Article

PKM SOSIALISASI BERWIRAUSAHA BERBASIS EFEKTUASI PADA PEKERJA MIGRAN INDONESIA PERSIAPAN PASCA PMI DI TAIWAN

Authors:
To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the authors.

Abstract

Permasalahan yang terjadi pada Pekerja Migran Indonesia adalah pekerja migran Indonesia selalu dihadapkan pada kondisi minimnya kegiatan yang dapat meningkatkan kapasitas diri mereka, pendidikan yang saat ini dijalankan PMI adalah pendidikan penyetaraan baik paket B maupun Paket C, namun kegiatan yang mengarah pada kegiatan peningkatan kapasitas kewirausahaan belum banyak dilakukan. Oleh karena pelatihan kewirausahaan berbasis efektuasi menjadi penting dilakukan dalam membekali PMI agar memiliki pengetahuan dan persiapan dengan aset terbaik yang dimiliki saat ini. Kegiatan ini bertujuan supaya para pekerja migran yang telah menyelesaikan kontrak kerja di Taiwan dan kembali ke Indonesia akan dapat memiliki ketrampilan pemasaran yang bermanfaat pada saat memulai suatu usaha sendiri. Pelaksanaan kegiatan dilakukan ini selama dua kali dalam seminggu secara daring (online) dengan menggunakan aplikasi zoom meeting. Hasil kegiatan telah menunjukkan bahwa PMI di Taiwan telah dan dapat memahami dengan baik dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip efektuasi untuk mendukung pengambilan keputusan bisnis yang penting.

No full-text available

Request Full-text Paper PDF

To read the full-text of this research,
you can request a copy directly from the authors.

ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
The concept of effectuation is as subtle as it is profound. On the one hand, it challenges long held beliefs about the nature of cause and effect in social science. On the other hand, it generates a host of new insights about social phenomena. This concept is particularly well suited to analyzing entrepreneurial behavior - behaviors undertaken in settings where the relationship between cause and effect is understood, at best, very poorly.
Article
Abstrak: Sebagian besar Pekerja Migran Indonesia (PMI) menghadapi permasalahan dalam mengelola keuangan dan berperilaku konsumtif. Hal ini dapat terlihat dari tingginya persentase PMI untuk kembali memperpanjang kontrak kerja setelah purna tugas. Kemiskinan yang dialami oleh PMI saat di Indonesia membentuk karakter poor society. Poor society ditandai dengan kesulitan untuk beradaptasi kembali dengan daerah asal pasca kembali ke kampung halaman, pergeseran nilai budaya, muncul perilaku konsumtif dan keterbatasan kemampuan manajerial keuangan. PMI meyakini bahwa berwirausaha memerlukan kemampuan (skill) dalam berbisnis, pengetahuan budaya dan ekonomi, relasi sosial yang kuat, dan tentu saja biaya usaha (modal) yang tidak sedikit. Hal tersebut mendorong tim pengabdian kepada masyarakat untuk mengadakan pelatihan kewirausahaan bagi para PMI aktif agar termotivasi untuk merintis, menjalankan, dan mengembangkan sebuah bentuk usaha yang potensial, memiliki target market, dan resilien. Tahapan kegiatan ini meliputi: (1) Analisis kebutuhan; (2) Kerjasama dengan mitra; (3) Koordinasi dengan pemateri; (4) Pembuatan video best-practice dengan pemateri; (5) Persiapan dan pelaksanaan seminar dalam jaringan (sedaring); (6) Pendampingan penyusunan Business Model Canvas (BMC). Kegiatan ini diikuti oleh total 46 PMI, yang berasal dari Taiwan (50%), Hongkong (13%), Singapura (13%), Indonesia (9%), Malaysia (7%), Korea Selatan (4%), Brunai Darussalam (2%), dan Arab Saudi (2%). Untuk dapat merancang dan menganalisis model usaha, setiap peserta diberikan pelatihan dan pendampingan untuk menyusun BMC sesuai dengan jenis usaha yang diminati. BMC tersebut diharapkan dapat membantu PMI dalam memvisualisasi dan memahami model usaha yang akan dikembangkan nantinya. Abstract: Most of the Indonesian migrant workers (PMI) face problems in managing finances and behave consumptively. This can be seen from the high percentage for PMI to re-extend the work contract after retiring. Poverty that has been experienced for quite a long time by PMI forms the character of poor society. Poor society is marked by the difficulty of Indonesian migrant workers to adapt back to their hometown after returning to their hometowns, a shift in cultural values, consumptive behavior and limited financial managerial ability. Currently digital technology is only used by PMI for communication and activities that are not oriented towards productive things. PMI believes that entrepreneurship requires skills (skills) in doing business, cultural and economic knowledge, strong social relations, and of course, a lot of business costs (capital). This encourages the community service team to hold entrepreneurship training for active PMIs so that they are motivated to start, run and develop a business that is potential, has a target market, and is resilient. The stages of this activity include: (1) making observations; (2) Cooperating with partners; (3) Coordination with presenters; (4) Making best-practice videos with the speakers; (5) Conducting online seminars; (6) Assistance in the preparation of a Business Model Canvas (BMC). This activity was attended by a total of 46 PMIs, originating from Taiwan (50%), Hong Kong (13%), Singapore (13%), Indonesia (9%), Malaysia (7%), South Korea (4%), Brunei Darussalam (2%), and Saudi Arabia (2%). To be able to design and analyze business models, each participant is provided with training and assistance to compile a BMC according to the type of business that he is interested in. BMC is expected to help PMI in visualizing and understanding the business model that will be developed afterwards.
Percepatan Peningkatan Kemampuan Kewirausahaan Mahasiswa Melalui Pembelajaran Bisnis Berbasis Proyek Di Masa Pandemi Covid-19
  • B D Komara
  • S Sukaris
  • A Kurniawan
  • I Kirono
  • H Baskoro
  • N Cahyadi
Komara, B. D., Sukaris, S., Kurniawan, A., Kirono, I., Baskoro, H., & Cahyadi, N. (2021). Percepatan Peningkatan Kemampuan Kewirausahaan Mahasiswa Melalui Pembelajaran Bisnis Berbasis Proyek Di Masa Pandemi Covid-19. Equilibrium: Jurnal Ekonomi-Manajemen-Akuntansi, 17(2), 137-146.