Available via license: CC BY-NC 4.0
Content may be subject to copyright.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 170
‘
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Kampanye Hitam (Black
Campaign) di Media Sosial
Mhd Teguh Syuhada Lubis
Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Indonesia, Email:
mhd.teguhsyuhada@umsu.ac.id
Article Info Abstract
Article History:
Received : 26-10-2022
Revised : 29-11-2022
Accepted : 30-11-2022
Published : 30-11-2022
Keywords:
Criminal Law
Local Election
Information and Transaction
Law
Black Campaign
The purpose of this study is to determine the form of black campaign
crime according to the Indonesian regional head election law, the
mechanism of investigation of the perpetrators of the black campaign
crime of regional head elections based on the regional head election law
and the information and transaction law, and criminal liability for the
perpetrators of the regional head election black campaign based on
election law and information and transaction law. The research
conducted is normative juridical research using secondary data by
processing data from primary legal materials, secondary legal materials
and tertiary legal materials. Based on the results of the study, it is
known that the form of black campaign crime according to the regional
head election law is in the form of inciting slandering and playing
against each other, then it can also be in the form of defamation,
insulting and disseminating information with the aim of causing hatred
to political opponents mentioned in information and transaction law.
The mechanism of investigation of the perpetrators of the black
campaign crime of the regional head election based on the regional
election law and the information and transaction law is that in essence
police investigators can conduct investigations after reports of election
violations are received by the provincial election supervisory and
regency election supervisory.
Informasi Artikel Abstrak
Histori Artikel:
Diterima : 26-10-2022
Direvisi : 29-11-2022
Disetujui : 30-11-2022
Diterbitkan : 30-11-2022
Kata Kunci:
Hukum Pidana
Pemilukada
ITE
Black Campaign
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk tindak pidana black
campaign menurut hukum pemilu kepala daerah Indonesia, mekanisme
penyidikan terhadap pelaku tindak pidana black campaign pemilu
kepala daerah berdasarkan Undang-Undang Pilkada dan Undang-
Undang ITE, dan pertanggungjawaban pidana bagi pelaku black
campaign pemilu kepala daerah berdasarkan Undang-Undang Pilkada
dan Undang-Undang ITE. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian
yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dengan mengolah
data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk
tindak pidana black campaign menurut hukum pemilu kepala daerah
yaitu dalam bentuk menghasut, memfitnah, dan mengadu domba,
kemudian dapat juga dalam bentuk pencemaran nama baik, menghina
Fakultas Hukum Universitas Riau, Jalan Pattimura Nomor 9 Gobah, Kel. Cinta Raja, Kec. Sail, Pekanbaru, Riau,
Kode Pos 28127. Telp: (+62761)-22539, Fax : (+62761)-21695
E-mail: riaulawjournal@gmail.com / riaulawjournal@unri.ac.id
Website: https://rlj.ejournal.unri.ac.id
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 171
dan menyebarkan informasi dengan tujuan menimbulkan rasa kebencian
kepada lawan politik yang tersebutkan dalam Undang-Undang ITE.
Mekanisme penyidikan terhadap pelaku tindak pidana black campaign
pemilu kepala daerah berdasarkan Undang-Undang Pilkada dan
Undang-Undang ITE yaitu pada pokoknya penyidik kepolisian dapat
melakukan penyelidikan setelah adanya laporan pelanggaran pemilihan
yang diterima oleh Bawaslu Provinsi maupun Panwas Kabupaten/Kota.
Penyidik tersebut dapat melakukan penggeledahan, penyitaan, dan
pengumpulan alat bukti untuk kepentingan penyelidikan maupun
penyidikan.
PENDAHULUAN
Sejatinya prinsip demokrasi tak lepas dari negara demokratis yang melandaskan
dirinya atas posisi sentral rakyat berkuasa (government or role by the people). Dan
sebenarnya negara merupakan milik rakyat. Di dalam suatu negara yang demokrasi sudah
seharusnya negara diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika
ditinjau dari sudut organisasi, yaitu memiliki makna suatu pengorganisasian negara yang
dilakukan oleh rakyatnya sendiri, kedaulatan (sovereignty) ada di tangan rakyat. Kedaulatan
rakyat pada dasarnya baru dapat terwujud apabila di suatu pemerintah diberlakukannya
demokrasi.
Bentuk pemerintahan yang sifatnya demokrasi, dapat diwujudkan salah satunya
dengan adanya kehidupan berpolitik yakni partai politik. Keberadaan partai politik
selanjutnya memunculkan hal yang telah menjadi sebuah ketentuan umum berupa kegiatan
untuk memilih presiden beserta wakil presidennya, kepala daerah tingkat kabupaten/kota
maupun wakil-wakil rakyat.
1
Sebagai negara demokrasi, pemilu menjadi tolak ukur tingkatan derajat
demokratisasi yang bermartabat, walaupun pemilu bukan menjadi tolak ukur satu-satunya
dalam melihat derajat demokrasi di negara yang menganut paham demokrasi. Mewujudkan
pemilu yang memiliki tingkat derajat yang tinggi ini dapat terwujud apabila prinsip-prinsip
pemilu ditegakkan dan dijalankan sepenuhnya oleh pemerintah tanpa terkecuali. Penerapan
asas-asas tersebut yang diterapkan dalam pemilu dilatarbelakangi oleh ekspektasi rakyat
untuk menciptakan pemilu yang adil dan bermartabat.
2
1
Miftah Thoha, Birokrasi Politik Dan Pemilihan Umum Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), 113.
2
Zainal Arifin Hoesein dan Arifudin, Penetapan Pemilih Dalam Sistem Pemilihan Umum, (Depok: PT.
RajaGrafindo Persada, 2017), 18.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 172
Kerangka negara demokrasi dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu)
merupakan momentum yang sangat penting bagi pembentukan pemerintahan dan
penyelenggaraan negara periode berikutnya. Pemilu selain merupakan mekanisme bagi rakyat
untuk memilih para wakil juga dapat dilihat sebagai proses evaluasi dan pembentukan
kembali kontrak sosial. Salah satu konsekuensi yuridis dari sistem negara hukum yang
demokratis di Indonesia adalah adanya pemlihan pemimpin dengan cara yang demokratis.
Pemilihan pemimpin tersebut, termasuk pemilihan pemimpin di daerah atau biasa dikenal
sebagai kepala daerah.
3
Dalam rangka menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan
secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota. Kedaulatan rakyat dan demokrasi tersebut perlu ditegaskan
dengan pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat,
dengan melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan pemilihan
langsung yang selama ini telah dilaksanakan.
4
Pemerintah Indonesia dalam mengatasi persoalan-persoalan pemilihan umum kepala
daerah ini telah membentuk beberapa regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan
yang sudah mengalami beberapa perubahan, yang sekarang ini diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang, serta beberapa peraturan
perundang-undang lain terkait pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah, termasuk
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, untuk melihat kewenangan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai instansi
penyelenggara pemilu yang telah diamanatkan oleh konstitusi negara. Di dalam peraturan
perundang-undangan itu dibuat suatu aturan yang mengikat bagi setiap orang.
3
Rusmanto. “Peranan Penyidik Dalam Tindak Pidana Pemilihan Kepala Daerah”. Jurnal Hukum UNISSULA,
35, No 2,( 2019): 101-102.
4
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan
Walikota Menjadi Undang-Undang.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 173
Aturan mengikat itu dilengkapi dengan sanksi-sanksi yang dapat dikenakan kepada
pihak-pihak yang melanggar termasuk pihak yang melakukan pelanggaran dibidang
pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah, dari keseluruhan sanksi/akibat hukum yang
dapat dikenai kepada pelaku terdapat di dalamnya sanksi pidana pula. Apabila kaidah-kaidah
hukum tentang pemilihan umum kepala daerah tidak diikuti atau dilanggar, maka kaidah
hukum yang berlaku harus diterapkan, termasuk dalam hal pengenaan pidana baik itu
pelakunya subjek hukum secara perorangan, maupun bagi instansi penyelenggara.
