ArticlePDF Available

Abstract and Figures

ABSTRAK Sumberdaya alam Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah taman nasional. Taman Nasional merupakan bentuk kawasan yang dilindungi dan harus dijaga kelestariannya. Pada saat Taman Nasional Kerinci Seblat selalu di eksploitasi untuk dimanfaatkan kekayaan alamnya sehingga berdampak buruk secara kualitas maupun kuantitas yang menyebabkan terjadi perubahan penutupan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk pemetaan laju deforestasi kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci dan mengetahui faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya deforestasi dengan menggunakan data citra satelit landsat dan sistem informasi geografis. Metode penelitian menggunakan NDVI dan analisi overlay serta pengamatan langsung dilapangan untuk penilaian akurasi. Hasil penelitian menunjukkan klasifikasi non hutan terluas terjadi pada tahun 2015 dengan luas 3.845,87 Ha. Laju deforestasi tahun 1995-2015 terjadi perubahan deforestasi seluas-2.335,94 Ha yang cenderung bertambah pada zona pemanfaatan dengan luas-1.062,89 Ha. Periode kedua tahun 2015-2022 terjadi penurunan laju deforestasi seluas 1.670,93 Ha yang pada zona khusus deforestasi turun dengan luas 0,37 Ha dan terakhir periode ketiga tahun 1995-2022 terjadi deforestasi seluas-665,01 Ha yang pada zona pemanfaatan terjadi peningkatan cukup signifikan dengan luas-965,84 Ha. Faktor jarak dari jalan dengan kategori dekat seluas 107.239,86 Ha mendominasi kawasan TNKS dan jarak dari sungai dengan kategori sedang berada pada luasan 90.051,42 Ha. PENDAHULUAN Mayoritas bangsa di dunia pada umumnya menyetujui keinginan untuk melindungi warisan alami (natural world) yang dapat memberikan kesejahteraan bagi suatu negara yang memiliki kawasan hutan cukup luas di dalam wilayahnya dan mempunyai potensi sangat besar untuk dimanfaatkan secara optimal serta tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam yang berperan penting pada lini kehidupan baik dari ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan (Widodo & Sidik, 2020). Sumberdaya alam Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah taman nasional. Kelestarian sumberdaya alam dalam kawasan taman nasional sangat bergantung pada sikap masyarakat dan pemerintah dalam pemanfaatan sumberdaya lahan terhadap kebutuhan akan lahan yang mana kondisi ini dikhawatirkan menjadi ancaman terhadap keutuhan kawasan Taman Nasional. Salah satu bentuk perubahan lahan yang menjadi sorotan saat ini adalah deforestasi. Deforestasi secara umum merupakan alih fungsi tutupan hutan menjadi tutupan non hutan. Hutan terdeforestasi di Indonesia tidak hanya terjadi pada kawasan hutan produksi atau kawasan hutan
Content may be subject to copyright.
1
ANALISIS SPASIAL DEFORESTASI
TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT
SPTN WILAYAH 1 KERINCI
Kurnia Anggraini1, Dwi Marsiska Driptufany2, Fajrin3, Dwi Arini4
Program Studi Teknik Geodesi, Institut Teknologi Padang
ABSTRAK
Sumberdaya alam Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah taman nasional.
