Content uploaded by Meilanny Budiarti Santoso
Author content
All content in this area was uploaded by Meilanny Budiarti Santoso on Dec 24, 2024
Content may be subject to copyright.
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
17
PERAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)
DALAM PENANGGULANGAN ANAK STUNTING PADA KELUARGA
PENERIMA MANFAAT
(THE ROLE OF THE FAMILY HOPE PROGRAM (PKH) FOLLOWING ROLE
IN MANAGING STUNTING CHILDREN IN BENEFICIARY FAMILY)
Hanifah Fatwa Nadilla1, Nunung
Nurwati2, Meilanny Budiarti
Santoso3
1 Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial
FISIP Unpad
2,3 Pusat Studi CSR, Kewirausahaan
Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat,
Universitas Padjadjaran
Email:
hanifah19002@mail.unpad.ac.id,
nunung.nurwati@unpad.ac.id,
meilanny.budiarti@unpad.ac.id
Article history
Received : 27 Mei 2022
Revised : -
Accepted : 17 Juli 2022
*Corresponding author
Email :
hanifah19002@mail.unpad.ac.id
No. doi: 10.24198/focus.v5i1.39561
ABSTRAK
Fenomena stunting merupakan permasalahan skala global
terkait kondisi anak dengan keadaan tubuh pendek.
Beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami
stunting adalah faktor kemiskinan yang didalamnya
mencangkup beberapa faktor lain seperti kurangnya
pemenuhan gizi yang cukup, rendahnya tingkat
pendidikan Ibu, kurangnya pemenuhan sanitasi air bersih
dan sebagainya. Stunting dari kacamata ilmu sosial
merupakan permasalahan sosial yang kompleks karena
berkaitan dengan kesejahteraan Ibu dan Anak. Maka dari
itu salah satu program Kementerian Sosial yaitu Program
Pendamping Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah
satu program yang melakukan intervensi pencegahan
stunting melalui kegiatan Pertemuan Peningkatan
Kemampuan Keluarga (P2K2) dengan pemberian materi
yang disampaikan langsung oleh pendamping PKH
termasuk materi mengenai stunting. Peran dan yang harus
dimiliki oleh pendamping PKH dalam mengatasi
permasalahan termasuk permasalahan stunting yaitu
peran dan keterampilan sebagai fasilitator, peran dan
keterampilan sebagai pemberian edukasi kepada penerima
manfaat, peran sebagai perwakilan antara pemerintah dan
masyarakat atau sebaliknya serta keterampilan yang harus
mampu dimiliki seperti menguasi keterampilan dalam hal-
hal yang berkaitan dengan teknis. Dalam menganalisis
permasalahan stunting, pendamping PKH juga tidak
hanya melihat dari segi individu/orang nya melainkan
juga harus melihat dari sisi kondisi lingkungannya karena,
kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap
masalah yang terjadi di masyarakat.
Kata Kunci: Stunting, Pendamping PKH, KPM
ABSTRACT
The phenomenon of stunting is a global scale problem related to
the condition of children with short bodies. Some of the factors
that cause children to experience stunting are poverty factors
which include several other factors such as lack of adequate
nutrition, low level of maternal education, lack of fulfillment of
clean water sanitation and so on. Stunting from a social science
perspective is a complex social problem because it is related to the
welfare of mothers and children. Therefore, one of the Ministry of
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
18
Social's programs, namely the Family Hope Assistance Program
(PKH) is a program that intervenes in preventing stunting
through improving Family Ability (P2K2) by presenting
materials that are delivered directly by PKH facilitators
including material on stunting. The roles and responsibilities
that PKH facilitators must have in overcoming problems
including stunting problems are roles and skills as facilitators,
roles and skills as providing education to beneficiaries, roles as
representatives between the government and the community or
vice versa, as well as skills that must be possessed such as
mastering skills in technical matters. In analyzing the stunting
problem, PKH assistance does not only look at the individual /
person but also has to look at the environmental conditions
because environmental conditions are also very influential on
problems that occur in the community.
Keywords: Stunting, PKH Facilitator, KPM
PENDAHULUAN
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia menegaskan bahwa stunting
merupakan permasalahan serius yang berkaitan
dengan proses pertumbuhan anak. Stunting
adalah kondisi gagal tumbuh pada anak bayi
dibawah lima tahun (balita) akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu
pendek untuk usianya (TNP2K, 2017). Kondisi
stunting diukur dengan panjang atau tinggi
badan yang lebih dari minus dua standar deviasi
median standar pertumbuhan dari WHO
(Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan,
2018). Anak yang mengalami stunting dapat
berlanjut dan berisiko akan tumbuh dengan
keadaan tubuh yang pendek. Anak yang
tumbuh pendek pada usia dini (0-2 tahun) dan
tetap pendek pada usia 4-6 tahun memiliki
risiko 27 kali untuk tetap pendek sebelum
memasuki usia pubertas; sebaliknya anak yang
tumbuh normal pada usia dini dapat mengalami
growth faltering pada usia 4-6 tahun memiliki
risiko 14 kali tumbuh pendek pada usia pra-
pubertas (Arystami & Tarugan, 2017).
