ArticlePDF Available

PERAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DALAM PENANGGULANGAN ANAK STUNTING PADA KELUARGA PENERIMA MANFAAT

Authors:

Abstract

Fenomena stunting merupakan permasalahan skala global terkait kondisi anak dengan keadaan tubuh pendek. Beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami stunting adalah faktor kemiskinan yang didalamnya mencangkup beberapa faktor lain seperti kurangnya pemenuhan gizi yang cukup, rendahnya tingkat pendidikan Ibu, kurangnya pemenuhan sanitasi air bersih dan sebagainya. Stunting dari kacamata ilmu sosial merupakan permasalahan sosial yang kompleks karena berkaitan dengan kesejahteraan Ibu dan Anak. Maka dari itu salah satu program Kementerian Sosial yaitu Program Pendamping Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program yang melakukan intervensi pencegahan stunting melalui kegiatan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) dengan pemberian materi yang disampaikan langsung oleh pendamping PKH termasuk materi mengenai stunting. Peran dan yang harus dimiliki oleh pendamping PKH dalam mengatasi permasalahan termasuk permasalahan stunting yaitu peran dan keterampilan sebagai fasilitator, peran dan keterampilan sebagai pemberian edukasi kepada penerima manfaat, peran sebagai perwakilan antara pemerintah dan masyarakat atau sebaliknya serta keterampilan yang harus mampu dimiliki seperti menguasi keterampilan dalam hal-hal yang berkaitan dengan teknis. Dalam menganalisis permasalahan stunting, pendamping PKH juga tidak hanya melihat dari segi individu/orang nya melainkan juga harus melihat dari sisi kondisi lingkungannya karena, kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap masalah yang terjadi di masyarakat.Kata Kunci: Stunting, Pendamping PKH, KPM
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
17
PERAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)
DALAM PENANGGULANGAN ANAK STUNTING PADA KELUARGA
PENERIMA MANFAAT
(THE ROLE OF THE FAMILY HOPE PROGRAM (PKH) FOLLOWING ROLE
IN MANAGING STUNTING CHILDREN IN BENEFICIARY FAMILY)
Hanifah Fatwa Nadilla1, Nunung
Nurwati2, Meilanny Budiarti
Santoso3
1 Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial
FISIP Unpad
2,3 Pusat Studi CSR, Kewirausahaan
Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat,
Universitas Padjadjaran
Email:
hanifah19002@mail.unpad.ac.id,
nunung.nurwati@unpad.ac.id,
meilanny.budiarti@unpad.ac.id
Article history
Received : 27 Mei 2022
Revised : -
Accepted : 17 Juli 2022
*Corresponding author
Email :
hanifah19002@mail.unpad.ac.id
No. doi: 10.24198/focus.v5i1.39561
ABSTRAK
Fenomena stunting merupakan permasalahan skala global
terkait kondisi anak dengan keadaan tubuh pendek.
Beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami
stunting adalah faktor kemiskinan yang didalamnya
mencangkup beberapa faktor lain seperti kurangnya
pemenuhan gizi yang cukup, rendahnya tingkat
pendidikan Ibu, kurangnya pemenuhan sanitasi air bersih
dan sebagainya. Stunting dari kacamata ilmu sosial
merupakan permasalahan sosial yang kompleks karena
berkaitan dengan kesejahteraan Ibu dan Anak. Maka dari
itu salah satu program Kementerian Sosial yaitu Program
Pendamping Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah
satu program yang melakukan intervensi pencegahan
stunting melalui kegiatan Pertemuan Peningkatan
Kemampuan Keluarga (P2K2) dengan pemberian materi
yang disampaikan langsung oleh pendamping PKH
termasuk materi mengenai stunting. Peran dan yang harus
dimiliki oleh pendamping PKH dalam mengatasi
permasalahan termasuk permasalahan stunting yaitu
peran dan keterampilan sebagai fasilitator, peran dan
keterampilan sebagai pemberian edukasi kepada penerima
manfaat, peran sebagai perwakilan antara pemerintah dan
masyarakat atau sebaliknya serta keterampilan yang harus
mampu dimiliki seperti menguasi keterampilan dalam hal-
hal yang berkaitan dengan teknis. Dalam menganalisis
permasalahan stunting, pendamping PKH juga tidak
hanya melihat dari segi individu/orang nya melainkan
juga harus melihat dari sisi kondisi lingkungannya karena,
kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap
masalah yang terjadi di masyarakat.
Kata Kunci: Stunting, Pendamping PKH, KPM
ABSTRACT
The phenomenon of stunting is a global scale problem related to
the condition of children with short bodies. Some of the factors
that cause children to experience stunting are poverty factors
which include several other factors such as lack of adequate
nutrition, low level of maternal education, lack of fulfillment of
clean water sanitation and so on. Stunting from a social science
perspective is a complex social problem because it is related to the
welfare of mothers and children. Therefore, one of the Ministry of
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
18
Social's programs, namely the Family Hope Assistance Program
(PKH) is a program that intervenes in preventing stunting
through improving Family Ability (P2K2) by presenting
materials that are delivered directly by PKH facilitators
including material on stunting. The roles and responsibilities
that PKH facilitators must have in overcoming problems
including stunting problems are roles and skills as facilitators,
roles and skills as providing education to beneficiaries, roles as
representatives between the government and the community or
vice versa, as well as skills that must be possessed such as
mastering skills in technical matters. In analyzing the stunting
problem, PKH assistance does not only look at the individual /
person but also has to look at the environmental conditions
because environmental conditions are also very influential on
problems that occur in the community.
Keywords: Stunting, PKH Facilitator, KPM
PENDAHULUAN
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia menegaskan bahwa stunting
merupakan permasalahan serius yang berkaitan
dengan proses pertumbuhan anak. Stunting
adalah kondisi gagal tumbuh pada anak bayi
dibawah lima tahun (balita) akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu
pendek untuk usianya (TNP2K, 2017). Kondisi
stunting diukur dengan panjang atau tinggi
badan yang lebih dari minus dua standar deviasi
median standar pertumbuhan dari WHO
(Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan,
2018). Anak yang mengalami stunting dapat
berlanjut dan berisiko akan tumbuh dengan
keadaan tubuh yang pendek. Anak yang
tumbuh pendek pada usia dini (0-2 tahun) dan
tetap pendek pada usia 4-6 tahun memiliki
risiko 27 kali untuk tetap pendek sebelum
memasuki usia pubertas; sebaliknya anak yang
tumbuh normal pada usia dini dapat mengalami
growth faltering pada usia 4-6 tahun memiliki
risiko 14 kali tumbuh pendek pada usia pra-
pubertas (Arystami & Tarugan, 2017).
Dilansir dari situs resmi Kementerian
Kesehatan RI, jumlah anak mengalami stunting
di Indonesia pada tahun 2021 telah mengalami
penurunan sebesar 3,3% dari 27,7% pada tahun
2019 menjadi 24,4% pada tahun 2021 (Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, 2021).
Data pada tahun 2017, lebih dari setengah balita
stunting di dunia berasal dari Asia (55%)
sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal
di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia,
proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan
(58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia
Tengah (0,9%). Berdasarkan data pada Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan (2018)
Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR)
dengan rata-rata prevalensi balita stunting di
Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.
Kemudian, dilansir dari situs resmi
Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(KEMENKO PMK), berdasarkan data Survei
Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun
2021, prevalensi stunting saat ini masih berada
pada angka 24,4% atau 5,33 juta balita
(KEMENKO PMK, 2022).
