Content uploaded by Rahayu Widaryanti
Author content
All content in this area was uploaded by Rahayu Widaryanti on Aug 30, 2022
Content may be subject to copyright.
Content uploaded by Rahayu Widaryanti
Author content
All content in this area was uploaded by Rahayu Widaryanti on Aug 30, 2022
Content may be subject to copyright.
1st Prosiding Midwifery Science Session
1st Prosiding Midwifery Science Session
1
Prevention of Stunting with Teenagers' First 8000 Days of Life Program
Pencegahan Stunting Melalui Program 8000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) oleh Remaja
Nama Penulis 1 : Istri Yuliani
Afilisati/Institusi : Universitas Respati Yogyakarta
Email Aktif : istri@respati.ac.id
Hp./WhatsApps Aktif : +62812-2796-697
Nama Penulis 2 : Rahayu Widaryanti*
Afilisati/Institusi : Universitas Respati Yogyakarta
Email Aktif : rwidaryanti@respati.ac.id
Hp./WhatsApps Aktif : +6285643692415
ABSTRACT
Background: As an effort to create a superior and quality generation, health services are needed with a life cycle
approach that starts from the first 1000 days of life, but unfortunately this program seems to be interrupted during
the childhood period and starts again at reproductive age, namely when women are pregnant. until giving birth.
Therefore, the program for the first 1000 days of life needs to be extended to a program for the first 8000 days of life
where adolescents become one of the agents of change to break the stunting chain. This study uses a qualitative
approach, sample selection using purposive sampling technique, data collection by in-depth interviews, observation,
document review, and FGD. Informants in this study were middle and high school teachers, village heads, youth, and
DP3APKB in the Yogyakarta City Region. Data analysis using thematic analysis. Results: There are five themes related
to the implementation of the first 8000 days of life program for stunting prevention by adolescents including the
implementation of adolescent health programs in schools and communities, human resources, facilities and
infrastructure, obstacles, and efforts to face obstacles. Conclusion: It is necessary to optimize adolescent health
programs in schools and in the community, especially regarding the revitalization of posyandu and the use of the
Mobscreen Penjarkes application for screening school children's health
Keywords: Stunting, Teenagers, first 8000 days of life
INTISARI
Latar Belakang: Sebagai upaya untuk menciptakan generasi unggul dan berkualitas perlu pelayanan kesehatan
dengan pendekatan siklus kehidupan yang dimulai sejak 1000 HPK, namun sayangnya program ini seakan akan
terputus pada periode usia anak-anak dan kembali mulai ketika pada usia reproduksi yaitu sejak perempuan hamil
sampai melahirkan. Oleh sebab itu perlu program 1000 HPK perlu diperpanjang menjadi program 8000 HPK
dimana remaja menjadi salah satu agen perubahan untuk memutus mata rantai stunting. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, pemilihan sampel menggunakan tehnik purposive sampling, pengumpulan
data dengan wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen dan FGD. Informan pada penelitian ini adalah guru
SMP dan SMA, lurah, remaja dan DP3APKB di Wilayah Kota Yogyakarta. Analisis data menggunakan menggunakan
analisis tematik. Hasil: Terdapat lima tema terkait penerapan program 8000 HPK untuk pencegahan stunting oleh
remaja meliputi penerapan program kesehatan remaja di sekolah dan masyarakat, sumberdaya manusia, sarana
dan prasarana, hambatan serta upaya menghadapi hambatan. Kesimpulan: Perlu optimalisasi program kesehatan
remaja di sekolah dan di masyarakat terutama mengenai revitalisasi posyandu serta penggunaan aplikasi
Mobscreen Penjarkes untuk skrining kesehatan anak sekolah
Kata kunci: Stunting, Remaja, 8000HPK
1st Prosiding Midwifery Science Session
1st Prosiding Midwifery Science Session
2
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai potensi sumber daya manusia yang besar, hal ini merupakan modal besar untuk
menjadi bangsa yang kuat. Meskipun demikian masalah derajad kesehatan reproduksi masih belum optimal
terutama pada kesehatan reproduksi perempuan (Presiden Indonesia, 2020). Menurut peraturan presiden
nomor 18 tahun 2014 kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara
untu, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses
reproduksi (Presiden Indonesia, 2014). Sebagai upaya untuk menciptakan generasi unggul dan berkualitas
perlu pelayanan kesehatan dengan pendekatan sepanjang hayat yang dimulai sejak 1000 HPK, dengan
pendekatan ini dapat memungkinkan untuk memahami pengalaman kesehatan pada awal kehidupan yang
merupakan menjadi penentu kesehatan pada periode berikutnya. Pendekatan ini tidak hanya berorientasi pada
aspek kesehatan dengan fokus biomedis saja melainkan juga memperhatikan beberapa faktor sosial dan
ekonomi yang mempengaruhi kesehatan (Kuruvilla et al., 2018).
