Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
179
MPPKI (Mei, 2021) Vol. 4. No. 2
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights reserved
The Indonesian Journal of Health Promotion
ISSN 2597– 6052
MPPKI
Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
Artikel Penelitian
Open Access
Analisis Masalah Stunting (Pendek) pada Baduta di 1000 Hari Pertama Kehidupan di
wilayah Kerja Puskesmas Telaga Kabupaten Gorontalo
The Analysis of Stunting Problems in Infants of Two Years ( Baduta ) in the First 1000 Days of
Life in the Working Area of Puskesmas Telaga Gorontalo Regency
Sabirin B.Syukur 1*, Harismayanti2
1 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
*Korespondensi Penulis : sabirinsyukur@umgo.ac.id
Abstrak
Pendek (Stunting) pada baduta menggambarkan salah satu kasus gizi secara global, kekurangan gizi pada dini kehidupan
anak hendak berakibat pada mutu sumberdaya manusia. Anak yang kurang gizi bakal lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) serta pada masa berikutnya bakal berkembang lebih pendek (stunting) yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan
kognitifnya. Perihal ini pastinya hendak mempengaruhi pada keberhasilan pendidikan, yang berdampak pada menyusutnya
produktivitas dikala umur dewasanya. Tujuan dalam riset ini merupakan untuk menganalisis permasalahan stunting yang
terjalin pada ibu mengandung serta anak dalam cakupan 1000 hari awal kehidupan. Populasi dalam riset ini merupakan anak
Baduta. Penggunaan sampel yang digunakan non-probality sampling dengan metode purposive sampling. Analisa data
memakai deskriptf dengan pendekatan kuantitatif. Hasil analisis didapatkan sebagian pemicu yang mempengaruhi gizi anak
yang bisa berbahaya serta menyebabkan permasalahan stunting, yaitu pendidikan ibu rendah (53,8%), pengetahuan kurang
(23,8%), penghasilan keluarga kurang (53,8%) riwayat KEK (30,0%), imunisasi tidak lengkap (23,8%), tidak memperoleh
MP ASI (23,8%), dukungan petugas kesehatan dengan health education lebih kepada orang tua anak tentang sikap
menghindari pendek (stunting) dengan menggunakan posyandu yang dilaksanakandi warga. Dan diajarkan buat
memaksimalkan program KIA dan Gizi yang berfokus pada sikap pencegahan pendek (stunting) di 1000 HPK.
Kata kunci: Stunting; Baduta; 1000 HPK
Abstract
Stunting in baduta illustrates one of the cases of nutrition globally, malnutrition in early childhood has an impact on the
quality of human resources. Undernourished children will be born with low birth weight (LBW) and in the next period will
develop to be shorter (stunting) which affects their cognitive growth. This matter certainly affect the success of education,
which has an impact on decreasing productivity during adulthood. The purpose of this research is to analyze the problems of
stunting that occur in pregnant women and children within 1000 days of the beginning of life. The population in this
research is Baduta children. The sample used is non-probability sampling with a purposive sampling method. The Data
analysis used descriptive quantitative approach. The results showed that some of the triggers that affect children's nutrition
can be dangerous and cause stunting problems, namely low maternal education (53.8%), poor knowledge (23.8%), low
family income (53.8%) history of KEK, 0%), incomplete immunization (23.8%), did not get MP ASI (23.8%). health care
workers support with more health education to parents of children about stunting by using posyandu that is held in the
community. And taught to maximize the MCH and Nutrition program which focuses on stunting prevention at 1000 HPK.
Key words: Stunting; Baduta; 1000 HPK
180
MPPKI (Mei, 2021) Vol. 4. No. 2
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights reserved
PENDAHULUAN
Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang bermula semenjak dikala konsepsi sampai anak berumur
2 tahun, ialah masa sangat kritis buat membetulkan pertumbuhan fisik serta kognitif anak. Status gizi ibu
mengandung serta ibu menyusui, status kesehatan serta konsumsi gizi yang baik ialah aspek berguna buat
perkembangan serta pertumbuhan fisik serta kognitif anak, mengurangi resiko kesakitan pada bayi serta ibu. Ibu
mengandung dengan status gizi kurang hendak mengakibatkan kendala perkembangan janin, pemicu utama
terbentuknya balita pendek (stunting) serta tingkatkan resiko kegemukan serta penyakit degeneratif pada masa
dewasa (1).
Status gizi ialah kondisi penyeimbang antara konsumsi serta kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan badan
buat tumbuh kembang paling utama buat anak bayi, kegiatan, pemeliharan kesehatan, pengobatan untuk mereka
yang mengidap sakit serta proses biologis yang lain di dalam tubuh. Kebutuhan bahan santapan pada tiap orang
berbeda sebab terdapatnya variasi genetik yang hendak menyebabkan perbandingan dalam proses metabolisme.
