ArticlePDF Available

Rancang Bangun Sistem Pendeteksi Tsunami (Studi Kasus Selat Sunda)

Authors:

Abstract

Tsunami is not only caused by the strength of tectonic earthquakes with the dislocation of the seafloor, but also by landslides /rocks in shallow waters, or the relatively large fall of meteors/ celestial bodies. Unlike other tsunamis caused by slab collisions, tsunamis in the Sunda Strait tsunami caused by high tides and underwater landslides due to the eruption of krakatoa. Tsunami due to the eruption of Mount Anak Krakatau threatens at any time so that technology is needed to be able to help the community and BMKG monitor activities in the Sunda Strait so as to provide security and comfort of the surrounding residents. Therefore, research was made to measure the height of waves to detect high waves causing tsunamis in the Sunda Strait. In this research, Tsunami detection system using electrical circuits in its testing with submersible sensors as a wave height reader. The result of the sensor height readings read by the sensor in the process uses a Resberry-Pi microcontroller. The height limit set on the sensor produces siren sounds and sends short messages sent to residents of coastal communities of the Sunda Strait. The results showed that the tsunami detection system managed to read the water level in real time accurately according to the calibration equation. The water level reading tool set by the limit is 2 meters with the length of the wave using a maximum time of 90 seconds. The device will send a short message and produce a siren sound when the wave reaches a height of 2 meters for 90 seconds in a row. Sending messages takes 2-5 seconds, if there is a tsunami due to the eruption of Mount Anak Krakatau the evacuation time to the safe zone for coastal communities of the Sunda Strait is still affordable and safe.
E-ISSN: 2528-388X INERSIA
P-ISSN: 0213-762X Vol.18, No.1, Mei 2022
*Corresponding author.
E-mail: saputrooagung@gmail.com
https://doi.org/10.21831/inersia.v18i1
Received 11 January 2021; Revised 5 March 2022; Accepted 27 May 2022
Available online 31 May 2022
Rancang Bangun Sistem Pendeteksi Tsunami (Studi Kasus Selat
Sunda)
Agung Saputroa, Radianta Triarmadjab, Henricus Priyosulistyob
a Program Pascasarjana, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 565223, Indonesia
b Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 565223, Indonesia
keywords:
Tsunami
Sunda Strait
sensor
ABSTRACT
Tsunami is not only caused by the strength of tectonic earthquakes with the dislocation of the seafloor,
but also by landslides /rocks in shallow waters, or the relatively large fall of meteors/ celestial bodies.
Unlike other tsunamis caused by slab collisions, tsunamis in the Sunda Strait tsunami caused by high
tides and underwater landslides due to the eruption of krakatoa. Tsunami due to the eruption of Mount
Anak Krakatau threatens at any time so that technology is needed to be able to help the community and
BMKG monitor activities in the Sunda Strait to provide security and comfort of the surrounding
residents. Therefore, research was made to measure the height of waves to detect high waves causing
tsunamis in the Sunda Strait.
In this research, Tsunami detection system using electrical circuits in its testing with submersible
sensors as a wave height reader. The result of the sensor height readings read by the sensor in the
process uses a Resberry-Pi microcontroller. The height limit set on the sensor produces siren sounds
and sends short messages sent to residents of coastal communities of the Sunda Strait.
The results showed that the tsunami detection system managed to read the water level in real time
accurately according to the calibration equation. The water level reading tool set by the limit is 2
meters with the length of the wave using a maximum time of 90 seconds. The device will send a short
message and produce a siren sound when the wave reaches a height of 2 meters for 90 seconds in a
row. Sending messages takes 2-5 seconds, if there is a tsunami due to the eruption of Mount Anak
Krakatau the evacuation time to the safe zone for coastal communities of the Sunda Strait is still
affordable and safe.
kata kunci:
Tsunami
Selat Sunda
sensor
ABSTRAK
Tsunami tidak hanya disebabkan oleh kekuatan gempa tektonik dengan dislokasi dasar laut, tetapi juga
oleh longsoran tanah/batuan pada perairan dangkal, ataupun jatuhnya meteor/benda langit yang relatif
besar. Berbeda dengan Tsunami lainya yang di sebabkan oleh tabrakan lempengan, tsunami di selat
sunda tsunami disebabkan pasang tinggi dan longsor bawah laut karena letusan anak gunung krakatau.
Tsunami karena letusan Gunung Anak Krakatau mengancam setiap saat sehingga diperlukan teknologi
untuk bisa membantu masyarakat dan BMKG memantau kegiatan di selat sunda sehingga memberikan
keamanan dan kenyamanan warga sekitar. Oleh karena itu penelitian dibuat mengukur tinggi gelombang
untuk medeteksi gelombang tinggi penyebab tsunami pada selat sunda.
Penelitian ini menggunakan rangkaian elektrik dalam pengujian nya dengan sensor submersible sebagai
alat pembaca ketinggian gelombang. Hasil dari pembacaan ketinggian sensor yang di baca oleh sensor
di proses menggunakan mikrokontroller Resberry-Pi. Batas ketinggian yang di atur pada sensor
menghasilkan bunyi sirine dan mengirimkan pesan singkat yang dikirim kepada warga masyarakat
pesisir Selat Sunda.
