Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
How to cite:
Abdul Munir, Sobri (2023), Rasionalitas Tindakan Sabung Ayam Di Kalangan Penggemar, Vol. 8, No.2,
Februari 2023, Http://Dx.Doi.Org/10.36418/syntax-literate.v8i2.11355
E-ISSN:
2548-1398
Published by:
Ridwan Institute
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-
ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 2, Februari 2023
RASIONALITAS TINDAKAN SABUNG AYAM DI KALANGAN PENGGEMAR
Abdul Munir, Sobri
Jurusan Kriminologi, Universitas Islam Riau, Indonesia
Email: abdulmunir002@gmail.com
Abstrak
Sabung ayam adalah fenomena sosial yang melekat dalam masyarakat. Ada
kecenderungan kegiatan sabung ayam dengan judi di dalamnya. Tentu ada motivasi
atau pertimbangan logis dari penggemar memilih sabung ayam sebagai alat untuk
berjudi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan verstehen.
Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara
mendalam dengan informan kunci ditambah dengan data kepustakaan berupa teori
atau penelitian sebelumnya. Analisis data dilakukan secara kualitatif, dengan
melakukan interpretasi mendalam terhadap hasil wawancara. Kemudian lakukan
pengkodean atau pelabelan bagian data yang identik dengan tema masalah, disusun
secara berurutan, untuk analisis lebih lanjut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di
kalangan penggemar, sabung ayam digunakan sebagai alat yang paling aman untuk
kegiatan perjudian. Pilihan berjudi melalui sabung ayam sangat logis bagi mereka,
berangkat dari pertimbangan karena tidak ada reaksi sosial dari masyarakat, baik
berupa larangan, melapor ke pejabat, atau melabeli mereka sebagai perilaku
menyimpang. Aktivitas judi sabung ayam oleh masyarakat setempat dinilai terbatas
pada tradisi atau hobi hiburan belaka, tanpa ingin memahami konteks judi sebagai
turunannya. Situasi ini kondusif bagi para penjudi sabung ayam, dimana mereka
merasa nyaman melakukan kegiatan perjudiannya tanpa merasa bersalah dan
disalahkan.
Kata Kunci: Rasionalitas, Penyimpangan, Sabung Ayam, Reaksi Sosial.
Abstract
Cockfighting is a social phenomenon inherent in society. There is a tendency for
cockfighting activities with gambling in it. Of course there are motivations or logical
considerations from fans choosing cockfighting as an instrument for gambling. This
study uses a qualitative method with a verstehen approach. The data used are
primary data obtained through in-depth interviews with key informants coupled with
literature data in the form of theories or previous research studies. Data analysis
Rasionalitas Tindakan Sabung Ayam di Kalangan Penggemar
Syntax Literate, Vol. 8, No. 2, Februari 2023 947
was carried out qualitatively, by making in-depth interpretation of the results of the
interviews. Then do the coding or labeling of the part of the data that is identical to
the theme of the problem, arranged sequentially, for further analysis. The results of
the study show that among fans, cockfighting is used as the safest instrument for
gambling activities. The choice to gamble through cockfights is very logical for them,
departing from considerations because there is no social reaction from society,
whether in the form of prohibitions, reporting to officials, or labeling them as deviant
behavior. The activity of cockfighting gambling by the local community is considered
to be limited to a tradition or a hobby for mere entertainment, without wanting to
understand the context of gambling as its derivative. This situation is conducive for
cockfighting gamblers, where they feel comfortable carrying out their gambling
activities without feeling guilty and blamed.
Keywords: Rationality, Deviance, Cockfighting, Social Reaction.
Pendahuluan
Sejarah mencatat dalam The History of Java yang terbit pertama kali pada tahun
1817, dikatakan bahwa sabung ayam dan adu burung puyuh telah menjadi perlombaan
yang sudah sangat umum dilakukan di kalangan masyarakat Jawa pada kala itu (Raffels,
2014: 241). Anthony Reid dalam karyanya Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-
1680 Volume One: The Lands Below the Winds, juga menerangkan dari masa pra-Islam,
di Jawa dan di Bali, praktik sabung ayam memiliki ragam makna, dilakukan dalam ritus
sosial, keagamaan. Selanjutnya darah ayam sabungan dipandang sebagai korban untuk
menyenangkan dewa-dewa, demi kesuburan, demi upacara penyucian, dan untuk
merayakan keberhasilan perang (Reid, 2011).