Target yang dituju ialah perkembangan yang maksimal tanpa diiringi oleh kondisi defisiensi gizi. Status gizi yang
baik hendak ikut berfungsi dalam penangkalan terbentuknya bermacam penyakit, spesialnya penyakit peradangan
serta dalam tercapainya berkembang kembang anak yang maksimal (2).
Menurut UNICEF pada tahun 2014 ada 162 juta bayi di negeri miskin tumbuh mangalami stunting, 52 juta
anak hadapi wasting serta 17 juta anak sangat kurus (3). Informasi prevalensi anak bayi stunting yang dikumpulkan
World Health Organization (World Health Organization) yang dirilis tahun 2018 mengatakan Indonesia tercantum
ke dalam negeri ketiga dengan prevalensi paling tinggi di South- East Asian Region sehabis Timor Leste (50,5%)
serta India (38,4%) ialah sebesar 36, 4% (Pusat Informasi serta Data Kemenkes, 2018). Angka prevalensi stunting
di Indonesia masih di atas 20%, maksudnya belum menggapai sasaran World Health Organization yang di dasar
20%.(4).
Menurut informasi dari studi Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka peristiwa stunting di
Indonesia menggapai 30,8%. Meski telah menurun dibanding dengan tahun 2013 ialah kurang lebih 37,2%, terdiri
dari prevalensi pendek sebesar 18,0 % serta sangat pendek sebesar 19,2 %. Angka tersebut masih terkategori besar
sebab masih terletak di atas ambang optimal dari World Health Organization ialah sebesar 20% (5).
Stunting ialah cerminan peristiwa kurang gizi pada bayi yang berlangsung pada waktu yang lama. Stunting
mempunyai akibat terhadap kehidupan antara lain berbentuk kenaikan resiko terbentuknya morbiditas serta
mortalitas yang diakibatkan oleh peradangan. Tidak hanya itu, stunting bisa menimbulkan kendala kognitif serta
sikap. Anak dengan stunting pada 2 tahun awal kehidupannya, cenderung buat masuk sekolah lebih lelet
dibandingkan anak seusianya serta memperoleh nilai yang lebih rendah dibanding dengan anak yang tidak
mengalami stunting (6).
Stunting mempunyai akibat dalam tumbuh kembang anak. Anak stunting hendak mengalami penurunan
hasil uji Intelligence Quotient (IQ) sebesar 10-13 poin karena sebanyak 80-90% jumlah sel otak tercipta sejak
dalam isi hingga anak berumur 24 bulan. Penyusutan Intelligence Quotient (IQ) ini bisa menimbulkan terbentuknya
loss generation (3).
Kabupaten Gorontalo khususnya daerah kerja Puskesmas Telaga merupakan daerah di Provinsi Gorontalo
yang serta memprioritaskan program buat menanggulangi permasalahan 1000 HPK. Mengingat permasalahan 1000
HPK ialah permasalahan yang multifaktorial, hingga program pengentasan permasalahan 1000 HPK wajib
bertabiat sensitif serta khusus serta wajib dituntaskan secara integratif lewat koordinasi yang baik antar bermacam
zona terpaut, dan didasarkan pada pangkal permasalahan yang terdapat. Untuk itu, supaya bisa merancang
intervensi gizi fokus pada 1000 HPK, dibutuhkan identifikasi permasalahan di daerah kerja Puskesmas Telaga
Kabupaten Gorontalo. Riset ini diperuntukan buat menggambarkan permasalahan gizi pada anak stuning yang
dialami oleh kelompok target 1000 HPK di daerah kerja Puskesmas Telaga Kabupaten Gorontalo, serta sebagian
aspek yang mungkin bisa mempengaruhi permasalahan stunting.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Telaga Kabupaten Gorontalo selama satu tahun
mulai bulan Januari 2020–Desember 2020 yang meliputi tahap pengusulan, persiapan, proses penelitian,
pengolahan data, dan penyusunan laporan. Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan metode survey analitik dan wawancara serta pengamatan langsung terhadap
baduta dengan masalah stunting. Populasi dalam Penelitian ini yaitu Baduta (Balita Dua Tahun) adapun sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 80 Baduta. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain melalui kuesioner, wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
181
MPPKI (Mei, 2021) Vol. 4. No. 2
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights reserved
HASIL
Analisis Univariat Tabel 1. Demografi responden berdasarkan usia, Jenis Kelamin, Status Gizi
No
Variabel
N
%
1
Usia Baduta
0-6 Bulan
14
17,5
7-12 Bulan
30
37,5
13- 18 Bulan
12
15,0
19-24 Bulan
24
30,0
Total
80
100,0
2
Jenis Kelamin
Laki-laki
41
51,2
Perempuan
39
48,8
Total
80
100,0
3
Status Gizi
Stunting
23
28,7
Tidak Stunting
57
71,3
Total
80
100,0
Baduta yang mengalami stunting sebanyak 28,7%. Responden jenis kelamin baduta yang terbanyak yaitu
laki-laki (51,2%). Baduta dengan rentang usia 7-12 bulan (37,5%) merupakan jumlah terbanyak.