Taman Nasional merupakan bentuk kawasan yang dilindungi dan harus dijaga kelestariannya. Pada saat
Taman Nasional Kerinci Seblat selalu di eksploitasi untuk dimanfaatkan kekayaan alamnya sehingga
berdampak buruk secara kualitas maupun kuantitas yang menyebabkan terjadi perubahan penutupan
lahan. Penelitian ini bertujuan untuk pemetaan laju deforestasi kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci
dan mengetahui faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya deforestasi dengan menggunakan data
citra satelit landsat dan sistem informasi geografis. Metode penelitian menggunakan NDVI dan analisi
overlay serta pengamatan langsung dilapangan untuk penilaian akurasi. Hasil penelitian menunjukkan
klasifikasi non hutan terluas terjadi pada tahun 2015 dengan luas 3.845,87 Ha. Laju deforestasi tahun
1995-2015 terjadi perubahan deforestasi seluas -2.335,94 Ha yang cenderung bertambah pada zona
pemanfaatan dengan luas -1.062,89 Ha. Periode kedua tahun 2015-2022 terjadi penurunan laju
deforestasi seluas 1.670,93 Ha yang pada zona khusus deforestasi turun dengan luas 0,37 Ha dan
terakhir periode ketiga tahun 1995-2022 terjadi deforestasi seluas -665,01 Ha yang pada zona
pemanfaatan terjadi peningkatan cukup signifikan dengan luas -965,84 Ha. Faktor jarak dari jalan
dengan kategori dekat seluas 107.239,86 Ha mendominasi kawasan TNKS dan jarak dari sungai dengan
kategori sedang berada pada luasan 90.051,42 Ha.
Kata Kunci:
Taman Nasional, Deforestasi, Citra Landsat, Sistem Informasi Geografis, NDVI
Kurnia Anggraini,
Program studi teknik geodesi,
Institut Teknologi Padang,
Komp. Bapelkes Gunung Pangilun Padang.
E-mail: kurniaanggraini14@gmail.com
PENDAHULUAN
Mayoritas bangsa di dunia pada umumnya menyetujui keinginan untuk melindungi warisan
alami (natural world) yang dapat memberikan kesejahteraan bagi suatu negara yang memiliki kawasan
hutan cukup luas di dalam wilayahnya dan mempunyai potensi sangat besar untuk dimanfaatkan secara
optimal serta tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam yang berperan penting pada lini
kehidupan baik dari ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan (Widodo & Sidik, 2020).
Sumberdaya alam Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah taman
nasional. Kelestarian sumberdaya alam dalam kawasan taman nasional sangat bergantung pada sikap
masyarakat dan pemerintah dalam pemanfaatan sumberdaya lahan terhadap kebutuhan akan lahan yang
mana kondisi ini dikhawatirkan menjadi ancaman terhadap keutuhan kawasan Taman Nasional. Salah
satu bentuk perubahan lahan yang menjadi sorotan saat ini adalah deforestasi.
Deforestasi secara umum merupakan alih fungsi tutupan hutan menjadi tutupan non hutan.
Hutan terdeforestasi di Indonesia tidak hanya terjadi pada kawasan hutan produksi atau kawasan hutan
2
lindung, namun juga terjadi pada kawasan hutan konservasi seperti pada kawasan taman nasional.
Luas wilayah penelitian 197.233,552 hektar atau 14,19% dari luas TNKS. Data di atas
menunjukan bahwa 52% dari luas Kabupaten Kerinci dikuasi oleh TNKS, Untuk mengetahui informasi
yang memadai tentang perubahan tutupan hutan yang disebabkan oleh deforestasi hutan sehingga
informasi tersebut bisa digunakan untuk melakukan perencanaan, penataan, pengelolaan sumber daya
hutan serta melaksanakan rehabilitasi maka informasi spasial dapat digunakan.
Penelitian ini merupakan pemantauan atas perubahan hutan, maka perlu adanya teknologi untuk
mengkaji dan memantau perubahan lahan di kawasan TNKS. Soesilo (1995), mengatakan bahwa
teknologi penginderaan jauh adalah jawaban yang diperlukan untuk teknologi seperti itu, karena remote
sensing merupakan cara yang paling efisien untuk mengevaluasi dan monitoring setiap perubahan lahan
di kawasan TNKS.