Dalam pandangan lain, antropolog terkemuka, Clifford James (Geertz, 1992)
melalui essay nya tentang “Deep Play: Notes on The Balinese Cockfight” sebuah riset
berbasis etnografi yang dilakukan pada tahun 1958, bahwa sabung ayam bagi masyarakat
Bali dianggap sebagai simbol ekspresi dari status, otoritas, dan lain sebagainya (Geertz,
1992). Oleh karena itu hingga saat ini, sabung ayam masih sangat melekat dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Kegemaran sabung ayam oleh sebagian masyarakat
dapat terlihat baik bersifat orang-perorangan maupun yang tergabung dalam satu
komunitas (pecinta sabung ayam). Mereka yang tergabung dalam komunitas,
menganggap aktifitas sabung ayam tak lebih sebagai bagian dari hobi sekaligus
melestarikan budaya leluhur.
Lepas dari persoalan tradisi atau budaya, bahwa muncul anggapan
menghubungkan fenomena sabung ayam identik dengan perjudian. Hal ini seolah
menjadi fakta tersendiri yang tidak dapat dipungkiri dilapangan. Sehingga pandangan
seperti yang dikemukakan (Geertz, 1992), tentang sabung ayam dari persfektif etnografi
budaya, sebagai simbol dari status, kekuasaan, ritus agama dan sebagainya, seolah telah
Abdul Munir, Sobri
948 Syntax Literate, Vol. 8, No.2, Februari 2023
bergeser makna yang oleh mereka menjadikannya sebagai instrumen dalam melakukan
aktifitas perjudian.
Sebagai antropolog, Geertz dan Reid tentu tidak membahas secara spesifik kaitan
perilaku budaya dengan tindakan penyimpangan. Sebab budaya sendiri merupakan
keseluruhan dari keyakinan, nilai dan kebiasaan yang dipelajari oleh suatu kelompok
masyarakat tertentu yang membantu mengarahkan perilaku (Sumarwan & Tjiptonon,
2019). Oleh karena itu, dapatlah dimaklumi jika pendekatan budaya tidak untuk dipakai
mengukur kualitas tindakan atau perilaku, sebab perilaku sendiri bagian dari budaya.
Saat ini isu perjudian selalu menjadi penyerta dalam setiap kegiatan sabung ayam
dilakukan. Pada konteks itulah menjadi penting untuk difahaminya logika atau
rasionalitas mereka yang menjadikan sabung ayam sebagai pilihan dalam melangsungkan
aktifitas perjudian. Memahami sesuatu yang tersembunyi dari mengapa dilakukannya
tindakan sabung ayam dan bukan tindakan yang lain dalam aktifitas perjudian, sudah
barang tentu memiliki konsekuensi logis dan masuk akal dari mereka selaku pelaku.
Bagaimanapun sebuah perilaku sosial yang muncul dan tampak kepermukaan itu
hanyalah satu gejala dari apa yang tersembunyi dari munculnya perilaku itu sendiri. Baru
dapat difahami atau dijelaskan manakala bisa diungungkap atau dibongkar apa yang
tersembunyi dalam dunia kesadaran si pelaku (Bungin, 2011).
Tindakan Perilaku Menyimpang, dari perspektif kriminologis, perilaku
menyimpang merupakan sebuah kajian yang aktual, mandiri, dan menarik. Menurut
Hisyam & Hamid, perilaku menyimpang (deviant behaviour) merupakan semua tindakan
yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem tata sosial
masyarakat yang dalam tindakannya dapat dilakukan secara sadar atau tidak sadar yang
berakibat timbulnya korban maupun tanpa korban (2015 : 8).
Selanjutnya, perilaku menyimpang yang menimbulkan korban dapat
dikategorikan sebagai kejahatan, pelanggaran, dan kenakalan. Sedangkan perilaku
menyimpang yang tidak menimbulkan korban disebut penyimpangan, dimana korbannya
adalah diri sendiri (Hisyam & Hamid, 2015).
Senada dengan di atas, dalam pandangan kriminologi, antara kejahatan dan
perilaku menyimpang merupakan dua konsep yang berbeda namun sama-sama sebagai
objek kajian utama disamping juga korban dan reaksi sosial. Konteks yang membedakan
antara kejahatan dan penyimpangan adalah unsur kerugian yang ditimbulkannya. Jika
kejahatan melahirkan kerugian fisik, fsikis dan materi, maka tindakan penyimpangan
hanya berkaitan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial yang
kecenderungannya tidak melahirkan secara langsung kerugian berupa fisik dan materi
terhadap orang lain (Mustofa, 2013).
Rasionalitas Tindakan Perilaku Menyimpang, menurut Adiwarman A. Karim,
menerangkan, yang dimaksud dengan rasionalitas adalah anggapan bahwa manusia
berperilaku secara rasional (masuk akal), dan tidak akan secara sengaja membuat
keputusan yang akan menjadikan mereka lebih buruk (Firmansyah, 2021).
