ArticlePDF Available

Preliminary Study on Access to Health Services for Elderly Women: The Age and Socio-Economic Issues of Elderly Women in Pancuran Village, Salatiga

Authors:

Abstract

p>The increasing number of elderly people from year to year shows the high life expectancy in elderly women. This situation coupled with cultural and social aspects can trigger vulnerability for elderly women, including the health aspect. This study aims to describe the factors of access to health services for elderly women in the village of Pancuran, Salatiga. The method used is descriptive-quantitative with data collection carried out in Pancuran Village using a questionnaire. Elderly women in Pancuran Village have different economic, educational, employment and social status backgrounds but have the same vulnerability to access health services due to the unavailability of posyandu for the elderly in Pancuran Village. Nevertheless, efforts to access health services are still underway. This research shows that cultural involvement in health care is needed to realize integrated, patient-centered, and gender-friendly health services.</p
Catatan Jurnal Perempuan
Perempuan dan Kesehatan
Artikel
Faktor Nilai Budaya Yang Memengaruhi Kesehatan Ibu dan Anak
Inang Winarso & Ressa Ria Lestari
Kerentanan Kesehatan Kerja Perempuan Pekerja Rumahan: Studi di Industri Padat Karya di Penjaringan, Jakarta Utara
Evania Putri Rifyana
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan: Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia Perempuan di Desa Pancuran,
Salatiga
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari & Catherina Frisca Yaniariyani
Pengumpulan Data untuk memenuhi Target SDG: Indeks Keadilan Gender APIK (AGJI)
Saskia Wieringa
Pengalaman Personal Perempuan Penyintas Kanker Payudara Sebagai Konfrontasi atas Pemaknaan Tubuh Perempuan
Abby Gina & Atnike Sigiro
Akses Perempuan Miskin terhadap Layanan Pemeriksaan Kehamilan dan Persalinan di Indonesia: Studi Kasus di Lima Kabupaten
Dyan Widyaningsih, Elza Samantha Elmira, dan Andi Misbahul Pratiwi
Tinjauan Riset Berorientasi Kebijakan tentang Kematian Ibu
Dewi Komalasari & Jane Daniels
Pengetahuan Perempuan dan Tenaga Fasilitas Kesehatan tentang Akses Layanan Kesehatan Reproduksi dan Seksual yang Dibiayai
Jaminan Kesehatan Nasional: Survei di 15 Kabupaten-Kota di Indonesia
Herna Lestari & Atnike Nova Sigiro
Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kehamilan Tidak Diinginkan di Delapan Provinsi Sumatra: Antara Norma Agama,
Adat dan Negara
Dina Lumbantobing, Sita Van Bemmelen, Andi Misbahul Pratiwi & Anita Dhewy
Vol. 24 No. 3, Agustus 2019
102
p-ISSN 1410-153X
e-ISSN 2541-2191
Perempuan dan Kesehatan
Diterbitkan oleh:
Yayasan Jurnal Perempuan
No. Akreditasi: 748/Akred/P2MI-LIPI/04/2016
Perempuan dan Kesehatan Vol. 24 No. 3, Agustus 2019 165-288
Jurnal Perempuan 102
Jl. Karang Pola Dalam II No. 9A
Jati Padang, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan 12540
INDONESIA
Phone/Fax: +62 21 22701689
Patung sampul depan: “Solidaritas” (Dolorosa Sinaga, 2000)
Gerakan 1000 Sahabat Jurnal Perempuan
Pemerhati Jurnal Perempuan yang baik,
Jurnal Perempuan (JP) pertama kali terbit dengan nomor 01 Agustus/September 1996
dengan harga jual Rp 9.200,-. Jurnal Perempuan hadir di publik Indonesia dan terus-menerus
memberikan yang terbaik dalam penyajian artikel-artikel dan penelitian yang menarik
tentang permasalahan perempuan di Indonesia.
Tahun 1996, Jurnal Perempuan hanya beroplah kurang dari seratus eksemplar yang didistribusikan sebagian besar secara
gratis untuk dunia akademisi di Jakarta. Kini, oplah Jurnal Perempuan berkisar 3000 eksemplar dan didistribusikan ke
seluruh Indonesia ke berbagai kalangan mulai dari perguruan tinggi, asosiasi profesi, guru-guru sekolah, anggota DPR,
pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan kalangan umum seperti karyawan dan ibu rumah tangga.
Kami selalu hadir memberikan pencerahan tentang nasib kaum perempuan dan kelompok minoritas lainnya melalui
kajian gender dan feminisme. Selama perjalanan hingga tahun ini, kami menyadari betapa sangat berat yang dihadapi
kaum perempuan dan betapa kami membutuhkan bantuan semua kalangan termasuk laki-laki untuk peduli pada
perjuangan perempuan karena perjuangan ini.
Jurnal Perempuan menghimbau semua orang yang peduli pada Jurnal Perempuan untuk membantu kelangsungan
penerbitan, penelitian dan advokasi Jurnal Perempuan. Tekad kami adalah untuk hadir seterusnya dalam menyajikan
penelitian dan bacaan-bacaan yang bermanfaat untuk masyarakat Indonesia dan bahkan suatu saat dapat merambah
pembaca internasional. Kami berharap anda mau membantu mewujudkan cita-cita kami.
Bila anda percaya pada investasi bacaan bermutu tentang kesetaraan dan keadilan dan peduli pada keberadaan Jurnal
Perempuan, maka, kami memohon kepada publik untuk mendukung kami secara nansial, sebab pada akhirnya Jurnal
Perempuan memang milik publik. Kami bertekad menggalang 1000 penyumbang Jurnal Perempuan atau 1000 Sahabat
Jurnal Perempuan. Bergabunglah bersama kami menjadi penyumbang sesuai kemampuan anda:
SJP Mahasiswa S1 : Rp 150.000,-/tahun
SJP Silver : Rp 300.000,-/tahun
SJP Gold : Rp 500.000,-/tahun
SJP Platinum : Rp 1.000.000,-/tahun
SJP Company : Rp 10.000.000,-/tahun
Formulir dapat diunduh di http://www.jurnalperempuan.org/sahabat-jp.html
Anda akan mendapatkan terbitan-terbitan Jurnal Perempuan secara teratur, menerima informasi-informasi kegiatan
Jurnal Perempuan dan berita tentang perempuan serta kesempatan menghadiri setiap event Jurnal Perempuan.
Dana dapat ditransfer langsung ke bank berikut data pengirim, dengan informasi sebagai beriktut:
- Bank Mandiri Cabang Jatipadang atas nama Yayasan Jurnal Perempuan Indonesia
No. Rekening 127-00-2507969-8
(Mohon bukti transfer diemail ke ima@jurnalperempuan.com)
Semua hasil penerimaan dana akan dicantumkan di website kami di: www.jurnalperempuan.org
Informasi mengenai donasi dapat menghubungi Himah Sholihah (Hp 081807124295,
email: ima@jurnalperempuan.com).
Sebagai rasa tanggung jawab kami kepada publik, sumbangan anda akan kami umumkan pada tanggal 1 setiap
bulannya di website kami www.jurnalperempuan.org dan dicantumkan dalam Laporan Tahunan Yayasan Jurnal
Perempuan.
Salam pencerahan dan kesetaraan,
Gadis Arivia
(Pendiri Jurnal Perempuan)
ETIKA & PEDOMAN PUBLIKASI BERKALA ILMIAH
JURNAL PEREMPUAN
http://www.jurnalperempuan.org/jurnal-perempuan.html
Jurnal Perempuan(JP) merupakan jurnal publikasi ilmiah yang terbit setiap tiga bulan dengan menggunakan
sistem peer review (mitra bestari) untuk seleksi artikel utama, kemudian disebut sebagai Topik Empu. Jurnal
Perempuan mengurai persoalan perempuan dengan telaah teoritis hasil penelitian dengan analisis mendalam dan
menghasilkan pengetahuan baru. Perspektif JP mengutamakan analisis gender dan metodologi feminis dengan
irisan kajian lain seperti lsafat, ilmu budaya, seni, sastra, bahasa, psikologi, antropologi, politik dan ekonomi.Isu-
isu marjinal seperti perdagangan manusia, LGBT, kekerasan seksual, pernikahan dini, kerusakan ekologi, dan lain-
lain merupakan ciri khas keberpihakan JP. Anda dapat berpartisipasi menulis di JP dengan pedoman penulisan
sebagai berikut:
1. Artikel merupakan hasil kajian dan riset yang orisinal, autentik, asli dan bukan merupakan plagiasi atas karya
orang atau institusi lain. Karya belum pernah diterbitkan sebelumnya.
2. Artikel merupakan hasil penelitian, kajian, gagasan konseptual, aplikasi teori, ide tentang perempuan, LGBT,
dan gender sebagai subjek kajian.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, sejumlah 10-15 halaman (5000-7000 kata), diketik dengan tipe huruf
Calibri ukuran 12, Justify, spasi 1, pada kertas ukuran kwarto dan atau layar Word Document dan dikumpulkan
melalui alamat email pada (redaksi@jurnalperempuan.com).
4. Sistematika penulisan artikel disusun dengan urutan sebagai berikut: Judul komprehensif dan jelas dengan
mengandung kata-kata kunci. Judul dan subbagian dicetak tebal dan tidak boleh lebih dari 15 kata. Nama
ditulis tanpa gelar, institusi, dan alamat email dicantumkan di bawah judul. Abstrak ditulis dalam dua bahasa:
Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia secara berurutan dan tidak boleh lebih dari 100-150 kata, disertai 3-5
kata kunci. Pendahuluan bersifat uraian tanpa subbab yang memuat: latar belakang, rumusan masalah,
landasan konseptual, dan metode penelitian. Metode Penelitian berisi cara pengumpulan data, metode
analisis data, serta waktu dan tempat jika diperlukan. Pembahasan disajikan dalam subbab-subbab dengan
penjudulan sesuai dalam kajian teori feminisme dan/atau kajian gender seperti menjadi ciri utama JP. Penutup
bersifat reektif atas permasalahan yang dijadikan fokus penelitian/kajian/ temuan dan mengandung nilai
perubahan. Daftar Pustaka yang diacu harus tertera di akhir artikel.
5. Catatan-catatan berupa referensi ditulis secara lengkap sebagai catatan tubuh (body note), sedangkan
keterangan yang dirasa penting dan informatif yang tidak dapat disederhanakan ditulis sebagai Catatan
Akhir (endnote).
6. Penulisan Daftar Pustaka adalah secara alfabetis dan mengacu pada sistem Harvard Style, misalnya (Arivia
2003) untuk satu pengarang, (Arivia & Candraningrum 2003) untuk dua pengarang, (Candraningrum, Dhewy
& Pratiwi 2016) untuk tiga pengarang, dan (Arivia et al. 2003) untuk empat atau lebih pengarang. Contoh:
Arivia, G 2003, Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
Amnesty International (AI) 2010, Left Without a Choice: Barriers to Reproductive Health in Indonesia, diakses
pada 5 Maret 2016, http://www2.ohchr.org/english/bodies/cedaw/docs/ngos/AmnestyInternational_for_
PSWG_en_Indonesia.pdf
Candraningrum, D (ed.) 2014, Body Memories: Goddesses of Nusantara, Rings of Fire and Narrative of Myth,
Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
Dhewy, A 2014, “Faces of Female Parliament Candidates in 2014 General Election, Indonesian Feminist Journal,
vol. 2 no. 2, h. 130-147.
“Sukinah Melawan Dunia 2014, KOMPAS, 18 Desember, diakses 20 Desember 2014, http://nasional.kompas.
com/read/2014/12/18/14020061/Sukinah.Melawan.Dunia
7. Kepastian pemuatan diberitahukan oleh Pemimpin Redaksi dan atau Sekretaris Redaksi kepada penulis.
Artikel yang tidak dimuat akan dibalas via email dan tidak akan dikembalikan. Penulis yang dimuat kemudian
akan mendapatkan dua eksemplar JP cetak.
8. Penulis wajib melakukan revisi artikel sesuai anjuran dan review dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari.
9. Hak Cipta (Copyright): seluruh materi baik narasi visual dan verbal (tertulis) yang diterbitkan JP merupakan
milik JP. Pandangan dalam artikel merupakan perspektif masing-masing penulis. Apabila anda hendak
menggunakan materi dalam JP, hubungi redaksi@jurnalperempuan.com untuk mendapatkan petunjuk.
ISSN 1410-153X
Vol. 24 No. 3 Agustus, 2019
PENDIRI
Dr. Gadis Arivia
Prof. Dr. Toeti Heraty Noerhadi-Roosseno
Ratna Syafrida Dhanny
Asikin Arif (Alm.)
DEWAN PEMBINA
Dr. Gadis Arivia
Prof. Dr. Toeti Heraty Noerhadi-Roosseno
Mari Elka Pangestu, Ph.D.
Svida Alisjahbana
DIREKTUR EKSEKUTIF
Dr. Atnike Nova Sigiro
PEMIMPIN REDAKSI
Anita Dhewy, M.Si.
DEWAN REDAKSI
Dr. Atnike Nova Sigiro (Pascasarjana Diplomasi,
Universitas Paramadina)
Prof. Dr. Sulistyowati Irianto (Antropologi Hukum
Feminisme, Universitas Indonesia)
Prof. Sylvia Tiwon (Antropologi Gender, University
California at Berkeley)
Prof. Saskia Wieringa (Sejarah Perempuan & Queer,
Universitaet van Amsterdam)
Prof. Dr. Musdah Mulia (Pemikiran Politik Islam &
Gender, UIN Syarif Hidayatullah)
Dr. Nur Iman Subono (Politik & Gender, FISIPOL
Universitas Indonesia)
Mariana Amiruddin, M.Hum. (Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan)
Yacinta Kurniasih, M.A. (Sastra dan Perempuan, Faculty
of Arts, Monash University)
Soe Tjen Marching, Ph.D (Sejarah dan Politik
Perempuan, SOAS University of London)
EDITOR TAMU
Dr. Rosalia Sciortino (Universitas Mahidol, SEA
Junction, Program MAMPU)
Astutik Supraptini, M.A. (Program MAMPU)
MITRA BESTARI
Prof. Mayling Oey-Gardiner (Demografi & Gender,
Universitas Indonesia)
David Hulse, PhD (Politik & Gender, Ford Foundation)
Dr. Pinky Saptandari (Politik & Gender, Universitas
Airlangga)
Dr. Kristi Poerwandari (Psikologi & Gender, Universitas
Indonesia)
Dr. Ida Ruwaida Noor (Sosiologi Gender, Universitas
Indonesia)
Katharine McGregor, PhD. (Sejarah Perempuan,
University of Melbourne)
Prof. Jeffrey Winters (Politik & Gender, Northwestern
University)
Ro’fah, PhD. (Agama & Gender, UIN Sunan Kalijaga)
Tracy Wright Webster, PhD. (Gender & Cultural Studies
University of Western Australia)
Prof. Kim Eun Shil (Antropologi & Gender, Korean Ewha
Womens University)
Prof. Merlyna Lim (Media, Teknologi & Gender,
Carleton University)
Prof. Claudia Derichs (Politik & Gender, Universitaet
Marburg)
Sari Andajani, PhD. (Antropologi Medis, Kesehatan
Masyarakat & Gender, Auckland University of
Technology)
Dr. Wening Udasmoro (Budaya, Bahasa & Gender,
Universitas Gajah Mada)
Prof. Ayami Nakatani (Antropologi & Gender, Okayama
University)
Dr. Antarini Pratiwi Arna (Hukum & Gender, Indonesian
Scholarship and Research Support Foundation)
Dr. Widjajanti M Santoso (Gender, Sosiologi & Media,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo (Hukum & Gender,
Universitas Indonesia)
Fransicia Saveria Sika Ery Seda, Ph.D. (Sosiologi,
Gender & Kemiskinan, Universitas Indonesia)
Ruth Indiah Rahayu, M. Fil. (Sejarah, Gender & Filsafat,
Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara)
Prof. Maria Lichtmann (Teologi Kristen dan Feminisme,
Appalachian State University, USA)
Assoc. Prof. Muhamad Ali (Agama & Gender, University
California, Riverside)
Assoc. Prof. Mun’im Sirry (Teologi Islam & Gender,
University of Notre Dame)
Assoc. Prof. Paul Bijl (Sejarah, Budaya & Gender,
Universiteit van Amsterdam)
Assoc. Prof. Patrick Ziegenhain (Politik & Gender,
Goethe University Frankfurt)
Assoc. Prof. Alexander Horstmann (Studi Asia &
Gender, University of Copenhagen)
REDAKSI PELAKSANA
Andi Misbahul Pratiwi, M.Si.
SEKRETARIS REDAKSI
Abby Gina Boangmanalu, M.Hum.