Program yang sudah berjalan pada saat ini meliputi program 1000 hari pertama kehidupan (HPK), dan
seakan-akan terjadi kekosongan intervensi pada usia remaja dan intervensi kembali dilakukan ketika
perempuan mulai hamil (Wilopo et al., 2019). Program kesehatan remaja belum menjadi prioritas, oleh sebab
itu untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan reproduksi perlu perpanjangan program dari 1000 HPK
menjadi 8000 HPK. Program 8000 HPK merupakan sebuah intervensi yang sistematis pada tiga fase kehidupan
setelah 1000 HPK, yaitu fase pada usia 5-9 tahun, dimana pada fase ini kejadian penyakit infeksi dan
kekurangan gizi menjadi masalah utama yang menganggu tumbuh kembang. Pada fase usia 10-14 tahun
merupakan fase tubuh terjadi percepatan pertumbuhan dan fase usia 15-19 tahun diperlukan intervensi untuk
mendukung kematangan otak, keterlibatan diaktivitas sosial serta pengendalian emosi (Bundy, De Silva, et al.,
2017).
Intervensi kesehatan pada remaja meliputi pendidikan kesehatan reproduksi yang diberikan secara
komprehensif serta pencegahan kesehatan mental dan perundungan pada remaja. Investasi kesehatan pada
remaja akan menjamin keberlangsungan dan memperkuat intervensi kesehatan sejak usia dini. Selain itu
intervensi kesehatan pada remaja dapat menurunkan dampak yang disebabkan oleh rendahnya derajad
kesehatan yang terjadi pada anak, sehingga dapat memutus siklus stunting dan berperan dalam mempercepat
perbaikan indikator kesehatan reproduksi (Bundy, de Silva, et al., 2017). Meskipun investasi kesehatan pada
remaja mempunyai banyak keuntungan namun pada saat ini investasi kesehatan remaja belum menjadi
prioritas dalam pembangunan nasional. Dalam RPJMN 2020-2024 kesehatan remaja belum menjadi agenda
khusus dalam rencana pembangunan nasional kedepan, hanya terdapat beberapa masalah dan pencegahannya
yang tercakup dalam prioritas anak dan pemuda (Presiden Indonesia, 2020).
Cakupan pelayanan kesehatan di sekolah untuk tingkat SMP secara nasional sebanyak 54,4% sedangkan
di DIY sebanyak 87,9% sedangkan cakupan pelayanan kesehatan di seolah pada tingkat SMA secara nasional
sebanyak 45,2% dan di tingkat DIY sebanyak 87,8%. Cakupan pemberian tablet tambah darah secara nasional
pada tahun 2021 adalah 31,3%, sedangkan di DIY sebanyak 56,9% (Kementrian Kesehatan RI, 2021). Sebuah
laporan Bank Dunia memperkirakan bahwa hingga 46,9% dari 1.000 remaja perempuan berusia antara 15 dan
19 tahun di Indonesia telah melahirkan. Angka ini sedikit di atas rata-rata global sebesar 42% dan tidak berubah
secara signifikan sejak pertengahan 1990-an. Angka kehamilan remaja Indonesia relatif tinggi dibandingkan
Malaysia 13,5% dan India 12,1% pada 2018 (UNICEF, 2020). Di Kota Yogyakarta terdapat 38 kelahiran
remaja pada tahun 2019, 1 usia 10-14 tahun 11 bulan, 13 usia 15-17 tahun 11 bulan, dan 24 usia 18-18 tahun
11 bulan. Sementara itu, dengan 191 kehamilan yang tidak diinginkan pada tahun 2019, fenomena kehamilan
yang tidak diinginkan seperti gunung es dan mungkin sebenarnya lebih tinggi daripada yang terdaftar di
masyarakat. Kehamilan remaja berisiko tinggi, terbukti dengan tingginya angka anemia pada wanita paruh
baya. kelompok, dimana hingga 30,08% disebabkan oleh kehamilan remaja (Dinkes Kota Yogyakarta, 2021).