Dalam Sustainable Development Goals
(SDGs) atau pembangunan yang berkelanjutan
pencegahan masalah stunting pada balita
menjadi tujuan utama khususnya pada tujuan
nomor 2 yaitu “Mengakhiri Kelaparan”. Dari
kacamata ilmu sosial permasalahan stunting
sangat erat kaitannya dengan masyarakat
menengah kebawah atau masyarakat miskin
yang kurang menyadari dampak buruk
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
19
terhadap anak jika mengalami stunting. Tidak
hanya Kementerian Kesehatan yang
menganggap serius masalah stunting,
Kementerian Sosial juga ikut menilik
permasalahan stunting hal ini dibuktikan
dengan intervensi yang dilakukan oleh
Kementerian Sosial dalam penanganan masalah
stunting melalui Program Keluarga Harapan
(PKH). Program Keluarga Harapan (PKH) yang
dikenal dengan istilah Conditional Cash Transfer
(CCT) merupakan sebuah program bantuan
sosial bersyarat yang membuka akses keluarga
miskin terutama ibu hamil dan anak untuk
memanfaatkan layanan kesehatan (faskes) dan
fasilitas layanan pendidikan (fasdik)
(Kementerian Sosial, 2018). PKH memiliki
tujuan untuk membuka akses keluarga miskin
mendapatkan berbagai fasilitas layanan
kesehatan dan layanan pendidikan, serta akses
terhadap upaya peningkatan kesejahteraan bagi
kelompok rentan (Sofianto, 2020).
Berdasarkan United Nations
Administrative Committee in Coordination Sub
Committe on Nutrition (ACC/SCN),
International Food Policy Research Institute
yang dikutip kembali oleh Rahmawati, dkk
(2020) penyebab stunting sangat beragam dan
kompleks, tetapi secara umum dikategorikan
menjadi tiga faktor yaitu akar masalah (basic
causes), yang terdiri dari faktor ekonomi, sosial,
politik; penyebab tidak langsung (underlying
causes) yang terdiri dari faktor ketersediaan
pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan;
dan penyebab langsung (immediate causes) yang
terdiri dari faktor asupan gizi dan penyakit
infeksi. Terjadinya kemiskinan dalam waktu
yang lama dapat mengakibatkan keluarga tidak
mampu memenuhi kebutuhan pangan dengan
kuantitas dan kualitas yang baik (Rahmawati,
dkk., 2020).
Masyarakat miskin sering dikenal
sebagai masyarakat yang minim pengetahuan
akan kesehatan. Keluarga yang dianggap
sebagai keluarga miskin jika keluarga tersebut
tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
dalam kehidupan sehari-hari. Hanum (2010)
dalam Nataya (2017) menjelaskan bahwa
keluarga miskin merupakan orang-orang yang
terhubung melalui darah, pernikahan, adopsi
dan tinggal bersama di mana rata-rata
pengeluaran per kapita dalam per bulan di
bawah garis kemiskinan sehingga tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Istilah
keluarga miskin pada PKH disebut dengan
istilah keluarga penerima manfaat (KPM) yang
artinya, masyarakat dengan status KPM berhak
mendapatkan bantuan baik tunai maupun non
tunai serta mendapatkan layanan kesejahteraan
lain yang dapat memperbaiki keadaan
hidupnya menuju proses yang lebih baik.
Adanya PKH, KPM didorong untuk
memanfaatkan semua pelayanan sosial yang
diberikan oleh PKH mulai dari layanan
kesehatan, pendidikan, gizi dan akses lain yang
berkaitan dengan kesejahteraan keluarga
penerima manfaat. Sebagai suatu program
pemberdayaan dan perlindungan masyarakat
miskin, maka PKH harus mensinergikan
berbagai pendekatan pemberdayaan yang
mengutamakan kemampuan dan sumber daya
lokal (Ariwibowo & Sutiaputri, 2019). Istilah
pemberdayaan memang sudah tidak asing lagi
di Indonesia. Keluarga penerima manfaat
sebagai sasaran penting dalam program
pemberdayaan untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang ada dalam
kondisi kemiskinan (Nataya, 2017). Untuk
membantu meningkatkan kesejahteraan para
keluarga penerima manfaat, PKH memiliki
program yaitu Family Development Session (FDS)
atau disebut juga Pertemuan Peningkatan
Kemampuan Keluarga (P2K2). P2K2 adalah
kegiatan wajib untuk diikuti seluruh penerima
bantuan sosial PKH. Dalam P2K2, mereka
mendapatkan berbagai materi edukatif, mulai
dari pengetahuan tentang kesehatan dan gizi,
pengelolaan keuangan keluarga, sampai
pengasuhan anak dan pendidikan (Kementerian
Sosial RI, 2020). Diharapkan, dengan P2K2,
keluarga penerima manfaat dapat belajar dan
memahami materi-materi yang disampaikan
oleh PKS secara terstruktur dan dapat
memperkuat perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik.
Perananan Pendamping PKH dalam
melaksanakan program di lapangan secara
langsung maupun tidak langsung sangat
menentukan berhasil tidaknya kegiatan
program di lapangan (Habibullah, 2011).
Pendamping PKH bertugas untuk
menghubungkan antara pemerintah dengan
masyarakat seringkali menyebabkan kondisi
yang dilematis bagi para pendamping.
Terkadang, program yang akan atau sedang
berlangsung di lapangan tidak sesuai dan
berbeda dengan situasi di lapangan yang sedang
terjadi. Oleh karena itu, menurut Habibullah
(2011) kompleksitas lapangan seringkali
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
20
menuntut pendamping untuk bertindak arif dan
penuh kesabaran sehingga peran pendamping
disini bukan hanya sebagai atribut yang serba
bisa tetapi pendamping dituntut untuk berperan
sebagai penyeimbang dan sebagai pendengar
suara rakyat kecil.
Pendamping PKH harus dapat
memberikan motivasi dan dukungan kepada
para KPM baik dari segi materi ataupun
psikologis agar masyarakat khususnya KPM
merasa bahwa mereka memiliki tempat untuk
mendengarkan apa yang menjadi keluh
kesahnya termasuk permasalahan anak stunting
yang dialami oleh orang tua berasal dari
keluarga penerima manfaat.
Pendamping PKH merupakan manusia
biasa yang memiliki karakteristik pribadi dan
sosialnya masing-masing yang dapat
mendukung atau bahkan menghambat
berjalannya suatu program atau kegiatan yang
akan dilakukan oleh pendamping. Maka dari
itu, kita juga harus melihat secara keseluruhan
bagaimana keberadaan pendamping PKH
sebagai individu yang berada di dalam
lingkungan masyarakat serta melihat
bagaimana sistem lingkungan mempengaruhi
permasalahan yang terjadi dan mempengaruhi
pola hidup masyarakat. Pendamping PKH
dapat melihat berbagai sudut pandang untuk
menganalisis masalah yang terjadi di
masyarakat dengan menggunakan perspektif
person in environment. Dengan menggunakan
perspektif person in environment akan membantu
pendamping PKH untuk mengetahui secara
lebih luas apa saja hal-hal yang menyebabkan
stunting di daerah binaannya baik dari faktor
internal keluarga maupun dari faktor
lingkungan seperti kebersihan dan lain
sebagainya.
Fenomena anak dari keluarga penerima
manfaat yang mengalami stunting sangat
menarik untuk dibahas mengingat masalah
stunting memiliki berbagai dampak yang cukup
serius terhadap tumbuh kembang bayi atau
balita, serta berkaitan dengan sumber daya
manusia dan penyakit lainnya yang diakibatkan
oleh stunting. Penulis juga memfokuskan
bahasan mengenai peran pendamping PKH
dalam menanggulangi permasalahan stunting
pada keluarga penerima manfaat. Dengan
demikian, penulis dapat mengetahui apakah
peran pendamping PKH di setiap daerah
memiliki pengaruh keberhasilan yang baik
dalam menanggulangi stunting atau justru
sebaliknya.
METODE
Penulis menggunakan pendekatan
kualitatif bersifat deskriptif untuk memberikan
gambaran secara mendalam dan menyeluruh
berdasarkan situasi dan fenomena yang sedang
diteliti. Pendekatan kualitatif merupakan
pendekatan yang mementingkan proses
dibandingkan dengan hasil akhir sehingga
menekankan pada makna, penalaran, definisi
suatu situasi tertentu, serta lebih banyak
meneliti hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari (Sarwono, 2006).