REDAKSI
Dewi Komalasari
Shera Ferrawati
SEKRETARIAT DAN SAHABAT JURNAL PEREMPUAN
Himah Sholihah
Gery Andri Wibowo
DESAIN & TATA LETAK
Dina Yulianti
ALAMAT REDAKSI :
Jl. Karang Pola Dalam II No. 9A, Jati Padang
Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540
Telp./Fax (021) 2270 1689
E-mail: yjp@jurnalperempuan.com
redaksi@jurnalperempuan.com
WEBSITE:
indonesianfeministjournal.org
Cetakan Pertama, Agustus 2019
ii
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019
102 Perempuan dan Kesehatan
Women and Health
Daftar Isi
JP edisi ini diterbitkan oleh Yayasan Jurnal Perempuan dengan dukungan dari Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Gender
dan Pemberdayaan Perempuan (MAMPU). Program MAMPU merupakan inisiatif bersama antara Pemerintah Australia dan Indonesia
bertujuan untuk meningkatkan akses perempuan miskin di Indonesia ke layanan penting dan program pemerintah lainnya dalam
rangka mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Pandangan dalam artikel merupakan perspektif masing-masing
penulis dan tidak mewakili pandangan Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia.
Catatan Jurnal Perempuan
Perempuan dan Kesehatan/Women and Health .................................................................................................................................................. iii
Artikel
Faktor Nilai Budaya Yang Memengaruhi Kesehatan Ibu dan Anak/ Cultural Value Factors
That Aect Mother and Child Health ......................................................................................................................................................165-176
Inang Winarso & Ressa Ria Lestari
Kerentanan Kesehatan Kerja Perempuan Pekerja Rumahan: Studi di Industri Padat Karya di Penjaringan,
Jakarta Utara/ The Vulnerability of Occupational Health of Women Home Workers: A Study in Labor-Intensive
Industries in Penjaringan, North Jakarta .............................................................................................................................................. 177-192
Evania Putri Rifyana
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan: Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia
Perempuan di Desa Pancuran, Salatiga/ Preliminary Study on Access to Health Services for Elderly Women:
The Age and Socio-Economic Issues of Elderly Women in Pancuran Village, Salatiga ............................................................ 193-204
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari & Catherina Frisca Yaniariyani
Pengumpulan Data untuk memenuhi Target SDG: Indeks Keadilan Gender APIK (AGJI)/
Data Collection to Full the Targets for the SDGs: The APIK Gender Justice Index (AGJI) ........................................................ 205-219
Saskia Wieringa
Pengalaman Personal Perempuan Penyintas Kanker Payudara Sebagai Konfrontasi atas Pemaknaan
Tubuh Perempuan/ Personal Experiences of Women Surviving Breast Cancer as a Confrontation of
the Meaning of the Women’s Body ......................................................................................................................................................... 221-232
Abby Gina & Atnike Sigiro
Akses Perempuan Miskin terhadap Layanan Pemeriksaan Kehamilan dan Persalinan di Indonesia:
Studi Kasus di Lima Kabupaten/ Poor Women’s Access to Pregnancy and Childbirth Examination Services
in Indonesia: Case Study in Five Districts .............................................................................................................................................. 233-246
Dyan Widyaningsih, Elza Samantha Elmira, dan Andi Misbahul Pratiwi
Tinjauan Riset Berorientasi Kebijakan tentang Kematian Ibu/ Review of Policy-Oriented Research on
Maternal Mortality ...................................................................................................................................................................................... 247-258
Dewi Komalasari & Jane Daniels
Pengetahuan Perempuan dan Tenaga Fasilitas Kesehatan tentang Akses Layanan Kesehatan Reproduksi
dan Seksual yang Dibiayai Jaminan Kesehatan Nasional: Survei di 15 Kabupaten-Kota di Indonesia/
Women’s and Health Ocer’s Knowledge on Access to Reproductive and Sexual Health Services Covered by
the National Health Insurance: Surveys in 15 Districts-Cities in Indonesia ................................................................................. 259-273
Herna Lestari & Atnike Nova Sigiro
Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kehamilan Tidak Diinginkan di Delapan Provinsi Sumatra:
Antara Norma Agama, Adat dan Negara/ Community Knowledge and Behavior Towards Unwanted
Pregnancy in Eight Provinces of Sumatra: Between Religious, Customary and State Norms ................................................ 275-288
Dina Lumbantobing, Sita Van Bemmelen, Andi Misbahul Pratiwi & Anita Dhewy
iii
Catatan Jurnal Perempuan
Perempuan dan Kesehatan
Women and Health
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang
senantiasa menjadi isu penting bagi publik maupun
individu di dalamnya, termasuk perempuan. Bagi
Indonesia, isu kesehatan merupakan salah satu persoalan
penting yang diatur dalam konstitusi dan alokasi sumber
daya di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Namun, berbagai data dan riset memperlihatkan
masih kompleksnya persoalan kesehatan publik maupun
kesehatan berdasarkan gender dan kelompok usia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian
Kesehatan tahun 2018 menyebutkan masalah gizi dan
penyakit tidak menular merupakan pekerjaan rumah
terbesar Indonesia. Data yang sama mencatat bahwa
Kementerian Kesehatan hanya mampu mengurangi
angka stunting dari 37,2 persen menjadi 30,8 persen
selama lima tahun. Gizi buruk hanya sedikit berkurang,
dari 19,6 persen menjadi 17,6 persen. Sementara itu,
angka obesitas justru mengalami peningkatan dari
14,8 persen menjadi 21,8 persen. Pada saat yang sama
penyakit tidak menular, seperti kanker, strok, gangguan
ginjal kronis, diabetes, dan hipertensi hampir semua
mengalami peningkatan.
Kondisi bidang kesehatan di Indonesia juga dapat
dilihat dari kondisi kesehatan keluarga dan kesehatan
perempuan. Saat ini ditemukan munculnya rintangan
dalam pemberian vaksin untuk penyakit menular seperti
vaksin Measles & Rubella (MR) dan polio sehubungan
dengan ketidaksesuaian standar produk dengan nilai-
nilai agama, maupun mitos-mitos seputar dampak dari
vaksin terhadap anak.
Sementara itu, data Kementerian Kesehatan tahun
2015 menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
masih tinggi, dari 100.000 kelahiran hidup, sekitar 305
diantaranya berakhir dengan kematian sang ibu. Data
Kementerian Kesehatan 2017 juga memperlihatkan
jumlah penderita AIDS tertinggi menurut status/
pekerjaan adalah pada ibu rumah tangga sebanyak
14.721 jiwa.
Bidang kesehatan merupakan isu penting bagi
gerakan perempuan dan studi feminis. Kaum feminis
menemukan adanya kesenjangan dalam hubungan
antara perempuan, kesehatan dan dunia medis. Pada
gelombang kedua gerakan perempuan di dunia,
kelompok feminis berjuang untuk mengangkat isu
kesehatan perempuan ke permukaan. Dampak positif
dari gerakan perempuan tersebut kita rasakan hari ini
dengan semakin banyak perempuan yang berkiprah di
bidang kedokteran dan meningkatnya perhatian dan
sumber daya yang didedikasikan untuk isu kesehatan
perempuan. Meskipun demikian feminis tetap bersikap
kritis terhadap bidang medis yang masih bias atau netral
gender. Seperti diagnosis, pemberian resep atau tindakan
medis yang berbeda antara laki-laki dan perempuan
terkait stereotip gender atau riset-riset medis yang tidak
menyertakan analisis berbasis jenis kelamin.
Lebih jauh pemikiran feminis menawarkan pendekatan
komprehensif terhadap isu kesehatan. Pendekatan ini
didasarkan pada konsep yang menempatkan manusia
sebagai kesatuan (tubuh dan pikiran) yang berinteraksi
dengan lingkungan sosial dan sik mereka. Dengan
demikian, pendekatan ini mendenisikan kesehatan
secara holistik, sebagai hasil dari hubungan sosial.
Hal ini berbeda dengan pendekatan biomedis yang
memandang tubuh secara mekanis, menempatkan
individu sebagai kumpulan dari komponen.
Pendekatan feminis juga mendorong pengakuan
perbedaan siologis dan sosial antar jenis kelamin
dan mengakui keberagaman individu, entah laki-laki
atau perempuan, kaya atau miskin, heteroseksual atau
preferensi seksual lainnya, berkebutuhan khusus atau
tidak, dan seterusnya, yang menggunakan pendekatan
interseksionalitas. Pendekatan feminis memandang
kesehatan adalah masalah keadilan sosial.
Di Indonesia isu kebijakan di bidang kesehatan juga
menjadi perhatian gerakan perempuan. Persoalan angka
kematian ibu misalnya, telah menjadi fokus perhatian
gerakan perempuan sejak beberapa dekade silam.
Namun hingga hari ini masih menjadi persoalan genting
yang tak kunjung teratasi.
Kesehatan perempuan juga berhubungan dengan
posisi perempuan sebagai subjek. Khususnya dalam
persoalan kesehatan reproduksi, pengetahuan
mengenai Hak dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi
sangat menentukan tidak hanya kondisi kesehatan sik
perempuan tetapi juga well-being perempuan.
Sejumlah riset dalam Jurnal Perempuan edisi ini
memperlihatkan bahwa nilai dan unsur budaya yang
hidup dalam masyarakat memiliki pengaruh yang kuat
terhadap keyakinan, keputusan, sikap dan perilaku
masyarakat terkait kesehatan perempuan. Aspek konteks
lokal perlu dipertimbangkan secara serius dalam seluruh
upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan
perempuan. Selain itu, pengalaman perempuan
berhadapan dengan isu kesehatan hendaknya tidak
dilihat secara sama dan universal. Seluruh aspek ini perlu
dipahami dengan baik oleh para pengambil kebijakan
dan tenaga kesehatan sehingga kebijakan kesehatan dan
layanan kesehatan benar-benar mempertimbangkan
suara dan kebutuhan perempuan. Lebih jauh kebijakan
dan layanan kesehatan hendaknya memosisikan
perempuan sebagai subjek yang berhak mengambil
keputusan terkait kesehatannya. (Anita Dhewy)
iv
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019
v
Inang Winarso & Ressa Ria Lestari (Asosiasi Antropologi
Indonesia [AAI] Pengurus Daerah Jawa Barat, Bandung, Jawa
Barat, Indonesia)
Faktor Nilai Budaya Yang Memengaruhi Kesehatan Ibu dan
Anak
Cultural Value Factors That Aect Mother and Child Health
Kode Naskah: DDC 305
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, hal. 165-176, 1 gambar,
1 tabel, 6 daftar pustaka
Mother and child health as a key indicator of community welfare is
measured by the Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality
Rate (IMR). But why have eorts to reduce MMR and IMR not yet
reached the target? This research answers this question by using an
approach of cultural values in mother and child health. The focus of this
research is on the human life cycle starting from marriage, pregnancy,
birth and death in Situbondo Regency, East Java and Ngada Regency,
NTT. Research has found four cultural elements that predominantly
inuence health beliefs, family and community decisions in dealing
with maternal and infant health problems. These cultural elements are
the religious system, the kinship system, the knowledge system and
the livelihood system. These four systems can increase or decrease the
risk of maternal and infant mortality. The government must consider
the cultural values of the community in making health policies. First,
strengthen factors that reduce the risk of maternal and child mortality.
Second, reduce the factors that increase the risk of maternal and child
mortality.
Keywords: cultural values, ethnography, mother and child health,
maternal mortality, infant mortality
Kesehatan ibu dan anak sebagai indikator kunci kesejahteraan
masyarakat diukur dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB). Namun mengapa upaya menurunkan AKI dan
AKB belum mencapai target? Riset ini menjawab pertanyaan tersebut
dengan menggunakan pendekatan nilai budaya dalam kesehatan
ibu dan anak. Fokus riset ini adalah pada siklus hidup manusia mulai
dari perkawinan, kehamilan, kelahiran dan kematian di Kabupaten
Situbondo Jawa Timur dan Kabupaten Ngada NTT. Riset menemukan
empat unsur budaya yang dominan memengaruhi keyakinan (health
belief), keputusan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi
masalah kesehatan ibu dan bayi. Unsur budaya itu adalah sistem religi,
sistem kekerabatan, sistem pengetahuan dan sistem mata pencarian.
Keempat sistem itu dapat meningkatkan maupun menurunkan risiko
kematian ibu dan bayi. Pemerintah harus mempertimbangkan nilai
budaya masyarakat dalam membuat kebijakan kesehatan. Prinsip
pertama, memperkuat faktor yang menurunkan risiko kematian
ibu dan anak. Kedua, mengurangi faktor yang meningkatkan risiko
kematian ibu dan anak.
Kata kunci: nilai budaya, etnogra, kesehatan ibu dan anak, Angka
Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi
Evania Putri Rifyana (Trade Union Rights Centre [TURC]
Lembaga Pusat Studi dan Advokasi Perburuhan, Jakarta Pusat,
Indonesia)
Kerentanan Kesehatan Kerja Perempuan Pekerja
Rumahan: Studi di Industri Padat Karya di Penjaringan,
Jakarta Utara
The Vulnerability of Occupational Health of Women Home Work-
ers: A Study in Labor-Intensive Industries in Penjaringan, North
Jakarta
Kode Naskah: DDC 305
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, hal. 177-192, 11 gambar,
2 bagan, 26 daftar pustaka
Labor-intensive industries oriented to low prices, has a strategy of
reducing labor costs to compete in a competitive market. To streamline
the production burden, the company issues a portion of its production
commodities to workers outside the factory, in this case homeworkers.
The majority of homeworkers are poor women who live around
industrial areas. Through a qualitative approach, this study wants to
nd out the working conditions of women homeworkers working in
labor-intensive industries, especially in the shoe sector, in the slums of
the Capital City of Jakarta, namely the Penjaringan area, North Jakarta.
The study found that women homeworkers do not have access to
proper occupational health, making their conditions vulnerable. This
vulnerability is inuenced by poor working environment conditions,
inadequate Health and Safety (K3), and the absence of social protection
and security for women homeworkers. In addition, the house, which is
used as a production space on a massive scale, also has implications for
the daily survival of women homeworkers and their families.
Keywords: women, homeworkers, laborers, Occupational Health and
Safety (OHS)
Industri padat karya yang berorientasi harga murah, memiliki strategi
menekan biaya tenaga kerja untuk bersaing di pasar yang kompetitif.
Untuk mengesienkan beban produksi, perusahaan mengeluarkan
sebagian komoditas produksinya kepada buruh-buruh di luar pabrik,
dalam hal ini pekerja rumahan. Pekerja rumahan mayoritas digeluti
oleh para perempuan miskin yang tinggal di sekitar kawasan industri.
Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini ingin mengetahui kondisi
kerja perempuan pekerja rumahan yang bekerja di industri padat karya
khususnya pada sektor sepatu, di kawasan kumuh Ibu Kota Jakarta,
yakni wilayah Penjaringan, Jakarta Utara. Penelitian ini menemukan
bahwa perempuan pekerja rumahan tidak memiliki akses kesehatan
kerja yang layak sehingga membuat kondisi mereka rentan. Kerentanan
ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja yang buruk, Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) yang tidak memadai, serta tidak adanya
perlindungan dan jaminan sosial bagi perempuan pekerja rumahan.
Selain itu, rumah yang dijadikan ruang produksi dengan skala masif,
juga berimplikasi pada kelangsungan hidup sehari-hari perempuan
pekerja rumahan dan keluarganya.
Kata kunci: Perempuan, Pekerja rumahan, Buruh, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari & Catherina Frisca
Yaniariyani (Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga,
Indonesia)
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan:
Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia Perempuan di
Desa Pancuran, Salatiga
Preliminary Study on Access to Health Services for Elderly Women:
The Age and Socio-Economic Issues of Elderly Women in Pancuran
Village, Salatiga
Kode Naskah: DDC 305
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, hal. 193-204, 1 gambar,
3 tabel, 38 daftar pustaka
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019
Lembar Abstrak/Abstracts Sheet
vi
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019
The increasing number of elderly people from year to year shows
the high life expectancy in elderly women. This situation coupled
with cultural and social aspects can trigger vulnerability for elderly
women, including the health aspect. This study aims to describe the
factors of access to health services for elderly women in the village of
Pancuran, Salatiga. The method used is descriptive-quantitative with
data collection carried out in Pancuran Village using a questionnaire.
Elderly women in Pancuran Village have dierent economic,
educational, employment and social status backgrounds but have the
same vulnerability to access health services due to the unavailability
of posyandu for the elderly in Pancuran Village. Nevertheless, eorts
to access health services are still underway. This research shows that
cultural involvement in health care is needed to realize integrated,
patient-centered, and gender-friendly health services.
