Available via license: CC BY-NC-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
261
Journal of Pharmaceutical and Sciences |Volume 6|No.1|JAN-MAR|2023|pp.261-265
Electronic ISSN : 2656-3088
Homepage: https://www.journal-jps.com
REVIEW ARTICEL
JOURNAL OF PHARMACEUTICAL AND SCIENCES
Electronic ISSN: 2656-3088
Homepage: https://www.journal-jps.com
JPS |Volume 6 | No. 1 | JAN-MAR | 2023 |pp.261-265
Articel Review: Relationship Between Nutritional Status and Malaria in under-five
children
Review Artikel: Hubungan Status Gizi dengan Malaria pada Balita.
Lhidya Halizah Malik1*), Indah Laily Hilmi1), Salman1)
1)Program Studi Farmasi, Universitas Singaperbangsa Karawang, Karawang, Jawa Barat,
Indonesia.
Author e-mail: lhidyahalizahmalik@gmail.com
ABSTRACT
Malaria is an infection caused by parasites of the genus Plasmodium. Malnutrition is a complex phenomenon
because its aetiology is multifactorial, and its clinical manifestations vary; acute malnutrition manifests as
underweight, while chronic malnutrition manifests as stunting. Nutritional status is related to the immune
response to infection. On the one hand, nutritional status is also essential in the risk and prognosis of infectious
diseases, such as malaria. The complex relationship between malaria and malnutrition, the personal impact of
these diseases and their combination on children under five is enormous. The aim was to determine the
relationship between nutritional status and malaria incidence in children under five. It is also hoped that the
explanation from this review will make the public pay attention to health in compiling this review, using the
literature study method in the form of primary references in the form of national and international journals for
the last ten years. Then, in compiling this review using online media, namely Google Scholar. From the results
of this difference in results, it may be caused by several factors, such as parental occupation, immunity,
parental knowledge, and place of residence.
Keywords: Malaria; Nutritional Status; Toddler
ABSTRAK
Malaria merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit Genus Plasmodium. Kurang gizi merupakan
fenomena yang kompleks karena etiologinya multifaktorial dan manifestasi klinisnya bervariasi, kurang gizi
akut bermanifestasi sebagai underweight, sedangkan kurang gizi kronis bermanifestasi sebagai stunting.
Status gizi berkaitan dengan respons imun terhadap infeksi, disalah satu sisi status gizi juga menjadi faktor
penting dari risiko dan prognosis penyakit menular, seperti malaria. Hubungan yang kompleks antara malaria
dan kekurangan gizi, dampak individu dari penyakit ini, serta kombinasinya kepada balita sangat besar.
Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian malaria pada balita. Serta
diharapkan penjelasan dari review ini, masyarakat dapat memperhatikan kesehatan. Dalam menyusun review
ini menggunakan metode studi literatur dalam bentuk referensi primer berupa jurnal nasional dan internasional
10 tahun terakhir. Kemudian, dalam menyusun ulasan ini menggunakan media online yaitu Google Scholar.
Dari hasil perbedaan hasil ini, kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pekerjaan orang tua,
kekebalan tubuh, pengetahuan orang tua, dan tempat tinggal.
Kata kunci: Malaria; Status Gizi; Balita
262
Journal of Pharmaceutical and Sciences |Volume 6|No.1|JAN-MAR|2023|pp.261-265
Electronic ISSN : 2656-3088
Homepage: https://www.journal-jps.com
PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan
oleh parasit Genus Plasmodium (Bantoyot et al.,
2014). Malaria adalah penyakit endemis yang
sering dijumpai di seluruh dunia, terutama pada
daerah tropis (Lee et al., 2016). Nyamuk tidak dapat
hidup dikelembaban rendah dan tempat
berkembang biak mereka biasanya diperluas oleh
curah hujan. Parasit plasmodium dipengaruhi oleh
suhu, perkembangannya akan melambat jika suhu
turun dan akan berhenti jika suhu tinggi, karena itu
parasit plasmodium ditemukan di daerah beriklim
sedang (Roberts & Matthews, 2016). Lingkungan
yang tidak sehat didukung oleh perilaku hidup yang
tidak bersih dan menjadi penyebab utama
penyebaran penyakit menular termasuk malaria
(Munizar et al., 2015).