Menurut penulis, dengan menggunakan
pendekatan kualitatif akan memberi ruang lebih
bebas untuk mengeksplorasi segala hal yang
berkaitan dengan tema atau fenomena yang
sedang dibahas.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu studi literatur dan metode
observasi langsung. Metode studi literatur
digunakan dengan mencari berbagai referensi
melalui jurnal-jurnal ilmiah, buku dan data-data
dari sumber penelitian sebelumnya yang sudah
dipublikasikan berkaitan dengan “Peran
Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH)
Dalam Penanggulangan Anak Stunting Pada
Keluarga Penerima Manfaat”. Dengan
menggunakan metode studi literatur, penulis
dapat memperoleh pemahaman lebih untuk
berpikir secara menyeluruh dan memandang
sebuah permasalahan secara keseluruhan.
Selain metode studi literatur, penulis juga
menggunakan metode observasi secara
langsung di Kabupaten Tapin, Kalimantan
Selatan pada rangkaian program Pejuang Muda
RI yang merupakan program magang dari
Kementerian Sosial Republik Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fenomena Stunting Pada Anak
Keluarga Penerima Manfaat
Permasalahan stunting sudah menjadi
fenomena yang mendunia yang tidak hanya
terjadi di Indonesia melainkan di semua negara
yang memiliki masalah gizi stunting. Anak yang
mengalami stunting tidak lepas dari tubuh
pendek karena mengalami gangguan mengenai
tumbuh kembangnya. Stunting bukan hanya
sekedar pendek saja, tetapi terkandung adanya
proses perubahan patologis, jadi tidak semata-
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
21
mata pendek atau shortness saja (Lestari, dkk.,
2018). Sedangkan menurut Sakti (2020), stunting
bukanlah sebuah keadaan yang berlangsung
dengan singkat, seorang anak dengan stunting
biasanya mengalami kekurangan gizi dalam
waktu yang lama sehingga pertumbuhannya
terhambat. Upaya yang dilakukan oleh World
Health Assembly, dikutip kembali oleh Aryastami
& Tarigan (2017) adapun target yang ditetapkan
dalam upaya penurunan prevalensi stunting
antara lain: menurunnya prevalensi stunting,
wasting dan dan mencegah terjadinya overweight
pada balita, menurunkan prevalensi anemia
pada wanita usia subur, menurunkan prevalensi
bayi berat lahir rendah (BBLR), meningkatkan
cakupan ASI eksklusif. Sebagai negara anggota
PBB dengan prevalensi stunting yang tinggi
turut berupaya dan berkomitmen dalam upaya
percepatan perbaikan gizi scaling up nutrition
(SUN)’ masyarakat (Aryastami & Tarigan, 2017).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Agustin &
Rahmawati (2020) menunjukan sebagian besar
balita stunting dari keluarga yang memiliki
pendapatan dibawah UMR sekitar 76%. Hal
tersebut disebabkan karena pendapatan
keluarga yang kurang dari upah minimum
regional meningkatkan kejadian stunting.
Keluarga yang memiliki pendapatan dibawah
UMR yang dikategorikan sebagai keluarga
miskin merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan anak mengalami stunting. Faktor
kemiskinan dapat mengakibatkan munculnya
berbagai faktor lain seperti salah satunya
rendahnya tingkat pendidikan Ibu. Seperti yang
dijelaskan oleh Illahi (2017), tingkat pendidikan
ibu juga menentukan kemudahan ibu dalam
menyerap dan memahami pengetahuan gizi
yang diperoleh. Pengetahuan ibu tentang gizi
akan menentukan perilaku ibu dalam
menyediakan makanan untuk anaknya
(Nasikhah & Margawati, 2012). Menjaga pola
makan untuk Ibu dan juga sang anak berlaku
tidak hanya ketika anak telah lahir melainkan
berlaku sejak anak di dalam kandungan. Ibu
dengan status gizi rendah, mengalami anemia,
atau terkena penyakit infeksi selama kehamilan
meningkatkan risiko kelahiran BBLR yang
meningkatkan risiko bayi tumbuh menjadi
stunting (Nasikhah & Margawati, 2012). Oleh
karena itu seorang Ibu yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi pasti lebih mengetahui akan
kebutuhan gizi anak-anaknya daripada seorang
Ibu dengan tingkat pendidikan rendah.
Status ekonomi keluarga yang baik akan
memperoleh pelayanan umum yang baik juga
seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, akses
jalan dan yang lain, sehingga akan berpengaruh
terhadap status gizi anak (Agustin &
Rahmawati, 2021). Penulis mengambil contoh
daerah yaitu Kabupaten Tapin di Kalimantan
Selatan. Dilansir dari data oleh Dinas Kesehatan
Porvinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2022,
tingkat prevalensi stunting di Kabupaten Tapin
cenderung menurun dengan keterangan pada
tahun 2013 sebesar 45,3; tahun 2015 sebesar
37,78; tahun 2016 sebesar 35,84; tahun 2018
sebesar 45,7; tahun 2018 sebesar 32,7 dan tahun
2020 sebesar 13,6. Berdasarkan observasi secara
langsung yang dilakukan oleh penulis pada saat
rangkaian kegiatan pejuang Muda Republik
Indonesia yang mana kegiatan Pejuang Muda
merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat
di setiap daerah dan berfokus pada keluarga
penerima manfaat penulis menemukan
sebagian besar rumah keluarga penerima
manfaat tidak memiliki sanitasi air bersih.
Bahkan, banyak keluarga penerima manfaat
yang tidak memiliki kamar mandi untuk tempat
pembuangan air dan menjadikan air sungai
sebagai sumber mata air utama untuk
melakukan beberapa aktivitas sehari-hari
seperti memasak, mencuci baju, dan mandi.
Penulis juga menemukan beberapa keluarga
penerima manfaat yang memiliki bayi atau anak
kecil dengan keadaan stunting akibat
kurangnya pemenuhan gizi yang diberikan oleh
orang tua. Orang tua yang berasal dari keluarga
penerima manfaat tidak memiliki kebutuhan
pangan yang cukup baik karena hanya ada yang
mengandalkan bantuan dari PKH. Selain faktor
kurangnya kebersihan dan kurangnya
pemenuhan gizi yang diberikan kepada anak
masih banyak keluarga penerima manfaat yang
belum mengetahui tentang gejala stunting. Para
keluarga penerima manfaat di Tapin
menganggap bahwa anak dengan tubuh pendek
adalah karena keturunan dan merupakan hal
yang wajar.
Peran Program Keluarga Harapan dan
Kegiatan Pertemuan Peningkatan
Kemampuan Keluarga
Program Keluarga Harapan (PKH)
salah satu program dari Kementerian Sosial
yang berupaya untuk memberikan berbagai
layanan kesejahteraan kepada keluarga
penerima manfaat. Dalam PKH juga terdapat
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
22
istilah pendamping yang mana pendamping
PKH bertugas untuk menjembatani segala
kepentingan yang datang dari lembaga
pemerintah, atau stakeholder lainnya kepada
keluarga penerima manfaat atau justru
sebaliknya. Peran pendamping PKH
berdasarkan konsep peran community worker
adalah sebagai peran dan keterampilan
fasilitatif (Rahmawati & Kisworo, 2017). Peran
yang dimaksud adalah peran yang berkaitan
dengan pemberian dukungan atau segala jenis
bantuan bagi masyarakat khususnya keluarga
penerima manfaat. Beberapa tugas yang
berkaitan dengan peran ini adalah menjadi
model, melakukan negosiasi dan mediasi,
memberikan dukungan, membangun konsensus
bersama, serta melakukan pengorganisasian
dan pemanfaatan sumber (Rahmawati &
Kisworo, 2017).