Keywords: elderly women, health services, social culture
Meningkatnya jumlah lansia dari tahun ke tahun menunjukkan
tingginya angka harapan hidup pada lansia perempuan. Situasi ini
ditambah dengan aspek budaya dan sosial dapat memicu kerentanan
bagi lansia perempuan termasuk pada aspek kesehatan. Penelitian
ini bertujuan mendeskripsikan faktor-faktor akses layanan kesehatan
pada lansia perempuan di desa Pancuran, Salatiga. Metode yang
digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan pengambilan data
dilakukan di Desa Pancuran dengan menggunakan kuesioner. Lansia
perempuan yang ada di Desa Pancuran memiliki latar belakang
ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan status sosial yang berbeda tetapi
memiliki kerentanan yang sama untuk mengakses layanan kesehatan
karena ketaktersediaan posyandu santun lansia di Desa Pancuran.
Walaupun demikian, upaya untuk mengakses layanan kesehatan tetap
dilakukan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pelibatan budaya dalam
layanan kesehatan diperlukan untuk mewujudkan layanan kesehatan
terintegrasi, berpusat pada pasien, dan ramah gender.
Kata kunci: lansia perempuan, layanan kesehatan, sosial budaya
Saskia Wieringa (Universitas Amsterdam, Amsterdam, Belanda)
Pengumpulan Data untuk memenuhi Target SDGs: Indeks
Keadilan Gender APIK (AGJI)
Data Collection to Full the Targets for the SDGs: The APIK Gender
Justice Index (AGJI)
Kode Naskah: DDC 305
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, hal. 205-219, 10 tabel,
23 daftar pustaka
Indonesia has committed itself to the 2030 Agenda with 17 Sustainable
Development Goals (SDGs) which were approved by the United Nations
on September 25, 2015. Seventeen objectives and 169 related targets
must be achieved by 2030. Gender equality is an independent goal
(SDG number 5), but gender related issues are also contained in the
goal of poverty alleviation (SDG 1), health care including maternal and
child health (SDG 3) and education (SDG 4). SDG number 16 concerns a
commitment to peace, access to justice and strong institutions. Reliable
and inclusive gender statistics are needed to monitor progress towards
achieving gender equality and justice and to identify key gender
inequalities that require policy interventions. Both quantitative and
qualitative data are needed. In addition, certain problems are specic
for women, such as maternal death. Given the wide diversity in gender
relations and socio-economic conditions of the Indonesian archipelago
subnational data are required. This article outlines the methodology of
designing the APIK Gender Justice Index. The main ndings are that the
availability of sex-disaggregated data at the subnational level leaves
much to be desired. The AGJI proves to be a reliable, comprehensive
and exible tool that can easily be used by policy makers and activists to
design policies and programs to address gender-based discrimination
in Indonesia, for instance in the eld of health. The AGJI is based on
locally available data. The advantages of the AGJI are that it can be
computed with a minimum of cost and eort to achieve a maximum of
reliability and ease in use. The GSI was found to be comparable with the
Global Gender Gap Index (GGGI) for Indonesia but it is more sensitive to
political empowerment. The AGJI assesses in how far women have been
able to take up leadership positions at subnational levels, including
at the village level and are represented in the major decision-making
bodies such as the judiciary.
Keywords: gender index, gender justice, gender statistics, SDGs
Indonesia telah berkomitmen dalam Agenda 2030 dengan 17 Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs)
yang telah disepakati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal
25 September 2015. Tujuh belas tujuan dan 169 target terkait harus
dicapai pada tahun 2030. Kesetaraan gender merupakan tujuan
independen (SDG nomor 5), namun isu terkait gender juga terdapat
dalam tujuan Menghapus Kemiskinan (SDG 1), pelayanan kesehatan
termasuk kesehatan ibu dan anak (SDG 3) dan pendidikan (SDG 4). SDG
nomor 16 mengenai komitmen untuk perdamaian, akses pada keadilan
dan kelembagaan yang kuat. Statistik gender yang inklusif dan dapat
diandalkan dibutuhkan untuk memonitor kemajuan dalam pencapaian
kesetaraan gender dan keadian dan untuk mengidentikasi kunci
kesenjangan gender yang membutuhkan intervensi kebijakan. Data
kuantitatif dan kualitatif dibutuhkan, selain persoalan tertentu yang
khusus terjadi pada perempuan misalnya kematian ibu melahirkan.
Dengan luasnya keberagaman dalam relasi gender dan kondisi sosial
ekonomi di kepulauan Indonesia, data dari daerah sangat diperlukan.
Artikel ini menekankan metodologi perancangan Indeks Keadilan
gender APIK. Temuan utama adalah ketersediaan data terpilah
berdasarkan jenis kelamin di daerah masih rendah. AGJI terbukti dapat
menjadi alat yang dapat diandalkan, komprehensif, dan eksibel
yang dapat digunakan dengan mudah oleh pembuat kebijakan dan
aktivis uuntuk merancang kebijakan dan program dalam menangani
diskriminasi berdasarkan gender di Indonesia, misalnya dalam
bidang kesehatan. AGJI didasarkan pada data yang tersedia secara
lokal. AGJI dapat dikomputerisasi dengan biaya dan usaha yang kecil
namun dengan keuntungan yang maksimum dan mudah digunakan.
GSI sebanding dengan Indeks kesenjangan gender global (Global
Gender Gap Index/GGGI) untuk Indonesia namun lebih sensitif pada
pemberdayaan politik. AGJI dapat mengakses sejauh mana perempuan
dapat mengambil posisi kepemimpinan di tingkat daerah termasuk
tingkat dasar dan representasi di lembaga pengambilan keputusan
utama seperti dalam lembaga peradilan.
Kata kunci: indeks gender, keadilan gender, statistik gender, SDGs
Abby Gina & Atnike Sigiro (Jurnal Perempuan, Jakarta,
Indonesia)
Pengalaman Personal Perempuan Penyintas Kanker
Payudara Sebagai Konfrontasi atas Pemaknaan Tubuh
Perempuan
Personal Experiences of Women Surviving Breast Cancer as a
Confrontation of the Meaning of the Women’s Body
Kode Naskah: DDC 305
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, hal. 221-232, 14 daftar
pustaka
This study highlights the experiences faced by women breast cancer
survivor in Jakarta in dening their bodies. Despite of medical
assessment, breast cancer needs to be analyzed through feminist’s
lense because breast cancer has close link with discourse of sexual
body and engendered body. This study used a qualitative methodology
that emphasizes critical analysis. Data collection was gathered through
interviews with 8 women who are breast cancer survivors. The research
reveals that under the normality of femininity of the patriarchal society,
the women breast cancer survivors could confront the dominant
interpretation upon women’s body
Keywords: breast cancer, body experience, gender structure, feminine,
body normalization
Penelitian ini mengangkat pengalaman yang dihadapi oleh perempuan
penyintas kanker payudara di Jakarta dalam memandang ketubuhan.
vii
Selain analisis medis, persoalan kanker payudara juga perlu dianalisis
dengan kacamata feminis karena kanker payudara memiliki kaitan
erat dengan diskursus tubuh yang berjenis kelamin dan tubuh yang
tergenderkan. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif
yang menekankan pada analisis kritis. Pengumpulan data penelitian
diperoleh melalui wawancara dengan delapan narasumber yang
merupakan perempuan penyintas kanker payudara. Penelitian ini
mengungkap bahwa dibawah normativitas feminin yang dibangun
dalam masyarakat yang patriarkis, para perempuan penyintas kanker
payudara dapat melakukan konfrontasi terhadap dominasi pemaknaan
atas tubuh perempuan.
Kata kunci: kanker payudara, pengalaman tubuh, struktur gender,
feminin, normalisasi tubuh
1Dyan Widyaningsih, 1Elza Samantha Elmira & 2Andi Misbahul
Pratiwi (1The SMERU Research Institute, Cikini, Jakarta,
Indonesia & 2Jurnal Perempuan, Jakarta, Indonesia)
Akses Perempuan Miskin terhadap Layanan Pemeriksaan
Kehamilan dan Persalinan di Indonesia: Studi Kasus di
Lima Kabupaten
Poor Women’s Access to Antenatal Care and Childbirth Services in
Indonesia: A Case Study in Five Districts
Kode Naskah: DDC 305
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, hal. 233-246, 2 tabel, 3
gambar, 13 daftar pustaka
The health of pregnant women often becomes an indicator of human
development. On the other hand, the fact of the high maternal
mortality rate, raises questions related to the government’s attention
to the health of pregnant women, especially women in poor areas.
This article focuses on poor women’s access to health services for
antenatal care and childbirth in ve regencies in Indonesia. The aspects
studied include the availability of health services for antenatal care
and childbirth, poor women’s access to these services, and supporting
factors/actors and barriers to poor women’s access to health services.
This article showed that the availability of health facilities is not
always in line with the increased awareness of pregnant women to
access these services. Road infrastructure condition, distance, and
cost to access health service still remain a challenge. Meanwhile, the
policy of incentives and disincentives to traditional birth attendants
has an inuence on the increasing number of pregnant women who
check their pregnancies and childbirth at health facilities. Thus, health
issues of pregnant women and safe childbirth require a dierent eort.
Aspects of the local context and supporting infrastructure also require
serious attention.
Keywords: access to health for poor women, antenatal care, childbirth.
Kesehatan perempuan hamil kerap menjadi tolok ukur pembangunan
manusia. Di sisi lain, fakta mengenai tingginya angka kematian
ibu memunculkan pertanyaan terkait perhatian negara terhadap
kesehatan perempuan hamil, terutama perempuan di daerah miskin.
Tulisan ini berfokus pada akses perempuan miskin terhadap layanan
pemeriksaan kehamilan dan persalinan di lima kabupaten di Indonesia.
Aspek yang dikaji meliputi ketersediaan layanan pemeriksaan
kehamilan dan persalinan, akses perempuan miskin terhadap layanan
ini, serta faktor/aktor yang mendukung dan menghambat akses
tersebut. Tulisan ini memperlihatkan bahwa ketersediaan fasilitas
pemeriksaan kehamilan dan persalinan tidak selalu sejalan dengan
peningkatan akses perempuan hamil terhadap fasilitas tersebut. Faktor
infrastruktur jalan, jarak, dan biaya masih menjadi kendala. Sementara
itu, kebijakan insentif dan disinsentif kepada dukun bayi memiliki
pengaruh terhadap peningkatan jumlah ibu hamil yang memeriksakan
kehamilan dan melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. Dengan
demikian, persoalan kesehatan ibu hamil hingga persalinan yang
aman memerlukan upaya yang tidak seragam. Aspek konteks lokal dan
infrastruktur pendukung juga perlu diperhatikan secara serius.
Kata kunci: akses perempuan miskin, pemeriksaan kehamilan,
persalinan.
1Dewi Komalasari & 2Jane Daniels (1Jurnal Perempuan, Jakarta,
Indonesia & 2MAMPU, Setia Budi, Jakarta, Indonesia)
Tinjauan Riset Berorientasi Kebijakan tentang Kematian
Ibu
Review of Policy-Oriented Research on Maternal Mortality
Kode Naskah: DDC 305
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, hal. 247-258, 34 daftar
pustaka
Maternal mortality remains an unresolved critical issue. This condition
indicates that women’s reproductive health rightshas not yet been
fullled. Maternal mortality occurs due to medical and non-medical
factors. Even though a small amount of those deaths still happens due to
unpreventable causes, however most of those deaths could have been
prevented and avoided. Government eorts to address the problem of
maternal mortality are carried out through various policies that focus
on medical factors and through programs aimed at increasing the
coverage and quality of maternal health services. On the other hand,
other factors such as social economic and cultural are being neglected.
A review of researches on the theme of maternal mortality found various
factors that contributed to the causes of maternal mortality such as
socio-cultural barriers that limit women’s access to health, ranging from
poverty, geography and local culture.Unmet need for contraception in
family planning program, adolescence reproductive health issue that
still hasn’t been addressed in a serious and comprehensive manner,
as well as unsafe abortion are the key underlying causes of maternal
mortality.
Keywords: maternal mortality, reproductive health, family planning,
adolescence reproductive health, unsafe abortion
Kematian ibu merupakan salah satu persoalan perempuan yang belum
teratasi hingga saat ini. Kondisi ini menunjukkan hak perempuan atas
kesehatan reproduksi masih belum terpenuhi. Kematian ibu pada
umumnya terjadi karena penyebab dari faktor medis dan nonmedis.
Meski sejumlah kecil kematian masih tetap terjadi karena sebab yang
tidak bisa dihindari, namun kebanyakan kematian seharusnya bisa/
dapat dicegah dan dihindari. Upaya pemerintah mengatasi persoalan
kematian ibu dilakukan melalui berbagai kebijakan yang memfokuskan
pada faktor medis dan melalui program-program yang bertujuan
meningkatkan cakupan dan kualitas layanan kesehatan ibu. Namun
di sisi lain melupakan faktor lain seperti sosial ekonomi dan budaya.
Tinjauan terhadap riset-riset bertema kematian ibu menemukan
berbagai faktor yang menyumbang pada penyebab masih terjadinya
kematian ibu seperti hambatan sosial budaya yang membatasi akses
perempuan terhadap kesehatan, mulai dari kemiskinan, geogras dan
budaya setempat. Kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi pada
program keluarga berencana, persoalan kesehatan reproduksi remaja
yang belum ditangani secara serius dan komprehensif serta aborsi tidak
aman juga turut menyumbang sebagai penyebab masih terjadinya
kematian ibu.
Kata kunci: kematian ibu, kesehatan reproduksi, keluarga berencana,
kesehatan reproduksi remaja, aborsi tidak aman.
1Herna Lestari & 2Atnike Nova Sigiro (1Yayasan Kesehatan
Perempuan, Jakarta, Indonesia & 2Jurnal Perempuan/
Universitas Paramadina, Jakarta, Indonesia)
Pengetahuan Perempuan dan Tenaga Fasilitas Kesehatan
tentang Akses Layanan Kesehatan Reproduksi dan Seksual
yang Dibiayai Jaminan Kesehatan Nasional: Survei di 15
Kabupaten-Kota di Indonesia
viii
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019
Women’s and Health Ocer’s Knowledge on Access to Reproduc-
tive and Sexual Health Services Covered by the National Health
Insurance: Surveys in 15 Districts-Cities in Indonesia
Kode Naskah: DDC 305
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, hal. 259-273, 15 tabel,
22 daftar pustaka
The availability of reproductive and sexual health services provided
by the National Health Insurance (Jaminan Kesehatan National/
JKN) in Indonesia could expand women’s access to reproductive and
sexual health services. However, the knowledge of community and
service provider will determine to what extent women will access
the reproductive and sexual health services provided by JKN. This
article assesses and analyzes the knowledge of women and health
ocers about the availability of reproductive and sexual health
services provided in JKN. The article elaborates for main ndings from
the research that was conducted by women organizations that are
members of the Women’s Health Care Network (Jaringan Perempuan
Peduli Kesehatan or JP2K). JP2K conducted longitudinal research with
a series of surveys in 2015, 2016, and 2017 in 15 regions of districts/
cities in Indonesia on knowledge and access to reproductive and sexual
health services provided by JKN. The surveys show limited knowledge
of the respondents, both women and health ocers, about forms and
scope of reproductive and sexual health services that are covered
by JKN. The research concludes that one of the important agendas
for encouraging women’s access to health services covered by JKN
is through intensifying the socialization of the scope of sexual and
reproductive health to women and health facility ocers.
Keywords: national health insurance, reproductive and sexual health,
women’s health
Tersedianya layanan kesehatan reproduksi dan seksual dalam Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia dapat memperluas akses
perempuan terhadap layanan kesehatan reproduksi dan seksual.
Namun, pengetahuan masyarakat dan penyedia layanan akan
menentukan sejauh mana perempuan akan mengakses layanan
kesehatan reproduksi dan seksual yang dicakup oleh program JKN
tersebut. Artikel ini berusaha menilai dan menganalisis pengetahuan
kaum perempuan dan tenaga fasilitas kesehatan tentang layanan
kesehatan reproduksi dan seksual yang dicakup oleh program JKN.
Di dalam artikel ini akan dipaparkan temuan utama penelitian yang
dilakukan oleh kelompok organisasi perempuan yang tergabung di
dalam Jaringan Perempuan Peduli Kesehatan (JP2K). JP2K melakukan
penelitian longitudinal dengan metode survei pada tahun 2015, 2016,
dan 2017 di lima belas wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Hasil
survei tersebut memperlihatkan masih terbatasnya pengetahuan
responden perempuan dan tenaga fasilitas kesehatan tentang bentuk
dan cakupan layanan kesehatan reproduksi dan seksual yang dibiayai
oleh JKN. Penelitian ini menyimpulkan bahwa salah satu agenda
penting untuk mendorong akses perempuan terhadap layanan JKN
adalah sosialisasi mengenai cakupan layanan kesehatan reproduksi dan
seksual bagi kaum perempuan dan tenaga fasilitas kesehatan.
