Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
71
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 5 (2), July 2020, 71-77
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: https://psikologia.umsida.ac.id/index.php/psikologia/index
DOI Link: 10.21070/psikologia.v5i2.1127
URGENSI KARAKTERISTIK KONSEP DIRI DALAM MEMBANGUN
MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS
Siti Miftahul Janah*
Institut Agama Islam Negeri Kudus, Indonesia
sitijanah030@gmail.com
ABSTRACT
Self-concept is something that must be owned by everyone. The concept of self is not carried from birth, but develops
over time and is influenced by the environment. The development of self-concept at every level or age is different,
especially in elementary and middle school. The world of education also plays an active role in the development of
self-concept, but self-concept also affects education. The development of motivation to learn in a student is related to
self-concept, so the characteristics of the self-concept need to be developed according to the age of the student.
Moreover, high school students who are classified as adolescents, with characters who want to be recognized and try
to find their identity. Self-concept will play a big role in the transitional period between childhood and adulthood.
This study used a qualitative descriptive method using research instruments in the form of observation, literature and
interviews.
Keywords: characteristics, self-concept, learning motivation and high school
ABSTRAK
Konsep diri merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap orang. Konsep diri ada bukan dibawa sejak lahir, melainkan
berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan dipengaruhi oleh lingkungan. Perkembangan konsep diri dalam setiap
tingkatan atau umur berbeda-beda, terkhusus di masa sekolah dasar dan sekolah menengah. Dunia pendidikan juga
berperan aktif dalam perkembangan konsep diri, namun konsep diri juga berpengaruh terhadap pendidikan. Pembangunan
motivasi belajar dalam diri seorang siswa berhubungan dengan konsep diri, maka karakteristik konsep diri perlu ditumbuh
kembangkan sesuai dengan usia siswa. Apalagi siswa sekolah menengah atas yang tergolong dalam kategori remaja,
dengan karakter yang ingin diakui keberadaanya dan mencoba mencari jati diri. Konsep diri akan berperan besar di masa-
masa peralihan antara masa anak-anak menuju masa dewasa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif
dengan menggunakan instrumen penelitian berupa literatur dan wawancara.
Kata kunci: karakteristik, konsep diri, motivasi belajar dan sekolah menengah atas
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 5 (2), July 2020, 71-77
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: https://psikologia.umsida.ac.id/index.php/psikologia/index
DOI Link: 10.21070/psikologia.v5i2.1127
72
PENDAHULUAN
Siswa adalah manusia dengan sejarah,
makhluk yang memiliki keunikannya secara
individual. Setiap karakter siswa yang
berbeda dapat mempengaruhi daya tangkap
materi pembelajaran yang disampaikan,
dalam proses pembelajaran di lembaga
pendidikan siswa juga membutuhkan
motivasi belajar. Motivasi belajar yaitu suatu
faktor pendorong siswa untuk memiliki
kemauan belajar. Dimana tanpa adanya suatu
motivasi belajar dapat dipastikan siswa akan
malas belajar, apalagi mempelajari apa yang
tidak mereka sukai. Dalam hal tersebut salah
satu faktor yang mempengaruhi motivasi
belajar contohnya adalah Karakteristik
konsep diri siswa, karena dalam Karakteristik
konsep diri memiliki banyak hal yang
sifatnya tergolong penting dalam
menumbuhkan dan membangun motivasi
belajar pada siswa.
Konsep diri adalah suatu kepribadian
yang lebih mengarah kepada bentuk
perkembangan kepribadian individu dalam
lingkup lingkungan sekitar. Konsep diri
bukan keadaan yang dibawa sejak lahir,
melainkan ada dan berkembang dengan
seiring berjalannya waktu dengan
dipengaruhi faktor lingkungan sekitar. Setiap
aktivitas yang berhubungan dengan
kepribadian seseorang maka akan
berhubungan juga dengan karakteristik konsep
diri pada diri individu tersebut. Terlebih lagi
untuk siswa pada usia remaja, karakteristik
konsep dirinya mengalami perkembangan yang
pesat. Karena masa remaja terbilang sebagai
masa-masanya pertumbuhan dan
perkembangan, remaja memiliki usia antara 13-
18 tahun dan biasanya usia remaja dibagi
menjadi dua golongan yaitu remaja awal dan
akhir. Konsep diri pada remaja akan menjadi
salah satu pembangun motivasi belajar dalam
perjalanan pendidikan mereka khususnya saat
di jenjang sekolah menengah atas.