METODE
Jenis penelitian kuantitatif berupa data spasial menggunakan teknologi penginderaan jauh dan
sistem informasi geografi. Analisis keruangan digunakan untuk menghitung kerapatan vegetasi secara
temporal dari tahun 1995, 2015 dan 2022 sehingga dapat diketahui laju deforestasi serta mengkaji faktor
pendorong yang mempengaruhi terjadinya deforestasi. Lokasi penelitian di Taman Nasional Kerinci
seblat yang berada di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Berikut peta lokasi penelitian:
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Penelitian ini terdiri dari citra landsat, peta administrasi TNKS peta administrasi Kabupaten
Kerinci pada skala 1:500.000. Selanjutnya dihitung nilai kerapatan vegetasi dari masing-masing tahun
untuk identifikasi laju deforestasi pada tahap selanjutnya dengan melakukan overlay, sedangkan untuk
uji akurasi dengan melakukan survey langsung kelapangan dan google earth serta menganalisis faktor
pendorong dari jarak jalan dan sungai terhadap deforetasi. Adapun diagram alir penelitian sebagai
berikut:
3
Gambar 2. Diagram alir penelitian
Analisis terhadap kerapatan vegetasi pada tahun 1995, 2015 dan 2022 untuk mengetahui laju
deforestasi dari data kerapatan vegetasi tersebut kemudian dibagi menjadi tiga periode pengamatan
yakni pada tahun 1995-2015, tahun 2015-2022 dan tahun 1995-2022 dalam kurun waktu 27 tahun.
Analisis tingkat deforestasi kawasan hutan dengan menggunakan metode NDVI (Normalized Different
Vegetation Index). Nilai NDVI berkisar dari -1 (air) sampai +1 (vegetasi lebat), untuk perhitungan nilai
NDVI dapat digunakan dengan rumus:
NDVI= (Band 5) - (Band 4) / (Band5) + (Band 4)
Keterangan:
Band 5 = near infrared (NIR)
Band 4 = red
Faktor pendorong deforestasi diperoleh dari hasil analisis terhadap variabel bebas
(independent) yang telah ditentukan sebelumnya dan bekerja dengan variabel respon (dependent) yang
bersifat biner. Analisis jarak pada penelitian ini dilakukan pada faktor jalan dan sungai menggunakan
analisis euclidean distance.
Pengambilan sampel untuk membandingkan hasil interpretasi citra secara visual dilihat melalui
citra resolusi tinggi Google Earth dan pemantauan hasil survei ground check, untuk mengetahui tingkat
akurasi tersebut menggunakan matriks kesalahan dengan tingkat ketelitian yang dicapai minimal 85%.
Rumus perhitungan akurasi tutupan hutan sebagai berikut:
Tingkat akurasi total pixel = 
 
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kerapatan Vegetasi tahun 1995, 2015 dan 2022
Klasifikasi terbagi atas hutan yang disimbolkan warna hijau tua dan non hutan disimbolkan
warna merah, pengklasifikasian ini diperkecil guna untuk memperoleh data deforestasi yang lebih
akurat dan cepat untuk tahun berikutnya karena hanya dilihat terjadinya deforestasi hutan pada kawasan
hutan tersebut.
1.1 Kerapatan Vegetasi Tahun 1995
Berikut ditampilkan pada gambar 3 peta kerapatan vegetasi TNKS di Kabupaten Kerinci tahun
1995 hasil analisis spasial NDVI dibawah ini.
4
Gambar 3. Peta kerapatan vegetasi TNKS di Kabupaten Kerinci Tahun 1995
Hasil kerapatan vegetasi dari klasifikasi non hutan dengan rentang nilai indeks vegetasi dari -
0,73 sampai dengan 0,35 dan hutan dengan nilai indeks vegetasi dari 0,35 sampai dengan 0,80. Berikut
tabel 1 klasifikasi nilai indeks vegetasi tahun 1995.
Tabel 1. Klasifikasi Nilai Indeks Vegetasi Tahun 1995
No
Kelas Kerapatan
Nilai Indeks Vegetasi
1.
Non Hutan
-0,73 s/d 0,35
2.