Penerapan sanksi pidana itu dapat dilakukan awalnya apabila telah ada pembuktian
yang cukup yang sudah dilakukan oleh para penegak hukum dalam hal ini pihak Majelis
Hakim di Pengadilan dan terbukti ada pihak yang melanggar kaidah hukum pemilihan umum
kepala daerah itu, maka akan dikenakan akibat hukum terhadapnya. Akibat hukum muncul
berawal dari adanya hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain, yang bersepakat
untuk menciptakan suatu hubungan hukum selaras atas aturan perundang-undangan.
Hubungan hukum merupakan hubungan yang diatur oleh hukum.
5
Pada pelaksanaan pilkada banyak sekali ditemukan penyelewengan-penyelewengan.
Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon. Dikutip langsung oleh Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu) bahwa ditemukan 15 dugaan pelanggaran tindak pidana Pilkada
Serentak 2020 sampai 28 Agustus 2020, pelanggaran tersebut berasal dari 3 temuan dan 12
berasal dari laporan. Salah satunya seperti melakukan kampanye hitam (black campaign).
Kampanye hitam dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat
sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak lawan untuk menyebarkan informasi yang tidak
benar atau fitnah yang dapat merusak integritas calon kepala daerah tersebut.
6
Penjatuhan sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana pemilu kada khususnya pada
kampanye hitam berdasarkan ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, untuk
dapat pelaku tersebut dijatuhi sanksi pidana terlebih dahulu orang yang dimaksud telah
terbukti melakukan tindak pidana pemilu kepala daerah. Walaupun sebelumnya tindak pidana
pemilihan umum ini telah diatur secara umum di dalam KUHP, tepatnya pada Pasal 148
sampai dengan Pasal 153 KUHP. Namun, dikarenakan telah adanya pengaturan undang-
undang Pemilihan Kepala Daerah secara khusus, maka pengenaan sanksi pidananya pun harus
secara khusus (lex specialis). Menurut Andi Hamzah menulis, aturan norma hukum pidana
5
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), 216.
6
Bayhaqi Febriyan dan Nursiti. “Tindak Pidana Kampanye Hitam (Black Campaign) Dalam Penyelenggaraan
Pemilihan Kepala Daerah Walikota Banda Aceh Tahun 2017”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana,
1, no 1, (2017): 55.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 174
yang tertuang di luar KUHP dapat dikatakan undang-undang (pidana) tersendiri atau disebut
pula hukum pidana di luar kodifikasi atau nonkodifikasi. Oleh karenanya terdapat hukum
pidana sebagian di dalam KUHP (kodifikasi) dan sebagian di luar KUHP atau di dalam
undang-undang tersendiri.
7
Tindak pidana pemilihan umum kepala daerah merupakan salah satu tindak pidana
khusus yang pengaturan pidananya berada di luar ketentuan KUHP. Hal ini mengingat
urgensi dari pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah itu sendiri, sehingga tidak relevan
lagi menggunakan ketentuan KUHP. Tindak pidana pemilihan umum kepala daerah juga
menjadi aturan khusus dikarenakan bentuk-bentuk dari pelanggaran pemilihan umum kepala
daerah (pemilu kada) itu sendiri sudah berbagai macam yang dapat dilakukan oleh berbagai
pihak. Pasal 177 sampai dengan Pasal 198 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang
Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
menjadi Undang-Undang, mengatur terkait pemberian sanksi bagi para pelaku tindak pidana
pemilu kada. Salah satu tindak pidananya ialah dalam bentuk kampanye hitam (black
campaign).
Seiring perkembangan zaman dan teknologi tindak pidana pemilu kepala daerah juga
semakin bermacam-macam bentuk, termasuk dalam hal black campaign. Dengan telah adanya
internet dan media sosial, para pelaku black campaign bukan hanya melakukannya secara
langsung atau dengan media massa/cetak namun sekarang hal yang sering ditemukan ialah
black campaign melalui media sosial.
Kampanye hitam (black campaign) tersebut dilakukan oleh oknum dengan
menggunakan spanduk, tatap muka, selebaran, dan melalui dunia maya seperti media sosial
(facebook, twitter, instagram, dan lain-lain) atau aplikasi pengirim pesan (whatsapp,
messenger, dan lain-lain), contoh black campaign yang biasanya terjadi adalah menyewa
buzzer untuk menyebarkan berita-berita bohong (hoax) mengenai pasangan lawan ketika
pilkada. Saat ini, media sosial mengubah cara pandang masyarakat terhadap kehidupan sosial.
Soerjono Soekanto sebagaimana dikutip oleh Dikdik M. Arief Mansur mengatakan bahwa
kemajuan dibidang teknologi akan berjalan dengan munculnya perubahan dibidang
7
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 8.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 175
kemasyarakatan khususnya di bidang nilai sosial, kaidah sosial, pola perikelakuan, organisasi,
dan susunan lembaga kemasyarakatan. Berdasarkan pendapat Soerjono Soekanto tersebut,
dapat dikatakan bahwa adanya kemajuan bidang teknologi informasi akan membawa dampak
pada hal yang positif maupun negatif.
Kampanye hitam (black campaign) yang dilakukan di dunia maya, khususnya media
sosial seringkali tidak terungkap, karena pelaku pembuat dan penyebar konten yang berisikan
kampanye hitam (black campaign) tersebut sulit ditemukan. Selain itu, sifat dunia maya yang
tanpa batas (borderless) menyebabkan secara yuridis dalam hal ruang cyber tidak dapat
mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional untuk dapat
dijadikan objek dan perbuatan.
8
Sulitnya pengungkapan berbagai kasus kampanye hitam (black campaign) yang
beredar di media sosial memang akan memberikan dampak pada penyelenggaran pemilu
secara keseluruhan. Kampanye hitam (black campaign) bukan saja akan merugikan pasangan
calon yang sedang bertanding dalam kontestasi pemilu, melainkan merugikan masyarakat
juga karena akan terdampak pada penggiringan opini yang salah. Hal ini justru bertentangan
dengan hak dasar masyarakat yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945
mengenai hak untuk mendapatkan informasi yang baik dan benar. Tidak terungkapnya
berbagai kasus kampanye hitam (black campaign) di dunia maya dapat memberikan opini
bahwa penegakan hukum tidak berjalan dengan baik.
9
Atas dasar itu maka dalam penanganan tindak pidana black campaign pada pemilu
kepala daerah tidak hanya dapat berpatokan pada ketentuan pidana yang diuraikan dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, melainkan juga harus berdasarkan ketentuan pidana
yang diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal ini
dikarenakan media yang digunakan pelaku dalam melakukan tindak pidana black campaign
pada pemilu kepala daerah itu ialah menggunakan media sosial baik itu melalui facebook,
twitter, instagram, whatssapp ataupun aplikasi medias sosial lainnya yang seyogyanya diatur
dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Atas dasar keseluruhan uraian tersebut di atas, terdapat beberapa persoalan terutama
terhadap hal penegakan hukum seperti penyidikan di tingkat kepolisian terhadap tindak
8
Ahmad M. Ramli, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2010), 1-
3.
9
Denico Doly. “Penegakan Hukum Kampanye Hitam (Black Campaign) di Media Sosial: Pembelajaran
Pemilihan Umum Presiden Tahun 2019”, Jurnal Kajian, 25, no 1, (2020): 3.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 176
pidana black campaign pada pemilu kepala daerah dengan menggunakan media sosial. Selain
itu juga perlu dikaji pertangguungjawaban yang dapat dibebankan kepada pelaku apabila
terbukti melakukan black campaign pemilu kepala daerah dengan menggunakan media sosial,
hal ini dikarenakan tindak pidana itu tidak hanya bisa memperhatikan ketentuan pidana dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota,
akan tetapi juga memperhatikan Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Oleh karena itu harus benar-benar ditelaah secara komperhensif dan
dianalisis dengan seksama ketentuan pidana black campaign ini dengan kedua peraturan
perundang-undangan tersebut.
Metode penelitian merupakan salah satu faktor suatu permasalahan yang akan
dibahas, dimana metode penelitian merupakan cara utama yang bertujuan untuk mencapai
tingkat penelitian ilmiah. Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian maka
dalam metode penelitian dipergunakan jenis penelitian hukum normatif (yuridis normatif)
penulis memilih jenis penelitian normatif karena sesuai dengan data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data skunder di bidang hukum yang kemudian dibedakan lagi menjadi 3
jenis berdasarkan kekuatan mengikatnya, yaitu badan hukum primer, skunder dan tersier.