Masalah kesehatan yang terjadi sejak remaja berpengaruh besar terhadap generasi yang akan dilahirkan
salah satunya resiko melahirkan stunting. Remaja yang mengalami kekurangan energi kronis serta anemia
1st Prosiding Midwifery Science Session
1st Prosiding Midwifery Science Session
3
berisiko lebih tinggi melahirkan bayi stunting dibandingkan dengan remaja yang mempunyai status kesehatan
baik (Tarini et al., 2020). Oleh sebab itu perlu pencegahan stunting dengan mempersiapkan generasi remaja
yang sehat melalui program intervensi kesehatan remaja baik melalui sekolah maupun wilayah.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pemilihan sampel menggunakan tehnik
purposive sampling, pengumpulan data dengan wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen dan
FGD. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober 2021. Informan pada penelitian ini
adalah guru SMP dan SMA, lurah, remaja, petugas Puskesmas dan DP3APKB di Wilayah Kota Yogyakarta.
Analisis data menggunakan menggunakan analisis tematik. Studi ini memperoleh persetujuan etik dari
komisi etik Universitas Respati Yogyakarta pada 28 April 2021 (No.065.3/FIKES/PI/IV/2021).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Yogyakarta yang meliputi 7 kemantren dengan jumlah
informan sebanyak 10 Informan utama dan 5 informan triangulasi. Berikut adalah karakteristik
informan utama dan informan triangulasi:
Tabel 1. Karakteristik Informan Utama
Kode
Informan
Usia (Tahun)
Pekerjaan
Pendidikan
K1
14
Remaja
SMP
K2
17
Remaja
SMA
K3
55
PJ UKS
S1
K4
52
PJ UKS
D4
K5
42
Petugas Gizi
S1
K6
40
Petugas Gizi
S1
K7
52
Guru SMP
S1
K8
47
Guru SMP
S1
K9
43
Guru SMA
S1
K10
54
Guru SMA
S1
Sumber data primer (2021)
Tabel 2. Karakteristik Informan Triangulasi
Kode
Informan
Usia (Tahun)
Jabatan
Pendidikan
T1
54
Kepala Puskesmas
S1
T2
47
Lurah
S1
T3
51
Lurah
S1
T4
48
DP3APKB
S1
T5
50
Kepala SekolahGuru SMA
S2
Sumber data primer (2021)
Salah satu strategi untuk memutus siklus stunting maka perlu investasi kesehatan yang
komprehensif pada periode 8000 HPK. Kota Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang
mempelopori penerapan program 8000 HPK yang didasari dengan peraturan Walikota No 41 tahun
2021, namun masih banyak yang perlu dikaji dalam mensukseskan program 8000 HPK (Walikota
Yogyakarta, 2021). Kegiatan yang dilakukan pada program 8000 HPK tidak semua merupakan program
baru melainkan sebagian besar sudah ada, namun pelaksanaannya belum optimal dan belum
tersingkron antar program sehingga susah untuk dilakukan evaluasi. Berikut adalah program investasi
kesehatan pada remaja:
Program Kesehatan Remaja di Sekolah
1st Prosiding Midwifery Science Session
1st Prosiding Midwifery Science Session
4
Intervensi kesehatan pada remaja juga dilakukan melalui sekolah, program kesehatan melalui
sekolah mempunyai banyak keuntungan antara lain lebih menghemat biaya dan mudah menjangkau
semua lapisan masyarakat dikarenakan biasanya jumlah fasilitas sekolah lebih banyak jika
dibandingkan dengan jumlah fasilitas kesehatan sehingga dapat mencakup lebih banyak sasaran baik
dari kalangan ekonomi rendah maupun tinggi (Bundy, Schultz, et al., 2017). Intervensi kesehatan bagi
remaja di sekolah meliputi skrining kesehatan, pemberian informasi dan edukasi, konseling,
Pendidikan keterampilan hidup sehat, partisipasi remaja melalui pembinaan konselor remaja,
pelayanan rujukan medis, sosial dan hukum. Pemberian informasi dan edukasi meliputi kemampuan
atau keterampilan psikososial, pola makan gizi seimbang, aktivitas fisik, puberitas, aktivitas seksual,
kestabilan emosional, penggunaan alkohol, tembakau dan zat lainnya, cidera yang tidak disengaja,
kekerasan dan penganiayaan, pencegahan kehamilan dan kontrasepsi serta HIV aids. Sedangkan