Kata kunci: jaminan kesehatan nasional, kesehatan reproduksi dan
seksual, kesehatan perempuan
1Dina Lumbantobing, 1Sita Van Bemmelen, 2Andi Misbahul
Pratiwi & 2Anita Dhewy (1PERMAMPU, Medan, Indonesia &
2Jurnal Perempuan, Jakarta, Indonesia)
Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Terhadap
Kehamilan Tidak Diinginkan di Delapan Provinsi Sumatra:
Antara Norma Agama, Adat dan Negara
Community Knowledge and Behavior Towards Unwanted Preg-
nancy in Eight Provinces of Sumatra: Between Religious, Custom-
ary and State Norms
Kode Naskah: DDC 305
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, hal. 275-288, 2 tabel, 8
daftar pustaka
Based on eld observations and experiences in assisting women by the
PERMAMPU Consortium, there are still many women who face unwanted
pregnancy (KTD). Therefore it is needed research to nd out the needs
of women related to KTD. This article focuses on three things, namely (1)
understanding and knowledge of informants about KTD; (2) perception
of the best and the worst solutions for KTD cases; (3) women’s behavior
related to KTD. The study uses three categories of KTD: KTD experienced
by married women, KTD experienced by unmarried women, and
KTD experienced by victims of acts of violence. This article is written
from the 2014 PERMAMPU Consortium research report entitled The
Compilation of Unwanted Pregnancy Research Reports/KTD in Eight
Provinces, Sumatra Island. The study used a qualitative approach with
data collection conducted through interviews and FGDs. This paper
shows that there are similarities and dierences in the understanding,
perceptions, behavior of women and society in relation to KTD. Various
forms of rules and norms generally view pregnancy as natural, so that
it is always desirable, have controlled women and society in behaving
and handling KTD. There are various forms of KTD and various forms
of coping methods that are not always in line with existing rules and
are generally done secretly. Thus, women who experience unwanted
pregnancy need recognition of their problems, including their voices
and needs and supported to make decisions for themselves.
Keywords: unwanted pregnancy, religious norms, customary norms,
abortion
Berdasarkan pengamatan lapang dan pengalaman dalam
pendampingan perempuan yang dilakukan oleh Konsorsium
PERMAMPU diketahui bahwa masih banyak perempuan yang
menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Untuk itu
diperlukan penelitian guna mengetahui kebutuhan perempuan
terkait KTD. Artikel ini berfokus pada tiga hal yaitu (1) pemahaman dan
pengetahuan narasumber mengenai KTD; (2) persepsi tentang solusi
terbaik dan tidak baik untuk kasus KTD; (3) perilaku perempuan terkait
KTD. Penelitian ini menggunakan tiga kategori KTD yaitu, KTD yang
dialami perempuan menikah, KTD yang dialami perempuan belum
menikah, dan KTD yang dialami korban kekerasan.Artikel ini disarikan
dari laporan penelitian Konsorsium Permampu tahun 2014. dengan
judul Kompilasi Laporan Penelitian Kehamilan Tidak Diinginkan/KTD di
Delapan Provinsi, Pulau Sumatra. Penelitian menggunakan pendekatan
kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
dan FGD. Tulisan ini menunjukkan terdapat kesamaan dan perbedaan
pemahaman, persepsi dan perilaku perempuan dan masyarakat
terkait KTD. Berbagai bentuk aturan dan norma yang secara umum
memandang kehamilan sebagai kodrat sehingga otomatis selalu
diinginkan telah mengendalikan perempuan dan masyarakat dalam
bersikap dan menangani KTD. Kenyataannya telah terjadi berbagai
bentuk KTD dan berbagai bentuk cara mengatasi yang tak selalu sejajar
dengan aturan yang ada dan umumnya dilakukan secara tersembunyi.
Dengan demikian perempuan yang mengalami KTD memerlukan
pengakuan terhadap masalahnya, termasuk didengar suara dan
kebutuhannya serta didukung untuk mengambil keputusan secara
sadar bagi dirinya.
Kata kunci: kehamilan tidak diinginkan, norma agama, norma adat,
aborsi.
193
Artikel / Article
Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, 193-204 DDC: 305
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan:
Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia Perempuan di Desa Pancuran, Salatiga
Preliminary Study on Access to Health Services for Elderly Women:
The Age and Socio-Economic Issues of Elderly Women in Pancuran Village, Salatiga
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari & Catherina Frisca Yaniariyani
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, Indonesia 50711
pratiwi.elingsetyosanubari@uksw.edu
Kronologi Naskah: diterima 19 Juli 2019, direvisi 19 Agustus 2019, diputuskan diterima 28 Agustus 2019
Abstract
The increasing number of elderly people from year to year shows the high life expectancy in elderly women. This situation coupled
with cultural and social aspects can trigger vulnerability for elderly women, including the health aspect. This study aims to describe the
factors of access to health services for elderly women in the village of Pancuran, Salatiga. The method used is descriptive-quantitative
with data collection carried out in Pancuran Village using a questionnaire. Elderly women in Pancuran Village have dierent economic,
educational, employment and social status backgrounds but have the same vulnerability to access health services due to the
unavailability of posyandu for the elderly in Pancuran Village. Nevertheless, eorts to access health services are still underway. This
research shows that cultural involvement in health care is needed to realize integrated, patient-centered, and gender-friendly health
services.
Keywords: elderly women, health services, social culture
Abstrak
Meningkatnya jumlah lansia dari tahun ke tahun menunjukkan tingginya angka harapan hidup pada lansia perempuan. Situasi
ini ditambah dengan aspek budaya dan sosial dapat memicu kerentanan bagi lansia perempuan termasuk pada aspek kesehatan.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan faktor-faktor akses layanan kesehatan pada lansia perempuan di desa Pancuran, Salatiga.
Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan pengambilan data dilakukan di Desa Pancuran dengan menggunakan
kuesioner. Lansia perempuan yang ada di Desa Pancuran memiliki latar belakang ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan status sosial
yang berbeda tetapi memiliki kerentanan yang sama untuk mengakses layanan kesehatan karena ketaktersediaan posyandu santun
lansia di Desa Pancuran. Walaupun demikian, upaya untuk mengakses layanan kesehatan tetap dilakukan. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pelibatan budaya dalam layanan kesehatan diperlukan untuk mewujudkan layanan kesehatan terintegrasi, berpusat pada
pasien, dan ramah gender.
Kata kunci: lansia perempuan, layanan kesehatan, sosial budaya
Pendahuluan
Indonesia mengalami peningkatan jumlah lansia dari
tahun ke tahun. Proyeksi penduduk lansia di Indonesia
menunjukkan tahun 2017 penduduk lansia telah
mencapai 22,66 juta jiwa dan jumlah ini akan meningkat
menjadi 49,19 juta jiwa di tahun 2035 (Kemenkes RI
2017). Data Badan Pusat Statistik (2017) memperlihatkan
bahwa situasi lansia perempuan berbeda dengan
lansia laki-laki. Banyak lansia perempuan yang tinggal
sendiri (14,37%) dibanding lansia laki-laki (4,75%).
Di ranah pendidikan pun, banyak lansia yang hanya
menyelesaikan pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar
(SD) atau sederajat ke bawah (Badan Pusat Statistik
2017). Rendahnya pendidikan yang dialami oleh
lansia perempuan pun meningkatkan jumlah lansia
perempuan yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya.
Faktanya hanya 33,79% lansia perempuan yang bekerja
dibandingkan 63,29% lansia laki-laki yang bekerja
(Badan Pusat Statistik 2017). Rentannya keadaan lansia
perempuan di aspek angka harapan hidup, edukasi, dan
pekerjaan memerlukan rancangan program yang nyata
di Indonesia.
Jumlah lansia yang meningkat mendorong
pemerintah Indonesia untuk membangun berbagai
macam program dan kebijakan. Salah satunya adalah
penyediaan layanan kesehatan. Bentuk layanan
194
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, 193-204
kesehatan yang dibuat berdasarkan proses penuaan
yang berbasis tempat tinggal lansia (aging in place)
adalah berupa penyediaan panti wreda dan Posyandu
(Pos Pelayanan Terpadu) yang berada di bawah
Menteri Kesehatan. Program penyediaan panti wreda
diatur dalam Undang-Undang No. 13/ 1988 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia. Tantangan yang dihadapi
panti wreda terletak pada pandangan masyarakat. Masih
banyak pandangan negatif yang datang pada keluarga
yang membawa lansia ke panti wreda termasuk dari
pekerja di panti wreda (Napsiyah 2005). Padahal lansia
yang tinggal bersama keluarga pun tidak berada dalam
keadaan yang lebih baik. Sepertiga lansia yang tinggal
bersama keluarga cenderung melakukan dukungan
material dan hampir setengahnya memiliki tanggung
jawab terhadap cucunya (Schröder-Butterll & Fithry
2014). Banyaknya lansia yang tinggal di masyarakat
mendorong aktifnya kerja posyandu sebagai wadah
untuk memberikan layanan kesehatan.
Posyandu ditujukan memberikan pelayanan sosial,
agama, pendidikan, keterampilan, olahraga, seni
budaya guna meningkatkan derajat kesehatan dan
mutu kehidupan penduduk lanjut usia. Tantangan
bagi posyandu lansia datang dari perubahan sistem
pemerintah Indonesia menjadi desentralisasi di
tahun 1999. Sistem ini mengakibatkan terputusnya
komunikasi antara otoritas di regional dengan provinsi
yang menyediakan dukungan administrasi, arahan, dan
monitoring pada wilayah kabupaten. Perubahan ini
berakibat pada keterbatasan posyandu terkait dana dan
sumber daya manusia (SDM) (Kadar, Francis & Sellick
2013). Keterbatan posyandu juga membuat layanan
yang diberikan menjadi terbatas, misalnya layanan
yang diberikan hanya satu kali seminggu atau hanya
menyediakan pemeriksaan umum.
Keterbatasan layanan kesehatan terhadap lansia,
akan lebih berisiko pada lansia perempuan karena lansia
perempuan memiliki kerentanan akibat proses penuaan
dan perubahan hormon pada proses pascamenopause.
Kondisi kesehatan tersebut dapat bertambah buruk
jika lansia perempuan memiliki akses terbatas terhadap
makanan. Konsumsi makanan bergizi akan membantu
kesejahteraan psikologis, kesehatan yang lebih baik, dan
kualitas hidup lansia (Fernandes et al. 2018). Penyakit
kronis, penurunan kemampuan kognitif dan sik, depresi,
hilangnya nafsu makan, strok, ketergantungan dalam
hal makan, masalah dengan mengunyah dan kesulitan
dalam menelan akan mengakibatkan lansia rentan
terhadap malanutrisi (Mamhidir, Kihlgren & Soerlie 2010).
Untuk itu perbedaan gender perlu diperhatikan untuk
mengatasi permasalahan lansia.
Masalah lain pada lansia adalah jika melihat jumlah
lansia perempuan yang lebih besar daripada lansia
laki-laki maka diperlukan sistem layanan kesehatan
yang setara untuk keamanan kesehatan dan layanan
kesetaraan. Penyetaraan ini menjadi penting karena
berdasarkan WHO, menjadi lansia aktif dapat dicapai
melalui integrasi antara aspek partisipasi, kesehatan,
dan keamanan yang sayangnya pada lansia perempuan
masih menjadi tantangan akibat ketimpangan gender
yang masih terjadi (WHO 2007). Selain itu, ketimpangan
posisi gender pada lansia perempuan (Hightower
2010) menimbulkan banyak diskriminasi pada bidang
kesehatan karena tidak ada pemahaman akan perspektif
gender pada pekerja layanan kesehatan (Govender &
Penn-Kekana 2007). Kerentanan juga meningkat karena
lansia perempuan memiliki angka harapan hidup yang
lebih tinggi dibanding lansia laki-laki (WHO 2007).
Indonesia pun melalui Rencana Aksi Nasional Kesehatan
Usia Lanjut tahun 2016-2019 menyatakan bahwa salah
satu prinsip untuk mewujudkan lanjut usia sehat, mandiri,
aktif dan produktif adalah melalui pelayanan yang
memperhatikan prinsip keadilan dan kesetaraan gender.
Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan pasal
17 memperkuat hal ini, yaitu pemerintah bertanggung
jawab untuk menyediakan akses terhadap informasi,
edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Untuk mengatasi permasalahan lansia yang kompleks
menurut WHO diperlukan integrasi dari determinan
ekonomi, kesehatan dan layanan sosial, perilaku, individu,
sik, dan sosial (World Health Organization 2007). Hal ini
berarti elemen kesehatan khususnya layanan kesehatan
dan akses terhadap makanan untuk lansia perempuan
harus terintegrasi untuk mewujudkan lansia perempuan
aktif. Terlebih karena kenyataannya layanan kesehatan
belum memiliki fasilitas yang ramah lansia, seperti ruang
tunggu khusus, toilet khusus, pegangan naik tangga
lift khusus. Selain itu, banyak lansia yang berada dalam
derajat kesehatan yang rendah dan masih berperan
menjadi kepala keluarga (Trihandini 2007). Lansia
perempuan juga masih menjadi individu utama yang
mengelola pangan didalam keluarga untuk memasak
dan menyediakan makanan tetapi tidak memiliki andil di
dalam pengambilan keputusan. Keadaan inipun sering
membuat lansia perempuan mengabaikan kesehatannya
sendiri (Vatsala, Prakash & Prabhavathi 2017). Kerentanan
lansia perempuan yang berlapis terhadap layanan
kesehatan memerlukan kajian untuk membangun
sistem layanan kesehatan yang sensitif terhadap lansia
perempuan. Untuk itu penelitian ini melakukan studi
195
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari &
Catherina Frisca Yaniariyani
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan:
Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia Perempuan di Desa Pancuran, Salatiga
Preliminary Study on Access to Health Services for Elderly Women:
The Age and Socio-Economic Issues of Elderly Women in Pancuran Village, Salatiga
awal mengenai layanan kesehatan lansia perempuan
di salah satu desa di Salatiga. Salatiga dipilih karena
merupakan salah satu kota tujuan menghabiskan masa
tua di Indonesia. Desa Pancuran menjadi fokus karena
terletak di tengah Kota Salatiga, terpadat, dan kawasan
yang mudah mendapatkan akses terhadap transportasi
dan kebutuhan pangan. Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan faktor-faktor akses layanan kesehatan
pada lansia perempuan di desa Pancuran, Salatiga.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kuantitatif. Pengambilan data dengan menggunakan
kuesioner yang meliputi data sosial demogra, akses
terhadap pangan, lingkungan, layanan kesehatan,
dan disabilitas. Pemilihan responden dilakukan secara
purposive. Penelitian ini dilakukan di Desa Pancuran,
Kutawanangun Lor, Kota Salatiga. Pemilihan responden
didasarkan pada kriteria inklusi yaitu lansia perempuan
yang berumur diatas enam puluh tahun dan tinggal
di Desa Pancuran. Responden berjumlah tiga puluh
lansia perempuan. Tantangan untuk pengambilan data
dialami oleh peneliti karena ketua RW menolak untuk
memberikan populasi lansia perempuan. Selain itu,
ketua RW hanya memberikan jumlah lansia di setiap RT
yang terdiri dari lansia perempuan dan lansia laki-laki.
Pandangan negatif terhadap lansia juga dilontarkan
terkait keadaan sik dan psikis oleh ketua RW sehingga
ketika peneliti meminta responden lansia perempuan
sebagai tambahan tidak diberikan.
Program Pemerintah dan Respons Lansia Perempuan
di Desa Pancuran: Demogra dan Keberadaan
Layanan Kesehatan
Jumlah lansia yang bertambah setiap tahun dapat
diartikan sebagai meningkatnya Angka Harapan Hidup
(AHH) dan umur yang semakin panjang di negara
dengan pendapatan rendah dan menengah (Ng et al.
2010). Sementara itu di Indonesia, struktur populasi
yang berubah dengan tingginya jumlah lansia dimulai
sejak 1950 (Department of Economic and Social Aairs
Publications 2007; 2013). Perubahan jumlah lansia
menimbulkan tantangan terhadap sistem kesehatan dan
pemerintah. Terlebih lagi perubahan struktur keluarga,
pola pekerjaan, dan dana pensiun menyebabkan
tantangan bagi keadaan ekonomi khususnya sistem
jaminan sosial. Kenyataannya pensiun dan jaminan
sosial hanya dapat memberikan perlindungan minimal
bagi warga negara Indonesia yang bekerja di sektor
formal dengan kelompok usia reproduktif dan tidak
memperhitungkan populasi lansia (Heller 2014).
Walaupun demikian, pemerintah Indonesia pun akhirnya
mulai menyadari kondisi jaminan sosial dan sistem
kesehatan yang tidak merata.