Dilansir dari situs resmi Kementerian
Kesehatan RI, jumlah anak mengalami stunting
di Indonesia pada tahun 2021 telah mengalami
penurunan sebesar 3,3% dari 27,7% pada tahun
2019 menjadi 24,4% pada tahun 2021 (Badan
Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, 2021).
Data pada tahun 2017, lebih dari setengah balita
stunting di dunia berasal dari Asia (55%)
sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal
di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia,
proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan
(58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia
Tengah (0,9%). Berdasarkan data pada Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan (2018)
Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR)
dengan rata-rata prevalensi balita stunting di
Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.
Kemudian, dilansir dari situs resmi
Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(KEMENKO PMK), berdasarkan data Survei
Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun
2021, prevalensi stunting saat ini masih berada
pada angka 24,4% atau 5,33 juta balita
(KEMENKO PMK, 2022).
Dalam Sustainable Development Goals
(SDGs) atau pembangunan yang berkelanjutan
pencegahan masalah stunting pada balita
menjadi tujuan utama khususnya pada tujuan
nomor 2 yaitu “Mengakhiri Kelaparan”. Dari
kacamata ilmu sosial permasalahan stunting
sangat erat kaitannya dengan masyarakat
menengah kebawah atau masyarakat miskin
yang kurang menyadari dampak buruk
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
19
terhadap anak jika mengalami stunting. Tidak
hanya Kementerian Kesehatan yang
menganggap serius masalah stunting,
Kementerian Sosial juga ikut menilik
permasalahan stunting hal ini dibuktikan
dengan intervensi yang dilakukan oleh
Kementerian Sosial dalam penanganan masalah
stunting melalui Program Keluarga Harapan
(PKH). Program Keluarga Harapan (PKH) yang
dikenal dengan istilah Conditional Cash Transfer
(CCT) merupakan sebuah program bantuan
sosial bersyarat yang membuka akses keluarga
miskin terutama ibu hamil dan anak untuk
memanfaatkan layanan kesehatan (faskes) dan
fasilitas layanan pendidikan (fasdik)
(Kementerian Sosial, 2018). PKH memiliki
tujuan untuk membuka akses keluarga miskin
mendapatkan berbagai fasilitas layanan
kesehatan dan layanan pendidikan, serta akses
terhadap upaya peningkatan kesejahteraan bagi
kelompok rentan (Sofianto, 2020).
Berdasarkan United Nations
Administrative Committee in Coordination Sub
Committe on Nutrition (ACC/SCN),
International Food Policy Research Institute
yang dikutip kembali oleh Rahmawati, dkk
(2020) penyebab stunting sangat beragam dan
kompleks, tetapi secara umum dikategorikan
menjadi tiga faktor yaitu akar masalah (basic
causes), yang terdiri dari faktor ekonomi, sosial,
politik; penyebab tidak langsung (underlying
causes) yang terdiri dari faktor ketersediaan
pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan;
dan penyebab langsung (immediate causes) yang
terdiri dari faktor asupan gizi dan penyakit
infeksi. Terjadinya kemiskinan dalam waktu
yang lama dapat mengakibatkan keluarga tidak
mampu memenuhi kebutuhan pangan dengan
kuantitas dan kualitas yang baik (Rahmawati,
dkk., 2020).
Masyarakat miskin sering dikenal
sebagai masyarakat yang minim pengetahuan
akan kesehatan. Keluarga yang dianggap
sebagai keluarga miskin jika keluarga tersebut
tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
dalam kehidupan sehari-hari. Hanum (2010)
dalam Nataya (2017) menjelaskan bahwa
keluarga miskin merupakan orang-orang yang
terhubung melalui darah, pernikahan, adopsi
dan tinggal bersama di mana rata-rata
pengeluaran per kapita dalam per bulan di
bawah garis kemiskinan sehingga tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Istilah
keluarga miskin pada PKH disebut dengan
istilah keluarga penerima manfaat (KPM) yang
artinya, masyarakat dengan status KPM berhak
mendapatkan bantuan baik tunai maupun non
tunai serta mendapatkan layanan kesejahteraan
lain yang dapat memperbaiki keadaan
hidupnya menuju proses yang lebih baik.
Adanya PKH, KPM didorong untuk
memanfaatkan semua pelayanan sosial yang
diberikan oleh PKH mulai dari layanan
kesehatan, pendidikan, gizi dan akses lain yang
berkaitan dengan kesejahteraan keluarga
penerima manfaat. Sebagai suatu program
pemberdayaan dan perlindungan masyarakat
miskin, maka PKH harus mensinergikan
berbagai pendekatan pemberdayaan yang
mengutamakan kemampuan dan sumber daya
lokal (Ariwibowo & Sutiaputri, 2019). Istilah
pemberdayaan memang sudah tidak asing lagi
di Indonesia. Keluarga penerima manfaat
sebagai sasaran penting dalam program
pemberdayaan untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang ada dalam
kondisi kemiskinan (Nataya, 2017). Untuk
membantu meningkatkan kesejahteraan para
keluarga penerima manfaat, PKH memiliki
program yaitu Family Development Session (FDS)
atau disebut juga Pertemuan Peningkatan
Kemampuan Keluarga (P2K2). P2K2 adalah
kegiatan wajib untuk diikuti seluruh penerima
bantuan sosial PKH. Dalam P2K2, mereka
mendapatkan berbagai materi edukatif, mulai
dari pengetahuan tentang kesehatan dan gizi,
pengelolaan keuangan keluarga, sampai
pengasuhan anak dan pendidikan (Kementerian
Sosial RI, 2020). Diharapkan, dengan P2K2,
keluarga penerima manfaat dapat belajar dan
memahami materi-materi yang disampaikan
oleh PKS secara terstruktur dan dapat
memperkuat perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik.