Di Indonesia sendiri malaria masih menjadi
masalah pada masyarakat, angka yang terjangkit
malaria masih cukup tinggi untuk di daerah pulau
Jawa dan Bali (Abdussalam et al., 2016). Pada
tahun 2020 diperkirakan ada 241 juta kasus malaria
di seluruh dunia dan diperkirakan jumlah kematian
akibat malaria mencapai 627.000 jiwa. Pada tahun
2010 menurut laporan dari Annual Parasite
Incidence (API) kasus malaria yang ada di
Indonesia mencapai 1,8 per 1.000 penduduk dan
mengalami kenaikan pada tahun 2011 menjadi 1,96
per 1.000 penduduk, dan mengalami penurunan
hingga mencapai titik terendah pada tahun 2019
menjadi 0,84 per 1.000 penduduk. Sedangkan pada
tahun 2020 naik menjadi 0,93 per 1.000 penduduk
dengan ditemukannya ada 250.644 kasus malaria,
dan 216.380 kasusnya atau 86% kasus tersebut
ada di Provinsi Papua. Annual Parasite Incidence
(API) Provinsi Papua tahun 2020 sebesar 64,03 per
1000 penduduk dan Kota Jayapura sebesar 89,35
per 1000 penduduk (Mofu, 2022).
Malaria banyak terjadi pada balita, prevalensi
pada balita paling tinggi kemungkinan dikarenakan
kurangnya imunitas pada balita, berbeda dengan
orang dewasa yang memiliki imunitas yang cukup
(Kinansi & Wurisastuti, 2020). Malaria dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor manusia,
nyamuk, parasit dan lingkungan. Kurang gizi dapat
meningkatkan risiko terhadap beberapa penyakit
infeksi (Ramdany & Samaran, 2019). Pada balita
malaria ditakutkan dapat mengakibatkan kecatatan
permanen seperti tuna ganda dan lumpuh, akibat
parasit yang menyerang otak dan menyebabkan
berat badan ketika lahir kecil. Padahal masa balita
perkembangan fisik dan pertumbuhan anak
penting, karena anak masih rawan terhadap
gangguan kesehatan (Nofianti, 2014).
Indonesia sampai saat ini menjadi negara
dengan status gizi yang menjadi salah satu faktor
pada status kesehatan masyarakat, dan penderita
gizi buruk kebanyakan pada balita (Lee et al., 2016).
Kurang gizi merupakan fenomena yang kompleks
karena etiologinya multifaktorial dan manifestasi
klinisnya bervariasi, kurang gizi akut bermanifestasi
sebagai underweight, sedangkan kurang gizi kronis
bermanifestasi sebagai stunting (Das et al., 2018).
Kurang gizi biasanya disebabkan oleh asupan
makanan yang buruk juga disertai dengan penyakit
menular, sarta menjadi penyebab mendasar
penyakit menular penyebab keematian anak (Gari
et al., 2018). Status gizi berkaitan dengan respon
imun terhadap infeksi, disalah satu sisi status gizi
juga menjadi faktor penting dari risiko dan prognosis
penyakit menular. Pola interaksi sinergis dua arah
ini, dimana status gizi yang lebih buruk secara
negatif mempengaruhi perkembangan dan evolusi
infeksi, yang mengarah pada memperburuknya
status gizi, merupakan fenomena penting untuk
memahami dinamika populasi yang terinfeksi dan
untuk menetapkan strategi pengendalian penyakit
ini (Ferreira et al., 2015).
Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa
infeksi malaria dapat mempengaruhi penurunan
status gizi anak balita. Namun, ada juga yang
menyebutkan bahwa kejadian malaria tidak
berhubungan dengan status gizi pada balita.
Sementara, malaria dan kekurangan gizi menjadi
penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi di
pedesaan sub-Sahara Afrika. Di daerah tersebut
ditemukan anak-anak yang memiliki kekurangan
gizi kronis berisiko lebih tinggi mengalami penyakit
malaria. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa
balita di Harcourt Nigeria memiliki tingkat parasit
lebih tinggi dan berisiko mengalami mordibitas
dibandingkan dengan kelompok umur 5-8 tahun
sehingga memerlukan gizi yang cukup untuk
menahan dampak negatif dari malaria (Nofianti,
2014).
Mengingat hubungan yang kompleks antara
malaria dan kekurangan gizi, dampak individu dari
penyakit ini, serta kombinasinya kepada balita
sangat besar. Oleh karena itu, pemahaman tentang
hubungan antara kedua penyakit ini sangat penting
untuk kesehatan masyarakat (Gone et al., 2017).
Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan
antara status gizi dan dengan malaria pada balita .
263
Journal of Pharmaceutical and Sciences |Volume 6|No.1|JAN-MAR|2023|pp.261-265
Electronic ISSN : 2656-3088
Homepage: https://www.journal-jps.com
Serta diharapkan penjelasan dari review ini,
masyarakat dapat memperhatikan kesehatan.
METODE PENELITIAN
Dalam menyusun review ini menggunakan
metode studi literatur dalam bentuk referensi primer
berupa jurnal nasional dan internasional 10 tahun
terakhir. Jurnal yang digunakan dalam review arikel
ini berjumlah 13 jurnal yang berkaitan dengan
hubungan antara status gizi dengan malaria pada
balita. Kemudian, dalam menyusun review ini
menggunakan media online yaitu Google Scholar.
HASIL DAN DISKUSI
Malaria masih menjadi masalah kesehatan di
masyarakat terutama di beberapa negara
berkembang yang menyerang anak-anak, populasi
yang sangat rentan dengan morbiditas dan
mortalitas tertinggi. Malaria sering hidup
berdampingan dengan penyakit lain, dan status
sosial ekonomi yang rendah lebih lanjut
mengganggu perkembangan populasi yang terkena
(Alexandre et al., 2015). Malaria pada anak umur
kurang dari satu tahun dapat terjadi dengan cara
transfusi darah, atau secara kongenital antara ibu
dan janin melalui tali pusat pada bayi karena ibunya
menderita malaria. Balita mempunyai risiko
terserang malaria berat, hal ini disebabkan karena
imunitas yang dimiliki relatif rendah serta terjadi
penurunan imunitas yang diperoleh secara pasif.
Berbagai dampak yang ditimbulkan akibat malaria
pada anak khususnya pada balita, yaitu
menurunkan status nutrisi anak (Kinansi &
Wurisastuti, 2020).
Balita yang memiliki riwayat infeksi malaria dan
yang tidak berbeda status gizinya, stunting dan
normal. Penyakit infeksi merupakan salah satu
penyebab langsung terjadinya masalah kurang gizi
pada balita. Sebagaimana anak yang mendapatkan
makanan cukup baik namun sering terinfeksi
penyakit dapat menderita kurang gizi karena
menurunkan imunitas dan nafsu makan dimana bila
berkelanjutan akan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangannya. Stunting atau kurang gizi
menggambarkan adanya gangguan pertumbuhan
tinggi badan dalam kurun waktu cukup lama.
Stunting tidak hanya karena kekurangan makanan
dalam kurun waktu cukup lama tetapi dapat karena
penyakit berulang seperti malaria (Wurisastuti &
Suryaningtyas, 2017).
Dari yang ditunjukkan oleh tabel 1,
kemungkinan perbedaan hasil ini dikarenakan dari
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi malaria,
seperti pekerjaan orang tua, kekebalan tubuh dari
seseorang, pengetahuan orang tua, tingkat
pendidikan orang tua dan tempat tinggal.
