Article

PEMAKNAAN PERKAWINAN (STUDI KASUS PADA PEREMPUAN LAJANG YANG BEKERJADI KECAMATAN BULUKERTO KABUPATEN WONOGIRI)

Authors:
To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the authors.

Abstract

p>Marriage is one of human cultures and being apart of the life cycle. It’s a base of forming a family. In ancient era, marriage was considered as conventionally, means women did the marriage because of the culture and society’s persepective. Along with the times growing, changes in the way of human thinking began. Marriage was not only considered as a must in cultural, but it became a personal and rational choice of women. A single woman started to express herself to be involved in many public media, to make her being educated and reach the higher level to catch her desire. Marriage now becomes an important thing, but it’s not the main priority. The purpose of this research is to find the meaning of marriage for a single women workers, social condition of single woman with their job, and marriage preparation of single women. Theory to analize this problem is interpretative understanding of Weber. This is a qualitative research by using case study research strategy, located in Bulukerto district. Sampling technique was purposive sampling. Data collection technique was interview. Data validity using source triangulation and method triangulation.Data analizing technique using interactive analysis model. Research result and discussion analysis showed that women have started to move on the increasing and progress of prosperity in many fields. Including on the education quality. The involvement of women on the public sphere have opened a new discourse on their way of thinking. This influence on meaning on a perception friction about the meaning of marriage. Single women perception about their life partner is influenced by internal and exsternal factor. Marriage is considered as an individual freedom right. Social condition of single woman toward her job can be seen from their condition of hard working, achievement of goals, focus on profession, high awarenesss of profession and carrier chances, improvement of work, appreciation of work, and discipline of work. While marriage preparation of single women is to set their life partner criteria, ideal time of marriage, settled and psikologycal readiness, and to make a pre-marital agreement. Keywords: Marriage, Single, Working Women </p

No full-text available

Request Full-text Paper PDF

To read the full-text of this research,
you can request a copy directly from the authors.

... Tugas perkembangan lain ketika seseorang memasuki tahap dewasa adalah mulai membina keluarga melalui perkawinan (Hurlock, 2000). Menurut (Oktarina, L.P.;Wijaya, M.;Demartoto, 2015), terdapat dua alasan mengapa orang menikah. Pertama adalah orang menikah karena terbentur tuntutan atau aturan sosial masyarakat. ...
... Tugas perkembangan lain ketika seseorang memasuki tahap dewasa adalah mulai membina keluarga melalui perkawinan (Hurlock, 2000). Menurut (Oktarina, L.P.;Wijaya, M.;Demartoto, 2015), terdapat dua alasan mengapa orang menikah. Pertama adalah orang menikah karena terbentur tuntutan atau aturan sosial masyarakat. ...
... Tugas perkembangan lain ketika seseorang memasuki tahap dewasa adalah mulai membina keluarga melalui perkawinan (Hurlock, 2000). Menurut (Oktarina, L.P.;Wijaya, M.;Demartoto, 2015), terdapat dua alasan mengapa orang menikah. Pertama adalah orang menikah karena terbentur tuntutan atau aturan sosial masyarakat. ...
Article
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang work family conflict yang dialami oleh karyawan dengan pasangan yang bekerja. Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif, yaitu dengan memberikan gambaran mengenai work family conflict pada karyawan dengan pasangan yang bekerja dilihat dari aspek work family conflict secara umum, gambaran pada masing-masing aspek, dan juga gambaran work family conflict ditinjau dari jenis kelamin. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan skala yang diambil dari aspek Work Family Conflict yang dikemukakan oleh Greenhaus & Beutell (1985), yaitu time-based conflict, strain-based conflict, & behavior-based conflict. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa. secara keseluruhan, work family conflict yang terjadi pada pasangan yang bekerja adalah dalam kategori rendah, yaitu sebanyak 54,8%. Sedangkan ditinjau dari jenis kelamin, menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan lebih besar mengalami work family conflict dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 54,6% : 37,5%. Sedangkan kategorisasi berdasarkan masing-masing aspek didapatkan pada aspek time-based paling banyak pada kategori sedang sebesar 46,1%, pada aspek strain-based paling banyak pada kategori sedang, dan pada aspek behavior-based paling banyak adalah pada kategori rendah sebesar 53,8%.
... With this perception, the motivation to be single seems temporary and will lead to marriage one day. This is proven empirically through a number of studies which emphasize that the majority of singles in Indonesia are basically more motivated to postpone, rather than avoid, marriage (Himawan, 2019;Nursalam & Ibrahim, 2015;Oktarina et al., 2015). Several of the reasons singles postpone marriage are: (1) not being ready to commit to a romantic relationship; (2) have not found the right partner; (3) having a traumatic experience related to being in a relationship; and (4) wanting to achieve personal interests outside of marriage (Himawan, 2019;Oktarina et al., 2015). ...
... This is proven empirically through a number of studies which emphasize that the majority of singles in Indonesia are basically more motivated to postpone, rather than avoid, marriage (Himawan, 2019;Nursalam & Ibrahim, 2015;Oktarina et al., 2015). Several of the reasons singles postpone marriage are: (1) not being ready to commit to a romantic relationship; (2) have not found the right partner; (3) having a traumatic experience related to being in a relationship; and (4) wanting to achieve personal interests outside of marriage (Himawan, 2019;Oktarina et al., 2015). However, the delay in singles getting married at the normative age means that singles in Indonesia are under pressure from those around them. ...
... Dengan persepsi demikian, motivasi untuk melajang terkesan bersifat sementara dan akan berujung ke pernikahan suatu hari nanti. Hal ini terbukti secara empiris melalui sejumlah studi yang menekankan bahwa mayoritas lajang di Indonesia pada dasarnya lebih dimotivasi untuk menunda, dibandingkan menghindari pernikahan (Himawan, 2019;Nursalam & Ibrahim, 2015;Oktarina et al., 2015). Beberapa alasan lajang menunda pernikahan adalah: (1) belum siap memiliki komitmen dalam sebuah hubungan romantis; (2) belum menemukan pasangan yang tepat; (3) memiliki pengalaman traumatis berkaitan dengan menjalani hubungan; dan (4) ingin mencapai hal kepentingan pribadi di luar pernikahan (Himawan, 2019;Oktarina et al., 2015). ...
Article
Full-text available
For most societies with strong patriarchal values, marriage is part of cultural expectations, causing challenges and social stress for single individuals of marriageable age. This phenomenon can also be observed in people in Central Java. In an effort to increase the life satisfaction of single individuals amidst high cultural expectations, this quantitative study aims to explore the influence of self-compassion on life satisfaction. A cross-sectional survey was conducted on 138 single individuals aged between 25-35 years (Mage = 27.84; SD = 3.014). Regression analysis was utilized to determine the contribution of self-compassion to life satisfaction. The results show that self-compassion influences the life satisfaction of single women (r = .537; p = .000) and men (r = .270; p = .34) in Central Java. This means that self-compassion as a psychological strategy can help singles to experience life satisfaction even though they experience social pressure regarding their single status. Bagi kebanyakan masyarakat dengan nilai patriarkal yang kuat, pernikahan merupakan bagian dari ekspektasi budaya, menyebabkan tantangan dan tekanan sosial bagi individu lajang berusia siap menikah. Fenomena ini juga dapat diobservasi pada masyarakat di Jawa Tengah. Sebagai upaya untuk meningkatkan kepuasan hidup individu lajang di tengah ekspektasi budaya yang tinggi, studi kuantitatif ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh welas asih diri terhadap kepuasan hidup. Survei cross-sectional dilakukan terhadap 138 individu lajang berusia antara 25-35 tahun (Musia = 27,84; SD = 3,014). Analisis regresi digunakan untuk mengetahui kontribusi welas asih diri terhadap kepuasan hidup. Hasil menunjukkan bahwa welas asih diri berpengaruh pada kepuasan hidup perempuan (r = 0,537; p = 0,000) dan laki-laki (r = 0,270; p = 0,34) lajang di Jawa Tengah. Hal ini berarti welas asih diri sebagai strategi psikologis dapat membantu lajang tetap mengalami kepuasan hidup walaupun mengalami tekanan sosial mengenai status lajangnya.
... Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, terdapat pergeseran pandangan yang lebih moderat terhadap pilihan akan pernikahan. Wanita yang belum atau tidak menikah masih tetap mendapatkan pengakuan secara positif sebagai wanita yang mandiri dan sukses (Mur'ah, 2011, Oktarina, Wijaya, & Demartoto, 2015, Nanik & Hendriani, 2016. Tidak adanya paksaan ataupun tekanan dari lingkungan sosial kedua informan menandakan bahwa mereka berada di lingkungan yang moderat dan tetap menunjukkan sikap hormat terhadap keputusan yang diambil untuk tidak menikah. ...
... Di sisi lain, meskipun informan SDR tidak mengalami pengalaman kurang menyenangkan mengenai pernikahan berdasarkan kejadian di keluarganya, terdapat suatu keyakinan bahwa kebahagiaan berasal dari diri sendiri dan bagaimana antar pribadi dapat menjadi lebih optimal. Salah satu cara agar hidup menjadi optimal dan mendapatkan kebahagiaan adalah melalui pekerjaan dan karir yang sedang ditekuninya saat ini, termasuk ketika aspek finansial menjadi lebih stabil (Bayali, 2013 dan Oktarina, Wijaya, & Demartoto, 2015). ...
Article
Bagi wanita, pernikahan adalah wujud pemenuhan ‘tuntutan tradisional’ dalam memasuki perannya sebagai istri dan ibu. Perkembangan zaman yang begitu cepat membuat fenomena lain bahwa tidak jarang wanita usia diatas dewasa awal melakukan pengambilan keputusan untuk mengesampingkan pernikahan khususnya bagi para wanita karir. Penelitian ini bertujuan menggali lebih dalam mengenai gambaran pengambilan keputusan mengenai pernikahan pada wanita karir. Fenomenologi serta Inductive Thematic Analysis digunakan sebagai metode dan teknik analisis data agar fenomena dapat terpotret secara mendalam mengenali pengambilan keputusan terkait pernikahan menikah yang dialami dan dirasakan dari sudut pandang informan. RI (28 tahun) dan SDR (40 tahun) yang merupakan informan dari penelitian ini memiliki latar belakang keluarga hingga latar pekerjaan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua informan memiliki harapan untuk tetap menikah. Akan tetapi, ada sejumlah alasan personal dari keduanya sehingga pada akhirnya memutuskan untuk belum menikah. Keputusan yang diambil para informan melalui sejumlah tahapan, mulai dari observasi dan evaluasi dari pengalaman, menentukan alternatif, dan akhirnya menentukan keputusan. Terdapat berbagai faktor penyerta yang turut berperan dalam proses dan hasil pengambilan keputusan dari para informan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
... Keluarga merupakan suatu kelompok individu yang ada hubungannya, hidup bersama dan bekerja sama di dalam satu unit. Keberlangsungan suatu bangsa bergantung pada keberadaan unit kecil yang disebut keluarga yang diawali dengan perkawinan (Oktarina et al., 2015). ...
Article
Full-text available
Dalam studi kasus dari Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 126/PDT/2021/PT Sby, terjadi perselisihan keabsahan perjanjian perkawinan yang dibuat oleh Notaris sebelum perkawinan antara Terbanding yang bernama Lidyawati dengan Almarhum Mochamad Iming Sulaiman yang berujung pada sengketa harta waris antara Pembanding I yang merupakan saudara kandung Almarhum dengan Terbanding dan perjanjian tersebut tidak didaftarkan di kantor catatan sipil serta tidak melekat pada akta perkawinan antara Terbanding dengan almarhum tersebut. Objek penelitian yang terdapat dalam putusan ini adalah mengenai akibat hukum atas perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan di kantor catatan sipil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana akibat hukum terhadap Akta Perjanjian Perkawinan yang dibuat dan ditandatangani oleh Notaris yang tidak didaftarkan di Kantor Catatan Sipil. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan di Kantor Catatan Sipil adalah tidak sah bagi kedua belah pihak sebagai suami istri, sesuai yang diputuskan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama dan diperkuat oleh Majelis Hakim Tingkat Banding.
... This is the starting point of the formation of the family as a unit, is a group of individuals who are emotionally attached, live together, and work together in one environment. The goal is to build a family that is respected, full of love, integrity, mutual support, builds, cares, and maintains kinship attachments (Oktarina, 2013). ...
Article
Full-text available
Divorce is an event that often involves various conflicts and complex issues, both from a legal and social perspective. Religious Courts have a key role in handling divorce cases and mediation has been one of the approaches applied to seek amicable solutions in these cases. This study aims to find out how the Soreang Religious Court handles divorce cases in Bandung Regency in accordance with Supreme Court Regulation No. 1 of 2016. This research adopted a qualitative method. The process of collecting information through literature study. Once the data was collected, analysis was conducted in three stages: data reduction, data presentation, and conclusion drawing. The research shows that the Soreang Religious Court uses mediation as the final step to resolve divorce cases in Bandung Regency. Most divorce cases have been successfully resolved through this mediation approach. In addition, there are several factors that influence the success of mediation at the Soreang Religious Court, such as the willingness of both parties to follow the mediation process, the mediator's ability to understand and resolve the problems faced by the parties, and also the support of various related parties such as judges, clerks, and other parties involved in the mediation process.
... Laki-laki juga di wajibkan bekerja apa lagi ketika laki-laki tersebut sudah menikah, karena laki-laki mempunyai kewajiban dalam menafakahi istri dan anak. Menurut (Oktarina et al., 2015) semakin berkembangnya zaman dan masyarakat yang terus beriringan di dalamnya membuat berbagai macam perubahan pada peran serta aktivitas perempuan. Mayoritas dari perempuan dizaman sekarang tidak lagi berpangku tangan menerima menjadi ibu rumah tangga seutuhnya yang selalu bergelut dengan sector domestic. ...
Article
Single parent women have multiple activities and responsibilities towards their families. So that in fulfilling their needs of family life, single parent women must be able to balance their domestic and public affairs, especially when they are working. The job they are chosen is a job with high time flexibility, one of which is by becoming an online motorcycle driver. they meet various people every day, friends from a basecamp, from customers and parties they meet and their activities in order to get sustenance for the needs of their family life. The purpose of this study was to find out the rational choice of single parent women to become online motorcycle drivers in Pekanbaru City. The research method used is descriptive qualitative with purposive sampling technique. Data collection techniques used are observation, interviews and documentation. Data analysis uses rational choice theory by james coleman. The results of this study indicate that single parent women working as online motorcycle drivers have their own way of dividing time for domestic and public activities, and have many friends
... Sebuah pernikahan tentunya memiliki tujuan untuk membangun keluarga yang bahagia sesuai dengan 8 fungsi keluarga menurut BKKBN, yaitu fungsi agama, kasih sayang, perlindungan, sosial budaya, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, serta pembinaan lingkungan (BKKBN, 2018). Oleh karena itu, pernikahan menjadi sebuah awal baik dengan tujuan saling menyayangi, saling membina, dan membangun kekerabatan (Octaraina et al., 2015). Salah satu indikator yang dijadikan sebagai capaian keberhasilan pernikahan yaitu kepuasan pernikahan (Burgess & Locke, 1960). ...