Di tahun 2015, pemerintah mulai melirik pemenuhan
kebutuhan lansia melalui sembilan agenda prioritas
(Nawa Cita) Pembangunan Nasional 2015-2019 dengan
salah satu agendanya adalah perlindungan sosial
serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional
Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-2019. Perlindungan
sosial menekankan tentang pengurangan kemiskinan
dan kesenjangan; peningkatan kualitas manusia
dan masyarakat; dan meningkatkan pembudayaan
kesetiakawanan sosial dalam penyelenggaraan
perlindungan sosial yang salah satunya berpusat pada
penduduk disabilitas dan lansia (Bappenas 2015).
Sayangnya, program yang dirancang belum menangkap
kebutuhan lansia secara menyeluruh. Layanan yang
diagendakan hanya berfokus pada lansia miskin
dengan masalah khusus, seperti ditinggalkan atau tidak
memiliki keluarga. Sementara program untuk memenuhi
kebutuhan lansia seperti menanggapi krisis dalam
pemulihan perekonomian dan peningkatan pendapat
regional belum ada dalam rancangan Nawa Cita (Do-Le
& Raharjo 2002). Kerentanan lansia yang tidak muncul
ini akhirnya akan menimbulkan kerentanan lain. Dan
sayangnya rancangan program pemerintah juga belum
terjangkau oleh lansia perempuan di Desa Pancuran
karena permasalahan ekonomi dan sosial.
Data di Desa Pancuran menunjukkan bahwa semua
lansia perempuan tinggal bersama keluarganya dengan
jumlah rata-rata empat orang anggota keluarga.
Keberadaan keluarga yang tinggal serumah membuat
program perlindungan sosial pemerintah tidak
memprioritaskan lansia perempuan di Desa Pancuran.
Data yang diperoleh menunjukkan hanya lima lansia
perempuan dari 30 responden yang bekerja (Tabel
1). Terdapat tiga lansia perempuan yang melakukan
pekerjaan tidak rutin sebagai wiraswasta pembuat krupuk
karak/krupuk beras dan hanya mendapat penghasilan
rata-rata 50 ribu rupiah per hari. Selain itu, terdapat satu
lansia perempuan yang masih menyewa rumah yang
ditinggali. Kerentanan pada keamanan sosial ini dapat
mengakibatkan situasi kesehatan dan kualitas hidup
yang buruk, terutama ancaman penyakit kronis yang
tidak menular dan kekurangan dukungan nansial untuk
mengakses layanan kesehatan (Ng et al. 2010) termasuk
layanan posyandu santun lansia yang diprogramkan oleh
Kementerian Kesehatan untuk menjawab kebutuhan
lansia.
196
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, 193-204
Tabel 1 Demogra Lansia Perempuan di Desa Pancuran
Responden Umur Jumlah anggota
tinggal serumah Status Pekerjaan Penghasilan per hari
1 70 tahun 5 Tidak Milik Pribadi
2 68 tahun 4 Tidak Milik Pribadi
3 63 tahun 2 Tidak Milik Pribadi
4 67 tahun 2 Ya Milik Pribadi
5 64 tahun 6 Tidak Milik Pribadi
6 71 tahun 7 Tidak Milik Pribadi
7 81 tahun 3 Tidak Milik Pribadi
8 80 tahun 6 Tidak Milik Pribadi
9 65 tahun 4 Tidak Milik Pribadi
10 70 tahun 3 Tidak Milik Pribadi
11 61 tahun 1 Tidak Milik Pribadi
12 63 tahun 3 Ya Milik Pribadi
13 63 tahun 2 Ya Milik Pribadi
14 64 tahun 5 Tidak Milik Pribadi
15 75 tahun 7 Tidak Sewa
16 61 tahun 2 Ya Milik Pribadi
17 70 tahun 7 Ya Milik Pribadi
18 103 tahun 3 Tidak Milik Pribadi
19 74 tahun 4 Tidak Milik Pribadi
20 65 tahun 7 Tidak Milik Pribadi
21 88 tahun 3 Tidak Milik Pribadi
22 76 tahun 2 Tidak Milik Pribadi
23 61 tahun 6 Ya Milik Pribadi
24 61 tahun 3 Tidak Milik Pribadi
25 60 tahun 4 Tidak Milik Pribadi
26 72 tahun 2 Ya Milik Pribadi
27 78 tahun 2 Tidak Milik Pribadi
28 77 tahun 7 Tidak Milik Pribadi
29 65 tahun 8 Ya Milik Pribadi
30 63 tahun 4 Tidak Milik Pribadi
Sumber: diolah dari data lapangan 2019
Posyandu santun lansia adalah sebuah posyandu
yang bertujuan untuk mewujudkan lansia aktif.
Sayangnya tantangan sisi nansial dan akses sik
untuk kualitas dari layanan kesehatan muncul setelah
Indonesia menerapkan sistem desentralisasi (Kadar,
Francis & Sellick 2013). Padahal seharusnya posyandu
santun lansia harus dapat memperhatikan kemudahan
untuk diakses, proaktif, dan menghormati keadaan lansia
dibandingkan jenis puskesmas untuk sasaran lain. Selain
itu, pengembangan prinsip hak asasi manusia (HAM)
dalam hal ketersediaan, akses, adaptasi, kesetaraan dan
universal harus diperhatikan khususnya pada lansia
perempuan. Kesulitan untuk mengakses posyandu
santun lansia dengan program yang umum membuat
lansia perempuan enggan mengunjunginya. Walaupun
demikian ternyata tidak semua layanan posyandu lansia
terakses oleh lansia.
197
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari &
Catherina Frisca Yaniariyani
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan:
Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia Perempuan di Desa Pancuran, Salatiga
Preliminary Study on Access to Health Services for Elderly Women:
The Age and Socio-Economic Issues of Elderly Women in Pancuran Village, Salatiga
Gambar 1. Jarak Tempuh Desa Pancuran ke Puskesmas Tegalrejo atau RS Dr. Asmir
Sumber: Googlemaps
Hasil pengambilan data yang dilakukan menunjukkan
bahwa di Desa Pancuran tidak terdapat layanan
posyandu lansia. Ketiadaan posyandu santun lansia
di Desa Pancuran membuat lansia perempuan harus
mencari akses layanan kesehatan yang lain. Terdapat satu
lansia yang mendapatkan layanan kesehatan dari gereja
sedangkan 29 lansia perempuan lainnya mengakses
layanan kesehatan ke puskesmas wilayah Tegalrejo atau
ke Rumah Sakit Dr. Asmir DKT. Jarak tempuh dari Desa
Pancuran ke puskemas wilayah Tegalrejo adalah 2,8
km-4,1 km sedangkan jarak ke Rumah Sakit Dr. Asmir
DKT adalah 800 m-1 km (Gambar 1). Jarak ke layanan
kesehatan ini biasa ditempuh oleh lansia perempuan
di Desa Pancuran dengan berjalan kaki. Faktor jarak
ini menjadi pemicu bagi 21 lansia perempuan untuk
mengakses layanan kesehatan jika sedang sakit saja; 6
lansia perempuan mengaku tidak pernah mengakses
layanan kesehatan manapun sedangkan 3 lansia
perempuan mengakses layanan kesehatan lebih dari
satu kali. Jarak yang harus ditempuh lansia perempuan
ke layanan kesehatan dan kekosongan Posyandu Lansia
di Desa Pancuran menciptakan kerentanan untuk
mengakses layanan kesehatan bagi lansia perempuan.
Layanan Kesehatan dan Respons Lansia Perempuan
di Desa Pancuran: Ekonomi, Usia dan Penyakit
Ketiadaan layanan kesehatan di Desa Pancuran
menimbulkan konsekuensi bagi lansia Perempuan. Empat
dari enam lansia perempuan yang tidak mengakses
layanan kesehatan berada pada umur 60-65 tahun dan
hanya satu lansia perempuan yang bekerja. Kelima lansia
perempuan ini mengaku bahwa ketakikutsertaan mereka
untuk mengakses layanan kesehatan dikarenakan
mereka tidak sakit. Usia lansia perempuan ini masih
tergolong sebagai lansia akhir berdasarkan kategori
Departemen Kesehatan (2009) yang menyebutnya
sebagai usia yang masih bisa aktif untuk beraktivitas.
Walaupun keempat lansia perempuan ini tidak bekerja,
umur yang masih berada direntang lansia yang aktif
menyingkirkan pemikiran tentang proses penuaan yang
negatif (Sun & Smith 2017) sehingga keadaan yang
dianggap sehat tidak memerlukan akses ke layanan
kesehatan. Keadaan ini pun didukung oleh keempat
lansia ini yang mengaku bahagia dengan dirinya yang
masih diberi nafas kehidupan dan tidak ada beban karena
anak sudah bekerja sehingga bisa berkumpul dengan
cucu. Pernyataan bahagia ini menjadi kental oleh lansia
di Indonesia karena kuatnya anggapan bahwa keluarga
adalah pihak yang bertanggung jawab untuk pelayanan
jangka panjang bagi lansia (Setiyani, Sumarwati &
Ramawati 2015). Padahal menurut McPake dan Mahal
(2017) melakukan intervensi pada lansia di layanan
kesehatan diperlukan untuk membantu lansia mengatasi
kesulitan-kesulitannya karena proses penuaannya.
Satu lansia yang tidak mengakses layanan kesehatan
adalah lansia yang berumur 103 tahun. Usia yang
melebihi angka harapan hidup rata-rata di Indonesia
ini menunjukkan bahwa lansia ini sudah menerima
proses penuaannya dan bahagia karena suaminya juga
masih hidup. Adanya dukungan sosial yang berasal dari
198
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, 193-204
suaminya dan tiga orang lainnya yang tinggal serumah
dapat berhubungan dengan kesehatan mental pada
lansia perempuan ini (Tajvar, Grundy & Fletcher 2018).
Keluarga dapat memberikan dukungan sosial dari segi
hubungan personalnya (Li, Ji & Chen 2014). Sementara
satu lansia lainnya tidak mengakses layanan kesehatan
karena pengaruh dari faktor ekonomi yang berhubungan
dengan umur. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Bierman (2014) tentang hubungan antara umur dan
keadaan nansial terlihat bahwa umur berhubungan
sangat kuat pada perempuan maupun lansia dengan
edukasi yang rendah tetapi tidak pada lansia yang lahir
pada keadaan perekonomian menegah ke atas. Kondisi
edukasi yang rendah pada lansia perempuan akan
meningkatkan rentannya mendapatkan pekerjaan.
Lansia perempuan yang tidak bekerja dan masih memiliki
rumah dengan sistem sewa meningkatkan kekhawatiran
untuk mengakses layanan kesehatan yang memerlukan
biaya. Berdasarkan pengakuannya lansia perempuan ini
tidak memiliki penyakit tetapi dari keterangan anggota
keluarga yang tinggal serumah ia memiliki penyakit
muntah darah.
Sementara dua puluh satu lansia yang mengakses
kesehatan hanya jika sakit memiliki rentang umur 60-
65 tahun sebanyak 6 orang dan 67 tahun berjumlah
11 orang. Perbedaan ini dipengaruhi oleh komplikasi
penyakit yang dialami oleh lansia perempuan (Tabel 2).
Lebih dari satu penyakit tidak menular seperti diabetes
dan hipertensi yang dialami oleh lansia perempuan
usia 60-65 tahun mengharuskan mereka untuk
memeriksakan diri ke layanan kesehatan terutama jika
sakitnya kambuh. Banyaknya komplikasi pada lansia
perempuan di Desa Pancuran juga diperngaruhi oleh
faktor ekonomi. Kemiskinan yang dialami sejak awal
hidup akan berpengaruh pada penyakit tertentu di usia
tua. Terkadang paparan terhadap zat-zat yang bersifat
racun dan lingkungan selama berkerja atau hidupnya
dapat mengakibatkan lansia memiliki prevalensi tinggi
untuk penyakit tidak menular dan disabilitas (Mudege &
Ezeh 2009). Contohnya adalah lansia perempuan di Desa
Pancuran memiliki komplikasi Diabetes Melitus (DM).
Komplikasi diabetes melitus lebih sering terjadi pada
individu berdasarkan status sosial ekonominya. Individu
yang berada pada area miskin akan lebih banyak terkena
penyakit diabetes melitus dibanding pada individu
dengan perekonomian menengah ke atas (Mudege &
Ezeh 2009). Sementara lansia yang berumur lebih dari
67 tahun juga dipengaruhi oleh pandangan negatif
terhadap proses penuaannya yang akan membuat lansia
perempuan lebih jarang mencari layanan kesehatan
yang bersifat preventif (Kim et al. 2014). Walaupun
demikian akses layanan kesehatan yang dilakukan oleh
lansia perempuan Desa Pancuran juga dipengaruhi oleh
dukungan sosial dari masyarakat dan keluarga yang
diperolehnya. Semua lansia yang masih mengakses
layanan kesehatan hanya akan mengakses layanan
kesehatan ini jika diantar oleh minimal salah satu dari
keluarganya yang tinggal serumah.
Tabel 2 Risiko Penyakit pada Lansia Perempuan di Desa Pancuran
Responden Umur Anggapan Memiliki
Penyakit
Jenis Penyakit Waktu untuk Akses
Layanan
1 70 tahun Ya As. Urat Jika Sakit
2 68 tahun Ya HT + As. Urat Jika Sakit
3 63 tahun Tidak
4 67 tahun Ya Kolesterol Jika Sakit
5 64 tahun Ya DM + HT Jika Sakit
6 71 tahun Ya Ginjal + HT Jika Sakit
7 81 tahun Ya HT + Maag Jika Sakit
8 80 tahun Ya HT Jika Sakit
9 65 tahun Ya HT Sebulan 2x
10 70 tahun Ya Jantung Jika Sakit
11 61 tahun Ya HT + DM Jika Sakit
12 63 tahun Ya DM Jika Sakit
13 63 tahun Ya HT Jika Sakit
14 64 tahun Tidak
15 75 tahun Tidak Muntah Darah Jika Sakit
16 61 tahun Tidak
199
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari &
Catherina Frisca Yaniariyani
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan:
Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia Perempuan di Desa Pancuran, Salatiga
Preliminary Study on Access to Health Services for Elderly Women:
The Age and Socio-Economic Issues of Elderly Women in Pancuran Village, Salatiga
Responden Umur Anggapan Memiliki
Penyakit
Jenis Penyakit Waktu untuk Akses
Layanan
17 70 tahun Ya Vertigo Jika Sakit
18 103 tahun Tidak
19 74 tahun Ya Stroke Sebulan 1x
20 65 tahun Ya Anemia Jika Sakit
21 88 tahun Ya Stroke + DM Jika Sakit
22 76 tahun Ya DM Jika Sakit
23 61 tahun Tidak
24 61 tahun Ya HT Jika Sakit
25 60 tahun Ya As. Urat Jika Sakit
26 72 tahun Ya HT + DM Jika Sakit
27 78 tahun Ya Vertigo Jika Sakit
28 77 tahun Ya Stroke Jika Sakit
29 65 tahun Ya Ginjal + DM Sebulan 2x
30 63 tahun Tidak
Keterangan: HT: Hipertensi; DM: Diabetes Melitus
Sumber: diolah dari data lapangan 2019
Aspek Sosial dan Kerentanan Lansia Perempuan pada
Akses Layanan Kesehatan
Selain faktor ekonomi, faktor sosial juga memengaruhi
lansia perempuan untuk mengakses layanan kesehatan.
Aspek sosial yang menyoal gender sering menuntut
perempuan untuk memasak bagi seluruh anggota
keluarganya. Perempuan merasa bahwa ia memiliki
tanggung jawab harus mengatur keamanan pangan
bagi keluarganya. Untuk itu perempuan merasa memiliki
kewajiban untuk memasak dan menyediakan makan
bagi anggota keluarganya walaupun ia tidak memiliki
hak untuk membuat keputusan. Anggapan ini pun sering
membuat perempuan mengabaikan kesehatannya dan
mengutamakan mengurus keluarganya (Vatsala, Prakash
& Prabhavathi 2017). Keadaan ini akan berlangsung terus
sampai masa lansia. Rasa abai yang dimiliki oleh lansia
perempuan ini juga relevan dengan lansia perempuan di
Desa Pancuran yang mengakses layanan kesehatan jika
sakit saja. Keberadaan keluarga yang tinggal bersama
lansia perempuan yang rata-rata berjumlah empat orang
akan memicu lansia untuk abai terhadap kesehatannya
terlebih dengan layanan kesehatan yang tidak selalu
ada di Desa Pancuran. Di sisi lain minimnya peran lansia
perempuan dalam membuat keputusan termasuk
soal penyediaan makanan meningkatkan risiko lansia
perempuan untuk mengalami malanutrisi.