Berdasarkan konsep peran community
worker yang dikemukakan oleh Jim Ife (2008)
dalam Habibullah (2011) pendamping PKH
memiliki peran antara lain 1). Peran dan
keterampilan fasilitatif; 2). Peran dan
Keterampilan Edukasional; 3). Peran dan
keterampilan perwakilan serta; 4). Peran dan
keterampilan teknis. Dalam menanggulangi
permasalahan stunting, peran dan keterampilan
fasilitatif diperlukan bagi seorang pendamping
PKH sebagai motivator dan pemberian kepada
para KPM di bidang layanan kesehatan seperti
pemeriksaan rutin pada Ibu hamil dan
pemeriksaan rutin anak di posyandu. Peran dan
keterampilan edukasional dibutuhkan bagi
seorang pendamping PKH khususnya ketika
pendamping menyampaikan beberapa
informasi atau kegiatan yang akan dilakukan
bersama masyarakat. Selain itu, peran dan
keterampilan edukasional dibutuhkan oleh
pendamping PKH untuk meningkatkan
pengetahuan dan membangkitkan kesadaran
bagi para penerima manfaat. Selanjutnya, peran
dan keterampilan perwakilan yaitu
keterampilan yang dibutuhkan oleh
pendamping PKH untuk memberikan dan
menyampaikan informasi baik dari penerima
manfaat terhadap pemerintah kota/kabupaten
ataupun sebaliknya. Contohya yaitu
keterampilan perwakilan yang dimiliki oleh
para pendamping PKH di Kabupaten Tapin.
Pendamping PKH akan menyampaikan
informasi dari Dinas Sosial Kabupaten Tapin
kepada penerima manfaat jika terdapat
perubahan tanggal pencaridan dana banatuan.
Begitu sebaliknya, pendamping PKH juga akan
menyampaikan informasi kepada Dinas Sosial
terkait jumlah perubahan penerima bantuan jika
terdapat penerima manfaat yang telah pindah
dari satu daerah ke daerah lainnya. Peran
tersebut juga berlaku adanya pendataan dari
PKH terhadap penerima manfaat khususnya
keluarga yang memiliki anak stunting setiap
bulannya untuk dilaporkan kepada Dinas
Sosial. Data tersebut yang nantinya akan
berpengaruh terhadap status kesehatan di desa
tersebut. Peran dan keterampilan yang terakhir
adalah peran dan keterampilan teknis yaitu
peran yang dibutuhkan oleh pendamping PKH
untuk melakukan sebuah riset, mengoperasikan
hal-hal yang berhubungan dengan data dan
teknologi, serta kemampuan untuk presentasi
atau berbicara di depan umum.
Adapun tujuan PKH adalah 1).
Meningkatkan taraf hidup keluarga penerima
manfaat melalui akses layanan pendidikan,
kesehatan, dan kesejahteraan sosial; 2).
Mengurangi beban pengeluaran dan
meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan
rentan; 3). Menciptakan perubahan perilaku dan
kemandirian keluarga penerima manfaat dalam
mengakses layanan kesehatan dan pendidikan
serta kesejahteraan sosial; 4). Mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan antar kelompok
pendapatan; 5). Mengenalkan manfaat produk
dan jasa keuangan formal kepada keluarga
penerima manfaat (Ariwibowo & Sutiaputri,
2019). Sejalan dengan tujuan PKH secara
keseluruhan PKH memiliki program yang
sebelumnya sudah disebutkan pada bagian
pendahuluan yaitu program Family Development
Session (FDS) atau Pertemuan Peningkatan
Kemampuan Keluarga (P2K2). Program P2K2
merupakan program yang berbentuk
pembelajaran atau pemberian materi secara
terstruktur yang diberikan langsung oleh
pendamping sosial PKH kepada para keluarga
penerima manfaat di setiap desa/kelurahan
untuk mempercepat terjadinya perubahan
perilaku pada keluarga penerima manfaat.
Materi yang disampaikan oleh pendamping
PKH biasanya yang berkaitan dengan isu-isu
sosial yang dapat menambah pengetahuan para
keluarga penerima manfaat khususnya materi
tentang stunting.
Kegiatan P2K2 yang dilakukan oleh
para pendamping PKH di Kabupaten Tapin
sebagai salah satu cara untuk memberikan ilmu
kepada keluarga penerima manfaat khususnya
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
23
Ibu-ibu. Kegiatan P2K2 dilakukan satu kali
dalam sebulan di setiap desa agar masing-
masing desa di setiap Kabupaten/Kota
mendapatkan materi yang disampaikan
langsung oleh pendamping PKH. Kegiatan
P2K2 yang dilakukan oleh pendamping PKH
dapat diharapkan sebagai upaya untuk
meningkatkan kesadaran para orang tua
khususnya Ibu-ibu yang sedang mengandung
untuk memperhatikan asupan gizi yang
dimakan. Keberhasilan program P2K2 yang
diberikan diperkuat dengan beberapa
penelitian sebelumnya. Penelitian yang dapat
membuktikan keberhasilan program Family
Development Session atau Pertemuan
Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2)
salah satunya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Pambid di Filipina (2017) didapatkan hasil
bahwa melalui program FDS/P2K2 ini
penerima merasakan dampaknya terhadap
pencegahan penyakit pada anak-anak, nutrisi,
dan pengelolaan limbah melalui praktik-praktik
yang tepat (Pambid, 2017 dalam Aguslida, dkk.,
2021). Penelitian lain yang ditulis oleh
Kuntjorowati (2018), bahwa keluarga penerima
manfaat yang yang mengikuti FDS/P2K2 lebih
sadar akan pentingnya kesehatan Ibu dan Anak
karena 93,3% dari jumlah 100 responden pada
saat itu telah berpartisipasi aktif dalam kegiatan
yang diselenggarakan oleh posyandu dan tentu
saja selalu dilaporkan secara berkala kepada
pendamping PKH (Kuntjorowati, 2018).
Peran lain yang dilakukan oleh
pendamping PKH di Kabupaten Tapin untuk
mencegah dan mengurangi fenomena stunting
adalah dengan melakukan sosialisasi atau
penyuluhan mengenai stunting serta
monitoring secara berkala apakah orang tua
rajin mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan
posyandu seperti imunisasi atau tidak. Untuk
pemberian sosialisasi stunting ini biasanya
pendamping PKH bekerja sama dengan pihak
puskesmas atau ahli gizi dalam proses
penyampaiannya namun, dalam keadaan
tertentu pendamping PKH melakukan secara
mandiri dengan memanfaatkan pengetahuan
yang mereka miliki. Pada praktiknya, dalam
mengatasi permasalahan stunting di setiap
daerah yang dilakukan oleh pendamping PKH
pasti hasilnya akan berbeda-beda. Hal tersebut
dapat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya
dari para pendamping dan keterampilan yang
dimiliki oleh pendamping. Selain itu, partisipasi
dari masyarakat khususnya penerima manfaat
dan kondisi lingkungan juga dapat
mempengaruhi keberhasilan berjalannya
program ketika di lapangan.
Konsep Pemberdayaan Keluarga (Family
Empowerment) dalam Masyarakat
Pengembangan masyarakat merupakan
sebuah proses pemberdayaan yang dilakukan
secara sistematis dan terstruktur untuk
memperbesar akses masyarakat guna mencapai
suatu keadaan yang lebih baik dan memperbaiki
kualitas kehidupan. Dijelaskan dalam pasal 1
ayat (3) Undang-undang No.6 tahun 2014 bahwa
pemberdayaan masyarakat desa sebuah upaya
meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian serta kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pengetahuan,
keterampilan, sikap, perilaku, kesadaran,
kemampuan dalam memanfaatkan berbagai
sumber daya melalui penetapan kebijakan,
kegiatan, program, dan pendampingan
masyarakat yang sesuai dengan esensi masalah
dan prioritas dari kebutuhan masyarakat desa
(Utami & Prasetyo, 2020).
Pemberdayaan keluarga miskin atau
keluarga penerima manfaat merupakan salah
satu bagian dari pengembangan masyarakat.
Pemberdayaan keluarga dapat dilakukan tidak
hanya mengandalkan bantuan sosial dari
pemerintah melainkan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan dan atau mengoptimalkan
segala hal baik pengetahuan, potensi maupun
keterampilan yang dimiliki sehingga keluarga
penerima manfaat dapat mandiri dan
berkembang. Menurut M. Anwas (2014) yang
dikutip kembali oleh Purwastuty (2018), konsep
pemberdayaan berkembang dari realitas
keluarga miskin yang tidak berdaya (powerless)
dalam aspek pengetahuan, pengalaman, sikap,
keterampilan, aset usaha, networking, kerja keras
dan lainnya. Melalui pemberdayaan keluarga di
dalam masyarakat, keluarga penerima manfaat
atau sasaran dari pemberdayaan tersebut dapat
mengontrol dan memilih apa yang akan menjadi
kebutuhan hidupnya masing-masing. Dengan
adanya pemberdayaan keluarga, bertujuan
untuk mengoptimalkan kemampuan keluarga,
sehingga memiliki kemampuan efektif untuk
mempertahankan kesejahteraan kehidupan
mereka.