Article
Full-text available
Kasus perceraian di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan beragam konflik permasalahan. Kepuasan pernikahan yang menurun menjadi penyebab meningkatnya angka perceraian. Penting untuk memiliki strategi yang efektif untuk dapat menjaga kepuasan dalam pernikahan, salah satunya dengan pemaafan. Pemaafan menjadi salah satu alternatif solusi yang dapat membantu pasangan dalam penyelesaian dan pencegahan masalah pada hubungan pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai keterkaitan pemaafan dengan kepuasan pernikahan. Studi ini merupakan literature review dengan pencarian artikel dari database Google Scholar, ProQuest, PubMed dan EBSCOHost. Hasil penelusuran diperoleh 15 artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pemaafan berperan dalam meningkatkan kepuasan pernikahan dalam berbagai konteks budaya yang berbeda. Kepuasan pernikahan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti jenis kelamin dan usia pernikahan. Kata kunci: kepuasan pernikahan, pemaafan, penyesuaian pernikahan, resolusi konflik PENDAHULUAN Pernikahan menjadi langkah awal dalam kehidupan rumah tangga. Pernikahan merupakan ikatan sakral yang dilakukan oleh pasangan perempuan dan laki-laki dewasa (Marlina, 2013). Sebuah pernikahan tentunya memiliki tujuan untuk membangun keluarga yang bahagia sesuai dengan 8 fungsi keluarga menurut BKKBN, yaitu fungsi agama, kasih sayang, perlindungan, sosial budaya, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, serta pembinaan lingkungan (BKKBN, 2018). Oleh karena itu, pernikahan menjadi sebuah awal baik dengan tujuan saling menyayangi, saling membina, dan membangun kekerabatan (Octaraina et al., 2015). Salah satu indikator yang dijadikan sebagai capaian keberhasilan pernikahan yaitu kepuasan pernikahan (Burgess & Locke, 1960). Karney dan Bradburry (1995) menjelaskan kepuasan pernikahan dengan model VSA (vulnerability-stress-adaptation), di mana kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kerentanan (vulnerability), stres, dan proses adaptasi (adaptive process).
... Hubungan antarmanusia yang menjadi perihal mendasar dari kehidupan bermasyarakat tentunya juga akan memiliki beragam permasalahan yang muncul jika terjadi ketidaksesuaian. Khususnya pada hubungan perkawinan yang mendasari terbentuknya keluarga sebagai ikatan antara lahir dan batin dari seorang laki-laki dan 91 perempuan dalam status sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang kekal serta bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Oktarina et al., 2018). Persyaratannya antara lain perlunya kesiapan yang sungguh matang, baik siap secara fisik maupun mental, serta ketentuan terkait batasan usia dalam menikah (Afrida & Andromenda, 2017). ...
Article
Full-text available
p> This research aims to analyze the portrayal of romantic relationships in the film "Wedding Agreement" involving arranged couples. The focus of the research is to explore how the representation of these relationships in the film relates to the social context of Indonesian society, as well as the relevance of the phenomena depicted in the film to the current conditions. The research method used is qualitative descriptive, with document analysis as the data collection technique. The use of discourse analysis with its two paradigms is chosen as the data analysis technique in this study because it can reveal culture and society in a discourse constructed through textual elements, namely the formalist and functionalist paradigms. The results show that the film "Wedding Agreement" represents several phenomena that occur in the social reality of Indonesia, such as arranged marriages, patriarchal culture, the influence of strong religious values, and high parental control over children. The question that arises is whether the phenomena portrayed in the film truly reflect the current state of society and to what extent the film can depict the actual issues faced by the community. Overall, "Wedding Agreement" provides a relevant representation of the social and cultural context of Indonesia. </p
... Pernikahan juga dapat diartikan sebagai proses peralihan atau life cycle dari kehidupan remaja menuju ke kehidupan berkeluarga. Lindha (2015) mengungkapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Bab 1 Pasal 1 Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawaninan yang di undangkan tanggal 2 januari 1974, perkawinan atau pernikahan didefinisikan sebagai" Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". ...
Article
Full-text available
The purpose of this study is to identify the description of premarital counseling for the mental readiness of prospective couples in the Population and Family Planning Board of Binjai City. This study used a qualitative descriptive research method. The subjects of this study were psychologists and prospective partners who took part in the counseling process, and the objects in this study were a psychologist and 4 catin who attended premarital counseling. The results of this study was the implementation model of premarital counseling at the Population and Family Planning Board of Binjai City uses two stages, namely: a) the pre-implementation stage and b) the implementation stage. The counseling model used for the mental readiness of prospective partners uses a group counseling model. At the time of counseling, PUP is introduced, and creates a happy family. The bride and groom come to the Population and Family Planning Board of Binjai City to complete the marriage requirements, gain knowledge about marriage and how to build a happy family so that later they can minimize the problems that come in domestic life.
... Marriage is the beginning of the life cycle that forms the basis for the formation of a family (Oktarina et al., 2018). Marital status in this study was determined from the information listed on the citizenship identity card or known as the National Identity Card (KTP). ...
Article
Full-text available
Introduction: Since the COVID-19 pandemic, the work culture in Indonesia has changed. Many companies are implementing the Work From Home (WFH) system. This can cause a dilemma for the workforce due to the assumption that home is a place to rest, not to work. The benefits can be felt since the implementation of Work From Home (WFH). However, there are also negative impacts can be felt by the workforce due to disturbances outside of work. Conflicts between families are also common. The purpose of this study is to determine the strong relationship between marital status and mental workload with work stress in Work From Home (WFH) workers. Methods: This study is a survey research and used a cross-sectional study. The sample in this study is total population of workers in the Group of Digital BolaSport Kompas Gramedia Jakarta, which is 20 people. The variables used in this study were marital status, mental workload, and work stress. The data in this study were obtained by filling out questionnaires about individual characteristic (marital status), mental workload, and work stress. Results: Most of the workers have not married status (60%), high mental workload (55%), and medium work stress (55%). The correlation coefficient value between marital status and work stress is 0.373. Meanwhile, between mental workload and work stress it is 0.667. Conclusion: In Work From Home workers, there is a weak relationship between marital status and work stress. Besides that, there is a strong relationship between mental workload and work stress.
... Kehidupan pasca perkawinan tidak sesederhana hanya hidup bersama, membentuk keluarga baru dan memiliki keturunan. Kehidupan berkeluarga haruslah memiliki visi dan misi serta hak dan kewajiban yang membutuhkan kerjasama untuk mewujudkan dan memenuhi hal tersebut (Oktarina, Mahendra, and Demartoto 2015). ...
Article
ABSTRAK Perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara pria dengan wanita dengan tujuan membangun sebuah hubungan keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Namun demikian, setiap orang memiliki pandangan, pola pikir dan pendapat yang berbeda dalam memaknai suatu perkawinan. Hal ini dikarenakan terdapat bebagai hal yang mempengaruhi seseorang atau suatu kelompok dalam pola pikir terhadap suatu hal termasuk agama, tradisi, lingkungan, usia, hingga status sosial yang dimiliki. Seperti halnya masyarakat suku Tengger di desa Pakel yang memiliki perbedaan dan tradisi yang berbeda dalam melangsungkan prosesi perkawinan. Jurnal ini memiliki tujuan mengetahui tradisi perkawinan masyarakat suku Tengger yang tidak mempermasalahkan adanya pernikahan beda agama karena menganggap hal tersebut sebagai salah satu bentuk nyata dari toleransi beragama. Selain itu untuk mengetahui makna perkawinan bagi masyarakat suku Tengger yang sering kali mendapatkan pasangan berbeda agama dalam pandangan Islam khususnya di Desa Pakel, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Penelitian ini adalah penelitian kulitatif dengan metode pendekatan Empiris Sosiologis dengan teknik pengumpulan data berupa field research, yaitu observasi langsung ke lapangan guna mengetahui langsung data dan fakta di lapangan menggunakan metode observasi, wawancara dan juga dokumentasi. Kata Kunci : Perkawinan, Suku Tengger, Makna Perkawinan
... Pernikahan merupakan salah satu budaya dan bagian dari siklus hidup manusia (Oktarina, Wijaya, dan Demartoto 2015). Artinya pernikahan terjadi di mana saja dalam semua kelompok masyarakat di dunia mana pun. ...
