Content uploaded by Sandra Sutanto
Author content
All content in this area was uploaded by Sandra Sutanto on Jan 08, 2023
Content may be subject to copyright.
1
INTUISI 14 (2) (2022)
INTUISI
JURNAL PSIKOLOGI ILMIAH
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI
Terindeks DOAJ: 2541-2965
PERAN STRES YANG DIALAMI ORANG TUA DAN WELAS DIRI TERHADAP
KEPUASAN HIDUP SELAMA PANDEMI COVID-19
Sandra Handayani Sutanto1, Dicky Sugianto2, Jessica Amelia Anna3
Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
Sejarah Artikel:
Disubmit 31 Agustus 2022
Direvisi 9 September 2022
Diterima 12 November 2022
Pandemi Covid-19 dan perubahan yang menyertainya mendatangkan dampak bagi
semua orang, termasuk orang tua yang diharuskan beradaptasi dengan metode
pembelajaran baru dan kebiasaan baru. Proses beradaptasi ini mendatangkan stres
bagi orang tua, ditandai dengan keluhan yang cukup banyak, dan jika tidak
ditangani dengan coping yang tepat akan mendatangkan burnout, dan menurunkan
kepuasan hidup orang tua. Welas diri merupakan salah satu cara untuk menangani
stres sehingga membuat kepuasan hidup tetap terjaga. Penelitian ini menggunakan
metode korelasional yang bertujuan secara empiris melihat pengaruh stres yang
dialami oleh orang tua dan welas diri yang dimiliki terhadap kepuasan hidup selama
masa pandemi. Alat ukur Parenting Stress Scale, Skala Welas Diri dan Satisfaction
with Life Scale yang telah diadaptasi digunakan dalam penelitian ini dengan subjek
penelitian sebanyak 154 orang tua yang didapat dengan metode convenience
sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan
hipotesa alternatif diterima sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa stres
yang dialami oleh orang tua bersama-sama dengan welas diri memengaruhi
kepuasan hidup sebesar 3.8%. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan
rekomendasi kepada orang tua bagaimana menangani stres serta menjaga kepuasan
hidup selama pandemi.
Keywords:
Parenting Stress, Self-
Compassion, Life
Satisfaction, Pandemic
Abstract
The Covid-19 pandemic and all the changes have an impact on everyone, including
parents who are required to adapt to new learning methods and new habits. This
adaptation process brings stress to parents, characterized by quite a lot of
complaints, and if not handled with the right coping, it will cause burnout, and
reduce parental life satisfaction. Self-compassion is a way to cope with stressto
maintain life satisfaction. This study employs correlational design with the aim of
empirically looking at the influence of stress experienced by parents and their self-
compassion on life satisfaction during the pandemic. Parenting Stress Scale, Self-
Compassion Scale and Satisfaction with Life Scale which have been adapted are
used in this study with 154 parents as research subjects obtained by convenience
sampling method. The results of the study, using multiple regression analysis with
alternatif hypothesis received so it showed that the stress experienced by parents
together with self-compassion affected life satisfaction 3.8%. Results suggest
recommendation to parents on how to manage stress and improve life satisfaction
within the pandemic.
© 2022 Universitas Negeri Semarang
Alamat korespondensi:
Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan,
Kelapa Dua, Tangerang, Banten, Indonesia
sandra.handayani.sutanto@gmail.com
p-ISSN 2086-0803
e-ISSN 2541-2965
2
PENDAHULUAN
Masa pandemi yang dialami selama
dua tahun terakhir membawa perubahan dalam
semua aspek kehidupan. Hampir semua orang
tidak siap dengan perubahan yang mendadak.
Perubahan yang mendadak hampir meliputi
semua bidang mulai dari kebiasaan sanitasi,
rutinitas harian dan tanggung jawab orang tua
yang juga berubah (Griffith, 2020). Kebiasaan
sanitasi yang berubah misalnya dengan
penggunaan masker, kebiasaan menjaga jarak
dan membiasakan mencuci tangan (Nareza,
2020). Rutinitas harian pun mengalami
perubahan, misalnya orang tua yang awalnya
hanya menyiapkan sarapan, sekarang harus
menyiapkan sarapan hingga makan malam dan
ditambah menyediakan kudapan bagi anak-
anaknya.