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
24
Perspektif Person in Environment dalam
Melihat Peran Pendamping PKH
Person in Environment atau PIE adalah
suatu holistic model system yang mengidentifikasi
dan mengklasifikasi permasalahan-
permasalahan klien atau pasian dalam
keberfungsian sosial yang didalamnya termasuk
asesmen mengenai individu dan lingkungannya
(Bastari, dkk., 2015). Berdasarkan perspektif
person in environment, fokus dari pendamping
PKH bukan hanya tentang individu sebagai
penerima manfaat tetapi juga tentang kondisi
lingkungan yang berpengaruh terhadap
keberlangsungan hidupnya sehari-hari. Dalam
upaya mengatasi stunting di suatu daerah selain
mengadakan program P2K2 dan mengadakan
sosialisasi mengenai stunting yang bekerja sama
dengan pihak puskesmas, pendamping PKH
juga memiliki tanggung jawab untuk membantu
masyarakat penerima manfaat mengentaskan
masalah stunting yang berasal dari faktor
lingkungan. Pendamping PKH harus mampu
mengidentifikasikan masalah-masalah yang
disebabkan oleh faktor lingkungannya seperti
misalnya, kurangnya sarana air bersih dan
pelayanan kesehatan. Dengan demikian,
pendamping PKH tidak hanya fokus terhadap
keluarga penerima manfaat yang memiliki anak
stunting tetapi juga melihat bagaimana
pengaruh faktor lingkungan terhadap
kehidupan sehari-hari.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
sebagian besar anak yang mengalami stunting
adalah anak yang lahir dari keluarga miskin
yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti
rendahnya pengetahuan Ibu mengenai
kebutuhan gizi anak, kurangnya pemenuhan
gizi yang diberikan kepada anak, kurangnya
kebersihan tempat tinggal baik dari sisi
lingkungan maupun sisi kebersihan air.
Stunting sebagai fenomena sosial yang telah
menjadi permasalahan global merupakan
tanggung jawab seluruh stakeholder mulai dari
stakeholder unit terkecil yaitu keluarga, lembaga
kesehatan, lembaga sosial, pemerintah hingga
masyarakat luas.
Pada hakikatnya, peran dan keterampilan yang
dimiliki oleh pendamping PKH sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan dalam
mengatasi sebuah permasalahan. Salah satu
intervensi yang dapat dilakukan oleh
pendamping PKH dalam menanggulangi
masalah stunting adalah dengan melaksanakan
program Pertemuan Peningkatan Kemampuan
Keluarga (P2K2) untuk memberikan materi
secara langsung mengenai stunting. Dengan
memberikan materi dan pengetahuan umum
lainnya diharapkan keluarga penerima manfaat
dapat menjadi lebih bijak dan mandiri untuk
menyikapi berbagai hal salah satunya yaitu
stunting. Kemudian, diadakannya sosialisasi
dan penyuluhan terkait stunting dengan bekerja
sama oleh pihak kesehatan juga merupakan
salah satu strategi yang dilakukan agar
menciptakan keluarga penerima manfaat yang
berwawasan luas dalam penanggulangan
stunting.
DAFTAR PUSTAKA
Aguslida, Y., Masrul, M., & Firdawati, F. (2021).
Analisis Implementasi Family
Development Session (FDS) tentang
Gizi pada Keluarga Penerima Manfaat
Program Keluarga. JURNAL
KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s
Health Journal), 7(2), 7186.
https://doi.org/10.33653/jkp.v7i2.497
Agustin, L., & Rahmawati, D. (2021). Hubungan
Pendapatan Keluarga dengan Kejadian
Stunting. Indonesian Journal of Midwifery
(IJM), 4(1), 30.
https://doi.org/10.35473/ijm.v4i1.715
Aryastami, N., & Tarigan, I. (2017). Kajian
Kebijakan dan Penanggulangan
Masalah Gizi Stunting di Indonesia
Policy Analysis on Stunting Prevention
in Indonesia. Buletin Penelitian
Kesehatan, 45(4), 233240.
Aribowo, & Sutiaputri, L. F. (2019).
IMPLEMENTASI PERTEMUAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN
KELUARGA (P2K2) PROGRAM
KELUARGA HARAPAN (PKH) DI
KOMUNITAS ADAT KAMPUNG
KUTA, DESA KARANG PANINGGAL,
KECAMATAN TAMBAKSARI
KABUPATEN CIAMIS. LINDAYASOS:
Jurnal Ilmiah Perlindungan &
Pemberdayaan Sosial, 01(1).
Badan Litbangkes. (2021). Angka Stunting
Turun di Tahun 2021. Retrieved from
https://www.litbang.kemkes.go.id/an
gka-stunting-turun-di-tahun-2021/
Bastari, Z., Zainuddin, Moch., & Apsari, N. C.
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
25
(2015). PENANGANAN GIZI BURUK
DENGAN PERSPEKTIF PERSON IN
ENVIRONMENT OLEH PEKERJA
SOSIAL. Prosiding Penelitian Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(3).
https://doi.org/10.24198/jppm.v2i3.13
586
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan.
(2022). Prevalensi Stunting 31 Januari
2022. Retrieved from
https://data.kalselprov.go.id/dataset/
data/1012)
Habibullah, H. (2011). PERAN PENDAMPING
PADA PROGRAM KELUARGA
HARAPANDI KABUPATEN
KARAWANG. Sosio Informa, 16(2).
https://doi.org/10.33007/inf.v16i2.956
Illahi, R. K. (2017). Hubungan Pendapatan
Keluarga, Berat Lahir, Dan Panjang
Lahir Dengan Kejadian Stunting Balita
24-59 Bulan Di Bangkalan. Jurnal
Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr.
Soetomo, 3(1), 1.
https://doi.org/10.29241/jmk.v3i1.85
Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2018).
Program Keluarga Harapam (PKH).
Retrieved from
https://kemensos.go.id/program-
keluarga-harapan-pkh
Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2020).
Tinjau Pelaksanaan P2K2, Mensos Beri
Edukasi kepada KPM PKH. Retrieved
from https://kemensos.go.id/tinjau-
pelaksanaan-p2k2-mensos-beri-
edukasi-kepada-kpm-pkh
Kuntjorowati, E. (2018). Pengaruh
Pemberdayaan Keluarga Penerima
Manfaat Program Keluarga Harapan
Melalui Family Development Session.
Jurnak PKS, 17(2), 89100. Retrieved
from
https://ejournal.kemsos.go.id/index.p
hp/jpks/article/view/1431/846
Lestari, W., Kristiana, L., & Paramita, A. (2018).
Stunting: Studi Konstruksi Sosial
Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan
Terkait Gizi dan Pola Pengasuhan Balita
di Kabupaten Jember. Jurnal Aspirasi,
9(1), 1733.
https://doi.org/10.22212/aspirasi.v9i1.
985
Nataya, E. J., & S.N, S. (2017). Pemberdayaan
Keluarga Penerima Manfaat Melalui
Program Keluarga Harapan Di
Kelurahan Kelun Kecamatan Kartoharjo
Kota Madiun. Jurnal Sosiologi DILEMA,
32(2), 19.
Nasikhah, R., & Margawati, A. (2012). FAKTOR
RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA
BALITA USIA 24 36 BULAN DI
KECAMATAN SEMARANG TIMUR.
Journal of Nutrition College, 1(1), 176184.
https://doi.org/10.14710/jnc.v1i1.738
KEMENKO PMK. (2022). Kejar Targer! Per
Tahun Prevalensi Stunting Harus Turun
3 Persen. Retrieved from
https://www.kemenkopmk.go.id/keja
r-target-tahun-prevalensi-stunting-
harus-turun-3-
persen#:~:text=Berdasarkan%20data%2
0Survei%20Status%20Gizi,penurunan%
20dari%20tahun%2Dtahun%20sebelum
nya.