Hutan
0,35 s/d 0,80
1.2 Kerapatan Vegetasi Tahun 2015
Berikut ditampilkan pada gambar 4 peta kerapatan vegetasi TNKS di Kabupaten Kerinci tahun
2015 hasil analisis spasial NDVI dibawah ini
Gambar 4. Peta kerapatan vegetasi TNKS di Kabupaten Kerinci Tahun 2015
5
Klasifikasi non hutan dengan rentang nilai indeks vegetasi dari -0,89 sampai dengan 0,39 dan
hutan dalam rentang nilai indeks vegetasi 0,39 sampai dengan 0,81. Nilai indeks vegetasi tahun 2015
terdapat pada tabel 2. dibawah ini.
Tabel 2. Klasifikasi Nilai Indeks Vegetasi Tahun 2015
No
Kelas Kerapatan
Nilai Indeks Vegetasi
1.
Non Hutan
-0,89 s/d 0,39
2.
Hutan
0,39 s/d 0,81
1.3 Kerapatan Vegetasi Tahun 2022
Berikut ditampilkan pada gambar 5 peta kerapatan vegetasi TNKS di Kabupaten Kerinci tahun
2022 hasil analisis NDVI dibawah ini.
Gambar 5. Peta kerapatan vegetasi TNKS di Kabupaten Kerinci Tahun 2022
Nilai indeks vegetasi untuk klasifikasi non hutan dari -0,39 sampai dengan 0,20 dan untuk klasifikasi
hutan dengan nilai indeks vegetasi dari 0,20 sampai dengan 0,71. Tabel klasifikasi nilai indeks vegetasi
tahun 2022 terdapat pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Klasifikasi Nilai Indeks Vegetasi Tahun 2022
No
Kelas Kerapatan
Nilai Indeks Vegetasi
1.
Non Hutan
-0,39 s/d 0,20
2.
Hutan
0,20 s/d 0,71
2. Laju Deforestasi Tahun 1995, 2015 dan 2022
Trend laju deforestasi dibagi dalam tiga periode untuk melihat trend perubahan sebaran
deforetasi tersebut, periode pertama dari tahun 1995-2015 dalam jangka waktu 20 tahun, periode kedua
dari tahun 2015-2022 dalam kurun waktu 7 tahun dan yang terakhir periode ketiga dari tahun awal
kajian sampai akhir yaitu tahun 1995-2022 dalam rentang waktu 27 tahun. Berikut dibahas masing-
masing laju deforestasi dari periode pertama, kedua dan ketiga dibawah ini.
2.1 Laju Deforestasi Kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci tahun 1995-2015
Laju deforestasi menunjukkan besarnya perubahan hutan dalam jangka waktu 20 tahun. Hutan
pada zona pemanfaatan mengalami penurunan yang cukup tinggi dengan luas -1.062,89 Ha atau 45,8%
dari luas seluruh zona, pada zona inti terjadi penambahan deforestasi seluas -0,23 Ha atau 0,23% yang
mana merupakan zona yang paling sedikit terjadi deforestasi. Berikut disajikan pada tabel 4 luas laju
deforestasi tahun 1995-2015.
6
Tabel 4. Laju deforestasi tahun 1995-2015 Kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci
Zonasi
Luas (Ha)
Perubahan Hutan
-/+ (Ha)
Persentase
Perubahan (%)
1995
2015
Inti
76,44
76,67
-0,23
0,23
Khusus
12,82
0,37
12,45
1,4
Pemanfaatan
157,13
1.220,02
-1.062,89
45,8
Rehabilitasi
482,80
1.507,36
-1.024,56
43,5
Rimba
780,75
1.041,46
-260,71
11,7
Jumlah
1.509,94
3.845,88
-2.335,94
100
Keterangan: - (peningkatan) + (penurunan)
Pada peta gambar 6 terdapat tiga kelas yaitu deforestasi tahun 1995 disimbolkan dengan warna
merah dan deforestasi tahun 2015 disimbolkan warna oren serta hutan disimbolkan warna hijau tua
yang tetap dibatasi oleh zonasi TNKS di Kabupaten Kerinci. Berikut ditampilkan pada gambar 6 Peta
laju deforestasi TNKS di Kabupaten Kerinci tahun 1995-2022.