Rasionalitas Tindakan Sabung Ayam di Kalangan Penggemar
Syntax Literate, Vol. 8, No. 2, Februari 2023 949
Selanjutnya, perilaku rasional sendiri dapat mempunyai dua makna, berkaitan dengan
metode dan hasil. Dalam makna metode, perilaku rasional berarti “action selected on the
basis of reasoned thought racher than out of habbit, prejudice or emotion” (tindakan
yang dipilih berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan kebiasaan,
prasangka, atau emosi). Sedangkan dalam makna hasil, perilaku rasional berarti “action
that actually secceeds in achieving desired goals” (tindakan yang benar-benar dapat
mencapai tujuan yang ingin dicapai) (Firmansyah, 2021).
Konsep rasional berasal dari satu akar kata Rasio, reason (Inggris), ratio (latin)
yang berarti hubungan atau pikiran. Sedangkan dalam bahasa Yunani tedapat tiga istilah
yang secara garis besar memiliki arti yang sama yaitu : phronesis, nous, dan logos.
Rasionalisme (Inggris : rationalism) adalah sebuah pendekatan filosofis yang
menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau
unggul, dan bebas dari pengamatan indrawi (Lorens, 2005).
Dalam hal lain, Loren menjelaskan tentang rasionalisasi yang secara hakiki
memiliki dua artian, yaitu posotif dan negatif. Artian positifnya adalah membuat rosional
(masuk akal) atau membuat sesuatu dengan akal budi atau menjadi masuk akal.
Sedangkan artian negatifnya adalah pembenaran berdasarkan motif-motif tersembunyi
(yang biasanya egoistik). Dalam artian negatif ini, alasan-alasan yang diberikan dalam
rasionalisasi umumnya adalah penemuan-penemuan yang tidak benar yang lebih dapat
diterima oleh ego seseorang ketimbang kebenaran itu sendiri (Lorens, 2005).
Dengan demikian menurut Loren, rasionalisasi adalah suatu upaya untuk
menjadikan atau membuat sesuatu itu menjadi rasional (masuk akal) dengan memberikan
alasan-alasan agar sesuatu itu dapat diterima oleh akal dan diterima oleh orang lain
(Lorens, 2005).
Sedangkan dalam pandangan Max Weber, konsep rasionalisasi dihubungkan
dengan tindakan individu yang subjektif. Tindakan subjektif individu itu kemudian
menjadi basis dari teori Weber yang terkenal tentang tindakan sosial (social action).
Adapun yang dimaksudkan dengan tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang
tindakannya itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi pelaku yang diarahkan kepada
orang lain atau sebaliknya tindakan yang dilakukan atas respon dari tindakan orang lain
(Wirawan, 2012).
Selanjutnya makna subjektif (a subjective meaning) bagi dan dari aktor dalam
bertindak tersebut dapat secara terbuka maupun yang tertutup, yang diutarakan secara
lahir maupun diam-diam, yang oleh pelakunya diarahkan pada tujuannya. Sehingga
tindakan sosial itu bukanlah perilaku yang kebetulan tetapi memiliki pola dan struktur
tertentu dan makna tertentu (Wirawan, 2012).
Dengan demikian, disimpulkan oleh Weber, bahwa idelah (rasionalitas) yang
menentukan tindakan individu, meskipun ide itu merupakan sesuatu empiris simbolis,
namun menjadi wujud nyata saat dihubungkan kedalam tindakan (Wirawan, 2012).
Masih menurut Weber, apa yang dianggap sebagai fakta sosial (kenyataan sosial) adalah
sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan sosial (Wirawan, 2012).
Max Weber tegas dan konsisten dalam teori tindakan sosialnya menjelaskan individu
Abdul Munir, Sobri
950 Syntax Literate, Vol. 8, No.2, Februari 2023
manusia dalam masyarakat merupakan aktor yang kreatif dan realitas sosial bukan
merupakan alat yang statis dari pada paksaan sistem norma. Artinya, tindakan manusia
tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma, kebiasaan, nilai, dan sebagainya yang tercakup
di dalam konsep fakta sosial seperti pandangan Duerkheim (Wirawan, 2012).
Apa yang dianggap Weber sebagai tindakan sosial (fakta sosial) hubungannya
dengan motivasi tindikan individu barangkali dapat diambil contoh seperti fakta
terorisme. Terorisme adalah yang difahami secara umum sebagai tindakan ideologi atas
dasar agama dengan tema-tema jihad nya. Akan tetapi tindakan serupa itu bisa saja
dilakukan dalam subyektifitas atau motivasi lain dari pelaku katakanlah untuk balas
dendam atau kepentingan politik agar semua orang mengalami islamopobia (kebencian
terhadap islam). Dari contoh itu, tema-tema agama seperti “jihad”, menjadi rasional
dipakai sebagai instrumen oleh pelaku dalam menjalankan aksi terorisme.