Perubahan yang amat signifikan
terjadi pada proses belajar mengajar. Sebelum
pandemi, peran sekolah lebih dominan
dibandingkan dengan orang tua, tetapi selama
masa pandemi ini siswa mengalami
pembelajaran di rumah, memulai kebiasaan
yang baru dengan menggunakan teknologi
selama pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan
keputusan pemerintah dalam bentuk Surat
Keputusan Bersama Empat Menteri nomor
01/KB/2020 (Sekretariat Kabinet Republik
Indonesia, 2020) mengenai pembelajaran
daring selama masa pandemi. Keputusan ini
mengharuskan orang tua yang berdomisili di
zona merah dan oranye untuk melakukan
pembelajaran di rumah yang berdampak pada
peran orang tua dalam proses belajar anaknya
Pada prosesnya, pembelajaran bagi
anak-anak yang masih lebih kecil, sekitar usia
sekolah dasar lebih sulit dibandingkan dengan
pembelajaran untuk sekolah menengah dan
perguruan tinggi. Pada proses pembelajaran
jenjang sekolah dasar, orang tua berperan
sebagai tutor dan pendamping. Orang tua
menemani proses pembelajaran misalnya
dengan memastikan prasarana yang digunakan
dapat berfungsi dengan baik, memastikan anak
mengerti penjelasan dari guru, membantu
mengerjakan tugas sekolah dan membantu
persiapan pembelajaran untuk hari berikutnya.
Proses pembelajaran juga rentan mengalami
kendala, misalnya terkait fasilitas internet
dalam hal ini kuota data dan koneksi yang
stabil menjadi sebuah keharusan dalam
pembelajaran daring. Bagi orang tua yang
bekerja, kerumitan ini semakin bertambah
karena harus menyesuaikan pembagian waktu
antara menemani siswa belajar di rumah dan
penyelesaian pekerjaan.
Proses perubahan dan adaptasi ini
mendatangkan stres bagi orang tua terutama
saat beradaptasi dengan semua kebiasaan baru.
Wadrianto (2020) mengatakan bahwa orang
tua cenderung merasakan frustasi karena
kebiasaan baru dan merasa terjebak di dalam
rumah. Stres yang tidak ditangani dengan baik
akan menimbulkan burnout dan merusak
hubungan dalam keluarga, baik dengan
pasangan maupun hubungan antara orang tua
dan anak (Griffith, 2020). Stres yang dialami
oleh orang tua secara kumulatif mengarahkan
orang tua untuk mempertanyakan
kemampuannya sebagai orang tua. Apakah
saya cukup baik dalam mendidik anak saya di
rumah? Apakah saya mencukupi kebutuhan
psikologisnya di masa pandemi ini?
Stres pada orang tua didefinisikan
situasi stres yang dialami ketika orang tua
menjalankan perannya dan memenuhi tuntutan
peran tersebut (Berry & Jones, 1995). Hal
tersebut berdampak langsung terhadap
pengasuhan pada anak, kualitas kesejahteraan
mental yang dialami oleh orang tua dan anak.
Stres yang dialami oleh orang tua juga
menghasilkan emosi yang negatif dan
berpengaruh terhadap berbagai peran yang
dijalankan orang tua dalam pernikahan dan
pekerjaan. Selama pandemi, stres pengasuhan
yang dialami oleh orang tua juga muncul dalam
penegakan disiplin dalam bentuk bentakan,
memukul dan memarahi anak (Lestari &
Ediati, 2021).
Hal lain yang turut berperan
penyesuaian diri orang tua di masa pandemi
3
yang menuntut banyak perubahan adalah welas
diri (self-compassion). Welas diri merupakan
sebuah sikap yang berwelas asih pada diri
ketika mengalami kesulitan atau penderitaan,
sebagaimana kita berwelas asih pada orang lain
yang mengalami kesulitan atau penderitaan
(Neff, 2003a ; Neff & Germer, 2017). Welas
diri memiliki tiga pasang komponen yang
menunjukkan respons diri yang penuh welas
asih (compassionate self-responding) dan yang
tidak berwelas asih (uncompassionate self-
responding), yaitu mengasihi diri vs.
menghakimi diri, kemanusiaan universal vs.
isolasi, dan kewawasan vs. overidentifikasi
(Neff et al., 2019). Welas diri berkaitan dengan
kesehatan mental yang positif dan
mempromosikan perilaku memelihara
kesehatan (Inwood & Ferrari, 2018 ; Terry &
Leary, 2011).