Pendekatannya ialah berdasarkan kaidah hukum peraturan perundang-undangan. Selanjutnya
sifat penelitian ini merupakan deskriptif analisis. Sumber data yang dipakai untuk melakukan
penelitian yuridis normatif ini adalah bersumber dari data sekunder yang menggunakan bahan
hukum baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka/studi dokumentasi dan
menganalisis data-data dan peraturan perundang-undangan yang ada. Studi dokumentasi
merupakan studi yang mengkaji tentang berbagai dokumen-dokumen, baik yang berkaitan
dengan peraturan perundang-undangan maupun dokumen-dokumen yang sudah ada.
10
BENTUK TINDAK PIDANA BLACK CAMPAIGN MENURUT HUKUM PEMILU
KEPALA DAERAH INDONESIA
Dalam rangka membentuk negara yang demokratis diperlukan partisipasi oleh
rakyat, salah satunya adalah pemilu. Pemilu adalah wujud nyata demokrasi prosedural,
meskipun demokrasi tidak sama dengan pemilihan umum, namun pemilihan umum
merupakan salah satu objek demokrasi yang sangat penting dan juga harus diselenggarakan
10
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2019), 19.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 177
langsung, rahasia, jujur, dan adil. Pemilu di Indonesia dilakukan untuk memilih anggota
legislatif, kepala daerah, walikota, bupati, presiden, dan wakil presiden.
Kegiatan pemilu tidak lepas dari unsur kampanye. Kampanye dalam banyak kasus
hanya bersifat satu arah dan hanya berisi penyampaian monolog saja, sehingga hanya bersifat
retoris. Padahal, kampanye adalah alat untuk menyebarkan informasi dan meningkatkan
kesadaran untuk meningkatkan kepedulian dan perubahan perilaku dari target audience.
Definisi kampanye adalah pemanfaatan metode komunikasi kepada khalayak umum agar
terkoordinasi dalam waktu tertentu. Kampanye harus ditujukan untuk mengarahkan kepada
masyarakat mengenai permasalahan dan pemecahan masalah. Kampanye juga dapat dilihat
sebagai alat advokasi kebijakan untuk menciptakan tekanan publik aktor-aktor kunci,
misalnya peneliti/ilmuwan, media massa, dan pembuat kebijakan.
11
Terkait pemahaman kampanye dalam pemilu kepala daerah dijelaskan menurut Pasal
1 angka 21 Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menyebutkan,
“Kampanye pemilihan yang selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan untuk
meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur, Calon
Bupati, dan Calon Walikota.” Pada dasarnya kampanye dibolehkan oleh peraturan perundang-
undangan, bahkan terdapat banyak pasal yang mengatur terkait kegiatan kampanye pemilu
kepala daerah. Namun dalam kegiatan pemilu kepala daerah tersebut terdapat kampanye yang
dilarang yaitu yang sering disebut dengan kampanye hitam atau black campaign. Kampanye
hitam (black campaign) dapat membahayakan bagi keutuhan bangsa dan negara. Penggunaan
internet khususnya media sosial memang memberikan dampak positif kepada masyarakat,
tetapi akan menimbulkan ancaman bagi ideologi bangsa apabila dipergunakan untuk sesuatu
yang salah seperti kampanye hitam (black campaign).
12
Perbuatan black campaign dalam pemilu kepala daerah merupakan bagian dari
tindak pidana dalam proses pemilu kepala daerah. Tindak pidana merupakan
perbuatan/tindakan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana
pengertian tindakan disini selain tindakan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang
sesungguhnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu
yang sesungguhnya diharuskan hukum oleh hukum).
13
11
Aisyah Dara Pamungkas dan Ridwan Arifin. “Demokrasi Dan Kampanye Hitam Dalam Penyelenggaraan
Pemilihan Umum Di Indonesia (Analisis Atas Black Campaign Dan Negative Campaign”, DIKTUM: Jurnal
Syariah dan Hukum, 17, no 1, (2019): 19.
12
Denico Doly. Op.Cit.: 3-4.
13
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Pers, 2018), 50.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 178
Secara umum, istilah tindak pidana pemilu merupakan terminologis yang sama atau
menjadi bagian dari tindak pidana dalam rezim hukum pidana. Istilah lain untuk “tindak
pidana” adalah “perbuatan pidana” atau “delik” yang dalam bahasa Belanda disebut dengan
strafbaar feit. Jika dikaitkan dengan pemilu, maka dapat diistilahkan dengan delik pemilu
atau tindak pidana pemilu. Dengan menggunakan istilah delik atau tindak pidana pemilu, ia
akan menjadi lebih spesifik, yaitu hanya terkait perbuatan pidana yang terjadi dalam proses
penyelenggaraan pemilu. Dalam arti, istilah tindak pidana pemilihan umum diperuntukan bagi
tindak pidana yang terjadi dalam atau berhubungan dengan pelaksanaan tahapan-tahapan
pemilu.
14
Melihat atau untuk mengetahui bentuk dari tindak pidana black campaign
berdasarkan hukum pemilu kepala daerah di Indonesia, tentu dapat berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan pemilu kepala daerah. Norma hukum telah
mengatur kampanye-kampanye yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang
dituangkan dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 perubahan atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015, yang menguraikan bahwa dalam kampanye dilarang sebagai
berikut:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Bupati, Calon
Walikota, dan/atau Partai Politik;
c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik,
perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat;
d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan
kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik;
e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;
f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan
dari pemerintahan yang sah;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye;
h. menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan;
j. melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan
raya; dan/atau
k. melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota.
Berdasarkan beberapa bentuk larangan dalam kampanye tersebut, beberapa
perbuatan dapat digolongkan sebagai bentuk black campaign apabila perbuatan tersebut
14
Khairul Fahmi, Pemilihan Umum Dalam Transisi Demokrasi: Kompilasi Catatan Atas Dinamika Pemilu Dan
Pilkada Di Era Reformasi, (Jakarta: PT. RajaGrafindos Persada, 2016), 33.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 179
ditujukan untuk menjatuhkan lawan politik. Menjatuhkan lawan politik sebagai tujuan dari
black campaign pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Jika mengacu
pada ketentuan di atas, maka secara sempit kita bisa melihat beberapa bentuk pelanggaran
yang sifatnya menyerang peserta pemilu lainnya/lawan politik antara lain menghina,
mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan, merusak
dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye, dan membawa atau menggunakan gambar
dan/atau atribut pasangan calon lain.
15
Sesuai dengan Pasal 69 huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 perubahan
atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipahami
bahwasannya terdapat beberapa bentuk black campaign yang dapat terjadi pada proses
kampanye pemilu kepala daerah yang masuk dalam bagian tindak pidana. Bentuk tindak
pidana black campaign menurut hukum pemilu kepala daerah Indonesia diantaranya itu black
campaign dengan cara menghasut, memfitnah dan juga dengan cara mengadu domba. Ketiga
bentuk black campaign tersebut dapat dipidana dengan menggunakan Undang-Undang
Pemilihan Umum Kepala Daerah. Bentuk black campaign ini dapat merujuk pada Pasal 69
huruf c dikarenakan pada penjelasan atas pasal tersebut menyebutkan “Ketentuan dalam huruf
ini dikenal dengan istilah kampanye hitam atau black campaign”. Oleh karena itu tegaslah
bentuk-bentuk black campaign dalam pemilu kepala daerah ada dalam bentuk menghasut,
memfitnah dan mengadu domba.