Anak yang orang tuanya bekerja kurang
mendapatkan perhatian karena kesibukan dari
orangtuanya, sehingga anak berisiko mengalami
penyimpangan perkembangan. Pengaruh orang tua
yang bekerja tidak hanya berpengaruh terhadap
fungsi kognitif pada anak tetapi juga dapat
mempengaruhi sosial, emosional, psikologis,
kesehatan, kemandirian anak, dan status gizi anak
(Kinansi & Wurisastuti, 2020). Ibu yang tidak
bekerja diharapkan dapat menghabiskan waktu
untuk merawat anak-anaknya (Nofianti, 2014).
Balita merupakan kelompok yang paling rentan
terhadap penyakit malaria karena belum dapat
melindungi diri dari gigitan nyamuk dan daya tahan
tubuh yang tidak maksimal. Daya tahan tubuh yang
bagus terhadap malaria penting bagi anak untuk
melindunginya dari malaria tersebut dan karena
sifat khusus sel darah merah relatif tahan terhadap
reproduksi parasit malaria (Nofianti, 2014). Anak-
anak seringkali rentan terhadap malaria, terutama
pada anak yang kekurangan gizi. Infeksi ini akan
parah pada balita karena sistem kekebalan tubuh
yang belum matang, sedangkan pada usia yang
produktif terjadi karena menurunnya daya tahan
tubuh (Munizar et al., 2015).
Pengetahuan yang baik tentang penularan
malaria akan dapat membantu upaya pencegahan
terjadinya penularan malaria sehingga masyarakat
menjadi mampu untuk bertindak, mencegah, dan
mampu melindungi diri dari serangan penyakit ini.
Gejala penyakit malaria yang penting dan harus
diketahui oleh orangtua adalah panas tinggi,
menggigil, dan sakit kepala. Gejala penyakit malaria
berupa panas dan menggigil merupakan gejala
malaria yang paling umum diketahui oleh
masyarakat. Jika masyarakat dapat menerapkan
beberapa tindakan mencegah malaria yang
direkomendasikan oleh otoritas kesehatan
setempat dan bahkan jika semua tindakan
diterapkan, upaya ini akan lebih efektif dalam
mencegah malaria dalam keluarga (Nofianti, 2014).
Peran ibu dalam memberikan nutrisi yang baik
untuk anaknya yang terkena infeksi berpengaruh
signifikan daripada penyakit infeksi itu sendiri.
Pendidikan orang tua yang rendah merupakan
risiko untuk terjadinya keterlambatan perkemba-
264
Journal of Pharmaceutical and Sciences |Volume 6|No.1|JAN-MAR|2023|pp.261-265
Electronic ISSN : 2656-3088
Homepage: https://www.journal-jps.com
ngan anak, ini disebabkan pengetahuan dan
kemampuan dalam memberikan nutrisi yang baik
untuk perkembangan anaknya berpengaruh nyata.
Tingkat pendidikan orang tua juga menentukan cara
asuh dan kualitas stimulasi dan nutrisi yang
diberikan kepada anak balitanya. Tingkat
pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang
penting dalam tumbuh kembang anak. Karena
dengan pendidikan yang baik, maka ibu dapat
menerima segala informasi dari luar terutama
tentang tumbuh kembang anak yang baik. Peran
ibu terutama dalam mendidik anak usia prasekolah
sangat penting karena ibu adalah guru pertama
dalam pendidikan anak untuk mengembangkan
perkembangannya. Salah satu subsistem yang
menjadi sebuah kesatuan adalah tingkat pendidikan
ibu yang mendukung untuk perkembangan anak di
keluarga tersebut. Tingkat pendidikan ibu adalah
jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh ibu
sebagai bekal agar dapat mendidik anak-anaknya
dengan baik dan benar. Bagi keluarga dengan
tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah
menerima informasi kesehatan khususnya tentang
cara mendidik balita sehari–hari (Kinansi &
Wurisastuti, 2020).