Welas diri ditemukan dapat membantu
orang tua untuk menyesuaikan diri dengan
situasi yang menantang, seperti pada kasus
memiliki anak dengan diagnosis gangguan
spektrum autisme (Bohadana et al., 2021).
Welas diri dapat membantu orang tua
merumuskan strategi coping yang adaptif
ketika menghadapi tuntutan mengasuh anak
dengan gangguan spektrum autisme yang
membuat kewalahan. Selain itu, welas diri juga
dapat membantu orang tua untuk tangguh
menghadapi tantangan mengasuh anak dengan
gangguan spektrum autisme. Penelitian
tersebut memberikan wawasan baru
bagaimana welas diri dapat membantu orang
tua menghadapi tuntutan adaptasi oleh karena
pandemi.
Stres yang dialami oleh orang tua juga
berkontribusi terhadap tingkat kepuasan hidup
mereka yang cenderung menurun (Moh &
Magiati, 2012). Kepuasan hidup didefinisikan
secara singkat sebagai suatu evaluasi individu
terhadap hidupnya dengan menggunakan
standar yang telah ditetapkan oleh dirinya,
bukan standar dari pihak eksternal (Diener et
al., 1985). Kepuasan hidup menjadi hal yang
penting untuk dimiliki oleh orang tua, terutama
pada konteks pengasuhan anak selama
pandemi. Saat orang tua memiliki kepuasan
hidup yang cukup, maka orang tua akan
berfungsi dalam pengasuhan dan menjalankan
peran dengan lebih baik sebagai orang tua
(Gómez‐Ortiz et al., 2022). Kepuasan hidup
yang dialami oleh orang tua akan cenderung
menurun, ketika orang tua mengalami stres
pengasuhan yang berkelanjutan (Barnett &
Jung, 2021). Di sisi lain, welas diri sebelumnya
ditemukan berkaitan dengan kepuasan hidup
(Anggraeni & Kurniawan, 2012). Welas diri
juga mungkin dapat menjadi faktor yang
memprediksi kepuasan hidup orang tua di masa
pandemi. Namun, hal ini perlu untuk dikaji
lebih lanjut mengingat konteks tantangan
adaptasi orang tua di masa pandemi.
Kepuasan hidup orang tua di masa
pandemi penting untuk diteliti dalam kaitannya
dengan keberfungsian mereka dalam menjalani
perannya. Namun, belum ada penelitian yang
meninjau kepuasan hidup orang tua di masa
pandemi, sehingga penelitian ini menjadi
penting untuk dilakukan dalam melihat peran
variabel stres yang dialami orang tua bersama-
sama dengan welas diri terhadap kepuasan
hidup yang dirasakan selama masa pandemi.
Dari hasil penelitian ini diharapkan bahwa
orang tua mendapatkan manfaat praktis berupa
upaya yang bisa dilakukan untuk
meningkatkan kepuasan hidupnya. Dari
penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan
bahwa hipotesis penelitian ini adalah:
Hypothesis H1: Ada pengaruh welas
diri dan stres yang dialami oleh orang
tua terhadap kepuasan hidup selama
pandemi.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
korelasional dengan sampel penelitian
sebanyak 154 orang. Pengambilan sampel
dilakukan dengan convenience sampling yaitu
orang tua, berusia 20 tahun ke atas.
Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan kuesioner demografis berisi
4
pertanyaan mengenai usia, gender, domisili,
pendidikan terakhir, status pernikahan, lama
hubungan dengan pasangan, jumlah anak, usia
anak, status ekonomi, serta nomor ponsel untuk
pemberian kompensasi keterlibatan jika
bersedia.