Sedangkan jika melihat dari sisi media yang digunakan dalam melakukan black
campaign pemilu kepala daerah tersebut, bentuk tindak pidana black campaign yang
dimaksud dapat bertambah. Hal ini dikarenakan media yang digunakan menentukan aturan
lain yang terkait untuk diterapkan di dalamnya. Apabila black campaign itu dilakukan dengan
platform media sosial, maka selain Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah harus juga
berpatokan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Undang-
Undang ITE ini diuraikan pula secara implisit hal yang dapat dikaitkan dengan black
campaign, walaupun memang penjelasannya tidak diuraikan secara khusus terhadap pemilu
kepala daerah namun ini tidak bisa juga dilepaskan terhadap tindak pidana tersebut. Bentuk
tindak pidana yang dimaksud tersebut dapat dilihat pada perbuatan yang dilarang yaitu dalam
Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan:
15
Muhammad Rizaldi. “Pro dan Kontra Black Campaign Dalam Pemilihan Umum di Indonesia”, Jurnal Fiat
Justitia, 2, no 2, (2014): 9.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 180
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Selain daripada itu juga
pidana yang berkaitan juga dapat dilihat pada ketentuan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan: “Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA)”.
Berdasarkan uraian di atas maka dipahami bentuk-bentuk dari tindak pidana black
campaign pada pemilu kepala daerah ialah berupa menghasut, memfitnah dan juga mengadu
domba. Apabila media platform yang digunakan dalam melakukan tindak pidana black
campaign itu dengan menggunakan media sosial maka bentuk itu juga dapat berupa
penghinaan, pencemaran nama baik dan menyebarkan informasi dengan tujuan menimbulkan
rasa kebencian kepada lawan politik.
Tindak pidana dalam pemilihan umum kepala daerah hanya dapat dituntut jika
dilakukan dalam konteks pemilihan umum kepala daerah. Dalam arti, berbagai perbuatan
yang ditetapkan sebagai tindak pidana dalam pemilihan umum kepala daerah hanya dapat
dituntut sesuai Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, bukan ketentuan pidana umum.
Hal ini sesuai dengan penerapan asas lex specialis derogat legi generali. Menurut asas ini,
semua unsur-unsur suatu rumusan delik terdapat atau ditemukan kembali di dalam peraturan
lain, sedangkan peraturan yang disebut kedua (yang khusus) itu disamping semua unsur-unsur
peraturan pertama (yang umum) memuat pula satu atau beberapa unsur lain. Dalam kaitan
dengan Pemilihan Kepala Daerah, unsur lain yang dimaksud adalah tindak pidana tersebut
terjadi dalam kaitannya atau dalam proses penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah.
16
Salah satu bentuk pelanggaran yang paling sering dilakukan dan mendekati dengan
karakteristik black campaign adalah perbuatan menghina peserta pemilu yang lain.
Kurangnya penjelasan mengenai perbuatan “menghina” dalam undang-undang membuat
ketentuan tersebut seakan menjadi pasal karet sehingga sering dimanfaatkan oleh pihak yang
bertanggung jawab untuk menyerang salah satu peserta pemilu. Selain itu, perbuatan tersebut
dapat dengan mudah dilakukan melalui berbagai macam cara dan media.
17
16
Magdalena Lurenzia Seba. “Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemilihan Kepala Daerah”, Jurnal Lex
Administratum, V, no 9, (2017): 125.
17
Muhammad Rizaldi. Loc.Cit.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 181
Penyebaran black campaign yang dilakukan untuk menjatuhkan nama baik lawan
politik yang dihadapinya dengan harapan yang bersangkutan dijauhi dan tidak disukai
masyarakat secara umum sebagai pemilih sehingga nantinya tidak akan mendapatkan
dukungan suara. Selain itu, bertujuan juga sebagai proses pembunuhan karakter dengan
mengarahkan pada opini buruk terhadap lawan politik yang bersangkutan seperti yang telah
disebutkan di atas dan sekaligus sebagai rencana untuk mengurangi peluang dipilihnya yang
bersangkutan sebagai lawan politiknya sehingga dengan kata lain sebagai bentuk
penyingkiran saingan yang dihadapinya.
Praktik black campaign pada kenyataannya telah lama dilakukan dalam
berkampanye politik. Hanya saja awal kemunculannya, black campaign masih dikenal dengan
istilah smear campaign yang berarti kampanye kotor yakni kampanye dilangsungkan dengan
cara yang kotor, buruk atau tidak baik. Hingga pada perkembangannya, smear campaign lebih
dikenal dengan istilah black campaign seperti saat ini.
18
MEKANISME PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA BLACK
CAMPAIGN PEMILU KEPALA DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
PILKADA DAN UNDANG-UNDANG
Penyidikan terhadap pelaku tindak pidana black campaign merupakan bagian dari
penegakan hukum atas kejahatan yang dapat terjadi dalam penyelenggaraan pemilu kepala
daerah. Penegakan secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik
sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu
perkara berarti memutuskan hukum in concerto dalam mempertahankan dan menjamin
ditaatinya hukum materil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum
formal.
19
Terhadap rangka untuk mewujudkan terselenggaranya pemilihan kepala daerah yang
aman, damai, tertib dan lancar maka penanganan laporan pelanggaran pemilihan kepala
daerah ditangani oleh Kepolisian Republik Indonesia. Kepolisian Republik Indonesia
mempunyai tugas melakukan pengamanan pada setiap tahapan pelaksanaan pemilihan kepala
daerah, agar penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dapat berjalan dengan aman dan lancar
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dalam pemilihan kepala daerah yang
18
Candra Ulfatun Nisa, dkk. “Aspek Hukum Tentang Black Campaign Pada Platform Media Sosial Instagram”.
Jurnal Mahkamah, 5,no 1, (2020): 7-8.
19
Soerjono Soekanto II, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Grafindo Persada,
2002), 33.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 182
dilaporkan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Badan Pengawas Pemilihan
Umum (Bawaslu), Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, melakukan tugas lain menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
20
Bawaslu mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu dari tingkat desa sampai
tingkat pusat dan mempunyai kewajiban menyampaikan temuan dan laporan yang berkaitan
dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara dalam pemilihan
kepala daerah. Selanjutnya penyidik tindak pidana dalam pemilihan kepala daerah adalah
penyidik Kepolisian Republik Indonesia, penyidik terhadap tindak pidana dalam pemilihan
kepala daerah dilakukan oleh tim penyidik tindak pidana dalam pemilihan kepala daerah yang
telah ditunjuk (penyidik tidak dilakukan secara perorangan) menurut ketentuan hukum yang
berlaku. Untuk penangganan laporan pelanggaran dalam pemilihan kepala daerah
sebagaimana yang diatur dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 2016.
21
Salah satu laporan pelanggaran pemilu yang diteruskan kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri) yaitu tindak pidana pemilihan umum. Tindak pidana pemilihan
umum adalah setiap orang atau badan hukum ataupun organisasi yang dengan sengaja
melanggar hukum, mengacaukan, menghalang-halangi atau mengganggu jalannya pemilihan
umum yang diselenggarakan menurut undang-undang. Salah satu pelanggaran yang termasuk
tindak pidana pemilu kepala daerah ialah dengan melanggar Pasal 69 huruf c Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2020, yaitu dalam penjelasannya dengan melakukan kampanye hitam (black
campaign). Tentu terhadap pelaku black campaign ini sudah semestinya dilakukan penegakan
hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan dan proses selanjutnya. Sehingga dipahami
bahwa proses ataupun mekanisme dalam melakukan penyidikan dan penegakan hukum
terhadap pelaku tindak pidana black campaign pada penyelenggaraan pemilu kepala daerah
dapat merujuk pada Pasal 146 Undang-Undang 6 Tahun 2020 perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang menguraikan sebagai berikut:
1. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tergabung dalam sentra
penegakan hukum terpadu dapat melakukan penyelidikan setelah adanya laporan
pelanggaran Pemilihan yang diterima oleh Bawaslu Provinsi maupun Panwas
Kabupaten/Kota.
2. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalam menjalankan tugas dapat melakukan penggeledahan, penyitaan, dan
20
Magdalena Lurenzia Seba. Op.Cit.: 126.
21
Ibid.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 183
pengumpulan alat bukti untuk kepentingan penyelidikan maupun penyidikan tanpa
surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
3. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikan
disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak laporan diterima dari Bawaslu Provinsi maupun Panwas
Kabupaten/Kota.
4. Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari
kerja penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan
untuk dilengkapi.
5. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga)
hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada
penuntut umum.
6. Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
kepada Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak menerima
berkas perkara dari penyidik.