Hasil penelitian menunjukan Sistem pendeteksi tsunami berhasil membaca ketinggian air secara real
time dengan akurat sesuai persamaan kalibrasi. Alat membaca ketinggian air yang diatur batasnya yaitu
2 meter dengan lama gelombang menggunakan waktu maksimal 90 detik. Alat akan mengirimkan pesan
singkat dan menghasilkan bunyi sirine pada saat gelombang mencapai ketinggian 2 meter selama 90
detik berturut-turut. Pengiriman pesan memerlukan waktu 2-5 detik, Jika terjadi tsunami di akibat
letusan gunung anak krakatau waktu evakuasi menuju zona aman bagi masyarakat pesisir Selat Sunda
masih terjangkau dan aman.
`
This is an open access article under the CCBY license.
Agung Saputro, dkk. INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022
11
1. Pendahuluan
Tsunami dapat menghasilkan bencana alam yang salah
satunya diakibatkan oleh dislokasi kerak bumi yang
terjadi didasar laut dan sangat sulit untuk diprediksi kapan
akan terjadi [1]. UU No. 26 Tahun 2007 menyatakan
bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik
Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga
diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi
bencana. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa tsunami
merupakan salah satu kejadian bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam.
Tsunami tidak hanya disebabkan oleh kekuatan gempa
tektonik dengan dislokasi dasar laut, tetapi juga oleh
longsoran tanah/batuan pada perairan dangkal, ataupun
jatuhnya meteor/benda langit yang relatif besar [2].
Berbeda dengan Tsunami lainya yang di sebabkan oleh
tabrakan lempengan, tsunami di selat sunda tsunami
disebabkan pasang tinggi dan longsor bawah laut karena
letusan anak gunung krakatau [3]. Letusan gunung ini
merupakan salah satu yang mematikan sepanjang sejarah,
menyebabkan mega tsunami, dan gelombang awan panas,
menewaskan lebih 30.000 jiwa. Pada tanggal 22
Desember 2018, peristiwa tsunami yang disebabkan oleh
letusan Anak Krakatau di Selat Sunda menghantam
daerah pesisir Banten dan Lampung, Indonesia.
Sedikitnya 426 orang tewas dan 7.202 terluka dan 23
orang hilang akibat peristiwa ini [4].
Tsunami karena letusan Gunung Anak Krakatau
mengancam setiap saat sehingga diperlukan teknologi
untuk bisa membantu masyarakat dan BMKG memantau
kegiatan di selat sunda sehingga memberikan keamanan
dan kenyamanan warga sekitar. Permasalahan lokasi
pantai di Indonesia ini di dasarkan pada tidak semua
lokasi pantai di serang gelombang tsunami dalam waktu
yang sama, rentang kedatangan gelombang tsunami bisa
sangat besar sehingga di bangun sistem ini tidak hanya
bersifat dini. Oleh karena itu penelitian dibuat mengukur
tinggi gelombang untuk medeteksi gelombang tinggi
penyebab tsunami pada selat sunda.
1.1. Tsunami Akibat Longsoran Material
Apabila sejumlah massa material (berupa tanah/batuan)
yang masuk ke dalam laut/perairan dan terjadi dalam
waktu yang relatif cepat, maka massa air akan
mengumpul di sekitar massa material (berupa
tanah/batuan), kemudian massa air ini akan segera
bergerak berpindah menempati areal yang lebih luas
menuju perairan bebas sebagai gelombang tsunami.
Gerakan longsoran material juga dapat terjadi di dalam
laut. Perubahan volume total air laut tidak terjadi, yang
terjadi adalah perubahan posisi dasar laut yang
mengakibatkan adanya daya dorong oleh massa material
yang menggeser massa air sehingga menimbulkan energi
dan adanya kemungkinan perubahan elevasi muka air
laut, yang ditentukan oleh kecepatan dislokasi dan volume
massa yang bergeser relatif terhadap massa air di atasnya.
Apabila dislokasi cepat dan mendekati kecepatan jalar
gelombang, akan mengakibatkan perubahan elevasi muka
air laut mengikuti perubahan bentuk dasar laut. Apabila
kecepatan dislokasinya lambat, tidak terlalu banyak
berarti. Longsoran di laut yang dalam, sulit
mengakibatkan tsunami, sedangkan longsoran di laut
yang dangkal, sangat memungkinkan terjadinya tsunami.
Longsoran dengan kecepatan dislokasi yang cepat, pada
perairan yang dangkal sangat memungkinkan terjadinya
tsunami.
1.2. Evakuasi
Evakuasi adalah pergerakan orang atau masyarakat dari
suatu tempat atau dari sutau kondisi yang terancam oleh
terjadinya peristiwa bencana ke wilayah yang lebih aman
[5]. Menurut KBBI, evakuasi didefinisikan pengungsian
atau pemindahan penduduk dari daerah-daerah yang
berbahaya, misal bahaya perang, bahaya banjir,
meletusnya gunung api, ke daerah yang aman. Melakukan
evakuasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan
masyarakat untuk menghindari diri dari segala ancaman
bencana. Dalam bencana tsunami, terdapat dua jenis
evakuasi antara lain evakuasi horizontal yaitu evakuasi
dengan memindahkan penduduk ketempat yang aman
secara horizontal sehingga terhindar dari terjangan
tsunami, biasanya dilakukan dengan menjauhi diri dari
tepi pantai. Evakuasi vertikal yaitu penduduk tetap berada
di pantai namun menaiki bangunan yang lebih tinggi yang
dapat difungsikan sebagai shelter. Faktor waktu dalam
melakukan evakuasi sangat penting untuk mengungsi ke
lokasi yang aman saat terjadi bencana. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi waktu evakuasi seperti kondisi
lebar sempitnya jalan, ada atau tidaknya rintangan,
kondisi permukaan jalan, kemiringan, dan lain-lain yang
dapat mempengaruhi arus evakuasi pada umumnya [6]
[9]. Menurut FEMA untuk sumber tsunami yang jauh dari
daratan, maka perkiraan waktu peringatan untuk
melakukan evakuasi lebih dari 2 jam. Untuk tsunami yang
sumbernya agak jauh dari daratan namun getaran
gempanya terasa di daratan maka waktu peringatan yang
dibutuhkan untuk evakuasi adalah antara 30 menit sampai
dengan 2 jam. Sedangkan untuk sumber tsunami yang
dekat (getaran gempa dirasakan sangat kuat saat di
INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022 Agung Saputro, dkk.