Penelitian ini menggunakan tiga alat
ukur, yaitu skala stres yang dialami oleh orang
tua, skala welas diri dan skala kepuasan hidup.
Alat ukur pertama yaitu skala stres orang tua
dikonstruksi oleh Berry dan Jones (1995).
Secara operasional, variabel stres yang dialami
orang tua didefinisikan sebagai stres yang
dirasakan atau dialami langsung oleh orang tua
terkait tugas pengasuhan pada anak, dan diukur
dengan skala stres yang dialami oleh orang tua.
Kuesioner terdiri dari 18 aitem dengan skala
likert mulai dari rentang sangat tidak setuju (1)
hingga sangat setuju (5). Beberapa nomor
seperti nomor 1, 2 5,6,7,8, 17 dan 18 diskor
secara terbalik. Koefisien reliabilitas alpha alat
ukur ini adalah .83 (Berry & Jones, 1995) dan
pada sampel ini nilai Cronbach’s α adalah .83.
Semakin tinggi skor stres yang dialami oleh
orang tua, semakin besar stres yang dirasakan.
Alat ukur kedua yang digunakan adalah Skala
Welas Diri ((SWD; Sugianto, Suwartono, &
Sutanto, 2020) yang merupakan adaptasi
bahasa Indonesia Self-Compassion Scale
(SCS; Neff, 2003b). Welas diri didefinisikan
sebagai sikap yang ditujukan pada diri sendiri
saat mengalami kesulitan atau penderitaan dan
diukur dengan skala welas diri. Pemilihan butir
untuk bentuk pendek SWD didasarkan pada
Self-Compassion Scale-Short Form (SCS-SF;
(Raes et al., 2011). SWD bentuk pendek
memiliki 12 butir pernyataan yang mengukur
enam komponen welas diri, yaitu mengasihi
diri vs. menghakimi diri, kemanusiaan
universal vs. isolasi, dan kewawasan vs.
overidentifikasi. Tiap pernyataan diukur
dengan skala Likert yang terentang dari 1
(hampir tidak pernah) hingga 5 (hampir selalu).
SWD dalam bentuk panjang memiliki
koefisien reliabilitas komposit MacDonald’s ω
= .873. Sementara itu, pada versi bahasa
aslinya, SCS-SF memiliki koefisien reliabilitas
Cronbach’s α untuk tiap subskala di atas .60.
Pada sampel ini, SCS-SF memiliki skor
Cronbach’s α senilai .796. Semakin tinggi skor
yang dihasilkan menunjukkan besaran welas
diri dalam diri seseorang. Alat ukur ketiga
yang digunakan adalah skala kepuasan hidup
(Diener et al., 1985) yang diadaptasi oleh
(Sutanto & Suwartono, 2021). Definisi
kepuasan hidup adalah evaluasi subjektif
mengenai hidupnya dengan menggunakan
standar yang dimiliki, dan bukan merupakan
standar eksternal. Skala ini terdiri dari 5 butir
pernyataan dengan rentang jawaban Sangat
Tidak Setuju (1) hingga Sangat Setuju (7).
Nilai Cronbach’s α untuk alat ukur ini adalah
.748 dan pada sampel ini adalah .792. Semakin
tinggi skor pada alat ukur maka semakin tinggi
kepuasan hidup yang dimiliki, demikian juga
sebaliknya.
Peneliti melakukan analisis deskriptif
dan pengujian hipotesis. Teknik analisis yang
digunakan yaitu regresi berganda. Sebelum
melakukan uji hipotesis, peneliti melakukan uji
asumsi dengan uji Durbin-Watson untuk
memeriksa korelasi antara residu, uji asumsi
homoskedastisitas, kolinearitas, normalitas
residual dan linearitas yang dapat berpengaruh
terhadap kesahihan uji regresi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum melakukan uji regresi
berganda, perlu dilakukan uji prasyarat dengan
melakukan uji multikolinearitas. Pada tabel 1
didapati bahwa hasil korelasi antara variabel
bebas dan terikat tergolong rendah (di bawah
0.8) sehingga tidak terjadi multikolinearitas.
Tabel 1.