Tabel 2. Data responden Berdasarkan Imunisasi, MP ASI, Pendidikan Ibu, Pengrtahuan Ibu,
Pendapatan Keluarga, KEK
Distribusi responden imunisasi yang lengkap terbanyak yaitu 53 orang (66,2%), Distribusi responden
mendapatkan MP ASI yang terbanyak yaitu 61 orang (76,2%), Distribusi responden berdasarkan pendidikan ibu
yang terbanyak yaitu ibu dengan pendidikan rendah sebanyak 43 orang (53,8%), Distribusi responden berdasarkan
pengetahuan ibu yang terbanyak yaitu pengetahuan cukup 53 orang (66,2%), Distribusi responden berdasarkan
pendapatan keluarga yang terbanyak kategori pendapatan kurang 43 orang (53,8%), Distribusi responden
berdasarkan riwayat KEK yang terbanyak dengan kategori >23,5 yaitu 56 orang (70,0%).
No
Variabel
n
%
1
Imunisasi
Lengkap
53
66,2
Tidak lengkap
27
23,8
2
MP ASI
Mendapatkan
61
76,2
Tidak mendapatkan
19
23,8
3
Pendidikan Ibu
Tinggi
37
46,2
Rendah
43
53,8
4
Pengetahuan Ibu
Cukup
53
66,2
Kurang
27
23,8
5
Pendapatan Keluarga
Cukup
37
46,2
Kurang
43
53,8
6
KEK
>23,5
56
70,0
<23,5
24
30,0
182
MPPKI (Mei, 2021) Vol. 4. No. 2
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights reserved
Analisis Bivariat
Tabel 3. Distribusi Gambaran Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Kabupaten Gorontalo
Variabel
Stunting
Tidak Stunting
Stunting
Total
n
%
n
%
n
%
Pendidikan Ibu
Tinggi
33
89,2
4
10,8
37
100
Rendah
24
55,8
19
44,2
43
100
Pengetahuan Ibu
Cukup
47
86,7
6
11,3
53
100
Kurang
10
37,0
17
63,0
27
100
Pendapatan KK
Cukup
32
86,5
5
13,5
37
100
Kurang
25
58,1
18
41,9
43
100
KEK
>23,5
49
87,5
7
12,5
56
100
<23,5
8
33,3
16
66,7
24
100
Imunisasi
Lengkap
45
84,9
8
15,1
53
100
Tidak lengkap
12
44,4
15
55,6
27
100
MP ASI
Mendapatkan
54
88,5
7
11,5
61
100
Tidak mendapatkan
3
15,8
16
84,2
19
100
Analisis Gambaran Pendidikan Ibu terhadap Masalah Stunting pada Baduta
Berdasarkan tabel 5.3 diatas ibu yang berpendidikan tinggi didapatkan anak yang tidak stunting sebanyak
33 orang Baduta (89,2%) dan anak yang stunting sebanyak 4 orang Baduta (10,8%). Sedangkan ibu yang
berpendidikan rendah didapatkan anak yang stunting sebanyak 19 orang baduta (44,2%) dan anak yang tidak
stunting sebanyak 24 orang baduta (55,8%).
Hasil Analisis Gambaran Pengetahuan Ibu terhadap Masalah Stunting pada Baduta
Berdasarkan tabel 5.3 diatas ibu yang berpengatahuan cukup didapatkan anak yang tidak stunting
sebanyak 47 orang baduta (86,7%) dan anak yang stunting sebanyak 6 orang Baduta (11,3%). Sedangkan ibu yang
berpengetahuan kurang didapatkan anak yang stunting sebanyak 17 orang baduta (63,0%) dan anak yang tidak
stunting sebanyak 10 orang baduta (37,0%).
Hasil Analisis Gambaran Pendapatan Kepala Keluarga terhadap Masalah Stunting pada Baduta
Berdasarkan tabel 5.3 diatas pendapatan keluarga yang cukup didapatkan anak yang tidak stunting
sebanyak 32 orang baduta (86,5%) dan anak yang stunting sebanyak 5 orang Baduta (13,5%). Sedangkan
pendapatan keluarga yang kurang didapatkan anak yang stunting sebanyak 18 orang baduta (41,9%) dan anak yang
tidak stunting sebanyak 25 orang baduta (58,1%).