Gambar 6. Peta Laju Deforestasi TNKS di Kabupaten Kerinci tahun 1995-2022
2.2 Laju Deforestasi Kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci tahun 2015-2022
Perubahan laju deforestasi hutan tahun 2015-2022 terbesar ada pada zona rehabilitasi yaitu
seluas 1.066,82 Ha atau 63,8%, pada zona khusus sedikit mengalami perubahan deforestasi dengan luas
0,37 Ha atau 0,37%. Berikut pada tabel 5 disajikan luas laju deforestasi tahun 2015-2022.
Tabel 5 Laju deforestasi tahun 2015-2022 Kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci
No
Zonasi
Luas(Ha)
Perubahan lahan
+/- (Ha)
Persentase
Perubahan (%)
2015
2022
1.
Inti
76,67
88,02
-11,35
1,3
2.
Khusus
0,37
0
0,37
0,37
3.
Pemanfaatan
1.220,02
1.122,98
97,04
6,1
4.
Rehabilitasi
1.507,36
440,54
1.066,82
63,8
5.
Rimba
1.041,46
523,41
518,05
30,1
Jumlah
3.845,88
2.174,95
1.670,93
100
Keterangan: - (peningkatan) + (penurunan)
7
Pada peta laju deforestasi tahun 2015-2022 TNKS di Kabupaten Kerinci periode kedua yaitu
deforestasi tahun 2015 disimbolkan dengan warna merah dan deforestasi tahun 2022 disimbolkan warna
oren serta hutan disimbolkan warna hijau tua. Berikut ditampilkan peta laju deforestasi tahun 2015-
2022 dibawah ini.
Gambar 7. Peta Laju Deforestasi TNKS di Kabupaten Kerinci tahun 2015-2022
2.3 Laju Deforestasi Kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci tahun 1995-2022
Periode ketiga laju deforestasi dari tahun pertama 1995 sampai tahun terakhir 2022 dalam kurun
waktu 27 tahun terjadi peningkatan laju deforestasi yang cukup signifikan seluas -665,01 Ha artinya
peningkatan deforestasi bertambah. Zona yang mengalami deforestasi terbanyak pada zona
pemanfaatan dengan luas - 965,85 Ha atau 75,8% dimana ini merupakan angka tertinggi dari perubahan
yang telah dianalisis, selanjutnya perubahan deforestasi paling sedikit terdapat pada zona inti dengan
luas -11,57 Ha 1,8%. Adapun perubahan luas dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6. Laju deforestasi tahun 1995-2022 Kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci
No
Zonasi
Luas(Ha)
Perubahan
Lahan(+/-)
Persentase
perubahan (%)
1995
2022
1.
Inti
76,44
88,02
-11,57
1,5
2.
Khusus
12,82
0
12,82
1,8
3.
Pemanfaatan
157,13
1.122,98
-965,85
75,8
4.
Rehabilitasi
482,80
440,54
42,26
3,2
5.
Rimba
780,75
523,41
257,34
20,3
Jumlah
1.509,94
2.174,95
-665,01
100
Keterangan: - (peningkatan) + (penurunan)
Pada peta terdapat tiga kelas yaitu deforestasi tahun 1995 disimbolkan dengan warna merah
dan deforestasi tahun 2022 disimbolkan warna oren serta hutan disimbolkan warna hijau tua. Berikut
ditampilkan pada gambar 8 peta laju deforestasi TNKS di Kabupaten Kerinci tahun 1995-2022.
8
Gambar 8. Peta Laju Deforestasi TNKS di Kabupaten Kerinci tahun 1995-2022
3. Faktor Pendorong Deforestasi
Peneliti mengambil dua faktor pendorong yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
hutan TNKS di Kabupaten Kerinci. Adapun penyebab umum perubahan lahan yaitu keberadaan jalan
dan sungai. Aksesibilitas berupa jalan yang melewati kawasan hutan untuk menghubungkan antar
daerah atau biasa disebut jalan lintas antar provinsi dengan jarak wilayah cukup jauh maka terjadi
pembukaan lahan. Keberadaan sungai juga dapat mempengaruhi area sekitarnya. Berikut dijelaskan
masing-masing faktor pendorong deforestasi dibawah ini.