Matriks Korelasi antara Prediktor dan
Variabel Terikat
Variabel
SWLS
SCS-SF
PSS
SWLS
-
SCS-SF
.198*
-
PSS****
-.194*
-.517***
-
*p<.05, **p<.01, ***p,.001
****Parenting Stress Scale
5
Setelah uji multikolinearitas, peneliti
melakukan uji linearitas, untuk menguji hubungan antara variabel bebas dan terikat
dalam garis lurus serta membuat QQ plots.
Gambar 1. Model pemeriksaan asumsi distribusi acak dan plot Q-Q
Pada gambar bagian kiri terlihat bahwa
distribusi acak terlihat berimbang di sekitar
baseline, sehingga asumsi homoskedastisitas
terpenuhi. Pada gambar di bagian kanan, titik-
titik standardized residual berada pada
sepanjang garis, yang menandakan asumsi
linearitas terpenuhi.
Tabel 2.
Ringkasan Model Regresi
Durbin Watson
Model
R
R2
Adjusted
R2
RMSE
Autocorrelation
Stat
p
H0
.000
.000
.000
4.620
.012
1.917
.603
H1
.225
.0051
.038
4.531
.026
1.893
.499
Selanjutnya dilakukan uji asumsi autokorelasi
dalam residual dengan menggunakan Durbin
Watson. Hasil uji Durbin Watson yang
dikehendaki seharusnya di atas 1 dan di bawah
3. Pada model H0, DW=1.917, p>.05 dan H1
memiliki DW = 1.893, p>.05 sehingga
diasumsikan tidak ada autokorelasi.
Tabel 3.
Sumbangan Prediktor
Collinearity
Statistics
Mode
l
Unstandardize
d B
Standar
d
Error
Standardize
d
B
t
p
Toleranc
e
VIF
H0
Konstant
a
25.413
.371
68.47
7
<.00
1
H1
Konstant
a
24.116
4.055
5.947
<.00
1
SCS-SF
1.111
.765
.134
1.453
.148
.733
1.36
4
PSS
-.068
.051
-.125
-1.350
.179
.733
1.36
4
6
Pada tabel 3 terlihat bahwa skor VIF
jauh di bawah 10, yaitu 1.364 dan skor toleransi di atas .2 yaitu .733 sehingga uji
asumsi kolinearitas terpenuhi.
Tabel 4.
Hasil Anova
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
p
H1
Regression
166.897
2
83.448
4.065
.019
Residual
3120.678
152
20.531
Total
3287.574
154
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa uji stres yang dialami oleh orang tua dan
welas diri terhadap kepuasan hidup adekuat
(F(2,152) = 83.448, p= .019). Hal tersebut
menandakan bahwa stres yang dialami oleh
orang tua dan welas diri secara bersama-sama
memengaruhi kepuasan hidup.
Dari tabel 3, diketahui pengaruh
stres yang dialami oleh orang tua dan welas diri
terhadap kepuasan hidup yaitu:
Kepuasan hidup = 24.116 + 1.111
(SCS-SF) – .068 (PSS)
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa stres yang dialami oleh orang tua dan
welas diri bersama-sama memengaruhi
kepuasan hidup sebesar 3.8%. Mengacu pada
persamaan regresi bisa disimpulkan bahwa
stres yang dialami oleh orang tua akan
menurunkan kepuasan hidup dan pada saat
bersamaan, welas diri yang dimiliki oleh orang
tua akan membantu meningkatkan kepuasan
hidup. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa
kedua variabel memiliki pengaruh terhadap
kepuasan hidup orang tua.
Pengalaman dan penyesuaian diri
selama pandemi memengaruhi kesejahteraan
hidup orang tua (Weaver & Swank, 2021).
