ArticlePDF Available

Analisis Kesiapan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di Indonesia Berdasarkan Sistem Kesehatan Nasional

Authors:

Abstract

Secara global, Penyakit Tidak Menular (PTM) menyebabkan 71% kematian atau sekitar 41 juta orang setiap tahun. (WHO, 2021). WHO juga menyatakan bahwa Indonesia mencapai angka 66% kematian akibat PTM dari semua kematian. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) juga menunjukkan adanya peningkatan prevalensi diabetes, stroke, hipertensi, dan penyakit sendi dari tahun 2007, 2013, hingga 2018. Fenomena ini akan menjadi beban ekonomi karena PTM merupakan penyakit kronis yang menghabiskan waktu lama dalam masa pengobatan. PTM juga mengancam kelangsungan generasi bangsa. Untuk mewujudkan keberhasilan pencegahan dan pengendalian PTM di Indonesia, dibutuhkan sistem yang dapat menjadi pedoman dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan baik oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Untuk itu, Sistem Kesehatan Nasional (SKN) berperan besar di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan Indonesia dalam mengendalikan PTM dilihat dari tiga aspek subsistem SKN, yaitu upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan manajemen, informasi & regulasi kesehatan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Indonesia sudah cukup siap dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM karena ketiga subsistem SKN telah terimplementasi dengan cukup baik, komponen penting yang dibutuhkan dalam program tersedia, dan inovasi untuk merespon kemajuan teknologi telah dilakukan. Meski begitu, masih ditemukan beberapa masalah yang memerlukan penanganan segera. Untuk itu, pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat sebagai komponen bangsa perlu meningkatkan koordinasi dan sinergitas agar upaya pencegahan dan pengendalian PTM yang sesuai dengan SKN semakin optimal.
Analisis Kesiapan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di Indonesia
Berdasarkan Sistem Kesehatan Nasional
Faradisa Mulya
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Email: faradisa.mulya@ui.ac.id
______________________________________________________________________________
Abstrak
Secara global, Penyakit Tidak Menular (PTM) menyebabkan 71% kematian atau sekitar 41 juta orang
setiap tahun. (WHO, 2021). WHO juga menyatakan bahwa Indonesia mencapai angka 66% kematian akibat PTM
dari semua kematian. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) juga menunjukkan adanya peningkatan prevalensi
diabetes, stroke, hipertensi, dan penyakit sendi dari tahun 2007, 2013, hingga 2018. Fenomena ini akan menjadi
beban ekonomi karena PTM merupakan penyakit kronis yang menghabiskan waktu lama dalam masa pengobatan.
PTM juga mengancam kelangsungan generasi bangsa. Untuk mewujudkan keberhasilan pencegahan dan
pengendalian PTM di Indonesia, dibutuhkan sistem yang dapat menjadi pedoman dalam penyusunan dan
pelaksanaan pembangunan kesehatan baik oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Untuk itu,
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) berperan besar di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan
Indonesia dalam mengendalikan PTM dilihat dari tiga aspek subsistem SKN, yaitu upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, dan manajemen, informasi & regulasi kesehatan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah
Indonesia sudah cukup siap dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM karena ketiga subsistem SKN telah
terimplementasi dengan cukup baik, komponen penting yang dibutuhkan dalam program tersedia, dan inovasi untuk
merespon kemajuan teknologi telah dilakukan. Meski begitu, masih ditemukan beberapa masalah yang memerlukan
penanganan segera. Untuk itu, pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat sebagai komponen bangsa perlu
meningkatkan koordinasi dan sinergitas agar upaya pencegahan dan pengendalian PTM yang sesuai dengan SKN
semakin optimal.
Kata Kunci: Penyakit Tidak Menular, Sistem Kesehatan Nasional, Upaya Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan,
Manajemen, Informasi, & Regulasi Kesehatan
Abstract
Globally, non-communicable diseases (NCDs) cause 71% of deaths or about 41 million people every year. (WHO,
2021). WHO also stated that Indonesia reached 66% of deaths due to NCDs of all deaths. The results of the Basic
Health Research (Riskesdas) also show an increase in the prevalence of diabetes, stroke, hypertension, and joint
disease from 2007, 2013, to 2018. This phenomenon will become an economic burden because NCDs are chronic
diseases with a long duration of treatment. NCDs also endanger the nation's generation. To actualize the prevention
and control of NCDs in Indonesia, a system is needed that can be the implementation of health development both by
the government and the community. For this reason, the National Health System (SKN) plays a major role in it. This
study aims to analyze Indonesia's readiness to control NCDs from the aspect of the three SKN subsystems, namely
health services, health financing, and management, information & health regulations. The results obtained from this
study are that Indonesia is quite ready in efforts to prevent and control NCDs because the three SKN subsystems
have been implemented quite well, important components needed in the program are available, and innovations to
respond to technological advances are made. Even so, there are still some problems that require immediate handling.
For this reason, the government, the private sector, and the community as components of the nation need to increase
coordination and synergy for the prevention and control of NCDs in accordance with the SKN more optimally.
Keywords: Non-Communicable diseases, National Health System, Health Service, Health Financing, Management,
Information & Health Regulations.
_____________________________________________________________________________
1
PENDAHULUAN
Penyakit Tidak Menular (PTM)
adalah penyakit yang tidak disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme seperti protozoa,
bakteri, jamur, ataupun virus, melainkan
oleh kombinasi faktor seperti genetik,
lingkungan, fisiologis dan perilaku
kesehatan yang buruk. PTM disebut
penyakit kronis karena durasinya yang lama
dibanding penyakit menular, yang
menyebabkan kondisi penderita tidak
kunjung sembuh namun cenderung
menghabiskan umurnya berkutik dengan
penyakit. Beberapa jenis PTM utama adalah
penyakit kardiovaskular (seperti serangan
jantung dan stroke), berbagai jenis kanker,
penyakit pernapasan kronis (seperti penyakit
paru obstruktif kronik dan asma), serta
diabetes (WHO, 2021).
Secara global, PTM menyebabkan
71% kematian atau sekitar 41 juta orang
setiap tahun. (WHO, 2021). WHO juga
menyatakan bahwa Indonesia mencapai
angka 66% atau sekitar lebih dari 3 per 5
kematian akibat PTM dari semua kematian.
Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa
77% dari semua kematian PTM terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan
menengah, termasuk Indonesia. Indonesia
perlu terus meningkatkan dan memperbaiki
respon terhadap penanganan PTM, pasalnya,
penelitian oleh Balitbangkes menyatakan
bahwa angka PTM di Indonesia saat ini
mulai banyak dialami oleh kelompok usia
muda usia 10-14 tahun (Kementerian
Kesehatan RI, 2020). Hal ini juga didukung
dengan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) yang menunjukkan adanya
peningkatan prevalensi diabetes, stroke,
hipertensi, dan penyakit sendi dari tahun
2007, 2013, hingga 2018.