Guna mengukur tindakan dari individu atau masyarakat yang penuh dengan
makna subyektifitas (rasionalitas) itu, Max Weber memperkenalkan pendekatan
verstehen sebagai cara untuk memahaminya. Bahwa seseorang dalam bertindak tidak
haya sekedar melaksanakannya tetapi juga menempatkan diri dalam lingkungan berfikir
dan perilaku orang lain. Konsep pendekatan ini lebih mengarah pada suatu tindakan
bermotif pada tujuan yang hendak dicapai atau in order to motive (Wirawan, 2012).
Menurut Weber terdapat dua tipe tindakan sosial rasional yang memiliki arti-arti subjektif
. Semakin rasional tindakan sosial itu maka semakin mudah dipahami. Diantara tipe
tindakan rasional tersebut antara lain, (Ritzer & Goodman, 2010) :
1. Tindakan Rasionalitas Instrumental (Zwerk Rational)
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan
atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu
serta tersedianya alat atau instrumen yang dapat dipergunakan untuk mencapainya.
Contohnya : Seorang pecandu alkohol yang tidak dapat lepas dari kebiasaan itu
merasa tidak nyaman mengkonsumsi alkohol di sembarang tempat karena ia sadar
hal itu terlarang dalam norma sosial. Akhirnya yang bersangkutan memilih untuk
mengganti kemasan minuman beralkohol tersebut kedalam kemasan minuman
mineral sehingga orang lain akan menganggapnya sebagai minuman biasa atau halal.
Tindakan ini oleh pecandu alkohol tadi telah dipertimbangkan dengan matang agar
ia mencapai tujuan menghindari penilaian negatif dari orang lain.
2. Tindakan Rasional Nilai (Werk Rational).
Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya
merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya
sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut.
Contoh : perilaku beribadah atau seseorang mendahulukan orang yang lebih tua
ketika antri sembako. Artinya, tindakan sosial ini telah dipertimbangkan terlebih
dahulu karena mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama yang ia miliki.
Rasionalitas tindakan penyimpangan juga dikembangkan oleh Sykes & Matza,
melalui Techniques of Neutralization (teori pembenaran). Melalui teorinya tentang
penyimpangan, bahwa penyimpangan tidak hanya dilakukan oleh mereka yang menolak
Rasionalitas Tindakan Sabung Ayam di Kalangan Penggemar
Syntax Literate, Vol. 8, No. 2, Februari 2023 951
nilai dan norma masyarakat, melainkan juga terhadap mereka yang menerima dan
menganut nilai dan norma masyarakat (Ward et al., 1994).
Pada teknik netralisasi yang dikemukakan oleh (Sykes & Matza, 2017) bahwa
orang akan melakukan pembenaran terhadap tindakan yang dilakukan, dengan
merasionalkan tindakannya sehingga aturan norma yang berlaku menjadi longgar.
Tindakan merasionalkan penyimpangan ini merupakan wujud pembelaan diri agar
terhindar dari sanksi moral yang ada.
Dalam pandangan yang lain, tindakan merasionalkan penyimpangan yang
dilakukan oleh seseorang dapat juga terjadi disebabkan adanya fleksibilitas nilai-nilai
norma dalam masyarakat. Artinya adalah tidak terdapatnya aturan yang mengikat
ditengah kehidupan sosial masyarakat dalam semua situasi (Hill, 1961).
Esensi dari proses netralisasi menurut Sykes dan Matza terjadi saat seseorang
menjustifikasi penyimpangannya sebelum mereka melakukan penyimpangan itu sendiri
(Ward et al., 1994). Artinya, proses justifikasi penyimpangan sudah terjadi sebelum
tindakan penyimpangan itu dilakukan. Sykes dan Matza juga mengemukakan bahwa baik
anak-anak maupun orang dewasa sama-sama melakukan rasionalisasi norma-norma dan
nilai-nilai yang berfungsi sebagai pembelaan diri sendiri pada saat mereka melakukan
tindakan perilaku menyimpang dan rasionalisasi ini berdasarkan persepsi dan
kepentingan mereka sendiri (Ismawati & Lolita, 2021).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif satu
metode yang berupaya mengungkap gejala secara menyeluruh (wholistic) sesuai dengan
situasi lapangan apa adanya (contextual) melalui pengumpulan data dari latar alami
dengan memanfaatkan peneliti sebagai instrumen (human instrument) kunci (Usman,
2009). Dalam hal itu, peneliti adalah sebagai penentu dari kegiatan penggalian informasi
terhadap gejala atau fenomena yang akan dijelaskan dalam penelitian. Dalam pengertian
lain, hubungan antara peneliti dengan sumber informasi (informen) bersifat melekat atau
tidak berjarak. Peneliti harus masuk dalam sudut pandang subjek (informen), sehingga
informasi yang didapat sesuai dengan isi bathin atau pemahaman murni subjek
dilapangan. Hal itulah yang nantinya menjadi poin peneliti menjelaskan makna
(verstehen) dari data wawancara lapangan secara mendalam, yang disajikan pada bab
pembahasan.