Keadaan lansia perempuan yang memiliki tingkat
pendidikan rendah, status sosial dan standar hidup
akan menambah risiko mereka untuk mengalami
Faktor ekonomi yang banyak berperan dalam
membentuk anggapan terkait akses layanan kesehatan
juga terlihat pada dua lansia berumur 65 tahun
yang memiliki pekerjaan tetap. Program pemerintah
Indonesia untuk mendirikan sebuah badan sebagaimana
diatur dalam UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial menunjukkan bahwa
BPJS adalah suatu badan yang memberikan kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat. Undang-Undang ini kemudian ditindaklanjuti
melalui PP No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
yang diubah menjadi PP No. 111 tahun 2013 tentang
Perubahan Atas PP No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan. Dibentuknya badan ini dan implementasinya
yang dimulai tahun 2014 memberikan efek pada sektor
pemerintah dan swasta yang diamanatkan oleh BPJS
untuk mewujudkan hak hidup sehat bagi para pekerja
(Wahyati Yustina 2015). Pekerjaan formal yang dijalani
kedua lansia perempuan memberikan menjamin pada
mereka untuk mendapatkan jaminan kesehatan. Dengan
demikian walaupun satu lansia perempuan menyatakan
bahwa ia tidak bahagia karena tidak dapat beraktivitas
tetapi ia tidak punya masalah ekonomi dan memiliki
jaminan kesehatan sehingga mengakses layanan
kesehatan sebulan dua kali pun tidak masalah. Sementara
satu lansia perempuan lainnya pun tidak rentan terhadap
akses pada layanan kesehatan walaupun tidak memiliki
komplikasi penyakit.
200
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, 193-204
Tabel 3 Lansia Perempuan dan Pangan
Responden Umur Memasak/ Membeli Jumlah Gigi untuk
Menguyah
Kuantitas Makan
1 70 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
2 68 tahun Membeli Lengkap 3 kali
3 63 tahun Membeli Tidak Lengkap 3 kali
4 67 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
5 64 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
6 71 tahun Membeli Tidak Lengkap 2 kali
7 81 tahun Membeli Tidak Lengkap 1 kali
8 80 tahun Membeli Tidak Lengkap 2 kali
9 65 tahun Memasak Lengkap 3kali
10 70 tahun Memasak Tidak Lengkap 3 kali
11 61 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
12 63 tahun Memasak Tidak Lengkap 3 kali
13 63 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
14 64 tahun Memasak Tidak Lengkap 3 kali
15 75 tahun Memasak Tidak Lengkap 3 kali
16 61 tahun Memasak Tidak Lengkap 3 kali
17 70 tahun Memasak Lengkap 3 kali
18 103 tahun Membeli Tidak Lengkap 3 kali
19 74 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
20 65 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
21 88 tahun Membeli Tidak Lengkap 3 kali
22 76 tahun Memasak Tidak Lengkap 3 kali
23 61 tahun Memasak Tidak Lengkap 1 kali
24 61 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
25 60 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
26 72 tahun Memasak Tidak Lengkap 3 kali
27 78 tahun Membeli Tidak Lengkap 3 kali
28 77 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
29 65 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
30 63 tahun Memasak Tidak Lengkap 2 kali
Sumber: diolah dari data lapangan 2019
malanutrisi ketika penyediaan gizi tidak seimbang.
Walaupun demikian, terdapat juga perubahan lain
yang menyebabkan lansia menjadi lebih berisiko
terhadap malanutrisi seperti perubahan siologis yang
terjadi termasuk rasa kenyang yang cepat dan lama
dirasakan serta permasalahan gigi dan mengunyah.
Data di Desa Pancuran menunjukkan hanya tiga lansia
perempuan yang memiliki gigi lengkap. Sementara
27 lansia perempuan yang tidak memiliki gigi lengkap
mengakui bahwa mereka mengalami kesulitan untuk
mengunyah. Lansia perempuan yang masih memiliki gigi
lengkap dapat mengonsumsi makanan hingga tiga kali
sedangkan yang tidak maksimal hanya dua kali (Tabel 3).
201
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari &
Catherina Frisca Yaniariyani
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan:
Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia Perempuan di Desa Pancuran, Salatiga
Preliminary Study on Access to Health Services for Elderly Women:
The Age and Socio-Economic Issues of Elderly Women in Pancuran Village, Salatiga
Risiko malanutrisi meningkat karena pendapatan
ekonomi rendah berhubungan dengan kemiskinan
yang berasosiasi dengan tingkat pendidikan yang
rendah. Berdasarkan pendidikan hanya 5 orang lansia
perempuan yang lulus SLTA, sedangkan 12 lansia tidak
pernah sekolah, 9 orang hanya berpendidikan sampai
Sekolah Dasar (SD) dan 4 orang berpendidikan SLTP.
Rendahnya pendidikan lansia perempuan di Desa
Pancuran menyebabkan meningkatnya kerentanan
pada keamanan ekonominya. Keadaan ini akhirnya
akan memengaruhi kesadaran pemilihan makanan
(Donini et al. 2013). Selain itu, pemilihan makanan ini
akan berubah seiring dengan bertambahnya usia, rasa
sakit, dan kurangnya kemandirian yang terjadi pada
lansia (Peura-Kapanen, Jallinoja & Kaarakainen 2017).
Pemilihan makanan yang dilakukan oleh lansia akhirnya
akan memengaruhi asupan makanannya karena adanya
perubahan fungsi gustatory. Perubahan psikologis juga
akan berpengaruh terhadap jumlah gigi yang tidak
lengkap pada lansia. Keadaan ini menyebabkan lansia
lebih sering mengonsumsi sedikit buah-buahan dan
sayur. Makanan yang akan menjadi kesukaan lansia
adalah makanan yang manis dan lunak (Sergi et al. 2017).
Pemilihan makanan juga dipengaruhi oleh faktor sosial
seperti kemudahan dan harga (Locher et al. 2008) dan
faktor kemudahan bukan merupakan tantangan bagi
lansia perempuan di Desa Pancuran melainkan harga.
Desa Pancuran yang terletak di belakang pasar kota
memiliki keuntungan karena akses terhadap makanan
yang mudah. Meski demikian, dari 30 responden terdapat
enam lansia perempuan dengan disabilitas (Tabel 4) yaitu
berjalan dengan menggunakan alat bantu dan tidak
dapat melakukan banyak gerakan. Keadaan disabilitas ini
akan memengaruhi akses terhadap makanan dari sudut
mencapai sumber makanan. Selain itu, kondisi disabilitas
juga akan meningkatkan kerentanan lansia perempuan
untuk membuat keputusan penyediaan makanan bagi
keluarganya.
Risiko malanutrisi yang tinggi pada lansia juga
disadari oleh pemerintah maka pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2016
tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia
tahun 2016-2019 disebutkan bahwa salah satu strategi
nasional yang dilakukan adalah kegiatan pembinaan
gizi lanjut usia secara terpadu agar lanjut usia hidup
berkualitas. Program ini diterjemahkan ke dalam
Posyandu Santun Lansia melalui pemberian makanan
tambahan, seperti susu, kacang hijau, telur, buah-buahan,
dan makanan tambahan yang tidak mengandung banyak
lemak. Sayangnya, program ini tetap tidak terakses oleh
lansia perempuan di Desa Pancuran karena hanya satu
lansia perempuan yang pernah mendapatkan bantuan
dari layanan kesehatan berupa sembako. Bantuan dari
layanan kesehatan ini pun ternyata bukan berasal dari
layanan kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah tetapi
dari gereja. Posisi gender pada lansia perempuan dapat
menjadi faktor risiko lansia perempuan untuk memiliki
kerentanan lain di aspek kesehatan, seperti terjadinya
malanutrisi.
Aspek Budaya dalam Layanan Kesehatan Lansia
Perempuan
Marginalisasi terhadap perempuan dapat
menyebabkan perempuan lebih rentan mengalami
kemiskinan di usia tua jika perempuan tidak mendapatkan
gaji yang tinggi selama hidupnya. Kemiskinan juga akan
menimbulkan kerentanan untuk beberapa hal, termasuk
tingginya paparan terhadap risiko dan menurunnya
akses ke layanan kesehatan (Mudege & Ezeh 2009).
Keprihatinan pada layanan kesehatan pada lansia
perempuan juga datang pada angka harapan hidup
lansia perempuan yang tinggi sehingga meningkatkan
populasi usia tua. Angka harapan hidup yang panjang
berasosiasi dengan beban penyakit yang juga
berhubungan dengan meningkatnya biaya perawatan
kesehatan (Hazra, Rudisill & Gulliford 2018). Meskipun
kerentanan berlapis terjadi pada lansia perempuan
di Desa Pancuran dan terjadi kekosongan layanan
kesehatan tetapi lansia perempuan tetap terus mencari
layanan kesehatan dan beranggapan bahwa datang
ke layanan kesehatan memberikan perubahan yang
signikan pada kesembuhan penyakitnya. Anggapan
ini muncul karena bagi lansia perempuan sugesti bahwa
layanan kesehatan dapat menolong mereka lebih kuat
dibanding keberadaannya.
Penelitan yang dilakukan oleh Triratnawati, Wulandari
dan Marthias (2014) menunjukkan bahwa sugesti muncul
pada penyembuhan medis tradisional saja dan tidak
pada pelayanan kesehatan modern yang mudah diakses.
Faktanya studi di Desa Pancuran memperlihatkan bahwa
lansia perempuan mengombinasikan antara sugesti
dan layanan kesehatan modern. Sugesti yang muncul
dari nilai budaya menjadi lebih kuat karena sugesti ini
terbangun oleh kebiasaan mendatangi satu tempat
secara berulang-ulang. Sebanyak 25 lansia perempuan
yang mengatakan bahwa mengakses layanan kesehatan
memberikan efek positif adalah lansia yang memiliki
penyakit tidak menular dan delapan lansia perempuan
memiliki penyakit komplikasi minimal dua. Penyakit
tidak menular yang diderita menjadi sering kambuh jika
202
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, 193-204
mereka tidak melakukan upaya pengaturan kesehatan,
seperti pengaturan pola makan. Oleh karena itu lansia
ini akan secara rutin datang ke layanan kesehatan dan
memiliki kesempatan besar untuk bertemu dokter atau
perawat yang sama.
Temuan ini menunjukkan bahwa persepsi yang
dimiliki oleh lansia, pengembangan pemahaman
akan nilai dan pilihan lansia, dan interaksi secara sosial
merupakan faktor yang penting untuk mendorong
lansia mencari layanan kesehatan. Walaupun pemerintah
dan masyarakat memiliki pandangan yang sangat
kuat terhadap lansia yang tinggal bersama keluarga
dalam mendapatkan dukungan, tetapi peran keluarga
tidak sepenuhnya cukup. Ini terkait dengan perubahan
demogra yang menyebabkan terjadinya urbanisasi dan
migrasi pada anggota keluarga dengan usia produktif
untuk mencari pekerjaan. Tidak jarang mereka akan
meninggalkan anaknya kepada orang tuanya yang sudah
lansia untuk pergi bekerja. Akibatnya keadaan ini akan
meningkatkan kerentanan lansia perempuan karena
mereka merasa bertanggung jawab untuk merawat
cucu mereka dan tidak peduli terhadap kesehatan
mereka (Shetty 2012). Oleh karena itu tidak jarang lansia
perempuan tetap bekerja di usia tuanya, walaupun tidak
mendapatkan penghasilan yang rutin. Dengan demikian
sistem kesehatan yang menjawab kebutuhan lansia
menjadi penting untuk disediakan.
Hasil studi di Desa Pancuran menunjukkan pentingnya
sistem layanan kesehatan untuk mempertimbangkan
posisi gender guna mendorong lansia menjadi lansia
aktif sebagaimana dikemukakan WHO, dapat diwujudkan
salah satunya melalui pelibatan aspek budaya. Aspek
ini menjadi penting karena budaya yang merupakan
aspek sosial dan muncul dari komunitas merupakan
faktor dominan yang meningkatkan kompleksitas
permasalahan lansia perempuan. Selain itu, pelibatan
aspek budaya yang terdiri dari nilai-nilai yang berbeda
di setiap organisasi, komunitas, individu dan profesional
dapat membantu untuk mewujudkan layanan terintegrasi
(Miller 2018). Munculnya aspek budaya pada layanan
kesehatan juga akan mendorong munculnya pelayanan
yang berpusat pada pasien yang dapat meningkatkan
kualitas pasien. Layanan kesehatan yang berpusat pada
pasien akan memberikan kesempatan bagi pasien
untuk mendapatkan umpan balik yang sesuai dengan
kebutuhan (Saha, Beach & Cooper 2008). Model layanan
kesehatan ini tidak hanya memberikan efek pada pasien
tetapi juga pada keluarga.
Aspek budaya berupa sugesti tidak hanya muncul
pada lansia perempuan di Desa Pancuran tetapi juga
pada keluarga. Keterlibatan keluarga untuk selalu hadir
dalam mengakses layanan kesehatan di Desa Pancuran
menunjukkan bahwa keluarga juga memiliki sugesti
kuat pada layanan kesehatan yang dituju. Keyakinan
keluarga pada aspek budaya juga ditunjukkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Simbolon dan Simbolon
(2018) tentang adanya hubungan antara budaya dan
kepercayaan dengan pemanfaatan layanan kesehatan.
Untuk itu pengarusutamaan aspek budaya pada layanan
kesehatan ini seharusnya muncul dari perilaku, sikap,
dan kebijakan yang berintegrasi pada sistem, institusi,
dan profesional yang bekerja efektif pada situasi
multibudaya. Untuk menjadikan pola ini berkelanjutan
maka diperlukan pengetahuan, kesadaran, perilaku, sikap
pada seluruh jajaran layanan, mulai dari administrasi
hingga praktisi.
Penutup
Sistem dan keberadaan layanan kesehatan yang
ada di Indonesia mengalami tantangan terutama
karena adanya perubahan struktur penduduk. Jumlah
lansia perempuan khususnya dengan angka harapan
hidup yang tinggi menjadi salah satu tantangan bagi
layanan kesehatan. Desa Pancuran yang terletak di
Salatiga memiliki kekosongan peran layanan kesehatan.
Keadaan ekonomi lansia perempuan di Desa Pancuran
yang tergolong menengah ke bawah menyebabkan
kerentanan pada kesehatan mereka ditambah dengan
keadaan sik yang buruk dan umur yang semakin
menua. Selain aspek ekonomi, anggapan secara sosial
dan budaya terhadap gender sebagai perempuan juga
memengaruhi kerentanan terhadap kesehatan. Lansia
perempuan di Desa Pancuran tinggal bersama anggota
keluarganya rata-rata berjumlah empat orang. Situasi ini
membuat lansia perempuan beranggapan mereka harus
melakukan perannya untuk menyediakan kebutuhan
pangan dan melupakan kesehatannya. Anggapan
ini dapat berakibat pada meningkatnya malanutrisi.
Walaupun demikian, lansia perempuan di Desa Pancuran
tetap berupaya mengakses layanan kesehatan yang
berjarak tempuh minimal 1 km jika mereka sakit.
Penelitian ini menunjukkan bahwa aspek budaya penting
dalam layanan kesehatan. Pengarusutamaan aspek
budaya pada layanan kesehatan ini seharusnya muncul
dari perilaku, sikap dan kebijakan yang berintegrasi pada
sistem, institusi dan profesional yang bekerja efektif
pada situasi multibudaya. Untuk menjadikan pola ini
berkelanjutan maka diperlukan pengetahuan, kesadaran,
perilaku, sikap pada seluruh jajaran layanan, mulai dari
administrasi hingga praktisi. Munculnya aspek budaya
203
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari &
Catherina Frisca Yaniariyani
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan:
Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia Perempuan di Desa Pancuran, Salatiga
Preliminary Study on Access to Health Services for Elderly Women:
The Age and Socio-Economic Issues of Elderly Women in Pancuran Village, Salatiga
ini akan menjamin layanan kesehatan yang terintegrasi,
berpusat pada pasien, dan ramah gender.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik 2017, Lanjut usia 2017, Statistik Penduduk
Lanjut Usia 2017, Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Bappenas 2015, Perlindungan sosial lanjut usia, Depok.
Bierman, A 2014, “Reconsidering the Relationship between Age and
Financial Strain among Older Adults”, Society and Mental Health, vol.
4, no. 3, hh. 197–214, doi: 10.1177/2156869314549675.
Department of Economic and Social Aairs Publications 2007,
World Population Ageing 2007, Population (English Edition), http://
www.un.org/esa/population/publications/WPA2007/Full_text.pdf.
Department of Economic and Social Aairs Publications 2013,
‘World Population Ageing 2013’.
Do-Le, KD & Raharjo, Y 2002, “Community-Based Support for
the Elderly in Indonesia: The Case of PUSAKA”, Southeast Asia’s
Population In A Changing Asian Context, (June), pp. 10–14.