Fenomena ini akan berdampak pada
berbagai sektor selain kesehatan, misalnya
beban ekonomi, pasalnya penanganan PTM
membutuhkan biaya kesehatan yang banyak
sehingga biaya yang seharusnya dapat
dilakukan untuk upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan gaya hidup sehat
masyarakat justru diperuntukkan untuk
pengobatan PTM yang umumnya
membutuhkan waktu lama. Dampak lain
adalah masa depan generasi bangsa yang
terancam. Dikhawatirkan bonus demografi
dipenuhi oleh penduduk usia muda yang
banyak mengalami penyakit karena
peningkatan tren PTM yang ada saat ini.
Untuk mewujudkan keberhasilan
pencegahan dan pengendalian PTM di
Indonesia, dibutuhkan sistem yang dapat
menjadi pedoman dalam penyusunan dan
pelaksanaan pembangunan kesehatan baik
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
2
dan/atau masyarakat. Untuk itu, Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) berperan besar
di dalamnya. Peraturan Presiden Nomor 72
tahun 2012 Pasal 1 Ayat 2 menyatakan
bahwa SKN adalah pengelolaan kesehatan
yang diselenggarakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Besarnya peran SKN
mendorong masyarakat untuk mengetahui
bagaimana kesiapan Indonesia dalam
mengendalikan PTM dilihat dari aspek
subsistem SKN.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kajian literatur, yaitu
metode yang dilakukan dengan
mengumpulkan berbagai literatur yang
relevan dengan topik yang dibahas. Literatur
didapat dari jurnal ilmiah, artikel ilmiah,
portal berita, dokumen publikasi, dan
informasi dari halaman web resmi yang
terkait dengan ‘SKN’, ‘sub sistem SKN:
upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan,
dan manajemen, informasi, & regulasi
kesehatan’, serta ‘penyakit tidak menular’.
Pencarian literatur dilakukan melalui
Google,Google Scholar, dan ResearchGate.
Literatur yang didapat selanjutnya ditelaah
dan dipelajari oleh penulis sehingga penulis
dapat mengambil informasi untuk
pembuatan penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adanya SKN tidak hanya
mendorong pemerintah untuk mewujudkan
keberhasilan sebuah sistem kesehatan dalam
meningkatkan kesehatan masyarakatnya,
melainkan mendorong seluruh komponen
bangsa secara bersama-sama dan saling
mendukung dalam menciptakan atmosfer
yang dapat mendorong terselenggaranya
upaya kesehatan yang efektif dan efisien
dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pemerintah sebagai regulator harus
membuat kebijakan dan merancang program
yang baik, mengimplementasikannya, dan
terus mengevaluasinya. Pihak swasta dapat
bekerja sama dengan pemerintah dalam
membuat program atau layanan yang
meningkatkan kesehatan masyarakat. Lalu,
masyarakat sebagai sasaran dapat
mendukung pemerintah dengan
menyukseskan program-program kesehatan
dan juga dapat mengevaluasi kinerja
pemerintah agar lebih optimal lagi.
Kemitraan antar seluruh komponen bangsa
dapat mewujudkan keberhasilan Indonesia
3
dalam mencegah dan menangani PTM dan
berbagai masalah yang ada.
SKN sebagai acuan penyelenggaraan
program kesehatan harus dilaksanakan
dengan baik, termasuk penyelenggaraan
pengendalian PTM. Dalam penelitian ini
akan diketahui bagaimana implementasi tiga
subsistem SKN, yaitu upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, dan manajemen,
informasi, & regulasi kesehatan terhadap
upaya pengendalian PTM di Indonesia.
Analisis Kesiapan Subsistem Upaya
Kesehatan dalam Pengendalian PTM
Subsistem upaya kesehatan
diciptakan agar kegiatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dapat memiliki acuan yang jelas. Terdapat
tiga tingkatan upaya kesehatan, yaitu tingkat
primer, sekunder, dan tersier. Di tingkat
primer, Puskesmas memiliki kewajiban
dalam membina Posbindu PTM di wilayah
kerjanya. Peran Puskesmas adalah berupa:
(1) pemberian bimbingan kepada kader
posbindu PTM; (2) pemberian materi
kesehatan terkait faktor risiko PTM; (3)
analisis hasil kegiatan Posbindu PTM; (4)
menerima, menangani dan memberi umpan
balik kasus rujukan dari Posbindu PTM; dan
(5) berkoordinasi dengan para pemangku
kepentingan (Kementerian Kesehatan,
2012).
Pemerintah juga telah menetapkan 6
indikator kegiatan penanggulangan PTM
berdasarkan Renstra Kemenkes 2020-2024.
Namun, masih banyak indikator yang
capaiannya rendah, seperti jumlah
kabupaten/kota dengan pelayanan terpadu
PTM ≥80% puskesmas hanya sebanyak 70
kabupaten/kota dari target sebesar 103 pada
tahun 2020. Jumlah Posbindu PTM
terbanyak adalah di Jawa Timur sebesar
10.208 Posbindu, sementara yang terkecil
adalah di Kalimantan Utara sebesar 125,
artinya masih terdapat kesenjangan yang
nyata antar daerah. Ditambah lagi, kualitas
Posbindu PTM juga belum baik.
Berdasarkan penelitian Sa’adah, S.,
Parinduri, S.K., dan Dwimawati, E. (2021),
pelaksanaan Posbindu PTM di Puskesmas
Cibungbulang Kabupaten Bogor belum
terlaksana dengan maksimal karena masih
adanya masalah dalam pelatihan,
peningkatan peran serta masyarakat, dan
ketidaklengkapan sarana prasarana.
Pemerintah perlu memperluas jangkauan
Posbindu PTM di tujuh tatanan, yaitu
sekolah, tempat kerja, haji, tempat umum,
fasilitas kesehatan, kantor lintas sektor,
rumah ibadah. Selain itu, cakupan deteksi
dini kanker tahun 2020 pada perempuan usia
30-50 hanya sebesar 1,8%. Indikator
kabupaten/kota yang menerapkan kawasan
4
tanpa rokok (KTR) pada 2020 ditargetkan
sebesar 324, namun realisasinya hanya 285.
