ChapterPDF Available

BAHASA INDONESIA JURNALISTIK

Authors:
  • feri sanjaya

Abstract

Buku ini juga akan memberikan informasi secara lengkap mengenai Definisi Bahasa Jurnalistik, Ragam Bahasa Jurnalistik, Fungsi Bahasa Jurnalistik, Prinsip Bahasa Jurnalistik. Karakteristik Bahasa Jurnalistik, Penggunaan Bahasa Jurnalistik, Penyimpangan Bahasa Jurnalistik, Editor Bahasa Jurnalistik, dan Tips Membuat Karya Jurnalistik.
BAHASA
INDONESIA
JURNALISTIK
Feri Sanjaya, S.Sos,. M.Ikom
@ 2020 all rights reserved. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Kutipan Pasal 72:
Sanksi Pelanggaran Undang-undang Hak Cipta (UU
No. 19 Tahun 2002)
BAHASA INDONESIA
JURNALISTIK
BAHASA INDONESIA JURNALISTIK
Oleh:
F
er
i
Sanja
ya,
S.S
os
,.
M.I
k
om
Perpustakaan Nasional:
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
viii + 167hlm.: ilus.; 21 cm
Pustaka: hlm 165
ISBN: 978-979-xxxxxx
Cetakan Pertama, Agustus 2021
Editor:
Faisal Chaniago
Desain dan Layout:
Suryanda Abdulgani
Diterbitkan
Gibon Books, Jakarta, Oktober 2020
Hak
Cipta
Dilindung
i
Undang-Undang
.
Dilarang mengutip, memperbanyak dan/atau menerjemahkan
sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
BAB 1
BAHASA JURNALISTIK SEBAGAI PENGANTAR
BAB 2
DEFINISI BAHASA JURNALISTIK
BAB 3
RAGAM BAHASA JURNALISTIK
BAB 4
Fungsi Bahasa Jurnalistik
BAB 5
PRINSIP BAHASA JURNALISTIK
BAB 6
KARAKTERISTIK BAHASA JURNALISTIK
BAB 7
Pemakaian Kata, Kalimat Dan Alinea
BAB 8
PENYIMPANGAN BAHASA JURNALISTIK
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
v
vI BAHASA INDONESIA JURNALISTIK
BAB 9
MENJADI EDITOR JURNALIS
BAB 10
MEMBUAT KARYA JURNALISTIK
BAB 11
KESIMPULAN
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2015
TENTANG
PEDOMAN UMUM BAHASA INDONESIA
I. PEMAKAIAN HURUF
133
II. PENULISAN KATA
144
III. PEMAKAIAN TANDA BACA
155
IV. PENULISAN UNSUR SERAPAN
DAFTAR PUSTAKA
S
Kata Pengantar
egala
P
uji
dan
S
yuk
ur
k
ami
panjatk
an
selalu
k
epada
Allah
SW
T
,
Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat, Taufiq, dan Hidayah yang
sudah diberikan sehingga buku panduan yang berjudul “Bahasa
Indonesia Jurnalistik” dapat diselesaikan tepat waktu.
Tujuan dari penulisan buku ini tidak lain adalah untuk membantu para
mahasiswa di dalam memahami tentang Bahasa Indonesia Jurnalistik
bagi mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di bidang Jurnalistik.
Buku ini juga akan memberikan informasi secara lengkap mengenai
Definisi Bahasa Jurnalistik, Ragam Bahasa Jurnalistik, Fungsi Bahasa
Jurnalistik, Prinsip Bahasa Jurnalistik. Karakteristik Bahasa Jurnalistik,
Penggunaan Bahasa Jurnalistik, Penyimpangan Bahasa Jurnalistik, Editor
Bahasa Jurnalistik, dan Tips Membuat Karya Jurnalistik.
Kami sadar bahwa penulisan buku ini bukan merupakan buah hasil kerja
keras sendiri. Ada banyak pihak yang sudah berjasa dalam membantu
di dalam menyelesaikan buku ini, seperti pengambilan data, pemilihan
contoh, dan lain-lain. Maka dari itu, penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan
wawasan dan bimbingan kepada penulis sebelum maupun ketika
menulis buku ajar ini.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
vII
Penulis menyadari bahwa buku yang dibuat masih belum dapat
dikatakan sempurna. Maka dari itu, penulis meminta dukungan dan
masukan dari para pembaca, agar kedepannya dapat lebih baik lagi di
dalam
menulis
sebuah
buk
u
.
Jakarta, 10 Agustus 2021
Penulis
1
BAB
BAHASA
JURNALISTIK
SEBAGAI
PENGANTAR
Sumber
:
google.com
ahasa jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan oleh
wartawan dalam menulis berita di media massa. Demikian bahasa
jurnalistik sering didefinisikan oleh berbagai kalangan.
Karenanya, Bahasa Jurnalistik disebut juga bahasa media, bahasa pers,
dan bahasa suratkabar (newspaper languange). Istilah Inggrisnya adalah
Bahasa Komunikasi Massa (Languange of Mass Communications).
Wartawan profesional tentunya harus menguasai gaya bahasa jurnalistik.
Karenanya, berita yang ditulis nantinya akan ringkas, lugas, mudah
dipahami, dan logis di mata khalayaknya.
Jika ada tulisan wartawan yang tidak enak dibaca dan “boros kata”,
dipastikan sang wartawan belum profesional karena belum menguasai
senjata utama dalam menulis berita.
Bahasa Jurnalistik hadir untuk memberi panduan dalam menyampaikan
informasi secara efektif dan efisien. Khalayak lebih suka naskah berita
ringkas (pendek) ketimbang berita panjang.
Khalayak juga lebih menyukai, lebih tertarik, dan lebih mudah
memahami berita ringkas dan lugas ketimbang yang panjang dan
ber
t
ele
-t
ele
sesuai
dengan
k
aidah
yang
ber
lak
u
.
Berbicara tentang Bahasa Jurnalistik jika dilihat dari asal katanya berasal
dari Bahasa dan Jurnalistik. Bahasa memiliki peranan penting dalam
berkomonikasi. Bahasa yang disampaikan merupakan pesan yang
disampaikan baik antar individu, kelompok, hingga masyarakat secara luas.
B
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
3
Di masyarakat, bahasa sering digunakan dalam berbagai konteks dan
banyak makna, seperti bahasa warna, bahasa bunga, diplomasi, dan
lainnya. Di samping itu, kalangan terbatas membicarakan mengenai
bahasa tulisan, lisan, dan sebagainya.
Bahasa juga memiliki peranan dalam kehidupan, karena selain
digunak
an
sebagai
alat
k
omunik
asi
secara
langsung
,
bahasa
juga
dapat
digunak
an
sebagai
alat
k
omunik
asi
secara
tidak
langsung
,
yak
ni
dalam
bentuk tulisan.
Sehingga, pada dasarnya bahasa merupakan ungkapan ekspresi
karena dengan bahasa manusia dapat menyampaikan isi hati dan
berkomunikasi dengan sesamanya.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman,
bahasa mengalami banyak pengembangan dan variasi. Sehingga
pengembangan bahasa itu sendiri sudah tidak asing lagi bagi negara
manapun dan mempunyai berbagai macam sifat di dalamnya.
Plato menyatakan bahasa adalah pernyataan pikiran seseorang dengan
perantaraan nama benda (onomata) dan ucapan (rhemata) yang
merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
Sementara Ferdinand De Saussure bahasa merupakan ciri pembeda
yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial
merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat berinteraksi dengan manusia,
alat untuk berfikir, serta menyalurkan arti kepercayaan di masyarakat.
Selain sebagai alat komunikasi maupun berinteraksi manusia, bahasa
juga memiliki arti penting sebagai metode pembelajaran pada lingkup
bahasa itu sendiri.
Karena keunikannya, bahasa juga berfungsi sebagai identitas suatu suku
atau bangsa. Mengingat, setiap suku atau bangsa tentunya memiliki
bahasa yang berbeda.
Bahasa memiliki manfaat yang didapat oleh manusia. Di antaranya
menjadi identitas komunikasi resmi suatu negara seperti Bahasa
Indonesia yang memiliki banyak bahasa daerah karena beragamnya
masyarakat sukunya.
Bahasa juga memiliki manfaat sebagai alat pengembangan kebudayaan
dan ilmu pengetahuan. Bahasa juga memiliki manfaat sebagai pengantar
dunia pendidikan mengingat dengan penyampaian menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti maka ilmu pendidikan bisa diterima
dengan baik.
Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena ia
menjadi alat komunikasi yang utama. Sebagai alat komunikasi, bahasa
meliputi kata, kumpulan kata, klausa dan kalimat yang diungkapkan
secara lisan maupun tulisan.
Dengan demikian bahasa dapat dikatakan sebagai sistem komunikasi
manusia yang dinyatakan melalui susunan suara atau ungkapan tulis
yang terstruktur untuk membentuk satuan yang lebih besar, seperti
morfem, kata, dan kalimat.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
5
Bahasa juga merupakan nyawa dalam setiap media massa, baik media
cetak maupun elektronika. Bahasa sebagai alat komunikasi yang efektif
merupakan ekspresi penggunaannya sesuai dengan situasi kebahasaan
yang menuntut.
Atas dasar inilah, maka pepatah mengatakan, “bahasa menunjukkan
bangsa
.
Ar
tin
ya
setiap
media
memilik
i
ragam
bahasa
yang
ber
beda-
beda sesuai dengan khalayak yang ditujunya.
Jurnalistik dilihat dari berbagai literatur sejarahnya merujuk pada Acta
D
iurna
pada
zaman
R
oma
wi
K
uno
,
k
hususn
ya
masa
pemer
intahan
Julius Caesar (100-44 SM). Acta Diurna adalah papan pengumuman
sejenis majalah dinding (mading) atau papan informasi sekarang yang
diletakkan di Forum Romanum agar diketahui oleh banyak orang.
Secara harfiyah, Acta Diurna diartikan sebagai catatan harian atau catatan
publik harian. Acta Diurna awalnya berisi catatan proses dan keputusan
hukum, lalu berkembang menjadi pengumuman kelahiran, perkawinan,
hingga keputusan kerajaan atau senator dan acara pengadilan.
Sumber
:
google.com
Acta Diurna diyakini sebagai produk jurnalistik pertama sekaligus pers,
media massa, atau suratkabar/koran pertama di dunia. Julius Caesar pun
disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.
Kata atau istilah jurnalistik pun berasal dari Acta Diurna itu. Orang yang
menghimpun dan menulis informasi untuk dipublikasikan di Acta
Diurna disebut diurnalis.
Dari kata diurna muncul kata du jour (Prancis) yang berarti “hari dan
journal (Inggris) yang artinya laporan, lalu berkembang menjadi
jour
nalism
atau
journalistic
.
Dalam
bahasa
I
ngg
r
is
,
journalist
ar
tin
ya
orang yang membuat atau menyampaikan laporan.
Sebaga ilmu, jurnalistik juga termasuk dalam bidang kajian ilmu
komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan,
gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud
memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan.
Di era media sosial saat ini, para pengguna media sosial atau pengguna
internet aktif (warganet, warga internet, netizen) juga melakukan aktivitas
jurnalistik dalam pengertian teknis, yakni meliput dan menyebarluaskan
informasi terbaru.
Aktivitas jurnalistik meliputi pengumpulan bahan berita (peliputan),
pelaporan peristiwa (reporting), penulisan berita (writing), penyuntingan
naskah berita (editing), dan penyajian atau penyebarluasan berita
(publishing/broadcasting) melalui media.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
7
Sehingga Roland E. Wolseley menegaskan jurnalistik kegiatan
pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran
informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis
dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada suratkabar, majalah, dan
disiarkan.
Jurnalistik merupakan sebuah proses kegiatan dalam mengolah, menulis,
dan menyebarluaskan berita dan atau opini melalui media massa. Ragam
bahasa pula yang menjadi identitas setiap media, yang dapat membedakan
antara media yang satu dengan media yang lainnya.
Oleh karena itu, setiap wartawan harus memiliki pengetahuan tentang
Bahasa Jurnalistik yang baik dan benar. Media massa Indonesia pada
umumnya menggunakan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Jurnalistik.
Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan
kemajuan yang signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling
bersaing kecepatan sehingga tidak ayal bila si pemburu berita dituntut
kreativitasnya dalam penyampaian informasi.
Penguasaan dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal
yang amat penting manakala terjun dalam profesi ini. Keberadaan
media tidak lagi sebatas penyampai informasi yang aktual kepada
masyarakat, tapi media juga mempunyai tanggung jawab yang berat
dalam menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam
setiap pemberitaannya.
Bahasa Jurnalistik merupakan gaya bahasa yang digunakan wartawan
dalam menulis berita. Sebutan lain bahasa jurnalistik adalah bahasa
media, bahasa pers, dan bahasa koran (newspaper language).
Dengan menggunakan bahasa khas wartawan ini, maka tulisan di
media massa diharapkan menjadi ringkas, padat, mudah dipahami,
efektif, efisien, dan enak dibaca khalayaknya.
Bahasa Jurnalistik membuat tulisan di media komunikatif. Artinya,
langsung menjamah materi atau langsung ke pokok persoalan (straight
to the point), bermakna tunggal, tidak konotatif, tidak berbunga-bunga,
tidak bertele-tele, dan tanpa basa-basi.
Bahasa Jurnalistik juga spesifik, yaitu mempunyai gaya penulisan
tersendiri, yakni kalimatnya pendek-pendek, kata-katanya ringkas dan
jelas, serta mudah dimengerti orang awam (menggunakan bahasa yang
biasa digunakan secara umum).
Dengan demikian, Bahasa Jurnalistik hadir atau diperlukan oleh insan
pers atau awak media untuk kebutuhan komunikasi efektif dengan
pembaca (juga pendengar dan penonton).

BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
9
2
BAB
DEFINISI
BAHASA
JURNALISTIK
Sumber
:
google.com
ada hakikatnya tugas wartawan adalah menginformasikan
kembali bebagai peristiwa yang dilihat, didengar, dan diketahuinya
kepada khalayaknya.
Wartawan media cetak menginformasikan berita melalui tulisan,
wartawan media elektronik-auditif (radio) menginformasikan berita
melalui lisan, dan wartawan media televisi menginformasikan berita
melalui gambar dan suara.
Akan tetapi, bukan berarti wartawan boleh sesuka hati memberi
informasi yang ia tahu. Ada aturannya, salah satunya yakni bahasa.
Bahasa yang digunakan wartawan dalam melaporkan berita lazim
disebut bahasa jurnalistik.
Bahasa Jurnalistik digunakan wartawan dalam menulis beritanya.
Sebutan lain Bahasa Jurnalistik adalah bahasa media, bahasa pers, dan
bahasa koran (newspaper language).
Dengan menggunakan bahasa khas wartawan ini, maka tulisan di
media menjadi ringkas, padat, mudah dipahami, efektif, efisien, dan
enak dibaca. Wartawan dapat meringkas banyak fakta dan memadatkan
makna dalam sebuah kata atau kalimat.
Para ahli dan praktisi media menjelaskan arti Bahasa Jurnalistik. Rosihan
Anwar (1991) menyebutnya sebagai bahasa yang digunakan oleh
wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa media massa.
P
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
11
Bahasa Jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu: singkat, padat, sederhana,
lancer
,
jelas
,
lugas
,
dan
menar
ik
,
selain
didasar
k
an
pada
bahasa
bak
u
,
tidak menganggap sepi kaidah-kaidah tata bahasa, memperhatikan
ejaan yang benar, dan mengikuti perkembangan dalam masyarakat.
Sedangkan Wojowasito (1978) mendefiniskan Bahasa Jurnalistik sebagai
bahasa komunikasi massa yang tampak dalam harian-harian dan
majalah-majalah. Dengan fungsi tersebut bahasa tersebut haruslah jelas
dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran intelek yang minimal.
JS Badudu (1988) juga mengungkapkan bahwa Bahasa Jurnalistik dalam
media massa harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu
menarik perhatian khalayaknya.
Bahasa Jurnalistik digunakan agar sebagian besar masyarakat yang
melek huruf dapat menikmati isinya. Bahasa jurnalistik yang baik haruslah
sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas
susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok.
Sifat-sifat tersebut harus dipenuhi oleh bahasa surat kabar mengingat
bahasa surat kabar dibaca oleh lapisan-lapisan masyarakat yang tidak
sama tingkat pengetahuannya.
Mengingat orang tidak harus menghabiskan waktunya hanya dengan
membaca surat kabar, bahasa jurnalistik harus lugas, tetapi jelas, agar mudah
dipahami. Orang tidak perlu mesti mengulang-ulang apa yang dibacanya
karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar.
AS Haris Sumadiria (2005) menyatakan bahasa pers atau bahasa
jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa yang memiliki sifat khas
yakni: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Sifat-
sifat itulah yang harus diperhatikan dalam menyusun karya jurnalistik.
Oleh karena itu, seorang jurnalis sepatutnya memahami akan karakteristik
bahasa pers, agar pesan yang disampaikan oleh jurnalis dapat mudah
dipahami oleh khalayak.
Bahasa Jurnalistik digunakan oleh para wartawan, redaktur, atau
pengelola media massa dalam menyusun dan menyajikan, memuat,
menyiarkan, dan menayangkan berita serta laporan peristiwa atau
pernyataan yang benar, aktual, penting dan atau menarik dengan tujuan
agar mudah dipahami dan cepat ditangkap maknanya.
Kurniawan Junaedhie (1991) menyatakan bahwa bahasa jurnalistik
digunakan oleh penerbitan pers, mengandung makna informatif,
persuasif, dan yang secara konsensus merupakan kata-kata yang bisa
dimengerti secara umum, harus singkat tapi jelas dan tidak bertele-tele.
Sementara Dewabrata (2004) dalam Suhaemi dan Ruli Nasrullah
menegaskan Bahasa Jurnalistik merupakan bahasa dengan kalimat
yang mengalir lancar dari atas sampai akhir, menggunakan kata yang
merakyat, akrab di telinga masyarakat, tidak menggunakan susunan
yang
k
ak
u
,
f
ormal
dan
sulit
dicer
na.
Susunan kalimat jurnalistik yang baik menggunakan kata yang paling
pas untuk menggambarkan suasana serta isi pesannya. Bahkan nuansa
yang terkandung dalam masing-masing kata pun perlu diperhitungkan.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
13
Dari berbagai definisi di atas, dapat dipahami bahasa jurnalistik adalah
bahasa yang digunakan oleh wartawan untuk menyampaikan informasi
kepada khalayak dan memiliki ciri khusus yaitu singkat, padat, sederhana,
jelas, lugas, dan menarik.
Bahasa jurnalistik itu sendiri memiliki karakter yang berbeda berdasarkan
jenis tulisan yang akan diberitakan.
Namun demikian bahasa jurnalistik tidak meninggalkan kaidah yang
dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia baku dalam hak pemaikaian
kosakata, struktur sintaksis dan wacana. Sering dijumpai beberapa
penyimpangan Bahasa Jurnalistik dibandingkan kaidah bahasa
I
ndonesia
bak
u
.
Bahasa Jurnalistik merupakan salah satu ragam Bahasa Indonesia yang
harus didasarkan pada kaidah-kaidah tata bahasa, ejaan dan tanda baca
yang benar. Hanya saja, bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat tertentu
yang terkait dengan sifat-sifat media massa cetak maupun elektronik.
Mengingat juga bahwa orang tidak harus menghabiskan waktunya
hanya untuk membaca surat kabar. Dengan bahasa yang lugas dan jelas,
orang tidak perlu mengulang apa yang dibacanya karena ketidakjelasan
bahasa yang digunakan dalam media massa itu.
Bahasa merupakan senjata paling ampuh untuk menunjukkan kualitas
produk sebuah media. Di tangan wartawan yang peduli dan mahir
berbahasalah, sebuah peristiwa dapat disulap menjadi berita yang
nyaman dibaca, enak didengar, enak ditonton, dan mudah dimengerti.
Dewabrata (2004) dalam mempelajari Bahasa Jurnalistik dapat
memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah:
1.
Memahami konsep bahasa jurnalistik, mengingat fungsinya sebagai
pemberi informasi kepada publik, atau dapat diartikan sebagai
bahasa komunikasi pengantar pemberitaan yang biasa digunakan
media cetak dan elektronik.
2.
Memahami karakteristik bahasa jurnalistik, mengingat mengingat
media massa dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat yang
tidak sama tingkat pengetahuannya.
3.
Menganalisis kesalahan bahasa jurnalistik, mengingat tidak semua
media massa memahami keinginan khalayak tersebut
4.
Memahami rubrikasi dan implikasinya terhadap bahasa jurnalistik.
mengingat tidak seragamnya penerapan bahasa jurnalistik pada
rubriknya.
5.
Memahami logika bahasa jurnalistik dan menerapkannya daam
kehidupan sehari-hari dan dunia kerja
6.
Mampu memanfaatkan bahasa jurnalistik dalam kepentingan
pembelajaran di sekolah atau perkuliahan.
Sumber
:
google.com
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
15
Begitupula dengan menjadi seorang jurnalis, menurut Ahmad Faizin
Karimi (2017) dalam training sekolah menulis inspirasi, ada manfaat
yang didapat, seperti
:
1.
B
er
pik
ir
H
olistik
.
Ketika seseorang menulis berita, ia dituntut untuk memberikan
informasi yang lengkap mengenai unsur-unsur berita. Ada satu
saja unsur berita yang kurang, itu berarti informasi yang diberikan
belum menyeluruh.
2.
Berpikir Kreatif.
Seringkali dalam satu peristiwa ada banyak media atau wartawan
yang meliput. Agar berita yang diterbitkan tidak terkesan sama
dengan media lain, seorang jurnalis perlu berpikir kreatif. Mencari
sudut pandang (angle) tertentu yang unik.
3.
Berpikir Kritis-sintetis.
Seorang jurnalis yang baik tidak mudah percaya begitu saja ucapan
narasumber. Ia perlu melakukan validasi informasi, baik dengan
melakukan cross-check pada narasumber lain, observasi, maupun
dengan melakukan studi literatur.
4.
Melatih Keingintahuan dan Empati.
Tanpa keingintahuan, seseorang akan sulit menemukan potensi-
potensi berita. Dan tanpa empati, berita yang ia tulis akan cenderung
k
urang
hidup
.
Jur
nalis
yang
baik
memilik
i
k
eing
intahuan
tingg
i
pada setiap hal, dengan mencari tahu maka ia menemukan
informasi-informasi baru yang bagus untuk diberitakan. Jurnalis
yang empati, akan menemukan aspek-aspek kemanusiaan yang
juga kuat untuk menciptakan berita yang menggugah.
5.
Melatih Kepercayaan Diri.
Seorang jurnalis bukanlah mata-mata atau “kuping-kuping”
yang mencuri informasi dari jauh. Ia harus mendekat kepada
sumber berita, mengamati dan bertanya. Untuk itu akan terasah
kepercayaan diri dalam relasi sosialnya.
6.
Membentuk Hubungan Baik.
Tidak mungkin seorang jurnalis bisa memberitakan banyak peristiwa
jika ia tidak punya banyak relasi. Ia bertemu dengan orang-orang
baru, punya kenalan baru sebagai sumber berita sekaligus menjaga
hubungan baik dengan sumber berita lain yang sudah ia kenal
sebelumnya.
7.
B
ersik
ap
Ob
y
ektif
.
Meski jurnalis berhubungan baik dengan sumber berita, ia tetap
harus
ob
y
ektif
.
Dalam
ar
ti
pember
itaannya
faktual
,
tidak
melak
uk
an
pemutarbalikan fakta.
Seringkali orang salah mengira, bahwa belajar jurnalistik hanya soal
membuat berita. Padahal ada banyak manfaat yang bisa kita dapatkan
dengan belajar jurnalistik. Bahkan jurnalistik bisa menjadi metode
melatih logika dan karakter.

BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
17
3
BAB
RAGAM
BAHASA
JURNALISTIK
Sumber
:
google.com
J
urnalistik atau jurnalisme secara etimologis berasal dari kata
journal (Inggris) atau jour (Prancis) yang berarti catatan harian atau
catatan mengenai kejadian sehari-hari atau juga diartikan sebagai
surat kabar harian.
Pada umumnya semua orang sudah mendengar kata-kata jurnalistik.
Jurnalistik atau yang sering kita dengar dengan sebutan wartawan. Ini
erat kaitannya dengan hal ikhwal yang berkaitan dengan pemberitaan
atau penyebarluasan suatu informasi dalam bentuk berita dan jika ingin
menjadi seorang jurnalistik selain dituntut harus kreatif juga dituntut
untuk dapat menguasai kosa kata dalam bahasa dan memahami ragam
bahasa itu sendiri.
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut Chaer (2004) pemakaian,
yang berbeda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan
pembicara, lawan bicara, dan orang-orang yang diajak bicara, dan
menurut medium pembicaraan.
Ragam bahasa yang baik adalah ragam bahasa yang oleh penuturnya
dianggap sebagai ragam bahasa yang baik (mempunyai presentasi
yang tinggi, yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya
ilmiah atau di dalam surat menyurat yang bersifat resmi yang disebut
ragam resmi). (Kridalaksana, 1981)
Ragam bahasa jurnalis haruslah sesuai dengan norma tatabahasa
yang antara lain terdiri atas susunan-susunan kalimat yang benar
dan pemilihan kata yang tepat, bahkan laras bahasa jurnalis itupun
t
er
masuk
dalam
laras
bahasa
bak
u
.
R
agam
jur
nalistik
adalah
bahasa
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
19
yang ringkas penuturannya, padat isinya, dan sederhana bentuknya.
(Poerwadarminta, 1980).
Bahasa jurnalis merupakan bahasa yang khususnya digunakan di surat
kabar dan terealisasi dalam ragam bahasa yang berbeda dengan ragam
bahasa lain. Perbedaan satu ragam bahasa dengan ragam bahasa lain
yang bersifat kuantitatif dan performatif.
Dengan kata lain, ciri teks ragam jurnalistik, khususnya bahasa di surat
kabar berbeda dengan bahasa lain. Teks jurnalistik memiliki berbagai ciri
yang paling dominan, yakni proyeksi, keobjektifan bahasa (khususnya
di dalam berita, kecuali di dalam editorial), kontraksi, dan metafora.
(Saragih, 2005)
1.
Proyeksi merupakan representase pengalaman linguistik ke dalam
pengalaman linguistik lain. (Halliday, 1994) Dalam pemakaian
bahasa memproyeksi suatu sumber diartikan sebagai melaporkan,
mengutip
,
mengulang
,
menilai,
atau
men
yampaik
an
k
embali
ucapan, pendapat, atau pernyataan orang lain.
Proses terjadinya proyeksi mencakup tiga tahap, yaitu:
1)
Tahap pertama dalam dunia kenyataan terjadi peristiwa,
kejadian, atau keadaan seperti gunung meletus, hujan turun,
air bah menggenangi kota, penduduk kelaparan, harga bahan
naik, dll. Semua peristiwa itu disebut realitas.
2)
Tahap kedua semua peristiwa, kejadian atau keadaan itu
yang merupakan fakta direalisasikan ke dalam bahasa melalui
sistem bahasa. Realisasi itu disebut pengalaman linguistik.
Dalam peristiwa pohon diterpa angin dan tumbang realisasi
pengalaman linguistik sebagai representasi peristiwa itu
adalah
P
ohon
k
enar
i
itu
tumbang
.
S
eseorang
yang
ber
nama
Ali atau siapa saja yang mengucapkan kalimat itu disebut
sebagai pemilik pengalaman linguistik itu.
3)
Tahap ketiga pengalaman linguistik Ali tersebut dapat
dinyatakan kembali dalam pengalaman linguistik orang lain
(misalnya Dudi). Dudi merealisasikan pengalaman linguistik
Ali ke dalam pengalaman linguistiknya dengan merujuk Ali
dalam
r
ealisasi
tatabahasa
bak
u
.
Ali
ber
k
ata
,
P
ohon
k
enar
i
itu
tumbang
.
Bentuk tata bahasa baku ini direalisasikan dalam bahasa surat
kabar sebagai berikut.
a.
Ali:
Kenar
i
tumbang
.
b.
K
enar
i
tumbang
,
k
ata
Ali
Kedua kalimat di atas banyak digunakan di surat kabar. Teks 1
dan 2 kelihatan seperti sama, tetapi sesungguhnya berbeda,
teks 2 merupakan klausa tunggal, sedangkan teks 1 merupakan
klausa kompleks.
2.
Bahasa objektif adalah representasi dalam bahasa yang meng-
gambarkan sesuatu pengalaman yang bagi semua khalayak
(addressee) representasi pengalaman linguistik itu (dipandang) sama
seperti yang ditampilkan oleh pemakai bahasa. (Saragih, 2005).
Sebaliknya, bahasa yang subjektif menggambarkan sesuatu
pengalaman (oleh penulisnya) yang berbeda bagi sebanyak orang
atau khalayak dalam memandang atau memahami representasi
pengalaman itu.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
21
Ini berarti bahasa yang subjektif adalah bahasa yang membawa
pertimbangan, sikap, pendapat atau komentar pribadi dari setiap
pemakai bahasa. Klausa gadis itu sangat cantik yang diucapkan
oleh seseorang dapat berarti lain seperti cantik, sikap, rasa, atau
pendapat orang lain.
Kesubjektifan dalam klausa itu disebabkan oleh pemakaian kata
sifat atau epitet cantik. Bahasa yang subjektif atau bahasa dengan
kesubjektifan dikodekan oleh berbagai aspek bahasa yang terdiri
atas lima aspek:
1)
Proses (kata kerja), mental (seperti menyadari, mengetahui,
menyukai, menyenangi),
2)
Epitet (kata sifat atau ekspresi emasional seperti baik, cantik,
cepat, hebat),
3)
Modalitas (seperti mungkin, pasti, harus, bermaksud, wajib,
ser
ing
,
jarang),
4)
Eufemisme/diseufemisme (seperti diamankan, dirumahkan),
dan makna konotatif (seperti beri dia amplop).
Dengan demikian, di dalam pemberitaan kelima unsur bahasa
subjektif itu dihindari atau diminimalkan.
3.
Kontraksi menunjukkan penyingkatan penggunaan kata atau
kalimat. Penggunaan kata terkontraksi senpi (senjata api), ponsel,
balon, jagung, dan sejenisnya merupakan ciri ragam bahasa
jurnalis. Gubsu tetapkan Muhyan sebagai Sekdaprovsu (Waspada,
27 Agustus 2002) juga merupakan bentuk kontraksi dari bentuk
Gubsu
menetapkan
M
uh
yan
sebagai
S
ek
dapr
opsu
.
(Sarag
ih,
2005).
4.
Metafora adalah pembentukan atau penginterpretasikan dari dua
sisi. Bahasa metafora potensial memiliki lebih dari satu arti. Multiarti
itu, khususnya dalam ragam bahasa ragam jurnalistik atau politik,
membuat interpretasi yang bercorak ragam, bahkan bertentangan,
di kalangan pembaca atau politisi dan mempengaruhi konteks
sosial. (Saragih, 2005).
Metafora berasal dari meta- yang berarti setengah, sebagian atau
tidak sepenuhnya bersifat fisik dan fora yang berarti merujuk,
menunjuk
atau
mengacu
,
seper
ti
anaphora
yang
berar
ti
menunjuk
atau mengacu ke depan.
Arti konsep dan fenomena sosial dapat dibentuk atau diterjemahkan
dengan merujuk dua sisi dengan setengahnya ke satu sisi dan
setengahnya lagi ke sisi lain.
Metafora wujud dengan berbagai realisasi yang umumnya
menyatakan arti atau fonomena sosial dilihat dari dua persfektif
(Saragih, 2005). Metafora dapat wujud dengan lima cara:
1)
Metafora leksikal wujud dengan makna kata benda atau
nomina dibandingkan dengan nomina lain seperti dalam
Cobalah buka pintu hatinya dengan pintu sebagaimana
nomina dibandingkan dengan hati sebagai nomina pula.
Cont
oh
lain
adalah
ak
ar
masalah,
lembaran
hidup
,
bunga
bangsa,
lembaran
hidup
.
Metafora leksikal wujud dengan nomina dibandingkan dengan
verba yang terkait atau dapat diturunkan dari nomina lain,
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
23
seperti dalam Dengan tegas dia melontarkan pendapatnya
dalam rapat itu.
Kalimat itu pendapat dibandingkan dengan batu, tetapi tidak
dikatakan pendapat batu, melainkan melontarkan pendapat;
verba melontarkan biasanya terkait dengan atau pendapat
diturunkan dari nomina batu atau benda keras lain; yang biasa
dilontarkan adalah batu atau benda keras lain. Beberapa contoh
lain adalah mencairkan dana, membekukan aset, memanjatkan
doa,
har
ga
membubung
,
memecahkan
masalah.
Metafora leksikal wujud dengan membandingkan nomina
dengan kata sifat atau ajektiva dari atau yang terkait dengan
nomina lain, seperti Kami ingin mengucapkan terima kasih
banyak dengan terima kasih dibandingkan dengan banyak
sebagai
sifat
bilangan
atau
uang
.
Cont
oh
lain
adalah
imig
ran
gelap, masa depan cerah, politik memanas.
2)
Metafora wujud dengan membandingkan dua konsep
sosial atau ideologi dalam dua komunitas. Sebagai contoh,
Presiden Amerika Serikat, R. Nixon pada masa pentakbirannya
dihadapkan ke skandal tuduhan korupsi yang dikenal sebagai
sk
andal
W
ater
gat
e
.
Skandal
itu
menjatuhk
an
P
r
esiden
Amer
ik
a
itu dari jabatan kepresidenan.
Tuduhan korupsi yang diarahkan kepada Presiden Amerika
yang lain, yakni Presiden Bill Clinton disebut Freshwatergate
dengan kata atau morfem gate sebagai penanda metafora.
Konsep atau konstruksi sosial yang dikodekan oleh gate itu
di Indonesia dijadikan atau dimetaforakan menjadi tuduhan
korupsi terhadap Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur
dalam tahun 2000 dengan memberi penanda metafora gate
k
epada
ber
bagai
k
asus
,
seper
ti
Buloggat
e
,
Bor
obudur
gat
e
,
dan
gate yang lain, seperti Golkargate (FKB desak bentuk pansus
Golkargate
Waspada 22 Februari 2001).
Ini berarti bahwa gate sebagai penanda kasus korupsi di
Amerika Serikat dimetaforakan dengan gate yang lain di
Indonesia.
3)
Metafora leksikal dapat wujud dengan penanda bunyi saja.
Biasanya hewan seperti ayam, kucing dan anjing diusir dengan
ucapan hus…, hus…, hus…. Seseorang yang menghalangi
sejumlah anak-anak agar menjauh dari suatu tempat dan
dengan rasa jengkel mengatakan hus…, hus…, hus…,
anak-anak pergi jauh dari sini berarti memetaforakan atau
menyamakan anak-anak itu dengan ayam atau hewan lain
yang biasa diusir dengan bunyi itu.
Ekspresi metafora merupakan sensasional dengan pengertian
metafora memiliki banyak arti (senses). Berbagai arti yang timbul
terentang mulai dari arti yang umum atau lazim diketahui
orang atau masyarakat sampai kepada arti yang sangat spesifik
yang hanya diketahui orang yang mengucapkan metafora itu.
Misalnya, seseorang yang mengatakan, “Dia tersenyum
dapat berarti bahwa si dia itu gembira, sinis, marah, atau
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
25
gila (bila dia tersenyum sendirian).” Senyum dapat berarti
banyak bergantung pada konteks sosial yang ada. Demikian
juga ucapan bahwa kabinetnya seperti keranjang sampah,
Buloggate dapat berarti banyak. Oleh karena itu, reaksi
terhadap ucapan metafora bercorak ragam.
Metafora bermanfaat untuk merealisasikan dan meng-
objektifkan arti yang baru. Arti lebih banyak daripada kata
dalam bahasa karena arti berkembang sejalan dengan
perubahan masyarakat.pertambahan kata jauh lebih lamban
dari pertumbuhan arti. Oleh karena itu, metafora diperlukan
untuk merealisasikan arti yang timbul setiap saat.
Metafora juga berfungsi mengobjektifkan arti. Kalau dikatakan
pemerintahan Presiden Megawati baik, kata baik adalah
subjektif karena yang baik bagi seseorang belumtentu baik
bagi orang lain. Sebagai analogi jika dikatakan Gadis itu cantik,
kalimat itu subjektif. Tetapi kalimat Gadis itu cantik dengan
matanya seperti bintang timur, kecantikan gadis itu telah
diobjektifkan, diukur, atau dioperasionalkan seperti bintang
timur.
Beberapa kata yang sering salah ejaan dalam penulisan secara umum
adalah antara lain
:
1.
Iktikad bukan itikad,
2.
Rezeki bukan rejeki,
3.
Analisis bukan analisa,
4.
Jagat bukan jagad,
5.
Zaman bukan jaman,
6.
Riil bukan riel,
7.
Jenderal bukan jendral,
8.
Asasi bukan azasi,
9.
Guncang
buk
an
goncang
,
10.
Apotek bukan apotik,
11.
Atlet bukan atlit,
12.
Elite bukan elit,
13.
Penasihat bukan penasehat,
14.
Imbau bukan himbau,
15.
Akta bukan akte,
16.
Andal bukan handal,
17.
Antre bukan antri,
18.
Anutan bukan panutan,
19.
Besok bukan esok,
20.
Bus bukan bis,
21.
Cat bukan cet,
22.
Cedera bukan cidera,
23.
Cokelat bukan coklat,
24.
Debit bukan debet,
25.
Diag
nosis
,
buk
an
diag
nosa,
26.
Ekstrem bukan ekstrim,
27.
Embus
buk
an
hembus
,
28.
Februari bukan Pebruari,
29.
Gua bukan goa,
30.
Hafal bukan hapal,
31.
Jaket bukan jeket,
32.
Kaus bukan kaos,
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
27
33.
Konkret bukan konkrit,
34.
Kuitansi bukan kwitansi,
35.
Mal bukan mall,
36.
Malapraktik bukan malpraktik,
37.
Standar
buk
an
standar
d
,
38.
Subjek
buk
an
sub
y
ek
,
39.
Teoretis bukan teoritis,
40.
Wasalam bukan wassalam,
41.
Zaman bukan jaman,
42.
U
tang
buk
an
hutang
,
dan
lain-lain.
(Sarag
ih,
2005)

4
BAB
FUNGSI
BAHASA
JURNALISTIK
Sumber
:
google.com
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
29
B
ahasa juga memiliki peranan dalam kehidupan, karena selain
digunak
an
sebagai
alat
k
omunik
asi
secara
langsung
,
bahasa
juga
dapat digunakan sebagai alat komunikasi secara tidak langsung
yakni dalam bentuk tulisan.
Dilihat dari segi bahasa komunikasi, bahasa dalam teks sastraseperti
halnya dengan bahasa yang digunakan media lain, memiliki unsur-unsur
yang membangun bahasa tersebut, yaitu bunyi bahasa, kata, kelompok
kata (frasa) dan kalimat. Unsur-unsur bahasa tersebut mempunyai
beberapa kekhususan dalam pemakaiannya.
Bahasa Jurnalistik berfungsi sebagai pedoman bagi wartawan untuk
menulis berita di media massa, baik media cetak maupun media
elektronik yang mempunyai aturan yang berlaku sehingga tidak terjadi
kekacauan dan dapat meningkatkan nilai suatu berita.
Di sisi lain, fungsi Bahasa Jurnalistik dapat menjadi ekspresi karena dengan
bahasa manusia dapat menyampaikan isi hati dan berkomunikasi
dengan sesamanya. Diantara fungsi bahasa menurut Haris Sumadiria
(2016) sebagai berikut
:
1.
Alat untuk Menyatakan Ekspresi Diri
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan
secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita.
Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain: agar
menarik perhatian orang lain terhadap kita dan keinginan untuk
membebaskan diri dari semua tekanan emosi.
2.
Alat Komunikasi
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan
tujuan, melahirkan perasaan, dan memungkinkan menciptakan
kerja sama dengan sesamanya. Bahasa mengatur berbagai macam
aktivitas kemasyarakatan, mengarahkan, dan merencanakan masa
depan, memungkinkan manusia menganalisis masa lampau untuk
memetik hasil-hasil yang berguna bagi masa kini dan masa yang
akan datang.
3.
Alat Mengadakan Integrasi dan Adaptasi Sosial
Anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien
melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, memungkinkan
setiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok
sosial yang dimasukinya, melakukan kegiatan kemasyarakatan,
menghindari konflik, untuk memperoleh efisiensin yang setinggi-
tingginya.
Bahasa memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi
tiap individu dengan masyarakat. Melalui bahasa, setiap anggota
masyarakat perlahan-lahan belajar mengenai segala adat-istiadat,
tingk
ah
lak
u
,
dan
tata
k
rama
masyarak
at.
Ia
men
y
esuaik
an
dir
i
(adaptasi) dengan semuanya melalui bahasa.
4.
Alat Mengadakan Kontrol Sosial
Kontrol sosial adalah usaha untu mempengaruhi tingkah laku dan
tindak-tanduk orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka
(overt: yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau diobservasi),
dapat pula bersifat tertutup (covert: yaitu tingkah alku yang tidak
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
31
dapat diobservasi). Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan
baik karena dapat diatur dengan mempergunakan bahasa.
Secara umum bahasa memiliki fungsi personal dan sosial. Fungsi personal
mengacu pada peranan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan
pik
iran
dan
perasaan
setiap
dir
i
manusia
sebagai
mak
hluk
hidup
.
Dengan bahasa, manusia meyatakan berbagai macam ekspresi secara
verbal dan non verbal, keinginan, cita-cita, kesetujuan dan tidak setujuan,
serta rasa suka dan tidak suka.
Adapun fungsi sosial mengacu pada peranan bahasa sebagai alat
komunikasi dan berinteraksi antar individu atau antar kelompok
sosial. Dengan menggunakan bahasa mereka saling menyapa, saling
mempengaruhi, saling bermusyawarah, dan kerja sama.
S
elain
itu
,
dikenal
pula
bahasa
bak
u
,
yak
ni
k
ata
yang
t
elah
dit
entuk
an
dalam satu kaidah tertentu dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Bahasa baku mendukung empat fungsi menurut Hasan Alwi (2010),
yaitu:
1.
Fungsi Pemersatu
Bahasa baku menghubungkan semua penutur berbagai dialek
bahasa dan mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat
bahasa, serta meningkatkan proses identifikasi penutur dengan
masyarakat itu. Bahasa Indonesia ragam tulisan yang diterbitkan di
Jakarta selaku pusat pembangunan agaknya dapat diberi predikat
pendukung fungsi pemersatu.
2.
Fungsi Pemberi Kekhasan
Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku
membedakan bahasa itu sendiri dengan bahasa lain. Karena fungsi
itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian nasional
masyarakat bahasa yang bersangkutan. Banyak orang berpendapat
bahwa bahasa Indonesia berbeda dari bahasa Melayu atau dari
bahasa Melayu di Singapura dan Brunei Darussalam.
3.
Fungsi Pembawa Wibawa
Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang
mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi
lewat perolehan bahasa baku sendiri. Menurut pengalaman, sudah
dapat disaksikan di beberapa tempat bahwa penutur yang mahir
berbahasa Indonesia dengan benar dan baik memperoleh wibawa
di mata orang lain.
4.
Fungsi sebagai Kerangka Acuan
Bahasa baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakain
bahasa dengan adanya norma dan kaidah (yang dikodofikasi) yang
jelas.
Bahasa baku juga menjadi kerangka acuan bagi fungsi estetika
bahasa yang tidak saja terbatas pada bidang susastra, tetapi juga
mencakup segala jenis pemakain bahasa yang menarik perhatian
karena bentuknya khas, seperti di dalam permainan kata, iklan, dan
tajuk berita.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
33
Dalam pandangan Halliday seperti dikutip Alwasiah (2000), fungsi
bahasa mencakup tujuh hal.
1.
Fungsi instrumental, yakni menggunakan bahasa untuk
memperoleh sesuatu. Fungsi bahasa ini dilihat dari segi pendengar
atau lawan bicara. Dalam hal ini bahasa mengatur tingkah laku
pendengar. Di sini bahasa tidak hanya membuat si pendengar
melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan
yang diinginkan si pembicara.
2.
Fungsi regulatori, yakni menggunakan bahasa untuk mengontrol
perilaku orang lain. Fungsi penggunaan bahasa ini digunakan
untuk mempengaruhi sikap atau pikiran/pendapat orang lain,
seperti bujukan, rayuwan, permohonan atau sebagai perintah.
3.
Fungsi interaksional, yakni menggunakan bahasa untuk
menciptakan interaksi dengan orang lain. Fungsi penggunaan
bahasa ini bertujuan untuk menunjang keberadaan manusia
sebagai makhluk sosial yaitu sebagai alat untuk melakukan kontak
sosial dengan orang lain.
4.
Fungsi personal, yakni menggunakan bahasa untuk meng-
ungkapkan perasaan dan makna. Fungsi ini memberi kesempatan
kepada seseorang pembicara untuk mengekspresikan perasaan,
emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam. Dalam
hakikat bahasa perorangan ini jelas bahwa kesadaran, perasaan, dan
budaya turut sama-sama berinteraksi dengan cara yang beraneka
ragam.
5.
Fungsi heuristik, yakni menggunakan bahasa untuk belajar
dan menemukan makna. Fungsi penggunaan bahasa ini untuk
mengungkapkan tabir fenomena dan keinginan mempelajarinya.
Penggunaan bahasa fungsi heuristik dapat berkembang pada masa
anak-anak. Rasa ingin tahu yang besar dalam diri anak menstimulasi
anak untuk mempelajari sesuatu.
6.
Fungsi imajinatif, yakni menggunakan bahasa untuk menciptakan
dunia imajinasi. Bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan
dunia imajinasi. Fungsi ini biasanya untuk mengisahkan cerita·cerita,
dongeng-
dongeng
,
membacakan
lelucon,
atau
menulisk
an
cer
pen,
no
v
el
,
dan
sebagain
ya.
7.
Ketujuh, fungsi representasional, yakni menggunakan bahasa
untuk menyampaikan informasi. Penggunaan bahasa untuk
membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta, dan
pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan dalam pengertian
“menggambarkan” realitas yang terlihat oleh seseorang.
Berdasarkan pandangan Roman Jakobson (1960), fungsi bahasa tertera
dalam bagan berikut ini
:
Sumber
:
Rahmawati, 2017
(fungsi metalinguistik)
KONTAK
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
35
1.
Emotif, yakni fungsi bahasa yang tumpuan pembicaraannya pada
si penutur. Misalnya, mengungkapkan rasa gembira, sedih, terharu
dan lain-lain. Mengungkapkan rasa gembira tampaknya sederhana
dan mudah tetapi jika tidak hati-hati orang akan terjebak pada
sik
ap
r
ia
dan
sombong
.
2.
K
og
nitif
,
yak
ni
fungsi
bahasa
yang
tumpuan
pembicaraann
ya
pada
lawan bicara. Misalnya, berbahasa dengan tujuan agar lawan tutur
tidak
t
ersinggung
atau
agar
la
wan
bicara
senang
.
Bahasa
per
lu
diajarkan kepada siswa agar dalam berbahasa kelak siswa dapat
menghargai perasaan orang lain dan memiliki daya empati yang
tinggi.
3.
Referensial, yakni fungsi bahasa yang tumpuan pembicaraannya
pada konteks pembicaraan. Misalnya, membicarakan suatu per-
masalahan dengan topik tertentu. Keterampilan menjelaskan suatu
topik ini perlu diajarkan sebab dalam kehidupan sehari-hari banyak
kegiatan yang mengharuskan kita untuk menjelaskan sebuah topik.
4.
Puitik, yakni fungsi bahasa yang tumpuan pembicaraannya pada
amanat/pesan. Amanat adalah pesan yang harus dilaksanakan oleh
penerima amanat Misalnya, orang berbahasa untuk menyampaikan
pesan/amanat,
misaln
ya
dalam
berpidat
o
.
5.
Fungsi fatis, yakni fungsi yang berfokus pada upaya memelihara
keberlangsungan komunikasi antara penutur dan mitra tuturnya.
Dalam hidup bermasyarakat, fungsi fatik ini sangat diperlukan agar
tidak
t
erk
esan
sombong
.
6.
Sapaan kepada orang yang lebih muda, seusia, atau orang yang
lebih tua sangat berbeda. Juga perlu mengetahui hal itu dan
mampu
menggunak
ann
ya
sehingga
tidak
t
erk
esan
sombong
.
Misalnya kata ya, ya.
7.
Fungsi metalingual, yakni fungsi yang berfokus pada penggunaan
bahasa untuk membicarakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya kata terbantun itu apa artinya?
Dalam praktiknya, fungsi-fungsi tersebut jarang berdiri sendiri. Antara
satu
fungsi
dengan
fungsi
lain
saling
t
erk
ait
dan
saling
menduk
ung
.
Dengan demikian, suatu tindak berbahasa dapat mengandung lebih
dari satu fungsi.
Fungsi bahasa pada pokoknya adalah fungsi komunikasi disamping
sebagai fungsi ekspresi diri. Komunikasi dan ekspresi ini merupakan dua
fungsi bahasa yang tidak dapat dipisahkan meskipun secara konseptual
dapat dibedakan.
Apabila kedua fungsi tersebut diurutkan menurut prosesnya, maka
fungsi utama adalah fungsi ekspresi, sedangkan fungsi kedua adalah
fungsi komunikasi (Sudiati dan Widyamartaya, 1996).
Dalam prakteknya, fungsi Bahasa Jurnalisitik tergambar dalam 10
Pedoman Penulisan Bahasa Jurnalistik yang dikeluarkan Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI), yakni
:
1.
Wartawan Indonesia secara konsekuen melaksanakan pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Hal ini juga harus
diperhatikan oleh para korektor karena kesalahan paling menonjol
dalam surat kabar sekarang ini ialah kesalahan ejaan.
2.
Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau
akronim. Kalaupun ia harus menulis akronim, maka satu kali ia harus
menjelaskan dalam tanda kurung kepanjangan/akronim tersebut
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
37
supaya tulisannya dapat dipahami oleh khalayak ramai.
3.
Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk
awal atau prefix. Pemenggalan kata awalan me- dapat dilakukan
dalam kepala berita mengingat keterbatasan ruangan. Akan tetapi
pemenggalan jangan sampai dipukulratakan sehingga merembet
pula ke dalam tubuh berita.
4.
Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek.
P
engutaraan
pikirannya
harus
log
is
,
t
eratur
,
lengkap
dengan
k
ata
pokok, sebutan dan kata tujuan (subjek, predikat, objek).
5.
Menulis dengan induk kalimat dan anak kalimat yang mengandung
banyak kata mudah membuat kalimat tidak dapat dipahami, lagi
pula prinsip yang harus dipegang ialah “satu gagasan atau satu ide
dalam satu kalimat”.
6.
Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau
stereotype yang sering dipakai dalam transisi berita seperti kata-
kata sementara itu, dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam
rangka.
7.
Dengan demikian dia menghilangkan monotoni (keadaan atau
bunyi yang selalu sama saja), dan sekaligus dia menerangkan
ekonomi kata atau penghematan dalam bahasa.
8.
Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah
(kata kerja kopula), telah (penunjuk masa lampau), untuk (sebagai
terjemahan to dalam bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of
dalam hubungan milik), bahwa (sebagai kata sambung) dan bentuk
jamak yang tidak perlu diulang.
9.
Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan
campur aduk dalam satu kalimat bentuk pasif (di) dengan bentuk
aktif (me).
10.
Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-
istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa
menggunakannya, maka satu kali harus dijelaskan pengertian dan
maksudnya.
11.
Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata
bahasa.
12.
Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang
komunkatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari
tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik persembahan.

BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
39
5
BAB
PRINSIP
BAHASA
JURNALISTIK
Sumber
:
google.com
B
ahasa jurnalistik adalah bahasa konikasi publik seperti harian
surat kabar dan majalah. Akan tetapi bahasa jurnalistik itu sendiri
fungsinya agar mudah dibaca dengan tingkat intelektual yang
minimal.
Bahasa jurnalistik adalah suatu jenis bahasa yang digunakan oleh media
massa dan sangat berbeda karakteristiknya dengan bahasa sastra,
bahasa ilmu atau bahasa baku pada umumnya.
Ernest Hemingway dalam Rosihan Anwar (1984) mengungkapkan
beberapa prinsip bahasa jurnalistik sebagai pedoman bagi wartawan,
yaitu
:
1.
Menggunakan Kalimat Yang Tidak Panjang
Kalimat yang digunakan dalam bahasa jurnalistik hendaknya kalimat
yang pendek seperti singkat, padat, sederhana, tidak bertele-tele,
lancar, jelas, lugas, dan menarik.
2.
Menggunakan Bahasa Yang Mudah Dipahami
Dalam menyampaikan informasi yang komunikatif dan dapat
dipahami oleh masyarakat luas, wartawan menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi. Caranya adalah dengan tidak
menggunakan berbagai istilah atau kata-kata yang bersifat teknis.
Jika pun harus menggunakan istilah atau kata-kata teknis, harus
disertai dengan penjelasan yang memadai.
3.
Menggunakan Bahasa Sederhana dan Jernih
Salah satu karakteristik sistem komunikasi massa adalah khalayak
yang bersifat luas dan heterogen. Karena itu khalayak media
massa baik media massa cetak maupun elektronik sangatlah luas
dan heterogen. Yang dimaksud dengan heterogen adalah bahwa
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
41
k
halayak
media
massa
memilik
i
ber
bagai
latar
belak
ang
,
minat,
pendidikan, pengetahuan, serta kebiasaan yang berbeda satu sama
lain. Karena itu, wartawan dituntut untuk menulis berita dengan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh berbagai
kalangan yakni bahasa yang sederhana dan jernih.
4.
Tidak Menggunakan Kalimat Majemuk Dalam Bahasa Jurnalistik
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang sifatnya sangat sederhana
kar
ena
han
ya
t
er
dir
i
dar
i
sub
y
ek
,
pr
edik
at,
dan
ob
y
ek
(S-P
-
O).
Contohnya, Budi pergi ke sekolah menggunakan sepeda. Kalimat
tersebut adalah kalimat sederhana, lengkap, dan berdiri sendiri.
Tidak perlu ada penambahan kalimat lain atau anak kalimat lain
yang dapat membuat kalimat menjadi bertele-tele. Kalimat yang
bertele-tele sebaiknya tidak digunakan oleh wartawan dalam
penulisan beritanya.
5.
Menggunakan Bahasa Yang Mengandung Kalimat Aktif
Dalam dunia jurnalistik, kerapkali menggunakan kalimat aktif bukan
kalimat pasif karena dapat membuat berita menjadi lebih hidup
dan bergaya atau menarik.
6.
Menggunakan Bahasa Yang Padat dan Kuat
Dalam bahasa jurnalistik, tidak diperlukan berbagai kata yang
bermakna sama. Kata-kata yang digunakan dalam bahasa jurnalistik
haruslah efisien dalam artian hemat kata-kata.
7.
Menggunakan Bahasa Yang Positif
Dalam penulisan berita, bahasa yang digunakan adalah bahasa
yang positif bukan bahasa yang negatif. Misalnya, seperti dikutip
dari Kompas.com 15/09/2017 tertulis
: “
partainya menolak
wacana perpanjangan masa kerja Pansus Angket KPK
“.
Dari
kalimat tersebut dapat dikatakan bahwa kata “menolak” bersifat
positif dibandingan dengan kata “tidak menginginkan” atau “tidak
menghendak
i
.
Bag
i
war
ta
wan,
sedapat
mungk
in
agar
dalam
menulis berita tidak menggunakan bahasa yang negatif melainkan
bahasa yang positif.
JS Badudu (1988) menyatakan prinsip Bahasa Jurnalistik harus mengacu
pada berikut, yaitu
:
1.
Ringkas
Artinya dalam penulisan berita wartawan harus menghemat kata.
Kata-kata yang sebenarnya dapat dihilangkan dari kalimat sebaiknya
dihilangkan. Menghemat kata dengan sinonim yang lebih pendek.
Beberapa kata Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa
mengorbankan tata bahasa dan jelas arti. Misalnya:
Agar supaya agar, supaya
Akan tetapi
tapi
Apabila bila
Sehingga hingga
Meskipun meski
Walaupun walau
Dari pada dari
Beberapa kata yang mempunyai sinonim yang lebih pendek
misalnya:
Kemudian lalu
Makin kian
Terkejut
kaget
Demikian begitu
Sekarang kini
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
43
2.
Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan
kabur. Jelas di sini mengandung tiga arti, jelas susunan kata atau
kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek
predikat
objek
keterangan (SPOK), jelas sasaran. 38 Untuk mencapai hal tersebut
wartawan hendaknya membatasi membuat singkatan meskipun
lazim digunakan. Penulisan singkatan tidak boleh sering digunakan
karena mengganggu konsentrasi pembaca dalam menangkap
maknanya, kecuali sudah umum.
3.
Tertib
Tertib yaitu patuh terhadap pedoman yang berlaku dalam penulisan
teras berita, yaitu:
1)
Teras berita dengan mengingat sifat bahasa Indonesia, jangan
mengandung lebih dari antara 30 dan 45 kata.
2)
Memperhatikan unsur 5W+1H (apa, siapa, mengapa, bilamana,
dimana dan bagaimana).
3)
M
eng
indahkan
bahasa
bak
u
.
4.
Singkat
Singkat dalam menggunakan kalimat dengan menghilangkan
kata yang mubazir serta memperhatikan tanda baca seperti titik
dan komanya. Rosihan Anwar berkata bahwa buanglah kata-kata
mubazir
seper
ti:
adalah,
bah
wa,
untuk
,
dar
i,
t
elah,
sedang
,
k
emar
in,
atau kuda-kuda, raja-raja, sungai-sungai, dan sebagainya.
5.
Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik, artinya mampu membangkitkan
minat dan perhatian pembaca serta memicu selera pembaca.
Bahasa
jur
nalistik
ber
pijak
pada
prinsip
menar
ik
,
benar
dan
bak
u
.
Untuk mencapai ini dihindarkan ungkapan klise dan hal yang
monoton. Misalnya: dalam rangka, sementara, dan yang lainnya
yang dianggap klise.
Selain itu, terdapat empat prinsip retorika tekstual menurut Leech
(1993), yakni
:
1.
Prinsip Prosesibilitas,
Menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga
mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya.
Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan
:
a.
bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan;
b.
bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya
masing-masing satuan, dan
c.
bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga
macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.
Penyusunan bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa
Indonesia, yang menjadi fakta- fakta harus cepat dipahami oleh
pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak melanggar prinsip
prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun dengan
struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang
tidak penting.
Seperti contoh berikut:
(1)
Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring mengeluarkan
perintah tembak di tempat, bila masyarakat yang membawa
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
45
senjata tajam, melawan serta tidak menuruti permintaan untuk
menyerahkannya. Jadi petugas akan meminta dengan baik. Namun
jika bersikeras dan melawan, terpaksa akan ditembak di tempat
sesuai
dengan
pr
osedur
(K
ompas
,
24/1/99).
(2)
Ketua Umum PB NU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur)
mengadakan kunjungan kemanusiaan kepada Ketua Gerakan
Perlawanan Timor (CNRT) Xanana Gusmao di LP Cipinang, Selasa
(2/2) pukul 09.00 WIB. Gus Dur didampingi pengurus PBNU Rosi
M
unir
dan
staf
Gus
Dur
,
Sastr
o
.
T
urut
juga
Ar
istides
K
att
opo
dan
Maria Pakpahan (Suara Pembaruan, 2/2/99).
Contoh (1) terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan
pesan penting dan kalimat kedua menerangkan pesan kalimat
pertama. Contoh (2) terdiri dari tiga kalimat, yaitu kalimat pertama
menyatakan pesan penting dan kalimat kedua serta kalimat ketiga
menyatakan pesan yang menerangkan pesan kalimat pertama.
2.
Prinsip Kejelasan
Yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar
bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak
mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.
Seperti dalam contoh:
(2)
Ketika mengendarai mobil dari rumah menuju kantornya di
kawasan Sudirman, seorang pegawai bank, Deysi Dasuki, sempat
tertegun mendengar berita radio. Radio swasta itu mengumumkan
bahwa kawasan Semanggi sudah penuh dengan mahasiswa dan
suasananya sangat mencekam (Republika, 24/11/98).
(3)
Wahyudi menjelaskan, negara rugi karena pembajak buku tidak
membayar pajak penjualan (PPN) dan pajak penghasilan (PPH).
Juga
pengarang
,
kar
ena
mer
eka
tidak
mener
ima
r
o
yalti
atas
kar
ya
ciptaannya. (Media Indonesia, 20/4/1997).
Contoh (3) dan (4) tidak mengandung ketaksaan. Setiap
pembaca akan menangkap pesan yang sama atas teks di atas.
Hal ini disebabkan teks tersebut dikonstruksi oleh kata-kata yang
mengandung kata harfiah, bukan kata-kata metaforis.
3.
Prinsip Ekonomi
Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa
harus merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan
mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga
dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang
wacana jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini.
Untuk mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik
dikenal adanya cara-cara mereduksi konstituen sintaksis yaitu
singkatan; elipsis, dan pronominalisasi. Singkatan, baik abreviasi
maupun akronim, sebagai cara mereduksi konstituen sintaktik
banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik.
Seperti dalam contoh:
(4)
Setelah dipecat oleh DPR AS karena memberikan sumpah
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
47
palsu dan menghalang-halangi peradilan, Presiden Bill Clinton
telah menjadi presiden kedua sejak berdirinya Amerika untuk
diperintahkan diadili di dalam senat (Suara Pembaruan, 21/12/98).
(5)
Ketua DPP PPP Drs. Zarkasih Noer menyatakan, segala bentuk
dan usaha untuk menghindari disintegrasi bangsa dari mana pun
atau siapa pun perlu disambut baik (Suara Pembaruan, 21/12/98).
Pada contoh (4) terdapat abreviasi DPR AS. Pada contoh (5) terdapat
abre
viasi
lain
seper
ti
SARA,
GPK
,
O
TB
,
O
T
,
A
MD
,
SDM.
AAK
,
GPK
,
dan
lain-lain.
Terdapat pula berbagai bentuk akronim dengan variasi
pembentukannya walaupun seringkali tidak berkaidah. Misalnya.
C
uranmor
,
C
uras
,
M
iras
,
dan
lain-lain.
Elipsis
merupakan
salah
satu
cara mereduksi konstituen sintaktik dengan melesapkan konstituen
tertentu.
Seperti dalam contoh
:
(6)
AG XII Momentum gairahkan olahraga Indonesia (Suara
Pembaruan, 21/12/98).
(7)
Jauh sebelum Ratih diributkan, Letjen (Pur) Mashudi, mantan
Gubernur Jawa Barat dan mantan Ketua Umum Kwartir Gerakan
Pramuka telah menerapkan ide mobilisasi massa. Konsepnya
memang berbeda dengan ratih (Republika, 223/12/98).
Pada contoh (6) terdapat pelepasan afiks me(N)- pada verba
gairahkan. Pelepasan afiks seperti contoh (7) di atas sering terdapat
pada judul wacana jurnalistik.
Pronominalisasi merupakan cara mereduksi teks dengan
menggantikan konstituen yang telah disebut dengan pronomina.
Pronomina Pengganti biasanya lebih pendek daripada konstituen
terganti.
Seperti dalam contoh
:
(8)
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi
Indonesia (DPP PDI) hasil kongres Medan Soerjadi dan Sekjen Buttu
Hutapea pada hari Minggu (23/8) sekitar pukul 18.30 Wita tiba di
bandara Mutiara, Palu Sulawesi Tengah, dengan diangkut pesawat
k
husus
.
K
eduan
ya
datang
untuk
meng
ik
uti
K
ong
r
es
V
PDI,
dengan
pengawalan ketat langsung menunggu Asrama Haji dan menginap
di
sana.
(K
ompas
,
24/8/98).
(9)
Hendro Subroto bukan militer. Sebagai seorang warga sipil,
jejak pengalamannya dalam beragam mandala pertempuran
merupakan rentetan panjang sarat pengalaman mendebarkan. Ia
hadir ketika Kahar Muzakar tewas disergap pasukan Siliwangi di
perbukitan Sulsel (Kompas,24/8/98).
Pada contoh (8) tampak bahwa keduanya pada kalimat kedua
merupakan pronominalisasi kalimat pertama. Pada contoh (9) kata
Ia
mempr
onominalisasik
an
Hendr
o
Subr
ot
o
,
sebagai
war
ga
sipil
pada kalimat pertama dan kedua.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
49
4.
Prinsip Ekspresivitas
Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini
menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-
aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas
dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan
terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila
ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka peristiwa yang
terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang
terjadi kemudian dipaparkan kemudian.
(10)
Dalam situasi bangsa yang sedang kritis dan berada di
persimpangan jalan, karena adanya benturan ide maupun paham
politik, diperlukan adanya dialog nasional. “Dialog diperlukan untuk
mengubur masa lalu, dan untuk start ke masa depan”. Tutur Prof. Dr.
Nurcholis Madjid kepada Kompas di kediamannya di Jakarta Rabu
(23/12)
(K
ompas
,
24/12/98).
Pada contoh (10) tampak bahwa kalimat pertama menyatakan
sebab dan kalimat kedua mendatangkan akibat.
Wartawan dalam menulis berita baik untuk media cetak maupun media
elektronik, wartawan harus memahami kaidah atau prinsip penggunaan
bahasa jurnalistik. Hal ini diharuskan agar dapat mempermudah
wartawan dalam penulisan berita.
Prinsip bahasa jurnalistik memiliki banyak kriteria. Namun demikian,
sebagai jurnalis tentunya harus memahami dan mempraktekkan prinsip
tersebut dalam penulisan berita. Tentunya diperlukan latihan berbahasa
yang terus menerus, melakukan penyuntingan secara berkala. dengan
demikian barangkali bisa mewujudkan menjadi jurnalis yang bisa
mengisi dahaga para bembacanya.
Bahasa jurnalistik, berada di tengah antara bahasa ilmu dan bahasa
sastra. Bahasa ilmu biasanya penuh fakta, kering dan tidak bergaya,
sementara bahasa sastra biasanya imaginatif dan penuh gaya. Lain
halnya dengan bahasa jurnalistik tetaplah harus berdasarkan pada fakta,
tetapi harus ada gayanya.
Asep Romli (2005) menyatakan bahasa jurnalistik ditulis dengan
mempertimbangkan ruang dan waktu, karena itu unsur kehematan
dan efektifitas sangat penting. Tidak mungkin wartawan menulis untuk
media massa semaunya dengan tidak memperhitungkan ruangan
dan waktu yang tersedia (deadline). Bahasa Jurnalistik juga perlu
memepertimbangkan pasar (pembaca).
Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers pada prinsipnya
merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di
samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa
usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra).

BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
51
6
BAB
KARAKTERISTIK
BAHASA
JURNALISTIK
Sumber
:
google.com
ahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan dalam
media publik yang ditulis dengan beberapa karakteristik untuk
bisa dipahami oleh pembaca secara umum.
R
osihan
An
war
,
menjelask
an
bahasa
yang
digunak
an
war
ta
wan
merupakan pedoman yang dipergunakan dalam menulis berita
sehingga bisa dibaca oleh lapisan masyarakat yang pengetahuannya
sederhana.
Karakteritik Bahasa Jurnalistik menurut As Haris Sumadiria (2016), terdiri
17 ciri utama, yaitu:
1.
Sederhana: dalam hal ini jurnalis harus memilih kata atau kalimat
yang mudah
2.
untuk dipahami oleh khalayak atau pembaca
3.
Singkat: bahasa jurnalistik dilarang bertele-tele, tidak menyulitkan
pembaca
4.
dan langsung menuju kepada pokok pembahasan
5.
Padat: bahasa jurnalistik harus sarat akan informasi, maksudnya
setiap kalimat hendaknya selalu memuat informasi yang penting,
menarik serta layak untuk disajikan kepada pembaca.
6.
Lugas:
setiap
pesan
yang
disajik
an
harus
t
egas
dan
tidak
ambigu
,
agar tidak membingungkan pembaca dalam memahami sebuah
berita yang disampaikan
7.
Jelas: bahasa jurnalistik harus mudah dipahami atau mudah
ditangkap maksudnya
8.
Jernih: tidak menyembunyikan sesuatu yang bersifat negatif
9.
M
enar
ik
:
bahasa
jur
nalistik
hendak
lah
mampu
membangk
itk
an
minat khalayak, memicu selera baca dan memunculkan rasa
B
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
53
penasaran kepada pembaca agar selalu timbul keinginan untuk
terus membaca
10.
Demokratis: bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan maupun
pangkat seseorang. Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun setara,
dalam hal teknik penyajian informasi semuanya diperlakukan sama
11.
Populis: setiap diksi, istilah, kata, maupun kalimat harus akrab di
telinga, mata juga benak pikiran pembaca
12.
Logis: setiap kata, istilah, serta kalimat dalam karya jurnalistik harus
dapat diterima dengan akal sehat
13.
Gramatikal: setiap kata, istilah, juga kalimat dalam bahasa jurnalistik
harus mengikuti kaidah tata bahasa baku
14.
Menghindari kata tutur: bahasa jurnalistik hendaknya menghindari
penggunaan bahasa sehari-hari secara informal
15.
Menghindari kata dan istilah asing: sebaiknya tidak terlalu banyak
menggunakan istilah asing. Selain tidak informatif dan komunikatif,
hal tersebut juga dapat membingungkan pembaca
16.
Pilihan kata (diksi) yang tepat: setiap kata yang dipilih dalam bahasa
jurnalistik hendaklah menggunakan kata yang tepat
17.
Mengutamakan kalimat aktif: kalimat aktif lebih disukai oleh
pembaca ketimbang kalimat pasif
18.
Menghindari kata atau istilah teknis: bahasa jurnalistik hendaknya
harus sederhana, mudah dipahami serta ringan untuk dibaca
19.
T
unduk
k
epada
k
aidah
etik
a:
bahasa
jur
nalistik
harus
bak
u
,
benar
dan baik.
Dengan demikian, dalam etika berbahasa, pers tidak diperbolehkan
untuk menulis kata-kata yang vulgar, tidak sopan, sumpah serapah,
hujatan dan makian. Jurnalis juga tidak diperkenankan untuk menulis
menggunakan kata-kata porno dengan tujuan membangkitkan fantasi
seksual khalayak pembaca.
JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu
singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat
itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat
kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat
pengetahuannya.
Oleh karena itu beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik di
antaranya:
1.
Singkat
Artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang
panjang dan bertele-tele.
2.
Padat
Artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan
informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah
tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-
kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
3.
Sederhana
Artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan
sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks.
Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak
berlebihan pengungkapannya (bombastis)
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
55
4.
Lugas
Artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau
makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang
berbunga-bunga.
5.
Menarik
Ar
tin
ya
dengan
menggunak
an
pilihan
k
ata
yang
masih
hidup
,
tumbuh,
dan
ber
k
embang
.
M
enghindar
i
kata-k
ata
yang
sudah
mati.
6.
Jelas
artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat
dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak
menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda,
menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh
karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang
bermakna denotatif.
Lukas yang diperkuat Suroso (2001) pada Konferensi Internasional
Pengajaran Bahasa Indonesia (KIPBIPA) menjelaskan kriteria bahasa
jurnalistik:
1.
Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan
yang panjang dan bertele-tele;
2.
Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu
menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan
pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5W
1H, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata;
3.
Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat
tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang,
rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana
pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya
(bombastis);
4.
L
ugas
,
ar
tin
ya
bahasa
jur
nalistik
mampu
men
yampaik
an
penger
tian
atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa
yang berbunga-bunga;
5.
M
enar
ik
,
ar
tin
ya
dengan
menggunak
an
pilihan
k
ata
yang
masih
hidup
,
tumbuh,
dan
ber
k
embang
.
M
enghindar
i
kata-k
ata
yang
sudah mati;
6.
Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah
dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur
kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna
yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna
ganda (ambigu).
Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata
yang bermakna denotatif. Namun seringkali kita masih menjumpai
judul berita: Tim Ferrari Berhasil Mengatasi Rally Neraka Paris-Dakar. Jago
Merah Melahap Mall Termewah di Kawasan Jakarta. Polisi Mengamankan
Oknum Pemerkosa dari Penghakiman Massa.
Bahasa jurnalistik adalah laras atau ragam dalam bahasa Indonesia,
seperti juga ada bahasa hukum atau bahasa niaga. Meskipun bahasa
jurnalistik memiliki sejumlah kekhususan, namun bahasa jurnalistik
adalah
bahasa
I
ndonesia
yang
bak
u
,
yang
harus
memper
hatik
an
k
aidah-
k
aidah
yang
ber
lak
u
.
J
adi
bahasa
jur
nalistik
I
ndonesia
t
etap
bahasa
I
ndonesia
yang
bak
u
,
baik
,
dan
benar
.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
57
Meskipun bahasa jurnalistik memiliki sejumlah kekehususan, tetapi ia
bahasa
I
ndonesia
yang
bak
u
,
yang
harus
memper
lihatk
an
k
aidah-k
aidah
yang
ber
lak
u
.
J
adi
bahasa
jur
nalistik
t
etap
bahasa
bak
u
,
baik
dan
benar
.
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak
dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang
demikian itu bahasa jurnalistik itu harus jelas dan mudah dibaca dengan
tingkat ukuran intelektual minimal. penggunaan bahasa jurnalistik.
Sifat-sifat tersebut merupakan hal yang harus dipenuhi oleh ragam
bahasa jurnalistik mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan
masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Dengan kata lain
bahasa jurnalistik dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal.
Hal ini dikarenakan tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk
membaca surat kabar. Oleh karena itu bahasa jurnalistik sangat
mengutamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi
yang dibawa kepada pembaca secepatnya dengan mengutamakan
daya komunikasinya.
Sumber
:
google.com
Implementasi Karakteristik Bahasa Jurnalistik Media Cetak
Indonesia
Aryusmar (2011) menjelaskan implementasi karakteristik bahasa
jurnalistik media cetak indonesia, yakni:
1.
Implementasi karakteristik bahasa jurnalistik yang bersifat singkat,
artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang
panjang dan bertele-tele. Contoh:
Blair
tidak
per
lu
mundur
,
………
Angk
a-angk
a
itu
diper
oleh
dar
i
jajak pendapat YouGov- yang diadakan sehari setelah pemeriksaan
hukum atas kematian David Kelly diistirahatkan selama 10 hari untuk
memberikan kesempatan kepada hakim Lord hutton menentukan
saksi- saksi mata yang harus dipanggil untuk pemeriksaan silang
yang memperlihatkan responden lebih menentang Blair daripada
mendukungnya.
(K
ompas
,
judul
S
eruan
pada
Blair
untuk
M
undur
mak
in
Kuat
”)
Akan
lebih baik jika dibuat dalam beberapa kalimat, misalnya:
Angk
a-angk
a
itu
diper
oleh
dar
i
jajak
pendapat
Y
ouG
o
v
,
yang
memperlihatkan responden lebih menentang Blair daripada
mendukungnya. Jajak pendapat diadakan sehari setelah
pemeriksaan hukum atas kematian David Kelly diistirahatkan 10
hari untuk memberikan kesempatan kepada Hakim Lord Hutton
menentukan saksi-saksi mata untuk pemeriksaan silang.
2.
Implementasi karakteristik bahasa jurnalistik yang bersifat
padat, artinya bahasa Jurnalistik yang singkat itu harus mampu
menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan
pembaca sudah tertampung di dalamnya dengan menerapkan
prinsip
5
W
(
Who
,
What,
Wher
e
,
When,
Wh
y)
+
1
H
(Ho
w),
membuang
kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata. Contoh:
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
59
Gubernur Papua J.P. Salossa mengatakan,kasus kelaparan di
kabupaten Yahukimo bukan kasus yang luar biasa. Menurut dia,
kerawanan pangan di yahukimo sering terjadi karena sejumlah hal,
diantaranya kendala alam, seperti kondisi yang tidak memungkinkan
untuk menanam tanaman pangan.
(Koran Tempo 11 Desember 2005, hlm 1)
3.
Implementasi karakteristik bahasa jurnalistik yang bersifat sederhana,
artinya bahasa jurnalistik sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal
dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit dan
kompleks. Kalimat yang efektif, fraktis sederhana pemakaian kalimatnya,
tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis).
Contoh:
Hadirnya UU system keolahragaan nasional membuat sebagian
besar Kabid Organisasi KONI daerah dan PB/PP yang mengikuti
rapat kerja sehari (24 September) bidang organisasi di KONI pusat
yang dihadiri seperti lesu dasar menanggapi bahasan materi
tentang penyempurnaan AD/ART KONI pusat, penyelenggaraan
PON,
ser
ta
Olympic
S
olidar
it
y
.
(K
ompas
7
Okt
ober
2005,
hal
.
42,
“Jangan Malu Untuk Berkaca”)
Contoh berita di atas dapat dibuat lebih sederhana:
UU system keolahragaan nasional membuat lesu darah 32 Konida
dan 30 pengurus induk organisasi yang haddir pada rapat kerj
bidang organisasi KONI pusat 24 september, mereka tak berminat
membahas penyempurnaan AD/ART KONI Pusat, penyelenggaraan
PON, dan Olympic Solidarity…
Implementasi karakteristik bahasa jurnalistik yang bersifat lugas,
artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau
makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa
yang berbunga-bunga.
Contoh:
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral SUTANTO membantah
berita bahwa jajarannya mengawasi gerak-gerik pesantren di
Indonesia untuk menengah terorisme. Dengan wajah geram,
sutanto mengungkapkan kekecewaannya karena merasa media
terus mengekspos prihal rencana polisi yang ingin mengambil
sidik jari santri sebagai bentuk pengawasan. “kami tidak pernah
mengusulkannya,” kata Sutanto…
(K
oran
T
empo
,
12
D
esember
2005,
hlm.
A5,
“K
epala
P
olisi
Membantah Awasai Pesantren”)
Implementasi karakteristik bahasa jurnalistik yang bersifat menarik,
artinya bahasa jurnalistik harus menggunakan pilihan kata yang
masih
hidup
,
tumbuh,
dan
ber
k
embang
.
M
enghindar
i
kata-k
ata
yang sudah mati.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
61
Contoh:
Dering telepon seluler itu sejenak mengganggu konsentrasi
S
oek
otjo
S
oepar
t
o
,
anggota
k
omisi
Yudisial
.
Apalag
i,
di
la
yar
tak
muncul
nomor
dan
penelpon.
“Sa
ya
P
r
obosut
edjo
,
si
penelpon
memperkenalkan diri. “Saya dengar puitisan sudah keluar, saya tak
menyangka begitu cepat.” Pembicarapun berlanjut. “Intinya, probo
mengadu
dan
meminta
k
omisi
Yudisial
menduk
ung
n
ya
,
k
ata
Soekotjo…
(M
ajalah
T
empo
,
11
D
esember
2005,
hlm
104)
4.
Implementasi karakteristik bahasa jurnalistik yang bersifat jelas,
artinya bahasa jurnalistik harus menyampaikan informasi yang
mudah dipahami oleh khalayak umum (pembacanya). Struktur
kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna
yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna
ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogianya bahasa jurnalistik
menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif.
Contoh:
Ribuan petak sawah di beberapa Kabupaten Pacitan terendam
air akibat hujan deras sekitar 10 jam. Hujan tersebut juga
mengakibatkan tanggul sungai di tiga titik jebol, ratusan rumah
penduduk tergenang air, dan beberap tempat longsor. Tidak ada
korban jiwa dalam peristiwa ini. (Kompas 12 Desember 2005,
hlm.15, “Ribuan Petak Sawah di Pacitan Terendam”)
Dalam mengimplementasikan ke-6 prinsip tersebut Suroso
(2001) pada KIPBIPA IV memberikan pandangan bahwa dalam
penerapannya tentunya diperlukan latihan berbahasa tulis yang
terus-menerus, melakukan penyuntingan yang tidak pernah
berhenti. Dengan berbagai upaya pelatihan dan penyuntingan,
barangkali akan bisa diwujudkan keinginan jurnalis untuk
menyajikan ragam bahasa jurnalistik yang memiliki rasa dan
memuaskan dahaga selera pembacanya.

BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
63
7
BAB
PEMAKAIAN
K
A
T
A
,
K
ALIM
A
T
DAN ALINEA
Sumber
:
google.com
B
ahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena
ia menjadi alat komunikasi yang utama. Sebagai alat komunikasi,
bahasa meliputi kata, kumpulan kata, klausa dan kalimat yang
diungkapkan secara lisan maupun tulisan.
Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis berita utama ada
yang menyebut laporan utama, forum utama -- akan berbeda dengan
bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis tajuk dan feature.
(Sur
oso
,
2001)
Dalam menulis banyak faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik
bahasa jurnalistik karena penentuan masalah, angle tulisan, pembagian
tulisan, dan sumber (bahan tulisan). Namun demikian sesungguhnya
bahasa jurnalistik tidak meninggalkan kaidah yang dimiliki oleh
ragam bahasa Indonesia baku dalam hal pemakaian kosakata, struktur
sintaksis dan wacana.
Karena berbagai keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang, waktu)
maka bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat,
sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Kosakata yang digunakan
dalam bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan bahasa dalam
masyarakat.
Bahasa
jur
nalistik
juga
meng
ik
uti
k
aidah
bahasa
I
ndonesia
bak
u
.
Namun
pemakaian bahasa jurnalistik lebih menekankan pada daya komunikatif
dar
i
penggunaan
k
ata,
kalimat,
dan
alinean
ya.
(Sur
oso
,
2001)
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
65
1.
Pemakaian kata-kata Yang Berkosakata.
Kata merupakan modal dasar dalam menulis. Semakin banyak
kosakata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula gagasan
yang dikuasainya dan sanggup diungkapkannya. Dalam
penggunaan kata, penulis yang menggunakan ragam Bahasa
Jurnalistik diperhadapkan pada dua persoalan yaitu ketepatan
dan kesesuaian pilihan kata. Ketepatan mempersoalkan apakah
pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak
menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis dan
pembaca. Sedangkan kesesuaian mempersoalkan pemakaian kata
yang tidak merusak wacana.
Dari sisi penulis, penulisan disebut efektif jika seluruh ide atau
gagasan dapat disampaikan dengan lengkap; sedang efisien jika
dengan kata yang lebih sedikit dapat menyampaikan ide dengan
jelas. Pilihan kata merupakan kegiatan dalam penulisan yang sangat
berperan dalam mengefektifkan tulisan.
Setidak-tidaknya ada 4 macam kata yang dapat digunakan dalam
menyampaikan ide.
1)
Kelompok pertama adalah kata-kata yang mengacu kepada
pengertian-pengertian yang sederhana karena sangat akrab
dengan inderawi. Kata-kata ini bisa disebut sebagai kata
denotasi,
k
ongk
r
it,
dan
k
husus
.
K
ata
ker
bau
,
batu
,
sak
it,
dan
sebagainya merupakan jenis kata ini.
2)
Kelompok kata kedua adalah kata yang lebih mengacu kepada
perasaan maupun alam pikiran. Biasa disebut sebagai kata-kata
konotasi, abstrak, dan umum. Kata kerbau bisa berkonotasi jika
uraian dikaitkan dengan kebodohan, atau kata demokrasi akan
mengacu kepada gagasan yang luas.
3)
Kelompok kata ketiga adalah ungkapan (“figure of speech”),
ini dapat berupa variasi gabungan kata yang dapat mengacu
kepada makna yang berkonotasi. Diantaranya metafora,
hiperbol, eufisme, dan sebagainya. Suatu kata kongkrit dapat
lebih efektif memasuki alam pikiran pembaca jika dijadikan
ungkapan. Kita bisa mengatakan seseorang bodoh. Tapi
mungkin akan lebih efektif kalau kita sebut orang itu “seperti
kerbau”. Kata kumpul dan kerbau hanya merupakan kata
kongkrit dan denotatif. Tapi kalau sudah disatukan menjadi
“kumpul kerbau” tentulah akan mengacu kepada alam pikiran
yang tidak sekadar mengambil arti, melainkan sudah kepada
sikap, dan perasaan.
4)
Kelompok kata keempat adalah idiom, yaitu sejumlah kata atau
kombinasi kata yang sudah terbentuk lama dalam masyarakat
untuk kemudian dibakukan. Kata-kata sejenis ini sudah tidak
dipertanyakan lagi asal-usulnya. Misalnya kata “terdiri atas” atau
“bergantung pada” sudah merupakan idiom, yang tak perlu
lag
i
diper
tanyak
an
mengapa
harus
beg
itu
.
Dan
kata-k
ata
idiom
tidak bisa diting-galkan begitu saja dengan alasan efisiensi
kalimat. Kalau kita mengatakan “Rombongan Presiden terdiri
atas
ment
er
i
ini
dan
war
ta
wan
itu
….
,
idiom
t
er
dir
i
atas
tidak
mungkin kita hilangkan kata “atas”nya hanya karena alasan
untuk lebih singkat.
2.
Penggunaan Kalimat Efektif.
Kalimat dikatakan
efektif
bila mampu membuat proses
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
67
penyampaian dan penerimaan itu berlangsung sempurna. Kalimat
efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan itu
tergambar lengkap dalam pikiran si pembaca, persis apa yang
ditulis. Keefektifan kalimat ditunjang antara lain oleh keteraturan
struktur atau pola kalimat. Selain polanya harus benar, kalimat itu
harus pula mempunyai tenaga yang menarik.
Bagian terpenting dalam penulisan adalah pembentukan kalimat.
Dalam kegiatan ini akan berhadapan dengan masalah penyusunan
gatra, permutasi gatra, penggunaan kata tugas, dan penyusunan
kalimat majemuk. Gatra adalah satu atau beberapa kata yang
memiliki kedudukan dalam kalimat, semacam subjek,predikat
dan lainnya. Tidak perlu terlalu dipusingkan dengan aturan-aturan
subjek-predikat itu sepanjang tidak menyalahi kaidah bahasa
Indonesia.
Yang perlu ditahui bahwa setiap kalimat selalu akan terdiri atas
kata-kata yang mengandung arti, dan susunannya selamanya akan
merupakan kombinasi sesuatu yang diterangkan, dan sesuatu yang
menerangkan. Apakah itu bernama subjek, predikat, objek, atau
apapun tidak menjadi soal. Yang penting dalam berkomunikasi
menggunakan kata, kata-kata yang akan digunakan selamanya
keluar satu demi satu. Setiap kata yang keluar lebih awal akan
diterangkan dan diberi makna baru oleh kata yang menyusulinya.
Dalam menyusun kalimat, rasanya tidak ada salahnya kita
meng
ingat
k
aidah
yang
paling
k
on
v
ensional
,
yaitu
adan
ya
subjek
dan predikat. Dalam bahasa Indonesia yang paling sederhana,
biasanya kita akan menggunakan pola“subjek diterangkan Predikat”.
Tapi kalau dalam menulis kita terus-menerus menggunakan pola
sederhana itu, agaknya akan membosankan. Karenanya dikenal
permutasi gatra, yaitu menukar-nukar susunan kata, sehingga
tidak hanya menggunakan susunan “subjek diterangkan Predikat”.
Pola inversi semacam ini dapat digunakan sebagai variasi yang
menyebabkan kalimat enak dibaca. Tetapi perlu berhati-hati dalam
penggunaannya, sebab penempatan pola inversi yang tidak tepat,
dapat mengakibatkan berbeda makna.
3.
Penggunaan Alinea/Paragraf Yang Kompak.
Alinea merupakan suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih
tinggi atau lebih luas dari kalimat. Setidaknya dalam satu alinea terdapat
satu gagasan pokok dan beberapa gagasan penjelas. Pembuatan
alinea bertujuan memudahkan pengertian dan pemahaman dengan
memisahkan suatu tema dari tema yang lain.
Paragraf atau alinea merupakan suatu bentuk bahasa yang
biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat.
Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi paragraf,
yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan kepaduan. Kesatuan
berarti seluruh kalimat dalam paragraf membicarakan satu
gagasan(gagasan tunggal). Kepaduan berarti seluruh kalimat
dalam paragraf itu kompak, saling berkaitan mendukung gagasan
tunggal paragraf.
Dalam kenyataannya kadang-kadang menemukan alinea yang
hanya terdiri atas satu kalimat, dan hal itu memang dimungkinkan.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
69
Namun, dalam pembahasan ini wujud alinea semacam itu dianggap
sebagai pengecualian karena disamping bentuknya yang kurang
ideal jika ditinjau dari segi komposisi, alinea semacam itu jarang
dipakai dalam tulisan ilmiah.
Syarat-syarat paragraf adalah kesatuan paragraf, yakni semua kalimat
yang membangun paragraf secara bersama-sama menyatakan
suatu hal atau suatu tema tertenru.Kesatuan di sini tidak boleh
diartikan bahwa paragraf itu memuat satu hal saja. Lalu kepaduan
(koherensi) yakni kekompakan hubungan antara suatu kalimat
dan kalimat yang lain yang membentuk suatu paragraf kepaduan
yang baik tetapi apabila hubungan timbal balik antar kalimat
yang membangun paragraf itu baik, wajar, dan mudah dipahami.
Kepaduan sebuah paragraf dibangun dengan memperhatikan
beberapa hal, seperti pengulangan kata kunci, penggunaan kata
ganti, penggunaan transisi, dan kesejajaran (paralelisme).
Syarat terakhir adanya kelengkapan, yakni suatu paragraf yang
berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang
kalimat topik.Paragraf yang hanya ada satu kalimat topik dikatakan
paragraf yang kurang lengkap.Apabila yang dikembangkan itu
hanya diperlukan dengan pengulangan-pengulangan adalah
paragraf yang tidak lengkap.
Panjang paragraf dalam sebagai tulisan tidak sama, bergantung
pada beberapa jauh/dalamnya suatu bahasa dan tingkat pembaca
yang menjadi sasaran. Panjang paragraf memperhitungkar 4 hal,
yakni penyusunan kalimat topik, penonjolan kalimat topik dalam
paragraf, pengembangan detail-detail penjelas yang tepat, dan
penggunaan kata-kata transisi, frase, dan alat-alat lain di dalam
paragraf.
Unsur-unsur paragraf itu ada empat macam, yaitu transisi, kalimat
t
opik
,
k
alimat
pengem-bang
,
dan
k
alimat
penegas
.
K
eempat
unsur
ini tampil secara bersama-sama atau sebagian, oleh karena itu,
suatu paragraf atau topik paragraf mengandung dua unsur wajib
(katimat topik dan kalimat pengembang), tiga unsur, dan mungkin
empat unsur.
Berdasarkan fungsi dan karangannya, paragraf terdiri atas:
1)
Paragraf Pembuka
Bertujuan mengutarakan suat aspek pokok pembicaraan
dalam karangan. Sebagai bagian awal sebuah karangan,
paragraf pembuka harus di fungsikan untuk menghantar
pokok pembicaraan, menarik minat pembaca, dan menyiapkan
atau menata pikiran untuk mengetahui isi seluruh karangan.
Setelah memiliki ke tiga fungsi tersebut di atas dapat dikatakan
paragraf pembuka memegang peranan yang sangat penting
dalam sebuah karangan. Paragraf pembuka harus disajikan
dalam bentuk yang menarik untuk pembaca. Untuk itu bentuk
berikut ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan menulis paragraf
pembuka,yaitu kutipan, peribahasa, anekdot, pentingnya
pokok pembicaraan, pendapat atau pernyataan seseorang,
uraian tentang pengalaman pribadi, uraian mengenai maksud
dan tujuan penulisan, sebuah pertanyaan.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
71
2)
Paragraf Pengembang
Bertujuan mengembangkan pokok pembicaraan suatu
karangan yang sebelumnya telah dirumuskan dalam alinea
pembuka. Paragraf ini didalam karangan dapat difungsikan
untuk mengemukakan inti persoalan, memberikan ilustrasi,
menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya,
meringkas paragraf sebelumnya, dan mempersiapkan dasar
bagi simpulan.
3)
Paragraf Penutup
Paragraf ini berisi simpulan bagian karangan atau simpulan
seluruh karangan. Paragraf ini sering merupakan pernyataan
kembali maksud penulis agar lebih jelas. Mengingat paragraf
penutup dimaksudkan untuk mengakhiri karangan. Penyajian
paragraf harus memperhatikan bahwa paragraf tidak boleh
terlalu psnjsng, isi paragraf harus berisi simpulan sementara
atau simpulan akhir sebagai cerminan inti seluruh uraian, dan
sebagai bagian yang paling akhir dibaca, disarankan paragraf ini
dapat menimbulkan kesan yang medalam bagi pembacanya.
Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). PUEBI dibentuk
berdasarkan Permendikbud 50/2015. Isi PUEBI diterapkan tidak saja pada
media cetak, tetapi juga pada media online. PUEBI mengatur pemakaian
huruf, penulisan kata, tanda baca dan penulisan unsur serapan.
1.
Pemakaian Huruf
a.
Huruf kapital
1)
Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.
Misalnya: Kegiatan tersebut merupakan agenda tahunan
2)
Huruf kapital di pakaian sebagai huruf pertama unsur
nama orang, termasuk julukan. Misalnya: Gubernur Jambi
Dr. Drs Fachrori Umar, M. Hum
3)
Huruf kapital tidak dipakai sebagai hruruf pertama nama
orang yang merupakan nama jenis atau suatu ukuran.
Misalnya: ikan laga, 10 ampere, 20 volt
4)
Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf
pertama
k
ata
yang
ber
makna
anak
dar
i
seper
ti
bin,
binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas.
M
isaln
ya:
F
itr
i
binti
B
eddu
Aming
,
A
ziz
bin
Salim,
Sinta
boru
sitanggang
,
Samuel
andr
ian
van
Ophuijsen
5)
Huruf kapital dipakai pada awal kalimat atau petikan
langsung
.
M
isaln
ya:
Pramuk
a
cer
das
melalui
media
digital di era milenial
6)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata
nama agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan
kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: Allah, Islam, Alquran,
T
uhan,
Alkitab
,
H
indu
,
K
r
isten,
Budha,
dan
lain-lain.
7)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akademik
yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang
mengkuti nama orang. misalnya: Sutan Imam Husain, Haji
B
eddu
,
D
okt
or
Subhan,
Nabi
M
uhammad
,
dan
lain-lain.
8)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi, serta
nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai
sapaan. Misalnya: selamat datang Ustad, Terimakasih
D
okt
er
,
dan
lain-lain.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
73
9)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang
dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat. Misalnya: Wakil Presiden Kiyai
Haji Mahruf Amin, Gubernur Jambi, Sekretasi Jenderal
Kementrian, dan lain-lain.
10)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa,
suku bangsa, dan bahasa. Misalnya: bangsa Indonesia, suku
Bug
is
,
bahasa
J
a
wa.
Namun
nama
bangsa,
suk
u
bangsa,
dan kata keturunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya: pengindonesiaan kata asing, inggris-inggrisan,
dan lain-lain.
11)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tuhan,
bulan, hari, dan hari besar atau hari raya. Misalnya: tahun baru
Hijriah, bulan Februari, hari raya Idul Fitri, hari Natal, dll
12)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
peristiwa sejarah. Contoh: Perang Dunia II, Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, dll. Huruf pertama peristiwa
sejarah yang tidak dipakai sebagai nama, tidak ditulis
denga n huruf kapital. Misalnya:Soekarno dan Hatta
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia, dll.
13)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama
geografi. Misalnya: Jakarta, Jambi, Amerika Serikat, dll.
Huruf pertama nama geografi yang bukan nama diri dan
nama jenis tidak ditulis dengan huruf kapital. Misalnya:
(nama diri) menyeberangi selat berenang di danau, (nama
jenis) jeruk bali dll. Nama yang disertai nama geografi
dan merupakan nama jenis, dapat dikontraskan atau
disejajarkan dengan nama jenis lalin dalam kelompoknya.
Misalnya: saya mengenal berbagai macam nama gula,
seper
ti
gula
ja
wa,
gula
pasir
,
gula
t
ebu
,
dan
gula
aren.
Berikut bukan nama jenis, misalnya: Dia mengoleksi batik
Jambi, dan batik Pekalongan. PUEBI 2015 menambahkan
c ara pembedaan unsur nama geografi yang menjadi
bagian nama diri (Proper Name) dan nama jenis (Common
Name).
14)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) dalam
nama negeri, lembaga, badan, organisasi atau dokumen,
k
ecuali
k
ata
tugas
,
seper
ti
di,
k
e
,
dar
i,
dan,
yang
,
dan
untuk
.
Misalnya: Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik
Indoesia Nomor 4 Tahun 2010.
15)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata
(termasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam judul
buk
u
,
majalah,
surat
k
abar
,
k
ecuali
k
ata
tugas
yang
tidak
terletak pada posisi awal. Misalnya: Saya membaca surat
k
abar
yang
berjudul
Dira
wat
di
RSUD
R
aden
M
attaher
,
Noval Pengidam Gizi Buruk Butuh Bantuan Pengobatan.
16)
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur
singkatan nama gelar, pengkat, atau sapaan. Misalnya:
S.H
(sarjana
huk
um),
S.K
om.
(sarjana
k
omunik
asi),
Daeng
,
Datuk, dll.
17)
Huruf pertama sebagai huruf kata penunjuk hubungan
kekerabatan. Misalnya:
kapan Bapak pulang
Tanya dina.
Istilah kekerabatan berikut bukan merupakan penyapaan
atau pengacuan. Misalnya: kita harus menyayangi bapak
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
75
dan ibu kita. Kata ganti Anda ditulis dengan huruf awal
kapital. Misalnya: sudahkah Anda tahu?
b.
Huruf Miring
Huruf
mir
ing
dipak
ai
untuk
menulisk
an
judul
buk
u
,
nama
majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan,
termasuk dalam daftar pustaka. Misalnya: Haris Sumadiria,
Jurnalistik Indonesia, menulis berita dan feature panduan
praktis jurnalis professional (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2005), 59-61
Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya: Dalam Bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca, dll.
Huruf miring digunakan untuk menuliskan kata yang
menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing. Misalnya:
Assessment. Ada beberapa yang menjadi catatan dalam
PUEBI sebagai berikut: a. Nama diri seperti nama orang, nama
lembaga,
nama
organisasi
b
.
Dalam
nask
ah
tulisan
tangan
atau mesin ketik, bagian yang seharusnya di cetak miring
cukup di garis bawah. c. Kalimat atau teks berbahasa asing
atau berbahasa daerah yang dikutip secara langsung dalam
t
eks
ber
bahasa
I
ndonesia
ditulis
dengan
huruf
mir
ing
.
C
atatan
PUEBI 015 menggunakan frasa bahasa daerah atau bahasa
asing, sedangkan pedoman ejaan sebelumnya memakai frasa
bukan bahasa Indonesia.
2.
Penulisan Kata
a.
Kata Berimbuhan
1)
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan
dan akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya: mempermudah, perbaikan, kemauan. Imbuhan
yang diserap dari unsur asing, seperti isme, -man, -wan,
atau wi, ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya: seniman, kamerawan, gerejawi, sukuisme.
2)
Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Misalnya: paripurna, prasejarah, subbagian,
tritunggal, tunakarya,biokimia, adibusana, aerodinamika,
dll. Catatan:
a)
Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf
awal kapital atau singkatan yang beurpa huruf kapital
dirangkaikan dengan tanda hubung (-). Misalnya:
non-Indonesia, non-ASEAN, antiPKI, dll.
b)
Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang
mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis terpisah
dengan huruf awal kapital. Misalnya:Meningkatkan
rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Pengasih.
c)
Bentuk maha yang diikuti kata dasar yang mengacu
kepada nama atau sifat Tuhan, kecuali kata esa, ditulis
serangkai Misalnya:Tuhan Yang Mahakuasa yang akan
menentukan arah hidup kita, kepada Allah Tuhan
Yang Maha Esa, dll.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
77
b.
Bentuk Ulang
1)
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung
(-) di antara unsur-unsurnya. Contoh:
a)
Anak-anak
b)
Biri-biri
c)
Lauk-pauk
d)
Berjalan-jalan
e)
Ubur-ubur
f )
Cumi-cumi
g)
Kupi-kupi
h)
Sayur-mayur .
2)
Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang
unsur pertama Contoh:
a.
Surat kabar, berasal dari kata surat-surat kabar
b.
Kapal barang, berasal dari kata kapal-kapal barang
c.
R
ak
buk
u
,
berasal
dar
i
k
ata
rak-rak
buk
u
,
dll
3)
Bila bentuk ulang diberi huruf kapital, misalnya nama diri
atau
judul
buk
u
,
majalah,
dll
,
bentuk
ulang
sempur
na
diberi huruf capital pada huruf pertama tiap unsurnya,
sedangkan bentuk ulang yang lain hanya diberi huruf
capital pada huruf pertama unsur pertamanya.
Contoh:
a.
Ia diberikan tugas makalah yang berjudul
Penerapan
A
sas-
A
sas
Huk
um
P
er
data
.
b.
Ayah pernah berkata Terus-menerus Ramah-
tamah adalah kunci keberhasilan.
c.
Gabungan Kata
1)
Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk,
t
er
masuk
istilah
k
husus
,
ditulis
t
er
pisah.
cont
oh:
Duta
bahasa, Kambing hitam, Rumah sakit jiwa, dll.
2)
Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah
pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung
(-) diantara unsur-unsurnya. Contoh: Bertemu langsung
fachrori (bertemu langsung dengan fachrori)
3)
Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah
jika mendapat awalan atau akhiran. Contoh: garis bawahi
4)
Gabungan kata yang mendapatk awalan dan akhiran
sekaligus ditulis serangkai.Contoh: dilipatgandakan,
menggarisbahwahi, dll.
5)
Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai.
Contoh:apalagi, beasiswa,kilometer
d.
Kata Depan
Kata depan (di, ke, dan dari), ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya. Contohnya: di antara para karyawan.
e.
Partikel
1)
Partikel (-lah, -kah, dan tah) ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya. Contoh: bacalah, apakah, siapakah.
2)
Partikel (pun) ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya,
tatpi
jik
a
merupakan
k
ata
penghubung
,
mak
a
harus
ditulis serangkai. Contoh: apa pun, siapa pun, meskipun,
walaupun, dan lain-lain.
3)
Partikel (per) yang berarti (demi, tiap, mulai) ditulis terpisah.
Contoh: satu per satu, per orang.

BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
79
8
BAB
PENYIMPANGAN
BAHASA
JURNALISTIK
Sumber
:
google.com
M
eskipun telah ada berbagai aturan dalam penulisan karya
jurnalistik di media massa, namun kesalahan maupun pe-
nyimpangan bahasa jurnalistik dapat terjadi. Penyimpangan
tersebut tidak hanya terjadi pada media cetak seperti surat kabar saja,
namun juga sering terjadi pada media elektronik dan juga online.
Hal ini disebabkan karena adanya penguasaan kosakata yang kurang,
pengetahuan kebahasaan yang terbatas, keterbatasan waktu, terlalu
banyak naskah yang perlu dikoreksi, dan lain sebagainya.
Suroso (2001) Berikut lima penyimpangan bahasa jurnalistik yang terjadi
secara umum terjadi di media massa:
1.
Penyimpangan Klerikal (ejaan dan tanda baca).
Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai di dalam media cetak dan
dar
ing
.
K
esalahan
ejaan
juga
t
erjadi
dalam
penulisan
k
ata,
seper
ti
Jumat ditulis Jum’at, khawatir ditulis kuatir, jadwal ditulis jadual, dan
lain-lain. Kesalahan tanda baca dapat dijumpai dalam penggunaan
tanda
titik
,
tanda
k
oma,
tanda
hubung
,
dan
lain-lain.
2.
Penyimpangan Gramatikal, Terdiri Atas:
1)
P
e
yimpangan
M
or
f
olog
is
.
Peyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul berita surat
kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja
tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja
yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan.
Contoh :
“Polisi Tembak Mati Pengedar Narkoba Internasional di Bali.
Pada judul tersebut, awalan pada kata aktif tempat di-
hilangkan dimana seharusnya menggunakan kata me-
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
81
nembak. Jika diperhatikan sekilas memang tidak terdapat
kesalahan, namun dalam penerapan bahasa jurnalistik
dalam penyampaian berita ternyata merupakan bagian
dari penyimpangan maupun kesalahan bahasa.
2)
Kesalahan Sintaksis.
Kesalahan berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat
yang kurang benar sehingga sering menyebabkan munculnya
salah pengertian mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan
kemampuan logika penulis dan editor berita yang kurang
bagus
.
Contoh:
“Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya Ke
Amer
ik
a
S
er
ik
at
.
P
enggunaan
k
alimat
t
ersebut
salah
dan
tidak terstruktur, seharusnya judul tersebut diubah “Hasil
Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika.”
Kasus serupa sering dijumpai baik di koran lokal maupun
koran nasional.
3)
Kesalahan Kosakata
Kesalahan ini biasanya sering dikaitkan dengan alasan ke-
sopanan (eufemisme) maupun meminimalkan dampak buruk
dari pemberitaan.
Contoh:
“Penculikan
Mahasiswa Oleh Oknum Kopasus
itu
Merupakan Pil Pahit bagi TNI.”
Pada judul tersebut, seharusnya kata Pil Pahit diganti
kejahatan.
4)
Kesalahan Ejaan.
Kesalahan ejaan dalam penggunaan bahasa jurnalistik banyak
terjadi pada surat kabar maupun media cetak, media online,
bahkan juga media elektronik seperti radio dan televisi.
Contoh :
“Eks Menpora Imam Nahrawi Ditahan KPK di Jumat
Keramat.”
Pada judul tersebut, kesalahan ejaan yang sering terjadi
diantaranya adalah seperti dalam penulisan kata Jumat
yang ditulis dengan Jum’at, sinkron yang sering ditulis
dengan singkron, khawatir yang ditulis dengan hawatir,
dan banyak lagi yang lainnya.
5)
Kesalahan Pemenggalan.
Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal
penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa
Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa
I
ngg
r
is
.
Hal
ini
sudah
bisa
diantisipasi
dengan
pr
og
ram
pemenggalan bahasa Indonesia.
Contoh :
“Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Jawa Barat, mencatatkan
adanya 388 kasus ba-ru Covid-19 pada Sabtu (7/8/2021).”
Pada berita diatas, seharusnya kata “baru” tidak perlu
dipenggal karena dapat pemakaian kata menjadi tidak
tepat.
3.
P
enyimpangan
S
emantik
.
Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan
(eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan,
bahkan bahasa jurnalistik mengangkat diksi yang berbau sarkasme
atau mengandung unsur kekerasan, atau paling tidak dapat
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
83
menimbulkan suatu pertikaian antarpihak karena bahasa yang
digunakan sangat menyinggung pribadi tertentu. Kosakata yang
menekan
seper
ti
GPK
,
sub
v
ersif
,
akt
or
intelektual
,
esktr
im
k
ir
i,
golongan frustasi, golongan anti pembangunan, dan lain-lain.
4.
Penyimpangan dari Aspek Kewacanaan.
Untuk mengetahui adanya penyimpangan bahasa jurnalistik dari
aspek kewacanaan dari penggunaan bahasa yang dilihat dari
makna bahasa yang berkaitan dengan aktivitas dan sistem-sistem di
luar bahasa. Bahasa jurnalistik merupakan teks wacana dari bentuk
pemakaian bahasa yang diatur dari sosial dan makna budaya,
bukan pada makna semantik (Anwar Efendi, 2007 hal.67). Menurut
Grice (Schiffrin, 1994), makna sosial dan makna budaya ini disebut
makna tidak alamiah (non-natural meaning) atau maksud penutur.
Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah
melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian
kalimat, pilihan kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik
yang baik tercermin dari kesanggupannya menulis paragraf yang baik.
Syarat untuk menulis paragraf yang baik tentu memerlukan persyaratan
menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang berhasil tidak hanya
lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam
isinya. Paragraf menjadi rusak karena penyisipan-penyisipan yang tidak
bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain
ke dalamnya.
Jani Yosef (2009) menyatakan, seorang penulis dan editor berita
seyogyanya memperhatikan pertautan dengan:
1.
Memperhatikan kata ganti;
2.
Gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar; manakala
sudut pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan
fokus dapat dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim
dalam kalimat, pemakaian bentuk aktif atau pasif, atau mengulang
fungsi
k
husus
.
Sedangkan variasi dapat diperoleh dengan
:
1.
Pemakaian kalimat yang berbeda menurut struktur gramatikalnya;
2.
Memakai kalimat yang panjangnya berbeda-beda, dan
3.
Pemakaian urutan unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan
keterangan dengan selang-seling.
Agar penulis mampu memilih kosakata yang tepat mereka dapat
memperkaya kosakata dengan latihan penambahan kosakata dengan
teknik sinonimi, dan antonimi.
Dalam teknik sinonimi penulis dapat mensejajarkan kelas kata yang
sama yang nuansa maknanya sama atau berbeda. Dalam teknik
antonimi penulis bisa mendaftar kata-kata dan lawan katanya. Dengan
cara ini penulis bisa memilih kosakata yang memiliki rasa dan bermakna
bagi pembaca.
Jika dianalogikan dengan makanan, semua makanan memiliki fungsi
sama, tetapi setiap orang memiliki selera makan yang berbeda. Tugas
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
85
jurnalis adalah melayani selera pembaca dengan jurnalistik yang enak
dibaca dan perlu. (Slogan Tempo).
Goenawan Mohamad (1974) dalam Aryusmar (2011) telah melakukan
“revolusi putih” yaitu melakukan kegiatan pemangkasan sekaligus
pemadatan makna dan substansi suatu berita agar menarik.
Berita- berita yang sebelumnya cenderung bombastis bernada heroik-
-karena pengaruh revolusidipangkas habis menjadi jurnalisme sastra
yang menarik dan enak dibaca.
Jurnalisme semacam ini setidaknya menjadi acuan atau model koran
atau majalah yang redakturnya pernah mempraktikkan model jurnalisme
ini sesuai dengan visi dan misi.
Banyak orang fanatik membaca koran atau majalah karena gaya
jurnalistiknya, spesialisasinya, dan spesifikasinya. Ada koran yang secara
khusus menjual rubrik opini, ada pula koran yang mengkhususkan
diri dalam peliputan berita. Ada pula koran yang secara khusus
mengkhususkan pada bisnis dan iklan.
Jika dicermati, sesungguhnya, tidak ada koran yang betul-betul berbeda,
karena biasanya mereka berburu berita pada sumber yang sama. Jurnalis
yang
bagus
,
t
entu
ak
an
men
yiasati
selera
dan
pasar
pembacan
ya.
Suroso (2001) menyatakan, dalam hubungannya dengan prinsip
penyuntingan Bahasa Jurnalistik terdapat beberapa prinsip yang
dilakukan, yakni:
1.
Balancing, menyangkut lengkap-tidaknya batang tubuh dan data
tulisan,
2.
Visi tulisan seorang penulis yang mereferensi pada penguasaan
atas data-data aktual;
3.
Logika cerita yang mereferensi pada kecocokan;
4.
Akurasi data;
5.
Kelengkapan data, setidaknya prinsip 5W 1H;
6.
Panjang
pendek
n
ya
tulisan
kar
ena
k
et
er
batasan
halaman
(Sur
oso
,
2001).
Oleh karena itu diperlukan latihan menulis yang terus-menerus, dan
latihan penyuntingan. Dengan upaya pelatihan dan penyuntingan,
diharapkan seorang jurnalis dapat menyajikan ragam bahasa jurnalistik
yang memiliki rasa dan memuaskan selera pembacanya, pendengarnya,
atau penontonnya.
Walaupun di dunia penerbitan telah ada buku-buku jurnalistik praktis,
namun masih perlu dimunculkan petunjuk akademik maupun teknis
pemakaian bahasa jurnalistik.
Dengan mengetahui karakteristik bahasa pers Indonesiatermasuk
sejauh mana mengetahui penyimpangan yang terjadi, kesalahan dan
kelemahannya, maka akan dapat diformat pemakaian bahasa jurnalistik
yang komunikatif.
Pertanggungjawaban media massa tentang bahasa yang ditulisnya
begitu berat karena media massa juga ikut berperan sebagai sarana
penyebaran dan pembinaan bahasa.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
87
Namun ada beberapa kendala yang menghalangi terwujudnya bahasa
jurnalistik yang baik. Adanya desakan-desakan, tekanan-tekanan, atau
kekecewaan-kekecewaan yang berpengaruh terhadap bahasa jurnalistik
sebagai bahasa surat kabar.
Selain tahu bagaimana berbahasa dengan baik, wartawan juga melihat
adanya jebakan-jebakan yang menjerat.Tetapi meski demikian, mengapa
“terpeleset”juga ke“jurang jebakan”kesalahan itu? Jawabannya menurut
Puryanto (2008) berupa lima kendala utama:
1.
Menulis Dibawah Tekanan Waktu
Kecepatan merupakan salah satu keharusan dalam dunia
jurnalistik. Baik kecepatan dalam penyampaian informasi, maupun
kecepatan dalam menulis naskah berita karena dikejar waktu oleh
tenggat (deadline) yang harus dipatuhi. Sehingga mengakibatkan
penulis tidak punya waktu untuk memperbaiki tulisannya, untuk
memperindah tulisannya dengan pilihan kata-kata yang tepat,
untuk menghilangkan kalimat-kalimat yang tidak perlu agar
tulisannya menjadi lebih baik dan sempurna.
2.
Kemasabodohan dan Kecerobohan
Selain tergesa-gesa, hal lain yang menjadi kendala adalah karena
faktor kemalasan. Kemalasan berfikir maupun mencari kata-
kata atau istilah-istilah yang tepat menjadi faktor yang paling
mempengaruhinya.
Karena orang cenderung mengikuti apa yang sudah dilakukan
orang lain dan tidak mau menciptakan sendiri. Sehingga dengan
adanya sifat malas ini, maka akan timbul sikap masa bodoh yang
kemudian menimbulkan kecerobohan. Para wartawan ceroboh
karena menggunakan istilah-istilah yang yang sudah klise. Dan
tidak ada penyegaran dalam penggunaan diksi.
Kemasabodohan dan kecerobohan juga muncul ketika penulis
berita malas mencari kata-kata yang tepat untuk sesuatu maksud
yang hendak disampaikan. Padahal ini merupakan kunci untuk
menulis dengan baik. Jika bahasa Indonesia digunakan dengan baik
dan benar, maka akan menjadi alat efektif untuk menyampaikan
informasi atau berita.
3.
Tidak Mau Mengikuti Petunjuk
Banyaknya penyimpangan dalam penggunaan ragam bahasa
jurnalistik ini juga dikarenakan petunjuk dalam menggunakan
bahasa tertulis itu tidak diikuti dengan semestinya. Petunjuk dalam
menggunakan bahasa jurnalistik ini yaitu berupa tata bahasa,
kamus, dan pedoman Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), serta
Sepuluh Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers.
4.
Mencontoh Bahasa Public Figure
Dalam dunia jurnalistik, penggunaa kata-kata pada dasarnya akan
menjadi mode karena penggunaannya secara menarik telah diawali
olr
eh
majalah
t
empo
.
I
k
ut
-ik
utan
seper
ti
itu
tidak
dilarang
,
namun
jika kata-kata populer terlalu sering digunakan, maka pesonanya
akan lenyap, dan akan menjadi tidak menarik lagi.
5.
Kesalahan Pemilihan Diksi
Pemilihan kata atau diksi merupakan hal penting dalam menulis,
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
89
terutama dalam menulis berita untuk surat kabar. Ketepatan dalam
memilih kata untuk kalimat yang dibuat harus diperhatikan.
Penggunaan bahasa Indonesia yang rusak dalam media massa
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah perilaku Pusat Bahasa
yang dinilai tidak konsisten dalam menjalankan kebijakan berbahasa
Indonesia yang baik dan benar. Sedangkan faktor internal adalah faktor
yang muncul dari kalangan media massa itu sendiri. Seperti yang
diakibatkan oleh target pasar, kemampuan berbahasa sumber daya
manusia, dan arogansi kalangan pers.
Oleh karena itu, beberapa media massa yang menyadari kekurangan itu
mulai merubah struktur organisasi bagian redaksi mereka. Yaitu dengan
menempatkan editor/redaktur bahasa.
Editor/redaktur bahasa inilah yang akan menjadi polisi bahasa dalam
media massa. Yang akan membantu dalam penyusunan kalimat yang
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan.