Donini, LM, Scardella, P, Piombo, L, Neri, B, Asprino, R, Proietti, AR,
… Morrone, A 2013, “Malnutrition in elderly: Social and economic
determinants”, Journal of Nutrition, Health and Aging, vol. 17, no. 1,
hh. 9–15, doi: 10.1007/s12603-012-0374-8.
Fernandes, SG, Rodrigues, AM, Nunes, C, Santos, O, Gregório,
MJ, de Sousa, RD, … Canhão, H 2018, “Food Insecurity in Older
Adults: Results From the Epidemiology of Chronic Diseases Cohort
Study 3”, Frontiers in Medicine, vol. 5 (July), hh. 1–12. doi: 10.3389/
fmed.2018.00203.
Govender, V & Penn-Kekana, L 2007, Gender biases and discrimination:
a review of health care interpersonal interactions.
Hazra, NC, Rudisill, C & Gulliford, MC 2018, “Determinants of
healthcare costs in the senior elderly: age, comorbidity, impairment,
or proximity to death?”, European Journal of Health Economics,
Springer Berlin Heidelberg, vol. 19, no. 6, hh. 831–842, doi: 10.1007/
s10198-017-0926-2.
Heller, PS 2014, “Is Asia Prepared for An Aging Population?”, IMF
Working Papers, vol. 6, no. 272, h. 1, doi: 10.5089/9781451865325.001.
Hightower, J 2010, “Abuse in later life: when and how dose gender
matter?”, dalam G Gutman & C Spencer (eds.), Aging, Ageism and
Abuse, Elsevier Inc., Burlington, hh. 17–30.
Kadar, KS, Francis, K & Sellick, K 2013, “Ageing in Indonesia - Health
Status and Challenges for the Future, Ageing International, vol. 38,
no. 4, hh. 261–270, doi: 10.1007/s12126-012-9159-y.
Kemenkes RI 2017, “Analisis lansia di Indonesia”, Pusat
data dan informasi, hh. 1–2, www.depkes.go.id/download.
php?le=download/.../infodatin lansia 2016.pdf.
Kim, SE, Moored, DK, Giasson, LH & Smith, J 2014, “Satisfaction with
Aging and Use of Preventive Health Services”, HHS Public Access, vol.
25, no. 3, hh. 289–313, doi: 10.1007/s11065-015-9294-9.Functional.
Li, H, Ji, Y & Chen, T 2014, “The roles of dierent sources of social
support on emotional well-being among Chinese elderly”, PLoS
ONE, vol. 9, no. 3, hh. 1–8, doi: 10.1371/journal.pone.0090051.
Locher, LJ, Ritchie, SC, Robinson, OC, Roth, LD, West, SD & Burgio,
LK 2008, “A multidimensional approach to understanding under-
eating in homebound older adults: The importance of social
factors”, Gerontologist, vol. 48, no. 2, hh. 223–234, http://www.
embase.com/search/results?subaction=viewrecord&from=export
&id=L351705987.
Mamhidir, AG, Kihlgren, M & Soerlie, V 2010, “Malnutrition in elder
care: Qualitative analysis of ethical perceptions of politicians and
civil servants”, BMC Medical Ethics, vol. 11, no. 1, doi: 10.1186/1472-
6939-11-11.
McPake, B & Mahal, A 2017, “Addressing the needs of an
aging population in the health system: The Australian case,
Health Systems and Reform, vol. 3, no. 3, hh. 236–247, doi:
10.1080/23288604.2017.1358796.
Miller, R 2018, “Collaborative Competence: What are the Skills,
Values, and Behaviours That We Need for Integrated Care?”, Aging,
Health, Well-being and Care in a Time of Extreme Demographic
Change, Aging & Society, Tokyo, hh. 1–8.
Mudege, NN & Ezeh, AC 2009, “Gender, aging, poverty and health:
Survival strategies of older men and women in Nairobi slums”,
Journal of Aging Studies, Elsevier Inc., vol. 23, no. 4, hh. 245–257, doi:
10.1016/j.jaging.2007.12.021.
Napsiyah, S 2005, Understanding Aging Issues in Indonesia, McGill
University, McGill University.
Ng, N, Hakimi, M, Byass, P, Wilopo, S & Wall, S 2010, “Health and
quality of life among older rural people in Purworejo District,
Indonesia”, Global Health Action, vol. 3, no. 1, h. 2125, doi: 10.3402/
gha.v3i0.2125.
Peura-Kapanen, L, Jallinoja, P & Kaarakainen, M 2017, “Acceptability
of convenience food among older people”, SAGE Open, vol. 7, no. 1,
doi: 10.1177/2158244017698730.
Saha, S, Beach, CM & Cooper, AL 2008, “Patient Centeredness,
Cultural Competence and Healthcare Quality”, NIH Public Access, vol.
100, no. 11, hh. 1275–1285, doi: 10.1038/jid.2014.371.
Schröder-Butterll, E & Fithry, TS 2014, “Care dependence in old
age: Preferences, practices and implications in two Indonesian
communities”, Ageing and Society, vol. 34, no. 3, hh. 361–387, doi:
10.1017/S0144686X12001006.
Sergi, G, Bano, G, Pizzato, S, Veronese, N & Manzato, E 2017, “Taste
loss in the elderly: Possible implications for dietary habits”, Critical
Reviews in Food Science and Nutrition, vol. 57, no. 17, hh. 3684–3689,
doi: 10.1080/10408398.2016.1160208.
Setiyani, R, Sumarwati, M & Ramawati, D 2015, “Attitude towards
future elderly support: a study among Indonesian young adults”,
International Journal of Research in Medical Sciences, vol. 3, no. 1, hh.
S74–S78, doi: 10.18203/2320-6012.ijrms20151524.
Shetty, P 2012, “Grey matter: ageing in developing countries”, The
Lancet, Elsevier Ltd, vol. 379, no. 9823, hh. 1285–1287, doi: 10.1016/
S0140-6736(12)60541-8.
Simbolon, P & Simbolon, N 2018, “Association between Social-
Cultural and the Utilization of Elderly Integrated Health Services
(Posyandu Lansia) in Hamparan Perak Health Center”, Unnes
Journal of Public Health, vol. 7, no. 1, hh. 50–54, doi: 10.15294/ujph.
v7i1.18201.
204
Jurnal Perempuan, Vol. 24 No. 3, Agustus 2019, 193-204
Sun, JK & Smith, J 2017, “Self-perceptions of aging and perceived
barriers to care: Reasons for health care delay”, Gerontologist, vol.
57, hh. S216–S226, doi: 10.1093/geront/gnx014.
Tajvar, M, Grundy, E & Fletcher, A 2018, “Social support and mental
health status of older people: A population-based study in Iran-
Tehran, Aging and Mental Health, vol. 22, no. 3, hh. 344–353, doi:
10.1080/13607863.2016.1261800.
Trihandini, I 2007, “Potret Buram Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia
di Indonesia”, Kesmas: National Public Health Journal, vol. 1, no. 5, h.
226, doi: 10.21109/kesmas.v1i5.295.
Triratnawati, A, Wulandari, A & Marthias, T 2014, “The Power
of Sugesti in Traditional Javanese Healing Treatment”, Jurnal
Komunitas, vol. 6, no. 2, hh. 280–292, doi: 10.15294/komunitas.
v6i2.3307.
Vatsala, L, Prakash, J & Prabhavathi, S 2017, “Food Security and
Nutritional Status of Women Selected from a Rural Area in South
India”, Journal of Food, Nutrition and Population Health, vol. 1, no. 2,
hh. 1–8.
Wahyati Yustina, E 2015, “Hak Atas Kesehatan Dalam Program
Jaminan Kesehatan Nasional dan Corporate Social Responsibility
(CSR)”, Jurnal Kisi Hukum: Jurnal Ilmiah Hukum, vol. 14, no. 1, hh.
108–109.
WHO 2007, “Women , Ageing and Health : A Framework
for Action”, Focus on Gender, http://whqlibdoc.who.int/
publications/2007/9789241563529_eng.pdf.
World Health Organization 2007, Global Age-friendly Cities: A Guide.
ix
Ucapan Terima Kasih pada Mitra Bestari
1. Prof. Sylvia Tiwon (University of California, Berkeley)
2. Dr. Rosalia Sciortino (Mahidol University & Chulalongkorn University)
3. Dr. Widjajanti M Santoso (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
4. Ro’fah, PhD. (UIN Sunan Kalijaga)
5. Dr. Ida Ruwaida Noor (Universitas Indonesia)
6. Ruth Indiah Rahayu, M. Fil. (Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara)
Gerakan 1000 Sahabat Jurnal Perempuan
Pemerhati Jurnal Perempuan yang baik,
Jurnal Perempuan (JP) pertama kali terbit dengan nomor 01 Agustus/September 1996
dengan harga jual Rp 9.200,-. Jurnal Perempuan hadir di publik Indonesia dan terus-menerus
memberikan yang terbaik dalam penyajian artikel-artikel dan penelitian yang menarik
tentang permasalahan perempuan di Indonesia.
Tahun 1996, Jurnal Perempuan hanya beroplah kurang dari seratus eksemplar yang didistribusikan sebagian besar secara
gratis untuk dunia akademisi di Jakarta. Kini, oplah Jurnal Perempuan berkisar 3000 eksemplar dan didistribusikan ke
seluruh Indonesia ke berbagai kalangan mulai dari perguruan tinggi, asosiasi profesi, guru-guru sekolah, anggota DPR,
pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan kalangan umum seperti karyawan dan ibu rumah tangga.
Kami selalu hadir memberikan pencerahan tentang nasib kaum perempuan dan kelompok minoritas lainnya melalui
kajian gender dan feminisme. Selama perjalanan hingga tahun ini, kami menyadari betapa sangat berat yang dihadapi
kaum perempuan dan betapa kami membutuhkan bantuan semua kalangan termasuk laki-laki untuk peduli pada
perjuangan perempuan karena perjuangan ini.
Jurnal Perempuan menghimbau semua orang yang peduli pada Jurnal Perempuan untuk membantu kelangsungan
penerbitan, penelitian dan advokasi Jurnal Perempuan. Tekad kami adalah untuk hadir seterusnya dalam menyajikan
penelitian dan bacaan-bacaan yang bermanfaat untuk masyarakat Indonesia dan bahkan suatu saat dapat merambah
pembaca internasional. Kami berharap anda mau membantu mewujudkan cita-cita kami.
Bila anda percaya pada investasi bacaan bermutu tentang kesetaraan dan keadilan dan peduli pada keberadaan Jurnal
Perempuan, maka, kami memohon kepada publik untuk mendukung kami secara nansial, sebab pada akhirnya Jurnal
Perempuan memang milik publik. Kami bertekad menggalang 1000 penyumbang Jurnal Perempuan atau 1000 Sahabat
Jurnal Perempuan. Bergabunglah bersama kami menjadi penyumbang sesuai kemampuan anda:
SJP Mahasiswa S1 : Rp 150.000,-/tahun
SJP Silver : Rp 300.000,-/tahun
SJP Gold : Rp 500.000,-/tahun
SJP Platinum : Rp 1.000.000,-/tahun
SJP Company : Rp 10.000.000,-/tahun
Formulir dapat diunduh di http://www.jurnalperempuan.org/sahabat-jp.html
Anda akan mendapatkan terbitan-terbitan Jurnal Perempuan secara teratur, menerima informasi-informasi kegiatan
Jurnal Perempuan dan berita tentang perempuan serta kesempatan menghadiri setiap event Jurnal Perempuan.
Dana dapat ditransfer langsung ke bank berikut data pengirim, dengan informasi sebagai beriktut:
- Bank Mandiri Cabang Jatipadang atas nama Yayasan Jurnal Perempuan Indonesia
No. Rekening 127-00-2507969-8
(Mohon bukti transfer diemail ke ima@jurnalperempuan.com)
Semua hasil penerimaan dana akan dicantumkan di website kami di: www.jurnalperempuan.org
Informasi mengenai donasi dapat menghubungi Himah Sholihah (Hp 081807124295,
email: ima@jurnalperempuan.com).
Sebagai rasa tanggung jawab kami kepada publik, sumbangan anda akan kami umumkan pada tanggal 1 setiap
bulannya di website kami www.jurnalperempuan.org dan dicantumkan dalam Laporan Tahunan Yayasan Jurnal
Perempuan.
Salam pencerahan dan kesetaraan,
Gadis Arivia
(Pendiri Jurnal Perempuan)
ETIKA & PEDOMAN PUBLIKASI BERKALA ILMIAH
JURNAL PEREMPUAN
http://www.jurnalperempuan.org/jurnal-perempuan.html
Jurnal Perempuan(JP) merupakan jurnal publikasi ilmiah yang terbit setiap tiga bulan dengan menggunakan
sistem peer review (mitra bestari) untuk seleksi artikel utama, kemudian disebut sebagai Topik Empu. Jurnal
Perempuan mengurai persoalan perempuan dengan telaah teoritis hasil penelitian dengan analisis mendalam dan
menghasilkan pengetahuan baru. Perspektif JP mengutamakan analisis gender dan metodologi feminis dengan
irisan kajian lain seperti lsafat, ilmu budaya, seni, sastra, bahasa, psikologi, antropologi, politik dan ekonomi.Isu-
isu marjinal seperti perdagangan manusia, LGBT, kekerasan seksual, pernikahan dini, kerusakan ekologi, dan lain-
lain merupakan ciri khas keberpihakan JP. Anda dapat berpartisipasi menulis di JP dengan pedoman penulisan
sebagai berikut:
1. Artikel merupakan hasil kajian dan riset yang orisinal, autentik, asli dan bukan merupakan plagiasi atas karya
orang atau institusi lain. Karya belum pernah diterbitkan sebelumnya.
2. Artikel merupakan hasil penelitian, kajian, gagasan konseptual, aplikasi teori, ide tentang perempuan, LGBT,
dan gender sebagai subjek kajian.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, sejumlah 10-15 halaman (5000-7000 kata), diketik dengan tipe huruf
Calibri ukuran 12, Justify, spasi 1, pada kertas ukuran kwarto dan atau layar Word Document dan dikumpulkan
melalui alamat email pada (redaksi@jurnalperempuan.com).
4. Sistematika penulisan artikel disusun dengan urutan sebagai berikut: Judul komprehensif dan jelas dengan
mengandung kata-kata kunci. Judul dan subbagian dicetak tebal dan tidak boleh lebih dari 15 kata. Nama
ditulis tanpa gelar, institusi, dan alamat email dicantumkan di bawah judul. Abstrak ditulis dalam dua bahasa:
Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia secara berurutan dan tidak boleh lebih dari 100-150 kata, disertai 3-5
kata kunci. Pendahuluan bersifat uraian tanpa subbab yang memuat: latar belakang, rumusan masalah,
landasan konseptual, dan metode penelitian. Metode Penelitian berisi cara pengumpulan data, metode
analisis data, serta waktu dan tempat jika diperlukan. Pembahasan disajikan dalam subbab-subbab dengan
penjudulan sesuai dalam kajian teori feminisme dan/atau kajian gender seperti menjadi ciri utama JP. Penutup
bersifat reektif atas permasalahan yang dijadikan fokus penelitian/kajian/ temuan dan mengandung nilai
perubahan. Daftar Pustaka yang diacu harus tertera di akhir artikel.
5. Catatan-catatan berupa referensi ditulis secara lengkap sebagai catatan tubuh (body note), sedangkan
keterangan yang dirasa penting dan informatif yang tidak dapat disederhanakan ditulis sebagai Catatan
Akhir (endnote).
6. Penulisan Daftar Pustaka adalah secara alfabetis dan mengacu pada sistem Harvard Style, misalnya (Arivia
2003) untuk satu pengarang, (Arivia & Candraningrum 2003) untuk dua pengarang, (Candraningrum, Dhewy
& Pratiwi 2016) untuk tiga pengarang, dan (Arivia et al. 2003) untuk empat atau lebih pengarang. Contoh:
Arivia, G 2003, Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
Amnesty International (AI) 2010, Left Without a Choice: Barriers to Reproductive Health in Indonesia, diakses
pada 5 Maret 2016, http://www2.ohchr.org/english/bodies/cedaw/docs/ngos/AmnestyInternational_for_
PSWG_en_Indonesia.pdf
Candraningrum, D (ed.) 2014, Body Memories: Goddesses of Nusantara, Rings of Fire and Narrative of Myth,
Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
Dhewy, A 2014, “Faces of Female Parliament Candidates in 2014 General Election”, Indonesian Feminist Journal,
vol. 2 no. 2, h. 130-147.