Hal ini akan memperparah kondisi PTM,
salah satunya kanker paru karena merokok
merupakan faktor risiko utama kanker paru
dan bertanggung jawab atas 80% kematian
akibat kanker paru (American Cancer
Society, 2019). Saat ini, Klinik Berhenti
Merokok (KBM) tengah digencarkan di
berbagai puskesmas dengan konsultasi dan
layanan kepada masyarakat yang ingin
berhenti merokok, salah satunya di
Puskesmas Banjarangkan 2. KBM telah
berjalan cukup baik namun masih perlu
peningkatan dalam hal fasilitas dan
kelengkapan pencatatan dan pelaporan
(Pramana, G.A.I., et.al., 2021).
Meningkatnya PTM disebabkan
karena angka faktor risiko PTM di Indonesia
juga kian meningkat. Berdasarkan data
Riskesdas tahun 2018, sebesar 95,5%
masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi
sayur dan buah, 33,5% kurang aktivitas
fisik, 29,3% usia produktif merokok setiap
hari, 31% obesitas sentral, dan 21,8%
obesitas dewasa. Maka dari itu pemerintah
perlu meningkatkan upaya promotif dan
preventif berupa edukasi peningkatan
kesehatan masyarakat..
PTM juga dipengaruhi oleh faktor
risiko di luar bidang kesehatan, seperti
kurangnya ketersediaan fasilitas olahraga
publik, budaya hidup modern, dan polusi
udara. Untuk itu, pemerintah harus bekerja
sama dengan lintas sektor dan lintas
program untuk menangani masalah PTM
yang kompleks. Keterlibatan pihak swasta
akan sangat membantu dalam pengendalian
PTM, hal ini juga mendukung tujuan dari
subsistem SKN upaya kesehatan untuk
berkoordinasi dengan berbagai komponen
bangsa. Pemerintah dapat mendorong
keterlibatan pihak swasta dalam
pengendalian PTM, misalnya dengan
memperkuat advokasi ke penyandang dana
yang akan digunakan untuk meningkatkan
penanganan PTM, serta mendorong
peningkatan layanan deteksi dan pengobatan
kanker di RS Swasta.
Pada tingkat sekunder dan tersier,
rumah sakit berfungsi sebagai tempat
penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan (UU No. 44 tahun
2009). Untuk itu, pemerintah telah berupaya
memperkuat kapasitas dan infrastruktur
kesehatan dalam penanganan PTM.
Misalnya, RSUD Kardinah menambah
layanan katerisasi jantung, cath lab, dan
angiografi yang semua biaya pelayanan
tetap ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Kemudian, pemerintah juga resmi
menambahkan ruang rawat inap baru di RS
5
Kanker Dharmais (Kementerian Kesehatan,
2019). Meski begitu, fasilitas penanganan
kanker di Indonesia masih minim, dokter
radiasi onkologi RS Siloam, Denny
Handoyo, mengatakan bahwa:
Fasilitas publik untuk pengobatan
kanker masih sangat kurang.
Proporsi antara jumlah penderita
kanker dengan fasilitas dan tenaga
medis di bidang kanker sangat jauh.
Rumah sakit khusus kanker saat ini
hanya ada dua di Indonesia, yaitu
RS Dharmais milik negara dan RS
Siloam MRCCC milik swasta.
Bandingkan dengan Cina, yang
punya 100 rumah sakit khusus
kanker” (Kompas.com, 2020).
Kesenjangan yang jauh antara
jumlah dan fasilitas penanganan kanker di
Indonesia dan di Cina ini seharusnya
membuat pemerintah sadar dan lekas
bergerak untuk peningkatan pengendalian
kanker sebagai salah satu jenis PTM yang
paling banyak.
Upaya pemerintah dalam
meningkatkan pelayanan PTM dan penyakit
lainnya adalah salah satunya melalui
akreditasi, berupa pengakuan dari
pemerintah terhadap RS yang memenuhi
standar dalam pelayanannya. Kewajiban ini
diatur dalam Permenkes No. 12 tahun 2020
tentang Akreditasi Rumah Sakit.
Selain peningkatan mutu melalui
akreditasi dan penyediaan fasilitas,
pemerintah juga berupaya meningkatkan
pelaporan dengan mewajibkan RS untuk
melakukan surveilans aktif rumah sakit.
Contohnya adalah Peraturan Walikota Kediri
No. 53 tahun 2020 tentang Pedoman
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
yang kewajiban RS untuk melaporkan setiap
PTM yang ditemukan disertai
komplikasinya. Pengendalian PTM dalam
tingkat sekunder dan tersier dilakukan
dengan penanganan kasus, monitoring
berkelanjutan, dan pelaksanaan rujukan
PTM. Rumah sakit juga harus
memperhatikan sistem rujuk balik pasien
dengan PTM ke puskesmas agar pasien
dapat dengan mudah mengakses pengobatan
PTM. Selain RS, Perwali ini juga mengatur
peran masyarakat dalam surveilans berbasis
masyarakat, dimana masyarakat atau kader
PTM harus melaporkan deteksi dini PTM
kepada petugas kesehatan di
kelurahan/puskesmas.
Upaya kesehatan lain yang harus
dilakukan untuk penanganan PTM adalah
promosi kesehatan. Promosi kesehatan
bertujuan untuk memberdayakan masyarakat
agar tahu, mau, dan mampu untuk
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) demi menurunkan
faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan
penyakit, termasuk penyakit tidak menular
6
(Trisnowati, H., 2018; Rahman, H. et.al.,
2021). Promosi kesehatan dengan strategi
pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan
mengajak masyarakat berpartisipasi dalam
upaya pemeliharaan kesehatan (Dewi, F.,
2013). Salah satu contohnya adalah upaya
promosi kesehatan untuk pencegehan PTM
di Dusun Modinan berupa pertemuan kader
kesehatan sebagai perpanjangan tangan
tenaga kesehatan dan pengorganisasian
“Perilaku Cerdik” sebagai panduan gaya
hidup sehat masyarakat (Trisnowati, H.,
2018). Tenaga promotor kesehatan sebagai
penanggungjawab promosi kesehatan perlu
ditingkatkan peran aktifnya dalam
penanggulangan PTM secara komprehensif.
Penelitian di sebuah Puskesmas di
Kota Tidore menyatakan bahwa hasil dari
promosi kesehatan adalah terdapat
peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang faktor risiko hipertensi, bahaya
merokok, dan PHBS yang semuanya
mencapai >50% (Rahman, H. et.al., 2021).
Masyarakat juga harus terlibat langsung
dalam kegiatan promosi kesehatan karena
upaya ini dianggap efektif untuk
mendekatkan diri ke masyarakat. Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) juga
merupakan sasaran strategis untuk bermitra
dengan pemerintah dalam penyuksesan
pengendalian PTM. Melibatkan LSM seperti
Dompet Dhuafa, PKK, dan berbagai
organisasi wanita untuk dapat memasifkan
upaya pengendalian PTM ke masyarakat
(Kementerian Kesehatan, 2016).