Purwastuty, I. (2018). Pemberdayaan keluarga
miskin melalui aset komunitas. Mimbar
Kesejahteraan Sosial, 1(November), 116.
Retrieved from
https://www.google.com/search?safe
=strict&client=safari&rls=en&sxsrf=AC
YBGNReiD5C3K6-
lT0j14me49uTRTQdww%3A157095941
0068&ei=MvCiXaXuA7vez7sPz7-
ZUA&q=pemetaan+aset+komunitas+ju
rnal+pdf+&oq=pemetaan+aset+komun
itas+jurnal+pdf+&gs_l=psy-
ab.3..33i160l4.1974968.
Rahmawati, E., Kisworo, B. (2017). Peran
Pendamping dalam Pemberdayaan
Masyarakat Miskin melalui Program
Keluarga Harapan. Journal of Nonformal
Education and Community Empowerment.
1(2). Retrieved from
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.
php/jnfc/article/view/16271/10134
Rahmawati, N. F., Fajar, N. A., & Idris, H. (2020).
Faktor sosial, ekonomi, dan
pemanfaatan
posyandu dengan kejadian stunting
balita keluarga miskin penerima PKH di
Palembang. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
17(1), 23.
https://doi.org/10.22146/ijcn.49696
Sofianto, A. (2020). Implementasi Program
Keluarga Harapan (PKH) di Provinsi
Jawa Tengah. Sosio Konsepsia, 10(1).
https://doi.org/10.33007/ska.v10i1.20
91
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
26
Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan. (2017).
100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk
Intervensi Anak Kerdil (Stunting).
Retrieved from
http://www.tnp2k.go.id/downloads/
100-kabupatenkota-prioritas-untuk-
intervensi-anak-kerdil-stunting-
volume-2
... Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menegaskan bahwa stunting merupakan permasalahan serius yang berkaitan dengan proses pertumbuhan anak (4). Stunting dapat diketahui dengan menilai status gizi yang diukur menggunakan antropometri. ...
Article
Full-text available
Latar belakang. Masalah kesehatan stunting saat ini masih menjadi perhatian untuk diatasi dan dicegah. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi stunting dengan pendekatan pelayanan posyandu merupakan cara efektif yang berbasis masyarakat. Masyarakat dalam hal ini kader posyandu sebagai salah satu ujung tombak pelayanan posyandu untuk dapat ditingkatkan kemampuannya dalam penanganan dan pencegahan stunting. Tujuan pengabdian untuk meningkatkan kemampuan kader posyandu dalam penanganan dan pencegahan stunting melalui pemberdayaan kader di RW XI Kelurahan Plamongasari Kota Semarang. Metode pemberdayaan kader meliputi brainstorming, penyegaran dan pelatihan kader posyandu, pendampingan keluarga dan kunjungan rumah keluarga balita, serta evaluasi kemampuan kader. Hasil Kegiatan pemberdayaan kader diawali koordinasi dan brainstorming dengan pihak mitra. Penyegaran dan pelatihan kader posyandu dilakukan selama 2 hari. Lingkup materi mencakup pengetahuan dan praktik/ krtrampilan. Materi Pengetahuan deteksi stunting, penanganan dan pencegahan stunting, sedangkan materi praktik / ketrampilan meliputi cara pengukuran antropometri dan memasak menu modifikasi bahan pangan lokal. Kemampuan kader sebelum dilakukan pelatihan tingkat pengetahuan kader dalam penanganan dan pencegahan stunting memasuki kategori kurang, praktik pengukuran antropometri serta modifiksi menu bahan lokal dalam kategori kurang. Kemampuan kader setelah dilakukan pelatihan pengetahuan kader dalam penangan dan pencegahan stunting memasuki kategori cukup, serta melakukan pengukuran antropometri dan modifikasi menu bahan pangan lokal dalam kategori cukup. Kesimpulan hasil pengabdian pemberdayaan kader posyandu dapat meningkatkan kemampuan pengetahuan serta praktik/ ketrampilan kader dalam penanganan dan pencegahan stunting pada tatanan keluarga dan masyarakat.
... 9 shows the highest frequency of mothers' behavior in providing animal dishes categorized as inadequate for toddlers, with 22 individuals (57.9%). In this study, the pattern of ...
Article
Full-text available
Severe nutritional deficiencies, including growth retardation, are infant conditions caused by malnutrition that result in being smaller than their age indicates. Factors that influence stunting in young children include direct factors such as diet and infectious diseases, as well as indirect factors such as nutrition, parenting, food transmission, and family knowledge. This research is useful to know of mothers of stunted infants about animal foods and their attitudes and behaviors when providing such foods in the village of Gungungan Roll, Probolinggo Regency. is. The research method used was descriptive. The study involved 38 mothers with stunted children aged 12 to 60 months. Data were collected by questionnaire-based interviews. Studies show that most stunted infants are between 42 and 58 months of age. The results also indicate a lack of animal protein due to low consumption of animal food. Most mothers have good knowledge (23 or 60.5%), agreeable attitudes (33 or 86.8%), but exhibit inadequate behavior (22 or 57.9%) in providing animal-based dishes. Mothers of stunted toddlers with good knowledge are more receptive and respond well to explanations about the condition, influencing their attitudes towards it.
... Kader tersebut merupakan perpanjangan tangan terdekat terkait kesehatan yang dapat dijangkau oleh komunitas ibu baduta. Menurut sebuah penelitian di Kalimantan Selatan menerangkan bahwa efektifitas pengurangan anak kekurangan gizi dapat diberikan melalui strategi edukasi MPASI yang memberdayakan, ibu, keluarga, dan masyarakat (Nadilla et al., 2022). ...
Article
Full-text available
Stunting is a problem of chronic malnutrition in young children. Some of the causes of stunting were inappropriate of complementary feeding practices and lack of support from health cadres. One of the stunting locus areas in Indonesia is East Lombok Regency. An education programme needs to be conducted for stunting prevention, such as education of complementary feeding practices and socialisation of the book called "Rempah Lombok". The book was prepared as a guideline for cadres and mothers to provide recommended complementary feeding with local Lombok recipes. The indicator of the success of this activity was done by giving a question-and-answer quiz directly before and after the education process related to complementary feeding practices. The existence of programmes was expected to guide the cadres and mothers more easily and confidently in providing appropriate complementary feeding practices and improving the nutritional status of under-five children in East Lombok.
... Permasalahan stunting merupakan suatu masalah sosial yang kompleks. Dalam menangani kejadian stunting diperlukan keterampilan dalam memberikan edukasi dan perlu memperhatikan kondisi lingkungan, karena kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kejadian stunting (Nadilla et al., 2022). Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama dan gotong royong dari berbagai pihak untuk menyelesaikan permasalahan ini, tak terkecuali perguruan tinggi. ...
Article
Full-text available
Program Pengabdian Kepada Masyarakat yaitu berupa penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan gratis dalam rangka dies natalis Akbid Menara Primadani XV. Pelaksanaan kegiatan PKM ini bertujuan untuk menekan dan mencegah angka kejadian stunting pada masyarakat Desa Mattabulu. Penyuluhan memberikan peningkatan pengetahuan anak sekolah tentang cara mencuci tangan yang baik dan benar, mengkonsumsi makanan yang bergizi serta pola hidup yang sehat agar dapat terhindar dari stunting. Selain itu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan memiliki dampak yang positif bagi masyarakat yang datang memeriksakan kesehatannya. Hasil pengabdian ini menunjukkan bahwa masyarakat memberikan respon positif dan sangat antusias dalam berpartisipasi baik dalam kegiatan penyuluhan maupun pemeriksaan kesehatan. Kegiatan dies natalis yang rutin dilaksanakan setiap tahun ini juga sebagai kegiatan yang dapat mempererat hubungan silaturahmi civitas akademik. Adapun metode pelaksanaannya dilaksanakan dengan 6 tahapan yaitu: pertama dengan survey lokasi pada tanggal 20- 21 Oktober 2022. Tahap ke dua, tanggal 1-20 Desember 2022 penyusunan proposal kegiatan dan pencarian sponsor. Tahap ketiga persiapan internal pada tanggal 3-9 Desember yaitu persiapan materi penyuluhan dan konsultasi dengan pembimbing terkait prosedur pelaksanaan kegiatan. Tahap keempat persiapan eksternal pada tanggal 13 Desember yaitu perizinan pada pemerintah setempat serta diskusi dengan mitra PKM. Tahap kelima pelaksanaan pada tanggal 21 Desember 2022 adalah pelaksanaan penyuluhan kesehatan sekaligus pemeriksaan kesehatan gratis. Tahap keenam 21-22 Desember 2022, seremonial dies natalis Akbid Menara Primadani VX berupa sabutan Direktur, persembahan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), senam bersama, dan pembubaran panitia sekaligus penutupan kegiatan.