“Sukinah Melawan Dunia” 2014, KOMPAS, 18 Desember, diakses 20 Desember 2014, http://nasional.kompas.
com/read/2014/12/18/14020061/Sukinah.Melawan.Dunia
7. Kepastian pemuatan diberitahukan oleh Pemimpin Redaksi dan atau Sekretaris Redaksi kepada penulis.
Artikel yang tidak dimuat akan dibalas via email dan tidak akan dikembalikan. Penulis yang dimuat kemudian
akan mendapatkan dua eksemplar JP cetak.
8. Penulis wajib melakukan revisi artikel sesuai anjuran dan review dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari.
9. Hak Cipta (Copyright): seluruh materi baik narasi visual dan verbal (tertulis) yang diterbitkan JP merupakan
milik JP. Pandangan dalam artikel merupakan perspektif masing-masing penulis. Apabila anda hendak
menggunakan materi dalam JP, hubungi redaksi@jurnalperempuan.com untuk mendapatkan petunjuk.
Catatan Jurnal Perempuan
Perempuan dan Kesehatan
Artikel
Faktor Nilai Budaya Yang Memengaruhi Kesehatan Ibu dan Anak
Inang Winarso & Ressa Ria Lestari
Kerentanan Kesehatan Kerja Perempuan Pekerja Rumahan: Studi di Industri Padat Karya di Penjaringan, Jakarta Utara
Evania Putri Rifyana
Kajian Awal Akses Layanan Kesehatan Lansia Perempuan: Persoalan Usia dan Sosial Ekonomi Lansia Perempuan di Desa Pancuran,
Salatiga
Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari & Catherina Frisca Yaniariyani
Pengumpulan Data untuk memenuhi Target SDG: Indeks Keadilan Gender APIK (AGJI)
Saskia Wieringa
Pengalaman Personal Perempuan Penyintas Kanker Payudara Sebagai Konfrontasi atas Pemaknaan Tubuh Perempuan
Abby Gina & Atnike Sigiro
Akses Perempuan Miskin terhadap Layanan Pemeriksaan Kehamilan dan Persalinan di Indonesia: Studi Kasus di Lima Kabupaten
Dyan Widyaningsih, Elza Samantha Elmira, dan Andi Misbahul Pratiwi
Tinjauan Riset Berorientasi Kebijakan tentang Kematian Ibu
Dewi Komalasari & Jane Daniels
Pengetahuan Perempuan dan Tenaga Fasilitas Kesehatan tentang Akses Layanan Kesehatan Reproduksi dan Seksual yang Dibiayai
Jaminan Kesehatan Nasional: Survei di 15 Kabupaten-Kota di Indonesia
Herna Lestari & Atnike Nova Sigiro
Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kehamilan Tidak Diinginkan di Delapan Provinsi Sumatra: Antara Norma Agama,
Adat dan Negara
Dina Lumbantobing, Sita Van Bemmelen, Andi Misbahul Pratiwi & Anita Dhewy
Vol. 24 No. 3, Agustus 2019
102
p-ISSN 1410-153X
e-ISSN 2541-2191
Perempuan dan Kesehatan
Diterbitkan oleh:
Yayasan Jurnal Perempuan
No. Akreditasi: 748/Akred/P2MI-LIPI/04/2016
Perempuan dan Kesehatan Vol. 24 No. 3, Agustus 2019 165-288
Jurnal Perempuan 102
Jl. Karang Pola Dalam II No. 9A
Jati Padang, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan 12540
INDONESIA
Phone/Fax: +62 21 22701689
Patung sampul depan: “Solidaritas” (Dolorosa Sinaga, 2000)
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
Introduction: The public health problem of food insecurity also affects the elderly population. This study aimed to estimate the prevalence of household food insecurity and its associations with chronic disease and health-related quality of life characteristics in individuals ≥65 years of age living in the community in Portugal. Methods: The data were collected from the Epidemiology of Chronic Diseases Cohort Study 3 (EpiDoC3)—Promoting Food Security Study (2015–2016), which was the third evaluation wave of the EpiDoC and represented the Portuguese adult population. Food insecurity was assessed using a psychometric scale adapted from the Brazilian Food Insecurity Scale. The data on sociodemographic variables, chronic disease, and management of chronic disease were self-reported. Health-related quality of life were assessed using the European Quality of Life Survey (version validated for the Portuguese population). Logistic regression models were used to determine crude and adjusted odds ratios (for age group, gender, region, and education). The dependent variable was the perceived level of food security. Results: Among older adults, 23% were living in a food-insecure household. The odds of living in a food-insecure household were higher for individuals in the 70–74 years age group (odds ratio (OR) = 1.405, 95% confidence interval (CI) 1.392–1.417), females (OR = 1.545, 95% CI 1.534–1.556), those with less education (OR = 3.355, 95% CI 3.306–3.404), low income (OR = 4,150, 95% CI 4.091–4.210), and those reporting it was very difficult to live with the current income (OR = 16.665, 95% CI 16.482–16.851). The odds of having a chronic disease were also greater among individuals living in food-insecure households: diabetes mellitus (OR = 1.832, 95% CI 1.818–1.846), pulmonary diseases (OR = 1.628, 95% CI 1.606–1.651), cardiac disease (OR = 1.329, 95% CI 1.319–1.340), obesity (OR = 1.493, 95% CI 1.477–1.508), those who reduced their frequency of medical visits (OR = 4.381, 95% CI 4.334–4.428), and who stopped taking medication due to economic difficulties (OR = 5.477, 95% CI 5.422–5.532). Older adults in food-insecure households had lower health-related quality of life (OR = 0.212, 95% CI 0.210–0.214). Conclusions: Our findings indicated that food insecurity was significantly associated with economic factors, higher values for prevalence of chronic diseases, poor management of chronic diseases, and decreased health-related quality of life in older adults living in the community.
Article
Full-text available
Objectives: To investigate direct and stress-buffering associations between social support from family and the mental health of older people in Iran, a country which has recently undergone an exceptionally fast fertility transition and is consequently experiencing rapid population ageing. Method: A cross-sectional stratified random survey of 800 people aged 60+ years resident in Tehran was conducted. In total, 644 people responded. The Social Provisions Scale and the General Health Questionnaire were used to measure perceived social support and mental health, respectively. Multilevel mixed-effects models were used to examine the hypotheses. Results: The findings supported the hypothesis of a direct association between perceived and received social support and mental health. However, we did not find strong evidence to suggest that social support buffered the effects of stress arising from limitations of physical functioning. Lack of help doing paperwork was associated with worse mental health for women but not men. Source of support did not seem to be important. Conclusion: Our results indicated that in Tehran, as in Western settings, social support is important for the mental well-being of older people. Recommendations for policy and further research priorities based on the study findings were provided.
Article
Full-text available
This paper aims to explore the beliefs in society toward traditional healing regardless of the more accessible, affordable and improved modern health services. This ethnographic study was conducted in Yogyakarta in 2013-2014. Phenomenological approach was used to analyze the data using the theory of health seeking behavior as the guiding principle of this research. The main factor influencing Javanese community’s belief in traditional healing was the power of placebo effect. Placebo can arise from both the patient and the healer. Additionally, other factors such as compatibility between the patients and the healer, patient’s aversion to doctor’s therapy, and the fact that traditional treatment is cheaper, easier, and more effective than modern medicine were the main considerations for patients in choosing traditional treatment. The benefit of psychotherapy provided through traditional medicine is in the form of life advices or counseling. In addition, healers’ attentiveness in listening to patients’ complaints was also the main appeal of the traditional health care service.Tulisan ini mengupas kepercayaan masyarakat pada penyembuhan medis tradisional meski pelayanan kesehatan modern semakin mudah diakses, murah/gratis pembiayaannya serta ditingkatkan pelayanannya. Studi etnografis ini dilakukan di DIY tahun 2013-2014. Pendekatan fenomenologi digunakan untuk menganalisis data disertai teori health seeking behavior. Kunci kepercayaan masyarakat Jawa berobat ke penyembuh tradisional adalah pengaruh sugesti. Sugesti muncul baik dari penderita maupun penyembuh. Selain itu faktor cocok, takut dengan terapi dokter serta murah, mudah dan manjur juga menjadi pertimbangan pasien ke pengobatan tradisional. Manfaat psikoterapi berupa nasihat, wejangan maupun saran serta kemampuan penyembuh tradisional mendengar curahan hati pasien menjadi daya tarik lain pasien merasa cocok ke pengobatan non medis.
Article
Full-text available
Jumlah dan proporsi kelompok lanjut usia (lansia) di seluruh dunia, terus meningkat, dan cenderung menjadi masalah kesehatan dan sosial sehingga mendapat perhatian dan dukungan yang serius. Resolusi PBB no 46/ 1991, 16 Desember 1991 menghimbau agar seluruh negara di dunia memberikan hak yang layak kepada kelompok lansia. Di Indonesia, populasi lansia pada tahun 2000 (17,2 juta) meningkat 3 kali lebih besar dari pada tahun 1970 (5,3 juta). Pada tahun 2020, jumlah dan proporsi kelompok lansia di Indonesia diprediksi akan mencapai 28 juta jiwa dan 9,5%. Aspek legal telah menempatkan lansia Indonesia pada tempat yang respek dan terhormat, tetapi, kenyataan memperlihatkan sebaliknya, lansia berada pada posisi yang lemah, tersisihkan dan tak berdaya. Tujuan pelayanan kesehatan lansia adalah mengantarkan mereka melintasi usia lanjut dalam keadaan sehat, berbahagia, produktif dan mandiri. Tanpa aksi nyata yang terencana, serius dan sinambung, lansia justru semakin terpuruk dan berkembang menjadi masalah kesehatan dan sosial yang serius. Jumlah lansia telantar dan berisiko tinggi terlantar adalah 3.274.100 dan 5.102.800 orang. Lansia yang menjadi gelandangan dan pengemis adalah 9.259 orang, dan yang mengalami tindak kekerasan 10.511 orang. Pengakuan hak lansia ternyata masih sebatas undang-undang belum diimplementasikan pada aksi nyata yang terencana, terukur dan sinambung.Kata kunci: Lansia, hak undang-undang, status kesehatanAbstractGlobally, the number and proportion of aging increase sharply and continuously. The importance of aging as public health problem has attracted serious attention and support by United Nation as shown by its resolution No 46/ 1991, 16 December 1991, that recommends the countries all over the world to provide appropriate rights for aging people. In Indonesia, the number of aging people in 1970 (5,3 milions) increases 3 times higher in 2000 (17, 2 millions). In 2020, the number and proportion of aging population in Indonesia are predicted to be about 28 millions and 9,5%, respectively. The Indonesian legal aspect has placed aging people in respectful and honored position. But, the reality shows the opposite side where the aging people are eliminated and being in a dependent position. The legal aspect must able to deliver Indonesian aging community pass through the old age in a healthy, happy, productive and independent condition. But, without planned, serious, and continuous real actions, the aging people condition will become worst and worst. The increasing number and proportion of aging people, if not followed by quality improvement of health services tend to be serious social and public health problem. The numbers of already neglected and high risk of neglected aging people in Indonesia are about 3.274.100 and 5.102.800 persons, respectively. The aging people who are homeless and begging on street is 9.259 persons, and those suffered from abuse is 10.511 persons. In Indonesia, the aging people’s rights is only shown on regulation but it has not implemented yet.Keywords: Aging people, rights, health status.
Article
Full-text available
Background: Demographic phenomenon of population ageing in Indonesia has raised concern over number of issues including the provision of long-term support for older people. Since young generation has been influenced by social economic development, this may affect the willingness of taking care for their ageing parents. This study is intended to examine adult children’s willingness to parent care in the future and factors that associated with . Methods: This cross sectional study was conducted among well-educated young adults who have a potential conflict between work responsibility and obligation to care for elderly parent in the future. A total of 300 final year students of a state university in Purwokerto district, Central Java, Indonesia, participated in this study. A self-administered questionnaire, using Likert scale (1-4), was used to measure attitudes in four types of support. A higher score meant a higher willingness to provide supports. Results: The highest score was noted in emotional supports (3.67), followed by appraisal, instrumental and informational supports (3.50, 3.33 and 3.25 respectively). Gender and number of children in the family were significantly associated with commitment to provide support. Daughter showed higher willingness to provide emotional supports than son. Meanwhile, lower instrumental, appraisal and total supports were demonstrated by adult children who have one or less sibling than those who have two or more siblings. Conclusions: The findings suggest that Indonesian young adult is likely to continue to uphold the value of intergenerational support. The findings also indicate that the gendered nature of care remains unchanged.
Article
Full-text available
Previous research documents a robust relationship between financial strain and psychological distress in older adults, but does not clearly indicate whether financial strain changes with age in late life. We show that age is positively related to financial strain when age and cohort effects are separated using growth curve modeling, and this relationship is masked in conventional regression models by a negative effect of birth cohort. Age-related increases are stronger among women and elders with lower levels of education, but weaker when individuals were born substantially before or at the end of the Great Depression. This research demonstrates that many older adults are increasingly exposed to a pernicious socioeconomic stressor as they age, but these increases are circumscribed by placement in a matrix of historical and structural circumstances. Furthermore, analyses that do not distinguish between age and cohort effects may fail to detect these increases.
Article
Background and objectives: Self-perceptions of aging (SPA), or attitudes toward one's aging experience, have been linked to health through multiple pathways. Few studies, however, have investigated how older adults' views on aging influence their care-seeking behaviors. Research design and methods: Using two independent subsamples from the Health and Retirement Study (2011 Health Care Mail Survey: N = 2,866; 2013 Health Care and Nutrition Study: N = 2,474), logistic regression and negative binomial regression were used to examine the association between SPA and health care delay over the next 12 months. Subsequently, we used latent class analysis to identify subgroups reporting different reasons for delay. With multinomial logistic regression, we then examined if, compared with the no delay group, SPA differentiated membership in the delay subgroups. Results: In both samples, more negative aging self-perceptions were associated with a higher likelihood of health care delay and more perceived barriers to care, after adjusting for predisposing, enabling, and need factors. Latent class analysis revealed three subgroups characterized by different reasons for delay: (a) limited health care access, (b) too busy to go to the doctor, and (c) dislike of going to the doctor. In fully adjusted models, individuals with more negative SPA were more likely to belong to "limited-access" and "dislike" subgroups compared with the no delay group. Discussion and implications: SPA may affect decision-making processes regarding whether to seek care for worrisome symptoms. Efforts to promote more positive SPA may encourage older adults to be more proactive in addressing their health care needs.
Article
Ageing and problems concerning the aged were until recently the domain of developed countries, but they are now becoming and increasing and alarming reality in developing and underdeveloped countries such as Indonesia. Families and even the nation are facing many challenges relating to support for the elderly. This is because in the past developing policies, and caring for, the elderly were not major priorities of Government as the elderly represented a small percentage of Indonesia's population. One of the challenges impacting on the provision of care for the elderly is the lack of health service programs for the elderly who are living in their own homes. Health personnel shortages including community health nurses have been identified as a significant contributor to this health service problem. This paper will initially consider Indonesia's geography as a nation comprising many islands. It will then discuss the impact of a changing population profile and present and overview and critique of the current level of health services provided to promote wellbeing for the elderly.
Article
Aging may coincide with a declining gustatory function that can affect dietary intake and ultimately have negative health consequences. Taste loss is caused by physiological changes and worsened by events often associated with aging, such as polypharmacy and chronic disease. The most pronounced increase in elderly people's detection threshold has been observed for sour and bitter tastes, but their perception of salty, sweet and umami tastes also seems to decline with age. It has often been suggested that elderly people who lose their sense of taste may eat less food or choose stronger flavors, but the literature has revealed a more complicated picture: taste loss does not appear to make elderly people prefer stronger flavors, but nutrition surveys have pointed to a greater consumption of sweet and salty foods. Real-life eating habits thus seem to be more influenced by other, social and psychological factors. Elderly gustatory function is worth investigating to identify dietary strategies that can prevent the consequences of unhealthy eating habits in the elderly. This paper discusses age-related changes in taste perception, focusing on their consequences on food preferences, and pointing to some strategies for preserving appropriate dietary habits in elderly people.
Article
In the "violence against women field," violence and abuse in the lives of women is viewed as a human rights issue involving both gender and power/control. In the "elder abuse field," victims of abuse are conceptualized as old, frail, and dependent. Definitions of elder abuse are highly contested, but most include the physical, sexual, psychological, and financial abuse of older people, usually taking place in a domestic or institutional context. In addition to specifying age but not gender, this definition differs from a definition of violence against women in that the victim-perpetrator relationship is characterized as one of trust. In contrast to abuse in later life, violence and abuse of younger women was identified through the women's movement and incorporated into that movement as a social problem and as an aspect of larger issues of gender discrimination and inequality. An important principle in the philosophy of the movement has been that hearing from victims and survivors is an essential element in addressing the problem. This has certainly been a key factor in the development of grassroots advocacy and services for younger battered women and their children. The main response to gender violence and discrimination in younger years has been through the advocacy and actions of women.