Upaya kesehatan perlu terus
ditingkatkan agar penanganan PTM menjadi
lebih optimal, salah satunya dengan terus
berinovasi. Penelitian oleh Puspa, MA.,
(2018) mengungkap adanya sistem
informasi pakar hipertensi di RSUD Aloe
Saboe Kota Gorontalo memungkinkan
masyarakat untuk mendiagnosis penyakit
hipertensi dan menemukan solusinya
melalui proses konsultasi dengan sistem
layaknya berkonsultasi dengan pakar.
Hipertensi sangat perlu untuk dijadikan
perhatian dalam PTM karena hipertensi
merupakan faktor risiko berbagai jenis PTM,
seperti stroke, gagal ginjal, dan penyakit
jantung (WHO, 2022). Prevalensi hipertensi
berdasarkan Riskesdas 2018 adalah 34,1%,
atau 1 dari 3 penduduk mengalami
hipertensi atau yang dikenal dengan The
Silent Killer. Selain itu, diabetes juga
merupakan jenis PTM yang banyak terjadi,
sebanyak 19,47 juta orang pada 2021
menderita diabetes. Terlebih lagi, Indonesia
merupakan peringkat 5 tertinggi dalam
jumlah diabetes dan jumlah penderita terus
meningkat dalam sepuluh tahun terakhir
(International Diabetes Federation, 2021).
7
Untuk itu, inovasi terkait penanganan
diabetes perlu dilakukan, contohnya adalah
perancangan sistem informasi DIAMONS
atau Diabetes Monitoring System yang
berguna agar pengguna dapat melakukan
pemeriksaan, konsultasi, dan pemantauan
rekam medis menggunakan situs (Rahayu,
E.S., Amalia, N., 2019). Kemudahan
teknologi di atas dapat mempermudah
masyarakat dalam memantau kondisi
kesehatannya, dengan begitu PTM akan
lebih mudah dicegah.
Analisis Kesiapan Subsistem Pembiayaan
Kesehatan dalam Pengendalian PTM
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun
2012 tentang SKN menjelaskan bahwa
pelayanan kesehatan perorangan
diselenggarakan melalui mekanisme
asuransi sosial yang saat ini diwujudkan
melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Terdapat dua jenis peserta BPJS, yaitu
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non
Penerima Bantuan Iuran (Non PBI). Dimulai
dari Bulan Juli 2022, pemerintah
meniadakan kelas 1,2,3 dan menggantinya
dengan kelas standar dimana peserta Non
PBI dikenakan iuran sesuai gaji. Sementara
itu, pelayanan kesehatan pada peserta PBI
ditanggung penuh oleh pemerintah,
termasuk penanganan PTM. Hal ini
bertujuan untuk mewujudkan prinsip
keadilan agar semua peserta mendapat
pelayanan yang inklusif.
Subsistem pembiayaan kesehatan
merupakan upaya untuk mengelola
penggalian, pengalokasian, dan
pembelanjaan dana kesehatan guna
mewujudkan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang baik demi
pencapaian derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya, sama halnya seperti
tujuan SKN. Adanya subsistem pembiayaan
kesehatan bertujuan untuk menjamin
tersedianya dana kesehatan dalam jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil,
merata, dan termanfaatkan secara berhasil
guna dan berdaya guna. Prinsip yang
digunakan dan harus dipenuhi oleh suatu
pembiayaan upaya kesehatan adalah cukup,
efektif, efisien, adil, dan transparan. Apabila
pembiayaan kesehatan bersifat adekuat dan
stabil, maka pelayanan kesehatan termasuk
penanganan PTM dapat lebih optimal.
Penyelenggaraan subsistem
pembiayaan kesehatan dilakukan melalui
penggalian dana, pengalokasian dana, dan
pembelanjaan. Penggalian dana berasal dari
pemerintah, swasta, maupun masyarakat
sendiri dengan prinsip jaminan kesehatan.
Contoh peran masyarakat dalam pembiayaan
8
pengendalian PTM adalah adanya Posbindu
PTM yang menggunakan dana desa di Desa
Ngrowo, Mojokerto. Pemanfaatan dana desa
ini terbukti telah berhasil menyelenggarakan
Posbindu PTM dengan baik (Kusuma, Y. L.
H., Puspitaningsih, D., Dwisyalfina, A., &
Widayanti, E, 2018). Penelitian lain oleh
Kusuma, Y. L. H., Puspitaningsih, D.,
Kartiningrum. E., (2020) menyatakan bahwa
pelaksanaan Posbindu PTM di Desa
Sumbertebu Mojokerto dilaksanakan dengan
dana desa dan hasilnya cukup bagus, meski
ada masalah berupa kehabisan alat dan
pemantauan tidak optimal.
Pengalokasian dana dilakukan
dengan perencanaan anggaran untuk
program prioritas. Total alokasi untuk
sasaran pencegahan dan pengendalian PTM
tahun 2021 adalah Rp.118.664.518,
sementara prakiraan kebutuhannya
mencapai Rp.122.477.158 (Kementerian
Kesehatan RI, 2021). Hal ini menunjukkan
ada kekurangan anggaran pengendalian
PTM disandingkan dengan perkiraan
kebutuhannya. Untuk itu, pemerintah perlu
meningkatkan alokasi anggaran demi
terselenggaranya upaya pengendalian PTM
yang optimal. Prinsip transparansi telah
dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai
dokumen anggaran yang dapat diakses
masyarakat luas di internet.
Pembelanjaan dilakukan untuk
pemeliharaan kesehatan, peningkatan akses,
serta mutu pelayanan kesehatan.
Pembelanjaan untuk PTM diatur melalui
Perpres No. 123 tahun 2020 tentang Dana
Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik), salah
satunya adalah untuk menjamin dan
meningkatkan tersedianya alat dan bahan
habis pakai untuk pencegahan dan deteksi
dini penyakit tidak menular, seperti BMHP,
posbindu kit,CO analyzer, dan tenaga
kesehatan kompeten dalam penanganan
PTM. Meski telah dianggarkan sedemikian
rupa, masalah kekurangan tenaga kesehatan
masih terjadi, berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2020, persentase Puskesmas
yang telah memiliki 9 jenis tenaga kesehatan
hanya 39,6%. Selain itu, 5.100 Puskesmas
masih mengalami kekurangan tenaga
kesehatan. Hal ini akan mengganggu
jalannya proses deteksi dini ataupun
pengobatan PTM yang bertonggak di
Puskesmas. Meski begitu, total alokasi
anggaran untuk meningkatkan SDM
berkualitas dan berdaya saing sebesar Rp.