kegiatan pelayanan kesehatan meliputi penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala, pemberian
tablet tambah darah untuk remaja putri serta rujukan jika ditemukan masalah kesehatan. Selain itu,
upaya kesehatan sekolah juga terdapat program pembinaan lingkungan sekolah sehat meliputi
kegiatan pembinaan kantin sehat, pemanfaatan pekarangan sekolah dengan tanaman pangan dan obat,
pemeliharaan sanitasi sekolah dan pengelolaan sampah, pembinaan kawasan sekolah bebas asap
rokok, napsa, kekerasan dan pornografi (Direktorat Sekolah Dasar, 2021). Pelaksaan intervensi
kesehatan di sekolah pada masa pandemi tidak semua dapat terlaksana, hal ini berdasarkan hasil
wawancara dengan penanggung jawab UKS berikut:
“Selama pandemi Covid-19 kegiatan UKS yang terlaksana antara lain skrining kesehatan
tetapi pelaksanaan nya juga belum optimal, pemberian tablet tambah darah yang biasanya melalui
sekolah sekarang kita alihkan melalui kader kesehatan diwilayah sedangkan kegiatan edukasi
dilakukan melalui penyebaran flyer saja, belum ada kegiatan edukasi kesehatan secara daring
maupun luring” (K3, 55 Tahun)
Salah satu peluang terhadap kejadian stunting adalah BBLR yang kebanyakan terjadi pada ibu
yang menderita anemia (Warsini et al., 2016). Maka dari itu upaya pencegahan stunting juga
dilaksanakan melalui sekolah, yang sasarannya adalah remaja putri, ditingkat SMP dan SMA.
Pemerintah telah mencanangkan pemberian tablet tambah untuk remaja putri guna pencegahan dan
penanggulangan anemia pada remaja putri, yang akan menjadi ibu di masa yang akan datang dan
mengintensifkan penurunan angka anemia pada remaja putri dengan harapan jika zat besi tercukupi
sejak dini maka angka kejadian anemia ibu hamil, pendarahan saat hamil, persalinan, nifas, BBLR, dan
balita stunting dapat ditekan. Pemberian TTD diberikan melalui UKS/M pada institusi pendidikan
seperti SMP. SMA atau sekolah yang sederajat dengan ketentuan hari minum TTD secara bersama. Bagi
remaja putri diberikan sebanyak 1 (satu) kali seminggu dan 1 (satu) kali sehari selama haid
(Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Pada saat pandemi Covid-19 kegiatan literasi kesehatan yang biasanya menggunakan buku raport
kesehatanku juga mengalami kendala sehingga dialihkan menggunakan aplikasi Mobscreen Penjarkes.
Aplikasi ini berisikan tentang skrining kesehatan yang dapat diisi secara mandiri oleh walimurid atau
siswa, namun aplikasi ini masih perlu banyak perbaikan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan guru berikut:
1st Prosiding Midwifery Science Session
1st Prosiding Midwifery Science Session
5
“Selama pandemi kita belum ada tatap muka, sehingga belum bisa membagikan buku
raportkesehatanku, tetapi ada aplikasi Mobscreen Penjarkes untuk skrining, tapi karena ini aplikasi
baru masih membutuhkan sosialisasi” (K9, 43Tahun)
Pemeriksaan skrining kesehatan adalah serangkaian kegiatan di mana siswa mengisi kuesioner
dan petugas kesehatan bekerja sama dengan kader remaja atau guru sekolah untuk melakukan
pemeriksaan skrining atau tes tambahan. Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan standar
minimal pelayanan medis dan program UKS. Idealnya rangkaian tersebut harus dilaksanakan
seluruhnya, tetapi dalam praktiknya dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi masing masing
wilayah. Skrining kesehatan yang dilakukan tidak hanya kesehatan fisik saja melainkan juga skrining
kesehatan mental. Skrining kesehatan jiwa remaja merupakan pemeriksaan awal untuk deteksi dini
masalah kesehatan jiwa pada remaja. Masalah kesehatan mental remaja meliputi beberapa domain:
domain masalah perilaku dan agresi, domain masalah emosional, domain masalah teman sebaya,
domain masalah interpersonal, dan domain masalah penggunaan zat terlarang (Rahmawaty, 2019).