Terhadap penanganan atas tindak pidana pemilihan umum kepala daerah pada
dasarnya penanganannya selalu berkordinasi dengan sentra Gakkumdu (Penegakkan Hukum
Terpadu) yang terdiri dari Kepolisian Republik Indonesia, Badan Pengawas Pemilihan umum,
dan Jaksa. Oleh karena itu laporan hanya dilakukan oleh Bawaslu. Idealnya memang sentra
Gakkumdu mampu menyelesaikan mengingat peran Sentra Penegakan Hukum Terpadu
(Gakkumdu) sebagai sentra penegakan hukum terpadu memiliki peran penting dalam
penanganan tindak pidana pilkada, dibentuknya Gakkumdu bermaksud untuk menyamakan
pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pilkada oleh Bawaslu, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
22
Hal ini sesuai ketentuan
Pasal 152 Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
Sebelumnya telah dipaparkan pula bahwasannya tindak pidana black campaign dalam pemilu
kepala daerah dapat bergantung pada media yang dilakukan, seperti saat ini media melakukan
black campaign oleh para pelaku paling sering dengan menggunakan media sosial seperti
instagram, twitter, facebook dan lain sebagainya. Media kampanye dengan media sosial ini
sebenarnya dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan pemilu kepala daerah, sesuai
dengan Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 perubahan atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2016, kampanye dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarpasangan calon;
22
Muhammad Junaidi. “Pidana Pemilu Dan Pilkada Oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu”, Jurnal Ius
Constituendum, 5, no 2, (2020): 227.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 184
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum; pemasangan alat peraga;
e. iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau
f. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 65 ayat (1) di atas khususnya pada huruf e menegaskan legalitas melakukan
kampanye pada pemilu kepala daerah melalui media elektornik atau dalam hal ini media
sosial. Akan tetapi kebolehan melakukan kampanye melalui media sosial tersebut dibatasi
pula oleh peraturan perundang-undangan agar tidak melakukan kampanye hitam (black
campaign) sesuai larangan pada Pasal 69 huruf c Undang-Undang Pemelihan Umum Kepala
Daerah.
Keberadaan internet menjadi kunci dalam pelaksanaan pemilu. Namun, keberadaan
internet ini mengakibatkan kampanye hitam (black campaign) semakin marak dalam
pelaksanaan pemilu. Hal tersebut menunjukkan adanya kemudahan teknologi dan mengakses
media sosial menjadi primadona dalam berbagai kalangan, sehingga dapat mempengaruhi
terjadinya kejahatan yang mengalami peralihan dengan adanya teknologi.
Kampanye hitam (black campaign) melalui media sosial saat ini sudah meresahkan
masyarakat. Ini karena media sosial dapat dijadikan sebagai alat kejahatan baru. Perpindahan
ini dapat dilihat juga pada saat dilaksanakannya pemilu. Kampanye hitam (black campaign)
sebelum adanya media sosial dilakukan dengan membagi atau menyebarkan informasi
melalui brosur, pamflet, artikel, spanduk, dan lain-lain berisi berita bohong, fitnah, dan/atau
informasi negatif yang ditujukan terhadap satu pasangan tertentu. Penyebaran itu bisa
dilakukan oleh siapa saja, baik itu oknum tim kampanye yang sudah terdaftar maupun oknum
simpatisan yang bukan sebagai tim kampanye terdaftar.
23
Media yang digunakan untuk melakukan tindak pidana black campaign pada pemilu
kepala daerah menggunakan media sosial internet, oleh karena itu tentu dalam proses
penegakan hukumnya khususnya pada proses penyidikan juga tidak terlepas pada ketentuan
peraturan perundang-undangan penggunaan internet itu sendiri. Terkait hal tersebut Pasal 43
ayat (5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, telah mengatur tentang
mekanisme wewenang dalam proses penyidikan terhadap tindak pidana yang berkaitan
dengan media sosial internet. Proses penyidikan itu diuraikan sebagai berikut:
23
Denico Doly. Op.Cit.: 5.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 185
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
dibidang teknologi informasi dan transaksi elektronik;
b. memanggil setiap orang atau pihak lainnya untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana dibidang
teknologi informasi dan transaksi elektronik;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana dibidang teknologi informasi dan transaksi elektronik;
d. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan usaha yang patut diduga
melakukan tindak pidana dibidang teknologi informasi dan transaksi elektronik;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan
kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak
pidana dibidang teknologi informasi dan transaksi elektronik;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai
tempat untuk melakukan tindak pidana dibidang teknologi informasi dan transaksi
elektronik;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan/atau sarana kegiatan
teknologi informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan
peraturan perundang-undangan;
h. membuat suatu data dan/atau sistem elektronik yang terkait tindak pidana dibidang
teknologi informasi dan transaksi elektronik agar tidak dapat diakses;
i. meminta informasi yang terdapat di dalam sistem elektronik atau informasi yang
dihasilkan oleh sistem elektronik kepada penyelenggara sistem elektronik yang
terkait dengan tindak pidana dibidang teknologi informasi dan transaksi elektronik;
j. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana
dibidang teknologi informasi dan transaksi elektronik; dan/atau
k. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana dibidang teknologi informasi
dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
Berdasarkan aspek hukum formil, hukum pidana pemilihan kepala daerah juga
tunduk pada ketentuan yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Di mana, pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara
tindak pidana pemilihan kepala daerah menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pemillihan Kepala Daerah.
24
Hal
serupa juga berlaku terhadap proses penegakan hukum tindak pidana black campaign dalam
pemilu kepala daerah dengan menggunakan media sosial, sebagaimana penjelasan dalam
Pasal 43 ayat (1) sampai dengan ayat (8) yang pada pokoknya mengungkapkan segala proses
penyidikan yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang transaksi dan informasi elektronik
(media internet) berpedomana pada hukum acara pidana. Maka perlu diketahui proses atau
mekanisme penyidikan tersebut ketentuannya secara lengkap diuraikan dalam Pasal 106
sampai dengan Pasal 136 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
24
Magdalena Lurenzia Seba, Loc.Cit.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 186
Pada akhirnya adanya kemudahan teknologi menyebabkan penyebaran kampanye
hitam (black campaign) lebih masif dilakukan, karena dengan satu buah peralatan komputer
atau smartphone bisa menyebarkan isi kampanye hitam (black campaign) ke seluruh dunia
melalui internet. Penyebaran isi kampanye hitam (black campaign) melalui media sosial
dikatakan lebih masif, karena dengan menyebarkan ulang (re-share) atau copy-paste sebuah
link atau berita pada media sosial, maka berita itu akan tersebar dalam hitungan detik. Hal ini
yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan sehingga opini dapat terbentuk dan masyarakat akan
mengubah pola pikirnya. Selain itu, banyak kampanye hitam (black campaign) dilakukan
dengan membuat iklan yang justru isinya menipu. Iklan kampanye menipu cenderung
menyesatkan dan mendistorsi kebenaran tentang calon lawan dan tidak ada cara yang lebih
baik untuk membuktikannya karena tujuan iklan ini memang menipu dan mendistorsi
kebenaran lawan politik.
25
Kampanye hitam (black campaign) tersebut memberikan dampak ketidakpercayaan
terhadap pasangan calon yang sedang melakukan kontestasi. Pelaku kampanye hitam (black
campaign) di media sosial seringkali sulit untuk diungkap atau bahkan ditangkap, karena
terdapat beberapa faktor yang selalu mempengaruhi penegakan hukumnya. Penegakan hukum
saat ini masih menjadi permasalahan yang belum berhenti untuk dikaji dan diteliti. Penegakan
hukum ini berarti pelaksanaan atau implementasi dari suatu peraturan perundang-undangan
sebagai perwujudan konsep yang telah menjadi sebuah kenyataan di masyarakat. Satjipto
Rahardjo mengatakan bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan
ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial, dan keadilan menjadi kenyataan.