3.1 Faktor Jarak dari Jalan
Jalan yang berada dalam atau sekitar kawasan hutan memberikan akses bagi kegiatan
deforestasi sebagai jalur transportasi untuk mendistribusikan hasil hutan. Berikut ditampilkan peta jarak
dari jalan pada gambar 9 dibawah ini.
Gambar 9. Peta jarak dari jalan
9
Kategori jarak dari jalan didominasi oleh kategori dekat yang disimbolkan warna merah dengan
luas 107.239,86 Ha atau 51,8%, artinya kategori jarak yang dekat dari jalan banyak terjadi deforestasi
akibat adanya ekspansi penggunaan lahan. Selanjutnya kategori sedang disimbolkan warna kuning
dengan luas 80.110,81 Ha atau 39,8% dan kategori jauh disimbolkan warna hijau tua dengan luas
21.450,98 Ha atau 10,9% yang mana jarak dari jalan kategori jauh sedikit terjadi deforestasi pada
kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci. Berikut ditampilkan pada gambar 9 peta jarak dari jalan.
Tabel 7. Kategori jarak dari jalan
No
Kategori jarak dari jalan
Luas deforestasi (Ha)
Persentase (%)
1.
Dekat
107.239,86
51,8
2.
Sedang
80.110,81
39,8
3.
Jauh
21.450,98
10,9
Jumlah
208.801,66
100
3.2 Faktor Jarak dari Sungai
Sungai yang berada dalam kawasan hutan memberikan akses bagi kegiatan deforestasi sebagai
jalur untuk transportasi air dalam mendistribusikan hasil hutan apabila tidak ada akses jalan yang bisa
dilalui, oleh karena itu keberadaan sungai sangat memberikan akses jalan bagi kegiatan deforestasi.
Berikut ditampilkan peta jarak dari sungai pada gambar 10 dibawah ini.
Gambar 10. Peta jarak dari sungai
Pada kategori yang telah ditentukan kategori dekat dengan sungai disimbolkan warna merah
dengan luas 60.563,84 Ha atau 29,8% dari luas kawasan, kategori sedang disimbolkan dengan warna
oren dengan luas 90.051,42 Ha atau 43,4% yang merupakan jarak dari sungai dengan jarak yang luas
di kawasan TNKS, selanjutnya kategori jauh disimbolkan warna hijau muda dengan luas 54.121,35 Ha
atau 26,3% dan kategori sangat jauh dari sungai disimbolkan warna hijau tua dengan luasan terkecil
seluas 4.065,04 Ha atau 2,1%. Jadi kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci faktor jarak dari sungai
didominasi berada pada kategori sedang. Berikut disajikan tabel 8 kategori jarak dari sungai.
Tabel 8. Kategori jarak dari sungai
No
Kategori jarak dari sungai
Luas deforestasi (Ha)
Persentase (%)
1.
Dekat
60.563,84
29,8
2.
Sedang
90.051,42
43,4
3.
Jauh
54.121,36
26,3
4.
Sangat Jauh
4.065,04
2,1
Jumlah
208.801,66
100
10
4. Penilaian Akurasi
Berdasarkan sampel dari 100 titik pengamatan pada citra, terdapat titik sampel yang sesuai
dengan hasil pengamatan dilapangan baik hasil survei langsung maupun menggunakan google earth
untuk lokasi yang tidak dilihat secara langsung dan ada juga titik yang berbeda dengan hasil
pengamatan. Kesalahan ini terjadi karena jenis tutupan lahan yang diklasifikasi memiliki warna dan
rona yang mirip dengan kelas lainnya. Benar dan salah dari sebaran titik sampel kemudian diolah ke
dalam tabel Confusion Matrix yang berguna untuk memudahkan proses perhitungan nilai akurasi dari
suatu proses klasifikasi.