9
BAB
MENJADI
EDITOR
JURNALIS
Sumber
:
Instagram Fitri Ramadhani
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
91
S
ecara praktis, jurnalistik adalah disiplin ilmu dan teknik
pengumpulan, penulisan, dan pelaporan berita, termasuk proses
penyuntingan dan penyajiannya. Keterampilan jurnalis modern
atau jurnalis era internet adalah multimedia, sebagaimana tergambar
dalam ilustrasi berikut ini:
Salah satu bidang pekerjaan yang bisa digeluti oleh pegiat bahasa
adalah penyunting atau editor. Biasanya, banyak lulusan sastra dan
pendidikan Bahasa Indonesia yang bekerja sebagai penyunting di
perusahaan, tak terkecuali di media massa.
Asep Syamsul M. Romli (2003) menyatakan, tugas editor adalah
editing
mengedit,
menyunting
,
yak
ni
pr
oses
penentuan,
seleksi, dan perbaikan (koreksi) naskah yang akan dimuat atau
dipublikasikan. Di media massa, editing adalah tugas redaktur.
Editor adalah orang yang bekerja di belakang layar. Dia menyeleksi
dan memperbaiki naskah sebelum dipublikasikan. Tugas jauh
melebihi urusan teknis tulis-menulis, sebetulnya.
Tugas Utama Editor Adalah Sebagai Berikut:
1.
Meminta penulis mengirimkan tulisan tentang kreasi atau
pemikiran-pemikirannya.
2.
Memperbaiki tulisan penulis agar pembaca bias mengerti apa yang
mau disampaikan penulis
3.
Mengedit naskah yang telah diubah sesuai dengan bahasa Ejaan
Yang Disesuaikan (EYD) ataupun bahasa yang sesuai dengan
standarisasi dari penerbit,
4.
Setelah pengeditan naskah selesai, memasukan semua foto atau
gambar serta naskah yang sudah di edit kebagian design grafis
atau
biasa
disebut
S
etter
.
S
etter
ber
tugas
membuat
“La
y
out
,
5.
Mengirimkan naskah yg sudah di layout tersebut kepada penulis,
karena biasanya ada perubahan-perubahan redaksional dari
penulis,
6.
Ketika penulis approve atau setuju dengan layout dan
redaksionalnya. Maka naskah tersebut dikirim kembali ke Redaktur
Pelaksana atau Pimpinan Redaksi untuk approval tata bahasannya,
7.
Setelah approve hasil layout akan masuk ke dalam bagian produksi,
untuk dibuat sparasi filmnya,
8.
Setelah selesai editor harus memastikan film-film tersebut tidak
blur atau sudah siap cetak,setelah selesai film tersebut diberikan
kebagian “Percetakan”. Asep Syamsul M. Romli (2003).
Dalam bekerja, editor memiliki kewajiban yang besar dalam memeriksa
setiap naskah berita yang akan diproduksi (Rusman Latif, 2015).
Kewajiban tersebut yakni:
1.
Memeriksa Akurturasi Kalimat
Tugas editor jurnalistik online tidak jauh berbeda seperti tugas
editor film yang harus bekerja sama dengan tugas kru dalam
filmkarena sangat menekankan ketelitian dalam bekerja. 8 fungsi
editor dalam jurnalistik online yang pertama adalah mereka harus
mengecek setiap berita yang masuk yang diserahkan oleh reporter
yang bertugas di lapangan.
2.
Memeriksa Tata Bahasa
Walaupun kini banyak media jurnalistik online yang menggunakan
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
93
bahasa santai dan tidak baku dalam penyampaian berita, namun
editor tetap harus memeriksa penggunaan tata bahasa yang ada
didalam sebuah berita. Beberapa kata yang biasanya di periksa tata
bahasanya oleh seorang editor adalah alamat, nama orang beserta
jabatan yang dimilikinya, ataupun istilah yang ada dalam bahasa
Indonesia.
3.
Struktur Pelaporan
Secara umum, fungsi editor berbeda dari fungsi administrator
dalam jurnalistik online karena seorang editor harus benar-benar
memeriksa struktur pelaporan yang dibuat oleh reporter sebelum
akhirnya diserahkan kepada administrator untuk dipublikasikan.
Tugas dari seorang editor adalah memastikan bahwa berita yang
akan ditayangkan memiliki struktur yang jelas seperti struktur
piramida terbalik atau sejenisnya sehingga alur pelaporan jelas
serta tidak membuat bingung masyarakat.
4.
Melihat Gaya Penulisan
Salah satu peran media massa adalah memberikan informasi
k
epada
masyarak
at
secara
r
inci
dan
apa
adan
ya.
Namun
t
erk
adang
,
informasi tersebut disampaikan dalam bahasa yang santai bahkan
terkadang terkesan apa adanya. Gaya bahasa merupakan salah
satu pembeda satu media massa dengan media massa lainnya
dan tugas seorang editor adalah menentukan gaya penulisan
dari media massa tempatnya bekerja untuk membedakannya dari
media massa yang lain.
5.
Merencanakan Naskah Yang Akan DIterbitkan
Editor adalah orang yang membuat konsep berita yang akan
disajikan. Bahkan sebelum berita dari reporter yang berada di
lapangan dia dapatkan. Seperti misalnya ketika editor yang harus
menentukan konsep naskah berita tentang fungsi komunikasi
bisnis yang akan disajikan dalam berita bisnis di situs jurnalistik
online mereka.
6.
Menyetujui Postingan Naskah
Positingannaskah yang akan diterbitkan oleh adminstrator harus
melalui persetujuan editor melalui fungsi media komunikasi. Editor
inilah yang menentukan perlu atau tidaknya fungsi emosi dalam
komunikasi massa diterapkan dalam berita yang akan di terbitkan.
7.
Pemberi Saran Pada Desain Cover
Tidak hanya mengatur isi dari sebuah berita yang akan diterbitkan,
ternyata fungsi editor dalam jurnalistik online yang lain adalah
memberikan saran kepada designer dalam pembuatan cover
berita. Hal ini bisa terjadi karena editor lah yang menentukan
struktur berita sehingga editor sangat mengerti berita yang akan
ditayangkan.
Di sebuah koran atau majalah, editor, bersama editor lainnya dalam
dewan redaksi, menentukan arah isi media tersebut. Dari edisi ke edisi,
editor memikirkan, dengan berbagai pertimbangan, isu apa yang
ingin diangkat sebagai isu utama, dan berita yang mana yang akan
ditampilkan sebagai berita “non-utama”.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
95
Ada 3 (tiga) tugas utama dari seorang editor, yakni mencari, memperbaiki
dan menerbitkan naskah atau tulisan atau gambar. Editor beroperasi
sebagai penerbit, artinya editor harus terlibat dalam semua aspek.
Andi Fachruddin (2012) menjelaskan jenjang karir editor ada lima
macam: Copy Editor, Editor, Senior Editor, Managing Editor, Chief Editor.
1.
Copy Editor hanya memiliki kewenangan terhadap teknis suatu
penulisan naskah, misal kesalahan ejaan, bahasa, fakta, data, dan
lain-lain,
2.
Editor adalah seseorang yang melakukan penyuntingan seperti
Editor Film, Editor Suara, Redaktur (Editor Tulisan),
3.
Editor Senior memainkan peran banyak kunci untuk memastikan
bahwa publikasikualitas tertinggi diciptakan. Senior editor
bertanggung jawab untuk administrasi, menulis, merancang dan
distribusi.
4.
Managing Editor adalah Seorang redaktur pelaksana adalah
anggota senior dari tim manajemen sebuah publikasi.
Di media massa, editor adalah hatinurani media, menyelaraskan sebuah
naskah dengan visi, misi, dan rubrikasi media. Secara teknis, ia tegas
dalam penggunaan huruf besar dan singkatan, penggunaan gelar,
tanda baca, ejaan, tata bahasa, pemilihan jenis huruf untuk judul dan
sebagainya.
Dalam alur kerja redaksi, setelah proses liputan selesai, editor mesti
mengecek semua data dan fakta yang ditulis oleh penulis, termasuk
menghindari typo seperti penulisan nama narasumber, nama tempat,
nama organisasi, dan lain-lain.
Akurasi penulisan data berupa angka, termasuk faktor konversi, jika
ada, juga merupakan hal yang harus dijaga oleh editor. Namun, secara
umum, urusan typo nantinya akan dicek ulang oleh tim korektor dan
subeditor (copy editor).
Sumber
:
Kompas.com
Selain data dan fakta, seorang editor harus memastikan bahwa tulisan
yang dihasilkan sudah menggunakan logika yang runut dan konsisten,
dan memiliki alur penceritaan yang tidak memusingkan pembaca dan
menimbulkan pertanyaan.
Jadi, jelas bahwa tugas seorang editor jauh lebih kompleks daripada
yang selama ini mungkin ada dalam benak banyak orang Indonesia.
Karena tugasnya itu, seorang editor harus memiliki tingkat skeptisisme
(keraguan) yang tinggi terhadap segala hal, karena dengan begitu dia
akan tergerak untuk mengecek kebenarannya.
Tidak jarang, editor harus merombak ritme tulisan dari sang penulis,
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
97
mengubah urut-urutan munculnya fakta agar tidak membingungkan
pembaca. Meski demikian, proses penulisan ulang (rewriting) sebisa
mungkin dihindari. Kalaupun terpaksa, yang melakukannya haruslah si
penulisnya sendiri, bukan editor.
Namun demukian, tugas terpentingnya adalah mengedit tulisan sesuai
dengan tata bahasa yang digunakan penerbit. Membiarkan penulis
menulis sesuai dengan ideologI atau pemikiran masing-masing, lalu
memastik
an
bah
wa
tulisan
penulis
tidak
menyangk
ut
suk
u
,
agama
dan
ras atau apapun yang dapat merugikan penerbit.
Editor juga harus mampu mengkoordinasikan tulisan penulis kepada
pimpinan
r
edaksi
pener
bit
apabila
tulisan
t
ersebut
sedik
it
contr
o
v
ersial
,
karena tidak menutup kemungkinan tulisan tersebut akan tetap
dibukukan untuk kepentingan komersil.
Adapun teknik editing secara redaksional menurut Andi Fachruddin
(2012) sebagai berikut:
1.
Mencari kesalahan-kesalahan faktual dan memperbaikinya, di
antaranya kekeliruan salah tulis tentang nama, jabatan, gelar,
tanggal peristiwa, nama tempat, alamat, dan sebagainya.
2.
Memperbaiki kesalahan dalam penggunaan tanda-tanda baca.
3.
Tegas dalam hal-hal seperti penggunaan huruf besar dan singkatan,
penggunaan gelar, tanda baca, ejaan, tata bahasa, pemilihan jenis
huruf
untuk
judul
,
dsb
.
4.
Mengetatkan tulisan atau menyingkat tulisan sesuai dengan ruang
yang tersedia, termasuk membuang atau memotong (cutting)
paragraf yang tidak penting.
5.
Mengganti kata atau istilah yang tidak memenuhi prinsip ekonomi
kata.
6.
Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi, seperti anak
judul (subjudul), di mana diperlukan.
7.
Menulis atau menentukan judul dan lead atau teras berita jika
dipandang perlu.
8.
Di beberapa suratkabar, editing juga termasuk menulis caption
(keterangan gambar) untuk foto dan pekerjaan lain yang
berhubungan dengan cerita yang disunting itu.
Adapun teknik editing secara substansi adalah sebagai berikut:
1.
Memperhatikan apakah naskah berita sudah memenuhi nilai-nilai
jur
nalistik
dan
k
rit
eria
la
yak
muat
aktual
,
faktual
,
penting
,
dan
menarik.
2.
Meneliti apakah naskah berita sudah menaati doktrin kejujuran
(fairness doctrine) serta asas keberimbangan (cover both side). Jika
belum, tugaskan kembali reporter untuk memenuhinya.
3.
Memperhatikan apakah opini, interpretasi, atau penilaian wartawan
lebih menonjol daripada fakta hasil liputan.
4.
Menjaga jangan sampai terjadi kontradiksi dalam sebuah naskah.
5.
Menjaga jangan sampai terjadi penghinaan, arti ganda, dan tulisan
yang memuakkan (bad taste).
6.
Sadar
mengenai
sifat-sifat
umum
t
entang
umur
,
taraf
hidup
,
dan
gaya hidup para pembaca utama korannya, dan menyunting
naskah sesuai dengan sifat umum tersebut.
7.
Memperbaiki tulisan opini (artikel) dengan segala upaya tanpa
merusak cara penulisnya menyatakan pendapatnya. Karenanya,
redaktur harus membaca lebih dahulu seluruh cerita/naskah
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
99
untuk mendapatkan pengertian penuh tentang apa yang berusa
dikatakan oleh si penulis.
8.
Menjaga masuknya iklan terselubung sebagai berita. Dengan
demikian, editing tidaklah semata-mata memotong (cutting)
naskah agar sesuai atau pas dengan kolom yang tersedia, akan
tetapi juga membuat naskah enak dibaca, menarik, dan tidak
mengandung kesalahan faktual. Ia mengubah redaksional naskah
tanpa mengubah makna atau substansinya. Jika perlu, editor
melakukan penulisan ulang (rewriting).
Bagi wartawan atau jurnalis, memahami ilmu dan teknik jurnalistik
tentu merupakan hal yang mutlak. Namun demikian, masyarakat
sebagai pembaca, pendengar, atau pemirsa pun penting mengenal
dan memahami jurnalistik, setidaknya dasar-dasarnya, sehingga tidak
menjadi objek pasif media massa, bahkan bisa menjadi pembaca,
pendengar, dan penonton kritis dan aktif terhadap sajian berita yang
disebarkan media.
Selain editor, peran penyelaras bahasa juga sangat penting dalam
menunjang pekerjaan mengolah data sehari-hari di media massa.
Sosoknya erat dengan kamus yang dipakai untuk menyelaraskan bahasa.
Penyelaras bahasa akan mendata dan mengumpulkan kosakata baru
yang muncul dan tersebar melalui media massa tersebut. Data yang
terkumpul tersebut akan didokumentasikan atau dimasukkan dalam
kamus yang akan disusunnya dengan berbagai ketentuan yang
disesuaikan dengan tujuan penyusunan kamus.
Salah satu ketentuan umum yang sampai saat ini masih berlaku adalah
bahwa suatu kosakata akan masuk menjadi warga lema untuk kamus
apabila sudah termuat dalam tiga terbitan media massa yang berbeda,
misalnya karena berbeda wilayah dan penerbitnya.
Di samping itu, penyelaras bahasa tentu tidak serta merta memasukkan
begitu saja kosakata baru tersebut ke dalam lema kamusnya, tetapi akan
menyesuaikannya dengan aturan atau kaidah kebahasaan yang berlaku
dalam bahasa Indonesia, misalnya kaidah penulisan kata, pelafalan,
morfologi, dan pemakaian kosakata.
Kosakata baru yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah dalam
bahasa Indonesia tidak hanya berbatas pada kosakata yang bersifat
umum, tetapi juga dapat berupa kosakata yang berupa istilah.
Dalam hal itu, kosakata tersebut digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyakat bahasa dalam bidang keilmuan tertentu. Hal
itu perlu mendapat perhatian karena seperti yang dikemukanan oleh
A
smadi
(2008)
per
k
embangan
dunia
dalam
ber
bagai
bidang
,
seper
ti
teknologi, sastra, ekonomi, dan kebudayaan memaksa wartawan untuk
menyelaraskan bahasanya.

BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
101
10
BAB
MEMBUAT
KARYA
JURNALISTIK
Sumber
:
google.com
M
enulis bukanlah praktek yang mudah dilakukan semua orang,
tetapi tidak berarti sulit dipelajari. Praktek adalah kunci utama
seseorang untuk melatih dirinya mampu mengartikulasikan
realitas ke dalam tulisan.
Penguasaan teknik menulis bukanlah jaminan seseorang dapat
dikatakan pandai. Semuanya membutuhkan banyak latihan dan
berkesinambungan. Begitu pula kegiatan jurnalistik yang membutuhkan
ketrampilan dan ketepatan dalam penyajiannya.
Ketrampilan menulis ditentukan kemampuan berpikir penulis yang
sistematik, logik dan dialektis. Kebutuhan tersebut penting karena
karya jurnalistik harus memaparkan pokok persoalannya secara runtut
dan sistemis sehingga dimengerti khalayak. Jika syarat tersebut tidak
terpenuhi maka tulisan tidak fokus dan akan ditinggalkan pembacanya
karena kekaburan makna pesan yang disampaikan.
Hal pokok yang musti dimiliki penulis atau media adalah visi yang jelas
dan pasti ketika mengurai suatu masalah atau realitas ke dalam tulisan.
Visi menjadi panduan yang sangat berharga sehingga memudahkan
dalam penentuan pokok pikiran. Visi juga yang mengarahkan
keberpihakan penulis ketika menempatkan realitas untuk diolah menjadi
karya jurnalistikdalam semua jenis dan bentuk tulisan jurnalistik.
Penguasaan visi dan pokok pikiran menjadikan penulis lancar ketika
mengolah bahan-bahan tulisan.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
103
Berita (news) adalah merupakan laporan peristiwa aktual dan penting.
Berita (news) merupakan produk jurnalistik. Menulis berita adalah
merupakan suatu upaya menyampaikan sebuah informasi maupun
kabar yang mengenai sesuatu kejadian atau hal dalam bentuk tertulis.
Seorang penulis berita yang baik dapat menuliskan sebuah berita
dengan lengkap dan komunikatif. Sehingga pembaca berita dapat
memahami segala sesuatu yang disampaikan dalam berita tanpa
kesulitan serta tanpa adanya kesalahan tafsir. Seorang penulis berita
akan memilih mana peristiwa yang layak untuk dijadikan berita.
Hal tersebut bertujuan agar apa yang dituliskan benar-benar bermanfaat
bagi masyarakat maupun orang pembaca berita. Tentu dalam menulis
berita harus dapat memilih berita yang dapat menambah wawasan dan
pengetahuan.
Berita sudah menjadi konsumsi wajib bagi semua orang sebab dengan
melalui berita bisa mendapatkan berbagai informasi baik itu mengenai
peristiwa terbaru serta perkembangannya.
Berita bisa didapatkan melalui media cetak, elektronik, internet, maupun
sekedar dari mulut ke mulut. Ragam jenis berita yang bisa dibaca juga
beragam yakni mulai dari ragam berita olahraga, ekonomi hingga
politik, dan lain-lain.
Tidak semua peritiswa maupun kejadian yang layak untuk dijadikan berita.
Dalam menulis berita yang perlu diperhatikan okeh penulis berita yakni
bagaimana menulis sebuah berita yang baik, menarik, serta sesuai aturan.
Berikut cara menulis berita menurut A.M. Hoeta Soehoet (2003):
1.
Menemukan Peristiwa Maupun Kejadian Uuntuk Dijadikan Berita.
Berita berisi peristiwa maupun kejadian yang sifatnya aktual serta
penting untuk disebar luaskan, misal
;
peritiwa atau kejadian
kebakaran, bencana alam, serta kejadian mendadak lainnya yang
menarik perhatian umum.
Jika tidak peritiwa maupun kejadian maka perlu dilakukan pencarian
kegiatan-kegiatan maupun peristiwa atau kejadian unik yang
muncul di kalangan masyarakat, seperti berita mengenai pejabat
yang blusukan ke pasar tradisional.
2.
Pencarian Sumber Berita
Ketika peristiwa atau kejadian yang akan dijadikan sebagai berita
telah ditemukan, maka penulis berita perlu mencari sumber
informasi yang tepat agar supaya isi berita akurat, mislanya berita
tentang pencurian, perampokan, kecelakaan dan lain-lain.
Maka dari itu untuk mendapatkan informasi yakni dengan
melakukan wawancara dengan pihak kepolisian terkait, saksi mata,
atau warga setempat/sekitar.
3.
Wawancara, Observasi dan Dokumentasi
Melakukan wawancara perlu dilakukan untuk mendapatkan fakta
mengenai peristiwa maupun kejadian yang terjadi, data korban,
tempat kejadian atau kronologi kejadian serta data korban dan
proses kejadian. Wawancara dilaksanakan melalui tanya jawab
dengan sumber informasi.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
105
Observasi dilakukan dengan dengan mengamati gejala yang
tampak di lokasi kejadian. Sedangkan dokumentasi dilakukan
dengan mencari dan mengumpulkan data yang bersumber dari
buk
u
,
atau
dok
umen
lainn
ya.
4.
Mencatat Hal-Hal Penting
Dalam proses pencarian informasi perlu dilakukan pencatatan hal-
hal yang penting berkenaan dengan berita yang akan ditulis. Dalam
menulis berita berdasarkan susunan teks berita yang telah disusun
dengan prinsip 5W+1H yang juga mengikuti kaidah jurnalistik.
1)
What
:
peristiwa apa yang terjadi.
2)
Who
:
siapa yang terlibat dalam. peristiwa maupun kejadian
tersebut.
3)
Where
:
dimana peristiwa maupun kejadian tersebut terjadi.
4)
When
:
kapan peristiwa maupun kejadian tersebut terjadi.
5)
Why
:
mengapa peritiwa atau kejadian tersebut terjadi.
6)
How
:
bagaimana proses terjadinya peristiwa maupun kejadian.
5.
Membuat Kerangka Berita
Kerangja berita adalah merupakan gambaran kasar bagaimana
informasi yang telah dikumpulkan tersebut akan diramu dalam
sebuah laporan berita. Berita terdiri dari 3 (tiga) unsur yakni judul,
teras, serta kelengkapan atau penjelasan berita.
Model berita yang ditulis juga bisa berupa berita langsung yang
mengemukakan unsur 5W+1H pada awal paragraf (biasanya di alenia
kesatu dan kedua) atau juga berita tidak langsung yang mengemukakan
unsur 5W+1H pada pertengahan hingga akhir paragraf.
6.
Menulis Teras Berita
Teras Berita adalah merupakan alenia pertama sebuah berita. Teras
berita sebaiknya dibuat diringkas, serta sebaiknya diawali dengan
unsur “who” (siapa) dan “what” (apa). Sesuaikan struktur penulisan
dengan kaidah bahasa Indonesia yaitu SPOK (Subjek, Predikat,
Objek, dan Keterangan).
Untuk berita mengenai peristiwa maupun kejadian yang akan
terjadi, unsur waktu dan tempat biasanya ditempatkan di bagian
akhir paragraf. Gunakan seminim mungkin kutipan atau pertanyaan
pada teras berita.
7.
Menulis Isi Berita
Isi berita adalah merupakan detail informasi yang ingin disampaikan
dalam sebuah berita. Isi berita ditulis setelah teras berita. Dalam
penulisan isi berita sebaiknya disusun dalam paragraf-paragraf
pendek yang berisi 3 hingga 5 kalimat.
Usahakan pula agar setiap paragtaf hanya berisi satu ide. Paragraf
tang pendek serta hanya berisi satu ide akan mendorong pembaca
untuk melanjutkan membaca serta memudahkan pembaca untuk
melakukan pemindaian.
8.
Penyuntingan Berita
Penyuntingan Berita dilakukan untuk menghindari kesalahan -
kesalahan penulisan informasi yang mungkin terjadi, seperti ejaan
(nama, lokasi, dan lainnya), tata bahasa, makna kalimat, pembedaan
opini dengan fakta.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
107
Dalam penulisan berita yang akan di publikasikan juga harus
memperhatikan agar tidak melanggar kode etik jurnalistik. Setelah
melakukan revisi sebaiknya di baca kembali berita yang akan
dibuat, kemudian revisi lagi, baca lagi, serta revisi lagi berulang kali
hingga benar-benar yakin bahwa berita yang ditulis tidak memiliki
kesalahan.
9.
Tidak Mengandung Fitnah, Hasutan, dan Kebohongan
Konten berita yang dipublikasikan harus memberikan kemanfaatan
serta perlindungan terhadap publik. Dalam menulis konten berita
dilarang mengandung hal-hal yang bersifat fitnahan, hasutan,
menyesatkan, serta berisi kebohongan atau hoax.
Dalam menulis serta mempublikasikan berita harus diperhatikan
agar isi berita tidak merugikan serta menimbulkan dampak negatif
di masyarakat.
10.
T
idak
M
enonjolk
an
Unsur
Kek
erasan,
S
eksulitas
,
P
erjudian,
Penyalahgunaan Narkotika dan Obat Terlarang.
Berita yang dibuat dan disiarkan kepada publik untuk
mempertimbangkan munculnya kemungkinan ketidaknyamanan
publik, memperhatikan privasi, serta melakukan penggolongan
siaran untuk kepentingan anak.
Oleh sebab itu juga diatur agar dalam pembuatan dan penyiarannya
dilakukan pembatasan terhadap unsur yang bermuatan seksual,
kekerasan, narkotika dan sejenisnya, dan perjudian serta lainnya.
11.
T
idak
M
emper
t
entangkan
Suk
u
,
A
gama,
Ras
atau
G
olongan
Dalam
Penulisan
B
er
ita
diwajibk
an
menghor
mati
per
bedaan
suk
u
,
agama, ras, dan golongan. Baik itu kelompok golongan berdasarkan
perbedaan budaya, usia, gender maupun sosial ekonomi.
Dalam mewujudkan penghormatan, dalam penulisan berita
dilarang mengandung konten yang sifatnya merendahkan,
memper
t
entangkan
atau
melecehk
an
suk
u
,
agama,
ras
,
dan
golongan tertentu. Ketika menyiarkan berita mengenai peristiwa
konflik sekalipun, penulis berita diwajibkan untuk menjaga
independensi dan netralitas.
12.
Tidak Merendahkan Nilai-Nilai Yang Berlaku Dalam Masyarakat
Berita yang dibuat serta diaiarkan kepada publik untuk memper-
timbangkan munculnya kemungkinan ketidaknyamanan publik.
Oleh karena itu dalam dalam penulisan berita yang akan disiarkan
kepada publik perlu menunjukkan sikap menghormati nilai dan
norma, kesopanan, serta kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat.
Penulis berita harus menunjukkan sikap penghormatan terhadap
perbedaan nilai yang ada dalam berita yang dibuatnya.
13.
Tata Bahasa dan Kosokata
Dalam Penyusunan Kalimat gunakan tata bahasa yang sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia (SPOK). Gunakan kata ganti orang
ketiga dalam menggambarkan peristiwa. Dalam penyusunannya
lebih baik menggunakan kalimat aktif dibanding kalimat pasif.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
109
14.
Tanda Baca dan Struktur Kalimat
Tanda baca diperlukan untuk melakukan pemenggalan kalimat.
Pastikan meletakkan tanda baca dengan baik, yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia serta tidak merusak makna kalimat.
Hindari kalimat panjang (maksimal 16 kata). Sebab susunan kalimat
yang pendek akan lebih mudah dimengerti dan enak dibaca
dibanding kalimat yang panjang.
15.
Kutipan dan Atribusi
Kutipan diperlukan untuk memperkuat, menegaskan atau memberi
fakta dalam berita yang dituliskan sedangkan atribuso diperlukan
dalam berita yang bersifat opini.
Jenis Karya Jurnaslitik
Hoeta Soehoet (2003), dalam literatur jurnalistis ada jenis-jenis berita
yakni sebagai berikut:
1.
Straight News (Berita Langsung)
Straight News adalah merupakan jenis berita yang ditulis secara
singkat, padat, dan lugas. Halaman depan surat kabar dan situs
ber
ita
(ne
ws
sit
e
,
online
media)
sebag
ian
besar
ber
isi
straight
news
.
Straight News dibagi lagi menjadi dua jenis berita, yaitu
;
1)
Hard News adalah merupakan berita keras, serius, hangat,
heboh, kadang menegangkan, mengerikan, mengagetkan,
seperti berita politik atau bencana.
2)
Soft News adalah merupakan berita ringan, tidak terlalu serius,
seperti berita selebritis, info artis, kabar dari dunia hiburan,
wisata, peluncuran produk baru.
2.
Opinion News (Berita Opini)
Opinion News adalah merupakan berita yang berisi pendapat,
analisis, komentar atau pernyataan seseorang tentang sebuah
peristiwa atau isu aktual. Wartawan biasanya memberitakan
pendapat
atau
per
n
yataan
pejabat,
pak
ar
,
pelak
u
,
k
or
ban,
atau
saksi
suatu kejadian maupun kasus.
3.
Interpretative News (Berita Interpretasi)
Interpretative News adalah merupakan berita yanh dikembangkan
dengan pendapat atau penelitian yang dilakukan oleh wartawan.
Ringkasnya, laporan peristiwa yang dilengkapi dengan interpretasi
atau penilaian.
Jenis berita ini adalah pengembangan berita langsung yang
ditambah atau dilengkapi denhan berbagai informasi yang
mendukung isu tersebut, misal
:
berita mengenai banjir dilengkapi
dengan komentar pakar lingkungan dan masyarakat.
4.
Depth News (Berita Mendalam)
Depth News disebut juga Depth Reporting adalah merupakan
ber
ita
yang
lebih
lengkap
dan
lebih
detail
dar
i
ber
ita
straight
news
.
Berita mendalam dikembangkan dengan menggali fakta atau fata
baru
dengan
penekan
unsur
wh
y
dan
ho
w
.
Biasanya
jenis
ber
ita
ini
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
111
menjelaskan mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi, bagaimana
dampaknya, dan apa yang haris dilakukan.
Depth News juga merupakan pengembangan dari berita lama
yang masih belum selesai serya dinilai perlu ditindaklanjuti untuk
mendapat info baru dengan cara mewawancarai berbagai pihak
yang terkait dengan berita lama.
5.
Investigation News (Berita Investigasi).
B
er
ita
I
n
v
estigasi
lebih
lengkap
dan
mendalam
dar
i
depth
news
.
Berita Investigasi dikembangkan berdasarkan penelitian ataupun
penyelidikan yang dilakukan dari berbagai macam sumber.
Berita investigasi ditulis berdasarkan penyelidikan. Data-data yang
cari atau diperoleh dari berbagai sumber. Berita investigasi ini
biasanya mengungkap sebuah peristiwa yang misterius atau penh
teka teki karena banyaknya fakta yang tidak teringkap atau ditutupi.
Untuk dapat dipublikasikan di media sebiah berita harus memenuhi
karakteristik yang dikenal dengan nilai-nilai berita”.
Nilai Berita
A.M. Hoeta Soehoet (2003) menyatakan, berita adalah peristiwa yang
dilaporkan. Segala yang didapat di lapangan dan sedang dipersiapkan
untuk dilaporkan belum disebut berita.
Wartawan yang menonton dan menyaksikan peristiwa, belum tentu
telah menemukan peristiwa. Wartawan sudah menemukan peristiwa
setelah memahami prosesnya atau jalan cerita, yaitu tahu APA yang
terjadi, SIAPA yang terlibat, kejadiannya BAGAIMANA, KAPAN, dan DI
MANA itu terjadi, dan MENGAPA sampai terjadi.
Suatu peristiwa dapat dibuat berita bila paling tidak punya satu NILAI
BERITA seperti berikut.
1.
Kebermaknaan (significance)
Kejadian yang berkemungkinan akan mempengaruhi kehidupan
orang banyak atau kejadian yang punya akibat terhadap pembaca.
Contoh: Kenaikan BBM, tarif TDL, biaya Pulsa telepon, dan lain-lain.
2.
Besaran (magnitude)
Kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi
kehidupan orang banyak. Misalnya: Para penghutang kelas kakap
yang mengemplang trilyunan rupiah BLBI.
3.
Kebaruan (timeliness)
Kejadian yang menyangkut peristiwa yang baru terjadi. Misalnya,
pemboman Gereja tidak akan bernilai berita bila diberitakan satu
minggu setelah peristiwa.
4.
Kedekatan (proximity)
Kejadian yang ada di dekat pembaca. Bisa kedekatan geogragfis atau
emosional. Misalnya, peristiwa tabrakan mobil yang menewaskan
pasangan suami isteri, lebih bernilai berita daripada Mac Dohan
jatuh dari arena GP 500.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
113
5.
Ketermukaan/sisi manusiawi. (prominence/ human interest)
Kejadian yang memberi sentuhan perasaan para pembaca. Kejadian
orang biasa, tetapi dalam peristiwa yang luar biasa, atau orang luar
biasa (public figure) dalam peristiwa biasa.
Golongan Berita
Berita jurnalistik dapat digolongkan menjadi
;
1.
Berita langsung (straight/hard/spot news), digunakan untuk
menyampaikan kejadian penting yang secepatnya diketahui
pembaca. Aktualitas merupakan unsur yang penting dari berita
langsung
.
Kejadian
yang
sudah
lama
t
erjadi
tidak
ber
nilai
untuk
ber
ita
langsung
.
Aktualitas
buk
an
han
ya
menyangk
ut
waktu
t
etapi
jug sesuatu yang baru diketahui atau diketemukan. Misalnya, cara
baru, ide baru, penemuan baru, dan lain-lain.
2.
Berita ringan (soft news), berita kisah (feature) serta laporan
mendalam (in-depth report). Berita ringan tidak mengutamakan
unsur penting yang hendak diberitakan tetapi sesuatu yang
menarik. Berita ini biasanya ditemukan sebagai kejadian yang
menusiawi dari kejadian penting. Kejadian penting ditulis dalam
ber
ita
langsung
,
sedang
ber
ita
yang
menar
ik
ditulis
dalam
ber
ita
ringan. Berita ringan sangat cocok untuk majalah karena tidak terikat
aktualitas. Berita ringan langsung menyentuh emosi pembaca
misalnya keterharuan, kegembiraan, kasihan, kegeraman, kelucun,
kemarahan, dan lain-lain.
3.
Berita Kisah (Feature), adalah tulisan tentang kejadian yang dapat
menyentuh perasaan atau menambah pengetahuan pembaca
lewat penjelasan rinci, lengkap, serta mendalam. Jadi nilainya pada
unsur manusiawi dan dapat menambah pengetahuan pembaca.
Terdapat berbagai jenis berita kisah di antaranya:
1)
Profile feature, menceritakan perjalanan hidup seseorang, bisa
pula hanya menggambarkan sepak terjang orang tersebut
dalam suatu kegiatan dan pada kurun waktu tertentu.
Profile feature tidak hanya cerita sukses saja, tetapi juga
cerita kegagalan seseorang. Tujuannya agar pembaca dapat
bercermin lewat kehidupan orang lain.
2)
How to do it Feature, berita yang menjelaskan agar orang
melakukan sesuatu. Informasi disampaikan berupa petunjuk
yang dipandang penting bagi pembaca.
Misalnya petunjuk berwisata ke Pulau Bali. Dalam tulisan itu
disampaikan beberapa tips praktis rute perjalanan (drat, laut,
udara), lokasi wisata, rumah makan dan penginapan, perkiraan
biaya, kualitas jalan, keamanan, dan lain-lain.
3)
Science Feature, adalah tulisan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang ditandai oleh kedalaman pembahasan dan
objektivitas pandangan yang dikemukakan, menggunakan
data dan informasi yang memadai. Feature ilmu pengetahuan
dan
t
ek
nolog
i
dapat
dimuat
di
majalah
t
eknik
,
k
omput
er
,
pertanian, kesehatan, kedokteran, dan lain-lain. Bahkan surat
kabar pun sekarang memberi rubrik Science Feature.
4)
Human interest feature, merupakan feature yang menonjolkan
hal-hal yang menyentuh perasaan sebagai hal yang menarik,
termasuk di dalamnya adalah hobby dan kesenangan.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
115
Misalnya, orang yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang
dan
hidup
di
hutan
selama
dua
M
inggu
.
K
ak
ek
berusia
85
tahun yang tetap mengabdi pad lingkungan walaupun hidup
terpencil dan miskin.
Tips Menulis Berita
1.
Tulislah berita yang menarik dengan menerapkan gaya bahasa
percakapan sederhana
.
Tulislah berita dengan lead yang bicara.
Untuk menguji lead anda “berbicara” atau “bisu” cobalah dengan
membaca tulisan yang dihasilkan. Jika anda kehabisan nafas dan
tersengal-sengal ketika membaca maka led anda terlalu panjang.
2.
Gunakan kata/Kalimat Sederhana. Kalimat sederhana terdiri dari
satu pokok dan satu sebutan. Hindari juga menulis dengan kata
keterangan dan anak kalimat.
Ganti kata-kata yang sulit atau asing dengan kata-kata yang mudah.
Bila perlu ubah susunan kalimat atau alinea agar didapat tulisan
yang “mengalir”. Ingat KISS (Keep It Simple and Short)
3.
Hindari kata-kata berkabut. Kata-kata berkabut adalah tulisan yang
berbunga-bunga, menggunakan istilah teknis, ungkapan asing
yang tidak perlu dan ungkapan umum yang kabur. Yang diperlukan
BI ragam jurnalistik adalah kejernihan tulisan (clarity).
4.
Libatkan pembaca. Melibatkan pembaca berarti menulis berita yang
sesuai dengan kepentingan, rasa ingin tahu, kesulitan, cita-cita, mimpi
dan angan-angan. Tapi ingat: jangan sampai terjebak menulis dengan
gaya menggurui atau menganggap enteng pembaca.
Melibatkan pembaca berarti mengubah soal-soal yang sulit
menjadi tulisan yang mudah dimengerti pembaca. Melibatkan
pembaca juga didapat dengan menulis sesuai rasa keadilan yang
hidup di masyarakat.
5.
Gantilah kata sifat dengan kata kerja.
Baca kalimat ini: “Seorang perempuan tua yang kelelahan bekerja
di sawahnya!”
Bandingkan dengan: “Seorang perempuan tua membajak,
kepalanya merunduk, nafasnya tersengal-sengal!”
6.
Gunakan kosakata yang tidak memihak
Baca kalimat ini: Seorang ayah memperkosa anak gadisnya sendiri
yang masih berusia 12 tahun.
Bandingkan dengan: Perkosaan menimpa anak gadis yang berusia
12 tahun.
7.
Hindari pemakaian eufemisme bahasa.
Baca kalimat: Selama musim kemarau terjadi rawan pangan di
Gunung Kidul
Bandingkan dengan: Selama musim kemarau terjadi kelaparan di
Gunung Kidul.

BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
117
B
ahasa Jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh pewarta
berita dalam menyampaikan informasi atau berita khususnya
di media massa. Dan penggunaan bahasa Indonesia dalam
ragam jurnalis secara umum masih belum sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia yang baik dan benar dan masih kurangnya pengetahuan
mengenai pemakaian EYD dan tata tulis yang sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia.
Maka dari itu menerapkan prinsip-prinsip tersebut tentunya diperlukan
latihan berbahasa tulis secara terus menerus, serta melakukan
penyuntingan tanpa pernah berhenti.
Dengan demikian keinginan jurnalis untuk menyajikan ragam bahasa
jurnalis yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah
ditetapkan mudah dimengerti oleh masyarakat, serta memuaskan
pembacanya akan bisa diwujudkan.
Bahasa jurnalistik adalah suatu jenis bahasa yang digunakan oleh media
masa dan sangat berbeda karakteristiknya dengan bahasa sastra, bahasa
ilmu atau bahasa baku pada umumnya.
Dalam hahasa jurnalistik wartawan harus menulis sesuai fakta dan tidak
boleh beropini, namun tulisan tersebut harus mengandung makna
informatif, persuasif, dan yang bisa dipahami secara umum, singkat,
jelas dan tidak bertele-tele.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bahasa jurnalistik adalah
bahasa komunikasi masa yang bersifat singkat, padat, sederhana, lugas,
menarik dan jelas. Artinya karakteristik bahasa jurnalistik meliputi kajian
tentang sifat bahasa jurnalistik yang singkat dan padat berkaitan dengan
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
119
prinsip ekonomi, menggunakan teks yang singkat tanpa merusak dan
mereduksi pesan.
Sifat sederhana dan jelas berkaitan dengan konsumsi semua lapisan
masyarakat dari berbagai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi.
Sifat sederhana juga berkaitan dengan tata bahasa dengan prinsip
prosesibilitas, mudah dipahami pembaca.
Sifat lugas berkaitan dengan kata yang bermakna sebenarnya. Yang
tidak menimbulkan ketaksaan. Kalimat yang sederhana dan kata yang
lugas berkaitan dengan kemampuan menimbulkan kejelasan informasi
(pembaca tidak mengulang- ulang membacanya) dengan prinsip
kejelasan yaitu menghindari ambiguitas.
Sifat menarik berhubungan dengan gaya pemaparan yang terkesan.
Mengalir dengan terarah, tidak terputus-putus; ini berkaitan dengan
pembangunan penalaran: bagaimana sesuatu di paparkan; mulai dari
mana dan berakhir dimana; semuanya harus menunjukan satu kesatuan
informasi.
Bahasa yang lancar akan menyebabkan tulisan menarik dengan prinsip
ekspresivitas, teks dikonstruksi berdasarkan aspek-aspek pesan. Selain
itu disimpulkan juga bahwa kebanyakan pemberitaan yang dimuat di
media cetak di Indonesia dalam implementasinya belum memenuhi
unsur-unsur yang menjadi karakteristik bahasa jurnalistik tersebut.

Lampiran
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2015
TENTANG
PEDOMAN UMUM BAHASA INDONESIA
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
121
SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG
PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, penggunaan
bahasa Indonesia dalam beragam ranah pemakaian, baik secara lisan maupun
tulisan semakin luas;
b.
bahwa untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, perlu
menyempurnakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2003, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5035);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan,
Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi
Bahasa Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5554);
4. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa
Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta
Pejabat Negara Lainnya;
5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
6. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
15);
7. Keputusan Presiden Nomor 121/P/2014 tentang Kabinet Kerja periode tahun
2014 2019 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
79/P Tahun 2015
tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode Tahun
2014 2019;
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
123
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG
PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA.
Pasal 1
(1)
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dipergunakan bagi instansi
pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penmggunaan bahasa Indonesia
secara baik dan benar.
(2)
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
1
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2015
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
ANIES BASWEDAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 November 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
TTD.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1788
Salinan sesuai dengan aslinya. Kepala Biro
Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Aris Soviyani
NIP 19611207198603100
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
125
SALINAN
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
NOMOR 50 TAHUN 2015
TENTANG
PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA
I.
PEMAKAIAN HURUF
A.
Huruf Abjad
Abjad ya ng dipakai da lam ejaan baha sa Indonesia terdiri atas 26 huruf beriku t.
Huruf
Nama
Pengucapan
Kapital
Nonkapital
A
a
a
a
B
b
be
C
c
ce
D
d
de
E
e
e
é
F
f
ef
èf
G
g
ge
H
h
ha
ha
I
i
i
i
J
j
je
K
k
ka
ka
L
l
el
èl
M
m
em
èm
N
n
en
èn
O
o
o
o
P
p
pe
Q
q
ki
ki
R
r
er
èr
S
s
es
ès
T
t
te
U
u
u
u
V
v
ve
W
w
we
X
x
eks
èks
Y
y
ye
Z
z
zet
zèt
B.
Huruf Vokal
Huruf ya ng melamban gkan vokal da lam bahasa In donesia terdiri atas lima hur uf, yaitu a, e, i, o, dan u.
Huruf
Vokal
Misalnya Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
Posisi
Tengah
Posisi Akhir
a
e*
i
o
u
api
enak
ember
emas
itu oleh
ulang
padi
petak
pendek
kena
simpan
kota
bumi
lusa
sore
-
tipe
murni
radio
ibu
Keterangan:
* Untuk pengucapan ( pelafalan) kata yang benar, d iakritik ber ikut ini dapat digunakan jika ejaan kata itu dapat
menimbu lkan keragua n.
a.
Diakritik (é) dilafalkan [e].
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Kedelai merupakan ba han pokok ke cap (kécap).
b.
Diakritik (è) dilafalkan [].
Misalnya:
Kami m enonton film seri (sèri).
Pertahana n militer ( militèr) Indonesi a cukup kuat.
c.
Diakritik (ê) dilafalkan [].
Misalnya:
Pertandi ngan itu bera khir seri (sêri) .
Upacara itu dihadiri p ejabat teras (t êras) Bank In donesia.
Kecap (kêca p) dulu maka nan itu.
C.
Huruf Konsonan
Huruf ya ng melamban gkan konsona n dalam bahas a Indonesia t erdiri atas 21 huruf, yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p,
q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Huruf
Konsonan
Misalnya Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
Posisi
Tengah
Posisi Akhir
b
bahasa
cakap
dua fakir
guna har i
jalan
kami
lekas
maka
nama
pasang
qariah
raih
sampai
tali
variasi
wanita
xenon
yakin
zeni
sebut
kaca
ada
kafan
tiga
saham
manja
paksa
alas
kami
tanah
apa iqra
bara asli
mata
lava
hawa
-
payung
lazim
adab
-
abad
maaf
gudeg
tuah
mikraj
politik
akal
diam
daun
siap
-
putar tangkas
rapat molotov
takraw
-
-
juz
c
d
f
g
h
j
k
l
m
n
p
q*
r
s
t
v
w
x*
y
z
Keterangan:
* Huruf q dan x khusu s digunakan untuk nama d iri dan keperlu an ilmu. Huru f x pada posis i awal kata d iucapkan [s].
D.
Huruf Diftong
Di dala m bahasa Indo nesia terdapat empat diftong yang dilamba ngkan dengan gabungan huru f vokal ai , au, ei, dan oi.
Huruf
Diftong
Misalnya Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
Posisi
Tengah
Posisi
Akhir
ai
au
ei
oi
-
autodidak
eigendom
-
balairung
taufik geiser
boikot
pandai
harimau
survei
amboi
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
127
E.
Gabungan Huruf Konsonan
Gabunga n huruf kons onan kh, ng, n y, dan sy mas ing-masing melambangkan satu bunyi kons onan.
Gabungan
Huruf
Konsonan
Misalnya Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
Posisi
Tengah
Posisi
Akhir
kh
ng
ny
sy
khusus ngar ai
nyata syarat
akhir bangun
banyak
musyawarah
tarikh
senang
-
arasy
F.
Huruf Kapital
1.
Huruf kapi tal dipakai sebagai hur uf pertama awal ka limat. Misalnya :
Apa maks udnya?
Dia memb aca buku.
Kita harus bekerja kera s.
Pekerjaan itu akan seles ai dalam satu jam.
2.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan. Misa lnya:
Amir Hamza h
Dewi Sartika
Halim Per danakusumah Wage
Rudolf Su pratman
Jenderal Kancil Dewa
Pedang
Alessandr o Volta André-
Marie Amp ère Mujair
Rudolf Diesel
Catatan:
(1)
Huruf ka pital tidak dip akai sebagai hu ruf pertama na ma orang ya ng merupaka n nama je nis atau satuan
ukuran.
Misalnya :
ikan muja ir
mesin di esel 5
ampere
10 volt
(2)
Huruf kapit al tidak dipakai unt uk menuliskan hur uf pertama kata yan g b
er
ma
kna
anak
dar

sep
er
ti
bin,
binti,
boru,
d
an
van,
at
au
hur
u
f
p
er
tama
k
ata tugas.
Misalnya :
Abdul R ahman bin Za ini Siti
Fatimah binti Salim Inda ni
boru Sita nggang
Charles Adriaan van O phuijsen Aya m
Jantan da ri Timur Mut iara dari Selat an
3.
Huruf kapi tal dipakai pada a wal kalimat dala m petikan langsun g. Misalnya:
Adik b ertanya, "Kapan kita pulang?"
Orang it u menasihati a naknya, "Berha ti-hatilah, Na k!" "Mereka
berhasil meraih medali emas," katan ya. "Besok pagi ," kata dia,
"mereka akan berangka t."
4.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kit ab suci, dan Tu han, termasuk sebutan
dan kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Islam Alquran
Kristen Alkitab
Hindu Weda
Allah
Tuhan
Allah akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan yang Engkau beri rahmat.
5.
a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar keho rmat an, keturunan, keaga maan, atau
akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama orang.
Misalnya:
Sultan Hasanuddin
Mahaputra Yamin Haji
Agus Salim Imam
Hambali Nabi Ibrahim
Raden Ajeng Kartini
Doktor Mohammad Hatta
Agung Permana, Sarjana Hukum
Irwansyah, Magister Humaniora
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi,
serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan.
Misalnya:
Selamat datang, Yang Mulia.
Semoga berbahagia, Sultan. Ter ima
kasih, Kiai.
Selamat pagi, Dokter.
Silakan duduk, Prof.
Mohon izin, Jenderal.
6.
Huruf kapital d ip akai sebagai huruf pert ama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau
yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru Profesor
Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Proklamator Republik Indonesia (Soekarno-Hatta)
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Gubernur Papua Barat
7.
Huruf kapit al dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan ba ha sa. Misa ln ya:
bangsa Indonesia
suku Dani bahasa
Bali
Catatan:
Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan tidak ditulis dengan
huruf awal kapital.
Misalnya:
pengindonesiaan kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
129
8.
a. Hur uf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bu lan, hari, dan hari besar atau hari raya.
Misalnya:
tahun Hijriah tarikh Masehi bulan Agustus
bulan Maulid hari Jumat hari Galungan
hari Lebaran hari Natal
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur na ma peristiwa sejarah. Misalnya:
Konferensi Asia Afrika
Perang Dunia II
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Catatan:
Huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama tidak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Perlombaan
senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
9.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pert ama nama geo grafi. Misalnya:
Jakarta Asia Tenggara
Pulau Miangas
Amerika Serikat
Bukit Barisan Jawa Barat Dataran
Tinggi Dieng Danau Toba Jalan
Sulawesi Gunung Semeru
Ngarai Sianok Jazirah Arab
Selat Lombok Lembah Baliem
Sungai Musi Pegunungan Himalaya
Teluk Bengga la Tanjung Harapan
Terusan Suez Kecamatan Cicadas
Gang Kelinci Kelurahan Rawamangun
Catatan:
(1)
Huruf pertama nama geografi yang bukan nama diri tidak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
berlayar ke teluk mandi di sungai
menyeberangi selat berenang di danau
(2)
Huruf pertama nama diri geografi yang dipakai sebagai nama jenis tidak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
jeruk bali (Citrus maxima)
kacang bogor (Voandzeia subterranea) nangka
belanda (Anona muricata) petai cina (Leucaena
glauca)
Nama yang disertai nama geografi dan merupakan nama jenis dapat dikontraskan atau disejajarkan dengan
nama jenis lain dalam kelompoknya.
Misalnya:
Kita mengenal berbagai macam gula, seperti gula jawa, gula pasir, gula tebu, gula
aren, dan gula anggur.
Kunci inggris, kunci tolak, dan kunci ring mempunyai fungsi yang berbeda.
Contoh berikut bukan nama jenis.
Dia mengoleksi batik Cirebon, batik Pekalongan, batik Solo, batik Yogyakarta, dan batik Madura.
Selain film Hongkong, juga akan diputar film India, film Korea, dan film Jepang. Murid-murid sekolah
dasar itu menampilkan tarian Sumatra Selatan, tarian
Kalimantan Timur, dan tarian Sulawesi Selatan.
10.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama se mu a kata (termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) dalam
nama negara, lembaga, badan, organisasi, at au do- kumen, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan
untuk.
Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam
Pidato Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Lainnya
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
11.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (t ermasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam judul
buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari,
dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Tulisan itu
dimuat dalam majalah Bahasa dan Sastra.
Dia agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyajikan makalah "Penerapan Asas-Asas Hukum Perdata".
12.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan.
Misalnya:
S.H. sarjana hukum
S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
S.S. sarjana sastra
M.A. master of arts M.Hum.
magister humaniora M.Si.
magister sains
K.H. kiai haji
Hj. hajah
Mgr. monseigneur
Pdt. pendeta
Dg. daeng
Dt. datuk
R.A. raden ayu
St. sutan
Tb. tubagus
Dr. doktor
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. saudara
13.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pert ama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik,
dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
131
Misalnya:
"Kapan Bapak berangkat?" tanya Hasan. Dendi
bertanya, "Itu apa, Bu?"
"Silakan duduk, Dik!" kata orang itu.
Surat Saudara telah kami terima dengan baik.
Kutu B
B
Catatan:
(1)
Istilah kekerabatan berikut bukan merupakan penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita. Semua kakak
dan adik saya sudah berkeluarga.
(2)
Kata ganti Anda ditulis dengan huruf awal kapital. Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
G.
Huruf Miring
1. Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam
tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis. Majalah
Poedjangga Baroe menggelorakan semangat kebangsaan. Berita itu muncul dalam
surat kabar Cakrawala.
Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat (Cetakan Kedua).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2. Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata
dalam kalimat.
Misalnya:
Huruf terakhir kata abad adalah d.
Dia tidak diantar, tetapi mengantar.
Dalam bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.
3. Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing.
Misalnya:
Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke Aceh.
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Weltanschauung bermakna 'pandangan dunia'.
Ungkapan bhinneka tunggal ika dijadikan semboyan negara Indonesia.
Catatan:
(1)
Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa daerah tidak
ditulis dengan huruf miring.
(2)
Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak miring
ditandai dengan garis bawah.
(3)
Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara langsung dalam teks
berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.
H.
Huruf Tebal
1. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring. Misalnya:
Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan.
Kat
a et
dal
am
u
ng
k
a
p
an ora et labora
b
er
arti
d
a

2. Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian- bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab.
Misalnya:
1.1
Latar Belakang dan Masalah
Kondisi kebahasaan di Indonesia yang d iwar na i oleh satu bahasa standar dan ratusan bahasa daerah
ditambah beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggris membutuhkan penanganan yang tepat dalam
perencanaan bahasa. Agar lebih jelas, latar belakang dan mas alah akan diuraikan secara terpisah seperti tampak
pada paparan berikut.
1.1.1
Latar Belakang
Masyarakat Indones ia yang heter ogen menyebabkan mu nculnya sikap ya ng beragam t erhadap penggunaan
bahasa yang ada di Indonesia, yaitu (1) sangat ba ng ga terhadap bahasa asing, (2) sangat bangga terhadap bahasa
daerah, dan (3) sangat bangga terhadap bahasa Indonesia.
1.1.2
Masalah
Penelitian ini hanya membatasi masalah pada sikap bahasa masyarakat Kalimantan terhadap ketiga bahasa
yang ada di Indonesia. Sikap mas yarakat tersebut akan digunakan sebagai formulasi kebijakan perencanaan
bahasa yang diambil.
1.2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur sikap bahasa masyarakat Kalimantan, khususnya
yang tinggal di kota besar terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
133
II.
PENULISAN KATA
A.
Kata Dasar
Kata dasa r ditulis seba gai satu kesatu an. Misalnya:
Kantor pajak penuh s esak. Saya
pergi ke se kolah.
Buku itu sangat tebal.
B.
Kata Berimbuhan
1.
Imbuha n (awalan, sisip an, akhiran, s erta gabungan awalan dan a khiran) ditulis serangkai den gan bentuk
dasarnya .
Misalnya :
berjalan
berkelan jutan
memper mudah
gemetar lukis an
kemauan
perbaikan
Catatan:
Imbuha n yang diserap dari unsur as ing, seperti -isme, -man, -wan, atau -wi, d itulis serangka i dengan bent uk
dasarnya .
Misalnya :
sukuisme
seniman
kamerawan
gerejawi
2.
Bentuk terika t ditulis serangkai dengan kata yang men gikutinya. Mis alnya:
adibusa na
aerodina mika
antarkot a
antibioti k
awahama
bikarbo nat
biokimia
dekamet er
demoralisa si
dwiwar na
ekabahasa
ekstraku rikuler
infrastr uktur
inkonvensional
kontrain dikasi
kosponsor
mancan egara
multilat eral
narapida na
nonkolabor asi
paripurna
pascasar jana
pramusa ji
prasejara h
proaktif
purnawirawa n
saptakri da
semiprofesional
subbagia n swadaya
telewicar a
transmi grasi
tunakar ya
tritungga l tansuara
ultramo dern
Catatan:
(1)
Bentuk
terikat yang
diikuti oleh
kata yang
berhuruf awal
kapital
atau
singkatan
yang
berupa
huruf
kapital dir angkaikan d engan tanda hu bung (-).
Misalnya :
non-Indones ia pan-
Afrikanis me pro-
Barat
non-ASEAN
anti-PK I
(2)
Bentuk maha yang diikuti ka ta turunan ya ng mengacu pada nama ata u sifat Tuhan ditulis terpis ah
dengan huruf awal kapital.
Misalnya :
Marilah kita bersyukur kepada Tuha n Yang Maha Pengasih. Ki ta berdoa kepa da
Tuhan Yang Maha Pen gampun.
(3)
Bentuk maha yang diikuti kata dasar yang mengacu kepada nama atau sifat Tuhan, kecuali kata
esa, ditulis serangkai.
Misalnya:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita. Mudah-mudahan
Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
C.
Bentuk Ulang
Bentuk ula ng ditulis de ngan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Misalnya:
anak-anak biri-biri lauk-pauk berjalan-jalan
buku-buku cumi-cumi mondar-mandir mencari-cari hati-hati
kupu-kupu ramah-tamah
terus-menerus
kuda-kuda kura-kura sayur-mayur
porak-poranda
mata-mata ubun-ubun serba-serbi tunggang-
langgang
Catatan:
Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama.
Misalnya:
surat kabar surat-surat kabar
kapal bara ng kapal-kapal barang
rak buku rak-rak buku
kereta api cepat kereta-kereta api cepat
D.
Gabungan Kata
1.
Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar model linear
kambing hita m persegi panjang
orang tua rumah sakit jiwa
simpang empat meja tulis
mata acara cendera mata
2.
Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di
antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
anak-istri pejabat anak istri-pejabat ibu-
bapak kami ibu bapak-kami buku-
sejarah baru buku sejarah-baru
3.
Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap dit ulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran.
Misalnya:
bertepuk tangan
menganak sungai
garis bawahi sebar
luaskan
4.
Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai. Misalnya:
dilipatgandakan
menggarisbawahi
menyebarluaskan
penghancurleburan
pertanggungjawaban
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
135
5.
Gabungan kata yang sudah padu ditulis sera ngka i. Misaln ya:
acapkali
adakalanya
apalagi
bagaimana
barangkali
beasiswa
belasungkawa
bilamana
bumiputra
darmabakti
dukacita
hulubalang
kacamata
kasatmata
kilometer
manasuka
matahari
olahraga
padahal
peribahasa
perilaku
puspawarna
radioaktif
saptamarga
saputangan
saripati
sediakala
segitiga
sukacita
sukarela
syahbandar
wiraswata
E.
Pemenggalan Kata
1.
Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a.
Jika di tengah kata terdapat huruf vokal ya ng berurut an, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf
vokal itu.
Misalnya:
bu-ah
ma-in
ni-at
sa-at
b.
Huruf difto ng ai, au, ei, dan oi tidak dipenggal. Misalnya:
pan-dai
au-la
sau-da-ra
sur-vei am-
boi
c.
Jika di tengah kata dasar terdapat huruf konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua huruf
vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf kon- sonan itu.
Misalnya:
ba-pak la-
wan de-
ngan
ke-
nyang
mu-ta-khir
mu-sya-wa-rah
d.
Jika di tengah kata dasar terdapat dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya d ilakuka n di antara
kedua huruf konsonan it u.
Misalnya:
Ap-ril
cap-lok
makh-luk
man-di
sang-gup
som-bong
swas-ta
e.
Jika di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan at au lebih yang masing- masing melambangkan satu
bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf ko nsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
ul-tra
in-fra
ben-trok
in-stru-men
Catatan:
Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal.
Misalnya:
bang-krut
bang-sa ba-
nyak ikh-las
kong-res
makh-luk
masy-hur
sang-gup
2.
Pemenggalan kata turunan sedapat-dapatnya dilakukan di antara bentuk dasar dan unsur pembentuknya.
Misalnya:
ber-jalan mem-pertanggungjawabkan mem-
bantu memper-tanggungjawabkan di-
ambil mempertanggung-jawabkan
ter-bawa mempertanggungjawab-kan
per-buat me-rasakan
makan-an merasa-kan
letak-kan per-buatan
pergi-lah per buat-an
apa-kah ke-kuatan
kekuat-an
Catatan:
(1)
Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan dilakukan seperti pada
kata dasar.
Misalnya:
me-nu-tup
me-ma-kai
me-nya-pu
me-nge-cat
pe-mi-kir pe-
no-long
pe-nga-rang
pe-nge-tik pe-
nye-but
(2)
Pemenggalan kata bers isipan dilakukan seperti pada kata dasar. Misalnya:
ge-lem-bung ge-
mu-ruh ge-ri-gi
si-nam-bung
te-
lun-juk
(3)
Pemenggalan kata yang menyebabkan munculnya satu huruf di awal atau akhir baris tidak dilakukan.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah

Walaupun cuma-cuma, mereka tidak mau mengambil
makanan itu.
3.
Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain,
pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap unsur gabungan itu dipenggal s eper ti pada kat a dasar.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
137
Misalnya:
biografi
bio-grafi
bi-o-gra-fi
biodata
bio-data
bi-o-da-ta
fotografi
foto-grafi
fo-to-gra-fi
fotokopi
foto-kopi
fo-to-ko-pi
introspeksi
intro-speksi
in-tro-spek-si
introjeksi
intro-jeksi
in-tro-jek-si
kilogram
kilo-gram
ki-lo-gram
kilometer
kilo-meter
ki-lo-me-ter
pascapanen
pasca-panen
pas-ca-pa-nen
pascasarjana
pasca-sarjana
pas-ca-sar-ja-na
4.
Nama orang yang terdiri atas dua unsur atau lebih pada akhir baris dipenggal di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
Lagu   digubah oleh Wage Rudolf
Supratman.
Buku Layar Terkembang dikarang oleh Sut an Takdir
Alisjahbana.
5.
Singkatan nama diri da n gelar ya ng terdiri at as dua huruf atau lebih tidak dipenggal. Misalnya:
Ia bekerja di DLLAJR.
Pujangga terakhir Keraton Surakarta bergelar R.Ng. Rangga Warsita.
Catatan:
Penulisan berikut dihindari.
Ia bekerja di DLL-
AJR.
Pujangga terakhir Keraton Surakarta bergelar R.
Ng. Rangga
Warsita.
F.
Kata Depan
Kata depan, seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan. Mari kita
berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana mencarinya. Ia berasal
dari Pulau Penyengat. Cincin itu terbuat
dari emas.
G.
Partikel
1.
Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang tersirat dalam surat itu? Siapakah
gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2.
Partikel pun ditulis terpisa h dari kat a yang me nda hu luinya. M isalnya:
Apa pun permasalahan yang muncul, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
Jika kita hendak pulang tengah malam pun, kendaraan masih tersedia. Jangankan dua kali, satu kali
pun engkau belum pernah berkunjung ke rumahku.
Catatan:
Partikel pun yang merupaka n unsur kata penghubung ditulis serangkai. Misalnya:
Meskipun sibuk, dia dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.
Dia tetap bersemangat walaupun lelah.
Adapun penyebab kemacetan itu belum diketahui. Bagaimanapun
pekerjaan itu harus selesai minggu depan.
3.
Partikel per yang berarti demi, tiap, atau mulaiditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Mereka masuk ke dalam ruang rapat satu per satu. Harga kain
itu Rp50.000,00 per meter.
Karyawan itu mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.
H.
Singkatan dan Akronim
1.
Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik pada setiap unsur
singkatan itu.
Misalnya:
A.H. Nasution Abdul Haris Nasution
H. Hamid Haji Hamid
Suman Hs. Suman Hasibuan
W.R. Supratman Wage Rudolf Supratman
M.B.A. master of business administration
M.Hum. magister humaniora
M.Si. magister sains
S.E. sar jana eko no mi
S.Sos. sarjana sosial
S.Kom. sarjana komunikasi
S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
Sdr. saudara
Kol. Darmawati Kolonel Darmawati
2.
a. Singkatan yang terdiri atas huru f awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, lembaga
pendidikan, badan atau organisasi, sert a nama dokumen resmi ditulis dengan huruf kapital t anpa tanda titik.
Misalnya:
NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia
UI
Universitas Indonesia
PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa
WHO
World Health Organization
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia KUHP
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
b. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis dengan huruf kapital tanpa
tanda titik.
Misalnya:
PT perseroan terbatas
MAN madrasah aliah neger i
SD sekolah dasar
KTP kartu tanda penduduk
SIM surat izin mengemudi
NIP
nomor induk pegawai
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
139
3.
Singkatan yang t erdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan t anda titik. Misalnya:
hlm. halaman
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda. sama dengan di atas
ybs. yang bersangkutan
yth. yang terhormat
ttd. tert anda
dkk. dan kawan-kawan
4.
Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-menyurat mas ing- mas ing d iikuti o leh
tanda titik.
Misalnya:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
s.d. sampai dengan
5.
Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu kuprum
cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
kg kilogram
Rp rupiah
6.
Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
BIG Badan Informasi Geospasial
BIN Badan Intelijen Negara
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
7.
Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis
dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik
Bappenas Badan Perencana an Pembangunan Nasional Kowani
Kongres Wanita Indonesia
Kalteng Kalimantan Tengah
Mabbim Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia Suramadu
Surabaya Madura
8.
Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata atau gabungan suku kata ditulis
dengan huruf kecil.
Misalnya:
iptek ilmu pengetahuan dan tekno log i
pemilu pemilihan umum
puskesmas pusat kesehatan masyarakat rapim
rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
I.
Angka dan Bilangan
Angka Arab atau angka Romawi lazim dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000),
_ _
V (5.000), M (1.000.000)
1.
Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika
dipakai secara berurutan seperti dalam perincian.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali. Koleksi
perpustakaan itu lebih dari satu juta buku.
Di a nt ara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang abstain.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.
2.
a. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huru f. M isalnya:
Lima puluh siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.
Tiga pemenang sayembara itu diundang ke Jakarta.
Catatan:
Penulisan berikut dihindari.
50 siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.
3 pemenang sayembara itu diundang ke Jakarta.
b. Apabila bilangan pada awal kalimat tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, susunan
kalimatnya diubah.
Misalnya:
Panitia mengundang 250 orang peserta. Di lemari
itu tersimpan 25 naskah kuno.
Catatan:
Penulisan berikut dihindari.
250 orang peserta diundang panitia.
25 naskah kuno tersimpan di lemari itu.
3.
Angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Dia mendapatkan bantuan 250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya. Perusahaan itu baru
saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
4.
Angka dipakai untuk menyatakan (a) ukuran pa njang, berat, luas, isi, da n waktu serta
(b) nilai uang.
Misalnya:
0,5 sentimeter
5 kilogram
4 hektare
10 liter
2 tahun 6 bulan 5 hari
1
jam 20 menit
Rp5.000,00
US$3,50
£5,10
¥100
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
141
5.
Angka dipakai untuk menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau kamar. Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15 atau Jalan Tanah
Abang I/15
Jalan Wijaya No. 14
Hotel Mahameru, Kamar 169
Gedung Samudra, Lantai II, Ruang 201
6.
Angka dipakai untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci. Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 16: 1516
7.
Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a.
Bilangan Utuh
Misalnya:
dua belas (12)
tiga puluh (30)
lima ribu (5. 000)
b.
Bilangan Pecahan
Misalnya:
setengah atau seperdua
(
1
/
2
)
seperenam belas
(
1
/
16
)
tiga perempat
(
3
/
4
)
dua persepuluh
(
2
/
10
)
tiga dua-pertiga
(
3
2
/
3
)
satu persen
(1%)
satu permil
(1
o
/
oo
)
8.
Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut. Misalnya:
abad XX
abad ke-20
abad kedua puluh
Perang Dunia II Perang
Dunia Ke-2 Perang Dunia
Kedua
9.
Penulisan angka ya ng mendapat akhiran -an dilakukan dengan cara berikut. Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus lima puluhan) uang
5.000-an (uang lima ribuan)
10.
Penulisan bilangan dengan angka dan huruf sekaligus dilakukan dalam peraturan perundang-undangan, akta,
dan kuitansi.
Misalnya:
Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan rupiah tiruan, sebaga ima na dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2), dipidana dengan p ida na kurungan pa ling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Telah diterima uang sebanyak Rp2.950.000,00 (dua juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah) untuk
pembayaran satu unit televisi.
11.
Penulisan bilangan yang dilambangkan dengan angka dan diikuti huruf dilakukan seperti berikut.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima
puluh sen).
Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada laporan
pertanggungjawaban.
12.
Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis de ngan huruf. Misalnya:
Kelapadua
Kotonanampek
Rajaampat
Simpanglima
Tigaraksa
J.
Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan -ku, - mu, dan -nya ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Rumah itu telah kujual.
Majalah ini boleh kaubaca.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan. Rumahnya sedang
diperbaiki.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
143
K.
Kata Sandang si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:
Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli. Ibu itu
menghadiahi sang suami kemeja batik. Sang adik mematuhi
nasihat sang kakak.
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Dalam cerita itu si Buta berhasil menolong kekasihnya.
Catatan:
Huruf awal sang ditulis dengan huruf kapital jika sang merupakan unsur nama Tuhan. Misalnya:
Kita harus berserah diri kepada Sang Pencipta.
Pura dibangun oleh umat Hindu untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa.
III.
PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan. Misalnya:
Mereka duduk di sana.
Dia akan datang pada pertemuan itu.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. I. Kondisi Kebahasaan di Indonesia
A.
Bahasa Indonesia
1. Kedudukan
2. Fungsi
B.
Bahasa Daerah
1. Kedudukan
2. Fungsi
C.
Bahasa Asing
1. Kedudukan
2. Fungsi
b. 1. Patokan Umum
1.1
Isi Karangan
1.2
Ilustrasi
1.2.1
Gambar Tangan
1.2.2
Tabel
1.2.3
Grafik
2.
Patokan Khusus
...
Catatan:
(1)
Tanda titik tidak dipakai pada angka atau huruf yang sudah bertanda kurung dalam suatu perincian.
Misalnya:
Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
1)
bahasa nasional yang berfungsi, antara lain,
a)
lambang kebanggaan nasional,
b)
identitas nasional, da n
c)
alat pemersatu bangsa;
2)

(2)
Tanda titik tidak dipakai pada akhir penomoran digital yang lebih dari satu angka (seperti pada
Misalnya 2b).
(3)
Tanda titik tidak dipakai di belak ang angka at au angka terakhir dalam penomoran deret digital yang lebih
dari satu angka dalam judul tabel, bagan, grafik, atau gambar.
Misalnya:
Tabel 1 Kondisi Kebahasaan di Indonesia Tabel 1.1
Kondisi Bahasa Daerah di Indonesia
Bagan 2 Struktur Organisasi Bagan
2.1 Bagian Umum
Grafik 4 Sikap Masyarakat Perkotaan terhadap Bahasa Indonesia Grafik 4.1 Sikap
Masyarakat Berdasarkan Usia
Gambar 1 Gedung Cakrawala Gambar
1.1 Ruang Rapat
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
145
3.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka
waktu.
Misalnya:
pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik
atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
01.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
00.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
00.00.30 jam (30 detik)
4.
Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul tulisan (yang tidak berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru) , dan tempat terbit.
Misalnya:
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peta Bahasa di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jakarta.
Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia.
5.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Indonesia memiliki lebih dari 13.000 pulau. Penduduk kota itu
lebih dari 7.000.000 orang. Anggaran lembaga itu mencapai
Rp225.000.000.000,00.
Catatan:
(1)
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Kata sila terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
halaman 1305.
Nomor rekening panitia seminar adalah 0015645678.
(2)
Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, ilustrasi, atau tabel.
Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bentuk dan
Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
Gambar 3 Alat Ucap Manusia
Tabel 5 Sikap Bahasa Generasi Muda Berdasarkan Pendidikan
(3)
Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) alamat penerima dan pengirim surat serta (b) tanggal surat.
Misalnya:
Yth. Direktur Taman Ismail Marzuki Jalan Cikini
Raya No. 73
Menteng Jakarta
10330
Yth. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan
Daksinapati Barat IV
Rawamangun
Jakarta Timur
Indrawati, M.Hum. Jalan
Cempaka II No. 9 Jakarta
Timur
21 April 2013
Jakarta, 15 Mei 2013 (tanpa kop surat)
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan. Misalnya:
Telepon seluler, komputer, atau internet bukan barang asing lagi. Buku, majalah,
dan jurnal termasuk sumber kepustakaan.
Satu, dua, ... tiga!
2. Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan
sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara).
Misalnya:
Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup. Ini bukan milik
saya, melainkan milik ayah saya.
Dia membaca cerita pendek, sedangkan adiknya melukis panorama.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau diundang, saya akan datang.
Karena baik hati, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai jika induk kalimat mendahului anak kalimat. Misalnya:
Saya akan datang kalau diundang.
Dia mempunyai banyak teman karena baik hati.
Kita harus banyak membaca buku agar memiliki wawasan yang luas.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, seperti
oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun demikian.
Misalnya:
Mahasiswa itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia menjadi bintang pelajar
Orang tuanya kurang mampu. Meskipun demikian, anak-anaknya berhasil menjadi sarjana.
5. Tanda koma d ipakai sebelum dan/atau sesudah kat a seru, seperti o, ya, wah, aduh,
atau hai, dan kata yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Nak.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, jalannya licin! Nak,
kapan selesai kuliahmu? Siapa
namamu, Dik?
Dia baik sekali, Bu.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:


Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung yang berupa kalimat tanya, kalimat perintah,
atau kalimat seru dari bagian lain yang mengikutinya.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
147
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Lurah. "Masuk ke
dalam ke las sekarang!" perintahnya.
 indahnya pa nt ai  seru wisatawan itu.
7. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan t anggal, serta (d)
nama tempat dan wilayah at au negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Kayumanis III/18, Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Matraman, Jakarta 13130
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Surabaya, 10 Mei
1960
Tokyo, Jepang
8. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung. Halim, Amran (Ed.)
1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Tulalessy, D. dkk. 2005. Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Wilayah Indonesia Timur. Ambon:
Mutiara Beta.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir. Misalnya:
Sutan Takdir Alisjahbana, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950),
hlm. 25.
Hadikusuma Hilman, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm.
12.
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm.
4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, ke luarg a, at au marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, M.Hum. Siti
Aminah, S.H., M.H.
Catatan:
Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas Agung).
11. Tanda koma dipakai sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
27,3 kg
Rp500,50
Rp750,00
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau keter angan aposisi. Misalnya:
Di daerah kami, Misalnya, masih banyak bahan tambang yang belum diolah.
Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, harus mengikuti latihan paduan suara.
Soekarno, Presiden I RI, merupakan salah seorang pendiri Gerakan Nonblok.
Pejabat yang bertanggung jawab, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib menindaklanjuti laporan dalam
waktu paling lama tujuh hari.
Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma!
Siswa yang lulus dengan nilai tinggi akan diterima di perguruan tinggi itu tanpa melalui tes.
13. Tanda koma dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah
baca/salah pengertian.
Misalnya:
Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa daerah. Atas perhatian
Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Dalam pengembangan bahasa kita dapat memanfaatkan bahasa daerah. Atas perhatian
Saudara kami ucapkan terima kasih.
C. Tanda Titik Koma (;)
1.
Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat setara yang
satu dari kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku.
Ayah menyelesaikan pekerjaan; Ibu menulis makalah; Adik membaca cerita pendek.
2.
Tanda titik koma d ipakai pada akhir perincian yang berupa klausa. Misalnya:
Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah
(1)
berkewarganegaraan Indonesia;
(2)
berijazah sarjana S-1;
(3)
berbadan sehat; dan
(4)
bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang sudah
menggunakan tanda koma.
Misalnya:
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang, apel, dan jeruk.
Agenda rapat ini meliputi
a.
pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara;
b.
penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja; dan
c.
pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.
D. Tanda Titik Dua (:)
1.
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau penjelasan.
Misalnya:
Mereka memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Hanya ada dua pilihan
bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.
2.
Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu merupakan pelengkap yang mengakhiri
pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Tahap penelitian yang harus dilakukan meliputi
a.
persiapan,
b.
pengumpulan data,
c.
pengolahan data, dan
d.
pelaporan.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
149
3.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemer ian. Misalnya:
a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Siti Aryani
Bendahara : Aulia Arimbi
c. Narasumber : Prof. Dr. Rahmat Effendi Pemandu
: Abdul Gani, M.Hum. Pencatat : Sri
Astuti Amelia, S.Pd.
4.
Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : "Bawa koper ini, Nak!" Amir:
"Baik, Bu."
Ibu : "Jangan lupa, letakkan baik-baik!"
5.
Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan ha la man, (b) surah dan ayat dalam kitab suci, (c)
judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8 Surah
Albaqarah: 25
Matius 2: 13
Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara Pedoman Umum
Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.
E. Tanda Hubung (-)
1.
Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara lama, diterapkan juga ca- ra baru

Nelayan pesisir itu berhasil membudidayakan rum- put laut.
Kini ada cara yang baru untuk meng- ukur
panas.
Parut jenis ini memudahkan kita me- ngukur
kelapa.
2.
Tanda hu bu ng dipakai untuk menyambung unsur kata ulang. Misalnya:
anak-anak berulang-
ulang
kemerah-
merahan mengorek-
ngorek
3.
Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan angka atau
menyambung huruf dalam kata ya ng dieja satu-satu.
Misalnya:
11-11-2013
p-a-n-i-t-i-a
4.
Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan. Misalnya:
ber-evolusi
meng-ukur
dua-puluh-lima ribuan (25 x 1.000)
23/25 (dua-puluh-tiga perdua-puluh-lima)
mesin hitung-
tangan
Bandingkan dengan be-
revolusi
me-ngukur
dua-puluh lima-ribuan (20 x 5.000)
20 3/25 (dua-puluh tiga perdua-puluh-lima) mesin-
hitung tangan
5.
Tanda hubung dipakai untuk merangkai
a.
se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-Indonesia, se-Jawa Barat);
b.
ke- dengan angka (peringkat ke-2);
c.
angka dengan an (tahun 1950-an);
d.
kata atau imbu han dengan singkatan yang berupa huruf kapital (hari-H, sinar-X, ber-
KTP, di-SK-kan);
e.
kata dengan kata ganti Tuhan (ciptaan-Nya, atas rahmat-Mu);
f.
huruf dan angka (D-3, S-1, S-2); dan
g.
kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku).
Catatan:
Tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf.
Misalnya:
BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) LP3I (Lembaga
Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia)
P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)
6.
Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing.
Misalnya:
di
-
sowan
-
i
(b
ahas
a
Jaw
a
,
didatang
i
)
ber
-
pariban
(b
ahas
a
B
at
ak,
b
er
sa
u
dara
sep
u
p
u
)
di-back up
me-recall
pen-tackle-an
7.
Tanda hubung digunakan u nt uk menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahas an. Misa lnya:
Kata pasca- berasal dari bahasa Sanskerta.
Akhiran -isasi pada kata betonisasi sebaiknya diubah menjadi pembetonan.
F. Tanda Pisah ()
1.
Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang mem- beri penjelasan di luar
bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itusaya yakin akan tercapaidiperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
Keberhasilan itukita sependapatdapat dicapai jika kita mau berusaha keras.
2.
Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain.
Misalnya:
Soekarno-HattaProklamator Kemerdekaan RIdiabadikan menjadi nama bandar udara internasional.
Rangkaian temuan inievolusi, teori kenisbian, dan pembelahan atomtelah mengubah konsepsi kita
tentang alam semesta.
Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesiaamanat Sumpah Pemudaharus terus digelorakan.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
151
3.
Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'.
Misalnya:
Tahun 20102013
Tanggal 510 April 2013
JakartaBandung
G.
Tanda Tanya (?)
1.
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya:
Kapan Hari Pendidikan Nasional diperingati? Siapa pencipta

2.
Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang
kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Monumen Nasional mulai dibangun pada tahun 1961 (?). Di Indonesia
terdapat 740 (?) bahasa daerah.
H.
Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah indahnya taman laut di Bunaken!
Mari kita dukung Gerakan Cinta Bahasa Indonesia! Bayarlah
pajak tepat pada waktunya!
Masa! Dia bersikap seperti itu? Merdeka!
I.
Tanda Elipsis (...)
1.
Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Penyebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Dalam Undang-
..., lain lubuk lain ikannya.
Catatan:
(1)
Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
(2)
Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik (jumlah titik empat buah).
2.
Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog. Misalnya:


Catatan:
(1)
Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
(2)
Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik (jumlah titik empat buah).
J.
Tanda Petik ("…")
1.
Tanda p etik dipakai unt uk mengapit petikan langsu ng yang beras al dari pembica raan, naskah, atau bahan
tertulis lain.
Misalnya :
"
Merdeka atau mati!
"
seru Bu ng Tomo dala m pidatonya.
"
Kerjakan tugas ini seka rang!
"
perintah atasannya.
"
Besok aka n dibahas dala m rapat.
"
Menurut Pasal 31 Unda ng-Undang Dasar Negara Republik Ind onesia Tahun 1945, "Setiap warga negara
berhak memperoleh p endidikan."
2.
Tanda p etik dipakai unt uk mengapit judul sajak, la gu, film, sinetr on, artikel, na skah, atau ba b buku yang
dipakai dalam kali mat.
Misalnya :
Sajak "P ahlawanku" t erdapat pada ha laman 125 b uku itu. Marila h kita
menyany ikan lagu
"
Maju Ta k Gentar
"
!
      