Article
Full-text available
Stunting is a condition of impaired growth and development in toddlers due to long-term malnutrition, repeated exposure to infection, and lack of stimulation. Stunting is influenced by the health status of adolescents, pregnant women, toddlers' eating patterns, as well as economic, cultural, and environmental factors such as sanitation and access to health services. Stunting conditions in early life have an impact on growth disorders so that they can have functional consequences that can be detrimental to children. Some of these consequences include low cognitive and learning abilities, low income as adults, low productivity and, when accompanied by excessive weight gain in childhood, an increased risk of chronic diseases related to nutrition in adulthood. Information from the Head of Kebon Bawang Health Center, there are 15 families who have children with stunting. In an effort to handle the case, IPKKI DKI Jakarta designed a Family Assistance activity with Stunting Children in the Kebon Bawang Health Center Assistance Area involving the STIK Sint Carolus. STIK Sint Carolus will send companions by involving lecturers and students in the field of community nursing in handling cases of families with stunted children. With direct assistance from health workers for families with stunted children, the level of family independence and knowledge will increase and children with stunting will receive treatment in the Kebon Bawang sub-district area. This activity is important to increase parental awareness in improving children's health.
Article
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan sosialisasi “Tips Memulai Usaha Bagi Penerima Manfaat PKH (Program Keluarga Harapan)” yang dilaksanakan di Dusun Munder, Desa Mumbul Sari, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, NTB. Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa KKN Universitas Muhammadiyah Mataram. Metode pelaksanaan diawali dengan melakukan koordinasi dengan Kepala Dusun, kader posyandu, dan ketua kelompok PKH untuk memastikan keterlibatan mereka. Sosialisasi dilaksanakan setelah kegiatan posyandu dan sosialisasi pencegahan stunting, bertempat di rumah Kepala Dusun Munder dengan fasilitas LCD dan mikrofon untuk meningkatkan efektifitas penyampaian materi. Materi yang disampaikan antara lain identifikasi potensi diri, perencanaan usaha, strategi promosi, dan pengelolaan keuangan. Sesi kedua berfokus pada pengelolaan keuangan yang efektif dan strategi pengembangan usaha secara bertahap. Diskusi tanya jawab mengungkapkan tantangan seperti keterbatasan pengetahuan dan jaringan dalam memulai usaha di daerah terpencil. Hasil dari sosialisasi menunjukkan bahwa kegiatan ini memberikan wawasan yang berharga bagi para penerima manfaat PKH dan membantu mengatasi beberapa kendala dalam memulai usaha. Diharapkan sosialisasi ini dapat memotivasi peserta untuk mencapai kemandirian ekonomi dan mengembangkan usaha yang berkelanjutan
Article
Full-text available
Kondisi sosial ekonomi masyarakat selama pandemi Covid-19 mengalami kesulitan terutama bagi keluarga tidak mampu. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19 demi keberlangsungan keluarga penerima bantuan. Namun terlepas dari itu, diperlukan pula peran dari masing-masing anggota keluarga untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai sosial ekonomi dan strategi bertahan hidup keluarga penerima PKH selama pandemi dan pasca pandemi Covid-19 di Desa Pisang, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi keluarga penerima PKH mengalami kesulitan di masa pandemi dengan hilangnya pekerjaan, pendapatan yang tidak menentu, dan pengeluaran yang meningkat. Pasca pandemi kehidupan sosial ekonomi keluarga penerima PKH berangsur membaik dengan berbagai usaha yang dilakukan oleh anggota keluarga sesuai status dan perannya. Kondisi sosial ekonomi tersebut mendorong implementasi strategi bertahan hidup yang berbeda baik ketika pandemi maupun pasca pandemi.
Article
Full-text available
The Family Hope Program (PKH) is a conditional social assistance program for very poor families aimed at improving the quality of life and well-being. PKH is considered to provide direct benefits to help with education and health costs, but it has not yet affected social economic status. PKH implementation is considered not on target, giving rise to potential conflicts, and other technical problems. Central Java Province is the region that has the second highest poverty rate in Indonesia, and a very large number of PKH recipients. This study aims to: 1) Describe the implementation of PKH in Central Java; 2) Analyze community attitudes towards the implementation of PKH in Central Java; 3) Formulating the concept of PKH renewal desired by the community. This study used mixed method approach (qualitative and quantitative). This reseacrh conducted in 15 districts with the highest poverty rate in Central Java. Informants involved in this study were the recipient of the handler, PKH assistant, village officials, and local government officials. Data collection instruments are questionnaires, FGDs, and interview guides. Data analysis with an interactive model developed by Miles and Huberman, which includes data reduction, data display, and data verification. The conclusions of this study are: 1) The implementation of PKH in Central Java in terms of procedures and managerial aspects is considered good, but the program targets are not appropriate because of invalid data, amounting to 21.54 percent of PKH recipients are not poor, and only 13.99 percent of PKH recipients are poor and 26,21 percent very poor. 2) The community feels the benefits of PKH to ease their living expenses and if possible increase the amount, on the other hand there are still many poor families who have not received assistance to cause conflict and suspicion. 3) The renewal of PKH needed is to have a dimension of sustainability, involving the community in program planning, as well as educating the poor to be empowered and productive. The recommendations of this study are: 1) updating data integrated with population data, as well as collaboration between village, district/city, and provincial governments; 2) education for the community to escape poverty and submit correct data. 3) increasing training activities, increasing competitiveness and productivity. 4) local governments contribute to the addition quota of PKH recipients and companion staff.
Article
Full-text available
Social, economic factors, and utilization of posyandu towards stunting among toddlers of poor families of PKH recipients in Palembang Background: Stunting is a nutritional problem caused by chronic malnutrition. Stunting can result in decreased concentration, memory damage, decreased learning, and school performance, decreased cognitive function, impaired motor development, and has a long-term impact on reducing productivity, thus inhibiting economic growth and causing intergenerational poverty. Stunting can be influenced by social, economic, and access to health services factors. Objective: To analyze the correlation of social, economic, and utilization of integrated services post (pos pelayanan terpadu/posyandu) with the incidence of stunting of under-fives in poor families in Palembang. Methods: This study used a quantitative method with a cross-sectional design in March-April 2019. The population was toddlers aged 24-59 months from poor families in Palembang, with the criteria receiving the cash transfer program from the Indonesian Government, called Program Keluarga Harapan (PKH). Samples were 100 people were chosen by proportional sampling. Data were analyzed by using the Chi-Square test and regression logistic test. Results: The proportion of stunting among toddlers in poor families of PKH recipients in Palembang was 29%. Multiple logistic regression test shows 4 (four) independent variables have a significant correlation to the incidence of stunting simultaneously. Those variable are maternal education (p=0.003, OR=7.278, 95% CI: 1.928-27.474), birth order (p=0.013, OR=0.144, 95% CI: 0.031-0.664), number of family members (p=0.013, OR=10.809, 95% CI: 1.639-71.278),irregular utilization of Posyandu (p=0.041, OR=3.524, 95% CI:1.055-11.768), and never using Posyandu (p=0.019, OR=5.282, 95% CI: 1.313-21.239). Low maternal education, huge family members (more than 4), irregularly and never use Posyandu increase risk of stunting 7.2 times, 10.8 times, 3.5, and 5.2 times, otherwise first or second birth order was a protective factor of stunting. Conclusions: Maternal education and utilization of Posyandu are protective factors, meanwhile huge family members (more than 4) and third or more birth order can increase stunting incidence among toddlers of poor families of PKH recipients.