Hasil Analisis Gambaran KEK terhadap Masalah Stunting pada Baduta
Berdasarkan tabel 5.3 diatas Ibu yang memiliki KEK >23,5 semasa mengandung didapatkan anak yang
tidak stunting sebanyak 49 orang baduta (87,5%) dan anak yang stunting sebanyak 7 orang Baduta (12,5%).
Sedangkan Ibu yang memiliki KEK <23,5 semasa mengandung didapatkan anak yang stunting sebanyak 16 orang
baduta (66,7%) dan anak yang tidak stunting sebanyak 8 orang baduta (33,3%).
Hasil Analisis Gambaran Imunisasi terhadap Masalah Stunting pada Baduta
Berdasarkan tabel 5.3 diatas baduta yang memiliki imunisasi lengkap didapatkan anak yang tidak stunting
sebanyak 45 orang baduta (84,9%) dan anak yang stunting sebanyak 8 orang Baduta (15,1%). Sedangkan baduta
yang memiliki imunisasi tidak lengkap didapatkan anak yang stunting sebanyak 15 orang baduta (55,6%) dan anak
yang tidak stunting sebanyak 12 orang baduta (44,4%).
183
MPPKI (Mei, 2021) Vol. 4. No. 2
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights reserved
Hasil Analisis Gambaran MP ASI terhadap Masalah Stunting pada Baduta
Berdasarkan tabel 5.3 diatas baduta yang mendapatkan MP ASI didapatkan anak yang tidak stunting
sebanyak 54 orang baduta (88,5%) dan anak yang stunting sebanyak 7 orang Baduta (11,5%). Sedangkan baduta
yang tidak mendapatkan MP ASI didapatkan anak yang stunting sebanyak 16 orang baduta (84,2%) dan anak yang
tidak stunting sebanyak 3 orang baduta (15,8%).
PEMBAHASAN
Pendidikan Ibu
Status gizi yang baik pencapaiannya tidak hanya dicoba dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja.Dalam Mengenai ini gizi tampaknya sangat di pengaruhi terhadap kecerdasan dan perkembangan
balita. Biar perencanaan upaya peningkatan status gizi penduduk dapat dicoba dengan baik, segala aspek yang di
pengaruhi perlu diteliti, antara lain ialah program pemberian santapan bonus, stamina beli keluarga, kerutinan
makan bayi balita, pemeliharaan kesehatan keluarga serta pola asuh keluarga (7).
Tingginya jenjang pendidikan yang dipunyai sehingga hendak pengaruhi pemahaman tentang gizi.Hasil
laporan PSG Sulsel tahun 2015 melaporkan jika terus menjadi rendah jenjang pendidikan ibu hingga proporsi kasus
gizi bayi terus jadi besar, begitu pun sebaliknya, Perihal tersebut menampilkan jika tingkat pendidikan ibu salah
satu komponen yang tidak bisa diabaikan.Pengetahuan ibu tentang gizi mempengaruhi pada perilaku ibu dalam
sediakan hidangan buat anaknnya. Bunda yang memiliki pengetahuan gizi baik diharapkan mampu sediakan
hidangan dengan jenis serta jumlah yang cocok biar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal(8).
Hal Ini sejalan dengan riset yang dicoba Eko Setiawan ialah terdapatnya ikatan yang bermakna antara
tingkatan pendidikan orangtua dengan peristiwa stunting, yang menampilkan kalau kalau variabel tingkatan
pembelajaran orangtua mempunyai p < 0,05 serta nilai OR sangat besar. Serta bisa disimpulkan kalau variabel
tingkatan pembelajaran bunda ialah variabel yang mempunyai ikatan sangat dominan dengan peristiwa stunting
pada anak umur 24- 59 bulan di daerah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun
2018 (9).
Sebaliknya Gladys apriluana, 2018 bersumber pada pendidikan ibu, ialah ibu yang tidak menuntaskan
pembelajaran dasar serta ibu yang menuntaskan sekolah menengah atas.Hasil uji regresi logistik menampilkan
kalau nilai Odds Ratio buat bayi dengan berat tubuh kurang dari 2. 500 gr merupakan 1, 67( 95% CI 1, 13- 2, 47)
(10). Perihal ini berarti jika bayi dengan ibu yang tidak menuntaskan pembelajaran dasar mempunyai resiko terjadi
stunting sebesar 1, 67 kali dibanding ibu yang menuntaskan sekolah menengah atas (11).