12
daratan) maka waktu peringatan yang dibutuhkan untuk
evakuasi adalah kurang dari 30 menit.
2. Metode
2.1. Perangkat Elektrik
2.1.1. Raspberry pi 4 model B (4GB)
Raspberry pi adalah sebuah SBC (single-board computer)
seukuran kartu kredit. Raspberry pi telah dilengkapi
dengan semua fungsi layaknya sebuah komputer lengkap,
menggunakan SOC (System on Chip) ARM yang dikemas
dan diintegrasikan di atas PCB (papan circuit) Raspberry
pi ini mampu bekerja layaknya komputer pada umumnya
dengan kemampuan untuk menjalankan sistem operasi
linux dan aplikasi lainya seperti LibreOffice,multimedia
(audio dan video), perambatan web, ataupun programing
[10] (lihat Gambar 1).
Gambar 1. Raspberry pi 4 model B (4GB).
2.1.2. Submersible Water Level
Sensor level air submersible umumnya dikenal sebagai
"probe level" ini terutama digunakan untuk pengukuran
level air, tekanan air, dan level hidrostatik (Gambar 2).
Gambar 2. Submersible water level meter
2.1.3. Modul Sim900a (Sinyal)
SIM900A adalah modul SIM yang digunakan pada
penelitian ini (Gambar 3). Modul SIM900 GSM/GPRS
adalah bagian yang berfungsi untuk berkomunikasi antara
pemantau utama dengan Handphone. ATCommand
adalah perintah yang dapat diberikan modem
GSM/CDMA seperti untuk mengirim dan menerima data
berbasis GSM/GPRS, atau mengirim dan menerima SMS.
SIM900 GSM/GPRS dikendalikan melalui perintah AT
(GSM 07.07, 07.05, dan SIMCOM).
Gambar 3. Modul Sim900a (Sinyal).
AT+Command adalah sebuah kumpulan perintah yang
digabungkan dengan karakter lain setelah karakter ‘AT’
yang biasanya digunakan pada komunikasi serial. Dalam
penelitian ini ATcommand digunakan untuk mengatur
atau memberi perintah modul GSM/CDMA. Perintah
ATCommand dimulai dengan karakter “AT” atau “at”
dan diakhiri dengan kode (0x0d). Berikut adalah beberapa
perintah ATcommand yang digunakan dalam penelitian
ini.
2.1.4. Solar Panel 50Wp
Panel surya adalah alat konversi energi cahaya matahari
menjadi energi listrik (Gambar 4). Untuk memanfaatkan
potensi energi surya ada dua macam teknologi yang sudah
diterapkan, yaitu energi surya fotovoltaik dan energi surya
terma.
Gambar 4. Solar Panel 50Wp.
Agung Saputro, dkk. INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022
13
2.1.5. Box Panel
Box panel berfungsi untuk menghubungkan antara satu
rangkaian listrik dengan rangkaian listrik lainnya pada
suatu operasi kerja (Gambar 5). Panel menghubungkan
suplay tenaga listrik dari panel utama sampai ke beban-
beban baik instalasi penerangan maupun instalasi tenaga.
Gambar 5. Box Panel.
2.2. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data sebuah penelitian yang dilakukan
dengan berbagai metode memerlukan alat bantu sebagai
instrumen penelitian. Instrumen pada penelitian ini terdiri
dari dua jenis yaitu perangkat keras dan perangkat lunak.
Perangkat keras berupa personal computer (PC),
sedangkan perangkat lunak yang digunakan berupa
Microsoft office yang terdiri dari Microsoft Word,
Microsoft Excel, Microsoft Power Point, Rasberry Pi,
serta search engine. Pengolahan data baik analisis lalu
lintas maupun kelayakan menggunakan Microsoft Excel
yang kemudian dituangkan pada laporan berupa Microsoft
Word. Pada instrumen penelitian ini, aplikasi Rasberry-pi
berguna untuk merapikan sumber-sumber referensi
dengan baik, sedangkan search engine digunakan untuk
mencari data-data tambahan yang dibutuhkan selama
penelitian. Tabel 1 menyajikan daftar komponen alat yang
digunakan beserta fungsinya.
Tabel 1. Daftar komponen dan fungsi
No
Nama
Gambar
Power Rate
Data
1
Submersible
Water Level
Input : 24V
4-20 mA
2
Raspberry PI
Input : 5V
I2C, SPI, UART
&
Digital
3
I - V Converter
Input : 4 -20 mA
Output : 0-5V
Analog 0-5V
4
AD Board
Expansion
Input : 5V
SPI
INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022 Agung Saputro, dkk.