Jenis penelitian yang dipakai masuk dalam kategori studi fenomenologi. Dalam
pandangan fenomenologi bahwa apa yang tampak dipermukaan, termasuk pola perilaku
manusia sehari-hari hanyalah suatu gejala atau fenomena dari apa yang tersembunyi di
“kepala” sang pelaku (Bungin, 2011) . Oleh karena itu tanpa memahami stok pengetahuan
dan pemahaman diri para pelaku, maka mustahil dapat menjelaskan berbagai gejala yang
muncul ditingkat permukaan. Karenanya proses penhayatan (verstehen) menjadi kata
kunci sebagai dasar menjelaskan fenomena sosial sehari-hari (Bungin, 2011).
Abdul Munir, Sobri
952 Syntax Literate, Vol. 8, No.2, Februari 2023
Hasil dan Pembahasan
Aktifitas rutin sabung ayam di lokasi dimana penelitian ini dilakukan,
menunjukkan sebuah motif ganda dan bias dilihat dari sudut pandang penggemar sabung
ayam. Sesungguhnya sabung ayam bukan semata-mata dilakukan dalam rangka
melanggengkan tradisi ataupun wujud dari sebuah hobi dalam merawat ayam jago yang
dapat dinikmati ketangkasannya saat berlaga. Hal yang mendominasi pemikiran mereka
adalah kaitan dengan perjudiannya. Melakukan aktifitas perjudian melalui kemasan
sabung ayam, menjadi satu pilihan yang paling logis untuk dilakukan dibanding berjudi
dalam bentuk lain, katakanlah seperti judi kartu maupun judi online. Pilihan logis itu
mengacu kepada sebuah pertimbangan resiko, baik resiko sosial muapun hukum dari
dilakukannya tindakan tersebut.
Reaksi Sosial Terhadap Perilaku Menyimpang
Pada prinsipnya reaksi sosial maupun reaksi masyarakat atas kejahatan dan
penyimpangan, merupakan usaha dalam rangka pencegahan atau penanggulangan
(Aulina, 2017). Dengan demikian, segala upaya penanggulangan kejahatan atau
penyimpangan dapat pula diartikan sebagai bentuk-bentuk pengendalian sosial. Secara
umum sikap masyarakat di lokasi dimana penelitian ini dilakukan cukup memberikan
perhatian serius terhadap bentuk-bentuk perilaku menyimpang sebagai upaya
pengendalian sosial. Katankalah seperti; pencurian, penggunaan narkoba, alkoholik,
perjudian kartu atau togel dan seterusnya.
“...mudah-mudahan dilingkungan kita ini lumayan adalah kepedulian masyarakat untuk
saling menjaga. kalau ndak sekarang susah memang, anak-anak muda ya yang tua juga
narkoba, minum-minum seperti diluar sana kan was-was kita. disini ndak bisa, ndak bisa
bebas...orang kumpul-kumpul main judi macem apatu, agen togel diwarung biasanya itu
disini ndak boleh, ndak ada, kumuh rasanya kalau udah ada yang gitu-gitu. Dia pantang
itu dibiarkan sekali nanti keterusan ya...”
Sumber : Hasil wawancara dengan ketu RW.04 Dusun 2 Desabaru
Hadirnya proteksi masyarakat atas beberapa contoh perilaku terlarang di atas
setidaknya membuat jenis-jesnis perilaku dimaksud tidak mudah terlihat di tengah-tengah
lingkungan masyarakat. Bukan berarti tidak ada sama sekali, akan tetapi para pelaku lebih
memilih sembunyi-sembunyi dalam melakukannya. Reaksi negatif dari masyarakat
setempat terhadap pelaku yang ketahuan melakukannya dapat berujung pada situasi yang
sangat tidak mengenakkan bagi pelakunya, bisa dalam bentuk lebel buruk, pengucilan,
bahkan dapat pula berakhir dalam proses hukum, bergantung situasi kasusnya.
“...pernah kami grebek sama-sama ada yang laporan di blok mana itu saya lupa rumahnya
jarang ditunggui sama yang punya, ee anaknya yang lajang datang lagi makek pulak
katanya orang-orang ni, sama ada bawak kawan perempuannya. langsung aja orang-
orang, gimana pak ni, ya udah saya bilang, laporan aja, langsung warga kasi tau polisi
tu...”