Pengetahuan Ibu
Peran orang tua sangat berarti dalam memberikan kebutuhan gizi gizi anak, karena anak membutuhkan
kepedulian dan dorongan orang tua dalam mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Buat
mendapatkan gizi yang baik diperlukan pengetahuan gizi yang baik dari orang tua biar dapat sediakan menu opsi
yang sepadan (12).
Aspek yang dapat pengaruhi kejadian stunting salah satunya yakni pengetahuan orangtua.Pengetahuan
tentang stunting sangatlah diperlukan buat seseorang orangtua karena pengetahuan orangtua tentang stunting yang
kurang bisa menyebabkan anak berisiko natural stunting. Perihal ini sejalan dengan studi yang dicoba oleh
Wulandari dkk di Wilayah Kerja Puskesmas Ulak Muid Kabupaten Melawi pada tahun 2016 memberi tahu jika
bunda dengan pengetahuan yang kurang baik mempunyai efek sebesar 1, 644 kali memiliki balita stunting apabila
dibandingkan dengan bunda yang memiliki pengetahuan baik (6).
Kurangnya pengetahuan orangtua tentang keragaman bahan dan keragaman tipe santapan hendak
menimbulkan terganggunya proses pertumbuhan dan perkembangan bayi yang paling utama perkembangan otak,
oleh karena itu bermanfaat buat orangtua dalam memenuhi kebutuhan makanan yang bergizi kepada anaknya (13).
Orangtua yang memiliki pengetahuan dan sikap gizi yang kurang hendak sangat pengaruhi terhadap status
gizi anaknya dan hendak sukar buat memutuskan santapan yang bergizi buat anak dan keluarganya. Pengetahuan
gizi yang tidak memadai, sedikitnya pengetahuan tentang kerutinan makan yang baik, serta pengertian yang kurang
tentang donasi gizi dari berbagai jenis hidangan hendak menimbulkan kasus kecerdasan dan produktivitas sangat
utama pada bayi (14)..
Pendapatan Keluarga
Penghasilan keluarga yang kurang sangat berpengaruh terhadap status gizi anak sebab sebagian besar
pendapatannya untuk konsumsi belum pasti mencerminkan kalau apa yang dimakan tersebut telah baik dalam
kualitas gizinya (15). Pemasukan keluarga merupakan salah satu aspek yang sangat berarti dalam tercapainya status
184
MPPKI (Mei, 2021) Vol. 4. No. 2
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights reserved
gizi yang baik, karena ketidakmampuan dalam keuangan memunculkan sedikitnya kemampuan keluarga buat
memenuhi konsumsi gizi keluarga cocok dengan kebutuhan yang semestinya (16).
Hasil riset ini sejalan dengan riset Rizki Kurnia yang memberi tahu jika tingkatan pendapatan yang rendah
ialah aspek efek peristiwa stunting, dimana keluarga dengan pemasukan rendah memiliki efek 2,3 kali lebih besar
memiliki anak stunting dibandingkan keluarga dengan pemasukan cukup (17). Hasil riset ini pula sejalan dengan
yang dicoba oleh Farmarida Dika Rufaida yang menampilkan kalau ada ikatan penghasilan keluarga dengan
kejadian stunting( p=0, 023). Penghasilan keluarga yang rendah memberikan kecendrungan 2, 344 kali mempunyai
bayi yang mengalami stunting (18).
Penghasilan keluarga yang besar bisa memenuhi kebutuhan keluarga terutama kebutuhan pangan yang
bermacam- macam, sehingga konsumsi makanan bayi tercukupi(19). Meningkatnya penghasilan akan menaikkan
kesempatan untuk membeli pangan dengan mutu serta kuantitas yang lebih baik, kebalikannya penurunan
penghasilan akan menimbulkan menurunnya energi beli pangan yang baik secara mutu ataupun kuantitas (2).
Apabila pemasukan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk akan meningkat mutunya. Sebaliknya, pemasukan
yang rendah memunculkan tenaga beli yang rendah pula, sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah
yang diperlukan (20).
Kekurangan Energi Kronik (KEK)
Kondisi kesehatan dan status KEK ibu dikala mengandung dapat pengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan bakal anak semasih dikandungan, ibu dengan mengkonsumsi tenaga yang rendah dikala
mengandung, dapat diiringi pula dengan asupan yang di terima janin (21). Bersumber pada hasil studi yang dicoba
Sukmawati uji statistik diperoleh nilai p= 0. 01(0. 05) yang berarti ada ikatan yang signifikan antara status gizi ibu
mengandung menurut LILA dengan peristiwa stunting pada balita usia 06- 36 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Bontoa Kabupaten Maros. Studi ini sejalan yang dicoba di Madiun oleh Ismi Trihardiani pada tahun 2011
mengatakan jika ibu mengandung yang hadapi Kurang Tenaga Kronik( KEK) mempunyai efek 8, 24 kali lebih
besar melahirkan bayi dengan BBLR yang hendak berdampak stunting pada anak di masa hendak dating (22).