14
No
Nama
Gambar
Power Rate
Data
5
SIM800L
Input 5V
UART
6
TFT LCD 3.5"
Input : 5V
SPI
7
Outdoor Panel
Box
3. Hasil
3.1. Sistem Kerja Alat
Alat pendeteksi tsunami bekerja dalam 3 (tiga) rangkaian
sistem yaitu Input, Proses dan Output. Input alat
pendeteksi tsunami berupa sensor pembaca ketinggian air,
alat bekerja berdasarkan pembacaan sensor submersible
yang membaca ketinggian air. Proses yaitu pengolahan
hasil pembacaan sensor menggunakan mikrokontroller
Resberry-Pi, Resberry bekerja menggunakan bahasa
pemograman Python. Resberry-Pi mengolah data yang di
peroleh dari pembacaan sensor untuk bisa menghasilkan
output yang akurat. Output dari alat ini berupa bunyi
sirine dan pengiriman pesan singkat hasil pengolahan
ketinggian air dari pembacaan sensor. Output dari alat
pendeteksi tsunami ini di pastikan akurat di karenakan
alat sudah dilakukan kalibrasi.
Gambar 6 merupakan desain prototype alat pada keadaan
gelombang normal tidak menyentuh sensor atau adapun
sentuhan berubah gelombang pasang-surut atau cipratan
air yang tidak akan terbaca oleh sensor. Alat pendeteksi
tsunami di atur ambang batas ketinggian air dan batas
lama waktu sampai melakukan perintah keluaran.
Ambang batas ketinggian air dinamakan threshold dan
batas lama waktu dinamakan delay pada koding program.
Program diolah Resberry-Pi berdasarkan threshold dan
delay yang sudak di masukan pada pemograman setelah
dilakukan kalibrasi alat.
Gambar 7 adalah ilustrasi saat sensor terendam
gelombang. Sensor membaca ketinggian air setiap saat
dan data ketinggian air di kirim ke Resberry-Pi, saat
ketinggian air mencapai threshold dan lama waktu sesuai
delay yang sudah di tetapkan maka Resberry-Pi
mengeluarkan perintah untuk membunyikan sirine dan
mengirimkan pesan singkat.
Gambar 6. Perangkat Saat Gelombang Belum Mencapai Sensor.
Gambar 7. Sensor Terendam Gelombang.
Agung Saputro, dkk. INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022
15
3.2. Pengujian Alat
Pengujian alat dilakukan dengan cara melakukan
pengambilan data berdasarkan ketinggian air yang dibaca
oleh sensor alat. Rangkaian pengujian alat yaitu dengan
melakukan kalibrasi terlebih dahulu sebanyak 3 (tiga) kali
dan akan dikonfigurasikan dengan koding program dan
dilanjutkan dengan pengujian alat. Perangkat alat uji di
rangkai pada sebuah box panel yang di pasang dengan
besi pancang sebagai penyangga. Sehubungan dengan uji
coba yang dilakukan di Laboratorium Hidraulika sumber
daya yang digunakan dari Solar Sel diganti menggunakan
trafo 12 Volt dan 3 Ampere. Box panel yang di gunakan
sebagai casing di desain untuk tahan terhadap air dan
karat sehingga bisa menjaga rangkaian elektrikal dari
kemasukan air hujan atau gelombang.
Gambar 8. Perangkat Fisik Box Panel.
Perangkat sistem yang di tunjukan pada Gambar 8
merupakan perangkat box panel yang belum di pasang
monitor dan di sinkronisasi dengan mikrokontroller
Resberry-PI. Box Panel yang di pakai pada penelitian kali
ini menggunkan monitor LCD layar sentuh pada bagian
depan atas. LCD berfungsi sebagai alat monitoring
ketinggian air yang terdeteksi muncul terus-menerus
secara realtime. Perangkat elektrik yang berada didalam
panel yang menghasilkan suhu ruangan cukup panas,
walaupun di dalamnya di beri kipas tetap perlu untuk
monitoring oleh karena itu di atas LCD di pasang Sensor
pengukur suhu yang menunjukan suhu dalam box panel.
Monitor LCD yang berbasis Mikrokontroller Resberry-PI
memberikan akses perangkat dapat di akses menggunakan
PC atau Laptop dengan kesesuaian data di monitor LCD
dan di monitor PC (Gambar 9). Koding dan kalibrasi alat
dapat di sinkronkan menggunakan PC yang langsung ter
integrasi ke Perangkat. Saat menggunakan perangkat
berbasis PC maka perangkat dengan Alat Pendeteksi
Tsunami harus berbasis jaringan internet yang sama.
`
Gambar 9. Prototipe Box Panel.
3.3. Kalibrasi
Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk
hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen
ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili
oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui
yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi
tertentu.
Tabel 2. Hasil kalibrasi sensor.
Kedalaman
(m)
Tegangan
Kedalaman (m)
Tegangan
10
0,05
90
0,51
20
0,09
100
0,56
30
0,13
260
1,52
40
0,20
270
1,58
50
0,27
280
1,64
60
0,33
290
1,70
70
0,40
300
1,76
80
0,46
Hasil kalibrasi sensor ditampilkan pada Tabel 2.
Berdasarkan kalibrasi pertama ini diperoleh hasil rata-rata
kenaikan tegangan 0,06 Volt per 10cm. Tegangan
sebanding dengan kedalaman sensor di dalam air, jika
sensor di letakan semakin dalam makan tegangan yang di
baca juga semakin besar dengan kenaikan yang relatif
linier (Gambar 10).
INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022 Agung Saputro, dkk.
16
Gambar 10. Grafik Hubungan Kedalaman dan Tegangan.