2.810.471.606 atau >90% total anggaran
prioritas Nasional dari segi pencegahan dan
pengendalian penyakit serta pengelolaan
kedaruratan kesehatan masyarakat.
(Kementerian Kesehatan RI, 2022). Untuk
itu, pemerintah perlu memastikan bahwa
9
anggaran teralokasi dengan efektif dan dapat
berhasil guna.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan,
biaya pelayanan kesehatan penyakit
katastropik yang hampir semuanya termasuk
PTM pada tahun 2016 sampai 2020 sangat
tinggi, yaitu mencapai 83,31% (BPJS
Kesehatan, 2021). Hal ini menunjukkan
komitmen pemerintah dalam penanganan
PTM, namun biaya tersebut terhitung sangat
tinggi mengingat pengobatan PTM dapat
ditekan dengan berfokus pada pencegahan
dan peningkatan budaya hidup sehat
masyarakat untuk mengurangi faktor risiko
PTM dan mengetahui risiko sedari dini,
salah satunya dengan deteksi dini. Menurut
Sudoyo, A.W., (2021), deteksi dini dapat
menekan biaya pengobatan kanker. Deteksi
dini dapat diperkuat melalui Posbindu PTM.
Analisis Kesiapan Subsistem Manajemen,
Informasi, dan Regulasi dalam
Pengendalian PTM
Untuk mencapai keberhasilan
pengendalian PTM dibutuhkan kebijakan
sebagai komitmen pemerintah yang kuat,
ketersediaan data yang akan diolah menjadi
informasi, serta tentunya proses manajemen
yang mengorganisirnya. Untuk itu,
subsistem SKN ‘manajemen, informasi, dan
regulasi kesehatan’ hadir untuk
menghimpun berbagai upaya kebijakan
kesehatan, administrasi kesehatan,
pengaturan hukum kesehatan, pengelolaan
data dan informasi kesehatan yang
mendukung subsistem SKN lainnya.
Komitmen pemerintah RI dalam
penanganan PTM diantaranya adalah
Instruksi Presiden No.1 tahun 2017 tentang
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat sebagai
upaya peningkatan gaya hidup sehat
masyarakat; Peraturan Menteri Kesehatan
No. 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular; Permenkes RI No.
39 tahun 2016 tentang PIS-PK yang memuat
indikator PTM, Permenkes No. 21 tahun
2020 tentang Renstra Kemenkes tahun
2020-2024 yang memuat sasaran
pengendalian PTM, Permenkes No. 5 tahun
2017 tentang Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
Tahun 2015-201 dan saat ini juga telah terbit
Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Pengendalian PTM 2020-2024.
Selain itu, peningkatan pengendalian
penyakit dan pembudayaan GERMAS
ditetapkan sebagai tujuan prioritas RPJMN
2020-2024. Hal ini juga sebagai upaya untuk
mewujudkan target SDGs yaitu mengurangi
sepertiga angka kematian dini akibat
penyakit tidak menular pada tahun 2030.
Pada tujuan prioritas RPJMN 2020-2024
10
juga ditetapkan strategi implementasi
peningkatan pengendalian penyakit, yaitu: a)
Pencegahan dan pengendalian faktor risiko
penyakit melalui perluasan cakupan deteksi
dini, surveilans berbasis real time, dan
pengendalian vektor; b) Penguatan
ketahanan kesehatan berupa peningkatan
kapasitas dan respon cepatterhadap
penyakit; c) Penguatan tata laksana
penanganan penyakit; dan d) Penguatan
sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)
(Kementerian Kesehatan, 2020).
Dalam melaksanakan sebuah
program maka dibutuhkan upaya
manajemen yang komprehensif. Untuk itu,
pemerintah meluncurkan buku pedoman
manajemen PTM agar pengelola program
dapat memiliki acuan yang jelas dan
tercapainya kesinambungan antar
penyelenggara program pencegahan dan
pengendalian PTM secara optimal
(Kementerian Kesehatan, 2019). Kebijakan
pemerintah yang tertuang dalam buku ini
adalah peningkatan advokasi dan sosialisasi
P2PTM, pelaksanaan upaya kesehatan
secara utuh, peningkatan kapasitas SDM,
penguatan sistem surveilans, dan jejaring
kemitraan dengan masyarakat. Komitmen
lain yang ditunjukkan oleh pemerintah
adalah pencantuman empat indikator PTM
di bawah Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP) tentang Standar Pelayanan Minimal
(SPM) di kabupaten. Sistem desentralisasi
ini dapat mempercepat upaya pencegahan
dan penanganan PTM karena pemantauan
akan jauh lebih mudah dan akuntabilitas
daerah menjadi lebih tinggi.
Banyaknya kebijakan dalam
pencegahan dan penanganan PTM di sektor
kesehatan tidak akan membuat program
menjadi efektif bila dibandingkan adanya
sinergi antara kebijakan di sektor kesehatan
dan sektor lainnya. Untuk itu diperlukanlah
Health in all Policies (HiAP) yaitu upaya
kolaboratif yang mengintegrasikan tujuan
sektor kesehatan dengan kebijakan di sektor
lain untuk menciptakan kesehatan
masyarakat yang lebih optimal (CDC,
2016). HiAP merupakan sebuah konsep
yang diciptakan karena sebuah masalah
kesehatan banyak dipengaruhi faktor lain di
luar sektor kesehatan, misalnya pendidikan,
ekonomi, pertanian, dan lingkungan hidup.
Saat ini, HiAP sudah cukup terimplementasi
dengan baik Contohnya adalah adanya
Peraturan Menteri LHK RI No. P12 tahun
2020 tentang Penyimpanan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun. Kebijakan ini
mencegah kontaminasi masyarakat dari
limbah berbahaya yang dapat menjadi faktor
risiko dalam PTM seperti kanker dan
penyakit pernapasan. Selain itu, terdapat
11
Peraturan Presiden No. 60 tahun 2020
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan yang mewajibkan developer wajib
menyediakan 30% untuk ruang terbuka
hijau. Hal ini dapat mendukung sektor
kesehatan karena semakin banyak ruang
terbuka hijau maka udara yang tersedia
semakin baik dan ini dapat mengurangi
kontaminasi masyarakat dari menghirup
udara kotor, yang juga merupakan faktor
risiko PTM seperti penyakit paru.
Kemudian, baru saja pemerintah
menetapkan kenaikan tarif cukai hasil
tembakau (CHT) 2022 menjadi 12,5%. Hal
ini adalah wujud dari Peraturan Presiden
Republik Indonesia (Perpres) Nomor 68
Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan
Presiden Terhadap Rancangan Peraturan
Menteri/Kepala Lembaga (Kementerian
Keuangan, 2022). Kebijakan ini tentu sangat
mendukung sektor kesehatan dalam
mencegah masyarakat mengkonsumsi rokok
yang sangat berpotensi menyebabkan
berbagai penyakit tidak menular.