Perananan Pendamping PKH dalam
melaksanakan program di lapangan secara
langsung maupun tidak langsung sangat
menentukan berhasil tidaknya kegiatan
program di lapangan (Habibullah, 2011).
Pendamping PKH bertugas untuk
menghubungkan antara pemerintah dengan
masyarakat seringkali menyebabkan kondisi
yang dilematis bagi para pendamping.
Terkadang, program yang akan atau sedang
berlangsung di lapangan tidak sesuai dan
berbeda dengan situasi di lapangan yang sedang
terjadi. Oleh karena itu, menurut Habibullah
(2011) kompleksitas lapangan seringkali
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
20
menuntut pendamping untuk bertindak arif dan
penuh kesabaran sehingga peran pendamping
disini bukan hanya sebagai atribut yang serba
bisa tetapi pendamping dituntut untuk berperan
sebagai penyeimbang dan sebagai pendengar
suara rakyat kecil.
Pendamping PKH harus dapat
memberikan motivasi dan dukungan kepada
para KPM baik dari segi materi ataupun
psikologis agar masyarakat khususnya KPM
merasa bahwa mereka memiliki tempat untuk
mendengarkan apa yang menjadi keluh
kesahnya termasuk permasalahan anak stunting
yang dialami oleh orang tua berasal dari
keluarga penerima manfaat.
Pendamping PKH merupakan manusia
biasa yang memiliki karakteristik pribadi dan
sosialnya masing-masing yang dapat
mendukung atau bahkan menghambat
berjalannya suatu program atau kegiatan yang
akan dilakukan oleh pendamping. Maka dari
itu, kita juga harus melihat secara keseluruhan
bagaimana keberadaan pendamping PKH
sebagai individu yang berada di dalam
lingkungan masyarakat serta melihat
bagaimana sistem lingkungan mempengaruhi
permasalahan yang terjadi dan mempengaruhi
pola hidup masyarakat. Pendamping PKH
dapat melihat berbagai sudut pandang untuk
menganalisis masalah yang terjadi di
masyarakat dengan menggunakan perspektif
person in environment. Dengan menggunakan
perspektif person in environment akan membantu
pendamping PKH untuk mengetahui secara
lebih luas apa saja hal-hal yang menyebabkan
stunting di daerah binaannya baik dari faktor
internal keluarga maupun dari faktor
lingkungan seperti kebersihan dan lain
sebagainya.
Fenomena anak dari keluarga penerima
manfaat yang mengalami stunting sangat
menarik untuk dibahas mengingat masalah
stunting memiliki berbagai dampak yang cukup
serius terhadap tumbuh kembang bayi atau
balita, serta berkaitan dengan sumber daya
manusia dan penyakit lainnya yang diakibatkan
oleh stunting. Penulis juga memfokuskan
bahasan mengenai peran pendamping PKH
dalam menanggulangi permasalahan stunting
pada keluarga penerima manfaat. Dengan
demikian, penulis dapat mengetahui apakah
peran pendamping PKH di setiap daerah
memiliki pengaruh keberhasilan yang baik
dalam menanggulangi stunting atau justru
sebaliknya.
METODE
Penulis menggunakan pendekatan
kualitatif bersifat deskriptif untuk memberikan
gambaran secara mendalam dan menyeluruh
berdasarkan situasi dan fenomena yang sedang
diteliti. Pendekatan kualitatif merupakan
pendekatan yang mementingkan proses
dibandingkan dengan hasil akhir sehingga
menekankan pada makna, penalaran, definisi
suatu situasi tertentu, serta lebih banyak
meneliti hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari (Sarwono, 2006).
Menurut penulis, dengan menggunakan
pendekatan kualitatif akan memberi ruang lebih
bebas untuk mengeksplorasi segala hal yang
berkaitan dengan tema atau fenomena yang
sedang dibahas.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu studi literatur dan metode
observasi langsung. Metode studi literatur
digunakan dengan mencari berbagai referensi
melalui jurnal-jurnal ilmiah, buku dan data-data
dari sumber penelitian sebelumnya yang sudah
dipublikasikan berkaitan dengan “Peran
Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH)
Dalam Penanggulangan Anak Stunting Pada
Keluarga Penerima Manfaat”. Dengan
menggunakan metode studi literatur, penulis
dapat memperoleh pemahaman lebih untuk
berpikir secara menyeluruh dan memandang
sebuah permasalahan secara keseluruhan.