Orang tua mengalami kesulitan dalam hal
keuangan, dan tidak memiliki dukungan yang
cukup selama pandemi. Tugas ayah juga
dilaporkan menjadi lebih banyak selama
pandemi. Untuk keluarga yang tinggal bersama
lansia, peran orang tua menjadi lebih berat
karena menjadi caregiver untuk merawat
lansia yang tinggal bersama. Sebagian besar
orang tua juga berperan sebagai tutor bagi anak
selama masa lockdown. Berbagai tuntutan dan
transisi di masa pandemi ini diyakini
menurunkan kepuasan hidup orang tua.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya bahwa stres yang
dialami oleh orang tua, baik ayah atau ibu akan
memengaruhi kepuasan hidupnya (Darling et
al., 2012; You et al., 2019). Penelitian tersebut
juga menyebutkan bahwa perubahan yang
terjadi pada keluarga dan secara umum
memengaruhi kepuasan hidup yang dirasakan
oleh orang tua, termasuk kondisi disabilitas
yang dialami oleh anak.
Kepuasan hidup selama pandemi
juga turut ditentukan oleh welas diri yang
dimiliki oleh masing-masing individu (Li et al.,
2021). Saat ini individu bahkan orang tua—
mempraktikkan welas diri maka pandemi dan
kesulitan pengasuhan yang muncul tidak
dianggap sebagai sebuah penderitaan yang
dialami sendiri dan dipandang sebagai sesuatu
yang berlebihan, tetapi sebagai hal yang
dialami bersama. Welas diri menjadi sebuah
sebuah sumber psikologis dan sarana untuk
mengatasi kesulitan hidup. Hasil ini
mengkonfimasi penelitian sebelumnya bahwa
kepuasan hidup turut dipengaruhi oleh welas
diri (Yang et al., 2016).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penelitian
sebelumnya (Gouveia et al., 2016; Lestari &
Ediati, 2021, Neff & Faso, 2014) bahwa ketika
orang tua melakukan pengasuhan dengan
7
mindful/wawas, kepuasan hidup orang tua akan
meningkat. Pengasuhan yang wawas dimana
kewawasan adalah salah satu bagian dari welas
diri, memungkinkan orang tua untuk dapat
hadir sepenuhnya ketika berinteraksi dengan
anak. Misalnya adalah dengan menyadari
pikiran, perasaan serta perilakunya ketika
berinteraksi dengan anak. Pengasuhan yang
wawas ini akan membantu orang tua untuk
lebih menyadari kondisinya, termasuk untuk
berpikir sebelum bereaksi secara otomatis
terhadap anak. Kewawasan juga akan
membantu orang tua untuk meregulasi
emosinya dengan lebih baik, tidak
menyangkal, menghindari pemikiran dan
perasaannya yang muncul saat berinteraksi
dengan anak, sehingga berdampak terhadap
kepuasan hidup yang dialami (Sirois et al.,
2019).
Hasil penelitian ini juga mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Neff & Faso
(2015) dimana ditemukan adanya korelasi
positif sikap welas diri dan kepuasan hidup
pada orang tua dengan anak dengan spektrum
autism. Welas diri membantu orang tua
mengembangkan sikap baik terhadap diri,
keterhubungan dan perasaan hadir utuh dalam
proses mengasuh anak yang membawa
pemaknaan dan fulfillment dalam menjalankan
peran sebagai orang tua.
Welas diri memiliki hubungan yang
erat dengan kepuasan hidup (Yang et al.,
2016). Individu yang memiliki sikap positif
dan mengasihi diri sendiri, berusaha
menyeimbangkan dan tidak menghakimi diri
saat sedang dalam kesulitan, akan memiliki
evaluasi diri secara global yang lebih baik.
Dengan demikian, alih-alih menyalahkan
dirinya karena merasa memiliki banyak
kekurangan dalam menjalani perannya selama
pandemi, orang tua dapat lebih bersabar dan
mendukung dirinya dalam kondisi yang sulit
baginya dan anaknya.
Sampel penelitian ini adalah orang
tua yang tinggal di kota besar yang memiliki
dinamika unik dalam mencapai kepuasan
hidup. Kontribusi welas diri dan stres yang
dialami oleh orang tua hanya menyumbang
3.8% terhadap kepuasan hidup di masa
pandemi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Pollmann‐Schult (2014) memaparkan bahwa
kepuasan orang tua disebabkan karena
berbagai faktor, mulai kondisi finansial, waktu
yang diperlukan untuk pengasuhan, usia orang
tua, status perkawinan dan pengaturan
pekerjaan.