Pengenalan dan Riwayat Kasus
Karakteristik konsep diri memiliki peran yang
penting dalam membangun motivasi belajar
siswa sekolah menengah atas, hal tersebut juga
sudah dialami oleh penulis sendiri dan
berdasarkan pengamatan pada teman-teman
penulis saat SLTA semakin menguatkan asumsi
yang ada. Hasil wawancara juga memberikan
seberapa penting karakteristik konsep diri itu
berperan dalam mambangun motivasi belajar
pada siswa SLTA.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif, teknik pengumpulan data yaitu
dengan melakukan wawancara, observasi dan
literatur. Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini meliputi: 1. Pandangan terkait
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 5 (2), July 2020, 71-77
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: https://psikologia.umsida.ac.id/index.php/psikologia/index
DOI Link: 10.21070/psikologia.v5i2.1127
73
konsep diri sebagai salah satu unsur
pembangun motivasi belajar, 2. Jenis-jenis
karakteristik konsep diri pada usia remaja, 3.
Korelasi antara karakteristik konsep diri
dengan pembangunan motivasi belajar dalam
diri siswa SLTA.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendidikan adalah kegiatan yang
sifatnya kompleks, dan meliputi beragam
komponen yang erat kaitannya satu sama
lain. Oleh karena itu, jika pendidikan ingin
terlaksana secara terencana dan terstruktur,
maka semua faktor yang terlibat dengan
pendidikan wajib dipahami terlebih dahulu.
Berbagai komponen dalam sistem
pendidikan, baik secara mikro maupun dalam
kajian makro perlu dikenali secara mendalam
sehingga komponen-komponen tersebut
dapat difungsikan dan dikembangkan guna
mengoptimalkan garapan pendidikan
tersebut ke arah pencapaian tujuan
pendidikan yang ditetapkan Dinn Wahyudi
dkk (2006). Dalam proses pendidikan siswa
harus memiliki motivasi belajar, karena tanpa
motivasi belajar siswa seperti tidak
mempunyai alasan atau target untuk
mencapai tujuan dari kegiatan belajar yang
mereka lakukan. Bukan hanya demikian, saat
motivasi belajar belum tertanam dalam diri
seorang peserta didik maka mereka akan
malas dan bahkan menganggap belajar bukan
hal yang penting untuk dilakukan.
Mengapa setiap peserta didik harus
memiliki motivasi belajar, karena motivasi
belajar merupakan suatu keadaan dalam diri
peserta didik yang mendorong dan
mengarahkan perilakunya pada tujuan yang
ingin dicapainya dalam mengikuti pendidikan.
Motivasi belajar juga dapat mengalami
penurunan, hal tersebut dapat disebabkan
karena beberapa diantaranya yaitu: 1)
Kehilangan harga diri, 2) ketidanyamanan fisik,
3) Frustrasi, 4) teguran yang tidak dimengerti,
5) menguji yang belum diajarkan, dan 6) materi
yang terlalu sulit/mudah. Selain adanya faktor
penurun motivasi belajar, terdapat faktor yang
dapat membangun motivasi belajar peserta
didik diantanya yaitu: 1) Cita-cita atau aspirasi
siswa yang diiringi oleh perkembangan dan
pertumbuhan keperibadian individu yang akan
menimbulkan motivasi yang besar untuk
meraih cita-cita atau aspirasi yang diinginkan,
2) kemampuan siswa dan kecakapan setiap
individu akan memperkuat adanya motivasi, 3)
kondisi siswa dan lingkungan yang stabil dan
sehat maka motivasi siswa akan bertambah dan
prestasinya akan meningkat. Begitu juga
dengan kondisi lingkungan siswa (keluarga dan
masyarakat) mendukung, maka motivasi pasti
ada dan tidak akan menghilang, 4) unsur-unsur
dinamis dalam belajar dimana seorang individu
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 5 (2), July 2020, 71-77
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: https://psikologia.umsida.ac.id/index.php/psikologia/index
DOI Link: 10.21070/psikologia.v5i2.1127
74
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitar, tempat dimana seorang individu akan
memperoleh pengalaman, 5) upaya guru
membelajarkan siswa yang dituntut untuk
profesional dan memiliki keterampilan
dalam suatu kegiatan atau pekerjaan yang
dilakukan tidak terlepas adanya fungsi dan
kegunaan. (Muliani, 2015). Selain hal
tersebut, unsur psikologi yang terdapat
dalam karakteristik konsep diri juga dapat
menjadi salah satu faktor pembangun
motivasi belajar dalam diri siswa khususnya
pada tingkat pendidikan SLTA.