Selain metode studi literatur, penulis juga
menggunakan metode observasi secara
langsung di Kabupaten Tapin, Kalimantan
Selatan pada rangkaian program Pejuang Muda
RI yang merupakan program magang dari
Kementerian Sosial Republik Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fenomena Stunting Pada Anak
Keluarga Penerima Manfaat
Permasalahan stunting sudah menjadi
fenomena yang mendunia yang tidak hanya
terjadi di Indonesia melainkan di semua negara
yang memiliki masalah gizi stunting. Anak yang
mengalami stunting tidak lepas dari tubuh
pendek karena mengalami gangguan mengenai
tumbuh kembangnya. Stunting bukan hanya
sekedar pendek saja, tetapi terkandung adanya
proses perubahan patologis, jadi tidak semata-
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
21
mata pendek atau shortness saja (Lestari, dkk.,
2018). Sedangkan menurut Sakti (2020), stunting
bukanlah sebuah keadaan yang berlangsung
dengan singkat, seorang anak dengan stunting
biasanya mengalami kekurangan gizi dalam
waktu yang lama sehingga pertumbuhannya
terhambat. Upaya yang dilakukan oleh World
Health Assembly, dikutip kembali oleh Aryastami
& Tarigan (2017) adapun target yang ditetapkan
dalam upaya penurunan prevalensi stunting
antara lain: menurunnya prevalensi stunting,
wasting dan dan mencegah terjadinya overweight
pada balita, menurunkan prevalensi anemia
pada wanita usia subur, menurunkan prevalensi
bayi berat lahir rendah (BBLR), meningkatkan
cakupan ASI eksklusif. Sebagai negara anggota
PBB dengan prevalensi stunting yang tinggi
turut berupaya dan berkomitmen dalam upaya
percepatan perbaikan gizi ‘scaling up nutrition
(SUN)’ masyarakat (Aryastami & Tarigan, 2017).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Agustin &
Rahmawati (2020) menunjukan sebagian besar
balita stunting dari keluarga yang memiliki
pendapatan dibawah UMR sekitar 76%. Hal
tersebut disebabkan karena pendapatan
keluarga yang kurang dari upah minimum
regional meningkatkan kejadian stunting.
Keluarga yang memiliki pendapatan dibawah
UMR yang dikategorikan sebagai keluarga
miskin merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan anak mengalami stunting. Faktor
kemiskinan dapat mengakibatkan munculnya
berbagai faktor lain seperti salah satunya
rendahnya tingkat pendidikan Ibu. Seperti yang
dijelaskan oleh Illahi (2017), tingkat pendidikan
ibu juga menentukan kemudahan ibu dalam
menyerap dan memahami pengetahuan gizi
yang diperoleh. Pengetahuan ibu tentang gizi
akan menentukan perilaku ibu dalam
menyediakan makanan untuk anaknya
(Nasikhah & Margawati, 2012). Menjaga pola
makan untuk Ibu dan juga sang anak berlaku
tidak hanya ketika anak telah lahir melainkan
berlaku sejak anak di dalam kandungan. Ibu
dengan status gizi rendah, mengalami anemia,
atau terkena penyakit infeksi selama kehamilan
meningkatkan risiko kelahiran BBLR yang
meningkatkan risiko bayi tumbuh menjadi
stunting (Nasikhah & Margawati, 2012). Oleh
karena itu seorang Ibu yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi pasti lebih mengetahui akan
kebutuhan gizi anak-anaknya daripada seorang
Ibu dengan tingkat pendidikan rendah.
Status ekonomi keluarga yang baik akan
memperoleh pelayanan umum yang baik juga
seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, akses
jalan dan yang lain, sehingga akan berpengaruh
terhadap status gizi anak (Agustin &
Rahmawati, 2021). Penulis mengambil contoh
daerah yaitu Kabupaten Tapin di Kalimantan
Selatan. Dilansir dari data oleh Dinas Kesehatan
Porvinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2022,
tingkat prevalensi stunting di Kabupaten Tapin
cenderung menurun dengan keterangan pada
tahun 2013 sebesar 45,3; tahun 2015 sebesar
37,78; tahun 2016 sebesar 35,84; tahun 2018
sebesar 45,7; tahun 2018 sebesar 32,7 dan tahun
2020 sebesar 13,6. Berdasarkan observasi secara
langsung yang dilakukan oleh penulis pada saat
rangkaian kegiatan pejuang Muda Republik
Indonesia yang mana kegiatan Pejuang Muda
merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat
di setiap daerah dan berfokus pada keluarga
penerima manfaat penulis menemukan
sebagian besar rumah keluarga penerima
manfaat tidak memiliki sanitasi air bersih.
Bahkan, banyak keluarga penerima manfaat
yang tidak memiliki kamar mandi untuk tempat
pembuangan air dan menjadikan air sungai
sebagai sumber mata air utama untuk
melakukan beberapa aktivitas sehari-hari
seperti memasak, mencuci baju, dan mandi.
Penulis juga menemukan beberapa keluarga
penerima manfaat yang memiliki bayi atau anak
kecil dengan keadaan stunting akibat
kurangnya pemenuhan gizi yang diberikan oleh
orang tua. Orang tua yang berasal dari keluarga
penerima manfaat tidak memiliki kebutuhan
pangan yang cukup baik karena hanya ada yang
mengandalkan bantuan dari PKH. Selain faktor
kurangnya kebersihan dan kurangnya
pemenuhan gizi yang diberikan kepada anak
masih banyak keluarga penerima manfaat yang
belum mengetahui tentang gejala stunting. Para
keluarga penerima manfaat di Tapin
menganggap bahwa anak dengan tubuh pendek
adalah karena keturunan dan merupakan hal
yang wajar.