Program Kesehatan Remaja di Masyarakat
Intervensi kesehatan untuk usia remaja tidak hanya dilakukan disekolah, namun juga dilakukan
di lingkungan masyarakat melalaui program posyandu remaja. Posyandu remaja adalah sistem
kesehatan berbasis masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan oleh, untuk dan bersama
masyarakat, termasuk remaja, dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk
memberdayakan masyarakat dan menjamin bahwa remaja memiliki akses terhadap pelayanan
kesehatan (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Berdasarkan penelitian kegiatan posyandu di Kota
Yogyakarta belum semuanya aktif, kegiatan hanya dilakukan ketika akan diadakan lomba. Kondisi
pandemic Covid-19 juga mempengaruhi keberlangsungan posyandu remaja, mengingat adanya
himbauan untuk tidak berkumpul serta pembatasan interaksi sosial secara langsung sehingga kegiatan
posyandu remaja juga ikut terhenti. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan petugas Puskesmas
berikut:
“Kegiatan posyandu remaja sudah dibentuk disetiap wilayah, namun pelaksaan kegiatannya
belum rutin dan belum optimal, kegiatan bari aktif ketika akan diadakan lomba” (K5, 42 tahun)
“Posyandu remaja ada, tapi kegiatan pertemuan belum rutin setiap bulan, apalagi sekarang
pandemic Covid-19 kegiatan posyandu menjadi tidak aktif” (K2, 17 tahun)
Partisipasi remaja untuk mengikuti posyandu memang masih rendah, hal ini dikarenakan berabgai
faktor, salah satunya dikarenakan rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan, remaja yang
memiliki pengetahuan yang rendah cenderung untuk tidak datang ke posyandu remaja. Penyebab lain
rendahnya minat remaja untuk berkunjung ke posyandu remaja adalah pengaruh teman sebaya, remaja
akan cenderung akan mengikuti kegiatan posyandu dengan ajakan teman(Larasaty, 2021).
Kegiatan remaja di masyarakat selain Posyandu remaja juga terdapat program PIK-R, kegiatan ini
merupakan kegiatan yang diinisasi oleh BKKBN yang terintegrasi dalam program kampung KB. PIK-R
merupakan wadah kegiatan program penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja (PKBR) yang
dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling kesehatan
reproduksi remaja(Rino & Fatmawati, 2022). Kerikut kutipan wawancara dengan petugas DP3APKB:
“Kalau program PIK-R hanya ada di Kampung KB, kalua diluar kampung KB adanya Posyandu Remaja”
(T4, 48 tahun)
Program PIK-R mempunyai peran penting dalam meningkatkan pengetahuan remaja mengenai
kesehatan reproduksi, sama halnya dengan program posyandu remaja program PIK-R ini memerlukan
1st Prosiding Midwifery Science Session
1st Prosiding Midwifery Science Session
6
sebuah inovasi sehingga dapat meningkatkan partisipasi remaja dalam mengikuti kegiatan (Aulia & Tan,
2020).
KESIMPULAN
Intervensi kesehatan yang tertuang dalam program 8000-HPK ini tidak semuanya merupakan
program baru dan sebagian besar sudah berlangsung namun pelaksaan di lapangan belum semua
berjalan dengan baik. Perlu optimalisasi program kesehatan remaja di sekolah dan di masyarakat
terutama mengenai revitalisasi posyandu serta penggunaan aplikasi Mobscreen Penjarkes untuk
skrining kesehatan anak sekolah.
APRESIASI
Peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada Pemerintah Kota Yogyakarta yang telah
memberikan support dana melalui program penelitian tematis tahun anggaran 2021.