Kekurangan tenaga secara kronis memunculkan cadangan zat gizi yang dibutuhkan oleh bakal anak dalam
isi tidak adekuat sehingga dapat memunculkan terjadinya hambatan baik perkembangan maupun
perkembangannya. Status KEK ini dapat memprediksi hasil luaran nantinya, ibu yang hadapi KEK menimbulkan
kasus kekurangan gizi pada bayi disaat masih dalam isi sehingga melahirkan bayi dengan panjang badan pendek
(5).
Semenjak 1000 hari antara kehamilan sampai di usia 2 tahun menggambarkan Window of Opportunity,
ialah kesempatan yang sedikit buat melakukan sesuatu yang menguntungkan jadi sebaiknya tetap mendengarkan
kesehatan bunda dikala memiliki supaya jangan tersendat yang tampaknya hendak berakibat pada anaknya nanti
sehingga dapat menjauhi mata rantai kehidupan berikutnya yakni kejadian stunting pada anak (23).
Imunisasi
Status imunisasi pada anak menggambarkan salah satu indikator kontak dengan pelayanan kesehatan.
Sebab diharapkan jika kontak dengan pelayanan kesehatan akan membantu memperbaiki permasalahan gizi (24).
Tidak lengkapnya imunisasi menimbulkan imunitas bayi jadi lemah, sehingga muda untuk terkena peradangan.
Anak yang mengalami peradangan bila dibiarkan hingga dapat berisiko jadi stunting. Perihal ini sejalan dengan
riset Resti Agustia yang melaporkan kalau anak yang tidak memperoleh imunisasi dasar lengkap berisiko 2, 979
kali( 95% CI 1, 372- 11, 839) lebih besar buat mengidap stunting (25).
Sebaliknya menurut Dandara Swathma hasil analisis besar resiko riwayat imunisasi dasar terhadap
kejadian stunting, diperoleh OR sebesar 6, 044. Maksudnya responden yang mempunyai bayi dengan riwayat
imunisasi dasar tidak lengkap memiliki resiko mengalami stunting 6, 044 kali lebih besar dibanding dengan
responden yang mempunyai bayi dengan riwayat imunisasi dasar lengkap. Sebab rentang nilai pada tingkat
keyakinan (CI)= 95% dengan lower limit (batasan dasar)= 2, 295 serta upper limit (batasan atas)= 15, 916 tidak
mencakup nilai satu, hingga besar resiko tersebut bermakna. Dengan demikian riwayat imunisasi dasar ialah faktor
resiko kejadian stunting pada bayi umur 12- 36 bulan (26).
Imunisasi ialah hal yang sangat berarti untuk imunitas anak. Resiko terjangkitnya penyakit infeksi akan
lebih tinggi pada bayi dengan riwayat imunisasi tidak lengkap ataupun yang tidak diimunisasi sama sekali. Pada
saat badan anak terkena penyakit, hingga seringkali anak kehilangan nafsu makan. Hal itu menimbulkan
berkurangnya konsumsi zat gizi pada anak sebab penolakan tersebut. Tidak hanya itu, enzim pencernaan pula
hendak mengalami kendala, sehingga akan terjadi kendala pencernaan makanan. Penyerapan makanan yang tidak
baik hendak menyebabkan kendala penyerapan gizi, sehingga bisa memperparah kondisi gizi si anak. Apabila
185
MPPKI (Mei, 2021) Vol. 4. No. 2
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights reserved
perihal semacam ini dibiarkan berlangsung lama, hingga dikhawatirkan hendak terjalin akibat akhir berbentuk
kendala perkembangan pada anak (27).
MP ASI
Pemberian MP-ASI yang baik sangat berarti untuk tumbuh kembang anak, pemberian MP-ASI ialah
proses pendidikan buat memperkenalkan anak dengan bermacam tipe makanan (28) Hasil Analisis Gambaran MP
ASI Terhadap Permasalahan Stunting pada Baduta Berdasarkan tabel 5.3 diatas baduta yang memperoleh MP ASI
didapatkan anak yang tidak stunting sebanyak 54 orang baduta( 88, 5%) serta anak yang stunting sebanyak 7 orang
Baduta (11,5%). Sebaliknya baduta yang tidak memperoleh MP ASI didapatkan anak yang stunting sebanyak 16
orang baduta (84,2%) serta anak yang tidak stunting sebanyak 3 orang baduta( 15,8%).