Peran Program Keluarga Harapan dan
Kegiatan Pertemuan Peningkatan
Kemampuan Keluarga
Program Keluarga Harapan (PKH)
salah satu program dari Kementerian Sosial
yang berupaya untuk memberikan berbagai
layanan kesejahteraan kepada keluarga
penerima manfaat. Dalam PKH juga terdapat
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
22
istilah pendamping yang mana pendamping
PKH bertugas untuk menjembatani segala
kepentingan yang datang dari lembaga
pemerintah, atau stakeholder lainnya kepada
keluarga penerima manfaat atau justru
sebaliknya. Peran pendamping PKH
berdasarkan konsep peran community worker
adalah sebagai peran dan keterampilan
fasilitatif (Rahmawati & Kisworo, 2017). Peran
yang dimaksud adalah peran yang berkaitan
dengan pemberian dukungan atau segala jenis
bantuan bagi masyarakat khususnya keluarga
penerima manfaat. Beberapa tugas yang
berkaitan dengan peran ini adalah menjadi
model, melakukan negosiasi dan mediasi,
memberikan dukungan, membangun konsensus
bersama, serta melakukan pengorganisasian
dan pemanfaatan sumber (Rahmawati &
Kisworo, 2017).
Berdasarkan konsep peran community
worker yang dikemukakan oleh Jim Ife (2008)
dalam Habibullah (2011) pendamping PKH
memiliki peran antara lain 1). Peran dan
keterampilan fasilitatif; 2). Peran dan
Keterampilan Edukasional; 3). Peran dan
keterampilan perwakilan serta; 4). Peran dan
keterampilan teknis. Dalam menanggulangi
permasalahan stunting, peran dan keterampilan
fasilitatif diperlukan bagi seorang pendamping
PKH sebagai motivator dan pemberian kepada
para KPM di bidang layanan kesehatan seperti
pemeriksaan rutin pada Ibu hamil dan
pemeriksaan rutin anak di posyandu. Peran dan
keterampilan edukasional dibutuhkan bagi
seorang pendamping PKH khususnya ketika
pendamping menyampaikan beberapa
informasi atau kegiatan yang akan dilakukan
bersama masyarakat. Selain itu, peran dan
keterampilan edukasional dibutuhkan oleh
pendamping PKH untuk meningkatkan
pengetahuan dan membangkitkan kesadaran
bagi para penerima manfaat. Selanjutnya, peran
dan keterampilan perwakilan yaitu
keterampilan yang dibutuhkan oleh
pendamping PKH untuk memberikan dan
menyampaikan informasi baik dari penerima
manfaat terhadap pemerintah kota/kabupaten
ataupun sebaliknya. Contohya yaitu
keterampilan perwakilan yang dimiliki oleh
para pendamping PKH di Kabupaten Tapin.
Pendamping PKH akan menyampaikan
informasi dari Dinas Sosial Kabupaten Tapin
kepada penerima manfaat jika terdapat
perubahan tanggal pencaridan dana banatuan.
Begitu sebaliknya, pendamping PKH juga akan
menyampaikan informasi kepada Dinas Sosial
terkait jumlah perubahan penerima bantuan jika
terdapat penerima manfaat yang telah pindah
dari satu daerah ke daerah lainnya. Peran
tersebut juga berlaku adanya pendataan dari
PKH terhadap penerima manfaat khususnya
keluarga yang memiliki anak stunting setiap
bulannya untuk dilaporkan kepada Dinas
Sosial. Data tersebut yang nantinya akan
berpengaruh terhadap status kesehatan di desa
tersebut. Peran dan keterampilan yang terakhir
adalah peran dan keterampilan teknis yaitu
peran yang dibutuhkan oleh pendamping PKH
untuk melakukan sebuah riset, mengoperasikan
hal-hal yang berhubungan dengan data dan
teknologi, serta kemampuan untuk presentasi
atau berbicara di depan umum.
Adapun tujuan PKH adalah 1).
Meningkatkan taraf hidup keluarga penerima
manfaat melalui akses layanan pendidikan,
kesehatan, dan kesejahteraan sosial; 2).
Mengurangi beban pengeluaran dan
meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan
rentan; 3). Menciptakan perubahan perilaku dan
kemandirian keluarga penerima manfaat dalam
mengakses layanan kesehatan dan pendidikan
serta kesejahteraan sosial; 4). Mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan antar kelompok
pendapatan; 5). Mengenalkan manfaat produk
dan jasa keuangan formal kepada keluarga
penerima manfaat (Ariwibowo & Sutiaputri,
2019). Sejalan dengan tujuan PKH secara
keseluruhan PKH memiliki program yang
sebelumnya sudah disebutkan pada bagian
pendahuluan yaitu program Family Development
Session (FDS) atau Pertemuan Peningkatan
Kemampuan Keluarga (P2K2). Program P2K2
merupakan program yang berbentuk
pembelajaran atau pemberian materi secara
terstruktur yang diberikan langsung oleh
pendamping sosial PKH kepada para keluarga
penerima manfaat di setiap desa/kelurahan
untuk mempercepat terjadinya perubahan
perilaku pada keluarga penerima manfaat.