Tingkat pendidikan SLTA adalah
peserta didik yang tergolong dalam kategori
remaja, dimana remaja adalah suatu bentuk
fase peralihan dari anak-anak menuju
dewasa. Dalam fase remaja ini seseorang
mengalami perubahan fisik yang sering
disebut dengan pubertas. Fase remaja dibagi
menjadi dua, yaitu remaja awal dan remaja
akhir. Kategori remaja awal yaitu pada usia
13-17 tahun, sedangkan usia remaja akhir
antara usia 17-18. Namun ada yang
berpendapat bahwa remaja akhir berusia
antara 17-21 tahun, jadi tingkat pendidikan
seorang remaja antara SLTP, SLTA dan
Perguruan tinggi. Diantara tiga tingkatan
jenjang pendidikan tersebut perubahan
paling menonjol adalah pada jenjang SLTA.
Pada masa tersebut karakteristik konsep diri
akan berperan aktif dalam proses pembelajaran
terutama pada motivasi belajar.
Konsep diri bukanlah suatu hal yang
dibawa sejak lahir, namun terbentuknya konsep
diri melalui proses belajar yang berlangsung
sejak masa pertumbuhan hingga dewasa.
Pembentukan konsep diri juga dipengaruhi oleh
faktor ingkungan, pengalaman, dan pola asuh
orang tua. Dimana faktor-faktor tersebut
berperan secara signifikan dalam pembentukan
dan perkembangan konsep diri peserta didik.
Santrock menyebutkan beberapa karakteristik
pada konsep diri di masa remaja, yaitu:
Abstract and idealistic. Pada masa ini,
remaja lebih membuat gambaran tentang diri
mereka dengan kata-kata yang abstrak dan
idealistik. Meskipun tidak semua remaja
menggambarkan diri mereka dengan cara
idealis, namun sebagian besar dari mereka
membedakan dengan diri yang diidamkannya.
Differentiated. Jika dibandingkan dengan
anak yang lebih muda, remaja lebih
menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks
yang semakin terdiferensiasi. Misalnya, remaja
menggambarkan dirinya menggunakan
sejumlah karakteristik dalam hubungannya
dengan lawan jenis.
Contradictions Whitin the Self. Setelah
remaja mendiferensiasikan dirinya ke dalam
beberapa peran dan dalam konteks yang
berbeda-beda maka muncullah kontradiksi
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 5 (2), July 2020, 71-77
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: https://psikologia.umsida.ac.id/index.php/psikologia/index
DOI Link: 10.21070/psikologia.v5i2.1127
75
antara diri-diri yang terdiferensiasi.
The Fluctuating Self. Sifat kontradiktif
dalam diri remaja pada gilirannya
memunculkan fluktuasi diri dalam berbagai
situasi dan lintas waktu yang tidak
mengejutkan.
Real and Ideal, True and False Selves.
Munculnya kemampuan remaja untuk
mengkontruksikan diri ideal mereka di
samping diri yang sebenarnya, kemampuan
untuk menyadari adanya perbedaan antara
diri yang nyata dan yang ideal menunjukkan
adanya peningkatan kemampuan kognitif
pada diri mereka. Selain tentang nyata dan
ideal, remaja cenderung menunjukkan diri
yang palsu ketika berada di lingkungan
teman kelasnya. Namun, ketika mereka
berada di sekitar teman dekatnya kecil
kemungkinan mereka menunjukkan diri
palsu.
Social Comparison. Sejumlah ahli
perkembangan percaya, remaja lebih sering
menggunakan social comparison untuk
mengevaluasi diri mereka sendiri. Namun
kesediaan remaja untuk mengakui
penggunaan tersebut cenderung menurun
karena suatu sebab.
Self-Concious. Remaja lebih sadar
akan dirinya, dalam karakteristik ini remaja
lebih introspektif dan eksploratif. Namun,
kadang-kadang mereka meminta penjelasan
serta dukungan dari teman-temannya.
Self-Protective. Dalam upaya melindungi
diri mereka, remaja cenderung menolak adanya
karakteristik negatif dalam diri mereka.
Kecenderungan remaja untuk melindungi
dirinya sesuai dengan gambaran karakteristik
konsep diri idealistik.
Unconcious. Konsep diri melibatkan
adanya pengenalan bahwa komponen yang
tidak disadari termasuk dalam dirinya, sama
seperti komponen yang disadari. Pengenalan
seperti ini tidak akan muncul hingga masa
remaja akhir.
Self-Integration. Terutama pada masa
remaja akhir, konsep diri menjadi lebih
terintegrasi. Dimana bagian dari diri yang
berbeda-beda dari diri secara sistematik menjadi
satu kesatuan. Ketika remaja membentuk
sejumlah konsep diri, tugas untuk
mengintegrasikan berbagai konsep diri ini
menjadi suatu masalah. Pada saat yang sama,
ketika remaja menghadapi tekanan untuk
membagi-bagi diri menjadi sejumlah peran,
muncullah pemikiran yang mendorong proses
integrasi dan perkembangan dari suatu teori diri
yang konsisten dan koheren.