Saya se dang membaca "Peningkatan Mutu Daya Ungkap Bahasa Indonesia" da lam buku Bahasa Indo nesia
Menuju Masyarakat Ma dani.
Makalah "Pembentuka n Insan Cerda s Kompetitif " menarik per hatian peserta seminar.
Perhatika n "Pemakaia n Tanda Baca" dalam buku Pedoman Um um Ejaan Bah asa Indonesia yang
Disempur nakan.
3.
Tanda p etik dipakai unt uk mengapit istilah ilmiah yang kurang di kenal atau kat a yang mempu nyai arti khusus.
Misalnya :
"
Tetikus
"
komputer ini sudah tida k berfungsi. D ilarang
memberi kan
"
amplop
"
kepada petugas!
K.
Tanda Petik Tunggal ('…')
1.
Tanda petik tun ggal dipakai untuk men gapit petikan yang ter dapat dalam petika n lain. Misalnya:
Tanya d ia, "Kaudengar bunyi 'krin g-kring' tadi?"
"Kudenga r teriak anak ku, 'Ibu, Bapa k pulang!', da n rasa letihku l enyap seketika, " ujar Pak Ha mdan.

a bang
g
a
k
arena lagu
I
nd
o
nesia Ray

b
er
k
u
man
dang di arena
o
limpiad
e
it
u
,

kata Ketu a KONI.
2.
Tanda p etik tunggal dip akai untuk mengapit mak na, terjemaha n, atau penjela san kata atau u ngkapan.
Misalnya :
tergugat 'yang digugat'
retina 'dinding mata sebelah dalam'
noken
'
tas khas Papua
'
tadulako 'panglim a'
marsiad ap ari
'
saling ba ntu
'
tuah sa kato
'
sepakat demi manfaat bersama
'
policy
'
kebijakan
'
wisdom
'
kebijaksanaan
'
money politics
'
politik ua ng
'
L.
Tanda Kurung ((…))
1.
Tanda kuru ng dipakai untu k mengapit tamba han keterangan ata u penjelasan. M isalnya:
Dia memperpanjang surat izin mengemudi (SIM).
Warga b aru itu belum memiliki KTP (kartu tanda penduduk). L okakarya
(workshop) itu diadaka n di Manado.
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
153
2.
Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru pasar dalam negeri.
3.
Tanda kurung dipakai untuk me ng ap it huruf atau kata yang keberadaannya di dalam teks dapat dimunculkan
atau dihilangkan.
Misalnya:
Dia berangkat ke kantor selalu menaiki (bus) Transjakarta. Pesepak bo la
kenamaan itu berasal dari (Kot a) Padang.
4.
Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang digunakan sebagai penanda pemerincian.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan melampirkan
(1)
akta kelahiran,
(2)
ijazah terakhir, dan
(3)
surat keterangan kesehatan.
M. Tanda Kurung Siku ([…])
1.
Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai ko reksi atau tambahan atas
kesalahan atau kekurangan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
Penggunaan bahasa dalam karya ilmiah harus sesuai [dengan] kaidah bahasa Indonesia.
Ulang tahun [Proklamasi Kemerdekaan] Republik Indonesia dirayakan secara khidmat.
2.
Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang terdapat dalam tanda
kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses itu (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 3538]) perlu
dibentangkan di sini.
N. Tanda Garis Miring (/)
1.
Tanda gar is miring dipaka i dalam no mor surat, nomor pada alamat, dan pe nandaa n masa sat u tahun ya ng
terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
N
o
m
or:
7/
PK
/
II
/
2013
Jalan
Kramat III/10
tahun ajaran
2012/2013
2.
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap.
Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi 'mahasiswa dan mahasiswi'
dikirimkan lewat darat/laut 'dikirimkan lewat darat atau lewat laut' buku dan/atau
majalah 'buku dan majalah atau buku atau majalah' harganya
Rp1.500,00/lembar 'harganya Rp1.500,00 setiap lembar'
3.
Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kat a sebagai koreksi atau pengurangan
atas kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.
Misalnya:
Buku Pengantar Ling/g/uistik karya Verhaar dicetak beberapa kali. Asmara/n/dana
merupakan salah satu tembang macapat budaya Jawa. Dia sedang menyelesaikan
/h/utangnya di bank.
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (')
Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun dalam konteks
tertentu.
Misalnya:
Dia 'kan kusurati. ('kan = akan)
Mereka sudah datang, 'kan? ('kan = bukan) Malam 'lah
tiba. ('lah = telah)
5
-
2
-
13
(
13
=
201
3)
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
155
IV.
PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya bahasa I ndones ia menyerap unsur dari berbagai bahasa, ba ik dari bahasa daerah, seperti bahasa
Jawa, Sunda, dan Bali, maupun dari bahasa asing, seperti bahasa S anskert a, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan Inggr is.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua ke lompok besar. Pertama,
unsur asing yang belum sep enuhnya terserap ke dala m bahasa Indonesia, seperti force majeur, de facto, de jure, dan
l’exploitation de l'homme par l'homme. Unsur-unsur itu dipakai dala m konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan
dan penulisannya masih mengikuti cara asing. Kedua,
unsur asing ya ng penulisan dan pengucapa nnya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini, penyerapan
diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya seh ingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bent uk
asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu adalah sebagai berikut.
a (Arab, bunyi pendek atau bunyi panjang) menjadi a (bukan o)
mażhab
qadr
aābat
haqīqat
((
)(
)

(
)

(
mazhab
kadar
sahabat
hakikat
‘umrah
)(
umrah
g
ā
’ib
)(
gaib
iq
ā
mah
)(
ikamah
kh
ā
tib
)(
khatib
ri
ā
)

(
rida
ā
lim
)

(
zalim
‘ain ( Arab) pada awal suku kata menjadi a, i, u
‘a
j
ā
’ib
)(
ajaib
sa
ā
dah
)

(
saadah
‘ilm
)

(
ilmu
q
ā
‘i
dah
)(
kaidah
uzr
)(
uzur
ma
ū
nah
)(
maunah
‘ain ( Arab) di akhir suku kata menjadi k
’i‘ tiqād
mujizat
nimat
)

(
)

(
)

(
iktikad
mukjizat
nikmat
rukū
)(
rukuk
simā
)(
simak
tarīf
)(
takrif
aa (Belanda) menjadi a
paal pal
baal bal
octaaf oktaf
ae tetap ae jik a tidak bervariasi dengan e
aerobe aerob
aerodinamics aerodinamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e haemoglobin
hemoglobin
haematite hematit
ai tetap ai
trailer trailer
caisson kaison
au tetap au
audiogram audi ogram
autotroph aut otrof
tautomer tautomer
hydraulic hidrauli k
caustic kaustik
c di depa n a, u, o, da n konsonan m enjadi k
calomel kalomel
constructi on konstr uksi
cubic kubik
coup kup
classifica tion klasifika si
crystal kristal
c di depa n e, i, oe, da n y menjadi s
central s entral
cent sen
circulatio n sirkulas i
coelom selom
cyberneti cs siberneti ka
cylinder s ilinder
cc di depa n o, u, dan ko nsonan menja di k accomodat ion
akomodasi
acculturati on akulturasi
acclimatiz ation aklimatisas i
accumulati on akumulasi
acclamatio n aklamasi
cc di depa n e dan i menja di ks
accent aksen
accessory aksesori
vaccine vaksin
cch dan ch di depan a, o, dan konsona n menjadi k saccharin
sakarin
charisma karisma
cholera kolera
chromoso me kr omosom
technique teknik
ch yang lafalnya s ata u sy menjadi s echelon eselon
machine mesin
ch yang lafalnya c me njadi c
charter ca rter
chip cip
ck menjad i k
check cek
ticket tiket
ç (Sans kerta) menjad i s
ç
abda sabda
ç
astra sastra
ad ( Arab) menjadi d
’af
al
)

(
afdal
a’īf
)
(
daif
far
)
(
fardu
h
ā
ir
)(
hadir
e tetap e
effect efek
description deskrip si
synthesis sintesis
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
157
ea tetap ea
idealist idealis
habeas habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer stratosfer
systeem sistem
ei tetap ei
eicosane eikosan
eidetic eidetik
einsteinium einsteinium
eo tetap eo
stereo stereo
geometry geometri
zeolite zeolit
eu tetap eu
neutron neutron
eugenol eugenol
europium europium
fa ( Arab) menjadi f
ʼaf
al
(

)
af
dal
ār
i
f
(
)
ari
f
f
aq
ī
r
(

)
fak
i
r
fa
ī
h
(

)
fasih
maf
hū
m
(
 
)
maf
hum
f tetap f
fanatic
factor fossil
fanatik
faktor
fosil
gh menjadi g
ghanta
genta
sorghum
sorgum
gain ( Arab) menjadi
g
ā’ib
g
)
(
gaib
magfirah
)

(
magfirah
magrib
)(
magrib
gue menjadi ge
igue
ige
gigue
gige
a
(
A
r
ab
)
menjadi
h
ākim
)(
hakim
i
)

(
islah
sir
)
(
sihir
hamzah
(
A
r
ab
)
yan
g
dii
ku
ti
ol
e
h
v
o
k
al
m
enjadi
a,
i,
u
’amr
mas’alah
)
(
)

(
amar
masalah
’i
l
ā
)

(
islah
q
ā’idah
)
(
kaidah
’ufuq
)
(
ufuk
hamzah
(
A
r
ab
)
di
akhi
r
suku k
at
a,
k
ec
u
ali
di
akhi
r
k
at
a,
menjadi
k
tawīl
)

(
takwil
mam
)

(
makmum
mumīn
)

(
mukmin
hamzah
(
A
r
ab
)
d
i
akhi
r
k
ata d
ih
ilan
g
kan
iml
ā
)

(
imla
istinj
ā
)

(
istinja/tinja
munsyi
)

(
munsyi
wu
ū
)

(
wudu
i (Arab, bunyi pendek atau bunyi pa njang) menjadi i
ʼ
i
‘t
i
qād
)

(
iktikad
muslim
)

(
muslim
na
ī
ah
)

(
nasihat
a
ī
)(
sahih
i pada a wal suku kata d i depan vokal tetap i
iambus ia mbus
ion ion
iota iota
ie (Bela nda) menjadi i jika lafalnya i politiek politik
riem rim
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
variety varietas
patient pasien
hierarchy hi erarki
jim ( Arab) menjadi j
kha (
ng tetap ng
contingent kontingen
congres kongres
linguistics linguistik
oe (oi Yu nani) menjadi e
foetus fetus
oestrogen estro gen
oenology enologi
oo (Bela nda) menjadi o
komfoor kompor
provoost provos
oo (Inggr is) menjadi u
cartoon kartun
proof pruf
pool pul
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology zoologi
coordinatio n koordinas i
ou menja di u jika lafa lnya u
gouverneur gubernur
coupon kupon
contour kontur
ph menja di f
phase fase
physiology fisiologi
spectogr aph spektograf
j
āriyah
)
(
jariah
j
anāzah
)
(
jenazah
ʼi
j
āzah
)

(
ijazah
Arab) me njadi kh
kh
u
ū
)

(
khusus
ma
kh
l
ū
q
)

(
makhluk
tārī
kh
)
(
tarikh
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
159
ps tetap ps
pseudo pseudo
psychiatry psikiatri
psychic psikis
psychosoma tic psikosomati k
pt tetap pt
pterosau r pterosaur
pteridolo gy pterid ologi
ptyalin ptia lin
q menja di k
aquarium akuarium
frequency freku ensi
equator ekuator
qaf ( Arab) menjadi k
a
q
ī
q
ah
(

)
a
k
i
kah
ma
q
ām
(
)
ma
k
am
mula
q
(
)
mu
tla
k
rh menja di r
rhapsody
rhombus
rhythm
rhetoric
rapsodi
rombus
ritme
retorika
sin ( Ara b) menjadi s as
ā
s
)

(
asas
s
alām
)

(
salam
silsilah
)
(
silsilah
śa ( Arab) menjadi s aśiri
)

(
asiri
adi
ś
ś
ulā
ś
ā
w
āri
ś
)

(
(
)
)(
hadis
selasa
waris
ad ( Arab) menjadi s
‘ar
)

(
asar
mu
ībah
)

(
musibah
khu
ū
)

(
khusus
aḥḥ
()
sah
syin ( Arab) menjadi sy
‘ā
sy
iq
)
(
asyik
‘ar
sy
)
(
arasy
syar
)
(
syarat
sc di dep an a, o, u, da n konsonan menjadi sk
scandium skandiu m
scotopia skot opia
scutella skutela
sclerosis sklerosis
sc di dep an e, i, dan y menjadi s
scenography se nografi
scintillatio n sintilasi
scyphistoma si fistoma
sch di d epan vokal me njadi sk
schema ske ma
schizoph renia skizofr enia
scholast ic skolastik
t di depa n i menjadi s j ika lafalnya s actie aksi
ratio rasio
patient pasien
a
(
Ar
ab
)
menjad
i
t
khaṭṭ
(
)
khat
mulaq
)
(
mutlak
abīb
)

(
tabib
th menjadi t
theocracy teokrasi
orthography ortografi
thrombosis trombosis
methode (Belanda) metode
u tetap u unit unit
nucleolus nukleolus
structure struktur
institute institut
u (Arab, bunyi pendek atau bunyi panjang) menjadi u
rukū
syubāt
s
u
j
ū
d
)(
)

(
)

(
rukuk
syubhat
sujud
ufuq
)
(
ufuk
ua tetap ua
aquarium
akuarium
dualisme
squadron
dualisme
skuadron
ue tetap ue
consequent konsekuen
duet duet
suede sued
ui tetap ui
conduite konduite
equinox ekuinoks
equivalent ekuivalen
uo tetap uo
fluorescein fluoresein
quorum kuorum
quota kuota
uu menjadi u
lectuur lektur
prematuur prematur
vacuum vakum
v tetap v evacuation evakuasi
television televisi
vitamin vitamin
wau
(
Ar
ab
)
tet
ap
w
jad
w
al
(

)
jadwal
taq
w
ā
(

)
t
akwa
w
uj
ū
d
(

)
w
ujud
wau
(
Ar
ab
,
bai
k
sa
t
u
maup
u
n
d
u
a
k
o
ns
o
n
an)
yan
g
did
ahu
l
u
i
u
dihilan
gk
an
nah
w
u
(
)
nah
u
nubu
ww
ah
(

)
nub
uat
qu
ww
ah
(

)
k
uat
aw (diftong Arab) menjadi au, termasuk yang diikuti konsonan
awrāt
)

(
aurat
hawl
)
(
haul
mawlid
)

(
maulid
walaw
)
(
walau
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
161
x pada awal kata tetap x
xanthate xantat
xenon xenon
xylophone xilofon
x pada posisi lain menjadi ks
executive eksekutif
express ekspres
latex lateks
taxi taksi
xc di depan e dan i menjadi ks
exception eksepsi
excess ekses
excision eksisi
excitation eksitasi
xc di depan a, o, u, dan konso na n menjadi ksk excavation
ekskavasi
excommunication ekskomunikasi
excursive ekskursif
exclusive eksklusif
y tetap y jika lafalnya y
yakitori yakitori
yangonin yangonin
yen yen
yuan yuan
y menjadi i jika lafalnya ai atau i
dynamo dinamo
propyl propil
psychology psikologi
yttrium itrium
ya ( Arab) di awal suku kata menjadi y
‘inā
y
ah
yaqīn
)
(
)

(
inayah
yakin
y
a‘nī
)
(
yakni
ya ( Arab) di depan i dihilangkan
khi
y
ānah
)

(
khianat
qi
y
ās
)

(
kias
ziyārah
)
(
ziarah
z tetap z zenith
z
irconium
zodiac zygote
zenit
zirkonium
zodiak zigot
zai ( Arab) tetap z
ijāzah
)

(
ijazah
kha
z
ānah
)

(
khazanah
ziyārah
)
(
ziarah
zaman
)(
zaman
ż
al
(
Ar
ab
)
menjad
i
z
ażān
)
(
azan
iżn
)

(
izin
ustā
ż
)
(
ustaz
ż
āt
)
(
zat
a
(
Ar
ab
)
menjad
i
z
āfi
)

(
hafiz
ta‘
īm
)

(
takzim
ālim
)
(
zalim
Konsonan ganda diserap menjadi konsonan tunggal, kecuali kalau dapat membingungkan. Misalnya:
accu aki
all alamah
commission komisi
effect efek
ferrum ferum
gabbro gabro
kaffah kafah
salfeggio salfegio
tafakkur tafakur
tammat tamat
u
mm
at
u
m
at
Perhatikan penyerapan berikut!
A
llah
A
llah
mass massa
massal massal
Catatan:
Unsur serapan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia tidak perlu lagi diubah.
Misalnya:
bengkel
nalar
Rabu
dongkrak
napas
Selasa
faedah
paham
Senin
kabar
perlu
sirsak
khotbah
pikir
soal
koperasi
populer
telepon
lahir
Selain kaidah penulisan unsur serapan di atas, berikut ini disertakan daftar istilah asing yang mengandung
akhiran serta penyesuaiannya secara utuh dalam bahasa Indonesia.
-aat (Belanda) menjadi at
advocaat advokat
-age menjadi -ase
percentage persentase
etalage etalase
-ah (Arab) menjadi ah atau at
aqī
d
ah
ʼ
ijāz
ah
‘umrah
ʼ
ākhir
ah
)

(
)

()
(
)

(
akidah
ijazah
umrah
akhirat
ʼ
āy
ah
)

(
ayat
ma‘siyy
ah
)


(
maksiat
ʼ
amān
ah
)
(
amanah, amanat
hikmah
)(
hikmah, hikmat
‘ibād
ah
)

(
ibadah, ibadat
sunnah
)
(
sunah, sunat
sūrah
)
(
surah, surat
-al (Inggris), -eel dan -aal (Belanda) menjadi al structural,
structureel struktural
formal, formeel formal
normal, normaal normal
-ant menjadi -an
accountant akuntan
consultant konsultan
informant informan
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
163
-archy (Inggris), -archie (Belanda) menjadi arki anarchy,
anarchie anarki
monarchy, monarchie monarki
oligarchy, oligarchie oligarki
-ary (Inggris), -air (Belanda) menjadi -er
complementary,
complementair komplementer
primary, primair primer
secondary, secundair sekunder
-(a)tion (Inggris), -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si action,
actie aksi
publication, publicatie publikasi
-eel (Belanda) menjadi -el
materieel materiel
moreel morel
-ein tetap -ein
casein kasein
protein protein
-i, -iyyah (akhiran Arab) menjadi i atau -iah
‘ālam
ī
)
(
alami
ʼ
insān
ī
)

(
insani
‘āl
iyyah
)
(
aliah
‘amal
iyyah
)

(
amaliah
-ic, -ics, dan -ique (Inggris), -iek dan -ica (Belanda) menjadi -ik, ika dialectics,
dialektica dialektika
logic, logica logika
physics, physica fisika
linguistics, linguistiek linguistik
phonetics, phonetiek fonetik
technique, techniek teknik
-ic (Inggris), -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik electronic,
elektronisch
elektronik
mechanic, mechanisch mekanik
ballistic, ballistisch balistik
-ical (Inggris), -isch (Belanda) menjadi -is economical,
economisch ekonomis
practical, practisch praktis
logical, logisch logis
-ile (Inggris), -iel (Belanda) menjadi -il
mobile, mobiel mobil
percentile, percentiel persentil
projectile, projectiel proyektil
-ism (Inggris), -isme (Belanda) menjadi -isme capitalism,
capitalisme kapitalisme
communism, communisme komunisme
modernism, modernisme modernisme
-ist menjadi -is
egoist egois
hedonist hedonis
publicist publisis
-ive (Inggris), -ief (Belanda) menjadi -if
communicative,
communicatief komunikatif
demonstrative, demonstratief demonstratif descriptive,
descriptief deskriptif
1
-logue (Inggris), -loog (Belanda) menjadi -log analogue,
analoog analog
epilogue, epiloog epilog
prologue, proloog prolog
-logy (Inggris), -logie (Belanda) menjadi -logi technology,
technologie teknologi
physiology, physiologie fisiologi
analogy, analogie analogi
-oid (Inggris), oide (Belanda) menjadi -oid anthropoid,
anthropoide antropoid
hominoid, hominoide hominoid
-oir(e) menjadi -oar
trotoir trotoar
repertoire repertoar
-or (Inggris), -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir director,
directeur
direktur
inspector, inspecteur inspektur
amateur amatir
formateur formatur
-or tetap -or
dictator diktator
corrector korektor
distributor distributor
-ty (Inggris), -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universiteit universitas
quality, kwaliteit kualitas
quantity, kwantiteit kuantitas
-ure (Inggris), -uur (Belanda) menjadi -ur culture,
cultuur kultur
premature, prematuur prematur
structure, struktuur struktur
-wi, -wiyyah (Arab) menjadi -wi, -wiah
dunyā
)

(
duniawi
kimiyā
)

(
kimiawi
lugawiyyah
)
(
lugawiah
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
ANIES BASWEDAN
Salinan sesuai dengan aslinya. Kepala Biro
Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Aris Soviyani
NIP 19611207198603100
BAHAS A INDONESIA JURNALISTIK
165
Daftar Pustaka
R
osihan
An
war
1991.
Bahasa
Jurnalistik
dan
k
omp
osisi
.
J
ak
ar
ta:
Pradn
ya
Paramita.
S.
W
ojowasit
o
.
1978.
P
elatihan
P
ersatu
an
W
ar
taw
an
Indonesia
(PWI)
Jawa Timur. Jawa Timur: PWI
JS. Badudu. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
A
s
.
Har
is
.Sumadir
ia,
2005.
Jurnalistik
Indonesia,
Men
ulis
B
erita
dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional. PT. Remaja
R
osdak
ar
ya
Bandung
.
Kurniawan Junaedhie. 1991. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Dewabrata, AM. 2004. Kalimat Jurnalistik: Paduan Mencermati Penulisan
B
erita
.
J
ak
ar
ta:
K
ompas
.
Ahmad Faizin Karimi. 2017. Training Sekolah Menulis Inspirasi. Gresik.
P
WMU
.

166 BAHASA INDONESIA JURNALISTIK
Feri Sanjaya, lahir di Jakarta 8 Februari
1979 adalah dosen pada Program Studi
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Bung Karno
Jakarta. Menyelesaikan S1 bidang Ilmu
Komunikasi di Universitas Bung Karno
(2003), menyelesaikan S2 bidang Ilmu
Komunikasi di Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama (2016).
Penulis dipercaya mengajar di bidang Jurnalistik dengan
mata kuliah Pengantar Ilmu Jurnalistik dan Bahasa Indonesia
Jurnalistik. Selain itu, juga mengajar di bidang Komunikasi
dengan mata kuliah Komunikasi Antar Pribadi.
Sebagai akademisi dipercaya menjadi narasumber dalam
forum diskusi di tingkat kampus hingga nasional. Penulis juga
menghasilkan tulisan jurnal yang diterbitkan dalam jurnal
online bernama oratio directa. Pernah menjadi jurnalis yang
telah menghasilkan karya tulisan di berbagai media cetak
dan media digital (2003-2014). Saat ini sedang menempuh
kuliah S3 bidang Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran
(2020-sekarang).

ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya
  • Misalnya
Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna ‗anak dari', seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas. Misalnya: Abdul Rahman bin Zaini Siti Fatimah binti Salim Indani boru Sitanggang Charles Adriaan van Ophuijsen Ayam Jantan dari Timur Mutiara dari Selatan 3. Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya, "Kapan kita pulang?" Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!" "Mereka berhasil meraih medali emas," katanya. "Besok pagi," kata dia, "mereka akan berangkat." Misalnya: "Kapan Bapak berangkat?" tanya Hasan. Dendi bertanya, "Itu apa, Bu?" "Silakan duduk, Dik!" kata orang itu.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat (Cetakan Kedua)
  • Pusat Bahasa
Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat (Cetakan Kedua). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya
  • Partikel -Lah
Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik! Apakah yang tersirat dalam surat itu? Siapakah gerangan dia? Apatah gunanya bersedih hati?
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil. Dalam cerita itu si Buta berhasil menolong kekasihnya. Catatan: Huruf awal sang ditulis dengan huruf kapital jika sang merupakan unsur nama Tuhan
  • K Kata
K. Kata Sandang si dan sang Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Surat itu dikembalikan kepada si pengirim. Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli. Ibu itu menghadiahi sang suami kemeja batik. Sang adik mematuhi nasihat sang kakak. Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil. Dalam cerita itu si Buta berhasil menolong kekasihnya. Catatan: Huruf awal sang ditulis dengan huruf kapital jika sang merupakan unsur nama Tuhan. Misalnya: Kita harus berserah diri kepada Sang Pencipta. Pura dibangun oleh umat Hindu untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa.
Catatan: Tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf. Misalnya: BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) LP3I (Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia)
  • Ktp-Mu
  • Sim-Nya
  • Stnk-Ku
f. huruf dan angka (D-3, S-1, S-2); dan g. kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku). Catatan: Tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf. Misalnya: BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) LP3I (Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia) P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)
Misalnya: mahasiswa/mahasiswi 'mahasiswa dan mahasiswi' dikirimkan lewat darat/laut 'dikirimkan
  • Tanda
  • Setiap
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap. Misalnya: mahasiswa/mahasiswi 'mahasiswa dan mahasiswi' dikirimkan lewat darat/laut 'dikirimkan lewat darat atau lewat laut' buku dan/atau majalah 'buku dan majalah atau buku atau majalah' harganya Rp1.500,00/lembar 'harganya Rp1.500,00 setiap lembar'