Materi yang disampaikan oleh pendamping
PKH biasanya yang berkaitan dengan isu-isu
sosial yang dapat menambah pengetahuan para
keluarga penerima manfaat khususnya materi
tentang stunting.
Kegiatan P2K2 yang dilakukan oleh
para pendamping PKH di Kabupaten Tapin
sebagai salah satu cara untuk memberikan ilmu
kepada keluarga penerima manfaat khususnya
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
23
Ibu-ibu. Kegiatan P2K2 dilakukan satu kali
dalam sebulan di setiap desa agar masing-
masing desa di setiap Kabupaten/Kota
mendapatkan materi yang disampaikan
langsung oleh pendamping PKH. Kegiatan
P2K2 yang dilakukan oleh pendamping PKH
dapat diharapkan sebagai upaya untuk
meningkatkan kesadaran para orang tua
khususnya Ibu-ibu yang sedang mengandung
untuk memperhatikan asupan gizi yang
dimakan. Keberhasilan program P2K2 yang
diberikan diperkuat dengan beberapa
penelitian sebelumnya. Penelitian yang dapat
membuktikan keberhasilan program Family
Development Session atau Pertemuan
Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2)
salah satunya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Pambid di Filipina (2017) didapatkan hasil
bahwa melalui program FDS/P2K2 ini
penerima merasakan dampaknya terhadap
pencegahan penyakit pada anak-anak, nutrisi,
dan pengelolaan limbah melalui praktik-praktik
yang tepat (Pambid, 2017 dalam Aguslida, dkk.,
2021). Penelitian lain yang ditulis oleh
Kuntjorowati (2018), bahwa keluarga penerima
manfaat yang yang mengikuti FDS/P2K2 lebih
sadar akan pentingnya kesehatan Ibu dan Anak
karena 93,3% dari jumlah 100 responden pada
saat itu telah berpartisipasi aktif dalam kegiatan
yang diselenggarakan oleh posyandu dan tentu
saja selalu dilaporkan secara berkala kepada
pendamping PKH (Kuntjorowati, 2018).
Peran lain yang dilakukan oleh
pendamping PKH di Kabupaten Tapin untuk
mencegah dan mengurangi fenomena stunting
adalah dengan melakukan sosialisasi atau
penyuluhan mengenai stunting serta
monitoring secara berkala apakah orang tua
rajin mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan
posyandu seperti imunisasi atau tidak. Untuk
pemberian sosialisasi stunting ini biasanya
pendamping PKH bekerja sama dengan pihak
puskesmas atau ahli gizi dalam proses
penyampaiannya namun, dalam keadaan
tertentu pendamping PKH melakukan secara
mandiri dengan memanfaatkan pengetahuan
yang mereka miliki. Pada praktiknya, dalam
mengatasi permasalahan stunting di setiap
daerah yang dilakukan oleh pendamping PKH
pasti hasilnya akan berbeda-beda. Hal tersebut
dapat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya
dari para pendamping dan keterampilan yang
dimiliki oleh pendamping. Selain itu, partisipasi
dari masyarakat khususnya penerima manfaat
dan kondisi lingkungan juga dapat
mempengaruhi keberhasilan berjalannya
program ketika di lapangan.
Konsep Pemberdayaan Keluarga (Family
Empowerment) dalam Masyarakat
Pengembangan masyarakat merupakan
sebuah proses pemberdayaan yang dilakukan
secara sistematis dan terstruktur untuk
memperbesar akses masyarakat guna mencapai
suatu keadaan yang lebih baik dan memperbaiki
kualitas kehidupan. Dijelaskan dalam pasal 1
ayat (3) Undang-undang No.6 tahun 2014 bahwa
pemberdayaan masyarakat desa sebuah upaya
meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian serta kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pengetahuan,
keterampilan, sikap, perilaku, kesadaran,
kemampuan dalam memanfaatkan berbagai
sumber daya melalui penetapan kebijakan,
kegiatan, program, dan pendampingan
masyarakat yang sesuai dengan esensi masalah
dan prioritas dari kebutuhan masyarakat desa
(Utami & Prasetyo, 2020).
Pemberdayaan keluarga miskin atau
keluarga penerima manfaat merupakan salah
satu bagian dari pengembangan masyarakat.
Pemberdayaan keluarga dapat dilakukan tidak
hanya mengandalkan bantuan sosial dari
pemerintah melainkan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan dan atau mengoptimalkan
segala hal baik pengetahuan, potensi maupun
keterampilan yang dimiliki sehingga keluarga
penerima manfaat dapat mandiri dan
berkembang. Menurut M. Anwas (2014) yang
dikutip kembali oleh Purwastuty (2018), konsep
pemberdayaan berkembang dari realitas
keluarga miskin yang tidak berdaya (powerless)
dalam aspek pengetahuan, pengalaman, sikap,
keterampilan, aset usaha, networking, kerja keras
dan lainnya. Melalui pemberdayaan keluarga di
dalam masyarakat, keluarga penerima manfaat
atau sasaran dari pemberdayaan tersebut dapat
mengontrol dan memilih apa yang akan menjadi
kebutuhan hidupnya masing-masing. Dengan
adanya pemberdayaan keluarga, bertujuan
untuk mengoptimalkan kemampuan keluarga,
sehingga memiliki kemampuan efektif untuk
mempertahankan kesejahteraan kehidupan
mereka.