Berbagai karakteristik konsep diri yang
dikemukakan santrock tersebut dapat
membangun motivasi belajar dalam diri
seseorang, terutama siswa SLTA. Contohnya
pada karakteristik Self-Concious, yang mana
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 5 (2), July 2020, 71-77
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: https://psikologia.umsida.ac.id/index.php/psikologia/index
DOI Link: 10.21070/psikologia.v5i2.1127
76
pada karakteristik ini siswa mulai meminta
dukungan dari teman-temannya. Secara tidak
langsung dukungan dari teman-temannya
tersebut merupakan bentuk pembangun
motivasi belajar. Pada karakteristik Social
Comparison, siswa akan lebih aktif
mengevaluasi semua tindakan yang
dilakukan termasuk dalam kegiatan
belajarnya. Dengan dilakukannya evaluasi
tersebut siswa akan mengetahui letak
kesalahannya dan dia akan membenarkan
serta menetapkan target perbaikan untuk hal
yang salah pada kegiatan belajarnya. Berarti
siswa tersebut akan memberikan suatu
bentuk dorongan untuk mengubah sesuatu
yang sudah dievaluasi menjadi hal yang lebih
baik.
Self-Protective bentuk perannya yaitu
saat siswa mencoba menolak karakteristik
negatif yang ada dalam diri mereka berarti
mereka memiliki motivasi untuk memiliki
karakteristik positif. Positif dalam artian luas
dapat menjangkau proses belajar peserta
didik, dimana mereka akan berusaha
mendapatkan nilai terbaik disanalah motivasi
belajar terbangun.
Berdasarkan obsevasi dari pengalaman
diri sendiri terhadap orang lain pada waktu di
bangku SLTA dan observasi pada organisasi
Pramuka, konsep diri sangat berperan dalam
membangun motivasi belajar peserta didik.
Sedangkan dari hasil wawancara yang telah
dilakukan kepada Ibu Aifiatur Rohmaniyah
salah satu guru di SLTA menggambarkan
bahwa siswanya belum dapat memaksimalkan
karakteristik konsep diri dalam diri mereka,
sehingga terdapat siswa yang motivasi
belajarnya kurang dan hal tersebut terkadang
berdampak pada prestasinya. Saat konsep diri
sudah diterapkan maka motivasi belajar akan
terbangun.
KESIMPULAN
Karakteristik konsep diri termasuk
memegang peran penting dalam terbangunnya
motivasi belajar. Sehingga setiap siswa
memang benar-benar harus menempatkan
karakteristik konsep dirinya dengan tepat agar
membantu mereka dalam proses belajarnya
dalam membangun motivasi belajar dalam diri
mereka, khususnya pada tingkatan SLTA yang
emosinya masih labil. Remaja juga harus
memilih lingkungan yang baik untuk bergaul
karena perkembangan konsep diri dipengaruhi
faktor lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, C. Asri (2011). Karakteristik
Siswa Sebagai Pijakan Dan Metode
Pembelajaran. Diunduh 17 Desember
2020 dari
https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/i
ssue/view/253
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 5 (2), July 2020, 71-77
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: https://psikologia.umsida.ac.id/index.php/psikologia/index
DOI Link: 10.21070/psikologia.v5i2.1127
77
Emda, Amna. (2017). Kedudukan
Motivasi Belajar Siswa Dalam
Pembelajaran. Diunduh 17
Desember 2020 dari https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/lantanida/arti
cle/view/2838/2064
Bariyyah Hidayati, Khoirul dan M Farid.
(2016, Mei). Konsep Diri, Adversity
Quotient dan Penyesuaian Diri pada
Remaja. Diunduh 17 Desember 2020
dari http://jurnal.untag-
sby.ac.id/index.php/persona/article/
view/730
Anggraini, Irma Susi. Motivasi Belajar
Dan Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh: Sebuah Kajian Pada
Interaksi Pembelajaran Mahasiswa.
Diunduh 30 Desember 2020 dari
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta
Didik. Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2009 Diunduh 30
Desember 2020.
Diananda, Amita. PSIKOLOGI REMAJA
DAN PERMASALAHANNYA.
Diunduh 30 Desember 2020 dari
http://e-journal.stit-islamic-
village.ac.id/index.php/istighna
Muliani. (2015). Motivasi, Komitmen dan
Budaya Lingkungan Belajar terhadap
Prestasi Belajar Peserta Kursus Toefl
Preparation pada Pusat Bahasa
Universitas Hasanuddin. Diunduh 30
Desember 2020.
Afiananda Rizqi, Annisa, Yusmansyah, dan
Shinta Mayasari (2018, April). Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Belajar. Diunduh 30 Desember 2020
dari
file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/15
149-33710-1-PB.pdf.