Penelitian ini tidak lepas dari
keterbatasan terutama jumlah sampel yang
kurang merepresentasikan populasi orang tua
di Indonesia selama masa pandemi. Mengingat
persentase kontribusi yang sangat kecil, maka
perlu memperhitungkan faktor-faktor lain yang
lebih relevan dan signifikan memengaruhi
kepuasan hidup orang tua, misalnya dukungan
sosial, status ekonomi dan juga kesehatan yang
lebih berperan di masa pandemi ini.
SIMPULAN
Dari hasil analisis yang dilakukan,
maka stres yang dialami oleh orang tua dan
welas diri bersama-sama memengaruhi
kepuasan hidup di masa pandemi, dengan stres
pengasuhan menurunkan kepuasan hidup,
sedangkan welas diri menaikkan kepuasan
hidup. Untuk penelitian berikutnya, perlu
melakukan proses sampling yang lebih
mewakili populasi orang tua di Indonesia.
Selain itu, penelitian berikutnya juga bisa
menanyakan berbagai faktor-faktor yang
signifikan memengaruhi kepuasan hidup orang
tua dalam bentuk pertanyaan terbuka pada
kuesioner penelitian. Dari hasil penelitian ini,
maka orang tua perlu melatih diri untuk
mempraktikan welas diri untuk menurunkan
stres dalam keseharian. Bersikap kewawasan,
baik terhadap diri diri sendiri dan melakukan
kemanusiaan universal, dengan percaya bahwa
hampir semua orang tua mengalami tantanan
yang sama. Bagi keluarga besar atau
masyarakat, dukungan sosial yang berarti bagi
orang tua yang mengalami stres di masa
8
pandemi, misalnya menyediakan konseling
yang dapat diakses, atau menjadi kawan yang
bersedia mendengarkan keluhan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Fakultas
Psikologi UPH dan LPPM yang memberikan
dukungan dana untuk penelitian internal nomor
466/LPPM-UPH/X/2020.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, D. T., & Kurniawan, I. N. (2012).
Self-Compassion and Satisfaction with
Life: A Preliminary Study on Indonesian
College Students. Jurnal Psikologi
Universitas Islam Indonesia, 53.
Barnett, W. S., & Jung, K. (2021). Seven
impacts of the pandemic on young
children and their parents: Initial findings
from NIEER’s December 2020 preschool
learning activities survey. National
Institute for Early Education Research.
Berry, J. O., & Jones, W. H. (1995). The
parental stress scale: Initial psychometric
evidence. Journal of Social and Personal
Relationships, 12(3), 463–472.
Bohadana, G., Morrissey, S., & Paynter, J.
(2021). Self-compassion in mothers of
children with autism spectrum disorder:
A qualitative analysis. Journal of Autism
and Developmental Disorders, 51(4),
1290–1303.
Darling, C. A., Senatore, N., & Strachan, J.
(2012). Fathers of children with
disabilities: Stress and life satisfaction.
Stress and Health, 28(4), 269–278.
Diener, E. D., Emmons, R. A., Larsen, R. J., &
Griffin, S. (1985). The satisfaction with
life scale. Journal of Personality
Assessment, 49(1), 71–75.
Gómez‐Ortiz, O., Rubio, A., Roldán‐Barrios,
A., Ridao, P., & López‐Verdugo, e I.
(2022). Parental stress and life
satisfaction: A comparative study of
social services users and nonusers from a
gender perspective. Journal of
Community Psychology.
Gouveia, M. J., Carona, C., Canavarro, M. C.,
& Moreira, H. (2016). Self-compassion
and dispositional mindfulness are
associated with parenting styles and
parenting stress: The mediating role of
mindful parenting. Mindfulness, 7(3),
700–712.
Griffith, A. K. (2020). Parental burnout and
child maltreatment during the COVID-19
pandemic. Journal of Family Violence,
1–7.
Inwood, E., & Ferrari, M. (2018). Mechanisms
of change in the relationship between
self‐compassion, emotion regulation, and
mental health: A systematic review.
Applied Psychology: Health and Well‐
Being, 10(2), 215–235.