Pemberian makanan pendamping ASI dinilai dari lahir sampai berumur 2 tahun sebab umur tersebut ialah
waktu perkembangan sangat cepat serta periode sangat kritis pada pertumbuhan tinggi tubuh (29). Riset yang
dilakukan Dwi Puji Khasanah, diperoleh hasil kalau terdapat hubungan antara waktu memulai pemberian MP- ASI
dengan status gizi anak umur 6- 23 bulan bersumber pada panjang tubuh menurut usia (PB/ U)( OR=2, 867, 95%
CI: 1, 453- 5, 656). Anak yang memperoleh MP- ASI yang tidak cocok dengan waktumemulai pemberian MP- ASI
mempunyai resiko 2, 8 kali untuk menjadi stunting ( z score <-2) (30).
Sebaliknya riset oleh Rahayu Widaryanti hasil analisis bivariate dengan uji chi square didapatkan kalau
responden dengan MP ASI yang tidak pas sebagian besar mengalami stunting ialah 47% serta responden yang
memberikan MP ASI secara pas status gizinya wajar sebanyak 45%. Hasil analisis membuktikan kalau ada ikatan
antara pemberian MP ASI terhadap peristiwa stunting pada bayi dengan p value<0. 05, serta hasil r 0. 643
membuktikan ikatan antara aplikasi pemberian MP ASI dengan peristiwa stunting mempunyai keeratan yang
kokoh (31).
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan yang diberikan kepada anak bertepatan dengan
ASI, MP- ASI sendiri bertabiat buat memenuhi ASI, bukan buat menggantikan ASI serta ASI senantiasa wajib
diberikan hingga umur 2 tahun diiringi pemberian MP- ASI pada umur 6 bulan (32).
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor penyebab yang mempengaruhi gizi anak beresiko lebih tinggi
stunting dan mengakibatkan masalah stunting, yaitu pendidikan ibu, pengetahuan, pendapatan keluarga, riwayat
KEK, imunisasi tidak lengkap dan tidak mendapatkan MP ASI. Sehingga disarankan bagi instansi terkait dapat
menyiapkan intervensi gizi fokus pada seribu awal kehidupan dimulai hamil sampai baduta, dan diharapkan pada
petugas medis dan kader Puskesmas Telaga agar selalu menyampaikan informasi terkait dengan stunting (pendek).
DAFTAR PUSTAKA
1. Djauhari T. Gizi Dan 1000 Hpk. Saintika Med. 2017;13(2):125.
2. Wahyuni D, Fitrayuna R. Pengaruh Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa Kualu
Tambang Kampar. J Kesehat Masy. 2020;4(1):20–6.
3. Ningtyas YP, Udiyono A, Kusariana N. Pengetahuan Ibu Berhubungan Dengan Stunting Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Karangayu Kota Semarang. J Kesehat Masy. 2020;8(1):107–13.
4. Teja M. Stunting Balita Indonesia Dan Penanggulangannya. Pus Penelit Badan Keahlian DPR RI.
2019;XI(22):13–8.
5. Danefi SSTT. Literature Review Anemia Dan Kurang Energi Kronik (Kek) Pada Ibu Hamil Sebagai Salah
Satu Faktor Penyebab Stunting Pada Bayi …. J Semin 2020;54–62.
6. Rahmandiani RD, Astuti S, Susanti AI, Handayani DS, Didah. Hubungan Pengetahuan Ibu Balita Tentang
Stunting Dengan Karakteristik Ibu dan Sumber Informasi di Desa Hegarmanah Kecamatan Jatinangor
Kabupaten Sumedang Rizkia. Jsk. 2019;5(2):74–80.
7. Hatta H. Hubungan Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa Di SMP Negeri 1 Limboto Barat. Afiasi
J Kesehat Masy. 2019;4(2):41–6.
8. Mustamin, Ramlan Asbar B. Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Di Provinsi Sulawesi Selatan. 2018;25:25–32.
9. Setiawan E, Machmud R, Masrul M. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada
Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang
Tahun 2018. J Kesehat Andalas. 2018;7(2):275.
10. Apriluana G, Fikawati S. Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting pada Balita (0-59
186
MPPKI (Mei, 2021) Vol. 4. No. 2
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights reserved
Bulan) di Negara Berkembang dan Asia Tenggara. Media Penelit dan Pengemb Kesehat. 2018;28(4):247–
56.
11. Ni`mah Khoirun, Nadhiroh SR. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita. Media
Gizi Indones [Internet]. 2015;10(1):13–9.
12. Olsa ED, Sulastri D, Anas E. Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting pada Anak
Baru Masuk Sekolah Dasar di Kecamanatan Nanggalo. J Kesehat Andalas. 2018;6(3):523.