Sumber: Hasil wawancara dengan ketua RT.03/RW.04 Dusun 2 Desabaru
Namun menjadi ironi, ketika reaksi yang sama seakan tidak berlaku terhadap
aktifitas perjudian yang dikemas dalam sabung ayam. Hal inilah membuat aktifitas judi
Rasionalitas Tindakan Sabung Ayam di Kalangan Penggemar
Syntax Literate, Vol. 8, No. 2, Februari 2023 953
sabung ayam terus berlangsung di wilayah itu. Pandangan masyarakat terhadap sabung
ayam lebih merupakan bagian dari aktifitas hobi maupun tradisi yang mendatangkan
nuansa hiburan bagi penggemarnya, sehingga tidak diperlukan intervensi atau larangan.
Justeru pihak masyarakat memposisikan sama antara sabung ayam dengan hobi
memelihara burung, yang dalam waktu tertentu tidak jarang di adu ketangkasan dan
kemerduan suaranya ntah dalam sebuah kontes resmi atau sesama penggemar burung.
“...kalau laga ayam disini banyak nampaknya yang sukak, namaya jugak apa ya tradisi
lah. Kebiasaan dari kampungnya dulu mungkin...”
Sumber: Hasil wawancara dengan ketu RW.04 Dusun 2 Desabaru
“...kalau judi ayam, rasanya ndak begitulah, palingan orang-orang itu ya untuk untuk
apalah sekedar untuk biaya rawatan ayam nya lah. ya kalau sebatas itu kan kita ndak
mungkin jugak terlalu apa ya, ya samalah orang sukak burung, itukan jugak ada adu
suaranya jugak itu besar biaya perawatannya itu...”
Sumber: Hasil wawancara dengan ketu RW.04 Dusun 2 Desabaru
Penghormatan masyarakat terhadap hobi sabung ayam dan burung sebagai simbol
dari tradisi maupun budaya, mungkin masih dapat difahami selama terbatas bagi mereka
yang hanya gemar merawat serta memelihara tanpa ada konseskuensi perjudian
didalamnya. Kenyataan penggemar sabung ayam di lokasi tersebut, sebagian besar
mereka berkerumun hanya terlibat dalam konteks perjudiannya saja saatsabung ayam
dilakukan. Pada dasarnya mereka tidak memiliki hobi dan kemampuan memelihara ayam
aduan. Mengingat pemeliharaan ayam jago atau ayam aduan, membutuhkan skil khusus,
ketelatenan serta bakat, yang hanya mungkin dapat dilakukan oleh orang yang memang
hobi dalam merawat ayam aduan saja.
“...kalo disini yang hobi merawat ayam bangkok aduan cuma satu dua, banyak yang sukak
ikut maen aja. soalnya susah si jadikan ayam ni, lama, kalo nggak pande merawatnya gak
sabar-sabar ya gak jadi... “
Sumber: Hasil wawancara dengan PN, pemilik ayam aduan.
Penilaian terhadap sabung ayam sebagai simbol tradisi maupun hobi tanpa mau
memandang realitas lain atau menafikan eksistensi perjudiannya, menjadi penyebab
langgengnya fenomena ini di kalangan penggemar. Dapat dibilang untuk kasus judi
sabung ayam tidak pernah ada muncul pengaduan masyarakat kepada aparat hukum
setempat agar dilakukannya penindakkan atas kasus tersebut.
“...laga ayam ni kan hobi ya bang, ya kebiasaan dimana-mana sama juga ada, ya sulitkan
gimana mau dilarang. nanti kita pulak yang disalahkan orang, ajab kitakan. yang
pentingkan tidak judi-judi macem apatu main kartu itukan nampak kali kasarnya.
Bedakan sama laga ayam ini, apalah sebatas hobi, liat berantemya itu jadi hiburan jugak
kan...”
Sumber: Hasil wawancara dengan tokoh pemuda setempat
Motif Berjudi Melalui Sabung Ayam.
Seluruh tindakan yang dilakukan oleh setiap orang pada dasarnya telah melalui
proses rasionalisasi dan internalisasi nilai sebelum dilakukannya tindakan tersebut.
Terlepas bahwa satu tindakan itu dianggap baik atau buruk (menyimpang). Label atau cap
Abdul Munir, Sobri
954 Syntax Literate, Vol. 8, No.2, Februari 2023
menyangkut baik dan buruk nya satu tindakan merupakan konsekuensi dari mekanisme
norma sosial maupun hukum positif yang telah ditetapkan sebelumnya. Terhadap orang-
orang yang memiliki kecenderungan gemar melakukan penyimpangan, tentu menyadari
sepenuhnya resiko yang akan diterima sekiranya perilaku menyimpangnya diketahui oleh
masyarakat lain. Kesadaran akan hal itu pada gilirannya melahirkan satu upaya agar
bagaimana tindakan menyimpang tetap berjalan namun terhindar dari resiko sosial baik
berupa stigma negatif maupun sanksi hukum.