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
24
Perspektif Person in Environment dalam
Melihat Peran Pendamping PKH
Person in Environment atau PIE adalah
suatu holistic model system yang mengidentifikasi
dan mengklasifikasi permasalahan-
permasalahan klien atau pasian dalam
keberfungsian sosial yang didalamnya termasuk
asesmen mengenai individu dan lingkungannya
(Bastari, dkk., 2015). Berdasarkan perspektif
person in environment, fokus dari pendamping
PKH bukan hanya tentang individu sebagai
penerima manfaat tetapi juga tentang kondisi
lingkungan yang berpengaruh terhadap
keberlangsungan hidupnya sehari-hari. Dalam
upaya mengatasi stunting di suatu daerah selain
mengadakan program P2K2 dan mengadakan
sosialisasi mengenai stunting yang bekerja sama
dengan pihak puskesmas, pendamping PKH
juga memiliki tanggung jawab untuk membantu
masyarakat penerima manfaat mengentaskan
masalah stunting yang berasal dari faktor
lingkungan. Pendamping PKH harus mampu
mengidentifikasikan masalah-masalah yang
disebabkan oleh faktor lingkungannya seperti
misalnya, kurangnya sarana air bersih dan
pelayanan kesehatan. Dengan demikian,
pendamping PKH tidak hanya fokus terhadap
keluarga penerima manfaat yang memiliki anak
stunting tetapi juga melihat bagaimana
pengaruh faktor lingkungan terhadap
kehidupan sehari-hari.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
sebagian besar anak yang mengalami stunting
adalah anak yang lahir dari keluarga miskin
yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti
rendahnya pengetahuan Ibu mengenai
kebutuhan gizi anak, kurangnya pemenuhan
gizi yang diberikan kepada anak, kurangnya
kebersihan tempat tinggal baik dari sisi
lingkungan maupun sisi kebersihan air.
Stunting sebagai fenomena sosial yang telah
menjadi permasalahan global merupakan
tanggung jawab seluruh stakeholder mulai dari
stakeholder unit terkecil yaitu keluarga, lembaga
kesehatan, lembaga sosial, pemerintah hingga
masyarakat luas.
Pada hakikatnya, peran dan keterampilan yang
dimiliki oleh pendamping PKH sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan dalam
mengatasi sebuah permasalahan. Salah satu
intervensi yang dapat dilakukan oleh
pendamping PKH dalam menanggulangi
masalah stunting adalah dengan melaksanakan
program Pertemuan Peningkatan Kemampuan
Keluarga (P2K2) untuk memberikan materi
secara langsung mengenai stunting. Dengan
memberikan materi dan pengetahuan umum
lainnya diharapkan keluarga penerima manfaat
dapat menjadi lebih bijak dan mandiri untuk
menyikapi berbagai hal salah satunya yaitu
stunting. Kemudian, diadakannya sosialisasi
dan penyuluhan terkait stunting dengan bekerja
sama oleh pihak kesehatan juga merupakan
salah satu strategi yang dilakukan agar
menciptakan keluarga penerima manfaat yang
berwawasan luas dalam penanggulangan
stunting.
DAFTAR PUSTAKA
Aguslida, Y., Masrul, M., & Firdawati, F. (2021).
Analisis Implementasi Family
Development Session (FDS) tentang
Gizi pada Keluarga Penerima Manfaat
Program Keluarga. JURNAL
KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s
Health Journal), 7(2), 71–86.
https://doi.org/10.33653/jkp.v7i2.497
Agustin, L., & Rahmawati, D. (2021). Hubungan
Pendapatan Keluarga dengan Kejadian
Stunting. Indonesian Journal of Midwifery
(IJM), 4(1), 30.
https://doi.org/10.35473/ijm.v4i1.715
Aryastami, N., & Tarigan, I. (2017). Kajian
Kebijakan dan Penanggulangan
Masalah Gizi Stunting di Indonesia
Policy Analysis on Stunting Prevention
in Indonesia. Buletin Penelitian
Kesehatan, 45(4), 233–240.
Aribowo, & Sutiaputri, L. F. (2019).
IMPLEMENTASI PERTEMUAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN
KELUARGA (P2K2) PROGRAM
KELUARGA HARAPAN (PKH) DI
KOMUNITAS ADAT KAMPUNG
KUTA, DESA KARANG PANINGGAL,
KECAMATAN TAMBAKSARI
KABUPATEN CIAMIS. LINDAYASOS:
Jurnal Ilmiah Perlindungan &
Pemberdayaan Sosial, 01(1).
Badan Litbangkes. (2021). Angka Stunting
Turun di Tahun 2021. Retrieved from
https://www.litbang.kemkes.go.id/an
gka-stunting-turun-di-tahun-2021/
Bastari, Z., Zainuddin, Moch., & Apsari, N. C.