13. Nurma Yuneta AE, Hardiningsih H, Yunita FA. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Status
Gizi Balita Di Kelurahan Wonorejo Kabupaten Karanganyar. PLACENTUM J Ilm Kesehat dan Apl.
2019;7(1):8.
14. Grace K.L. Langi, Made Djendra, Rudolf B. Purba RSPT. Pengetahuan Ibu Dan Pemberian Asi Eksklusif
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 2-5 Tahun. 2019;11(1):17–22.
15. Kawulusan M, Walalangi RGM, Sineke J, Mokodompit RC. Pola Asuh Dan Pendapatan Keluarga Dengan
Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Bohabak. Gizido.
2019;11(2):88–95.
16. Lestari W, Rezeki SHI, Siregar DM, Manggabarani S. Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Sekolah Dasar Negeri 014610 Sei Renggas Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan. J
Dunia Gizi. 2018;1(1):59.
17. Kurnia R. Hubungan Pendapatan Keluarga, Berat Lahir, Dan Panjang Lahir Dengan Kejadian Stunting
Balita 24 - 59 Bulan Di Bangkalan. J Manaj Kesehat. 2017;3(1):1–14.
18. Rufaida FD, Raharjo AM, Handoko A. The Correlation of Family and Household Factors on The Incidence
of Stuntingon Toddlers in Three Villages Sumberbaru Health Center Work Area of Jember. 2020;6(1):1–6.
19. Atin Nurmayasanti, Trias Mahmudiono. Status Sosial Ekonomi dan Keragaman Pangan Pada Balita
Stunting dan Non-Stunting Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Wilangan Kabupaten Nganjuk .
Amerta Nutr. 2019;3(2):114–21.
20. Ngaisyah RD. Hubungan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Kanigoro,
Saptosari Gunung Kidul. J Med Respati. 2015;10(4):65–70.
21. Apriningtyas VN, Kristini TD. Faktor Prenatal yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Anak Usia 6-
24 Bulan. J Kesehat Masy Indones. 2019;14(2):13.
22. Sukmawati S, Hendrayati H, Chaerunnimah C, Nurhumaira N. Status Gizi Ibu Saat Hamil, Berat Badan
Lahir Bayi Dengan Stunting Pada Balita Usia 06-36 Bulan Di Puskesmas Bontoa. Media Gizi Pangan.
2018;25(1):18.
23. Ruaida N, Soumokil O. Hubungan Status Kek Ibu Hamil Dan Bblr Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
Di Puskesmas Tawiri Kota Ambon. J Kesehat Terpadu (Integrated Heal Journal). 2018;9(2):1–7.
24. Rilyani. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Puskesmas Panjang
Bandar Lampung. J Holist Heal. 2016;10(3):1–4.
25. Agustia R, Rahman N, Hermiyanty H. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan Di
Wilayah Tambang Poboya, Kota Palu. Ghidza J Gizi dan Kesehat. 2020;2(2):59–62.
26. Swathma D, Lestari H, Ardiansyah R. Analisis Faktor Risiko Bblr, Panjang Badan Bayi Saat Lahir Dan
Riwayat Imunisasi Dasar Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-36 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kandai Kota Kendari Tahun 2016. J Ilm Mhs Kesehat Masy Unsyiah. 2016;1(3):186294.
27. Juwita S, Andayani H, Bakhtiar B, Sofia S, Anidar A. Hubungan Jumlah Pendapatan Keluarga dan
Kelengkapan Imunisasi Dasar dengan Kejadian Stunting pada Balita di Kabupaten Pidie. Kedokt Nanggroe
Med. 2019;2(4):1–10.
28. Nova M, Afriyanti O. Hubungan Berat ASI Eksklusif, MP- ASI Dan Asupan Energi Dengan Stunting Pada
Balita Usia 24±59 Bulan Di Puskesmas Lubuk Buaya. J Kesehat Perintis. 2018;5(1997):47–53.
29. Subandra Y, Zuhairini Y, Djais J. Hubungan pemberian ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping ASI
terhadap Balita Pendek Usia 2 sampai 5 tahun di Kecamatan Jatinangor. J Sist Kesehat. 2018;3(3):142–8.
30. Khasanah DP, Hadi H, Paramashanti BA. Waktu pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
berhubungan dengan kejadian stunting anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu. J Gizi dan Diet Indones
(Indonesian J Nutr Diet. 2016;4(2):105.
31. Widaryanti R. Makanan Pendamping Asi Menurunkan Kejadian Stunting Balita Kabupaten Sleman. Encycl
Med Decis Mak. 2019;3(2):23–8.
32. Prihutama NY, Rahmadi FA, Hardaningsih G. Pemberian Makanan Pendamping Asi Dini Sebagai Faktor
Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun. J Kedokt Diponegoro. 2018;7(2):1419–30.