Keberhasilan sebuah program
membutuhkan informasi yang valid dan
tepat waktu. Untuk itu, dibutuhkanlah
ketersediaan data yang berkualitas dan dapat
diakses saat dibutuhkan. Saat ini, masih
terjadi lemahnya ketersediaan data untuk
manajemen program. Hal ini diakibatkan
karena lemahnya sistem surveilans PTM. Ini
dibuktikan dengan penelitian oleh Rahajeng,
E., & Wahidin, M. (2020) yang menyatakan
bahwa ditemukannya beberapa masalah
pada evaluasi surveilans faktor risiko PTM
berbasis Posbindu, yaitu jumlah petugas
terbatas, tidak adanya anggaran, cakupan
penduduk terbatas, kurangnya sarana
prasarana, kendala internet, dan keterbatasan
peladen. Sistem surveilans perlu dirancang
sedemikian rupa dengan memperhatikan
anggaran dan faktor kunci contohnya SDM
dan sarana seperti jaringan internet demi
keberhasilan surveilans dan ketersediaan
data untuk menjamin proses manajemen
yang lebih baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, dapat ditarik kesimpulan:
1. Secara keseluruhan, kesiapan
Indonesia dalam upaya pencegahan
dan penanganan penyakit tidak
menular telah cukup baik dilihat dari
implementasi tiga subsistem SKN,
yaitu upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, dan manajemen,
informasi & regulasi kesehatan.
2. Masih ditemukan beberapa masalah
yang harus segera ditangani dari
level paling bawah hingga ke atas,
12
yaitu ketidaklengkapan fasilitas,
sarana & prasarana, kurangnya peran
serta masyarakat, ketidaklengkapan
pencatatan & pelaporan,
ketidaktersediaan data berkualitas,
terlalu berfokus pada pengobatan,
gaya hidup sehat yang belum
menjadi kebiasaan, kurangnya
anggaran untuk pencegahan, dan
kurangnya tenaga kesehatan
kompeten.
3. Subsistem upaya kesehatan telah
dijalankan secara sinergis dari
tingkat primer, sekunder, dan tersier.
Lalu juga ditemukan koordinasi antar
pemerintah dan swasta serta LSM.
Sebagai respon kemajuan teknologi,
beberapa inovasi berbasis aplikasi
dan situs hadir untuk memudahkan
masyarakat dan seluruh komponen
yang terlibat.
4. Ditinjau dari subsistem pembiayaan,
proses penggalian, alokasi, dan
belanja telah dilaksanakan sesuai
peraturan. Pemerintah juga
menunjukkan komitmen dengan
menjamin pengobatan penyakit tidak
menular dengan BPJS hingga
sembuh, walaupun menyerap dana
yang tinggi Prinsip transparansi juga
telah dilakukan melalui berbagai
dokumen anggaran dan realisasi
yang tersedia di internet. Dana desa
sebagai landasan upaya
penyelenggaraan Posbindu PTM
juga telah banyak
diimplementasikan. Namun,
pemerintah perlu meningkatkan
kemitraan dengan pihak swasta
maupun LSM untuk peningkatan
dana karena alokasi untuk
pencegahan dan penanganan masih
kurang dibanding pengobatan PTM.
5. Subsistem manajemen, informasi,
dan regulasi kesehatan telah
terimplementasi cukup baik dengan
ketersediaan berbagai kebijakan,
pedoman, dan sistem informasi yang
menghasilkan data untuk P2PTM.
Health in All Policies (HiAP) juga
telah diimplementasikan sebagai
upaya sinergitas antar kebijakan
lintas sektor. Meski begitu,
surveilans berbasis masyarakat dan
RS masih perlu terus diperkuat untuk
menjamin ketersediaan dan
keakuratan data.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2019). Lung
Cancer Risk Factors. Available from:
https://www.cancer.org/cancer/lung-c
13
ancer/causes-risks-prevention/risk-fa
ctors.html
BPJS Kesehatan. (2021). Penyakit
Katastropik Berbiaya Mahal tetap
Dijamin Program JKN-KIS. Jakarta:
BPJS Kesehatan. Available from:
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmd
ocuments/ae3544d7f3382ebb639eba
99192b5c76.pdf
CDC. (2016). Health in All Policies.
Available from:
https://www.cdc.gov/policy/hiap/ind
ex.html#:~:text=Health%20in%20Al
l%20Policies%20(HiAP,of%20all%2
0communities%20and%20people.
Databoks. (2021). Jumlah Penderita
Diabetes Indonesia Terbesar Kelima
di Dunia. Available from:
https://databoks.katadata.co.id/datap
ublish/2021/11/22/jumlah-penderita-
diabetes-indonesia-terbesar-kelima-d
i-dunia
Dewi FST. (2013). Working with
Community Exploring Community
Empowerment to Support
Non-communicable Disease
Prevention in a Middle-income
Country. Umeå: Umeå University.
Available from:
http://www.diva-portal.org/smash/get
/diva2:589427/FULLTEXT01.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2021).
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
21 Tahun 2020 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan
tahun 2020-2024. Available from:
https://farmalkes.kemkes.go.id/undu
h/renstra-kemenkes-tahun-2020-202
4/
Kementerian Kesehatan RI. (2021). Rencana
Kerja Kementerian/Lembaga Tahun
Anggaran 2021. Available from:
https://e-renggar.kemkes.go.id/file20
18/e-performance/2-269016-2tahuna
n-800.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Penyakit
Tidak Menular Kini Ancam Usia
Muda. Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarkat. Available
from:
https://www.kemkes.go.id/article/vie
w/20070400003/penyakit-tidak-men
ular-kini-ancam-usia-muda.html
14
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Rencana
Aksi Program tahun 2020-2024.
Ditjen P2PTM. Available from:
https://e-renggar.kemkes.go.id/file20
18/e-performance/1-029017-2tahuna
n-218.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2019).
Fasilitasi Kebutuhan Pasien Kanker
Remaja, Menkes Resmikan Ruang
Rawat Inap Baru di RS Dharmais.
Biro Komunikasi dan Pelayanan
Masyarakat. Available from:
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/b
aca/umum/20190227/4229561/fasilit
asi-kebutuhan-pasien-kanker-remaja-
menkes-resmikan-ruang-rawat-inap-
baru-rs-dharmais/
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Laporan
Nasional Riset Kesehatan Dasar
2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan .
Available from:
https://www.litbang.kemkes.go.id/lap
oran-riset-kesehatan-dasar-riskesdas/
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Buku
Pedoman Manajemen Penyakit Tidak
Menular. Jakarta: Dirjen P2PTM.
Available from:
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/V
HcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBn
dz09/2019/03/Buku_Pedoman_Mana
jemen_PTM.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Rencana
Aksi Nasional P2PTM 2015-2019.
Dirjen P2PTM. Available from:
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/V
HcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBn
dz09/2018/10/Buku_Rencana_Aksi_
Nasional_2015_2019.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2016).
Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tidak Menular di
Indonesia. Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular. Available
from:
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/V
HcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBn
dz09/2017/10/PTM_Pencegahan_da
n_Pengendalian_Penyakit_Tidak_M
enular_di_Indonesia_2017_01_16.pd
f
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pos
Pembinaan Terpadu PTM. Available
from:
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2
016/10/Petunjuk-Teknis-Pos-Pembin
15
aan-Terpadu-Penyakit-Tidak-Menula
r-POSBINDU-PTM-2013.pdf
Kementerian Keuangan RI. (2022). Bea
Cukai Ungkap Hal-Hal Penting di
Balik Kenaikan Tarif Cukai 2022.
Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
Available from:
https://www.beacukai.go.id/berita/be
a-cukai-ungkap-hal-hal-penting-di-b
alik-kenaikan-tarif-cukai-2022.html#
:~:text=Jakarta%2C%2007%2D11%
2D2022,pada%20tanggal%2013%20
Desember%202021.
Kusuma, Y. L. H., Puspitaningsih, D.,
Kartiningrum. E. (2020). Evaluasi
Proses Program Posbindu-PTM
Rajawali Berbasis Dana Desa di
Desa Sumbertebu Kecamatan
Bangsal-Mojokerto. Indonesian
Journal for Health Sciences. 4(1).
31-38. Available from:
https://www.researchgate.net/publica
tion/340636450_EVALUASI_PROS
ES_PROGRAM_POBINDU-PTM_
RAJAWALI_BERBASIS_DANA_D
ESA_DI_DESA_SUMBERTEBU_K
ECAMATAN_BANGSAL_-_MOJO
KERTO
Kusuma, Y. L. H., Puspitaningsih, D.,
Dwisyalfina, A., & Widayanti, E.
(2018). Pembentukan Program
Posbindu PTM dengan
Memanfaatkan Dana Desa
Pemerintah Desa Ngrowo
Kecamatan Bangsal-Mojokerto.
Jurnal Pengabdian Masyarakat.
4(2). 68-75. Available from:
https://journal.stikespemkabjombang
.ac.id/index.php/jpm/article/view/19
0
Nursastri, S.A. (2020). Fasilitas untuk
Pengobatan Kanker di Indonesia
Masih Minim. Kompas.com.
Available from:
https://sains.kompas.com/read/2020/
02/05/190400423/fasilitas-untuk-pen
gobatan-kanker-di-indonesia-masih-
minim?page=all
Pemerintah Pusat. Peraturan Presiden RI No.
123 tahun 2020 tentang Petunjuk
Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik
tahun Anggaran 2021. Available
from:
https://djpk.kemenkeu.go.id/wp-cont
ent/uploads/2021/01/Salinan-Perpres
-Nomor-123-Tahun-2020.pdf
16
Pemerintah Pusat. Peraturan Presiden RI No.
72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional. Available from:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/De
tails/41327/perpres-no-72-tahun-201
2
Pemerintah Kediri. (2020). Peraturan
Walikota Kediri No. 53 tahun 2020
tentang Pedoman Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular. Available
from:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/De
tails/165166/perwali-kota-kediri-no-
53-tahun-2020
Portal Berita Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah. Fasilitas Baru, RSUD
Kardinah Kini Siap Layani
Kateterisasi Jantung. Available from:
https://jatengprov.go.id/beritadaerah/
fasilitas-baru-rsud-kardinah-kini-siap
-layani-kateterisasi-jantung/
Puspa, MA. (2018). Sistem Pakar Diagnosa
Penyakit Hipertensi Menggunakan
Metode Naive Bayes Pada RSUD
Aloe Saboe Kota Gorontalo. ILKOM
Jurnal Ilmiah. 10(2). Available from:
https://media.neliti.com/media/public
ations/269208-sistem-pakar-diagnosa
-penyakit-hipertens-0b972097.pdf
Pramana, G.A.I., et.al.. (2021). Evaluasi
Program Klinik Berhenti Merokok
(KBM) di Puskesmas Banjarangkan
2. E-Jurnal Medika Udayana. 10(3).
58-67. Available from:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/
article/view/74489
Rahajeng, E., & Wahidin, M. (2020).
Evaluasi Surveilans Faktor Risiko
Penyakit Tidak Menular (PTM)
Berbasis Data Kegiatan “Posbindu
PTM”. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. 30(3).
241-256. Available from:
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.i
d/index.php/mpk/article/view/3569
Rahayu, E.S. Amalia, N., (2019).
Perancangan Sistem Informasi
“DIAMONS” (Diabetes Monitoring
System) Berbasis Internet of Things
(IoT). Jurnal Teknologi. 6(1). 39-51.
Available from:
https://www.researchgate.net/publica
tion/335345887_Perancangan_Siste
m_Informasi_DIAMONS_Diabetes_
17
Monitoring_System_Berbasis_Intern
et_of_Things_IoT
Rahman, H., et.al. (2021). Promosi
Kesehatan untuk Meningkatkan
Peran Aktif Masyarakat dalam
Pencegahan Penyakit Tidak Menular.
Jurnal Pengabdian Masyarakat.
1(1). 1-11. Available from:
https://lldikti12.ristekdikti.go.id/jurn
al/index.php/bakti/article/download/
112/44
Sa’adah, S., Parinduri, S.K., dan
Dwimawati, E. (2021). Analisis
Pelaksanaan Program Posbindu PTM
di Wilayah Kerja Puskesmas
Cibungbulang Tahun 2019-2020.
Promotor Jurnal Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat. 4(2).
Available from:
http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index
.php/PROMOTOR/article/view/5582
Trisnowati, H. (2018). Pemberdayaan
Masyarakat untuk Pencegahan
Faktor Risiko Penyakit Tidak
Menular (Studi pada Pedesaan di
Yogyakarta). Jurnal MKMI. 14(1).
Available from:
https://media.neliti.com/media/public
ations/238453-pemberdayaan-masya
rakat-untuk-pencegahan-66673211.p
df
WHO. (2021). Noncommunicable Diseases.