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
25
(2015). PENANGANAN GIZI BURUK
DENGAN PERSPEKTIF PERSON IN
ENVIRONMENT OLEH PEKERJA
SOSIAL. Prosiding Penelitian Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(3).
https://doi.org/10.24198/jppm.v2i3.13
586
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan.
(2022). Prevalensi Stunting 31 Januari
2022. Retrieved from
https://data.kalselprov.go.id/dataset/
data/1012)
Habibullah, H. (2011). PERAN PENDAMPING
PADA PROGRAM KELUARGA
HARAPANDI KABUPATEN
KARAWANG. Sosio Informa, 16(2).
https://doi.org/10.33007/inf.v16i2.956
Illahi, R. K. (2017). Hubungan Pendapatan
Keluarga, Berat Lahir, Dan Panjang
Lahir Dengan Kejadian Stunting Balita
24-59 Bulan Di Bangkalan. Jurnal
Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr.
Soetomo, 3(1), 1.
https://doi.org/10.29241/jmk.v3i1.85
Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2018).
Program Keluarga Harapam (PKH).
Retrieved from
https://kemensos.go.id/program-
keluarga-harapan-pkh
Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2020).
Tinjau Pelaksanaan P2K2, Mensos Beri
Edukasi kepada KPM PKH. Retrieved
from https://kemensos.go.id/tinjau-
pelaksanaan-p2k2-mensos-beri-
edukasi-kepada-kpm-pkh
Kuntjorowati, E. (2018). Pengaruh
Pemberdayaan Keluarga Penerima
Manfaat Program Keluarga Harapan
Melalui Family Development Session.
Jurnak PKS, 17(2), 89–100. Retrieved
from
https://ejournal.kemsos.go.id/index.p
hp/jpks/article/view/1431/846
Lestari, W., Kristiana, L., & Paramita, A. (2018).
Stunting : Studi Konstruksi Sosial
Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan
Terkait Gizi dan Pola Pengasuhan Balita
di Kabupaten Jember. Jurnal Aspirasi,
9(1), 17–33.
https://doi.org/10.22212/aspirasi.v9i1.
985
Nataya, E. J., & S.N, S. (2017). Pemberdayaan
Keluarga Penerima Manfaat Melalui
Program Keluarga Harapan Di
Kelurahan Kelun Kecamatan Kartoharjo
Kota Madiun. Jurnal Sosiologi DILEMA,
32(2), 1–9.
Nasikhah, R., & Margawati, A. (2012). FAKTOR
RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA
BALITA USIA 24 – 36 BULAN DI
KECAMATAN SEMARANG TIMUR.
Journal of Nutrition College, 1(1), 176–184.
https://doi.org/10.14710/jnc.v1i1.738
KEMENKO PMK. (2022). Kejar Targer! Per
Tahun Prevalensi Stunting Harus Turun
3 Persen. Retrieved from
https://www.kemenkopmk.go.id/keja
r-target-tahun-prevalensi-stunting-
harus-turun-3-
persen#:~:text=Berdasarkan%20data%2
0Survei%20Status%20Gizi,penurunan%
20dari%20tahun%2Dtahun%20sebelum
nya.
Purwastuty, I. (2018). Pemberdayaan keluarga
miskin melalui aset komunitas. Mimbar
Kesejahteraan Sosial, 1(November), 1–16.
Retrieved from
https://www.google.com/search?safe
=strict&client=safari&rls=en&sxsrf=AC
YBGNReiD5C3K6-
lT0j14me49uTRTQdww%3A157095941
0068&ei=MvCiXaXuA7vez7sPz7-
ZUA&q=pemetaan+aset+komunitas+ju
rnal+pdf+&oq=pemetaan+aset+komun
itas+jurnal+pdf+&gs_l=psy-
ab.3..33i160l4.1974968.
Rahmawati, E., Kisworo, B. (2017). Peran
Pendamping dalam Pemberdayaan
Masyarakat Miskin melalui Program
Keluarga Harapan. Journal of Nonformal
Education and Community Empowerment.
1(2). Retrieved from
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.
php/jnfc/article/view/16271/10134
Rahmawati, N. F., Fajar, N. A., & Idris, H. (2020).
Faktor sosial, ekonomi, dan
pemanfaatan
posyandu dengan kejadian stunting
balita keluarga miskin penerima PKH di
Palembang. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
17(1), 23.
https://doi.org/10.22146/ijcn.49696
Sofianto, A. (2020). Implementasi Program
Keluarga Harapan (PKH) di Provinsi
Jawa Tengah. Sosio Konsepsia, 10(1).
https://doi.org/10.33007/ska.v10i1.20
91
Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial
ISSN: 2620-3367 (Online) Vol. 5 No. 1 Juli 2022 Hal : 17 - 26
Available Online at jurnal.unpad.ac.id/focus
26
Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan. (2017).
100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk
Intervensi Anak Kerdil (Stunting).
Retrieved from
http://www.tnp2k.go.id/downloads/
100-kabupatenkota-prioritas-untuk-
intervensi-anak-kerdil-stunting-
volume-2