KONFLIK KEPENTINGAN
Pada penelitian ini tidak terdapat konflik kepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, D. L. N., & Tan, C. C. (2020). Peran Pik-R Dengan Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja. JKM (Jurnal
Kebidanan Malahayati), 6(2), 249–254.
Bundy, D. A. P., De Silva, N., Horton, S., & Jamison, D. T. (2017). Disease Control Priorities, (Volume 8):
Child and Adolescent Health and Development. World Bank Publications.
https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/28876 License: CC BY 3.0 IGO
Bundy, D. A. P., de Silva, N., Horton, S., Patton, G. C., Schultz, L., & Jamison, D. T. (2017). Child and
adolescent health and development: realizing neglected potential. In Child and Adolescent Health
and Development. 3rd edition (3rd ed.). World Bank.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK525272/
Bundy, D. A. P., Schultz, L., Sarr, B., Banham, L., Colenso, P., & Drake, L. (2017). The school as a platform
for addressing health in middle childhood and adolescence. In Disease Control Priorities, Third
Edition (Volume 8): Child and Adolescent Health and Development. World Bank.
https://doi.org/https://doi.org/10.1596/978-1-4648-0423-6_ch20
Dinkes Kota Yogyakarta. (2021). Profil Kesehatan Kota Yogyakarta Tahun 2021. Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta.
Direktorat Sekolah Dasar. (2021). Penerapan Trias UKS dalam pembelajaran tatap Muka Terbatas Di
Masa Pandemi (1st ed.). Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah, kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan tehnologi.
https://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/usaha-kesehatan-sekolah
Kementrian Kesehatan RI. (2016). Surat Edaran nomor HK 03.03/V/0595/2016 tentang Pemberian
Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI. (2018). Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Posyandu Remaja. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2021.
Kuruvilla, S., Sadana, R., Montesinos, E. V., Beard, J., Vasdeki, J. F., de Carvalho, I. A., Thomas, R. B., Drisse,
M.-N. B., Daelmans, B., & Goodman, T. (2018). A life-course approach to health: synergy with
sustainable development goals. Bulletin of the World Health Organization, 96(1), 42.
https://doi.org/10.2471/BLT.17.198358
Larasaty, N. D. (2021). Kendala Pelaksanaan program Posyandu Remaja di Masa Pandemi. Prosiding
Seminar Nasional Kesehatan, Sains Dan Pembelajaran, 1(1), 911–922.
https://proceeding.unpkediri.ac.id/index.php/seinkesjar/article/view/1493/1119
Presiden Indonesia. (2014). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang
1st Prosiding Midwifery Science Session
1st Prosiding Midwifery Science Session
7
Kesehatan Reproduksi. Sekretariat Negara.
Presiden Indonesia. (2020). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Bappenas.
Rahmawaty, E. (2019). Evaluasi Program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) pada Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas. Quality: Jurnal Kesehatan, 13(1), 28–35.
https://doi.org/https://doi.org/10.36082/qjk.v13i1.59
Rino, M., & Fatmawati, T. Y. (2022). Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi terhadap Pemanfaatan
Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R). Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(1),
427–431.
Tarini, N. W. D., Sugandini, W., & Sulyastini, N. K. (2020). Prevalence of anemia and stunting in early
adolescent girls. J. Advances in Social Science, Education, and Humanities Research, 394, 397–402.
UNICEF. (2020). Situasi Anak di Indonesia - Tren, Peluang, dan Tantangan dalam Memenuhi Hak-hak
Anak. United Nations Children’s Fund (UNICEF) Indonesia.
Walikota Yogyakarta. (2021). Peraturan Walikota No 41 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Daerah ;
Mempersiapkan Generasi Unggul melalui Program 8000 Hari Pertama Kehidupan Tahun 2021-2025.
Warsini, K. T., Hadi, H., & Nurdiati, D. S. (2016). Riwayat KEK dan anemia pada ibu hamil tidak
berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu, Bantul,
Yogyakarta. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 4(1),
29–40. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21927/ijnd.2016.4(1).29-40
Wilopo, S. A., Choiriyyah, I., Pinandari, A. W., Setyawan, A., Nugroho, A., Perestroika, G. D., & Astrini, Y. P.
(2019). Laporan Baseline Indonesia Global Earlier Adolescent Study. Pusat Kesehatan Reproduksi,
UGM.