected by sampling and observer variability. Whatever the system used, a histological score is a reductive approach since damage in chronic viral hepatitis is a complex biological process. Thus, scoring systems are not intended to replace the detailed, descriptive, pathology report. In fact, lesions other than those scored for grading and staging may have clinical relevance and should be assessed and reported. This paper aims to provide a systematic approach to the interpretation of liver biopsies obtained in cases of chronic viral hepatitis, with the hope of helping general pathologists in their diagnostic practice.
Article
Although there is no established therapy for the fibrogenesis of hepatic cirrhosis, many potential therapies are now emerging. The requirements for the "perfect therapy" for hepatic fibrosis can be listed: (1) the pharmacologic agent should be active only in the liver; (2) its effect should be specific for collagen (or another critical extracellular matrix component); and (3) it should not be toxic. To date no agents fulfill these criteria. Of the agents we reviewed, only colchicine appears sufficiently safe for use outside of controlled clinical trials for cirrhotic patients whose underlying disease is not otherwise treatable. However, confirmation of the efficacy of colchicine in additional well-controlled clinical trials is still required. Agents such as collagen propeptides require extensive in vitro development, while trials in animal models are required for prolyl 4-hydroxylase inhibitors, proline analogues, and prostaglandins. For more developed agents, such as malotilate and gamma-interferon, there is now a need for well-designed long-term clinical trials.
Article
Models of liver fibrosis, which include cell culture models, explanted and biopsied human material, and experimental animal models, have demonstrated that liver fibrosis is a highly dynamic example of solid organ wound healing. Recent work in human and animal models has shown that liver fibrosis is potentially reversible and, in specific circumstances, demonstrates resolution with a restoration of near normal architecture. This Review highlights the manner in which studies of models of liver fibrosis have contributed to the paradigm of dynamic wound healing in this solid organ.
Liver Fibrosis Suggest Stelat Cells and TGF-beta as Major Players and Theurapetic Agents
Liver Fibrosis Suggest Stelat Cells and TGF-beta as Major Players and Theurapetic Agents. Molecular Method Medical Journal, 2006; 10(1): 76-99
Saikosaponin-d Attenuates The Development of Liver Fibrosis by Preventing Hepatosit Injury
  • F Jianhong
  • Xin Li
  • Ping Li
  • Ning Li
  • T Wang
  • H Shen
Jianhong F, Xin Li, Ping Li, Ning Li, Wang T, Shen H. Saikosaponin-d Attenuates The Development of Liver Fibrosis by Preventing Hepatosit Injury. Cell Biochemistry Journal, 2007;85:189-95.