Penelitian ini memiliki tingkat ketelitian minimum yang diharapkan adalah 85% dan tingkat
kesalahan maksimum adalah 25%. Berikut tabel penyajian data Confusion Matrix dapat dilihat pada
tabel 9 sebagai berikut: Tabel 9. Confusion Matrix
Keterangan :
Pixel benar :
Pixel Error :
Tingkat akurasi total pixel:
Hasil perhitungan akurasi tutupan hutan diatas adalah sebagai berikut:
Tingkat akurasi total pixel = 
 
=
 
= 90%
Akurasi keseluruhan dari hasil NDVI adalah 90%. Nilai tersebut sudah lebih dari batas minimal
yang telah ditetapkan sebagai syarat akurasi, artinya bahwa kesesuaian antara citra hasil NDVI dengan
kondisi yang aktual dilapangan sebesar 90 % pada tahun 2022.
KESIMPULAN
Kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra telah
terjadi deforestasi hutan. Pengolahan citra landsat 5 TM tahun 1995, dan landsat 8 OLI tahun 2015 dan
tahun 2022 dapat diketahui bahwa klasifikasi non hutan terluas terjadi pada tahun 2015 dengan luas
3.845,88 Ha. Laju deforestasi tahun 1995-2015 terjadi perubahan deforestasi seluas -2.335,94 Ha yang
cenderung bertambah pada zona pemanfaatan dengan luas -1.062,89 Ha. Periode kedua tahun 2015-
2022 terjadi penurunan laju deforestasi seluas 1.670,93 Ha yang pada zona khusus deforestasi turun
dengan luas 0,37 Ha dan terakhir periode ketiga tahun 1995-2022 terjadi deforestasi seluas -665,01 Ha
yang pada zona pemanfaatan terjadi peningkatan cukup signifikan dengan luas -965,85 Ha. Faktor
pendukung deforestasi yaitu jarak dari jalan dengan kategori dekat seluas 107.239,86 Ha mendominasi
kawasan TNKS yang menyebabkan kemudahan serta akses jalan dalam pendistribusian atau
penggunaan lahan disekitarnya. Jarak dari sungai dengan kategori sedang berada pada luasan 90.051,42
Ha yang mana jarak kawasan TNKS dari sungai tidak terlalu berpengaruh.
11
SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan TNKS Kabupaten Kerinci, peneliti
menyarankan perlu adanya penataan tata batas kawasan secara partisipatif antara BTNKS, masyarakat
yang memiliki lahan dan tinggal serta stakeholder terkait, agar rekomendasi ini diketahui penulis
melakukan publikasi melalui jurnal. Kepada pembaca dan pihak terkait untuk dapat memanfaatkan
sistem informasi geografis dan citra satelit dalam pengelolaan kawasan TNKS di Kabupaten Kerinci,
sehingga kebijakan dan strategi yang diterapkan menjadi lebih efektif. Studi tentang perubahan lahan
akan sangat diperlukan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan
pengembangan wilayah yang tetap mendukung lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1999. Undang- undang No. 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Departemen Pertanian dan
Kehutanan. Jakarta.
Aronoff, 1989. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota dengan Sistem Informasi Geografis.
PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010.
Balai Besar TNKS. 2011. Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Lahan tahun 2010 - 2014, Balai Besar
TNKS, Sungai Penuh.
BPS. 2018. Kabupaten Kerinci dalam Angka Tahun 2018. Kerinci: Badan Pusat Statistik.
Brinkman, R. And A.J. Smyth. 1973. Land Evaluation for Ruaral purpose. Intern. Inst. Land Recl.
And Improv (IRLI), Publ. 17, Wigeningen.
Buku Kerinci 2018. Taman Nasional Kerinci Seblat. (http://tnkerinciseblat.or.id/) diakses 20 April
2020
Campbell, J.B. 1987. Introduce To Remote Sensing: Trind Edition. New York: The Guildford Press.