26
Oleh sebab
itu mekansime dalam proses penyidikan tindak pidana pemilu kepala daerah khususnya dalam
hal black campaign dengan menggunakan media sosial harus benar-benar dijalankan oleh
para penegak hukum, khusunya mulai dari pihak kepolisian yang melakukan penyidikan
tindak pidana yang dimaksud.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PELAKU BLACK CAMPAIGN PEMILU
KEPALA DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PILKADA DAN
UNDANG-UNDANG ITE
Pada dasarnya dalam KUHP tindak pidana yang terkait dengan pelaksanaan pemilu
diatur dalam Bab IV Buku Kedua tentang “Kejahatan terhadap Pelaksanaan Kewajiban dan
25
Denico Doly. Op.Cit.: 5-6.
26
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), 24.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 187
Hak Kenegaraan”. KUHP tidak memberikan definisi berbagai tindak pidana tersebut dan
untuk mencari pengertiannya dengan melihat rumusan unsur-unsur tindak pidana pada Pasal
148, 149, 150, dan 152 KUHP.
27
. Sedangkan di dalam peraturan perundang-undangan pemilu
kepala daerah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemilu kepala
daerah diatur dalam Pasal 177 sampai dengan Pasal 198 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2020 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi Undang-Undang.
Pasal-pasal yang diuraikan di atas, apabila dicermati maka rumusan-rumusan
tersebut bertujuan agar masyarakat tidak kehilangan hak pilihnya, misalnya tidak
memperbaiki daftar pemilih sementara padahal ada masukan dari masyarakat, seorang
majikan yang tidak mengizinkan pekerjanya untuk ikut memberikan suaranya, pelaksanaan
pemilu yang bebas dari politik uang dan sebagainya.
28
Termasuk juga agar setiap orang tidak
melakukan pelanggaran tindak pidana pemilu kepala daerah, khususnya dengan
perkembangan teknologi orang dapat memahami bahwasanya kampanye yang dilarang oleh
peraturan perundang-undangan pemilu kepala daerah, dapat dikenakan sanksi pidana
walaupun kampanye itu (black campaign) yang dilakukan melalui media sosial.
Sebelum seorang pelaku dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana terhadap, tentu
terlebih dahulu tuduhan pidana yang dilayangkan terhadapnya seperti tindak pidana black
campaign ini terlebih dahulu harus sudah diputus oleh pengadilan yang putusannya telah
berkekuatan hukum tetap. Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap merupakan
salah satu cara untuk mencapai tujuan dan fungsi hukum. Karena putusan yang dikeluarkan
oleh pengadilan yang sah dan berwenang merupakan tolak ukur ataupun dasar seseorang
untuk memintakan haknya yang telah dilanggar oleh pihak lain. Melalui putusan pengadilan
yang adil barulah hukum sebenarnya dapat diterapkan. Putusan hakim merupakan bagian dari
penegakan hukum. Penegakan hukum dimaksudkan sebagai usaha untuk mewujudkan ide-ide
atau keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan.
29
Oleh karenanya hakim dalam
memberikan putusan akhir harus melihat berbagai aspek dan unsur yang dapat mempengaruhi
27
Aulia. “Kampanye “Hitam” dalam Pemilu Melalui Media Massa”, Rechtidee Jurnal Hukum, 9, no 2, (2014):
130.
28
Ibid.
29
M. Syamsudin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim, (Jakarta: Kencana, 2015), 50.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 188
isi dari putusan yang akan diberikan.
30
Termasuk dalam hal hakim dalam putusan itu wajib
menggali bukti-bukti yang konkret dan melakukan pembuktian atas perbuatan black
campaign pada pemilu kepala daerah yang dituduhkan kepada terdakwa.
Terhadap cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada
setiap alat bukti, dilakukan dalam batas-batas yang dibenarkan undang-undang, agar dalam
mewujudkan kebenaran yang hendak dijatuhkan, majelis hakim terhindar dari pengorbanan
kebenaran yang harus dibenarkan. Jangan sampai kebenaran yang diwujudkan dalam putusan
berdasar hasil perolehan dan penjabaran yang keluar dari garis yang dibenarkan sistem
pembuktian tidak berbau dan diwarnai oleh perasaan dan pendapat subjek hakim.
31
KUHAP memberikan pengaturan mengenai jenis-jenis alat bukti yang sah menurut
hukum sebagai mana ditentukan di dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, oleh
karenanya pengertian “pembuktian” merujuk kepada pendapat ahli dibidang hukum acara
pidana. Martiman Prodjohamidjojo berpendapat bahwa proses pembuktian atau membuktikan
mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga
dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Selain itu, Darwan Prinst
berpendapat bahwa pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah
terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus
mempertanggungjawabkannya.
32
Pada dasarnya mekanisme penyelesaian tindak pidana pemilukada tidak jauh berbeda
dengan mekanisme penyelesaian tindak pidana lainnya, yang harus melalui sistem peradilan
pidana, mulai dari kepolisian, kejaksaaan, hingga peradilan. Ketika kasus itu memasuki
peradilanpun akan melalui tahap-tahap seperti perkara pidana umumnya, yaitu melalui
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung di tingkat Kasasi.
33
KUHP mengatur pertanggungjawaban pidana (sanksi pidana) terhadap pelanggaran
pada saat pemilu terdapat dalam Bab IV tentang Kejahatan terhadap Melakukan Kewajiban
dan Hak Kenegaraan. Aturan ini diatur dalam Pasal 148-153 KUHP. Khusus kepada tindak
pidana black campaign pada pemilu kepala daerah melalui media sosial, sesuai dengan salah
satu bentuknya yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya bahwasanya black
30
Mhd. Teguh Syuhada. Hukum Pembuktian Dalam Peradilan di Indonesia, (Medan: CV. Pustaka Prima, 2021),
170.
31
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan,
Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 274.
32
Aristo Pangaribuan, dkk, Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2018), 273.
33
Topo Santoso dan Ida Budhiati, Pemilu di Indonesia: Kelembagaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2019), 41.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 189
campaign melalui media sosial dapat berbentuk penghinaan kepada salah satu pasangan
calon. Terhadap perbuatan black campaign pada pemilu kepalada daerah melalui media sosial
dalam bentuk penghinaan ini pada dasarnya harus juga mengkaitkan pertanggungjawaban
pidananya dengan aturan yang diatur dalam KUHP.
Bentuk penghinaan dalam KUHP terbagi menjadi beberapa bentuk perbuatan. Paling
tidak ada enam macam bentuk penghinaan, yaitu penistaan (310 ayat 1 KUHP), penistaan
dengan tulisan (310 ayat 2 KUHP), fitnah (311 KUHP), penghinaan ringan (315 KUHP),
pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (317 KUHP), perbuatan fitnah (318 KUHP), dan
penyebarluasan pencemaran terhadap orang yang sudah meninggal dunia (321 KUHP). Untuk
memberikan kepastian hukum kepada terdakwa, sudah seharusnya jaksa mengaitkan
ketentuan penghinaan dalam dakwaan dengan ketentuan KUHP. Hal ini bertujuan untuk
meyakinkan hakim mengenai bentuk perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, sekaligus
memberikan kepastian hukum kepada terdakwa.
34
Pemberian sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana pemilihan umum kepala
daerah (khususnya pada black campaign) tidak terlepas dari prinsip pertanggungjawaban
pidana yang dianut dalam KUHP yang selaras dengan sanksi pidana pada Undang-Undang
Pilkada. Sebagaimana telah diterangkan bahwa pengertian hukum pidana yang mencakup
ketentuan tentang 3 (tiga) macam/hal, yaitu sebagai berikut:
1. Aturan umum hukum pidana dan yang dikaitkan atau dalam hal yang berhubungan
dengan larangan melakukan tindakan-tindakan tertentu disertai dengan ancaman
pidana bagi pihak yang melanggar larangan yang dimaksud (dikatakan tindak
pidana).
2. Syarat-syarat khusus yang wajib dpenuhi bagi pihak yang melanggar aturan hukum
pidana seperti dikatakan awalnya di atas, agar yang melanggar tadi dapat dijatuhi
pidana sebagaimana yang diancamkan.
3. Upaya negara yang harus dan dapat dilakukan oleh alat-alat perlengkapan negara
dalam hal negara menegakkan ataupun melaksanakan hukum pidana yang
dikatakan tersebut.
35
Terkait tindak pidana pemilu kepala daerah dalam hal black campaign di media sosial,
yang diberlakukan kepada pihak yang melanggar merupakan salah satu dari fungsi hukum itu
sendiri. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan
manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung
34
Muhammad Rizaldi. Op.Cit., 20.
35
Adami Chazawi I, Pelajaran Hukum Pidana: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan &
Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2017),
2-3.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 190
secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini
hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum ini
menjadikan kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus
diperhatikan, yaitu: kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan
keadilan (gerechtigkeit).
36
Praktik black campaign melalui media sosial, khusunya instagram menimbulkan
efek yang lebih dari sekedar berita bohong dan jatuhnya nama baik para tokoh politik saja,
tetapi juga berefek bagi masyarakat dalam hal hak untuk mendapatkan suatu informasi secara
akurat dan objektif. Tindakan tersebut tentu menimbulkan akibat hukum.
37
Akibat hukum
inilah yang erat kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana yang dapat diterapkan kepada
seorang pelaku tindak pidana. Pertanggungjawaban dalam hukum pidana erat hubungannya
dengan kemampuan bertanggung jawab dari seseorang. Apabila seseorang atau badan usaha
atau subjek hukum melakukan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan pada ranah pidana, maka akan dikenakan kepadanya akibat hukum
berupa pertanggungjawaban hukum pidana.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwasanya tindak pidana pemilu
kepala daerah ini pengaturan sanksi pidananya diatur secara khusus di dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2020. Hukum pidana khusus merupakan bagian dari hukum pidana yang
tersebar dalam berbagai undang-undang yang dibentuk untuk mengatur materi hukum secara
khusus. Dalam Undang-Undang tersebut (Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah), selain
memuat materi hukum pidana materiil juga memuat materi hukum pidana formil, atau dengan
kata lain hukum pidana khusus memuat norma dan sanksi pidana yang tidak diatur dalam
KUHP, dan juga memuat aturan hukum acara yang menyimpang dari ketentuan yang ada
dalam KUHAP.
38
Sehingga oleh karena itu diketahui untuk mengenakan sanksi pidana
(pertanggungjawaban pidana) kepada pelaku tindak pidana black campaign pada
penyelenggaraan pemilu kepala daerah dengan menggunakan media sosial jika beracuan pada
Undang-Undang Pilkada, maka sanksi itu dapat dikenakan kepada pelaku sebagaimana uraian
36
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2017), 1.
37
Candra Ulfatun Nisa, dkk. Op.Cit. 15.
38
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-delik di Luar KUHP, (Jakarta: Kencana, 2017),
31.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 191
Pasal 187 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015, yang menyebutkan sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan
kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau
paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000.00
(enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000.00 (enam juta rupiah)”.
Selanjutnya dikarenakan pidana black campaign pada pemilu kepala daerah itu
dilakukan dengan platform media sosial seperti instagram, twitter, facebook atau platform
media sosial lainnya, maka penerapan sanksi pidana ini juga dapat menggunakan aturan
dalam Undang-Undang ITE. Pada Undang-Undang ITE pertanggungjawaban pidana yang
dapat dikenakan kepada pelaku black campaign terbagi pada 2 (dua) pasal sesuai bentuk
tindak pidana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pertama, pelaku tindak pidana black
campaign dalam bentuk penghinaan, pencemaran nama baik dan penghinaan dapat dikenakan
sanksi pidana sesuai Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yang menyebutkan sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh
ratus lima puluh juta rupiah)”.
Kemudian apabila perbuatan black campaign pada pemilu kepala daerah melalui
media sosial itu dilakukan dalam bentuk menyebarkan informasi dengan tujuan menimbulkan
rasa kebencian kepada lawan politik (individu), maka sanksi pidana yang dapat diterapkan
kepada pelaku adalah sesuai dengan Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, yang menyebutkan sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 192
Menurut Adami Chazawi terkait pertanggungjawaban pidana termasuk kepada
pelaku tindak pidana black campaign pada Pemilu Kepala Daerah, bahwasanya kemampuan
bertanggung jawab bukan merupakan unsur tindak pidana. Harus dibedakan dan ada
pemisahan yang jelas antara tindak pidana dan dapat dipidananya pembuat. Terjadi atau
terwujudnya tindak pidana secara konkret syaratnya ialah jika semua unsur yang dicantumkan
dalam rumusan telah terdapat atau terpenuhi oleh perbuatan seseorang. Sementara itu, untuk
dipidananya pembuat tadi ia harus mampu bertanggungjawab. Sebagaimana Moeljatno
menyampaikan bahwa “dalam perbuatan pidana yang menjadi pusat adalah perbuatannya,
dalam pertangung jawab sebaliknya, yang menjadi pusat adalah orang yang melakukan
perbuatan”. Dasar mengenai terjadinya tindak pidana adalah asas legalitas berbeda dengan
mengenai dapatnya dipidana pembuat yang menganut asas tiada pidana tanpa kesalahan.
Setelah terwujudnya tindak pidana, barulah dilihat apakah orang pembuatnya tadi
ada pertanggungjawaban ataupun tidak, dalam arti yaitu ada kesalahan ataukah tidak pada
pembuatnya tersebut. Hanya terhadap orang yang dipersalahkan saja yang dapat dibebani
tanggung jawab pidana. Hal ini baru dipersoalkan dalam hal untuk menetapkan amar putusan
oleh hakim agar putusan itu mencapai derajat keadilan yang setinggi-tingginya. Dalam praktik
hukum memang demikian, baru menjadi persoalan setelah ada keragu-raguan tentang jiwa si
pembuat, apakah dapat atau tidak dapatnya dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang
dilakukannya itu.
39
Black campaign melalui media sosial, bertujuan sebagai strategi untuk menyerang,
menjatuhkan nama baik lawan politik yang dihadapinya dengan harapan yang bersangkutan
tidak akan mendapat simpati dari masyarakat sehingga dapat dipastikan pula tidak akan
mendapatkan dukungan suara yang cukup. Hal tersebut dikenal sebagai bentuk politik
pembunuhan karakter. Masyarakat secara umum, khususnya netizen dapat terpengaruh
dengan adanya isu-isu yang tersebar di postingan media sosial, yang kemudian secara sadar
membentuk persepsi buruk terhadap tokoh politik yang bersangkutan. Meskipun black
campaign seringkali digunakan sebagai senjata utama dalam strategi berkampanye politik,
tetapi pada kenyataannya tidak selalu menjadi jaminan bahwa praktik black campaign
merupakan strategi yang ampuh dan efektif untuk mendongkrak perolehan dukungan suara.
Akan tetapi, sudah tentu keberadaan black campaign dapat memunculkan keonaran yang
39
Adami Chazawi II, Pelajaran Hukum Pidana: Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan, dan
Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2018), 154.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 193
dapat meresahkan dan mengkhawatirkan masyarakat umum secara luas, tidak hanya dari
kalangan netizen saja.
40
Sehingga sudah sepantasnya bagi pelaku tindak pidana black campaign pada pemilu
kepala daerah melalui media sosial diberikan sanksi pidana sebagaimana ketentuan pidana
aturan terkait mengaturnya. Pertanggungjawaban pidana kepada para oknum pelaku tersebut
dapat dalam bentuk pidana penjara ataupun denda. Besarnya denda atau lamanya pidana
penjara yang dikenakan kepada pelaku menurut Undang-Undang Pilkada hanya mengatur
maksimal pidana penjara 18 (delapan belas) bulan atau 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan
denda paling banyak Rp. 6.000.000 (enam juta rupiah), hal ini sangat ringan mengingat efek
dari pidana black campaign itu sendiri bukan hanya merugikan pasangan calon pemilu,
melainkan juga dapat merugikan masyarakat yang mendapat informasi yang salah atas
pasangan tersebut.
Sedangkan apabila merujuk pada Undang-Undang ITE, maka tindak pidana bagi
pelaku black campaign dengan menggunakan media sosial besarnya pertanggungjawaban
pidana dapat bergantung pada bentuk dari tindak pidana black campaign yang dilakukan.