“...nampaknya disini aman kalo cuma maen ayam bg. gak dianggap macem-macem sama
orang-orang, jadi aman kali kita maennya...”
Sumber: Hasil wawancara dengan TN, penggemar judi sabung ayam
Pemakluman terhadap aktifitas sabung ayam menjadi celah bagi pelaku judi
dalam merasionalisasikan tindakannya. Persis yang dikatakan Willams (1951 : 28)
menjelaskan bahwa jika tindakan merasionalkan penyimpangan yang dilakukan oleh
pelaku dapat terjadi disebabkan adanya fleksibilitas nilai-nilai norma dalam masyarakat.
Dengan menjadikan sabung ayam sebagai instrument, secara otomatis mereka dapat
terhindar dari jeratan sanksi sosial sekaligus bebas melakukan aktifitas perjudian.
Dikalangan penggemar, sabung ayam merupakan satu bentuk permainan judi
yang tepat dan nyaman dibanding permainan-permainan judi lainnya seperti judi kartu,
togel dan lain-lain dimana intervensi sosial turut di dalamnya. Pilihan itu cukup rasional
bagi mereka tidakhanya dapat bebas melakukan aktifitas judinya, namun lebih jauh lagi
mengandung motif melepaskan diri dari status atau lebel sebagai penyimpang dimata
masyarakat.
“...kalo maen ayam ni kan kalopun ada duitnya palingan cuma dianggap iseng ibaratnya
sekedar ntuk rawatan ayam. gak samalah ma judi-judi yang lain itu, kan malu jugak kita
kalo dibilang tukang judi, mau ditaro mana ni mukak, hehe...”
Sumber : Hasil wawancara dengan RD, penggemar judi sabung ayam.
Dalam situasi dimana lebel atau cap buruk tidak dilekatkan terhadap penjudi
sabung ayam sebagai penyimpang seperti tindakan menyimpang lainnya, logika mereka
(pelaku) menjadi tambah mantab menempatkan perjudian melalui sabung ayam bukan
lagi sebagai tindakan yang memalukan. Sehingga motivasi pertimbangannya sudah tidak
hanya sebatas bebas melakukan perjudian karena tidak ada larangan, lebih dalam lagi
karena mereka tidak merasa tercela secara sosial yang dibuktikan dengan tidak
munculnya predikat atau cap sebagai “tukang judi” atau “suka berjudi” dari masyarakat.
Situasi inilah seperti dikatakan (Frey et al., 2008), dapat menjadi dasar justifikasi
(pembenar) untuk lepas dari rasa penyesalan diri dan hukuman dari orang lain dari
tindakan yang dilakukan.
Pada dasarnya setiap orang tanpa terkecuali tidak pernah ingin ter lebel sebagai
penyimpang atau pelaku kejahatan. Artinya semua orang butuh untuk dianggap sebagai
orang baik-baik sekalipun dia penyimpang. Oleh sebab itu dapat dipastikan bahwa dalam
suatu kehidupan masyarakat yang kondusif sekalipun, tidak berarti tanpa ada perilaku
menyimpang di dalamnya. Hanya saja perbuatan itu tidak tampak karena pelakunya
mampu menutupi diri dari amatan orang lain saat melakukan tindakan menyimpang
Rasionalitas Tindakan Sabung Ayam di Kalangan Penggemar
Syntax Literate, Vol. 8, No. 2, Februari 2023 955
tersebut. Dalam kasus judi sabung ayam di tempat penelitian ini dilakukan, sudut
pandang pelaku jelas terlihat bahwa mereka merasa ada kesan penilaian yang berbeda
dari lingkungan masyarakat, tentang perjudian sabung ayam sebagai yang biasa (bukan
judi) dibanding dengan permainan judi lainnya (judi kartu, togel dll) sebagai yang benar-
benar permainan judi sehingga pelakunya dimaknai sebagai “penyimpang” atau “tukang
judi”. Hal-hal seperti ini akhirnya menjadi situasi kondusif bagi para pelaku melakukan
perjudiannya tanpa merasa salah apalagi penyesalan.
Seperti dikatakan Weber bahwa seseorang dalam bertindak tidak haya sekedar
melaksanakannya tetapi juga menempatkan diri dalam lingkungan berfikir dan perilaku
orang lain. Dan konsep berfikir para penjudi sabung ayam dalam kasus ini dapat
dikatakan mengacu pada pendekatan yang oleh Weber dinyatakan sebagai “in order to
motive” (suatu tindakan bermotif pada tujuan yang hendak dicapai) (Wirawan, 2012)
Sejatinya aktifitas judi sabung ayam yang lazim mereka lakukan bukanlah sesuatu
yang dapat dianggap sebagai yang biasa-biasa saja alias iseng-iseng. Dalam satu kali
pertarungan ayam saja, mereka dapat mengakumulasi nominal rupiah sejumlah 2,5 – 3,5
jt untuk diberikan kepada grup pemenang. Sementara dalam tiap pertarungan ayam, bisa
terdapat beberapa pasang grup dengan nominal beragam pula sesuai kesepakatan masing-
masing pasangan grup.