Di perdesaan sanitasi yang buruk dan penyakit
menular seperti malaria yang mudah menjangkiti
anak kecil, dan gizi buruk pada balita masih tinggi.
Di beberapa perdesaan banyak yang masih
menjadi tempat perkembangbiakan malaria yaitu
berupa kolam yang jernih, aliran air yang lambat,
kubangan kerbau, sawah, parit, dan irigasi. Perlu
pencegahan stunting dan malaria pada balita,
khususnya di daerah pedesaan. Pencegahan
tersebut berupa pengendalian nyamuk malaria dan
peningkatan gizi balita. Pencegahan stunting pada
balita dapat dengan memberikan MPASI yang
cukup gizi atau dengan pemberian program
makanan tambahan untuk balita. Pencegahan
malaria pada balita dapat dengan tidur dalam
kelambu untuk balita serta perbaikan sanitasi
lingkungan di wilayah pedesaan dengan cara
mengalirkan genangan sungai atau membasmi
tempat-tempat perindukan nyamuk malaria
(Wurisastuti & Suryaningtyas, 2017).
Tabel 1. Hasil literatur review
No.
Penulis
Judul
Hasil
1
Nofianti, T. (2014)
Kejadian Malaria dan Status
Gizi Balita di Kabupaten
Manokwari Provinsi Papua
Barat
Status gizi dan malaria memiliki
hubungan
2
Ramdany, R., &
Samaran, E. (2019)
Hubungan Status Gizi dan
Perilaku Masyarakat dengan
Kejadian Malaria di Wilayah
Kerja Puskesmas Klasaman
Kota Sorong
Status gizi dan malaria tidak
memiliki hubungan yang
signifikan
3
Alexandre, M. A. A.,
Benzecry, S. G., et al.
(2015)
The Association Between
Nutritional Status and Malaria
in Children From A Rural
Community in The Amazonian
Region: A Longitudinal Study
Status gizi dan malaria memiliki
hubungan
4
Gone, T., Lemango, F.,
Eliso, E., et al. (2017).
The Association Between
Malaria and Malnutrition
Among Under-Five Children in
Shashogo District, Southern
Ethiopia: A Case-Control Study
Status gizi dan malaria memiliki
hubungan yang signifikan
265
Journal of Pharmaceutical and Sciences |Volume 6|No.1|JAN-MAR|2023|pp.261-265
Electronic ISSN : 2656-3088
Homepage: https://www.journal-jps.com
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan dari hasil review jurnal ini
bahwa hubungan antara status gizi dengan malaria
bisa saling berhubungan atau tidak, karena ada
beberapa faktor pendorong yaitu, pekerjaan orang
tua, kekebalan tubuh, pengetahuan orang tua,
tingkat pendidikan orang tua dan tempat tinggal.
REFERENSI
Abdussalam, R., Siregar, R., Lestari, E. D., Salimo,
H., Ilmu, D., Anak, K., Kedokteran, F.,
Sebelas, U., Selatan, K. S., Abdussalam, R.,
Siregar, R., Lestari, E. D., & Salimo, H. (2016).
Profil Infeksi Plasmodium, Anemia dan Status
Nutrisi pada Malaria Anak di RSUD Scholoo
Keyen, Kabupaten Sorong Selatan. Sari
Pediatri, 17(6), 446–449.
Alexandre, M. A. A., Benzecry, S. G., Siqueira, A.
M., Vitor-Silva, S., Melo, G. C., Monteiro, W.
M., Leite, H. P., Lacerda, M. V. G., & Alecrim,
M. das G. C. (2015). The Association between
Nutritional Status and Malaria in Children from
a Rural Community in the Amazonian Region:
A Longitudinal Study. PLoS Neglected
Tropical Diseases, 9(4), 1–15. https://doi.org-
/10.1371/journal.pntd.0003743
Bantoyot, F. (2014). Profil Malaria Pada Anak Di
Brsd Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi
Sulawesi Tengah Periodejanuari 2011-
Desember 2013. E-CliniC, 2(1), 1–7.
https://doi.org/10.35790/ecl.2.1.2014.3743
Das, D., Grais, R. F., Okiro, E. A., Stepniewska, K.,
Mansoor, R., Van Der Kam, S., Terlouw, D. J.,
Tarning, J., Barnes, K. I., & Guerin, P. J.
(2018). Complex interactions between malaria
and malnutrition: A systematic literature
review. BMC Medicine, 16(1), 1–14.
https://doi.org/10.1186/s12916-018-1177-5
Ferreira, E. D. A., Alexandre, M. A., Salinas, J. L.,
De Siqueira, A. M., Benzecry, S. G., De
Lacerda, M. V. G., & Monteiro, W. M. (2015).
Association between anthropometry-based
nutritional status and malaria: A systematic
review of observational studies. Malaria
Journal, 14(1), 1–23. https://doi.org/10.1186-
/s12936-015-0870-5
Gari, T., Loha, E., Deressa, W., Solomon, T., &
Lindtjørn, B. (2018). Malaria increased the risk
of stunting and wasting among young children
in Ethiopia: Results of a cohort study. PLoS
ONE, 13(1), 1–16. https://doi.org/10.1371-
/journal.pone.0190983
Gone, T., Lemango, F., Eliso, E., Yohannes, S., &
Yohannes, T. (2017). The association
between malaria and malnutrition among
under-five children in Shashogo District,
Southern Ethiopia: A case-control study.
Infectious Diseases of Poverty, 6(1), 4–11.
https://doi.org/10.1186/s40249-016-0221-y
Kinansi, R. R., & Wurisastuti, T. (2020).
Perkembangan Anak Usia 36-59 Bulan
dengan Status Gizi Normal yang Menderita
Malaria di Indonesia Bagian Timur Tahun
2018. Buletin Penelitian Kesehatan, 48(3),
157–168. https://doi.org/10.22435/bpk.v48i3-
.3112
Lee, J. E. N., Tatura, S. N. N., & Lestari, H. (2016).
Hubungan Status Gizi Dengan Tingkat
Kepadatan Parasit Malaria Pada Anak. E-
CliniC, 4(1), 1–6. https://doi.org/10.357-
90/ecl.4.1.2016.11000
Mofu, R. M. (2022). Lingkungan Biologi, Perilaku
dan Stetus Gizi dengan Kejadian Malarian di
Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi. Jurnal
Ilmiah Obsgin, 14(1), 153–164.
Munizar, Mudatsir, & Mulyadi. (2015). Hubungan
Faktor Umur dan Status Gizi dengan
Kerentanan Fisik Masyarakat Terhadap
Resiko Wabah Malaria Di Kemukiman
Lamteuba Kecamatan Seulimum Aceh Besar.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 15(1), 29–35.
Nofianti, T. (2014). Kejadian Malaria dan Status Gizi
Balita di Kabupaten Manokwari Provinsi
Papua Barat. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
10(04), 180–190. https://core.ac.uk/dow-
nload/pdf/296266201.pdf
Ramdany, R., & Samaran, E. (2019). Hubungan
Status Gizi Dan Perilaku Masyarakat Dengan
Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas
Klasaman Kota Sorong. Nursing Arts, 11(2),
16–21. https://doi.org/10.36741/jna.v11i2.66
Roberts, D., & Matthews, G. (2016). Risk factors of
malaria in children under the age of five years
old in Uganda. Malaria Journal, 15(1), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s12936-016-1290-x
Wurisastuti, T., & Suryaningtyas, N. H. (2017).
Perbedaan Karakteristik Demografi dan
Riwayat Infeksi Menurut Status Gizi Balita di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 20(1), 10–15.