Apabila pelaku melakukan black campaign dalam bentuk pencemaran nama baik atau
penghinaan maka besaran pidana yang dapat diberikan adalah paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Dan
jika dalam bentuk menyebarkan informasi dengan tujuan menimbulkan rasa kebencian kepada
lawan politik (individu) sanksi pidana dapat penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
KESIMPULAN
Bentuk tindak pidana black campaign menurut hukum pemilu kepala daerah
Indonesia yaitu dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 69 huruf c Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2020 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang pada pokoknya
bentuk tersebut berupa menghasut, memfitnah dan mengadu domba, hal ini sesuai dengan
penjelasan atas Pasal 69 huruf c bahwa bentuk-bentuk merupakan bagian dari kampanye
hitam (black campaign). Sedangkan apabila media black campaign pada pemilu kepala
daerah yang digunakan adalah media sosial, maka bentuk itu dapat bertambah sesuai dengan
uraian Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
40
Candra Ulfatun Nisa, dkk. Op.Cit., 13.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 194
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yang pada pokoknya diketahui bentuk black campaign dengan media sosial dapat
berupa penghinaan, pencemaran nama baik ataupun menyebarkan informasi dengan tujuan
menimbulkan rasa kebencian kepada lawan politik. Penyebaran black campaign yang
dilakukan untuk menjatuhkan nama baik lawan politik yang dihadapinya dengan harapan
yang bersangkutan dijauhi dan tidak disukai masyarakat secara umum sebagai pemilih
sehingga nantinya tidak akan mendapatkan dukungan suara. Dan sepatutnya bentuk tindak
pidana black campaign menurut hukum pemilu kepala daerah Indonesia ini diuraikan secara
eksplisit dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan pemilu kepala daerah.
Mekanisme penyidikan terhadap pelaku tindak pidana black campaign pemilu kepala
daerah berdasarkan Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang ITE merujuk pada Pasal
146 Undang-Undang 6 Tahun 2020 perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
yang pada pokoknya penyidik kepolisian dapat melakukan penyelidikan setelah adanya
laporan pelanggaran pemilihan yang diterima oleh Bawaslu Provinsi maupun Panwas
Kabupaten/Kota. Penyidik tersebut dapat melakukan penggeledahan, penyitaan, dan
pengumpulan alat bukti untuk kepentingan penyelidikan maupun penyidikan. Hasil
penyidikan paling lama 14 (empat) belas hari kemudian disampaikan kepada penuntut umum.
Selanjutnya apabila tindak pidana black campaign pada pemilu kepala daerah itu dilakukan
dengan media sosial seperti instagram, twitter, facebook dan lain sebagainya. Maka
penyidikan juga harus memperhatikan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, yang secara pokok semua tahapan dari penyidikan baik itu mulai dari
penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan ataupun hal-hal terkait pada proses
penyidikan tetap berpedoman pada hukum acara pidana yang secara lengkap diatur dalam
Pasal 106 sampai dengan Pasal 136 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dan
seharusnya mekanisme penyidikan terhadap pelaku tindak pidana black campaign pemilu
kepala daerah berdasarkan Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang ITE dibedakan
dalam proses baik di dalam Undang-Undang Pilkada maupun dalam Undang-Undang ITE.
Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku black campaign pemilu kepala daerah
berdasarkan Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang ITE dapat berupa pidana denda
dan pidana penjara. Besarnya denda atau lamanya pidana penjara yang dikenakan kepada
pelaku menurut Undang-Undang Pilkada hanya mengatur maksimal pidana penjara 18
(delapan belas) bulan atau 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 195
6.000.000 (enam juta rupiah), hal ini sangat ringan mengingat efek dari pidana black
campaign itu sendiri bukan hanya merugikan pasangan calon pemilu, melainkan juga dapat
merugikan masyarakat yang mendapat informasi yang salah atas pasangan tersebut.
Sedangkan apabila merujuk pada Undang-Undang ITE, maka tindak pidana bagi pelaku black
campaign dengan menggunakan media sosial besarnya pertanggungjawaban pidana dapat
bergantung pada bentuk dari tindak pidana black campaign yang dilakukan. Apabila pelaku
melakukan black campaign dalam bentuk pencemaran nama baik atau penghinaan maka
besaran pidana yang dapat diberikan adalah paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Dan jika dalam bentuk
menyebarkan informasi dengan tujuan menimbulkan rasa kebencian kepada lawan politik
(individu) sanksi pidana dapat penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Serta sudah seharusnya adanya revisi
Undang-Undang Pilkada terkait ketentuan pidana dalam tindak pidana black campaign pada
pemilu kepala daerah dengan menggunakan media sosial, guna menyesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Hal itu juga dikarenakan sanksi pidana black
campaign yang sekarang pada Undang-Undang Pilkada selain belum mengatur sanksi pada
media sosial juga sanksi yang diterapkan dirasa masih terlalu rendah, dengan begitu tidak ada
efek jera bagi pelaku tindak pidana black campaign tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia. “Kampanye “Hitam” dalam Pemilu Melalui Media Massa”. Rechtidee Jurnal Hukum,
9, no 2, (2014): 130.
Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan,
Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2017.
___________. Pelajaran Hukum Pidana: Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori
Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2018.
Denico Doly. “Penegakan Hukum Kampanye Hitam (Black Campaign) di Media Sosial:
Pembelajaran Pemilihan Umum Presiden Tahun 2019”. Jurnal Kajian, 25, no 1,
(2020).
Fahmi, Khairul. Pemilihan Umum Dalam Transisi Demokrasi: Kompilasi Catatan Atas
Dinamika Pemilu Dan Pilkada Di Era Reformasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2016.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 196
Harahap, M.Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar
Grafika, 2005.
Hoesein, Zainal Arifin dan Arifudin. Penetapan Pemilih dalam Sistem Pemilihan Umum.
Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2017.
HS, Salim dan Erlies Septiana Nurbainin. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2019.
Junaidi, Muhammad. “Pidana Pemilu Dan Pilkada Oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu”.
Jurnal Ius Constituendum, 5, no 2, (2020): 227.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prenadamedia Group, 2018.
Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo. Bab-bab Tentang Penemuan Hukum. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2017.
Nisa, Candra Ulfatun dkk. “Aspek Hukum Tentang Black Campaign Pada Platform Media
Sosial Instagram”. Jurnal Mahkamah, 5,no 1, (2020): 7-8.
Pamungkas, Aisyah Dara dan Ridwan Arifin. “Demokrasi Dan Kampanye Hitam Dalam
Penyelenggaraan Pemilihan Umum Di Indonesia (Analisis Atas Black Campaign
Dan Negative Campaign”. DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum, 17, no 1, (2019):
19.
Pangaribuan, Aristo dkk. Pengantar Hukum Acara Pidana di Indonesia. Depok: Rajawali
Pers, 2018.
Prasetyo, Teguh. Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Pers, 2018.
Rahardjo, Satjipto. Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta
Publishing, 2009.
Ramli Ahmad M. Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Refika
Aditama, 2010.
Renggong, Ruslan. Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-delik di Luar KUHP. Jakarta:
Kencana, 2017.
Rizaldi, Muhammad.“Pro dan Kontra Black Campaign Dalam Pemilihan Umum di
Indonesia”. Jurnal Fiat Justitia, 2, no 2, (2014): .9
Rusmanto. “Peranan Penyidik Dalam Tindak Pidana Pemilihan Kepala Daerah”. Jurnal
Hukum UNISSULA, 35, No 2,( 2019): 101-102.
Riau Law Journal: Vol. 6, No. 2, November (2022), 170-197 197
Santoso, Topo dan Ida Budhiati. Pemilu di Indonesia: Kelembagaan, Pelaksanaan, dan
Pengawasan. Jakarta: Sinar Grafika, 2019.
Seba, Magdalena Lurenzia. “Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemilihan Kepala
Daerah”. Jurnal Lex Administratum, V, no 9, (2017): 125.
Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta:
Grafindo Persada, 2002.
_____________, Penelitian Hukum Sosiologis. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014.
Syamsuddin, Aziz. Tindak Pidana Khusus. Jakarta: Sinar Grafika, 2018.
Syamsudin, M. Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim. Jakarta: Kencana, 2015.
Syuhada, Mhd Teguh. Hukum Pembuktian Dalam Peradilan di Indonesia. Medan: CV.
Pustaka Prima, 2021.
Thoha, Miftah. Birokrasi Politik Dan Pemilihan Umum di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2014.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi
Undang-Undang.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.