Available from:
https://www.who.int/news-room/fact
-sheets/detail/noncommunicable-dise
ases
18
... Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor genetik, lingkungan, fisiologis dan perilaku kesehatan yang buruk. Penyakit tidak menular ini merupakan penyakit yang kronis, sehingga penderita tidak kunjung sembuh dan berkutik dengan penyakit yang dimiliki (Mulya, 2022,). Berdasarkan data dari WHO, penyakit tidak menular telah membunuh 41 juta orang tiap tahunnya atau setara dengan 74% dari seluruh kematian global. ...
Article
Full-text available
Kegiatan bakti sosial yang diadakan dengan pemeriksaan kesehatan gratis seperti gula darah, kolesterol dan asam urat. Bakti sosial dilakukan untuk membantu screening awal pencegahan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian paling banyak di Indonesia. Kegiatan dilakukan di desa Banteng, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta dan warga jemaat GKJ Dayu. Metode yang digunakan dalam pelayanan adalah dengan dilakukannya asesmen terhadap daerah sasaran dan melakukan koordinasi dengan GKJ Dayu, Kepala desa Banteng dan pembentukan Tim Pengabdi dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana. Evaluasi kegiatan bakti sosial dilakukan secara kualitatif dengan diskusi dan kuantitatif dengan melihat data peserta yang mendaftar baik berhasil melalui screening maupun tidak berhasil melalui screening. Kegiatan bakti sosial ini diikuti oleh 70 peserta yang mengikuti pemeriksaan umum dan dibagi lagi menjadi 5 orang yang menjalani pemeriksaan IVA, 5 orang melakukan konsultasi kesehatan dan 54 orang melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana. Dari hasil bakti sosial ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini berhasil memberi sumbangsih nyata bagi peserta bakti sosial yang membutuhkan pemeriksaan gratis serta mampu memberdayakan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan akan kesehatan penyakit tidak menular.
Article
Full-text available
Prevalensi nasional hipertensi berdasarkan Riskesdas 2018 sebesar 34,11%. Hipertensi menyebabkan komplikasi penyakit jantung, stroke, gangguan ginjal, dan meningkatkan angka kematian. Faktor risiko hipertensi antara lain: perilaku dan kebiasaan sehari-hari yang tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang, kebiasaan merokok dan minum minuman yang mengandung alkohol. Tujuan kegiatan pengabdian dan pemberdayaan masyarakat ini adalah (1) meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai faktor risiko hipertensi serta dampak merokok, (2) memberdayakan masyarakat dalam upaya mencegah hipertensi, dan (3) mengadvokasi masyarakat untuk berperan aktif menerapkan promosi kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Lokasi kegiatan di desa Akeguraci kecamatan Oba Tengah Kota Tidore Kepulauan. Hasil evaluasi diperoleh peningkatan pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko hipertensi sebesar 60,5%; pengetahuan tentang bahaya merokok sebesar 62,8% dan pengetahuan tentang PHBS sebesar 59,3%. Masyarakat mampu berpartisipasi dan memberdayakan diri pada kegiatan promosi kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan mereka
Article
Full-text available
Hipertention is desease that happen to arteries that caused the supply of oxygen and nutrition that need by the body blocked. Hipertention often call as a silent killer, because it kind of disease that very harmful but come without awareness to it’s victim. People with hipertention in average is up to 40 years old and it happened all of his after life . In common hipertention caused by heredity, unhealthy lifestyle, and trigger by the more salty consumption, alcohol and stress. Expert system could be the solution to solve the problem because this system is worked just like an expert and created by naïve bayes method with the rule and basic system that same just like the hipertantiondesease. Through this application, user can do consultation with this system just like usually people consultation with the expert to diagnostic the sign that happen to user and find the solution of what happened to themselves.
Article
Full-text available
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian di dunia. PTM juga mendominasi penyebab kematian di Indonesia terutama di Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan menginisiasi program intervensi masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengendalikan faktor risiko PTM di Indonesia, khususnya pada daerah pedesaan di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui Focus Group Discussion dan wawancara mendalam. Informan penelitian adalah tokoh masyarakat dan kader kesehatan sejumlah 23 orang. Analisis data menggunakan metode tematik content analysis. Proses promosi keehatan melalui pemberdayaan mayarakat untuk pencegehan PTM di Dusun Modinan adalah sebagai berikut : 1) membangun kepercayaan masyarakat melalui pertemuan dengan tokoh masyarakat membahas tentang PTM; 2) meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pertemuan kader kesehatan dan melakukan FGD; 3) mengembangkan program promosi kesehatan; 4) mengorganisasikan kegiatan promosi kesehatan tentang “Perilaku Cerdik” meliputi : cek kesehatan secara rutin, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup dan kelola stres; 5) inisisasi untuk pemeliharaan program. Kesimpulannya promosi kesehatan melalui pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu strategi untuk mencegah faktor risiko PTM. Adanya keterlibatan tokoh masyarakat, persepsi dan pengetahuan yang positif tentang PTM dari kader kesehatan menentukan keberhasilan program.
Rencana Aksi Program tahun
  • Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Rencana Aksi Program tahun 2020-2024.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Available from: https://www.litbang.kemkes.go.id/lap oran-riset-kesehatan-dasar-riskesdas/
Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Dirjen P2PTM
  • Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Dirjen P2PTM. Available from: http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/V HcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBn dz09/2019/03/Buku_Pedoman_Mana jemen_PTM.pdf
Pos Pembinaan Terpadu PTM
  • Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pos Pembinaan Terpadu PTM. Available from: http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2 016/10/Petunjuk-Teknis-Pos-Pembin aan-Terpadu-Penyakit-Tidak-Menula r-POSBINDU-PTM-2013.pdf
Peraturan Walikota Kediri No. 53 tahun 2020 tentang Pedoman Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
  • Pemerintah Kediri
Pemerintah Kediri. (2020). Peraturan Walikota Kediri No. 53 tahun 2020 tentang Pedoman Penanggulangan Penyakit Tidak Menular. Available from: https://peraturan.bpk.go.id/Home/De tails/165166/perwali-kota-kediri-no-53-tahun-2020
Evaluasi Program Klinik Berhenti Merokok (KBM) di Puskesmas Banjarangkan 2. E-Jurnal Medika Udayana
  • G A I Pramana
Pramana, G.A.I., et.al.. (2021). Evaluasi Program Klinik Berhenti Merokok (KBM) di Puskesmas Banjarangkan 2. E-Jurnal Medika Udayana. 10(3). 58-67. Available from:
DIAMONS" (Diabetes Monitoring System) Berbasis Internet of Things (IoT)
  • Perancangan Sistem Informasi
Perancangan Sistem Informasi "DIAMONS" (Diabetes Monitoring System) Berbasis Internet of Things (IoT). Jurnal Teknologi. 6(1). 39-51. Available from: