ArticlePDF Available

BIAYA PENGOBATAN PASIEN RAWAT INAP COVID-19 DI RUMAH SAKIT X TAHUN 2021

Authors:

Abstract

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan berbagai rumah sakit di dunia mengalami kesulitan dalam memberikan pelayanan karena jumlah pasien melonjak dengan waktu singkat. Pandemi yang meluas dengan mortalitas yang tinggi di berbagai belahan negara mengakibatkan rawat inap pasien karena penyakit COVID-19 menjadi tinggi sehingga biaya perawatannya pun mengalami peningkatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis biaya pengobatan COVID-19 pasien rawat inap Rumah Sakit X. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari data INA-CBGs dan rekam medis sebanyak 1,196 sampel dalam periode Agustus 2020 sampai dengan April 2021. Uji statistik menggunakan Mann Whitney Test, Kruskal Wallis Test dan Spearman Test. Hasil penelitian menunjukkan biaya rata-rata pengobatan pasien rawat inap COVID-19 di RS X adalah Rp 43,595,339.94. Selisih biaya riil pengobatan pasien rawat inap COVID-19 dengan biaya klaim sebesar positif Rp. 48,622,313.07. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan biaya pengobatan pasien rawat inap COVID19 di RS X adalah usia lanjut (> 60 tahun), jenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan perguruan tinggi, tingkat keparahan dengan gejala sedang, memiliki penyakit penyerta, lama rawat, status keluar dengan sembuh, Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) adalah spesialis paru dan kolaborasi dokter > 3 dokter.
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
BIAYA PENGOBATAN PASIEN RAWAT INAP COVID-19 DI
RUMAH SAKIT X TAHUN 2021
Reli Giusman1*, Atik Nurwahyuni2
1Master Program of Hospital Administration, Department of Health Policy and Administration, Faculty of Public Health,
University of Indonesia, Indonesia, 16424
2Department of Health Policy and Administration, Faculty of Public Health, University of Indonesia, Indonesia, 16424
*Corresponding Author: religiusman@gmail.com
Article history:
Submitted March 6, 2022
Received in revised form November 3, 2022
Published online December 1, 2022
Abstrak
Pandemi COVID-19 telah menyebabkan berbagai rumah sakit di dunia mengalami kesulitan dalam
memberikan pelayanan karena jumlah pasien melonjak dengan waktu singkat. Pandemi yang meluas
dengan mortalitas yang tinggi di berbagai belahan negara mengakibatkan rawat inap pasien karena
penyakit COVID-19 menjadi tinggi sehingga biaya perawatannya pun mengalami peningkatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis biaya pengobatan COVID-19 pasien rawat inap
Rumah Sakit X. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari data INA-CBGs dan
rekam medis sebanyak 1,196 sampel dalam periode Agustus 2020 sampai dengan April 2021. Uji
statistik menggunakan Mann Whitney Test, Kruskal Wallis Test dan Spearman Test. Hasil penelitian
menunjukkan biaya rata-rata pengobatan pasien rawat inap COVID-19 di RS X adalah Rp
43,595,339.94. Selisih biaya riil pengobatan pasien rawat inap COVID-19 dengan biaya klaim sebesar
positif Rp. 48,622,313.07. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan biaya pengobatan pasien
rawat inap COVID19 di RS X adalah usia lanjut (> 60 tahun), jenis kelamin laki-laki, tingkat
pendidikan perguruan tinggi, tingkat keparahan dengan gejala sedang, memiliki penyakit penyerta,
lama rawat, status keluar dengan sembuh, Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) adalah spesialis
paru dan kolaborasi dokter > 3 dokter.
Kata kunci: biaya pengobatan, COVID-19, pasien rawat inap
Abstract
The COVID-19 pandemic has caused various hospitals in the world to experience difficulties in
providing services because the number of patients has soared in a short time. The widespread
pandemic with high mortality in various parts of the country has resulted in high hospitalizations for
patients due to COVID-19, so the cost of treatment has also increased. The purpose of this study was
to analyze the cost of treating COVID-19 inpatients at Hospital X. The data used is secondary data
derived from INACBG's data and medical records as many as 1,196 samples in the period August
2020 to April 2021. Statistical tests using the Mann Whitney Test, Kruskal Wallis Test and Spearman
Test. The results showed that the average cost of treating COVID-19 inpatients at X Hospital was Rp.
43,595,339.94. The difference between the real cost of treating COVID-19 inpatients with a positive
claim fee of Rp. 48,622,313.07. The factors that influence the increase in the cost of treatment for
COVID-19 inpatients at Hospital X are advanced age (> 60 years), male gender, higher education
level, severity with moderate symptoms, having co-morbidities, length of stay, discharge status with
recovery, the Doctor in Charge of the Patient (DPJP) is a lung specialist and collaboration of doctors
> 3 doctors.
Keywords: COVID-19, inpatient, medical costs
96
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
PENDAHULUAN
Pandemi COVID-19 telah menyebabkan
berbagai rumah sakit di dunia mengalami
kesulitan dalam memberikan pelayanan karena
jumlah pasien melonjak dengan waktu singkat.
Di Indonesia jumlah kasus COVID-19
mengalami peningkatan sejak diumumkan
pada bulan Maret 2020. Sampai dengan
tanggal 02 Januari 2021, jumlah pasien
COVID-19 di Indonesia berjumlah 758,473
orang. Pandemi yang meluas dengan
mortalitas yang tinggi di berbagai belahan
negara mengakibatkan rawat inap pasien
karena penyakit COVID-19 menjadi tinggi
sehingga biaya perawatannya pun mengalami
peningkatan (Darab et al., 2020). Peningkatan
pasien rawat inap pada masa pandemi
COVID-19 terjadi di berbagai negara seperti
di negara Perancis jumlah pasien yang dirawat
inap karena menderita COVID-19 sekitar
<5%, namun 19% dari pasien rawat inap
tersebut memerlukan unit perawatan intensif
(Salje et al., 2020). Lama perawatan/Lenght of
Stay pasien COVID-19 adalah ≤8 hari (Phua et
al., 2020; Zhou et al., 2020). Di Arab Saudi,
tingkat rawat inap kasus COVID-19 yang
dikonfirmasi selama Maret 2020 adalah 71.6%
(Alsofayan et al., 2020). Biaya perawatan
pasien COVID-19 tergantung dari tingkat
keparahan penyakit mulai dari yang
asimtomatik hingga berat, yang memerlukan
ruangan intensif dan ventilator (Tian et al.,
2020). Semakin tua usia seseorang terkena
penyakit COVID-19 kemungkinan tingkat
kematiannya semakin tinggi (Zhou et al.,
2020). Sampai saat ini belum ada pengobatan
spesifik untuk COVID-19 yang
direkomendasikan untuk pasien, sehingga
variasi obat yang diberikan dapat bermacam-
macam tergantung klinis pasien (Kementerian
Kesehatan RI, 2020b). Beberapa ahli
berpendapat, antivirus dan kortikosteroid
merupakan pilihan pengobatan untuk kasus
COVID19 (Liew et al., 2020), lamanya
menggunakan antibiotik profilaksis pada kasus
berat dilakukan untuk mencegah infeksi
sekunder (Liew et al., 2020;Yang et al., 2020).
Pembiayaan pasien COVID-19 di Indonesia
saat ini ditanggung oleh pemerintah sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor.
07/Menkes 4344/2021 diatur rinci pelayanan
yang dibiayai pemerintah terkait dengan
perawatan pasien COVID-19. Di Arab Saudi,
biaya medis langsung rata-rata pada pasien
COVID-19 yang dirawat di ruangan per hari
adalah Rp 164,533,340 (Khan et al., 2020).
Sedangkan di India, biaya medis langsung
rata-rata per hari pasien COVID-19 lebih
rendah yaitu Rp 68,058,889 (Rao R, 2020). Di
Indonesia, penelitian yang dilakukan di daerah
Jawa Tengah menuliskan bahwa estimasi
biaya pasien COVID-19 yang dirawat di ICU
selama 8 hari dan dilanjutkan perawatan 7 hari
di ruangan adalah Rp 75.7 juta per pasien
(Patria Jati et al., 2020). Besarnya biaya
pengobatan COVID-19 saat ini menjadi beban
ekonomi cukup besar bagi negara. Namun
tidak semua rumah sakit di Indonesia menjadi
rujukan COVID-19 sehingga pada kondisi
tersebut, biaya yang dikeluarkan menjadi
tanggungan rumah sakit dan pasien.
Sedangkan pandemi ini belum juga berakhir,
pasien COVID-19 masih terus ada dan kita
tidak tahu sampai kapan pembiayaan pasien
ini ditanggung oleh pemerintah. Penelitian
mengenai biaya pengobatan pasien COVID-19
belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh
karena itu peneliti memilih Rumah Sakit X
menjadi lokasi penelitian dikarenakan telah
menjadi rumah sakit rujukan COVID-19 sejak
tahun 2020.
METODE
Sampel penelitian ini adalah pasien
COVID-19 yang dirawat inap di Rumah Sakit
X sejak tanggal 15 Agustus 2020 sampai
dengan 15 April 2021 yang memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi sebesar 1,196 sampel.
Kriteria Inklusi penelitian adalah pasien rawat
inap di RS X dengan terkonfirmasi COVID-19
(hasil RT-PCR positif) antara 15 Agustus 2020
sampai 15 April 2021, Pasien yang masuk dari
IGD atau Poliklinik RS X, pasien dengan
jaminan Kemenkes. Sedangkan kriteria
ekslusinya adalah pasien dengan data tagihan
atau data INA-CBG’s tidak lengkap, pasien
yang dirujuk ke rumah sakit lain dan pulang
paksa. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah dengan cara konsekutif
sampling yaitu mencari pasien yang memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi sampai dipenuhi
jumlah sampel yang diperlukan. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang
97
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
diperoleh dari rekam medis dan tagihan pasien
rawat inap COVID-19 serta data INA-CBGs
meliputi data karakteristik demografi pasien
dan medis. Data keuangan pasien atau billing
pasien diperoleh dari bagian keuangan dan
casemix rumah sakit serta data INA-CBGs.
Data yang diperoleh dari rekam medis adalah:
diagnosis COVID-19 terkonfirmasi dengan
gejala ringan atau sedang atau berat,
pendidikan, pekerjaan dan wilayah tempat
tinggal. Sedangkan data yang berasal dari
INA-CBGs adalah usia, jenis kelamin,
penyakit penyerta, lama rawat, status keluar,
DPJP, kolaborasi dokter. Instrumen dalam
penelitian ini adalah template pengumpulan
data untuk data kuantitatif. Data penelitian
diolah menggunakan software statistik.
Analisis Bivariat untuk mengetahui hubungan
usia, pendidikan, pekerjaan, wilayah tempat
tinggal, tingkat keparahan, DPJP dan
kolaborasi dokter dengan biaya pengobatan
COVID-19 menggunakan uji Kruskal-Walls,
hubungan jenis kelamin, penyakit penyerta,
status keluar dengan biaya pengobatan
COVID-19 menggunaka uji Mann-Whitney,
dan hubungan lama rawat dengan biaya
pengobatan COVID-19 menggunakan uji
korelasi spearman. Seluruh data sekunder yang
berasal dari RS X akan disimpan secara
rahasia dan hanya dapat diakses oleh peneliti.
HASIL
Data penelitian diambil dari data INA-
CBGs dan rekam medis pasien rawat inap di
RS X dengan terkonfirmasi COVID-19 (hasil
RT-PCR positif) antara tanggal 15 Agustus
2020 sampai 15 April 2021 berjumlah 1,328
sampel. Dari 1,328 yang memenuhi kriteria
inklusi adalah 1,196 sampel. Dari 1,196 data
yang diambil, 866 pasien (72.4%) adalah usia
dewasa (20 s.d 60 tahun) dan 52.3% dari
pasien berjenis kelamin laki-laki. Tingkat
pendidikan pasien yang dirawat adalah SMA
sebesar 816 (68.2%), dengan 74.3% bertempat
tinggal di wilayah Jakarta Barat. Sebanyak
1,8% pasien merupakan tenaga kesehatan.
Pasien COVID-19 yang terkonfirmasi dengan
gejala sedang merupakan yang paling tinggi
yaitu 609 orang (50.9%). Terdapat 484 pasien
(40.5%) yang memiliki penyakit penyerta.
Pasien yang dinyatakan sembuh dan pulang
dari rawat inap ada 934 pasien (78.1%) dan
meninggal 262 pasien (21.9%). Pasien
COVID-19 yang dirawat di RS X rata-rata di
rawat 10.4 hari. DPJP yang sering merawat
pasien COVID-19 adalah dokter spesialis
penyakit dalam 63.1%. Pasien COVID-19
sebanyak 76.09% dirawat di ruang isolasi non
tekanan negatif. Perbandingan karakteristik
responden dengan tingkat keparahan penyakit
COVID-19 ringan, sedang dan berat
didapatkan hasil bahwa pada kelompok usia
paling banyak adalah dewasa di gejala sedang,
kelompok jenis kelamin paling banyak adalah
laki-laki di gejala sedang, lama rawat paling
lama adalah 11 hari di gejala sedang,
kelompok yang memiliki penyakit penyerta
paling banyak di gejala sedang, ruang
perawatan ICU paling banyak di gejala berat,
pemakaian ventilator paling banyak di gejala
berat, dan status keluar sembuh paling banyak
di gejala sedang. Kolaborasi dokter > 3 dokter
spesialis menurunkan angka kematian pasien
rawat inap COVID-19, namun meningkatkan
lama rawat (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik Demografi dan Medis Pasien Rawat Inap COVID-19
Karakteristik Responden n %
Usia
Bayi
18
1.5
Anak-Anak
18
.5
Remaja
19
.6
Dewasa
866
2.4
Lanjut Usia
275
3.0
Total
1,196
00
Jenis Kelamin
Laki-Laki
625
52.3
98
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
Perempuan
571
47.7
Total
1,196
100
Pendidikan
Tidak Sekolah
82
6.9
SD
35
2.9
Karakteristik Responden n %
SMP
60
SMA
816
Perguruan Tinggi
203
Total
1,196
Pekerjaan
Tidak Bekerja
483
Tenaga Kesehatan
21
Non Tenaga Kesehatan
692
Total
1,196
Wilayah Tempat Tinggal
Jakarta Barat
889
Jakarta Timur
33
Jakarta Utara
29
Jakarta Selatan
24
Jakarta Pusat
27
Luar Jakarta
194
Total
1,196
Tingkat Keparahan
Gejala Ringan
358
Gejala Sedang
609
Gejala Berat
229
Total
1,196
Penyakit Penyerta
Ada
484
Tidak
712
Total
1,196
Status Keluar
Sembuh
934
Meninggal
262
Total
1,196
DPJP
Spesialis Penyakit Dalam
755
Spesialis Paru
268
Spesialis Lain-Lain
173
Total
1,196
Kolaborasi Dokter
1 Dokter Spesialis
696
2 Dokter Spesialis
341
3 Dokter Spesialis
124
> 3 Dokter Spesialis
35
Total
1,196
Penggunaan Ventilator
Ya
276
Tidak
920
Total
1,196
99
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
Tabel 2. Komponen Biaya Pengobatan COVID-19 RS X Tahun 2021
Komponen Biaya Jumlah Biaya Rata-Rata Biaya (%)
(Rp) (n=1196) (Rp)
Prosedur Non Bedah
563,722,101.00
471,339.55
1.08
Prosedur Bedah
704,732,674.00
589,241.37
1.35
Konsultasi
3,564,965,022.00
2,980,739.98
6.84
Tenaga Ahli
3,639,000.00
3,042.64
0.01
Keperawatan
330,108,100.00
276,010.12
0.63
Penunjang
1,271,672,916.00
1,063,271.67
2.44
Radiologi
1,077,973,600.00
901,315.72
2.07
Laboratorium
8,019,192,102.00
6,705,010.12
15.38
Pelayanan Darah
429,198,601.00
358,861.71
0.82
Rehabilitasi
55,354,400.00
46,282.94
0.11
Kamar Akomodasi
12,786,190,373.00
10,690,794.63
24.52
Rawat Intensif
2,026,962,600.00
1,694,784.78
3.89
Obat
11,962,863,241.00
10,002,394.01
22.94
Alkes
4,645,465,996.00
3,884,168.89
8.91
BMHP
2,312,362,939.00
1,933,413.83
4.43
Sewa Alat
2,145,291,903.00
1,793,722.33
4.11
Obat Kronis
17,221,000.00
14,398.83
0.03
Pemulasaraan Jenazah
121,550,000.00
101,630.43
0.23
Kantong Jenazah
22,100,000.00
18,478.26
0.04
Plastik Erat
57,460,000.00
48,043.48
0.11
Desinfektan Jenazah
22,000,000.00
18,394.65
0.04
Jumlah
52,140,026,568.00
43,595,339.94
100
Biaya rata-rata pengobatan COVID-19
per pasien adalah Rp 43,595,339.94. Biaya
rata-rata tertinggi berasal dari komponen
kamar akomodasi (Rp 10,690,794.62) yaitu
24.52% dari total biaya rata-rata keseluruhan
dan biaya rata-rata terendah adalah biaya
tenaga ahli seperti fisioterapi, ahli gizi dan
lain-lain (Rp 3,042.64) yaitu 0.01%.
Berdasarkan status pasien keluar, biaya
pengobatan rata-rata pasien rawat inap
COVID-19 yang dinyatakan sembuh adalah
Rp 43,408,793.12. Biaya rata-rata pasien
COVID19 dengan tingkat keparahan atau
diagnosis terkonfirmasi gejala sedang
merupakan paling tinggi yaitu Rp
48,055,228.70. Komponen tertinggi dari biaya
rata-rata adalah kamar akomodasi sebesar Rp
11,677,686.77 dan terendah adalah tenaga ahli
sebesar Rp 16.42. Komponen pemeriksaan
laboratorium terbanyak berdasarkan tingkat
keparahan penyakit COVID-19 ringan, sedang
atau berat adalah glukosa darah sewaktu
(dewasa) sebanyak 6,753 pemeriksaan.
Pemeriksaan laboratorium dengan biaya
terbesar adalah PCR swab reguler KMY
sebesar Rp 1,335,359,200. Komponen
pemeriksaan radiologi terbanyak berdasarkan
tingkat keparahan penyakit COVID-19 ringan,
sedang atau berat adalah Thorax PA/AP BPJS
dengan 1,406 pemeriksaan. Pemeriksaan
radiologi dengan biaya terbesar adalah Thorax
AP (MX RAY) BPJS dengan biaya Rp
100
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
459,511,800. Komponen obat berdasarkan
tingkat keparahan penyakit COVID-19 ringan,
sedang atau berat dari golongan antivirus yang
paling banyak digunakan adalah Avigan 200
mg. Komponen obat berdasarkan tingkat
keparahan penyakit COVID-19 ringan, sedang
atau berat dari golongan antibiotik yang paling
banyak digunakan adalah Azitromisin Tab 500
mg. Komponen obat berdasarkan tingkat
keparahan penyakit COVID-19 ringan, sedang
atau berat dari golongan obat lain-lain yang
paling banyak digunakan adalah Laprosin
Tab. Biaya rata-rata klaim Kemenkes RS X
adalah Rp 92,217,653.01. Perbedaan biaya
rata-rata riil per pasien pengobatan COVID-19
dengan klaim Kemenkes di RS X adalah Rp
48,622,313.07. Biaya pada tingkat keparahan
penyakit COVID19 dengan gejala sedang yang
paling tinggi untuk biaya riil dan biaya klaim.
Setelah melalui uji normalitas data pada
penelitian ini, bahwa data tidak berdistribusi
normal sehingga analisis data untuk uji
hipotesis dilakukan pendekatan analisis
statistik non parametrik. Variabel untuk dua
kelompok tidak berpasangan menggunakan uji
beda Mann Whitney, untuk lebih dari dua
kelompok tidak berpasangan menggunakan uji
Kruskal Wallis dan variabel numerik
menggunakan uji Spearman. Kelompok lanjut
usia memiliki biaya pengobatan pasien rawat
inap COVID-19 yang paling besar. Uji
Kruskal-Walls, diperoleh nilai p = 0.000.
Paling tidak terdapat perbedaan biaya
pengobatan pasien rawat inap COVID-19
antara 2 kelompok. Jenis kelamin laki-laki
memiliki biaya pengobatan pasien rawat inap
COVID-19 paling tinggi dibandingkan
perempuan. Uji Mann-Whitney, diperoleh
nilai p = 0.012. Paling tidak terdapat
perbedaan biaya pengobatan pasien rawat inap
COVID-19 antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Kelompok pendidikan perguruan
tinggi memiliki biaya pengobatan pasien rawat
inap COVID-19 paling tinggi. Uji Kruskal-
Walls, diperoleh nilai p = 0.000. Paling tidak
terdapat perbedaan biaya pengobatan pasien
rawat inap COVID-19 antara 2 kelompok.
Jenis pekerjaan yang memiliki biaya
pengobatan pasien rawat inap COVID-19
paling tinggi adalah tidak bekerja. Uji
Kruskal-Walls, diperoleh nilai p = 0.793.
Tidak ada perbedaan biaya pengobatan pasien
rawat inap COVID-19 antar 2 kelompok.
Wilayah Jakarta Utara memiliki biaya
pengobatan pasien rawat inap COVID-19
paling tinggi. Uji Kruskal-Walls, diperoleh
nilai p = 0.649. Tidak ada perbedaan biaya
pengobatan pasien rawat inap COVID-19 antar
2 kelompok. Tingkat keparahan dengan gejala
sedang memiliki biaya yang paling besar. Uji
Kruskal-Walls, diperoleh nilai p = 0.000.
Paling tidak terdapat perbedaan biaya
pengobatan pasien rawat inap COVID-19
antara 2 kelompok. Tidak memiliki penyakit
penyerta mempunyai biaya pengobatan pasien
rawat inap COVID-19 paling besar. Uji Mann-
Whitney, diperoleh nilai p = 0.000. Paling
tidak terdapat perbedaan biaya pengobatan
pasien rawat inap COVID-19 antara yang
memiliki penyakit penyerta dengan tidak
memiliki penyakit penyerta. Nilai korelasi
Spearman sebesar 0.805 menunjukkan korelasi
positif dengan kekuatan korelasi sangat kuat.
Hasil uji statistik di dapatkan p = 0.000, berarti
ada korelasi bermakna antara lama rawat dan
biaya pengobatan rawat inap COVID-19.
Status keluar dengan sembuh memiliki biaya
paling besar. Uji Mann-Whitney, diperoleh
nilai p = 0.000. Paling tidak terdapat
perbedaan biaya pengobatan pasien rawat inap
COVID-19 antara yang sembuh dan
meninggal. Dokter Penanggung Jawab Pasien
dengan biaya pengobatan paling tinggi adalah
spesialis paru. Uji Kruskal-Walls, diperoleh
nilai p = 0.000. Paling tidak terdapat
perbedaan biaya pengobatan pasien rawat inap
COVID-19 antara 2 kelompok. Kolaborasi
dengan > 3 dokter memiliki biaya COVID-19
paling tinggi. Uji Kruskal-Walls, diperoleh
nilai p = 0.000. Paling tidak terdapat
perbedaan biaya pengobatan pasien rawat inap
COVID-19 antara 2 kelompok. Terlihat bahwa
usia, jenis kelamin, pendidikan, tingkat
keparahan, penyakit penyerta, lama rawat,
status keluar, DPJP dan kolaborasi dokter
berhubungan dengan biaya pengobatan pasien
rawat inap COVID19. Sedangkan pekerjaan
dan wilayah tempat tinggal tidak ada
hubungan dengan biaya pengobatan pasien
rawat inap COVID-19.
101
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
Tabel 2. Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Wilayah Tempat Tinggal,
Tingkat Keparahan, Penyakit Penyerta, Lama Rawat, Status Keluar, DPJP dan Kolaborasi Dokter
dengn Biaya Pengobatan Pasien Rawat Inap COVID-19
Variabel p-Value
Usia
0.000
Jenis Kelamin
0.012
Pendidikan
0.000
Pekerjaan
0.793
Wilayah Tempat Tinggal
0.649
Tingkat Keparahan
0.000
Penyakit Penyerta
0.000
Lama Rawat
0.000
Status Keluar
0.000
DPJP
0.000
Kolaborasi Dokter
0.000
DISKUSI
Total biaya pasien rawat inap
terkonfirmasi COVID-19 dari bulan Agustus
2020 sampai April 2021 adalah Rp
52,140,026,568. Di Iran, biaya rata-rata
pengobatan COVID-19 adalah USD 3,755
atau Rp 54,696,918 (Darab et al., 2020). Biaya
pengobatan rata-rata pengobatan COVID-19 di
Korea Selatan adalah USD 1,193.7 atau Rp
17,295,817 (Jang et al., 2021). Penelitian lain
di Indonesia yang dilakukan di Jawa Tengah
ditemukan bahwa biaya pengobatan COVID-
19 Rp 130.4 - 133.2 Juta /pasien (Patria Jati et
al., 2020). Besaran biaya rawat inap
pengobatan COVID-19 telah diatur dalam
petunjuk teknis klaim penggantian biaya
pelayanan pasien COVID-19 bagi rumah sakit
penyelenggara pelayanan COVID-19. Tarif
klaim pasien rawat inap COVID-19
menggunakan tarif per hari. Sistem
pembiayaan COVID-19 yang dilakukan hari
ini berdasarkan per diem di mana semua biaya
layanan dan biaya pasien per hari disesuaikan
dengan lama hari rawat. Apabila sistem
pembiayaan dilakukan berdasarkan Diagnosis
Related Groups (DRGs), maka mendorong
pemberi layanan melakukan hal-hal secara
medis memang diperlukan dan menurunkan
jumlah hari rawat di rumah sakit (Adisasmito,
2008). Namun rumah sakit harus tetap
melakukan pengawasan karena peningkatan
readmisi dapat terjadi, pemulangan pasien
sebelum waktunya dan memilih pasien yang
akan dirawat dengan tarif yang
menguntungkan. Saat ini, rumah sakit peneliti
telah memiliki panduan praktik klinis dan
clinical pathway terkait COVID-19, namun
rumah sakit belum menetapkan unit cost
layanan COVID-19 sehingga biaya yang
dikeluarkan saat ini apakah akan memberi
dampak positif atau negatif terhadap keuangan
rumah sakit walaupun dari hasil penelitian
didapatkan hasil positif.
Di penelitian ini, komponen biaya
rata-rata tertinggi dari pengobatan pasien
rawat inap terkonfirmasi COVID-19 di RS
penelitian adalah kamar akomodasi.
Berdasarkan tingkat keparahan, komponen
kamar akomodasi pasien COVID-19 dengan
gejala ringan lebih tinggi dibandingkan dengan
gejala sedang atau berat. Untuk komponen
biaya obat terdiri dari antivirus, antibiotik dan
obat lain-lain. Menurut panduan praktik klinis
di rumah sakit ini, pemberian antivirus pada
pengobatan pasien COVID-19 dengan gejala
atau derajat ringan, sedang, atau berat adalah
Oseltamivir atau Favipiravir atau Remdesivir
atau kombinasi Lopinavir dan Ritonavir.
Beberapa ahli berpendapat, antivirus
merupakan pilihan pengobatan untuk kasus
COVID-19 (Liew et al., 2020). Adanya variasi
penggunaan antibiotik baik pada derajat
102
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
ringan, sedang dan berat harus dipantau oleh
rumah sakit yaitu tim Program Pengendalian
Resistensi Mikroba dengan tujuan menekan
resistensi antibiotik, mencegah toksisitas
akibat penggunaan antibiotik, menurunkan
biaya akibat penggunaan antibiotik yang tidak
bijak dan menurunkan risiko infeksi
nosokomial (Komisi Akreditasi Rumah Sakit,
2017). Komponen biaya laboratorium yang
paling banyak diperiksa adalah Glukosa
Sewaktu Dewasa. Menurut panduan praktek
klinis rumah sakit, pemeriksaan laboratorium
Glukosa Sewaktu dilakukan untuk pasien
COVID-19 derajat sedang dan berat. Adanya
variasi pemeriksaan laboratorium Glukosa
Sewaktu dipengaruhi oleh komorbid pasien
atau coinsidens. Penelitian di Iran, komponen
biaya pasien rawat inap COVID-19 tertinggi
adalah biaya kamar (Darab et al., 2020).
Berbeda dengan di China bahwa komponen
pengadaan obat 45.1% dari biaya keseluruhan
yang paling tinggi (Li et al., 2020).
Usia berdasarkan kriteria WHO dimulai
sejak dari bayi, anak, remaja, dewasa dan
lanjut usia. Usia adalah faktor risiko terjadinya
penyakit COVID-19. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pasien rawat inap
COVID-19 dengan kelompok usia dewasa dan
lanjut usia lebih banyak dibandingkan
kelompok usia bayi, anak dan remaja sehingga
biaya median pengobatan pasien rawat inap
COVID-19 semakin besar. Hal ini senada
dengan penelitian yang dilakukan oleh Jang et
al dan XZ, Li et al (2020) mengatakan bahwa
biaya pengobatan COVID-19 meningkat
dengan bertambahnya usia.
Pada penelitian ini jenis kelamin laki-
laki lebih banyak dirawat daripada perempuan
sehingga biaya median pengobatan jenis
kelamin laki-laki lebih besar dibandingkan
perempuan. Namun berbeda dengan penelitian
Li XZ et al yang menyatakan tidak ada
perbedaan signifikan antara jenis kelamin
dengan biaya pengobatan pasien rawat inap
COVID-19 (Li et al., 2020).
Pada hasil penelitian menunjukkan
median biaya pengobatan rawat inap COVID-
19 kelompok pendidikan perguruan tinggi
lebih besar dari kelompok pendidikan yang
lain. Bahwa pasien dengan tingkat pendidikan
dan penghasilan yang lebih tinggi menuntut
penyediaan layanan kesehatan yang baik dan
hal ini membutuhkan biaya pelayanan
kesehatan lebih besar (Adisasmito, 2008;
Setyawan, 2017).
Terkait pekerjaan, median biaya
pengobatan rawat inap COVID-19 tenaga
kesehatan paling rendah dibandingkan dengan
non tenaga kesehatan dan tidak bekerja.
Jumlah ini harus ditekan karena apabila tenaga
kesehatan yang dirawat semakin banyak akan
menyebabkan pelayanan di rumah sakit
menjadi terganggu. Menurut Larasanti, 2018
bahwa promosi kesehatan harus dilaksanakan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan bagi tenaga kesehatan di rumah
sakit, maka diperlukan strategi yang meliputi
metode, media dan sumber daya agar dapat
dilaksanakan dengan benar (Larasanti, 2018).
Rumah sakit melindungi petugas kesehatan
yang menangani pasien COVID-19 di ruang
isolasi, aturan wajib swab PCR sebelum dan
sesudah petugas kesehatan masuk ruang
isolasi, prosedur standar alat pelindung diri,
limbah sisa setelah penanganan COVID-19,
dan kebijakan jam kerja dikembangkan dalam
kebijakan dan peraturan rumah sakit.
Biaya pengobatan pasien COVID-19
tergantung dari tingkat keparahan penyakit
mulai dari yang asimtomatik hingga berat,
yang memerlukan ruangan intensif dan
ventilator (Tian et al., 2020). Selain itu faktor
yang terkait dengan tingkat keparahan
penyakit dipengaruhi oleh adanya penyakit
penyerta dan usia (Yang et al., 2020).
Berdasarkan data penelitian, 78.1% pasien
rawat inap COVID-19 luarannya sembuh di
RS peneliti dan 21.9% yang luarannya
meninggal. Dari data luaran yang meninggal,
didapatkan 37.02 % masuk dengan gejala
sedang dan 62,98% masuk dengan gejala
berat. Dari data didapatkan 25.3% dari seluruh
pasien gejala sedang masuk dalam kelompok
lanjut usia yaitu 154 orang dari seluruh
kelompok lanjut usia yang dirawat karena
COVID-19 dan 50% memiliki penyakit
penyerta. Usia tua merupakan faktor risiko
signifikan untuk terjadinya kematian pada
pasien COVID-19 karena perubahan anatomi
paru-paru dan atrofi otot, yang secara negatif
mempengaruhi fungsi fisiologis mereka,
mengurangi cadangan paru-paru, mengurangi
kemampuan saluran udara untuk
membersihkan virus, dan merusak fungsi
penghalang pertahanan (Omar et al., 2020).
103
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
Lama hari rawat/Length Of Stay
merupakan indikator penting untuk
menentukan keberhasilan pengobatan dan
salah satu indikator mutu pelayanan medis
yang diberikan rumah sakit kepada pasien
serta menunjukkan berapa lama pasien dirawat
di rumah sakit selama masa perawatan (Lubis
& Susilawati, 2017). LOS juga terkait dengan
biaya pengobatan COVID-19 yang
dikeluarkan pasien/penjamin. Lama rawat,
pada hasil penelitian menunjukkan lama rawat
dengan gejala ringan adalah 10,24 hari, gejala
sedang 11,46 hari, dan gejala berat 7,82 hari.
Korea Selatan lama hari rawat 5,5 hari (Jang et
al., 2021), dan Iran lama hari rawat 7 hari
(Darab et al., 2020). Waktu lama rawat inap
yang lebih panjang mengakibatkan pengobatan
pasien semakin banyak yang diberikan dan
semakin banyak juga pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium ataupun radiologi yang
dilakukan untuk melihat perkembangan
kondisi pasien sehingga biaya pada
pengobatan pasien COVID-19 semakin tinggi.
Median biaya pengobatan rawat inap
COVID-19 dengan DPJP spesialis paru lebih
tinggi dari spesialis penyakit dalam dan
spesialis lain-lain. Peran DPJP dalam
manajemen klinis pasien COVID-19
menentukan biaya pengobatan COVID-19.
Rumah sakit harus menetapkan panduan
praktik klinis COVID-19 sesuai dengan
panduan yang telah dikeluarkan pemerintah.
Panduan praktik klinis ini menjadi clinical
pathway sehingga pelayanan yang diberikan
ke pasien sesuai standar pelayanan medis,
standar asuhan keperawatan, dan standar
pelayanan kesehatan lainnya berbasis bukti
(Adisasmito, 2008). Saat ini, rumah sakit
peneliti telah mengeluarkan panduan praktik
klinis untuk COVID19 berdasarkan beratnya
kasus, namun peneliti masih menemukan
implementasinya belum optimal seperti
penulisan tingkat keparahan COVID-19 pada
ringkasan pasien pulang belum banyak ditulis
oleh DPJP. Penulisan tingkat keparahan
penyakit COVID-19 sangat penting dalam
berkas rekam medis karena terkait biaya
pelayanan yang akan di klaim.
Penelitian ini menunjukkan semakin
banyak kolaborasi DPJP yang ikut dalam
pengobatan pasien COVID-19 maka semakin
tinggi biaya pengobatan rawat inap pasien
COVID-19 dan LOS pasien semakin lama.
Oleh karena itu kerjasama antar profesi untuk
melakukan tata kelola klinis secara optimal
dan berkualitas sangat dibutuhkan pasien agar
mendapatkan layanan komprehensif secara
berkesinambungan sesuai kebutuhan medis
berbasis keselamatan pasien (Kementerian
Kesehatan RI, 2020b).
Dari hasil analisis bahwa usia, jenis
kelamin, pendidikan, tingkat keparahan,
penyakit penyerta, lama rawat, status keluar,
DPJP dan kolaborasi dokter adalah variabel
yang berhubungan secara bermakna dengan
biaya pengobatan pasien rawat inap COVID-
19. Pada masa pandemi COVID-19, Pelayanan
rumah sakit akan sangat berbeda dengan
keadaan sebelum COVID-19. Prosedur
penerimaan pasien akan berubah, antara lain
penggunaan masker secara umum, prosedur
skrining yang lebih ketat, pengaturan jadwal
kunjungan, dan pembatasan
pengunjung/pendamping pasien, bahkan
memberikan pemisahan layanan untuk pasien
COVID-19 dan non COVID-19 (Kementerian
Kesehatan RI, 2020a). Hal ini menyebabkan
rumah sakit harus menyiapkan sumber daya
diantaranya sumber daya manusia, sarana dan
prasarana misal alat pelindung diri,
desinfektan, perubahan ruang rawat menjadi
ruang isolasi dengan ruang tekanan negatif,
peningkatan gizi tenaga kesehatan serta dana
karena terjadi perubahan protokol kesehatan
untuk melayani pasien COVID-19. Perubahan
ini menyebabkan unit cost layanan menjadi
meningkat sehingga harus ada penyesuaian
tarif oleh rumah sakit (Yuwono R, 2020). Hal
yang telah dilakukan oleh rumah sakit peneliti
berdasarkan wawancara dengan direktur
rumah sakit peneliti adalah melakukan
pembentukan Tim Satgas COVID-19 dengan
menyusun kebijakan, panduan praktis klinis,
standar prosedur operasional sesuai ketetapan
pemerintah, perubahan skrining pasien,
perubahan lama kerja perawat dalam 1 shift
menjadi 4 jam, perubahan ruang perawatan
menjadi ruang isolasi COVID-19 dan
perubahan IGD menjadi IGD COVID-19 dan
IGD non Covid-19 serta beberapa tempat tidur
IGD COVID-19 digunakan sebagai ICU
COVID-19, membuat pelatihan-pelatihan
untuk perawat terkait perawatan pasien
COVID-19, melakukan penambahan tenaga
perawat secara berkala.
Penelitian ini memiliki keterbatasan
diantaranya biaya yang diambil dari penelitian
ini adalah tagihan pasien, rumah sakit peneliti
104
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
belum memiliki unit cost layanan sehingga
biaya yang dikeluarkan belum dapat diketahui
apakah pengobatan pasien rawat inap COVID-
19 ini berdampak positif atau negatif untuk
rumah sakit peneliti dan penegakkan diagnosis
terkonfirmasi COVID-19 dengan gejala
ringan,sedang atau berat jarang dibuat oleh
DPJP.
KESIMPULAN
Hasil Penelitian yang dilakukan di RS X
mengenai biaya pengobatan rawat inap
COVID-19 didapatkan sebagai berikut biaya
rata-rata pengobatan rawat inap COVID-19
adalah Rp 43,595,339.94. Komponen biaya
rata-rata tertinggi adalah kamar akomodasi
sebesar 24.52% dari total biaya rata-rata
keseluruhan. Berdasarkan tingkat keparahan
dengan gejala ringan, sedang atau berat
komponen biaya tertinggi untuk prosedur non
bedah adalah gejala berat, prosedur bedah
adalah gejala ringan, konsultasi adalah gejala
sedang, keperawatan adalah gejala berat,
radiologi adalah gejala sedang, laboratorium
adalah gejala sedang, kamar akomodasi adalah
gejala ringan, obat adalah gejala sedang, Alkes
adalah gejala sedang, BMHP adalah gejala
sedang dan sewa alat adalah gejala berat.
Perbandingan biaya rata-rata riil pengobatan
COVID-19 dengan biaya rata-rata klaim ke
Kemenkes (Rp 92,217,653.01 dengan Rp
43,595,339.94) adalah positif Rp
48,622,313.07. Faktor-faktor yang
berpengaruh pada besarnya biaya pengobatan
penyakit COVID-19 di RS X adalah Usia,
terdapat perbedaan biaya pengobatan pasien
rawat inap COVID-19 antara 2 kelompok usia.
Jenis Kelamin, terdapat perbedaan biaya
pengobatan pasien rawat inap COVID-19
antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Pendidikan, terdapat perbedaan biaya
pengobatan pasien rawat inap COVID-19
antara 2 kelompok pendidikan. Tingkat
Keparahan, terdapat perbedaan biaya
pengobatan pasien rawat inap COVID-19
antara 2 kelompok diagnosis. Penyakit
Penyerta, terdapat perbedaan biaya pengobatan
pasien rawat inap COVID-19 antara yang
memiliki penyakit penyerta dengan tidak
memiliki penyakit penyerta. Lama Rawat,
korelasi bermakna antara lama rawat dan biaya
pengobatan rawat inap COVID-19
menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan
korelasi sangat kuat. Status Keluar, terdapat
perbedaan biaya pengobatan pasien rawat inap
COVID-19 antara yang sembuh dan
meninggal. DPJP, terdapat perbedaan biaya
pengobatan pasien rawat inap COVID-19
antara 2 kelompok DPJP. Kolaborasi Dokter,
terdapat perbedaan biaya pengobatan pasien
rawat inap COVID-19 antara 2 kelompok
kolaborasi dokter.
SARAN
Bagi Rumah Sakit
1. Pemantauan terhadap lama rawat penyakit
COVID-19 harus diperhatikan karena
akan menyebabkan biaya pengobatan
menjadi lebih tinggi sehingga RS harus
menjalankan Clinical Pathway COVID-
19 dengan benar sehingga membantu RS
dalam hal perencanaan dan strategi dalam
menghadapi COVID-19.
2. Mempertahankan perencanaan, strategi
dan pengelolaan dalam manajemen klinis
pasien COVID-19 sehingga dapat
meningkatkan mutu dan layanan rumah
sakit.
3. Mempersiapkan unit cost layanan
COVID-19 berdasarkan data rumah sakit
sehingga membantu dalam hal tata kelola
keuangan pada masa pandemi.
Bagi Peneliti
1. Diharapkan dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai Clinical Pathway
COVID-19 dengan gejala ringan, sedang
dan berat
2. Diharapkan dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk menghitung unit cost pasien
terkonfirmasi COVID-19 dengan gejala
ringan, sedang dan berat
REFERENSI
Adisasmito, W. (2008). Kebijakan Standar
Pelayanan Medik dan Diagnosis Related
Group (DRG), Kelayakan Penerapannya di
Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Alsofayan, Y. M., Althunayyan, S. M., Khan,
A. A., Hakawi, A. M., & Assiri, A. M.
(2020). Clinical characteristics of COVID-
19 in Saudi Arabia: A national
105
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
retrospective study. Journal of Infection
and Public Health, 13(7), 920925.
https://doi.org/10.1016/j.jiph.2020.05.026.
Darab, M., Keshavarz, K., Sadeghi, E.,
Shahmohamadi, J., & Kavosi, Z. (2020).
The Economic Burden of Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19): Evidence from
Iran. https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-
60500/v1.
Jang, S. Y., Seon, J.-Y., Yoon, S.-J., Park, S.-
Y., Lee, S. H., & Oh, I.-H. (2021).
Comorbidities and Factors Determining
Medical Expenses and Length of Stay for
Admitted COVID-19 Patients in Korea.
Risk Management and Healthcare Policy,
14, 20212033.
https://doi.org/10.2147/RMHP.S292538.
Kementerian Kesehatan RI. (2020a).
PANDUAN TEKNIS PELAYANAN
RUMAH SAKIT PADA MASA ADAPTASI
KEBIASAAN BARU. Kementerian
Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2020b). Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian
Coronavirus Disease (COVID-19).
Kementerian Kesehatan RI.
Khan, A. A., AlRuthia, Y., Balkhi, B.,
Alghadeer, S. M., Temsah, M.-H.,
Althunayyan, S. M., & Alsofayan, Y. M.
(2020). Survival and Estimation of Direct
Medical Costs of Hospitalized COVID-19
Patients in the Kingdom of Saudi Arabia
(Short Title: COVID19 Survival and Cost
in Saudi Arabia). International Journal of
Environmental Research and Public
Health, 17(20), 7458.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2017).
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
Edisi 1. Jakarta: KARS.
Larasanti, A. (2018). PELAKSANAAN
PROMOSI KESEHATAN RUMAH
SAKIT DI RSU HAJI SURABAYA.
Jurnal PROMKES, 5(2), 117.
https://doi.org/10.20473/jpk.v5.i2.2017.117
-127.
Li, X.Z., Jin, F., Zhang, J.G., Deng, Y.F., Shu,
W., Qin, J.M., Ma, X., & Pang, Y. (2020).
Treatment of coronavirus disease 2019 in
Shandong, China: a cost and affordability
analysis. Infectious Diseases of Poverty,
9(1), 78. https://doi.org/10.1186/s40249-
02000689-0.
Liew, M. F., Siow, W. T., MacLaren, G., &
See, K. C. (2020). Preparing for COVID-
19: early experience from an intensive care
unit in Singapore. Critical Care (London,
England), 24(1), 83.
https://doi.org/10.1186/s13054-020-2814-x.
Lubis, I. K., & Susilawati, S. (2017). Analisis
length of stay (LOS) berdasarkan faktor
prediktor pada pasien DM tipe II di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal
Kesehatan Vokasional, 2(2), 161166.
Omar, S. M., Musa, I. R., Salah, S. E., Elnur,
M. M., Al-Wutayd, O., & Adam, I. (2020).
High Mortality Rate in Adult COVID-19
Inpatients in Eastern Sudan: A
Retrospective Study. Journal of
Multidisciplinary Healthcare, 13, 1887
1893.
https://doi.org/10.2147/JMDH.S283900
Patria Jati, S., Tiyas Budiyanti, R., Ginandjar,
P., Sriatmi, A., & Nandini, N. (2020). Cost
Estimates Related to COVID-19 Treatment
in Indonesia: What Should be Concerned?
E3S Web of Conferences, 202, 12012.
Phua, J., Weng, L., Ling, L., Egi, M., Lim, C.-
M., Divatia, J. V., Shrestha, B. R., Arabi,
Y. M., Ng, J., Gomersall, C. D., Nishimura,
M., Koh, Y., Du, B., & Group, A. C. C. C.
T. (2020). Intensive care management of
coronavirus disease 2019 (COVID-19):
challenges and recommendations. The
Lancet. Respiratory Medicine, 8(5), 506
517. https://doi.org/10.1016/S2213-
2600(20)30161-2.
Rao R, S. (2020). Rs 3.5 Lakh Spent on Each
Covid-19 Patient in Victoria Hospital:
Karnataka Minister. Times Of India.
https://timesofindia.indiatimes.com/city/be
ngaluru/rs-3-5-lakhspent-on-each-covid-
19-patient-in-victoria-hospital-karnataka-
minister/articleshow/75639482.cms.
Salje, H., Tran Kiem, C., Lefrancq, N.,
Courtejoie, N., Bosetti, P., Paireau, J.,
Andronico, A., Hozé, N., Richet, J.,
Dubost, C.-L., Le Strat, Y., Lessler, J.,
Levy-Bruhl, D., Fontanet, A., Opatowski,
L., Boelle, P.-Y., & Cauchemez, S. (2020).
Estimating the burden of SARS-CoV-2 in
France. Science (New York, N.Y.),
369(6500),208211.
https://doi.org/10.1126/science.abc3517.
Setyawan, F. (2017). Sistem Pembiayaan
Kesehatan. Saintika Medika, 11, 119.
https://doi.org/10.22219/sm.v11i2.4206.
Tian, S., Hu, N., Lou, J., Chen, K., Kang, X.,
Xiang, Z., Chen, H., Wang, D., Liu, N.,
Liu, D., Chen, G., Zhang, Y., Li, D., Li, J.,
Lian, H., Niu, S., Zhang, L., & Zhang, J.
106
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol. 7 No. 2
(2020). Characteristics of COVID-19
infection in Beijing. The Journal of
Infection, 80(4), 401406.
https://doi.org/10.1016/j.jinf.2020.02.018.
Yang, X., Yu, Y., Xu, J., Shu, H., Xia, J., Liu,
H., Wu, Y., Zhang, L., Yu, Z., Fang, M.,
Yu, T., Wang, Y., Pan, S., Zou, X., Yuan,
S., & Shang, Y. (2020). Clinical course and
outcomes of critically ill patients with
SARS-CoV-2 pneumonia in Wuhan, China:
a single-centered, retrospective,
observational study. The Lancet
Respiratory Medicine, 8(5), 475481.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/S221
3-2600(20)30079-5.
Yuwono R, S. (2020). Tata Kelola RS Untuk
Tetap Tumbuh Berkembang Di Era Dan
Paska Pandemi COVID-19. Seminar PERSI
O1 November 2020, 30.
Zhou, F., Yu, T., Du, R., Fan, G., Liu, Y., Liu,
Z., Xiang, J., Wang, Y., Song, B., Gu, X.,
Guan, L., Wei, Y., Li, H., Wu, X., Xu, J.,
Tu, S., Zhang, Y., Chen, H., & Cao, B.
(2020). Clinical course and risk factors for
mortality of adult inpatients with COVID-
19 in Wuhan, China: a retrospective cohort
study. Lancet (London, England),
395(10229), 10541062.
https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(20)30566-3.
107
... and from the factor of antiviral use in use with remdesivir and favipiravir (Rp 31.843.900). The results obtained are in accordance with studies in Indonesia and China which state that the cost of COVID-19 treatment in men is higher than women (Giusman & Nurwahyun, 2022); As the patient gets older, the cost of treatment increases; the longer the hospitalization results in more treatment received by patients so that the cost of treatment is higher (Giusman & Nurwahyun, 2022); the greater the severity, the greater the cost incurred for the patient (Al Mutair et al., 2022); as well as the cost of patients with comorbidities is higher than patients without comorbidities . ...
... and from the factor of antiviral use in use with remdesivir and favipiravir (Rp 31.843.900). The results obtained are in accordance with studies in Indonesia and China which state that the cost of COVID-19 treatment in men is higher than women (Giusman & Nurwahyun, 2022); As the patient gets older, the cost of treatment increases; the longer the hospitalization results in more treatment received by patients so that the cost of treatment is higher (Giusman & Nurwahyun, 2022); the greater the severity, the greater the cost incurred for the patient (Al Mutair et al., 2022); as well as the cost of patients with comorbidities is higher than patients without comorbidities . ...
... Differences in direct medical costs were significant in age categories, length of hospitalization, severity, comorbid severity and antiviral use. The results of this study are in accordance with the research of Giusman & Nurwahyun. (2022) and Li et al. (2020) which states that age, length of hospitalization and severity have a significant effect on the real cost of COVID-19 patients (Giusman & Nurwahyun, 2022;Li et al., 2020). However, it is different from the study at Hospital X which states that there are significant differences between gender and the cost of treatment ...
Article
Full-text available
COVID-19 has become a worldwide pandemic, especially in Indonesia. The high number of COVID-19 cases in Indonesia has a financial impact, as the government must shoulder the cost of dealing with it. The study aimed to determine the direct cost and total cost (cost of illness) of COVID-19 patients at RSA UGM Yogyakarta from a hospital perspective, as well as the differences in total direct cost of hospitalized COVID-19 patients based on age, gender, length of stay, severity, and comorbidity. The cross-sectional study design of the analytic observational research method is based on a hospital perspective. Data was collected retrospectively from the patient's medical record, detailed healthcare expenditure data, and patient claim files. The data was analyzed using univariate, bivariate, and multivariate methods. The study's findings requested the number of inpatient COVID-19 patients as many as 104 samples that satisfied the inclusion specifications, as well as the total direct medical costs of Rp. 2.346.150.137 with an average cost of Rp. 22.559.154 for each patient. The most expensive components were pharmaceutical and BMHP prices of Rp. 958.410.599 (40.85%) and medical support costs of Rp. 725.163.700 (30.91%). Age, length of stay, severity of comorbidities, and usage of antivirals all have an impact on direct medical costs.Keywords: COVID-19, hospital costs, hospital perspective, hospitalization
... Based on several studies, the average cost of treating inpatients with COVID-19 in certain hospitals reaches Rp 43,595,339.94. (Giusman & Nurwahyuni, 2022).. At Anutapura Hospital, the average direct cost of treatment for COVID-19 patients reached Rp. 5,371,333, with room rates being the largest expense reaching 32.57% of the total cost. ...
... The cost of this treatment varies depending on the comorbidities and severity of COVID-19 experienced by the patient. (Giusman & Nurwahyuni, 2022).. According to the 3rd edition of the COVID-19 management guidelines, the therapy used to treat SARS-CoV-2 infection adapts to the clinical condition, to achieve a good clinical outcome. ...
Article
Full-text available
The COVID-19 pandemic has significantly affected the global health sector, especially in patients with comorbidities such as type-2 diabetes mellitus and hypertension. Patients with these comorbidities require special attention and proper handling during the COVID-19 treatment process, given the higher risk of complications in this group. Gatot Soebroto Army Hospital, as a referral center for COVID-19 in Indonesia, faces the complexity of handling patients who often have complicated clinical conditions which are also related to the costs required. Therefore, analyzing the cost and treatment of COVID-19 patients who also suffer from comorbidities such as hypertension, type-2 diabetes mellitus, type-2 diabetes mellitus and hypertension is essential to improve care management. This study took place from January to July 2021 at Gatot Soebroto Army Hospital. The purpose of the study was to determine the cost and treatment of COVID-19 and the relationship between severity and outcomes. The method used was retrospective observational in COVID-19 patients with these comorbidities. The results showed that the largest cost expenditure came from room and accommodation costs. The highest average total cost came from a combination of comorbid hypertension and type-2 DM. The frequently used treatment profile showed antiviral therapy (favipirapir), antibiotics (Levofloxacin and Azithromycin), anticoagulants (heparin), corticosteroids (dexamethasone), and symptomatic (paracetamol). Improvement in clinical condition was the highest clinical outcome. The result of Chi-Square test analysis between severity and clinical outcome was significant (p-value 0.007<0.05). In conclusion, the treatment profile is adjusted to the clinical condition and the severity of COVID-19 affecting the clinical outcome.
... According to the available published statistics and literature, the nations that have been reported to utilise favipiravir include China, Hungary, India, Korea, Poland, Portugal, Russia, Serbia, Thailand, and Turkey. 13,14 Comparable findings were observed among individuals receiving inpatient care. The total cost of remdesivir for inpatients is IDR 9,005,714 or USD 586.04, which is considered to be relatively high. ...
Article
Full-text available
COVID-19 is a contagious ailment primarily attributed to the severe acute respiratory syndrome coronavirus. Indonesia persists in confronting the COVID-19 pandemic, and South Tangerang City has emerged as one of the municipalities in Indonesia that has been significantly affected. There are two categories of medications employed for COVID-19 treatment according to government policies, namely favipiravir and remdesivir. This study aims to assess the cost-effectiveness of favipiravir and remdesivir medications at the South Tangerang General Hospital, Indonesia. The present study employs a retrospective research design characterized by a quantitative approach, utilizing cross-sectional methodologies. The analysis mostly consists of descriptive techniques. The sample consisted of 479 individuals, with 246 individuals receiving outpatient treatment and 233 undergoing inpatient treatment. The inclusion criteria for this study consisted of individuals diagnosed with COVID-19 who had tested positive for the antiviral medications favipiravir and remdesivir. The findings indicated that the Average Cost-Effectivenss Ratio (ACER) for inpatients treated with fa-vipiravir was IDR 2,354,319,859, but for those treated with remdesivir, it amounted to IDR 3,501,513,488. Regarding the outpatient population utilizing favipiravir, the total expenditure amounts to IDR 420,083,118. Similarly, patients utilizing remdesivir incur a total expenditure of IDR 797,282,432. It is worth noting that the Cost-Effectivenss Ratio (CER) for patients using favipiravir is IDR 1,545,621, whereas patients using remdesivir have a CER of IDR 2,309,705. This study makes a valuable contribution to the existing body of research by demonstrating the cost-effectiveness of favipiravir. Consequently, future studies investigating the overall effectiveness of favipiravir in COVID-19 patients must employ more comprehensive criteria.
Article
Full-text available
Lama durasi rawat pasien yang panjang dapat meningkatkan tarif rumah sakit dan menjadi masalah biaya bagi pasien sehingga dapat berimplikasi pada selisih tarif rumah sakit dengan tarif INA-CBGs di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selisih biaya real dengan klaim biaya BPJS pada pasien diabetes berdasarkan lama rawat dan tingkat kelas. Metode penelitiannya adalah penelitian observasional dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengambilan data menggunakan data retrospektif rekam medis dengan jumlah 50 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rata-rata biaya rumah sakit dengan biaya klaim BPJS paling besar adalah pasien dengan lama rawat >5 hari pada kelas VIP sebesar Rp9.562.850,00 dengan rata-rata klaim Rp6.146.000,00. Untuk biaya terbanyak adalah pada pasien dengan lama rawat 1-5 hari kelas III sebesar Rp110.718.506,00 dengan total klaim Rp107.948.500,00. Selisih tarif rumah sakit dengan tarif INA-CBGs disebabkan oleh faktor pengendalian, penggunaan obat-obat yang berlebihan, dan komplikasi penyakit. Oleh karena itu, langkah pengendalian selisih biaya tersebut adalah subsidi silang, kepatuhan pada E-katalog BPJS, pemberian obat berdasarkan kesesuaian durasi lama pemberian obat, Clinical Pathway, manajemen rujukan, serta kolaborasi pembiayaan dana sosial Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu). Lama rawat pasien diabetes melitus dapat meningkatkan besaran tarif rumah sakit yang harus dibayarkan dan berimplikasi pada penurunan tingkat efektivitas dan efisiensi pelayanan. Manajer rumah sakit harus mengimplementasikan upaya kendali mutu dan biaya pelayanan.
Article
Full-text available
The cost of treating DM disease is one of the portraits of chronic diseases that require significant medical expenses The burden of treatment costs for DM patients will be more expensive if complications occur because it has an impact on the need for drugs and therapies that last a lifetime.This study aimedto identify the cost components of inpatient treatment of Type II DM patients with Peripheral Circulation complication according to treatment class at PKU Muhammadiyah Bantul Hospital. Qualitative research design with case study design. The sampling technique was carried out by purposive sampling and the data collected were 50 patients. The main data sources were obtained from Medical Records and Financial Administration data from Medical Records, Pusjamkes,and Finance units The cost components analyzed included consultation fees, action fees, treatment fees, support and accommodation with comparisons between inpatient classes.This study showed that the largest cost treatment component of DM patients was Very Important Person (VIP)patients with an average doctor’s consultation fee per patient (Rp.660.500), accommodation costs(Rp2.006.000),and action costs (Rp.4.415.000). Meanwhile, the largest average supporting costs (Rp.3.300.844)and treatment (Rp527.695)were found in class II patients. This indicates that the tendency of the supporting cost components is very dominant because it is influenced by the specifications of the services needed such as laboratory examination costs, and radiology costs which are influenced by blood transfusion factors, hemoglobin and albumin, and the types of antibiotics needed during treatment. Hospital managers can carry out quality control and especially control the costs of drugs and medical consumables by complying with the provisions of patient treatment and care.
Article
Full-text available
Purpose: No previous investigations of coronavirus disease 2019 (COVID-19) have estimated medical expenses, length of stay, or factors influencing them using administrative datasets. This study aims to fill this research gap for the Republic of Korea, which has over 10,000 confirmed COVID-19 cases. Patients and methods: Using the nationwide health insurance claims data of 7590 confirmed COVID-19 patients, we estimated average medical expenses and inpatient days per patient, and performed multivariate negative binomial, and gamma regressions to determine influencing factors for higher outcomes. Results: According to the results, COVID-19 patients with history of ICU admission, chest CT imaging, lopinavir/ritonavir and hydroxychloroquine use stayed longer in the hospital and spent more on medical expenses, and anti-hypertensive drugs were insignificantly associated with the outcomes. Female patients stayed longer in the hospital in the over 65 age group but spent less in medical expenses that the 20-39 group. In the 40-69 age group, patients with health insurance stayed longer in the hospital and spent more on medical expenses than those aged over 65 years. Comorbidities did not affect outcomes in most age groups. Conclusion: In summary, contrary to popular beliefs, medical expenses and length of hospitalization were mostly influenced by age, and not by comorbidities, anti-viral, or anti-hypertensive drugs. Thus, responses should focus on infection prevention and control rather than clinical countermeasures.
Article
Full-text available
Aim The current pandemic of coronavirus disease 2019 (COVID-19) is caused by severe acute respiratory coronavirus syndrome 2 (SARS-CoV-2). It is a global public health concern that has resulted in the rapid growth in the number of infected patients with significant mortality rates. Hence, we conducted a retrospective study in Gadarif Hospital to evaluate the presenting manifestations, mortality rate, and the risk factors associated with mortality in hospitalized patients. Methods A retrospective study was conducted at Gadarif Hospital in Eastern Sudan. Medical files of the patients admitted during the period between April and July 2020 were reviewed. All the files of the adult patients (aged 18 or above), of both sexes, who had a confirmed COVID-19-positive status via laboratory testing using PCR and who were admitted during this period were reviewed. The data extracted included patients’ demographics and initial clinical presentation, symptoms, signs, and the laboratory and radiographic findings. The data were analyzed using SPSS v22. Results Eighty-eight patients were admitted with COVID-19. The median (interquartile) age was 62 (55.00–70.00) years old, and 72 (81.8%) of them were males. Most patients (75%) experienced a one-week duration of symptoms. A fever (87.5%), cough (80.68%), and shortness of breath (77.27%) were the most common presenting symptoms. Following a clinical assessment, both the systolic and diastolic blood pressure were found to be normal in most patients, at 92.05% and 89.77%, respectively. An oxygen saturation of less than 90% was seen in 71.59% of patients. The general mortality rate was 37.5% and most deaths occurred during the first 24 h of admission (21/33 [63.64%]). There was no significant difference in the death rate between females and males (5/16 [31.3%] vs 28/72 [38.9%], P = 0.776). There was no significant difference in the body mass index, tobacco use, or education level between the patients who died and those who survived. A logistic regression showed that being older (AOR = 1.05, 95% CI = [1.01, 1.10]) and having a lower PO2 level (AOR = 1.11, 95% CI = [1.04, 1.16]) were associated with mortality. Conclusion The general mortality rate was 37.5%, and the risk factors that could predict increased mortality in hospitalized COVID-19 positive cases included old age and a lower PO2 level.