Article
Full-text available
Penelitian ini membahas tentang kajian teologis terhadap praktik pemberian belis dalam perkawinan masyarakat Sumba. Budaya atau kebiasaan ini sudah dilakukan secara turun-temurun dan selalu bersinggungan dengan pernikahan gereja. Hal ini dilakukan karena terdapat begitu beragam tanggapan terhadap belis dalam perkawinan masyarakat Sumba, terutama dari kalangan orang Kristen. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka. Obyek kajian adalah pemberian mahar dalam pernikahan Ishak dan Ribka, Yakub dan Rahel, Daud dan Mikhal, serta Sikhem dan Dina. Refleksi teologis yang diperoleh dari kajian ini: Pertama, mahar dalam Alkitab diberikan sebagai tanda penghargaan kepada perempuan dan kepada keluarganya. Kedua, mahar sebenarnya bukanlah sebuah paksaan tetapi lebih kepada kemampuan seseorang pria untuk membuktikan rasa cintanya kepada perempuan yang hendak dijadikan istrinya. Sebab itu jika diterapkan terhadap budaya belis pada masyarakat Sumba, belis sebenarnya tidak bertentangan dengan iman Kristen dan belis memiliki hal positif yang bertujuan untuk saling menolong, saling membantu antara satu dengan yang lain. Implikasinya antara lain: Pertama, belis harus diberikan sesuai kemampuan pihak laki-laki. Kedua, belis tidak boleh diadakan untuk memenuhi ambisi pribadi pihak mempelai atau keluarganya. Pembayaran belis harus dilakukan untuk kepentingan bersama. Ketiga, belis diberikan dengan cara yang terhormat. Tidak perlu menghalalkan segala cara hanya demi membuktikan kemampuan membayar belis dengan harga mahal.
... Hal tersebut seperti halnya di Indonesia yang juga memiliki masyarakat mayoritas beragama Islam. Menurut Oktarina et al. (2018), perkawinan merupakan sesuatu yang sakral, yaitu menyatukan dua karakter individu serta menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing dengan tujuan menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, sedangkan penelitian ini menggunakan responden yang berstatus pacaran. Pada penelitian ini, Tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kepuasan hubungan romantis yang cukup dengan jumlah 46 orang responden (37,1%). ...
Article
Full-text available
Kepuasan merupakan hal penting saat menjalin hubungan romantis, sedangkan komunikasi menjadi faktor penting dalam kepuasan hubungan romantis yang sayangnya seringkali terganggu oleh adanya telepon pintar yang berkembang semakin pesat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara partner phubbing(pphubbing) dan kepuasan hubungan romantis dating couple pada dewasa muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasional. Teknik sampling yang digunakan, yaitu convenience sampling. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 124 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua instrumen, yaitu Relationship Assessment Scale dan Generic Scale of Being Phubbed. Analisis data mengggunakan uji korelasi dengan rumus Pearson’s product momen. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pphubbing dan kepuasan hubungan romantis dating couple pada dewasa muda. Selain itu, hubungan kedua variabel rendah dan memiliki hubungan negatif atau bersifat tidak searah sehingga apabila skor pphubbing tinggi, maka skor kepuasan hubungan romantis rendah, dan sebaliknya. Rendahnya hubungan kedua variabel dipengaruhi oleh faktor lain, seperti penggunaan telepon genggam yang semakin tinggi menyebabkan pphubbing dianggap sesuatu yang lumrah dan diterima oleh masyarakat luas.
... Marriage also fulfills a man's need to be a partner; meet the demand for property, prestige, and class of society; and the maintenance of good relations among certain family groups is often also a reason for marriage. (Oktarina et al., 2015). In this sense, marriage becomes a more purely utilitarian institution. ...
Book
This book entitled “Multidisclipinary to research: Volume 2” is a second international book chapter. It contains about several sub-themes categorized into education, social sciences, and technology. The sub-themes as the elaboration of the theme are (1) Business Administration, (2) Human Resources Management, (3) Public Policy, (4) Public Administration, (5) Marketing, (6) Politics, (7) Political Marketing, (8) Educational Technology, (9) Accounting, (10) Economics, (11) Communication, (12) Creative Industry, (13) Language Teaching and Evaluation, (14) And Applied Linguistics. ***Gamification and Edutainment in 21st Century Learning (Chapter) was writted by Dr. Supaprawat Siripipatthanakul, Dr. Muthmainnah, Dr. Sutithep Siripipattanakul, Dr. Patcharavadee Sriboonruang, Dr. Pichart Kaewpuang, Tamonwan Sitthipon, Pongsakorn Limna and Parichat Jaipong. Kindly follow the comments to find the chapter contents.
... Marriage also fulfills a man's need to be a partner; meet the demand for property, prestige, and class of society; and the maintenance of good relations among certain family groups is often also a reason for marriage. (Oktarina et al., 2015). In this sense, marriage becomes a more purely utilitarian institution. ...
Chapter
Hypermobility Students Motivation on Writing through Weblog. Teachers and students' use of digital tools in the classroom has been impacted by recent technological advancements. The motivation of 32 second semester students in an EFL writing class to use their digital resources in class was examined using a Weblog and analyze by quantitative method. More than a third of college students are highly motivated to write, according to our research, and their lecturers use their existing knowledge to support digital pedagogy. Blended learning and online are widely used to distribute materials, and it is well-known that students perform various tasks in their English learning using digital and non-digital tools. Students of writing and communication should receive more specialized instruction on the use of digital resources, including more support for the creation of crowdsourced best practice repositories and a more deliberate approach to the development and selection of digital resources, according to our recommendations. collect data on the field's use of digital resources in a systematic manner and use digital tools with precision. Keywords: Digital writing, EFL, Motivation and Weblog 104 conferencing platforms such as Zoom or Google Meet. Asynchronous learning, on the other hand, is pre-built and made available to students through a learning management system (LMS) at predetermined time intervals, such as one day, one week, or one unit. In many online schools, students have access to all their built-in coursework, units, or modules and can work on them at their own pace Al Yakin, A. (2019) and Al Yakin, A., et al. (2022). During Covid 19 the various methods we use to convey information and construct meaning have continued to evolve. Researchers in Indonesia are increasingly focused on using technology to help students improve their writing abilities at the university level. N Meaning making and communication have undergone significant changes as a result of technological advances. Writing, pictures, and music are common means of conveying meaning in modern communication (Kress 2010). As a result, our writing style evolves. Due to the rise of the digital age, writers now have more options for drawing. Finally, there has been a shift from the undeniable authority that provides guidelines for semiotic action in education to the communication and knowledge produced by anyone, at any time. These changes make it important to discuss how meaning in education is created and to raise questions about the potential and challenges of using digital tools in education (Barton 2007; Kress 2010). Writing is a critical tool for exchanging ideas, describing concepts and events, and presenting data in a clear and concise manner (Flower & Hayes, 1980). EFL middle school contexts also place a high value on writing. Secondary school writing instruction emphasizes the importance of improving students' writing abilities, but many students still struggle with the process. When they must write in English as a second language (EFL), the task becomes more difficult. Several studies have found that high school students who are writing in their first language (L1) need to plan for, monitor,
... Pernikahan merupakan hubungan seksual yang melibatkan sisi emosi dengan didasari adanya hak dan kewajiban sebagai suami istri (Oktarina et al., 2015). Hubungan pernikahan yang disertai dengan mampunya menyelesaikan permasalahan yang sedang dialami dapat mendorong munculnya rasa bahagia. ...
Article
Full-text available
This service activity aims to increase the youth's understanding of the importance of resilience, including physical, psychological, and financial readiness. This service was implemented in psychoeducation with the target students in Kesatrian 2 Semarang Senior High School. This service instrument used a questionnaire and was analyzed by pretest and post-test. Based on the analysis using the Paired Sample T-Test, it was concluded that there was an increase of 14.31 with a mean pretest difference score of 72.54 and 86.81 post-test. It showed an increased understanding of adolescent marriage readiness after being given psychoeducation. The activities benefit adolescents with advanced knowledge of marriage readiness, including physical, psychological, and financial readiness.
... Islam also gives the understanding that marriage is a strong and absolute bond to social life in order to become a respectable human being. Differences in thinking that exist in a marriage are one of the causes of divorce (Oktarina, Wijaya, and Demartoto 2015;Suprianto 2022). ...
Article
Full-text available
The purpose of this study is to find out how the implementation of divorce lawsuits through the e-court at the Binjai Religious Court, the difference between filing an ordinary lawsuit and filing through an e-court, and the effectiveness of implementing a divorce lawsuit through the e-court at the Binjai Religious Court. This research is an empirical legal research, with a case study approach and a statutory approach. The data sources are primary and secondary data, the data collection techniques are observation, interviews and documentation. The results of the research are: First, the implementation of a lawsuit in the Binjai Religious Court in terms of registration through the e-court itself is of two kinds, namely advocates/legal entities and independent users. Second, the difference between an ordinary lawsuit and the submission through e-court is an ordinary lawsuit, a divorce suit is filed by the husband or wife or their proxies to the Court whose jurisdiction includes the defendant. Third, the effectiveness of the implementation of divorce lawsuits through e-court through the Binjai Religious Court of North Sumatra can be seen from saving time and money in the case registration process, as well as well-archived documents, accessible from various locations and media as well as a faster data retrieval process.
... Adapun setiap perkawinan sesungguhnya menciptakan keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, Sakinah mewaddah warahmah, namun pada kenyataannya tidak dapat sepenuhnya mengungkapkan hakikat perkawinan (Lindha Pradhipti Oktarina, 2015). Namun, tidak semua pernikahan yang didukung, terutama yang membentuk keluarga Sakinah, Mevadda, Warahmah, mungkin tidak berjalan semulus dan seperti yang diharapkan setiap pasangan. ...
Article
Full-text available
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fungsi akta cerai pegawai negeri sipil, mengetahui dasar hukum perceraian dengan teori kepentingan, untuk mengetahui sikap hakim dalam menyelesaikan perkara perceraian yang menguntungkan pejabat public. Teori penelitian ini menggunakan penelitian hukum. Pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis, sifat penelitiannya adalah deskriptif analisis, dan sumber data primer penelitian ini adalah Alquran, Hadis dan sumber sekunder terutama terapi hukum seperti konstitusi, hukum dan syariah serta Peraturan Pemerintah. Dokumen hukum sekunder adalah buku atau bacaan kepustakaan, pekerjaan umum, karya tulis. Dokumen hukum tersier, kamus hukum, ensiklopedia, kamus bahasa Indonesia, surat kabar, internet, dan lain-lain. Abstract This study was conducted to determine the function of the divorce consent of civil servants, to know the legal basis of divorce with the theory of interest, to determine the attitude of judges in resolving divorce cases that benefit public officials. theory. This research uses legal research. The approach in this research is juridical, the nature of this research is descriptive analysis, the primary data source of this research is the Qur'an and Hadith, and the secondary sources are mainly legal therapy such as constitution, law and sharia. Government regulations. Secondary legal documents are books or literature readings, public works, written works. Tertiary legal documents, legal dictionaries, encyclopedias, Indonesian dictionaries, newspapers, internet, and others
... The ceremony itself has to do with beliefs beyond human control. In every wedding ceremony, the bride and groom are presented especially, complete with make-up, hair styling, and complete fashion make-up according to the customs that are followed, both before and after the wedding (Oktarina et al., 2018). the culture that has its meaning. ...
Article
Full-text available
The meaning of a marriage is the union between the two brides, namely a man and a woman. This research examines the symbolic meaning of the groom's surrender to the bride. The approach used in this study is a semantic approach. The semantic approach is an approach to see the form of speech and interpret the form of the speech or the meaning of symbols. In determining the source of data for research, it is based on the ability and skill of the researcher in trying to uncover a subjective event and determine the informant in accordance with the terms and conditions so that the data needed by the researcher is truly in accordance with nature or concrete facts. Data collection techniques carried out in this study were interviews, recording, notes, and documentation. Data analysis is a process of arranging data sequences, organizing them into patterns, categories, and basic units of description. The data that has been obtained through the recordings, then analyzed using descriptive methods, namely the depiction of the facts found as they are. The results of the study show that there are seven forms of offerings given by the groom, namely a. seserahan banana, b. seserahan betel leaf, c. seserahan ring, d. women's clothing e. traditional food and fruits, f. household furniture. g. surrender of money. Then from the meaning of the surrender, the two existing cultural values are, the social values contained in the handover ceremony at the Buru Island marriage and cultural values.
... Apabila seseorang telah melaksanakan perkawinan sesuai aturan negara (sesuai Undang-Undang) dan sesuai syarat dan aturan maka perkawinannya dianggap sah secara agama dan Undang-Undang. Sehingga perkawinan yang sudah dilaksanakan, apabila nantinya mempunyai keturunan yang telah dicatat secara administratif oleh bagian kependudukan dan catatan sipil akan memperoleh perlindungan dari negara (Oktarina, Wijaya, & Demartoto, 2015) Makna perkawinan di Indonesia mempunyai makna secara umum ada dua makna, yaitu (1) perkawinan dimaknai secara konvensional dan (2) perkawinan dimaknasi secara modern atau rasional. Selain itu, perkawinan menurut sudut pandang perempuan mempunyai dampak konsekuensi sosial dan suatu kewajiban sosial yang dilakukan. ...
Article
Full-text available
This study attempts to describe culture rasan tue marriage in the Padang Guci Bengkulu. The methodology used is a descriptive qualitative method anthropological approach. The research was conducted by observing directly the Pasemah tribe’s marriage culture in the Padang Guci Bengkulu. This study summarizes the phases of rasan tue marriage culture completely. The result shows that marriage with rasan tue culture is held for some reasons: (1) the boy and the girl have a kinship, despite far relative, (2) the boy and the girl are equally shy so that they do not have the courage to express their feelings and need parents’ help to communicate it, (3) both girl and boy have been adult and they have acquaintance with adult boy and girl, and (4) the boy and the girl have wealth so that it was necessary to make the agreement between the two parties by presenting both parents. It can be concluded that the procedure of marriage using rasan tue culture involves, among others: meminang (proposing), miare tunang, nolong tunang, tandang with tunang, ngalih panggilan, setting up marriage time, netak akhi malam, and holding the marriage (wedding) event.
... The purpose of building a marriage bond is to get a happy and eternal family. On the other hand, marriage is a culture and part of the human life cycle (Oktarina, Wijaya, & Demartoto, 2015). It means it can be said marriage is a culture will become a necessity for humans and one of the cycles that become a foundation for forming a family. ...
Article
Full-text available
The purpose of this study was to find out how the dynamics of forgiveness of domestic violence victims. Anything that is the reason for the victim chooses to provide forgiveness and maintain the relationship of his household. The method used in this article is the library research method. The results of this study indicate that victims of domestic violence choose to provide forgiveness because it is influenced by certain factors. This factor becomes a force of the victim to maintain his household relationship. As for some of these factors, such as the presence of children, feeling ashamed to report the treatment of their husbands, not having a job so that they depend on living fully with their husbands and considering the length of marriage that has been fostered together.
... Perkawinan merupakan salah satu budaya dan bagian dari siklus hidup manusia. Hal ini merupakan landasan bagi terbentuknya suatu keluarga (Oktarina, Wijaya, Demartoto, 2015). Perkawinan merupakan peristiwayang paling sakral dialami oleh setiap manusia, nikah/perkawinan artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan muhrim dan minimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya (Tantu, 2013). ...
Article
Full-text available
The purpose of this study is to explain the importance of the Kenoto marriage and the noble values that exist in the kenoto marriage. The research used is qualitative research to see Kenoto as a unifying tool in the Sabu tribal community. The Kenoto Ritual in the Customs of Sabu Tribal Marriage Max Weber's Sociology of Religion Study in Social Action. The method of observation and structured interviews. The analyzed are the results of interviews and observations with Indigenous and church leaders, Religious Leaders and Marriage Couples. The results showed that the priority of the Kenoto marriage in the Sabu tribal community was very important and became the basis. Because the Kenoto Marriage shows the self-esteem of a woman. To better understand comprehensively, this analysis will provide answers through a typical understanding of Weber's social action theory, the type of social action that is suitable or used in the kenoto marriage, namely Traditional Action and Value Rationality.
Article
Full-text available
Pernikahan merupakan sebuah peristiwa yang sakral bagi setiap individu. Pernikahan berbeda suku di Indonesia kerap dijumpai. Pernikahan yang ideal menurut masyarakat bugis adalah pernikahan endogami yaitu pernikahan yang melibatkan rumpun keluarga baik dari keluarga ayah maupun ibu. Seiring dengan perkembangan pola pikir masyarakat bugis, pernikahan dengan system ini perlahan terkikis kemudian bergeser ke system eksogami (pernikahan antar marga atau antar suku).Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dengan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Berdasarkan hasil temuan, secara garis besar ketiga responden memiliki dijalani memberikan gambaran pernikahan pernikahan beda suku yang positif. Hasil penelitian kemudian dikerucutkan dalam tiga tema besar yaitu, Latar belakang pernikahan, pengalaman pernikahan dan makna pernikahan . Perempuan Bugis menghadapi tantangan dalam menjalani pernikahan beda suku, Pentingnya komunikasi dalam menjaga hubungan, Toleransi dan pengertian penting untuk menyelesaikan konflik.Dengan adanya penelitian ini peneliti memberikan saran kepada responden agar dapat terus membangun komunikasi yang baik dan kesiapan mental dalam pernikahan beda suku yang dijalani. Peneliti selanjutnya dapat melibatkan partisipan dari suku dan berbagai latar belakang budaya yang beragam. Hal ini diharapkan dapat mengeksplorasi lebih luas mengenai gambaran pernikahan beda suku di Indonesia. Peneliti selanjutnya juga dapat memperluas penelitian berfokus pada pengalaman yang melibatkan laki-laki dari suku berbeda dengan pasangan perempuan bugis.
Article
Full-text available
The phenomenon of catcalling is something that can be experienced by almost most individuals in their lives, with women being most victims. This study aims to determine the relationship between self-esteem and self-concept in female victims of catcalling, a case study of late adolescence in Samarinda City. This study uses a quantitative approach. The sample in this study was 102 late adolescents who had experienced catcalling and were selected based on purposive sampling techniques. The data collection method used a scale of self-concept and self-esteem with reliability values of 0.852 and 0.863. The data analysis technique used was Pearson product moment correlation analysis. The results showed that there was a positive and significant relationship between self-esteem and self-concept in female victims of catcalling with a calculated r value = 0.540> r table 0.192 and a p value = 0.000 (p <0.050). This means that the more positive the self-concept of female victims of catcalling, the better the self-esteem they will develop towards themselves. The implications of this research are the basis for developing public policies that support education and awareness regarding the negative impacts of catcalling.Fenomena catcalling merupakan suatu yang dapat dialami oleh hampir sebagian besar individu di dalam kehidupannya, dengan wanita adalah sebagian besar dari korbannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan harga diri dengan konsep diri pada wanita korban catcalling studi kasus pada remaja akhir di Kota Samarinda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah 102 remaja akhir yang pernah mengalami catcalling dan dipilih berdasarkan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data menggunakan skala konsep diri dan harga diri dengan nilai reliabilitas sebesar 0.852 dan 0.863. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi pearson product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara harga diri dengan konsep diri pada wanita korban catcalling dengan nilai r hitung = 0.540 > r tabel 0.192 dan nilai p = 0.000 (p < 0.050). Artinya semakin positif konsep diri yang ada pada wanita korban catcalling maka semakin baik harga diri yang akan mereka kembangkan terhadap dirinya sendiri. Implikasi dari penelitian ini adalah landasan bagi pengembangan kebijakan publik yang mendukung edukasi dan kesadaran mengenai dampak negatif catcalling.
Article
Full-text available
Skala Male Role Norms Inventory-Short Form (MRNI-SF) merupakan instrumen yang digunakan secara luas di tingkat internasional untuk mengukur paham maskulinitas tradisional. Saat ini, skala tersebut juga mulai digunakan di Indonesia akibat besarnya ketimpangan gender terhadap akses pendidikan dan pekerjaan. Namun, penelitian yang secara khusus membahas kualitas psikometrik MRNI-SF adaptasi Indonesia masih sangat minim. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi validitas dan reliabilitas MRNI-SF versi Indonesia. Data dikumpulkan dari total 346 partisipan mahasisw/i sejumlah universitas di Indonesia dianalisis dengan menggunakan metode Analisis Faktor Eksploratori dan Analisis Faktor Konfirmatori. Hasil analisis menunjukkan bahwa MRNI-SF versi Indonesia mampu mengukur paham maskulinitas tradisional di Indonesia dengan tepat dan reliabel. Selain itu, analisis data menemukan adanya kesesuaian bentuk model MRNI-SF versi Indonesia dengan MRNI-SF versi aslinya.
Article
Full-text available
This study aims to analyze marriage regulations with child protection, namely Law Number 16 of 2019 on Marriage and Law Number 35 of 2014 on Child Protection. These two regulations will be analyzed to protect children who marry underage. The study method used is normative juridical. As a novelty, the study tries to compare marriage arrangements with child protection arrangements. The purpose and perspective of underage marriage between the two regulations are different. The research results show that marriage law has a different spirit than child protection law. This is shown in the marriage law, which states that children are still allowed to marry for urgent reasons by applying for a dispensation to the court. However, child protection law explicitly does not allow this. Therefore, there is a need for more detailed regulation regarding the category of "urgent reasons" regulated in the marriage law. Keywords: Marriage; Children; Protection.
Article
Full-text available
Setiap anak perempuan membutuhkan figur ayah, namun tidak semua anak perempuan bisa merasakan hal tersebut karena ketidakhadirannya ayah baik secara fisik maupun psikologis yang hal ini biasa dikenal dengan istilah fatherless. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri tentang bagaimana persepsi anak perempuan dewasa awal yang mengalami fatherless tentang pernikahan. Responden penelitian merupakan dua perempuan dewasa awal berusia 23 tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang mengeksplor dua kasus. Kasus pertama yaitu karena ayah meninggal dan kasus kedua karena ayah berselingkuh. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada responden yang ayahnya meninggal dan memiliki kesan baik pada ayah cenderung memberikan persepsi yang positif dan menjadikan ayahnya sebagai role model dalam memilih kriteria pasangan. Tetapi sebaliknya, responden yang ayahnya berselingkuh merasa takut untuk menikah karena kondisi keluarganya yang kurang harmonis, dan sulit untuk percaya terhadap laki-laki karena perilaku ayahnya. Faktor yang memengaruhi persepsi tentang pernikahan pada responden yaitu berdasarkan dari lingkungan keluarga terutama orang tua responden, serta pengalaman yang pernah dialami responden. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa informasi mengenai persepsi tentang pernikahan pada perempuan dewasa awal yang mengalami fatherless dan sebagai acuan kepada partisipan dan masyarakat agar dapat mengatasi dampak fatherless yang memengaruhi cara bersikap terhadap pernikahan.
Article
Full-text available
The socio-economic impact of the COVID-19 pandemic on households in Indonesia has also had an impact on increasing child marriage at an early age. This is also supported through the understanding of women and men in marriage which is manifested through media messages. Likewise when talking about early marriage. This research wants to see how the representation of early marriage through cinema in Indonesia. Theory of Representation, Women's Inferiority, The Concept of Film in Mass Media, is used as a support for the analysis. The research was conducted using a qualitative descriptive approach using the critical discourse analysis model of Norman Fairclough. Norman Fairclough's critical discourse is considered appropriate to see the representation of women through cinema in Indonesia with the theme of early marriage because this approach looks at not only the text dimension, but also sociocultural practices and discourse practices. The results of this study indicate that the representation of women through cinema in Indonesia with the theme of early marriage is related to several discourses namely, religious discourse, sexuality and virginity discourse, marriage discourse and discourse on love. The text in Yuni's film keeps the discourse on love in marriage away or at least shifts the meaning of love. The meanings that appear in texts about women, marriage, and love in film texts are determined by the prevailing culture in society and in turn have an impact on women's decision-making if they are internalized and considered as truths that need not be questioned.
Article
Full-text available
The purpose of this research is to find out the background factors and description of the tradition of prohibiting Ngalor Ngulon marriage in Purwoharjo Village from the Perspective of Jassir Auda's System Theory. This research method uses qualitative field research with a conceptual approach using Jassir Auda's systems theory concept. The research data was generated through direct interviews with the people of Purwoharjo Village, Purwoharjo District, Banyuwangi Regency as the research location. The conclusion of this study is that the Ngalor Ngulon Marriage Prohibition tradition is prohibited in Purwoharjo Village due to several factors, namely habit or customs, lack of religious knowledge, belief, and social structure. Based on Jasser Auda's view, the purpose of Islamic law must be universal so that Islamic law can be accepted anytime, anywhere, and in all circumstances, with the aim of the common good rather than individuals. A system for dealing with problems must be in accordance with the goals of Islam itself. Referring to the Ngalor Ngulon Marriage Prohibition tradition, it can be preserved by removing fasid or harmful elements in the custom. This is because this tradition is a custom or custom of Purwoharjo Village which cannot be simply erased. This tradition also does not necessarily prohibit marriage, but only in certain directions, namely Ngalor Ngulon.
Article
p> The wedding party for the Javanese community is the main event from a series of the wedding events . The wedding reception was held twice in the Javanese community. The reception was held by female (bride) family and male (groom) family. Every event of the wedding has a different ceremonial procession. The purpose of this study was to determine the form of behavioral changes in the Javanese community in organizing wedding receptions or party and the factors which influence the organization of the wedding reception. The subject of this study is Javanese society in Surakarta. This study was descriptive qualitative study and analyzed using behavioral sociological theory by BF Skinner and adapted theory by Robert K. Merton. The data collection in this study was used observation techniques involving 26 informants. The sampling technique used was purposive sampling. Data analysis technique used was an interactive analysis technique that consists of three components. Those are data reduction, data display and conclusion. The results of the study showed that there has been a change in the implementation of a traditional wedding reception in Javanese society. The changes are the result of the adjustment between the old traditions of Javanese culture and modern changes. The changes cannot be separated from the role of couple’s parents as organizers. The parent’s decisions in this event is a part of the parent's response from the surrounding influences. The adjustments in organizing the reception is due to several factors including the change of parents’s mindset, the influence of the environment and others. The changes of series of processions in the wedding ceremony is a proof that Javanese society always changes following the times . Keywords: Behavior Changes, Culture Wedding, Java Community, Wedding Reception. Abstrak Pesta pernikahan untuk masyrakat Jawa adalah kegiatan utama dari rangkaian kegiatan pernikahan. Resepsi pernikahan diadakan sebanyak dua kali di masyarakat Jawa. Resepsi pernikahan dilakukan oleh keluarga pengantin wanita dan keluarga pengantin laki-laki. Setiap kegiatan dari pernikahan memiliki prosesi upacara yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan bentuk dari perubahan perilaku dalam masyarakat Jawa dalam mengorganisasi resepsi pernikahan atau pesta dan faktor yang mempengaruhi organisir resepsi pernikahan. Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat Jawa di Surakarta. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan dianalisis dengan menggunakan teori perilaku sosial dari B.F. Skinner dan teori adaptasi dari Robert K. Merton. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi meliputi 26 informan. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data dengan menggunakan teknik analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen, yakni reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perubahan dalam implementasi dari sebuah resepsi pernikahan yang tradisional di masyrakat Jawa. Perubahan tersebut merupakan hasil dari penyesuaian antara tradisi lama kebudayaan Jawa dan perubahan modern. Perubahan ini tidak dapat dilepaskan dari peran dari orangtua pengantin sebagai organisator. Keputusan orang tua dalam acara pernikahan adalah sebuah bentuk dari respon orang tua terhadap pengaruh sekitar. Penyesuaian dalam mengorganisasi resepsi terkait dengan beberapa faktor termasuk perubahan dari mindset orang tua, perubahan lingkungan dan yang lainya. Perubahan dari rangkaian prosesi dalam upacara pernikahan adalah bukti bahwa masyrakat Jawa selalu berubah dari waktu ke waktu. Kata Kunci: Perubahan Perilaku, Budaya Pernikahan, Masyarakat Jawa, Resepsi Pernikahan . </p
Article
p> Woman’s migrant retirement identical as an unskilled labor, minimal in knowledge and skill, therefore they only rely on remittance to fulfilthe necessities of life. But after empowerment conducted to do poductive activities we can see there’s transformation on behaviour pattern that woman’s migrant retirement perceive. On one side they have income so that they can increase family welfare, but on the other hand woman’s migrant retirement feel the effect of the empowerment that being held.The aim of this research is to know the behaviour pattern of woman’s migrant retirement at Sragen City, Indonesia which analyze by gender perspective theory. This research using qualitative methods with case study approach, in-depth and holistic data processing through observation, interview and documentation.The result of this study show that, woman’s migrant retirement kept their family welfare the same as the time before they were migrant workers. The strategy that woman’s migrant retirement do is to harness their income to be bussines financier and form a social networking that include poductive activities that can increase the income.Such activities are done as a collective group which include goat livestock, catering, vegetable’s base food production, and craft. Woman’s migrant retirement have a bussines group that ensure of equality right of bussines so that lifesyle change took place on woman’s migrant retirement. At this empowerment process woman’s migrant retirement did not experience marginalization and did not suffered form violation. But they undergone double burden because majority of them were housewife that has obligation to take care their husband and child. Woman’s migrant retirement. Keywords: Gender Analysis, Behaviour Pattern, Woman’s Migrant Retirement. Abstrak Purna migran perempuan identik dengan tenaga yang kurang terampil, minim pengetahuan dan keahlian sehingga hanya mengandalkan remitan untuk memenuhi kebutuhan hidup.Namun setelah diadakan pemberdayaan dengan melaksankaan kegiatan produktifterdapat transformasi pola perilaku yang dirasakan oleh purna migran perempuan. Disatu sisi mereka memiliki pendapatan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, namun disisi lain purna migran perempuan merasakan dampak-dampak dari diadakannya pemberdayaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipola perilaku purna migran perempuan di Sragen Indonesia yang dianalisis dengan teori perspektif gender. Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus ini mengolah data secara mendalam dan menyeluruh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa purna migran perempuan menjaga kesejahteraan keluarga seperti ketika menjadi migran.Strategi yang dilakukan purna migran perempuan adalah memanfaatkan pendapatan secara optimal dijadikan modal usaha dan membentuk suatu jaringan sosial yang didalamnya berisi kegiatan produktif yang dapat menambah penghasilan.Kegiatan yang dilakukan secara berkelompok seperti ternak kambing, catering makanan, produksi makanan olahan dari sayur-sayuran, serta produksi kerajinan tangan. Purna migran perempuan yang memiliki kelompok usaha telah memiliki hak-hak yang setara dalam memiliki pekerjaan sehingga perubahan gaya hidup terjadi dalam diri purna migran perempuan. Pada proses pemberdayaan purna migran perempuan tidak mengalami marginalisasi serta tidak mengalami tindakan kekerasan. Namun mereka mengalami beban ganda sebab mayoritas dari mereka ibu rumah tangga yang memiliki kewajiban untuk mengurus suami dan anak. Purna migran perempuan tidak mengalami stereotype atau pelabelan ketika melaksanakan kegiatan produktif. Kata Kunci: Analisis Gender, Pola Perilaku, Purna Migran Perempuan. </p
Article
Full-text available
Sea Tribe is a group of indigenous people on Kelumu Island entrenched in the practice of child marriage. This study aims to analyze the law’s implementation on marriage and its impacts on the marine tribal community of Kelumu Island using empirical/socio-legal research methods. Furthermore, the primary legal data used are the 1945 Constitution, Law Number 16 of 2019 concerning Marriage, 35 of 2014, and Law Number 35 of 2014 concerning child protection, and Number 20 of 2003 on Marriage, Child Protection, and National Education System. The Theory of Legal Effectiveness by Soerjono Soekanto was also used. The results showed that the implementation of the marriage law in the Sea Tribe community of Kelumu Island has not yet been classified as adequate. The implementation of the marriage law in the marine tribal community is classified as ineffective when measured by Soerjono Soekanto’s Theory of Legal Effectiveness. This is due to the weakness of several existing factors, namely legal factors, law enforcement, infrastructure, maturity and local communities. Meanwhile, the impact of child marriage is the loss of the children’s right to education and health.
Article
Full-text available
This study aims to determine the effectiveness of applying the Islamic Law Compilation (KHI) to minimize divorce cases at the Sigli Sharia Court. In addition, this study is to find out the obstacles to applying the Islamic Law Compilation in the Sharia Court and the efforts made by the Sigli Syari'ah Court to minimize disputes/divorce cases based on the Islamic Law Compilation. The research method used is empirical legal research using a case study approach, a statute approach. This study uses 2 (two) theories, namely the theory of legal effectiveness and the theory of the legal system.
Article
Full-text available
This research aimed to understand the effect of stress during the pandemic on marital quality in Bali. This research used a quantitative approach. Subjects involved in this research were 242 people who had been married for at least five years, with intact family conditions, and lived in Denpasar City, Bali. The instruments in this research were the COVID Stress Scale from Taylor (2020) and the Marital Quality scale arranged by Nurhayati (2017). The validity of this research used content validity by expert judgment. Reliability in the scale of this research used the Cronbach Alpha reliability coefficient. The COVID stress variable has a reliability of 0.934, while the variable of marital quality has a reliability of 0.889. As for the data analysis, descriptive analysis and simple linear regression analysis were used. Based on the data analysis, the regression coefficient was 0.028 and sig. 0.307, with the value of R square = 0.004. The results showed that COVID stress does not affect the marital quality in Bali.
Article
Full-text available
This article contains about the payment of pekhanjangan in marriages over siblings in Gunung Meriah District in the perspective of 'urf, and how the practice of paying pekhanjangan, what causes the payment of pekhanjangan, how much is paid and how 'urf views the practice of paying pekhanjangan. This research is descriptive qualitative using an ethnographic research approach to the people of Gunung Meriah District, Aceh Singkil Regency, Aceh Province. The results show that the payment of pekhanjangan must be followed when someone marries someone who still has an unmarried older sister, then the family is obliged to pay pekhanjangan (additional). The maximum amount to be paid is five grams of gold and a minimum of two grams of gold. If viewed from a legal perspective, the law does not conflict with Islamic law, because good community customs and do not conflict with the Qur'an and hadith, can be used as a legal basis. Abstrak: artikel ini berisikan tentang pembayaran pekhanjangan pada perkawinaan melangkahi kakak kandung di Kecamatan Gunung Meriah dalam padangan 'urf, dan bagaimana praktik pembayaran pekhenjangan, apa saja yang menyebabkan membayar pekhanjangan, berapa jumlah yang dibayarkan serta bagaimana pandangan 'urf terhadap praktik pembayaran pekhanjangan tersebut. penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian etnografi pada masyarakat Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembayaran pekhanjangan harus diikuti ketika seseorang menikahi seseorang yang masih memiliki kakak perempuan yang belum menikah, maka pihak keluarga berkewajiban membayar pekhanjangan (tambahan). Adapun jumlah yang harus dibayarkan maksimal dengan harga lima gram emas dan minimal dua gram emas. Jika dilihat dari segi hukumnya maka hukumnya tidak bertentangan hukum Islam, karena adat kebiasaan masyarakat yang baik dan
Article
Full-text available
The purpose of writing this article is to analyze the meaning of ararem in the context of Biak ethnic marriage. In the Biak ethnic marriage tradition, there is a concept known as ararem. Ararem is a tradition of delivering the dowry of a future husband to his future wife. The provision of ararem has the following meanings, namely: first, the binding of kinship between clans / kerets, namely the male family and the female family, the second ararem as a sign of appreciation for women, third, the essential meaning of giving ararem as a sign of peace that contains prayer and The hope of a large family for a husband and wife to multiply to live happily and harmoniously in fostering a household. The research method uses descriptive analysis with a qualitative approach. This study will describe the sacredness of Ararem as assistance in Biak ethnic marriages and analyze Ararem as cultural heritage values which are used as counseling assistance in Biak ethnic marriages. In the tradition of ararem marriage, it is mandatory for Biak ethnicity to do so, because many ethnic groups believe that in ararem there is a sacred value, so if it is not done, then multi-ethnic marriage will not experience a happy and harmonious life. The purpose of writing this article is to understand the sacred value of ararem as a mentoring approach in pastoral by looking at local wisdom as a pattern of approach.
Article
Full-text available
Kelajangan dianggap sebagai hal yang tidak wajar pada perempuan dewasa. Penelitian dilakukan dengan tujuan mengungkap bagaimana perempuan lajang dan perjodohan ditampilkan di dalam novel “Jodoh Terakhir” (2016) karya Netty Vigiantini. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra dan kritik sastra feminis. Data berupa kata, frasa, dan kalimat dikumpulkan dengan teknik simak catat setelah melalui pemhacaan tertutup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan lajang dianggap tidak wajar dan melanggar aturan, sehingga untuk mengembalikannya pada jalur normatif, perjodohan dijadikan solusi. Dalam novel, terungkap adanya resistensi dan negosiasi dari tokoh perempuan dalam menyikapi pernikahan yang dipaksakan kepadanya. Kecurigaan bahwa teks akan cenderung bersifat feminis tidak terbukti, karena wacana yang justru dikembangkan pengarang adalah kepatuhan anak perempuan pada konstruksi sosial yang ditanamkan melalui struktur keluarga.Katakunci: feminis, konstruksi sosial, lajang, perjodohan Abstract:Singleness is considered an unnatural thing for adult women. This research was conducted to reveal how single women and matchmaking are featured in Netty Vigiantini's novel Jodoh Terakhir (2016). The method used is descriptive qualitative with sociological literary approaches and feminist literary criticism. Data in the form of words, phrases, and sentences were collected using the note-taking technique after going through closed reading. The data are then classified, interpreted, and analyzed with relevant theories. The results of this study indicate that single women are considered unnatural and violate the rules, so to return them to the normative path, matchmaking is used as a solution. In the novel, it is revealed that there are resistance and negotiation from female characters in responding to the marriage that was forced on her. The suspicion that the text will tend to be feminist is not proven, because the discourse developed by the author is the obedience of girls to social constructs that are instilled through the family structure.Keywords: feminist, social construction, single, matchmaking
Article
Full-text available
Penelitian ini membahas tentang strategi kebertahanan perempuan dalam novel Cincin Separuh Hati karya Netty Virgiantini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan kritik sastra feminis dan psikologi sastra. Data berupa kata, frasa, dan kalimat dari novel dikumpulkan dengan teknik simak catat setelah melalui pembacaan tertutup. Data tersebut kemudian dikategorikan, diinterpretasikan, dan dianalisis dengan teori yang relevan. Hasil analisis dirumuskan menjadi kesimpulan. Studi ini menunjukkan bahwa tokoh utama perempuan melajang karena memiliki trauma pada masa lalu. Perempuan dewasa yang belum menikah rentan mengalami stigma sebagai perempuan yang tidak ‘laku’, pemilih, memiliki orientasi seksual berbeda, serta berpotensi merusak rumah tangga orang lain. Berbagai bentuk strategi kebertahanan dilakukan perempuan lajang, seperti bersikap mandiri, menonjolkan karakter maskulin, dan menerapkan manipulasi sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri. Dalam novel Cincin Separuh Hati, perempuan digambarkan masih membutuhkan laki-laki agar identitasnya menjadi utuh. Integritas perempuan terhadap tekad dan janji selibat yang telah dibuat sejak lama menjadi tidak kuat. Hal ini menyiratkan kepatuhan perempuan pada nilai-nilai tradisional dari kehidupan melajang dan perkawinan
Article
ABSTRAKPerceraian merupakan terputusnya hubungan pernikahan yang telah diputuskan sesuai dengan hukum yang berlaku dan sudah berdasarkan kepada kesepakatan antara kedua belah pihak. Perceraian saat ini fenomena yang masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat, karena perceraian ini menandakan bahwa makna-makna yang terdapat dalam pernikahan tidak dijalankan dengan semestinya. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat tentang permasalahan yang terjadi dalam keluarga sebagai pemicu perceraian dan untuk menganalisis persepsi masyarakat terhadap banyaknya kasus perceraian saat ini. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, dengan pengumpulan data berupa wawancara dengan informan, studi litelatur, dan studi dokumentasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagian masyarakat mempresepsikan perceraian sebagai sesuatu yang tidak baik, terutama kasus gugat cerai yang diajukan istri. Masih adanya label di masyarakat yang menunjukan bahwa perempuan harus berperan sesuai kodratnya, walaupun saat ini telah banyak perempuan yang bekerja di luar rumah. Masyarakat mengungkapkan bahwa seharusnya pernikahan harus dapat dipertahankan agar makna kesakralannya sendiri tetap terjaga.Kata Kunci : Perceraian, Persepsi, Masyarakat
Metode Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian
  • H B Sutopo
Sutopo, H.B. 2002.Metode Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.