Fazriyas. 1998. Analisis Sosial Ekonomi Petani Peladang di Taman Nasional Kerinci Seblat danPetani
Peladang Peserta Transmigrasi di Provinsi Jambi. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori dan Aplikasi. UGM.
Yogyakarta.
Lillesand and Kiefer, 2004. Remote Sensing And Image Interpretation, John Wiley & Son, New York.
Lillesand, T. M., dan R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Alih Bahasa:
Dulbahri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Lindgren, D.T. 1985. Penginderaan Jauh Untuk Perencanaan Penggunaan Lahan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
LAPAN, UNNES. 2007. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Jakarta. Lo, C. P. 1995.
Penginderaan Jauh Terapan (Di- indonesiakan Oleh B. Purbowaseso).
Universitas Indonesia. Jakarta.
Mather, P.M., 1987. Computer Processing if Remotly-Sensed Image. An introduction, 1st Edition,
Wiley, Chichester.
National Aeronautics and Space Administration, (2014), Landsat 7 Science Data User Handbook,
NASA Press, US.
Nasihin et al. 2016. Land cover change in Kuningan District during 1994- 2015. Procedia
Environmental Sciences 33 (2016) 428- 435.
Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Edisi Revisi, Cetakan kedua. C.V. Informatika.
Bandung.
Sinaga, R.P. dan A. Darmawan. 2014. Perubahan tutupan lahan di Resort Pugung Tampak Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Soehartono, T. 2001. Mencari Langkah Tepat Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. Hlm 37-46
dalam Menguak Tabir Kelola Alam : Pengelolaan Sumberday Alam Kalimantan Timur dalam
Kacamata Disentralisasi. APKSA. Jakarta.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Undang-undang No. 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Departemen Pertanian dan Kehutanan
  • Anonim
Anonim. 1999. Undang-undang No. 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Departemen Pertanian dan Kehutanan. Jakarta.
Land Evaluation for Ruaral purpose
  • R Brinkman
  • A J Smyth
Brinkman, R. And A.J. Smyth. 1973. Land Evaluation for Ruaral purpose. Intern. Inst. Land Recl. And Improv (IRLI), Publ. 17, Wigeningen.
  • Buku Kerinci
Buku Kerinci 2018. Taman Nasional Kerinci Seblat. (http://tnkerinciseblat.or.id/) diakses 20 April 2020
Introduce To Remote Sensing: Trind Edition
  • J B Campbell
Campbell, J.B. 1987. Introduce To Remote Sensing: Trind Edition. New York: The Guildford Press. Fazriyas. 1998. Analisis Sosial Ekonomi Petani Peladang di Taman Nasional Kerinci Seblat danPetani Peladang Peserta Transmigrasi di Provinsi Jambi. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori dan Aplikasi
  • J A Howard
Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori dan Aplikasi. UGM. Yogyakarta.
Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Alih Bahasa: Dulbahri
  • T M Lillesand
  • R W Kiefer
Lillesand, T. M., dan R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Alih Bahasa: Dulbahri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Penginderaan Jauh Untuk Perencanaan Penggunaan Lahan
  • D T Lindgren
Lindgren, D.T. 1985. Penginderaan Jauh Untuk Perencanaan Penggunaan Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
  • Unnes Lapan
  • Jakarta
  • C P Lo
LAPAN, UNNES. 2007. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Jakarta. Lo, C. P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan (Diindonesiakan Oleh B. Purbowaseso).
Landsat 7 Science Data User Handbook, NASA Press, US. Nasihin et al. 2016. Land cover change in Kuningan District during 1994-2015
  • P M Mather
Mather, P.M., 1987. Computer Processing if Remotly-Sensed Image. An introduction, 1st Edition, Wiley, Chichester. National Aeronautics and Space Administration, (2014), Landsat 7 Science Data User Handbook, NASA Press, US. Nasihin et al. 2016. Land cover change in Kuningan District during 1994-2015. Procedia Environmental Sciences 33 (2016) 428-435.