Article
Full-text available
Latar Belakang : Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang ditunjukan dengan nilai z skore TB/U kurang dari -2 SD. Prevalensi stunting di Semarang mencapai 20,66% dengan kejadian tertinggi di Semarang Timur (40,16%) dan pada usia 24 – 36 bulan. Penelitian tentang faktor risiko kejadian stunting pada balita terkait dengan faktor sosial ekonomi, tinggi badan orang tua, risiko penyakit kehamilan dan riwayat infeksi sangat diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko stunting pada balita usia 24 – 36 bulan. Metode : Penelitian observasional dengan desain case control pada balita usia 24 – 36 bulan yang berada di Semarang Timur. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling dengan jumlah sampel 31 subyek pada setiap kelompok. Stunting diukur berdasarkan z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) dianalisis dengan software World Health Organization (WHO) Anthro 2005. Data sosial ekonomi, riwayat penyakit kehamilan, riwayat diare akut dan riwayat infeksi pernafasan atas akut diukur menggunakan kuesioner dan buku KIA. Data berat badan lahir dikumpulkan berdasarkan KMS serta tinggi badan orang tua diukur dengan microtoise. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square dan Fisher Exact dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil : Pada penelitian ini terdapat 34,45 % balita stunting dimana 64,5% berjenis kelamin perempuan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko kejadian stunting pada balita usia 24 – 36 bulan antara lain tinggi badan ibu < 150 cm (p=0,006;OR=10,3), tinggi badan ayah < 162 cm (p=0,013;OR=7,4), pendidikan ayah rendah (p=0,033;OR=5,6) dan pendapatan perkapita yang rendah (p=0,017;OR=7,2). Sedangkan berat badan lahir, riwayat penyakit kehamilan, riwayat diare akut , riwayat penyakit infeksi saluran pernafasan atas akut, pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu dan jumlah anggota dalam rumah tangga tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian stunting pada balita. Kesimpulan : Tinggi badan orang tua yang pendek, pendidikan ayah yang rendah dan pendapatan perkapita yang rendah merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita usia 24 – 36 bulan.
Article
Full-text available
Indonesia’s rank in world was 5th on stunting case. 5 million of children under five (38.6 % from 12 milion) got stunting in Indonesia. The aims of this study were to descript the social construction of rural-urban community about the meaning of children’s health and illness,and the pattern of nurturing which was related to stunting. The study used qualitative’s method, datas collected with depth interview and observation partisipation. The study was conducted in rural-urban communities which had stunting cases in Jember (Kalisat and Jelbuk). The study was conducted in June to December 2013. The study showed that stunting were related to social construction. Difference social construction in rural-urban which constructed the meaning of healthy or illness and nuruturing the stunting’s children was affected by maternal education, early-age marriage, after marriage’s residence, responsibilities of nurturing, and valuable concept in community that causes the lack of knowledge about nutrition. The study concluded that stunting was not a single cause of heatlh’s problems, but it related to social construction. Causes lied in the distinction of social construction, patterns of communication and interpretation between health providers and community, so there was no meeting point for the success of nutritional improvement children under five’s programs.
Article
Full-text available
ABSTRAKStunting masih menjadi permasalahan gizi di Indonesia. Prevalensi stunting balita tahun 2015 di Kabupaten Bangkalan paling tinggi di Jawa Timur. Banyak faktor yang menyebabkan kejadian stunting balita. Salah satu faktor yang mempengaruhi di antaranya karakteristik keluarga dan karakteristik balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pendapatan keluarga, berat lahir, dan panjang lahir balita dengan kejadian stunting balita. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancang bangun cross sectional. Populasi sebanyak 73 balita. Besar sampel 62 balita yang dipilih dengan metode simple random sampling. Kriteria sampel yaitu: balita berasal dari keluarga penduduk tetap, tidak mengalami cacat fisik dan gangguan mental. Variabel penelitian adalah pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, umur balita, berat lahir, panjang lahir, riwayat persalinan, dan data status gizi TB/U. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran tinggi badan, dan wawancara dengan kuisioner. Analisis data menggunakan uji korelasi spearman (α=0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting balita di Desa Ujung Piring Tahun 2016 sebesar 29%, sebagian besar responden memiliki pendapatan di bawah upah minimum Kabupaten Bangkalan, sebagian besar balita memiliki berat lahir normal, sebagian besar balita memiliki panjang lahir normal. Analisis uji statistik menunjukkan terdapat hubungan antara pendapatan keluarga, berat lahir balita, dan panjang lahir balita dengan kejadian stunting di Desa Ujung Piring, Bangkalan. Kesimpulan penelitian ini adalah faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting balita usia 25-59 bulan di Desa Ujung Piring, Bangkalan adalah pendapatan keluarga, berat lahir balita, dan panjang lahir balita. Disarankan agar dinas kesehatan bekerja sama lintas sektor untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Desa Ujung Piring melalui pengoptimalan sektor pertanian serta kelautan di desa tersebut. Serta untuk pihak dinas kesehatan dan puskesmas agar dapat mengevaluasi serta meningkatkan program asupan gizi 1000 HPK sejak konsepsi, saat hamil dan usia 2 tahun pertama balita untuk dapat menurunkan prevalensi stunting.
Article
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pendamping dalam PKH dan untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pendampingan di Kecamatan Semarang Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian adalah pendamping PKH. Pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dokumentasi, dan catatan lapangan. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber, triangulasi metode dan triangulasi teori. Teknik analisis data adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendamping memiliki empat peran yaitu : 1) peran keterampilan Fasilitatif, 2) peran keterampilan mendidik, 3) peran keterampilan representatif/ perwakilan masyarakat, dan 4) peran keterampilan teknis. Dalam pendampingan terdapat faktor pendukung dan penghambat. Faktor internal yang menjadi kendala dalam pendampingan adalah sulitnya peserta untuk mengumpulkan berkas data, dan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru pendamping memerlukan waktu. Faktor eksternal yang menjadi kendala adalah penginformasian dari pusat yang sifatnya mendadak, jarak yang ditempuh pendamping ke tempat pendampingan cukup jauh dan lokasi tempat pendampingan yang berada di gang-gang sempit. Faktor pendukungnya adalah antusiasme penerima bantuan serta sarana yang memadai.Simpulan dari penelitian ini yaitu pendampingan di Kecamatan Semarang Tengah berjalan sesuai dengan empat peran pendamping. Saran yang diberikan untuk PKH yaitu sebaiknya program ini terus ada dan segala kekurangan dapat diperbaiki. Serta memperbanyak jumlah pendamping dan untuk penempatan pendamping sebaiknya dekat dengan domisili pendamping agar pendampingan lebih efektif tidak terkendala oleh jauhnya tempat pendampingan.
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
  • Penanganan Gizi Buruk Dengan Perspektif Person In Environment Oleh Pekerja Sosial
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus (2015). PENANGANAN GIZI BURUK DENGAN PERSPEKTIF PERSON IN ENVIRONMENT OLEH PEKERJA SOSIAL. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(3).
Program Keluarga Harapam (PKH)
Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2018). Program Keluarga Harapam (PKH). Retrieved from https://kemensos.go.id/programkeluarga-harapan-pkh Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2020).
Pengaruh Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Melalui Family Development Session
  • E Kuntjorowati
Kuntjorowati, E. (2018). Pengaruh Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Melalui Family Development Session. Jurnak PKS, 17(2), 89-100. Retrieved from https://ejournal.kemsos.go.id/index.p hp/jpks/article/view/1431/846
Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Melalui Program Keluarga Harapan Di Kelurahan Kelun Kecamatan Kartoharjo Kota Madiun
  • E J Nataya
Nataya, E. J., & S.N, S. (2017). Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Melalui Program Keluarga Harapan Di Kelurahan Kelun Kecamatan Kartoharjo Kota Madiun. Jurnal Sosiologi DILEMA, 32(2), 1-9.