Hasil dari kalibrasi pertama kemudian diolah dengan
persamaan regresi linear 𝑥 = 𝑎𝑦 𝑏 atau 𝑦 = 𝑎𝑥 +
𝑏 . Berdasarkan data pada Tabel 2 dicari persamaan
regresi menggunakan penurunan rumus berikut ini.
x-x'
x"-x' =y-y'
y"-y'
x-0,05
0,56-0,05 =y-10
100-10
x-0,05
0,51 =y-10
90
y = 90 (x-0,05
0,51 )+10
y=176,5x-8,82+10
y=176x+1,18
x-x'
x"-x' =y-y'
y"-y'
x-10
100-10 =y-0,05
0,56-0,05
x-10
90 =y-0,05
0,51
y= 0,52 (x-10
90 )+0,05
y=0,006x-0,06+0,05
y=0,006x+0.01
x= y-0,01
0,006
x=166,67y-1,6 (1)
y=167,01x+4,89 (2)
Dari penurunan persamaan di atas diperoleh hasil bahaya
x=166,67y-1,6 dan y =167,01x+4,89. Hasil ini berarti
semakin dalam sensor diletakan dalam air maka sensor
akan membaca tegangan lebih besar. Pada hasil kalibrasi
ini nanti akan di masukan dalam koding sehingga bisa
menjadi indikator karakteristik pembacaan sensor
terhadap tinggi air. Karena saat alat ini selalu aktif
memonintoring ketinggian air perlu suatu waktu untuk di
lakukan kalibari atau uji karakteristik ulang untuk
menjadi acuan dalam pembacaan sensor, sehingga saat
alat beroperasi hasil yang diperoleh sudah akurat.
3.4. Pengujian Alat
3.4.1. Pengujian Sensor
Sensor yang digunakan dalam penelitian system
pendeteksi tsunami menggunakan sensor submersible
yang digunakan untuk membaca ketinggian debit air
dengan berdasarkan tekanan. Prinsip kerja sensor
submesrsible pembaca ketinggian air berdasarka tekanan
sebenarnya cukup sederhana. Indikator ketinggian air
bekerja dengan menggunakan probe sensor untuk
menunjukkan ketinggian air di tangki penyimpanan.
Probe ini mengirimkan informasi kembali ke panel
kontrol untuk memicu alarm atau indikator. Tekanan
hidrostatis dihitung dengan persamaan 3.
P=ρgh (3)
dimana P adalah tekanan hidrostatis, ρ adalah berat jenis
air (1.000 kg⁄m3), g adalah percepatan gravitasi di
permukaan bumi (9,8 m⁄s2) dan h adalah kedalaman air.
Hasil perhitungan tekanan hidrostatis diperoleh seperti
Tabel 3.
Agung Saputro, dkk. INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022
17
Gambar 11. Grafik Hubungan Tekanan Hidrostatis dan Kedalaman
Tabel 3. Pengaruh Kedalaman Terhadap Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatis, P
(Pa)
Kedalaman, h
(m)
9800
1,0
10780
1,1
11760
1,2
12740
1,3
13720
1,4
14700
1,5
15680
1,6
16660
1,7
17640
1,8
18620
1,9
19600
2,0
Pengaruh tekanan terhadap kedalaman yaitu semakin
dalam sensor submersible di letakan maka tekanan yang
di peroleh pada alat akan lebih kuat. Tekanan yang di
peroleh pada sensor inilah yang memberikan pembacaan
ketiniggian air. Karena berdasarkan tekanan, maka sensor
tidak akan membaca hasil dari cipratan air ataupun air
yang sebentar karena alat pendeteksi tsunami di program
dengan delay 2 menit.
Gambar 11 menunujukan semakin dalam sensor di
letakkan, semakin tinggi membaca ketinggian air makan
di peroleh hasil tekanan semakin besar yang terbaca oleh
sistem.
3.4.2. Kecepatan Gelombang
Kecepatan gelombang dibuat untuk mengantisipasi alat
agar tidak membaca cipratan air atau air dalam waktu
sebentar. Kecepatan gelombang atau cepat rambat
gelombang merupakan perbandingan antara perpindahan
satu panjang gelombang dan periodenya. Kecepatan
gelombang dihitung dengan persamaan 4.
v = λƒ (4)
dengan v merupakan kecepatan gelombang (m/dt),
adalah panjang gelombang (m), dan f adalah frekuensi
gelombang. Hasil perhitungan kecepatan gelombang di
peroleh pada Tabel 4.
Tabel 4. Kecepatan Gelombang
Kecepatan gel.,
v (m/dt)
Panjang gel., λ
(m)
Frekuensi
gelombang, f
100,00
2
50,00
66,67
2
33,33
50,00
2
25,00
40,00
2
20,00
33,33
2
16,67
25,00
2
12,50
20,00
2
10,00
16,67
2
8,33
14,29
2
7,14
12,50
2
6,25
11,11
2
5,56
10,00
2
5,00
9,09
2
4,55
8,33
2
4,17
7,69
2
3,85
7,14
2
3,57
6,67
2
3,33
6,25
2
3,13
5,88
2
2,94
5,56
2
2,78
5,26
2
2,63
5,00
2
2,50
4,76
2
2,38
4,55
2
2,27
4,35
2
2,17
4,17
2
2,08
4,00
2
2,00
3,85
2
1,92
3,70
2
1,85
3,57
2
1,79
INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022 Agung Saputro, dkk.
18
Hubungan panjang gelombang dan frekuensi berbandung
terbalik. Semakin besar panjang gelombang, maka akan
semakin rendah frekuensinya. Adapun semakin pendek
panjang gelombang, maka akan semakin tinggi
frekuensinya.Hasil dari pengujian kecepatan gelombang
di peroleh data rata-rata kecepatan gelombang per 2 detik
16.65 meter per detik. Dengan kecepatan gelombang ini
bisa diketahui kecepatan waktu yang diperlukan untuk
melakukan evakuasi pada saat gelombang tsunami datang.