Article
Full-text available
Background The global battle to contain the novel coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic rages on. Previous studies described the clinical characteristics of COVID-19, but knowledge gaps remain in the Middle East region. Identifying these features will help in mapping the disease and guiding pandemic management. A multi-center, retrospective cross-sectional study was initiated to describe the demographic data, clinical characteristics, and outcomes of COVID-19 cases across all the regions of Saudi Arabia. Methods The analysis included all laboratory-confirmed positive COVID-19 patients from the 1st of March 2020 to 31st of March 2020 across all regions of Saudi Arabia. Demographic data, clinical characteristics, incubation periods, laboratory findings, and patient outcomes data were retrieved from 1519 cases in the Health Electronic Surveillance Network Database. Results The median age was 36 years and 54.3% (n = 825) of the patients were men. Patients working in health care facilities represented 12.5% of the cases (n = 190) and 9.3% of cases were asymptomatic. The median incubation period was 6 days. The most common symptoms were cough (89.4%), fever (85.6%), and sore throat (81.6%); 20.1% of the patients had underlying comorbidities. Hypertension was seen in 8.8% and diabetes in 7.6% of all the cases. The percentage of cases with temperatures >38֯C was 20.3% (n = 129), and 1.6% of patients had heart rates ≥125 beats/min and 4.7% of them had respiratory rates of >24 breaths/min. Lymphocytopenia occurred in 37.5% of cases. Overall, 71.6% of patients were admitted to hospitals and 4.7% required ICU treatment. We could not completely assess the clinical courses or final outcomes of COVID-19 patients. Conclusion In this multi-center retrospective study, fever and cough were common symptoms. Special attention should be addressed toward asymptomatic carriers and workers in health care facilities as they play a key role in disease transmission.
Article
Full-text available
COVID-19 pandemic in France Coronavirus disease 2019 (COVID-19) exacted a heavy toll in France during March and April 2020. Quarantine measures were effective in reducing transmission by 84%, and some relaxation of social isolation was expected in May. Salje et al. fit transmission models for the epidemic in France to hospital admissions. The authors forecast that 2.9 million people will have been infected by 11 May, representing 4.4% of the population—a value inadequate for herd immunity. Daily critical care hospitalizations should reduce from several hundreds to tens of cases, but control will remain a delicate balancing act. Any relaxation of lockdown in France will have to be carefully controlled and monitored to avoid undermining more optimistic forecasts. Science , this issue p. 208
Article
Full-text available
Health Promotion is an eff ort to empower communities to maintain, improve and protect their own health and environment. Hospital Health Promotion (PKRS) targeting patients, community, hospital and the surrounding environment is a program implemented at RSU Haji Surabaya to obtain accreditation. The purpose of PKRS at Rumah Sakit Umum Haji Surabaya is to develop patient and family understanding of the illness suff ered as well as the things that his family needs to do, in assisting healing and preventing reinfection by the same disease. If implemented properly, PKRS can contribute greatly to improving the quality and image of health services in Indonesia, especially RSU Haji Surabaya. This research is a qualitative analysis research with descriptive approach to analyze health promotion in Rumah Sakit Umum Haji Surabaya by conducting in depth interview with research respondents. The research results of Analysis Hospital Health Promotion of Rumah Sakit Umum Haji Surabaya Based on the Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 004 Tahun 2012, the result that the use of electronic media has not been delivered, advocacy activities tend not to run and the partnership aspect has not reached the large scale private sector. In this research, it can be concluded that the implementation of hospital health promotion in Rumah Sakit Umum Haji Surabaya has not been running maximally so that the participation of the Board of Directors, the community and all employees of Rumah Sakit Umum Haji Surabaya are needed. If the health promotion program runs well then it will aff ect the level of people satisfaction. Keywords: Hospital Health Promotion, RSU Haji Surabaya
Article
Full-text available
Latar Belakang: Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Length of stay (LOS) merupakan indikator penting untuk menentukan keberhasilan terapi pasien DM. Bila lama hari rawat panjang maka pelayanan rumah sakit menjadi kurang efektif dan efisien. Faktor prediktor yang mempengaruhi LOS dapat berupa karakteristik pasien, keadaan klinis, tindakan medis, manajemen pasien maupun masalah adminstrasi rumah sakit. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Length of Stay (LOS) berdasarkan faktor prediktor pada pasien DM tipe II di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Metode: Jenis penelitian ini adalah observational analyitic dengan pengumpulan data secara retrospektif. Populasi adalah semua pasien DM tipe 2 pada tahun 2014 – 2016 yang diambil dari data rekam medis. Sampel dipilih secara consecutive sampling berjumlah 207 sampel. Variabel penelitian meliputi length of stay (LOS), jenis kelamin, usia, pekerjaan, sumber biaya, kelas rawat inap, pemeriksaan penunjang, inform consent dan komplikasi penyakit. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Hasil: Mayoritas kelompok pasien dengan LOS >5 hari berjenis kelamin perempuan (57,7%), umur 45-65 tahun (57,7%), pekerjaan pegawai swasta (30,6%), sumber biaya BPJS Non PBI (50,5%), dirawat di kelas III rawat inap (55,0%), melakukan 3 pemeriksaan penunjang (47,7%), tidak dilakukan tindakan medis (91,9%) dan menderita komplikasi penyakit DM (85,6%). Faktor prediktor yang signifikan berhubungan dengan length of stay (LOS) pasien diabetes mellitus tipe 2 adalah komplikasi penyakit (p-value = 0,024). Kesimpulan: Komplikasi DM merupakan faktor prediktor yang signifikan berhubungan dengan length of stay (LOS) pasien DM tipe 2.
Article
Background Since December, 2019, Wuhan, China, has experienced an outbreak of coronavirus disease 2019 (COVID-19), caused by the severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Epidemiological and clinical characteristics of patients with COVID-19 have been reported but risk factors for mortality and a detailed clinical course of illness, including viral shedding, have not been well described. Methods In this retrospective, multicentre cohort study, we included all adult inpatients (≥18 years old) with laboratory-confirmed COVID-19 from Jinyintan Hospital and Wuhan Pulmonary Hospital (Wuhan, China) who had been discharged or had died by Jan 31, 2020. Demographic, clinical, treatment, and laboratory data, including serial samples for viral RNA detection, were extracted from electronic medical records and compared between survivors and non-survivors. We used univariable and multivariable logistic regression methods to explore the risk factors associated with in-hospital death. Findings 191 patients (135 from Jinyintan Hospital and 56 from Wuhan Pulmonary Hospital) were included in this study, of whom 137 were discharged and 54 died in hospital. 91 (48%) patients had a comorbidity, with hypertension being the most common (58 [30%] patients), followed by diabetes (36 [19%] patients) and coronary heart disease (15 [8%] patients). Multivariable regression showed increasing odds of in-hospital death associated with older age (odds ratio 1·10, 95% CI 1·03–1·17, per year increase; p=0·0043), higher Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) score (5·65, 2·61–12·23; p<0·0001), and d-dimer greater than 1 μg/L (18·42, 2·64–128·55; p=0·0033) on admission. Median duration of viral shedding was 20·0 days (IQR 17·0–24·0) in survivors, but SARS-CoV-2 was detectable until death in non-survivors. The longest observed duration of viral shedding in survivors was 37 days. Interpretation The potential risk factors of older age, high SOFA score, and d-dimer greater than 1 μg/L could help clinicians to identify patients with poor prognosis at an early stage. Prolonged viral shedding provides the rationale for a strategy of isolation of infected patients and optimal antiviral interventions in the future. Funding Chinese Academy of Medical Sciences Innovation Fund for Medical Sciences; National Science Grant for Distinguished Young Scholars; National Key Research and Development Program of China; The Beijing Science and Technology Project; and Major Projects of National Science and Technology on New Drug Creation and Development.
Article
Background : Since the first case of a novel coronavirus (COVID-19) infection pneumonia was detected in Wuhan, China, a series of confirmed cases of the COVID-19 were found in Beijing. We analyzed the data of 262 confirmed cases to determine the clinical and epidemiological characteristics of COVID-19 in Beijing. Methods : We collected patients who were transferred by Beijing Emergency Medical Sevice to the designated hospitals. The information on demographic, epidemiological, clinical, laboratory test for the COVID-19 virus, diagnostic classification, cluster case and outcome were obtained. Furthermore we compared the characteristics between severe and common confirmed cases which including mild cases, no-pneumonia cases and asymptomatic cases, and we also compared the features between COVID-19 and 2003 SARS. Findings : By Feb 10, 2020, 262 patients were transferred from the hospitals across Beijing to the designated hospitals for special treatment of the COVID-19 infected by Beijing emergency medical service. Among of 262 patients, 46 (17.6%) were severe cases, 216 (82.4%) were common cases, which including 192 (73.3%) mild cases, 11(4.2%) non-pneumonia cases and 13 (5.0%) asymptomatic cases respectively. The median age of patients was 47.5 years old and 48.5% were male. 192 (73.3%) patients were residents of Beijing, 50 (26.0%) of which had been to Wuhan, 116 (60.4%) had close contact with confirmed cases, 21 (10.9%) had no contact history. The most common symptoms at the onset of illness were fever (82.1%), cough (45.8%), fatigue (26.3%), dyspnea (6.9%) and headache (6.5%). The median incubation period was 6.7 days, the interval time from between illness onset and seeing a doctor was 4.5 days. As of Feb 10, 17.2% patients have discharged and 81.7% patients remain in hospital in our study, the fatality of COVID-19 infection in Beijing was 0.9%. Interpretation : On the basis of this study, we provided the ratio of the COVID-19 infection on the severe cases to the mild, asymptomatic and non-pneumonia cases in Beijing. Population was generally susceptible, and with a relatively low fatality rate. The measures to prevent transmission was very successful at early stage, the next steps on the COVID-19 infection should be focused on early isolation of patients and quarantine for close contacts in families and communities in Beijing. Funding Beijing Municipal Science and Technology Commission and Ministry of Science and Technology.