Lestari, P. D. A., & Ediati, A. (2021). Self
compassiondan stres pengasuhan orang
tua di masa pandemi covid-19. Jurnal
Empati, 10(4), 270–276.
Li, A., Wang, S., Cai, M., Sun, R., & Liu, X.
(2021). Self-compassion and life-
satisfaction among Chinese self-
quarantined residents during COVID-19
pandemic: A moderated mediation model
of positive coping and gender.
Personality and Individual Differences,
170, 110457.
Moh, T. A., & Magiati, I. (2012). Factors
associated with parental stress and
satisfaction during the process of
diagnosis of children with autism
spectrum disorders. Research in Autism
Spectrum Disorders, 6(1), 293–303.
Nareza, M. (2020). Pedoman menerapkan
adaptasi kebiasaan baru di tengah
pandemi Covid-19.
https://www.alodokter.com/pedoman-
menerapkan-adaptasi-kebiasaan-baru-di-
tengah-pandemi-covid-19
Neff, K. (2003). Self-compassion: An
alternative conceptualization of a healthy
attitude toward oneself. Self and Identity,
2(2), 85–101.
9
Neff, K. D., & Faso, D. J. (2015). Self-
compassion and well-being in parents of
children with autism. Mindfulness, 6(4),
938–947.
Neff, K. D., Tóth-Király, I., Yarnell, L. M.,
Arimitsu, K., Castilho, P., Ghorbani, N.,
Guo, H. X., Hirsch, J. K., Hupfeld, J., &
Hutz, C. S. (2019). Examining the factor
structure of the Self-Compassion Scale in
20 diverse samples: Support for use of a
total score and six subscale scores.
Psychological Assessment, 31(1), 27.
Neff, K., & Germer, C. (2017). Self-
compassion and psychological. The
Oxford Handbook of Compassion
Science, 371.
Pollmann‐Schult, M. (2014). Parenthood and
life satisfaction: Why don’t children
make people happy? Journal of Marriage
and Family, 76(2), 319–336.
Raes, F., Pommier, E., Neff, K. D., & Van
Gucht, D. (2011). Construction and
factorial validation of a short form of the
self‐compassion scale. Clinical
Psychology & Psychotherapy, 18(3),
250–255.
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.
(2020). Keputusan Bersama Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri
Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri
dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
01/KB/2020. 2019.
Sirois, F. M., Bögels, S., & Emerson, L.-M.
(2019). Self-compassion improves
parental well-being in response to
challenging parenting events. The
Journal of Psychology, 153(3), 327–341.
Sugianto, D., Suwartono, C., & Sutanto, S. H.
(2020). Reliabilitas dan validitas self-
compassion scale versi bahasa Indonesia.
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian
Journal of Indigenous Psychology, 7(2),
177–191.
Sutanto, S. H., & Suwartono, C. (2021). Peran
Keterlibatan Ayah Dan Kesepian
Terhadap Kepuasan Hidup Remaja.
Intuisi: Jurnal Psikologi Ilmiah, 13(1),
48–59.
Terry, M. L., & Leary, M. R. (2011). Self-
compassion, self-regulation, and health.
Self and Identity, 10(3), 352–362.
Wadrianto, G. . (2020). ihatlah bagaimana
stres yang dialami oleh orang tua bisa
sangat melukai anak.
https://lifestyle.kompas.com/read/2020/0
6/04/102755320/lihatlah-bagaimana-
stres-pada-orangtua-bisa-sangat-
melukai-anak?page=all
Weaver, J. L., & Swank, J. M. (2021). Parents’
lived experiences with the COVID-19
pandemic. The Family Journal, 29(2),
136–142.
Yang, Y., Zhang, M., & Kou, Y. (2016). Self-
compassion and life satisfaction: The
mediating role of hope. Personality and
Individual Differences, 98, 91–95.
You, S., Lee, Y., & Kwon, M. (2019). Effect of
parenting stress in Korean mothers of
children with disabilities on life
satisfaction: Moderating effect of
intrinsic religious orientation. Journal of
Applied Research in Intellectual
Disabilities, 32(3), 591–599.