Data kecepatan gelombang digunakan untuk menjadi
dasar penentuan threshold dan delay pada penelitian Alat
pendeteksi tsunami.
Berdasarkan data kecepatan gelombang pada Tabel 4 di
peroleh grafik seperti pada Gambar 12 Grafik
menunjukan data yang diperoleh pada pengujian sesuai
dengan teori yang digunakan dalam perhitungan
kecepatan gelombang Data kecepatan gelombang
digunakan untuk menjadi dasar penentuan threshold dan
delay pada penelitian Alat pendeteksi tsunami.
3.4.3. Output Pengujian Alat
Alat pendeteksi tsunami mempunyai keluaran berupa
pesan singkat untuk pengiriman notifikasi jarak jauh dan
bunyi sirine untuk di lokasi. Pesan singkat atau Short
Message Service (SMS) bisa di terima telepon seluler
melalui beberapa proses (Gambar 13).
Alat pendeteksi tsunami melakukan uji coba dengan
pengiriman pesan dibagi 4 (empat) jenis pesan
berdasarkan lokasi objek penerima pesan. Pengiriman
pesan singkat Objek pertama menggunakan lokasi objek
acak guna menggetahui kondisi sinyal dasar pengiriman
pesan singkat General Packet Radio Service (GPRS) dan
Enhanced Data rates for GSM Evolution (EDGE) di
berbagai wilayah di Indonesia. Hasil Pengujian dapat
dilihat pada Tabel 5 bahwa semua daerah berhasil
menerima pesan dengan real time sesuai waktu pengujian
di Laboratorium Hidraulika Yogyakarta.
Percobaan membuktikan alat sudah optimal dengan
pengiriman paling lama selisih 2 menit sehingga sangat
memungkinkan untuk evakuasi keselamatan.
3.5. Evakuasi
Waktu penjalaran gelombang tsunami mencapai pantai
yang tercepat adalah sekitar 27 menit untuk dislokasi
pada arah Timur Laut berlokasi di Banten, Jawa Barat dan
38 menit untuk dislokasi pada arah Barat Laut yang
terjadi pada Kalianda. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai zona aman untuk kejadian dislokasi pada arah
Barat Laut atau Barat harus lebih cepat dari 27 dan 38
menit. Lebar, panjang dan kepadatan jalur evakuasi
mempengaruhi kecepatan evakuasi. Semakin lebar jalur
evakuasi, semakin baik. Semakin panjang jalur evakuasi
memerlukan waktu evakuasi yang semakin lama.
Kepadatan yang tinggi pada jalur evakuasi akan
menghambat kecepatan evakuasi. Simulasi lebih lanjut
mengenai evakuasi tidak dilakukan pada penelitian ini.
Berbeda dengan dislokasi dari arah Selatan, tidak banyak
berpengaruh karena berbatasan dengan laut lepas
samudera hindia.
Gambar 12. Grafik Hubungan Kecepetan dan Frekuensi Gelombang.
Agung Saputro, dkk. INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022
19
Gambar 13. Hasil Pembacaan Sensor yang disampaikan
melalui SMS.
Tabel 5. Nomor Telepon yang Digunakan dalam Pengujian.
No
Nomor Hp
Lokasi
Notifikasi
1
6282315646332
Solo
Dikirim 09:00
2
6281226823978
Jakarta
Diterima 09:00
3
6282282063637
Bengkulu
Diterima 09:00
4
6282138013316
Kalimantan
Utara
Diterima 09:01
5
6285364008634
Pekanbaru
Diterima 09:01
6
6282242633902
Cirebon
Diterima 09:00
7
628122973476
Jogja
Diterima 09:00
8
62816687357
Jogja
Diterima 09:00
9
6281260601708
Medan
Diterima 09:00
10
6281316988675
Makassar
Diterima 09:02
Pada penelitian ini di peroleh hasil delay pembacaan
sensor sampai keluaran bunyi sirine dan pengiriman pesan
hanya memerlukan waktu 2 menit dari sensor terbaca.
Waktu yang di peroleh oleh alat pendeteksi alat tsunami
tidak di tentukan oleh lokasi, jadi lokasi di tanjung lesung,
cilegon dan kalianda memperoleh hasil pembacaan sensor
yang sama pada waktu tersebut. Jika waktu evakasi lokasi
terdekat kena gelombang pada selat sunda akibat letusan
gunung anak krakatau 27 menit, maka warga pesisir
mempunyai waktu 25 menit untuk evakuasi dini
menghindari terjadinya tsunami di lokasi tersebut.
4. Simpulan
Tsunami yang terjadi pada selat sunda berbeda dengan
tsunami pada aceh, palu atau tsunami pada biasanya.
Tsunami di selat sunda terjadi karena terjadi aktifitas
gunung anak krakatau sehingga menghasilkan longsoran
material yang berakibat pada gelombang tinggi ke arah
pesisir selat sunda. Pesisir selat sunda dibagi menjadi
beberapa titik yaitu Tanjung lesung, Cilegon yang berada
di Banten dan Kalianda, di bagian selatan provinsi
lampung.
Sistem pendeteksi tsunami yang di uji untuk kasus selat
sunda yang tsunami berdasarkan gelombang akibat
longsoran material gunung anak krakatau. Alat berhasil
dibuat dengan sensor ketinggian yang fleksibel bisa diatur
ketinggian dan delay waktu guna membunyikan sirine
serta mengirimkan pesan. Alat bisa mengirimkan pesan
dalam waktu 2 menit, dengan estimasi waktu evakuasi, di
peroleh sisa waktu 28 menit untuk warga evakuasi masih
memungkinkan untuk menyelamatkan diri menuju zona
aman.
Daftar Rujukan
[1] H. Chanson, “Tsunami Surges on Dry Coastal
Plains: Application of DAM Break Wave
Equations,” vol. 48, no. 4, pp. 355370, Nov.
2011.
[2] C. Goto and Y. Ogawa, “Numerical Method of
Tsunami Simulation with the Leap-Frog
Scheme,” IOC Manuals and Guides No. 35. 1997.
[3] Suryana Prawiradisastra, “Penyebab Timbulnya
Bencana Gelombang Tsunami di Wilayah Selat
Sunda dan Upaya Penanggulangan,” J. Teknol.
Reduksi Risiko Bencana, 2005.
[4] Y. Yudhicara and K. Budiono, “Tsunamigenik di
Selat Sunda: Kajian terhadap katalog Tsunami
Soloviev,” Indones. J. Geosci., vol. 3, no. 4, pp.
241251, Dec. 2008, doi:
10.17014/IJOG.3.4.241-251.
[5] K. Munadi, Y. Nurdin, M. Dirhamsyah, and S.
Muchalil, “Multiagent based Tsunami Evacuation
Simulation: A Conceptual Model,” in
Proceedings of the Annual International
Conference, Syiah Kuala University-Life Sciences
& Engineering Chapter, 2012, vol. 2, no. 2.
[6] R. Triatmadja, Model Matematik Teknik Pantai,
Menggunakan Diferensi Hingga dan Metode
Karakteristik. Yogyakarta: Beta Offset, 2009.
[7] R. Triatmadja, Tsunami; Kejadian, Penjalaran,
INERSIA, Vol. 18, No. 1, Mei 2022 Agung Saputro, dkk.
20
Daya Rusak, dan Mitigasinya. Yogyakarta: UGM
Press, 2010.
[8] R. Triatmadja, “Numerical simulations of an
evacuation from a tsunami at Parangtritis beach in
Indonesia,” Sci. Tsunami Hazards, vol. 34, no. 1,
2015.
[9] B. Triatmodjo, Teknik Pantai. 1999.
[10] R. S. Prihantono, A. M. Shiddiqi, and H.
Studiawan, “Rancang Bangun Sistem Keamanan
dan Pengenalan Objek dalam Ruangan Sebagai
Pengganti CCTV dengan Menggunakan
Raspberry Pi,” J. Tek. Pomits, vol. 2, no. 1, 2013.
... Keberadaan alat ini perlu dukungan regulasi sebagai strategi pengelolaan yang berkelanjutan. Alat ini direncanakan akan dipasang di Selat Makassar dengan mencari titik landing (landing station) yang tepat (Khaerani et al., 2021); dan 7) (Saputro et al., 2022) dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Gajah Mada membuat prototype alat pendeteksi tsunami dengan prinsip berdasarkan pembacaan sensor submersible yang membaca ketinggian air. Pengolahan hasil pembacaan sensor menggunakan mikrokontroller Resberry-Pi, yang bekerja menggunakan bahasa pemograman Python. ...
Article
Full-text available
This research aims to analyze the vulnerability of the city of Bandar Lampung to tsunamis with a case study of the 2018 Sunda Strait Tsunami and at the same time provide an overview of past conditions and mitigation concepts to the community that are in accordance with the development of Industry 4.0 today and in the future, using qualitative methods descriptive with case studies. This method is used to reveal the problems behind the visible data can provide greater understanding the phenomena that occur. The research result is known that the potential for Tsunami vulnerability is due to the geographical location and the existence of Mount Krakatau which is a threat to tsunamis caused by earthquakes, volcanic eruptions, coastal and underwater landslides. Apart from that, public ignorance about tsunami in disaster preparedness is needing serious attention. The development of appropriate Industrial 4.0-based tsunami detection and early warning tools that can monitor in real time requires regulatory support as a sustainable management strategy. Efforts to increase people's knowledge and ability to face the threat of disaster can be done through education and outreach by creating disaster mitigation programs that are visionary, easy to implement and right on target using digital media.
Article
Full-text available
Earthquake is one of the natural disasters that can occur without being used. Earthquakes originate from vibrations in the bowels of the earth that travel to the surface caused by fractures in the earth breaking and shifting violently. To prevent material and inmaterial losses, this research can be carried out by utilizing hardware technology in the form of Raspberry PI and Piezoelectric Sensors. Raspberry PI is a small single-board computer (SBC) used for electronics projects. Raspberry PI has 40 pins divided into two modes, namely BCM and BOARD. For making a Piezoelectric Sensor value reading program using the Python Programming Language. The results of reading the output of the Piezoelectric Sensor integrated with the Raspberry PI are in the form of a voltage value. The output of the voltage is sent to the Website Page in real time. The collection of output data can then be analyzed if there are indications of an earthquake. The trial form was carried out by dropping the weight of objects weighing 2 and 3 Kilograms with the drop points being 25 cm, 50 cm and 95 cm. The experiment was carried out 3 times based on weight and falling point. From the test results, the value of vibration on the piezoelectric sensor was obtained with the lowest value of 107787 and the highest 568785063. For the criteria for an earthquake or not, it is divided into 2 categories, namely weak or strong. If the vibration value is more than 880000 it is interpreted as a strong category otherwise if it is less than 880000 it is categorized as weak. The sensor reading results are then stored in the database and displayed on the Website Page.
Article
Full-text available
http://dx.doi.org/10.17014/ijog.vol3no4.20086Tsunamigenic is a natural phenomena which is potential to generate a tsunami, such as water dis- turbance due to the presence of activities of volcanism, earthquakes, coastal and sub marine landslidse, or other causal factors . Historically, the Sunda Strait has experienced several tsunami events recorded in the tsunami catalog. Those tsunamies were caused by some geological phenomena such as eruptions of Krakatau submarine volcano in 416, 1883, and 1928; earthquakes in 1722, 1852, and 1958; and other causes which were suggested as a mass failure of coastal and submarine landslide in 1851, 1883, and 1889. Tectonic condition of the Sunda Strait is very complicated, because this region is located at the boundary of Indian-Australian and Eurasian Plates, where a unique island arc system occurs with its association such as trench, accretionary zone, volcanic arc and back-arc basin. Sunda trench as a plate boundary is the most potential region to produce big earthquakes. Existence of a seismic gap in the region can cause a stress accumulation and store energy, then it will be released any time as a big earthquake to generate a tsunami. Along eruption history, Krakatau volcanic arc has four stages of reconstruction and three stages of destruction, and every destruction stage produces tsunami which is suggested to be potentially repeated in the future in a period between 2500 to 2700. Seafloor of the Sunda Strait has an unstable geological condition due to geological structure development, which creates grabens and also enable to produce submarine landslides triggered by earthquake. Coastal condition around the Semangko and Lampung Bays consisting of steep topography with high intensity of weathering, is another factor to contribute landslide, particularly in the case of triggering be heavy rainfall between December to Februari. Furthermore, if landslide materials tumble into the water, even very small and locally, could create a potency of tsunami.
Article
Full-text available
The tsunami disaster in Calang (Aceh, Indonesia) in December 2004 caused traffic jam at a bottleneck on an evacuation road that was fatal, killing most of the evacuees. This tragedy provides an invaluable lesson for evacuation planning in several other locations that are prone to tsunami events. Parangtritis is a local tourism destination that is also prone to tsunami hazard. Although the evacuation routes have been prepared and evacuation direction sign boards have been provided, a study on their capacity and suitability were required. One of the methods was employing mathematical simulations. This paper addresses the development of a mathematical model based on the Dijkstra algorithm and its application to evacuation during a tsunami at Parangtritis Beach, Indonesia. The running speeds of evacuees were derived from world athletes' running records but with significantly lower coefficients to model ordinary people. Trial runs were also carried out to calibrate the value of f that represented the ratio between running speed on the certain route and on well paved, horizontal and obstacle free road. The results suggested that the existing evacuation routes were not sufficient and that the direction of evacuation need adjustment. It was found that relatively slower runners that were in front of faster runners would potentially decrease the average evacuation speed. Vertical evacuation routes, such as along steep hills or high buildings, must be wide enough (to ensure a low crowd density) and easily accessible (to ensure a higher evacuation route speed) to avoid traffic jams. The number of people to be evacuated and road condition are vital factors to determine the evacuation routes to the selected shelters.
Article
Surge waves resulting from dam breaks have been responsible for numerous losses of life. A related situation is the tsunami surges advancing on dry coastal plains. Herein a simple dam break wave solution is presented. The results yield some simple expressions of the instantaneous free-surface profile and flow depths that compare well with well-known dam break wave data. The results are applied to tsunami surges on dry coastal plains and compared with some data set. The present development offers simple analytical expressions that compare well with both experimental data and more advanced theoretical solutions, and that are further well-suited for pedagogical purposes, computational model validation, and accurate real-time predictions of tsunami surges.
Numerical Method of Tsunami Simulation with the Leap-Frog Scheme
  • C Goto
  • Y Ogawa
C. Goto and Y. Ogawa, "Numerical Method of Tsunami Simulation with the Leap-Frog Scheme," IOC Manuals and Guides No. 35. 1997.
Penyebab Timbulnya Bencana Gelombang Tsunami di Wilayah Selat Sunda dan Upaya Penanggulangan
  • Suryana Prawiradisastra
Suryana Prawiradisastra, "Penyebab Timbulnya Bencana Gelombang Tsunami di Wilayah Selat Sunda dan Upaya Penanggulangan," J. Teknol. Reduksi Risiko Bencana, 2005.
Multiagent based Tsunami Evacuation Simulation: A Conceptual Model
  • K Munadi
  • Y Nurdin
  • M Dirhamsyah
  • S Muchalil
K. Munadi, Y. Nurdin, M. Dirhamsyah, and S. Muchalil, "Multiagent based Tsunami Evacuation Simulation: A Conceptual Model," in Proceedings of the Annual International Conference, Syiah Kuala University-Life Sciences & Engineering Chapter, 2012, vol. 2, no. 2.
Model Matematik Teknik Pantai, Menggunakan Diferensi Hingga dan Metode Karakteristik. Yogyakarta: Beta Offset
  • R Triatmadja
R. Triatmadja, Model Matematik Teknik Pantai, Menggunakan Diferensi Hingga dan Metode Karakteristik. Yogyakarta: Beta Offset, 2009.
Rancang Bangun Sistem Keamanan dan Pengenalan Objek dalam Ruangan Sebagai Pengganti CCTV dengan Menggunakan Raspberry Pi
  • R S Prihantono
  • A M Shiddiqi
  • H Studiawan
R. S. Prihantono, A. M. Shiddiqi, and H. Studiawan, "Rancang Bangun Sistem Keamanan dan Pengenalan Objek dalam Ruangan Sebagai Pengganti CCTV dengan Menggunakan Raspberry Pi," J. Tek. Pomits, vol. 2, no. 1, 2013.