“...untuk taruhan tergantung sepakatan sama-sama lawan maen. biasa minimal
dua stengah sampe tiga stengahan juta lah dapetnya yang menang, nanti tinggal
bagi berapa orang yang ikut menang...”
Sumber: Hasil wawancara dengan RD, penggemar judi sabung ayam.
Kesimpulan
Tindakan sabung ayam merupakan fenomena sosial yang sejak dahulu telah
mewarnai kehidupan sosial masyarakat dimanapun di indonesia ini, dikarenakan ada
unsur budaya di dalamnya (simbol ekspresi dari status, otoritas sera ritus keagamaan).
Dari temuan di lokasi penelitian, menunjukkan bahwa di kalangan para penggemar,
sabung ayam dipakai sebagai instrument yang paling aman untuk melakukan aktifitas
judi. Pilihan berjudi melalui sabung ayam sangat logis bagi mereka, berangkat dari
pertimbangan karena tidak munculnya reaksi sosial masyarakat, baik dalam bentuk
larangan, pelaporan kepada aparat, maupun pelabelan sebagai perilaku penyimpang
terhadap mereka. Aktifitas judi sabung ayam oleh masyarakat lingkungan dianggap
sebatas tradisi atau hobi untuk mendapatkan hiburan semata, tanpa ingin memahami
konteks perjudian sebagai turunannya. Situasi inilah yang menjadi kondusif bagi pelaku
judi sabung ayam, dimana mereka merasa nyaman melangsungkan aktifitas judinya tanpa
merasa bersalah dan dipersalahkan.
Abdul Munir, Sobri
956 Syntax Literate, Vol. 8, No.2, Februari 2023
BIBLIOGRAFI
Aulina, A. (2017). Kejahatan Di Wilayah Perkotaan Dan Model Integratif Pencegahan
Kejahatan. Jurnal Ilmu Kepolisian, 11(3), 10.
Bungin, B. (2011). Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, Dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya.
Firmansyah, H. (2021). Teori Rasionalitas Dalam Pandangan Ilmu Ekonomi Islam. El-
Ecosy: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Islam, 1(1), 34–50.
Frey, W. H., Anspach, A. B., & Dewitt, J. P. (2008). The Allyn & Bacon Social Atlas Of
The United States. Allyn & Bacon.
Geertz, C. (1992). Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta. Kanisius Press.
Hill, C. P. (1961). American Education-Lawrence A. Cremin, The Transformation Of
The School: Progressivism In American Education, 1876–1957 (New York: Knopf,
1961; $5. 50). Pp. Xi, 387, Xxiv.-Bernard Bailyn, Education In The Forming Of
American Society (Chapel Hill: Universi. Bulletin Of The British Association For
American Studies, 3, 70–73.
Hisyam, C. J., & Hamid, A. R. (2015). Sosiologi Perilaku Menyimpang. Jakarta:
Lembaga Pengembangan Pendidikan Unj.
Ismawati, S., & Lolita, L. (2021). Kebijakan Kriminal Terhadap Kekerasan Oleh Remaja
(Juvenile Deliquency) Dilihat Dari Perspektif Sosio Kriminologis. Tanjungpura Law
Journal, 5(2), 174–194.
Lorens, B. (2005). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mustofa, M. (2013). Metodologi Penelitian Kriminologi.(Edisi Ketiga). Jakarta,
Indonesia: Prenada Media Group.
Reid, A. (2011). Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2: Jaringan
Perdagangan Global. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2010). Teori Sosiologi: Dari Teori Klasik Sampai
Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta, Kreasi Wacana.
Sumarwan, U., & Tjiptonon, F. (2019). Strategi Pemasaran Dalam Perspektif Perilaku
Konsumen. Pt Penerbit Ipb Press.
Rasionalitas Tindakan Sabung Ayam di Kalangan Penggemar
Syntax Literate, Vol. 8, No. 2, Februari 2023 957
Sykes, G. M., & Matza, D. (2017). Techniques Of Neutralization: A Theory Of
Delinquency. In Delinquency And Drift Revisited (Pp. 33–41). Routledge.
Usman, H. (2009). Metodologi Penelitian Sosial.
Ward, D. A., Carter, T. J., & Perrin, R. D. (1994). Social Deviance: Being, Behaving, And
Branding. Allyn & Bacon.
Wirawan, D. I. (2012). Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial, Definisi
Sosial, Dan Perilaku Sosial. Kencana.
Copyright holder:
Abdul Munir, Sobri (2023)
First publication right:
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
This article is licensed under: