ArticlePDF Available

Peran dan Fungsi Badan Pengawas Pemilihan Umum dalam Penegakan Hukum Pemilu Tahun 2019 Menuju 2024

Authors:

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang Peran dan fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam Penegakan Hukum Pemilu Tahun 2019 serta strategi apa yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Sinjai untuk mengoptimalkan perannya dalam Penegakan Hukum Pemilu Tahun 2019. Adapun manfaat dalam penelitian ini, diharapkan memberikan sumbangsih dalam perbaikan institusi penyelenggara khususnya Bawaslu Kabupaten Sinjai guna menuju Pemilu Tahun 2024. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain data primer dan data sekunder. Data primer dan data sekunder yang berhasil dihimpun selama berlangsungnya penelitian, kemudian disusun secara sistematik serta dianalisis secara kualitatif menurut validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam menegakkan UU No. 7 Tahun 2017 pada Pemilu 2019 dinilai sudah cukup baik. Namun masih ada masalah yang harus diperbaiki dan ditingkatkan pada Pemilu tahun 2024 nanti, serta mendapatkan perhatian oleh pihak Bawaslu itu sendiri seperti masih ditemukan adanya politik uang, sebagian Aparatur Sipil Negara dan Kepala Desa yang tidak netral, penggunaan fasilitas Negara, tempat ibadah dan tempat pendidikan sebagai sarana kampanye dan kegiatan yang mengganggu ketertiban umum.
126 Lisensi CC BY-4.0
AL-ISHLAH: Jurnal Ilmiah Hukum
Vol. 24, No. 1 (Mei 2021) 126-142
e-ISSN: 2614-0071 || p-ISSN: 1410-9328
Peran dan Fungsi Badan Pengawas
Pemilihan Umum dalam Penegakan Hukum
Pemilu Tahun 2019 Menuju 2024
Saifuddin Tahe, H. M. Yasin, Alwi Jaya
Program Pascasarjana, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Pengayoman
Surel Koresponden: saifuddintahe@gmail.com
Abstract
This study aims to determine and analyze the Election Supervisory Agency of
Sinjai Regency's role and function in the Law Enforcement of the 2019 Election
and the strategies carried out by the Election Supervisory Agency of Sinjai
Regency to optimize its role in the Law Enforcement of the 2019 Election.
As for this research's benefits, it is hoped that it will improve the organizing
institution, especially the Election Supervisory Agency of Sinjai Regency, to
lead to the 2024 General Election. This research is empirical legal research.
The types of data used in this study include primary data and secondary data.
Preliminary data and secondary data that have been collected during the survey
are then arranged systematically and analyzed qualitatively according to their
validity and reliability. Based on the description of the results and discussion,
the Election Supervisory Agency of Sinjai Regency role and function in enforcing
Law No. 7 of 2017 in the 2019 Election are considered good enough. However,
problems must be fixed and improved in the 2024 General Elections and getting
attention from the Election Supervisory Agency of Sinjai Regency as there are
still money politics, some non-neutral State Civil Servants and Village Heads,
the use of State facilities, places of worship and educational places as means of
campaigns and activities that disturb public order.
Keyword: Election Supervisory Agency, Election System, Law Enforcement,
Roles and Functions.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang Peran
dan fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam Penegakan Hukum Pemilu Tahun
2019 serta strategi apa yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Sinjai untuk
mengoptimalkan perannya dalam Penegakan Hukum Pemilu Tahun 2019.
Adapun manfaat dalam penelitian ini, diharapkan memberikan sumbangsih
dalam perbaikan institusi penyelenggara khususnya Bawaslu Kabupaten
Sinjai guna menuju Pemilu Tahun 2024. Penelitian ini merupakan penelitian
hukum empiris. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, antara
lain data primer dan data sekunder. Data primer dan data sekunder yang
berhasil dihimpun selama berlangsungnya penelitian, kemudian disusun
secara sistematik serta dianalisis secara kualitatif menurut validitas dan
reliabilitasnya. Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan bahwa peran dan fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam
menegakkan UU No. 7 Tahun 2017 pada Pemilu 2019 dinilai sudah cukup
baik. Namun masih ada masalah yang harus diperbaiki dan ditingkatkan pada
Pemilu tahun 2024 nanti, serta mendapatkan perhatian oleh pihak Bawaslu
itu sendiri seperti masih ditemukan adanya politik uang, sebagian Aparatur
Sipil Negara dan Kepala Desa yang tidak netral, penggunaan fasilitas Negara,
Peran dan Fungsi Badan Pengawas Pemilihan Umum ...
127
tempat ibadah dan tempat pendidikan sebagai sarana kampanye dan kegiatan
yang mengganggu ketertiban umum.
Kata Kunci: Bawaslu, Penegakan Hukum, Peran dan Fungsi, Sistem Pemilu.
Submit: 03-02-2021 Accept: 26-02-2021
Doi: http://doi.org/10.56087/aijih.v24i1.63
PENDAHULUAN
Memasuki era reformasi, terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap sistem dan
tatanan kelembagaan dalam kehidupan politik di Indonesia, termasuk juga perubahan
terhadap tatanan kelembagaan penyelenggara pemilu.1 Perubahan tersebut diawali
dengan pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum dan mencabut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang
Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat
Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1975 dan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1980. Selain itu, penyelenggara pemilu juga ditetapkan dalam
ketentuan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945). Berdasarkan Pasal 22E ayat (2) UUD
NRI Tahun 1945, mengatur bahwa:
“Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Dari ketentuan di atas, maka dibentuklah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden.
Berdasarkan Pasal 22E ayat (5) UUD NRI Tahun 1945, mengatur bahwa “Pemilu
diselenggarakan oleh suatu komisi Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”.
Bersifat nasional maksudnya bahwa penyelenggaraan Pemilu mencakup seluruh
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bersifat tetap maksudnya Lembaga
Penyelenggara Pemilu menjalankan tugasnya secara berkesinambungan, meskipun
keanggotaannya dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sedangkan bersifat mandiri
maksudnya bahwa dalam melaksanakan pemilu, penyelenggara pemilu bersikap
mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun, dan memiliki pertanggungjawaban
1Fahri Bachmid. (2021). Eksistensi Kedaulatan Rakyat dan Implementasi Parliamentary Threshold
dalam Sistem Pemilihan Umum di Indonesia. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius (SIGn), 2(2), hlm.
87.
Al-Ishlah, Vol. 24, No. 1 (Mei 2021)
128
yang jelas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dari ketentuan ini, maka
dibentuklah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum.
Dinamika dan perkembangan tatanan kelembagaan penyelenggara pemilu tidak
stagnan pada peraturan perundang-undangan di atas.2 Berdasarkan Pasal 571
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
(selanjutnya disebut UU No. 7 Tahun 2017), mengatur bahwa Pada saat Undang-
Undang ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924);
b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246);
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD, dan DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316);
d. Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1), ayat (2), serta ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pada dasarnya, serangkaian perubahan peraturan perundang-undangan terkait tatanan
kelembagaan penyelenggara pemilu, tidak terlepas dari upaya untuk membentuk
iklim yang lebih demokratis.3 Faktanya sampai saat ini, proses Pemilihan Umum
(Pemilu) masih kerap diwarnai dengan tindakan-tindakan yang sangat menyimpang
dari prinsip demokrasi itu sendiri.4 Misalnya, masih seringnya dijumpai kecurangan,
baik pada pihak penyelenggara maupun pihak peserta Pemilu tersebut.5
Sejak dibentuk pada tanggal 15 Agustus 2018, Badan Pengawas Pemilihan Umum
(Bawaslu) Kabupaten Sinjai sebagai salah satu stakeholder penyelenggara Pemilu telah
menangani dan menindaklanjuti berbagai dugaan pelanggaran baik yang berasal dari
temuan Pengawas Pemilu maupun dari laporan yang disampaikan oleh masyarakat
pada penyelenggaraan Pemilu. Ada 3 (tiga) jenis dugaan pelanggaran Pemilu yang
2Indra Pahlevi. (2011). Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia: Berbagai
Permasalahannya. Jurnal Politica: Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional,
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2(1), hlm. 46.
3Wahyu Nugroho. (2016). Politik Hukum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Pelaksanaan Pemilu
dan Pemilukada di Indonesia. Jurnal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi RI, 13(2), hlm. 483.
4Endang Komara. (2015). Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi. Sosio-Didaktika: Social Science
Education Journal, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2(2), hlm. 118.
5Khairul Fahmi. (2015). Sistem Penanganan Tindak Pidana Pemilu. Jurnal Konstitusi, Mahkamah
Konstitusi RI, 12(1), hlm. 267.
Peran dan Fungsi Badan Pengawas Pemilihan Umum ...
129
ditangani oleh Bawaslu Kabupaten Sinjai dan jajarannya, yaitu dugaan pelanggaran
Kode Etik Penyelenggara Pemilu, dugaan pelanggaran Administrasi Pemilu, dugaan
pelanggaran Tindak Pidana Pemilu dan dugaan Pelanggaran Undang-Undang lainnya.
Ketiga jenis pelanggaran tersebut, sebagaimana berdasarkan Pasal 94 ayat (2) huruf c
UU No. 7 Tahun 2017, mengatur bahwa:
“Dalam melakukan penindakan pelanggaran Pemilu ..., Bawaslu bertugas
menentukan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu, dugaan pelanggaran
kode etik Penyelenggara Pemilu, dan/atau dugaan tindak pidana Pemilu.
Dari ketentuan di atas, Ketiga jenis pelanggaran tersebut dapat diuraikan berdasarkan
keterhubungannya dengan Pasal-Pasal yang dimuat dalam UU No. 7 Tahun 2017,
antara lain sebagai berikut.
1. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap
etika Penyelenggara Pemilu yang berpedoman pada sumpah dan/atau janji
sebelum menjalankan tugas sebagai Penyelenggara Pemilu. Pelanggaran Kode
Etik Penyelenggara Pemilu diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) dengan tata cara penyelesaian yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan undang-undang tentang Penyelenggara Pemilu;
2. Pelanggaran Administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara,
prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu
dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan
pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu. Dugaan pelanggaran administrasi
Pemilu ditindaklanjuti oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota
melalui adjudikasi dan menghasilkan Putusan, yang wajib dilaksanakan oleh pihak
yang melakukan pelanggaran administrasi.
3. Tindak Pidana Pemilu adalah pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan
tindak pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017.
Dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu diteruskan kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu
(Sentra Gakkumdu).6
Selanjutnya Bawaslu juga memproses dugaan pelanggaran yang berhubungan dengan
Pemilu yaitu Pelanggaran Undang-Undang lainnya seperti Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Perundang-
Undangan lainnya. Pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-Undangan tersebut
direkomendasikan kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti.7
6Muhammad Junaidi. (2020). Tindak Pidana Pemilu dan Pilkada oleh Sentra Penegakan Hukum
Terpadu. Jurnal Ius Constituendum, Universitas Semarang, 5(2), hlm. 225.
7Nuswantoro Setyadi Pradono. (2019). Aparatur Sipil Negara dalam Pemilu 2019, Bisa Netralkah?
Jurnal Analis Kebijakan, Pusat Pembinaan Analis Kebijakan Deputi Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi
Negara, 3(1), hlm. 52.
Al-Ishlah, Vol. 24, No. 1 (Mei 2021)
130
Selama tahapan Pemilu serentak tahun 2019, Bawaslu Kabupaten Sinjai telah
melakukan penanganan temuan dan laporan dugaan pelanggaran Pemilu yang terdiri
dari 18 (delapan belas) dugaan tindak pidana Pemilu, 6 (enam) dugaan pelanggaran
Administrasi, dan 5 (lima) dugaan pelanggaran Undang-Undang lainnya. Dari 18
(delapan belas) dugaan tindak pidana Pemilu, hanya 2 (dua) diteruskan ke Penyidikan
dan divonis bersalah di Pengadilan Negeri Sinjai.
Secara keseluruhan Bawaslu Kabupaten Sinjai telah menjalankan Tupoksi dengan
baik, sehingga seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 berjalan dengan
lancar dan tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
terlihat dari progresifitas Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam melakukan pencegahan,
pengawasan dan penindakan dapat menekan jumlah pelanggaran Pemilu yang terjadi
di Kabupaten Sinjai, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa Peran dan
Fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam Penegakan Hukum Pemilu sudah cukup baik.
Namun demikian masih ada beberapa hal yang harus dibenahi dan mendapatkan
perhatian oleh pihak Bawaslu sendiri antara lain seperti masih adanya ketidaknetralan
ASN dan Kepala Desa, terjadinya politik uang, banyaknya temuan/laporan dugaan
pelanggaran Pemilu yang tidak memenuhi unsur sebagai akibat lemahnya regulasi,
SDM Pengawas ad hock yang masih rendah, kurangnya partisipasi masyarakat dalam
pengawasan Pemilu, masih minimnya sosialisasi pengawasan Pemilu dan terkesan
formalitas dalam ruangan terbatas, dan masih adanya wilayah yang susah dijangkau.
Berdasarkan uraian pendahuluan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menganalisis tentang Peran dan fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai
dalam Penegakan Hukum Pemilu Tahun 2019 serta strategi apa yang dilakukan
Bawaslu Kabupaten Sinjai untuk mengoptimalkan perannya dalam Penegakan Hukum
Pemilu Tahun 2019. Adapun manfaat dalam penelitian ini, diharapkan memberikan
sumbangsih dalam perbaikan institusi penyelenggara khususnya Bawaslu Kabupaten
Sinjai guna menuju Pemilu Tahun 2024.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, yakni penelitian yang memandang
hukum dalam konteks sosialnya,8 dan berkaitan dengan peran dan fungsi Bawaslu
dalam Penegakan Hukum Pemilu. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai
dengan pertimbangan bahwa peneliti juga sekaligus sebagai komisioner Bawaslu
Kabupaten Sinjai. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai
berikut:9
8Said Sampara & La Ode Husen. (2016). Metode Penelitian Hukum. Makassar: Kretakupa Print.
9Suhaila Zulkifli, et al. (2020). Implementasi Prinsip Subrogasi pada Asuransi Kendaraan Bermotor:
Studi pada PT Pan Pacific Insurance. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius (SIGn), 2(1), hlm. 23.
Peran dan Fungsi Badan Pengawas Pemilihan Umum ...
131
1. Data Primer, adalah data yang bersumber dari hasil penelitian lapangan, yakni dari
beberapa informan yang telah ditetapkan sebagai sample penelitian.
2. Data Sekunder, adalah data yang bersumber dari penelusuran bahan hukum
kepustakaan, berupa dokumen resmi Bawaslu Kabupaten Sinjai, peraturan
perundang-undangan, referensi-referensi, jurnal ilmiah hukum, ensiklopedia
hukum, maupun dari teks atau terbitan resmi.
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka digunakan teknik
pengumpulan data, yakni sebagai berikut:10
1. Wawancara, yakni dilakukan dengan cara interview secara langsung dengan pihak-
pihak yang dipandang kompeten memberikan informasi langsung berkenaan
dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini;
2. Dokumentasi, dilakukan dengan cara permintaan secara resmi tentang dokumen
terkait;
3. Studi Kepustakaan, dilakukan dengan cara menginventarisasi dan menganalisis
bahan-bahan hukum kepustakaan yang berkenaan dengan masalah yang dikaji
dalam penelitian.
Data yang telah terkumpul, kemudian dibahas dan dianalisis dengan menggunakan
model analisis deskriptif, dengan menguraikannya dalam bentuk naratif.11 Data
primer dan data sekunder yang berhasil dihimpun selama berlangsungnya penelitian,
kemudian disusun secara sistematik serta dianalisis secara kualitatif menurut validitas
dan reliabilitasnya.12
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Sinjai
Bawaslu Kabupaten Sinjai beralamat di Jl. Garuda Nomor 5 Kabupaten Sinjai.
Status kantor Bawaslu Kabupaten Sinjai masih sewa. Sarana dan prasarana kantor
sudah cukup memadai. Ada 7 (tujuh) ruangan, terdiri dari ruangan Pimpinan
sebanyak 3 (tiga), ruangan Kepala Sekretariat dan Bendahara 1 (satu), ruangan
staf sebanyak (satu), ruangan Sentra Gakkumdu 1 (satu), ruangan untuk Rapat/
Sidang 1 (satu) dan ruangan Mushallah 1 (satu). Di samping itu juga tersedia
ruangan untuk pojok Pengawasan dan ruangan untuk PPID (Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi). Setiap ruangan dilengkapi dengan AC, PC dan Laptop,
10Alyatama Budify., Jelitamon Ayu Lestari Manurung., & Satria Braja Harianja. (2020). Pembatalan Akta
Hibah di Pengadilan Negeri Pematangsiantar: Kajian Putusan Nomor 33/Pdt.G/2019/PN.Pms. SIGn Jurnal
Hukum, CV. Social Politic Genius (SIGn), 2(1), hlm. 76.
11M. Sayful. (2020). Strategi Penghidupan Nelayan Pedagang di Tempat Pelelangan Ikan (Lelong). SIGn
Journal of Social Science, CV. Social Politic Genius (SIGn), 1(1), hlm. 4.
12La Ode Husen, et al. (2020). Pengamanan Intelijen Kepolisian Terhadap Putusan Pengadilan Atas
Objek Sengketa. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius (SIGn), 1(2), hlm. 138.
Al-Ishlah, Vol. 24, No. 1 (Mei 2021)
132
ATK dan mobiler. Fasilitas yang bergerak berupa 4 (empat) kendaraan dinas roda
empat terdiri dari kendaraan Pimpinan Bawaslu dan Kepala Sekretariat Bawaslu
kabupaten Sinjai.
Jajaran Bawaslu kabupaten Sinjai terdiri dari 3 (tiga) orang Pimpinan, seorang
Kepala Sekretariat, seorang Bendahara, 3 (tiga) orang staf PNS, 16 (enam belas)
Staf PPN PNS dan 3 (tiga) orang tenaga pendukung. Pimpinan Bawaslu Kabupaten
Sinjai terdiri dari:
1. Andi Muhammad Rusmin, S.Pd., Ketua/Koordinator Divisi Pengawasan,
Hubungan Masyarakat, dan Hubungan Antar Lembaga.
2. Saifuddin Tahe, S.Pd., Anggota/Koordinator Divisi Hukum, Penindakan
Pelanggaran, dan Penyelesaian Sengketa.
3. Ahmad Ismail, S.E., M.M., Anggota/Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia,
Organisasi, dan Data Informasi.
Untuk jajaran Pengawas ad hock terdiri dari 27 (dua puluh tujuh) orang Panwas
Kecamatan, 80 (delapan puluh) orang Panwas Desa/Kelurahan., dan 849 (delapan
ratus empat puluh sembilan) Pengawas TPS.
B. Penegakan Hukum Badan Pengawas Pemilihan Umum dalam Pemilu Tahun
2019 menuju 2024 di Kabupaten Sinjai
1. Temuan Dugaan Pelanggaran Pemilu
Penegakan Hukum Pemilu adalah serangkaian proses penanganan dugaan
pelanggaran Pemilu mulai dari penerimaan laporan/Temuan, kajian sampai pada
tahap rekomendasi. Sumber dugaan pelanggaran pemilu terdiri dari laporan
dan temuan. Temuan merupakan hal-hal yang mengandung dugaan pelanggaran
hasil dari pengawasan aktif pengawas pemilu baik itu Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa dan
atau Pengawas TPS pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
Bawaslu Kabupaten Sinjai sendiri menangani temuan dugaan pelanggaran
sebanyak 9 (sembilan) temuan yang ditemukan di beberapa Kecamatan dan
ditemukan oleh Bawaslu Sinjai dan juga Panwaslu Kecamatan serta Pengawas
Kelurahan/Desa. Dari sembilan temuan dugaan pelanggaran tersebut 4
(empat) merupakan dugaan pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan
lainnya, dan diteruskan ke KASN sebanyak 3 (tiga), diteruskan ke Pemerintah
Daerah Kabupaten Sinjai sebanyak 1 (satu), 2 (dua) merupakan tindak pidana
Pemilu yang diteruskan ke Kepolisian Resort Sinjai dan divonis bersalah di
Pengadilan Negeri Sinjai, dan 3 (tiga) bukan merupakan pelanggaran.
Peran dan Fungsi Badan Pengawas Pemilihan Umum ...
133
a. Pelanggaran Administrasi Pemilu
Pada tahapan Pemilu tahun 2019, pengawasan Pemilu di Kabupaten Sinjai
mulai dari Bawaslu Kabupaten sampai jajaran ke bawah tidak menemukan
dugaan pelanggaran administrasi pemilu.
b. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Selama jalannya tahapan Pemilu Tahun 2019 pengawasan yang begitu aktif
dilakukan oleh Pengawas Pemilu tidak menemukan pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. Hal ini dapat dipertahankan
sehingga Pemilu tahun 2024 dapat lebih baik.
c. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Ad Hoc
Pengawasan aktif yang dilakukan oleh pengawas pemilu baik tingkat
kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa sampai tingkat TPS pada seluruh
tahapan pemilu tidak menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan
oleh penyelenggara ad hoc.
d. Tindak Pidana Pemilu
Proses jalannya seluruh tahapan Pemilu Tahun 2019 di Kabupaten Sinjai dan
aktifnya pengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Pemilu di Kabupaten
Sinjai, Bawaslu Kabupaten Sinjai menemukan dugaan pelanggaran tindak
pidana Pemilu sebanyak 2 (dua) yang di vonis bersalah di Pengadilan.
2. Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu
Laporan dugaan pelanggaran Pemilu adalah hasil dari partisipasi masyarakat
yang turut serta mengawasi jalannya proses tahapan Pemilu Tahun 2019 dan
melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu. Adanya tindakan pelanggaran hukum
Pemilu yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, dengan kesadaran masyarakat
yang menginginkan Pemilu berjalan dengan bersih dan berintegritas maka
masyarakat secara sadar melaporkan pelanggaran yang terjadi.13
Pelapor adalah pihak yang berhak melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu
yang terdiri dari:
a. Warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih;
b. Pemantau Pemilu; dan/atau
c. Peserta Pemilu.
13S. Sutrisno. (2019). Prinsip Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam Pemilihan Kepala Daerah. Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum, Universitas Islam Indonesia, 26(3), hlm. 542.
Al-Ishlah, Vol. 24, No. 1 (Mei 2021)
134
Terlapor adalah merupakan subyek hukum yang kedudukannya sebagai pihak
yang diduga melakukan pelanggaran. Adapun syarat laporan terdiri dari:
a. Syarat formal terdiri dari:
1) Pihak yang berhak melaporkan;
2) Waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu yaitu 7 (tujuh)
hari sejak diketahui;
3) Kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan dugaan pelanggaran
dengan kartu identitas.
b. Syarat materi terdiri dari:
1) Nama dan alamat pelapor;
2) Pihak terlapor;
3) Waktu dan tempat kejadian perkara.
Uraian singkat Kejadian, yaitu menguraikan kronologi peristiwa yang terjadi,
kapan dan di mana tempat kejadiannya.
Bawaslu kabupaten Sinjai menerima laporan dugaan pelanggaran Pemilu
sebanyak 16 (enam belas) laporan dugaan pelanggaran pemilu, terdiri dari 6
(enam) pelanggaran administrasi dan 10 (sepuluh) laporan yang dinyatakan
tidak memenuhi unsur pelanggaran, sehingga dihentikan.
Adapun Laporan Pelanggaran Pemilu tahun 2019 di Bawaslu Kabupaten Sinjai
berdasarkan dokumen Rekap Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten
Sinjai, antara lain sebagai berikut.
a. Laporan Pelanggaran Administrasi Pemilu
Bawaslu kabupaten Sinjai dalam Pemilu tahun 2019 telah menerima 6
(enam) laporan mengenai pelanggaran administrasi Pemilu yang ditindak
lanjuti oleh Bawaslu kabupaten Sinjai melalui persidangan, sebagaimana
dalam tabel berikut:
b. Laporan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Tetap
Bawaslu Kabupaten Sinjai selama proses tahapan Pemilu Tahun 2019
tidak menerima laporan yang terkait pelanggaran kode etik penyelenggara
pemilu tetap.
c. Laporan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Ad Hoc
Bawaslu Kabupaten Sinjai selama proses tahapan Pemilu Tahun 2019
tidak menerima laporan yang terkait pelanggaran kode etik penyelenggara
Peran dan Fungsi Badan Pengawas Pemilihan Umum ...
135
pemilu Ad Hoc Penanganan Temuan/Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu
di Kecamatan.
d. Laporan Tindak Pidana Pemilu
Bawaslu Kabupaten Sinjai selama proses tahapan penyelenggaraan Pemilu
Tahun 2019 tidak menerima laporan yang terkait tindak pidana Pemilu.
e. Pelanggaran hukum lainnya
Bahwa Bawaslu Kabupaten Sinjai selama proses tahapan Pemilu tidak ada
laporan yang diterima terkait pelanggaran hukum lainnya.
3. Penanganan Temuan/Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu di
Kecamatan
Dalam pelaksanaan Pemilu Tahun 2019, Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan
telah menangani beberapa temuan dan laporan dugaan pelanggaran Pemilu.
Temuan maupun laporan pelanggaran Pemilu dari Panwaslu Kecamatan
yang mengandung dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu diambilalih
oleh Bawaslu Kabupaten Sinjai untuk memudahkan penanganan oleh Sentra
Gakkumdu. Ada 8 (delapan) Laporan yang diterima oleh jajaran Panwaslu
Kecamatan se-Kabupaten Sinjai yang diambilalih oleh Bawaslu kabupaten
Sinjai karena mengandung dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu.
Penanganan pelanggaran Pemilu oleh Panwaslu Kecamatan pada tahun
2019 baik temuan maupun laporan merupakan pelanggaran administrasi,
dan pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan lainnya. Pelanggaran
administrasi direkomendasikan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK),
sedangkan pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan lainnya diteruskan
ke instansi yang berwenang melalui Bawaslu Kabupaten Sinjai.
Tidak semua pelanggaran administrasi diselesaikan dengan prosedur
penerimaan laporan/temuan sampai rekomendasi.14 Ada beberapa pelanggaran
administrasi yang harus diselesaikan secara cepat dalam bentuk saran
perbaikan, misalnya pada saat Kampanye, Pemungutan, dan penghitungan
suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara.15 Misalnya pada saat rekap
hasil penghitungan PPK salah dalam penulisan angka, maka seketika itu
14Novianto M. Hantoro. (2014). Pelanggaran Administrasi Pemilu dan Sengketa Tata Usaha Negara
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014. Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan
Kesejahteraan, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 5(2), hlm. 111.
15Asbudi Dwi Saputra. (2020). Penerapan Sanksi Pelanggaran Administratif Pemilu bagi Penyelenggara
Pemilu. Pleno Jure, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IX, 9(2), hlm. 131.
Al-Ishlah, Vol. 24, No. 1 (Mei 2021)
136
dilakukan saran perbaikan oleh Panwaslu Kecamatan.16 Namun apabila
saran perbaikan tidak ditindaklanjuti oleh PPK, maka Panwaslu Kecamatan
memprosesnya sebagai temuan.17
4. Tindak Lanjut Penindakan Pelanggaran Pemilu
Dari hasil tindak lanjut penanganan temuan dan laporan pelanggaran Pemilu,
hanya 6 (enam) yang dinyatakan terbukti, terdiri dari 2 (dua) pelanggaran
tindak pidana Pemilu dan 4 (empat) pelanggaran Peraturan Perundang-
Undangan lainnya. Ini menunjukkan masih banyaknya temuan dan laporan
yang dinyatakan tidak terbukti. Ada beberapa hal temuan dan laporan tidak
terbukti karena:
a. Lemahnya regulasi terkait pembuktian tindak Pidana Pemilu seperti subyek
yang terbatas pada pihak-pihak tertentu bukan pada setiap orang. Pada
kasus politik uang subyek pelanggaran Pemilu adalah setiap pelaksana
Kampanye, sehingga jika dilakukan oleh orang yang bukan pelaksana
Kampanye maka tidak dapat dikenakan sanksi.
b. Subyek pelaksana kampanye harus terdaftar di KPU, sehingga meskipun
melaksanakan kampanye tetapi tidak terdaftar di KPU maka tidak bisa
disebut sebagai pelaksana Kampanye.
c. Dalam pembahasan di Sentra Gakkumdu sering terjadi perbedaan pendapat
antara Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan.
d. Kapasitas penyelenggara Pemilu ad hock masih rendah sehingga beberapa
dugaan pelanggaran Pemilu dihentikan.
e. Ada beberapa laporan yang tidak cukup bukti, karena pelapor tidak
mengetahui atau kurang memiliki barang bukti dan saksi yang tidak
mendukung atau mengetahui peristiwa yang dilaporkan.
f. Saksi pelapor/penemu tidak datang pada saat diundang untuk klarifikasi.
g. Masih banyak masyarakat yang tidak mau bersaksi terkait dugaan
pelanggaran Pemilu karena alasan kekeluargaan, atau tidak adanya
perlindungan sebagai saksi.
h. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu.
Peran dan fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam penegakan hukum Pemilu
pada Pemilu tahun 2019 dinilai sudah cukup baik, namun masih ada beberapa
masalah yang harus dibenahi serta mendapatkan perhatian oleh pihak Bawaslu
16Jeine Mariana Turambi. (2018). Kinerja Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kecamatan Tomohon
Barat pada Penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Tomohon Tahun 2015. Politico:
Jurnal Ilmu Politik, Universitas Sam Ratulangi, 7(2), hlm. 14.
17Eny Susilowati. (2019). Peranan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan terhadap Pelanggaran Pemilu
di Kecamatan Pahandut Palangka Raya. Morality: Jurnal Ilmu Hukum, Universitas PGRI Palangka Raya, 5(1),
hlm. 46.
Peran dan Fungsi Badan Pengawas Pemilihan Umum ...
137
itu sendiri seperti masih ditemukan adanya politik uang, sebagian Aparatur
Sipil Negara dan Kepala Desa yang tidak netral, penggunaan fasilitas Negara,
tempat ibadah dan tempat pendidikan sebagai sarana kampanye dan kegiatan
yang mengganggu ketertiban umum.
Terkait proses penanganan pelanggaran Pemilu, masih banyak temuan atau
laporan yang dihentikan karena tidak memenuhi unsur dugaan pelanggaran
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan, sehingga harus
ada perbaikan regulasi.
C. Strategi yang Dilakukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten
Sinjai untuk Menekan Pelanggaran Pemilu Tahun 2019 Menuju 2024
Berdasarkan pendapat Ahmad Ismail, bahwa strategi yang dilakukan Badan
Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Sinjai untuk menekan Pelanggaran
Pemilu Tahun 2019 di Kabupaten Sinjai sehingga di Tahun 2024 tidak terjadi
pelanggaran Pemilu baik administrasi, kode etik dan tindak pidana Pemilu,
antara lain sebagai berikut:18
1. Pengawasan dan pencegahan dalam hal tahapan pemutakhiran daftar
pemilih;
2. Pengawasan dan pencegahan pada tahapan verifikasi Partai Politik;
3. Pengawasan dan pencegahan pada tahapan pencalonan;
4. Pengawasan dan pencegahan pada tahapan kampanye;
5. Pengawasan dan pencegahan pada tahapan pengadaan dan pendistribusian
perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara;
6. Pengawasan dan pencegahan pada tahapan pemungutan, penghitungan
dan rekapitulasi suara;
7. Pengawasan dan pencegahan terhadap netralitas ASN pada Pemilu;
8. Pengawasan dan pencegahan politik uang; serta
9. Pengawasan dan pencegahan politisasi SARA.
Beberapa hambatan dalam penegakan Hukum Pemilu di Kabupaten Sinjai
berdasarkan hasil pengamatan Peneliti dan data Dokumen Penanganan
Pelanggaran adalah:
1. Bahwa dari 3 (tiga) orang Pimpinan Bawaslu Kabupaten Sinjai semuanya
berlatar belakang Sarjana Pendidikan dan Ekonomi, dan tidak ada sarjana
Hukum, olehnya itu perlu untuk peningkatan Sumber daya Manusia dengan
melanjutkan pendidikan Formal di bidang Hukum.
18Hasil wawancara dengan Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, dan Data Informasi,
Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Sinjai. Ahmad Ismail, S.E., M.M., tanggal 10 Juni 2020.
Al-Ishlah, Vol. 24, No. 1 (Mei 2021)
138
2. Bahwa status Kantor Bawaslu Kabupaten Sinjai yang merupakan sewa,
sehingga kemungkinan pada waktu tertentu akan berpindah. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap segi administrasi maupun pelaksanaan Peran dan
Fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai, apalagi pada saat padatnya pengawasan
tahapan Pemilu. Oleh karena itu seharusnya Kantor Bawaslu kabupaten
Sinjai harus permanen dengan hibah Gedung dari Pemerintah Daerah
Kabupaten Sinjai
3. Ada beberapa hambatan dalam proses pembahasan tindak pidana Pemilu
di Sentra Gakkumdu karena personil dari Kepolisian dan Kejaksaan tetap
melaksanakan tugas rutin di instansinya sehingga tidak bisa full time di
Bawaslu. Hal ini menghambat proses pembahasan yang sangat terbatas
waktunya. Olehnya itu seharusnya personil dari Kepolisian dan Kejaksaan
dibebaskan sementara tugasnya dan fokus melaksanakan tugas di Sentra
Gakkumdu.
4. Dalam proses penindakan temuan/laporan ada beberapa kendala yang
dihadapi antara lain:
a. Masih adanya kelemahan dalam UU No. 7 Tahun 2017;
b. Terjadi pandangan yang berbeda antara Bawaslu, Kepolisian, dan
Kejaksaan dalam pembahasan di Sentra Gakkumdu;
c. Kapasitas penyelenggara ad hock yang masih rendah;
d. Pelapor kurang mengetahui cara pemenuhan syarat formal dan materil
laporan, dan tidak bisa menghadirkan saksi dalam klarifikasi; dan
e. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan
pelanggaran.
Olehnya itu perlu adanya penyempurnaan regulasi, adanya komitmen tiga
lembaga yang tergabung di Sentra gakkumdu terkait pembahasan kasus,
perlu pengaturan adanya perlindungan saksi, memperbanyak sosialisasi
terkait cara melaporkan dugaan pelanggaran, dan perlunya peningkatan
partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran.
5. Dalam hal meminimalisir terjadinya pelanggaran Pemilu, beberapa kegiatan
yang dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten Sinjai masih perlu ditingkatkan
sehingga menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu ke depan,
kegiatan sosialisasi harus dilaksanakan secara massif dan menjangkau
seluruh lapisan masyarakat.
6. Terkait pelaksanaan Pemilu tahun 2024 dengan adanya penyatuan regulasi
antara Pemilu dan Pilkada sehingga konsep Pemilu terdiri dari Pemilu
Nasional dan Pemilu Lokal. Penyatuan regulasi ini akan berakibat pada
berkurangnya masa jabatan sebagian Gubernur, Bupati dan anggota DPRD.
Untuk itu pengurangan masa jabatan harus disertai dengan dispensasi
sehingga tidak merugikan calon terpilih sebelumnya.
Peran dan Fungsi Badan Pengawas Pemilihan Umum ...
139
7. Bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam
penegakan hukum Pemilu sudah berjalan sesuai dengan peraturan
perundang undangan, meskipun masih harus ditingkatkan dengan melihat
masih banyaknya laporan/temuan dugaan pelanggaran Pemilu yang
dinyatakan tidak terbukti sehingga pada pelaksanaan Pemilu tahun 2024
penegakan hukum Pemilu akan lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peran dan
fungsi Bawaslu Kabupaten Sinjai dalam menegakkan UU No. 7 Tahun 2017 pada Pemilu
2019 dinilai sudah cukup baik. Namun masih ada masalah yang harus diperbaiki
dan ditingkatkan pada Pemilu tahun 2024 nanti, serta mendapatkan perhatian oleh
pihak Bawaslu itu sendiri seperti masih ditemukan adanya politik uang, sebagian
Aparatur Sipil Negara dan Kepala Desa yang tidak netral, penggunaan fasilitas Negara,
tempat ibadah dan tempat pendidikan sebagai sarana kampanye dan kegiatan yang
mengganggu ketertiban umum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adami Chazawi. (2010). Pelajaran Hukum Pidana: Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-
Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana (Vol. 1). Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Afan Gaffar. (2002). Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Andi Muh Rusmin., Ahmad Ismail., & Saifuddin Tahe. (2019). Jejak Sang Pengawas
Bawaslu Kabupaten Sinjai Penegak Pilar Demokrasi Pemilu 2019. Sinjai: Badan
Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Sinjai.
Efriza. (2012). Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta.
Gerald F. Gaus & Chandran Kukathas (Eds.). (2016). Handbook Teori Politik (Terj. oleh
Derta Sri Widowatie & Sufyanto). Bandung: Nusa Media.
Janedjri M. Gaffar. (2012). Demokrasi Konstitusional: Praktik Ketatanegaraan Indonesia
Setelah Perubahan UUD 1945. Jakarta: Konstitusi Press.
Janedjri M. Gaffar. (2012). Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Konstitusi Press.
Jimly Asshiddiqie. (2014). Peradilan Etik dan Etika Konstitusi: Perspektif Baru tentang
‘Rule of Law and Rule of Ethics’ & ‘Constitutional Law and Constitutional Ethics’.
Jakarta: Sinar Grafika.
Al-Ishlah, Vol. 24, No. 1 (Mei 2021)
140
Lexy J. Moleong. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
M. Yasin. (2018). Membangun Kapasitas Fungsi Pengawasan DPRD dan Optimalisasi
Pelayanan Sekretariat DPRD dan Memahami Korupsi dalam Perspektif Hukum
Administrasi Negara. Gowa: Pusaka Almaida.
M. Yasin. (2018). Mengenal Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah Daerah
(Inspektorat Daerah). Gowa: Pusaka Almaida.
Miriam Budiardjo. (2010). Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Said Sampara & La Ode Husen. (2016). Metode Penelitian Hukum. Makassar: Kretakupa
Print.
Samuel P. Huntington. (1991). The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth
Century. Oklahoma: University of Oklahoma Press.
Toni Andrianus Pito., E. Efriza., & Kemal Fasyah. (2013). Mengenal Teori-Teori Politik:
Dari Sistem Politik sampai Korupsi. Bandung: Nuansa dan Nusamedia.
W. J. S. Poerwadarminta. (1987). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Artikel Ilmiah
Alyatama Budify., Jelitamon Ayu Lestari Manurung., & Satria Braja Harianja. (2020).
Pembatalan Akta Hibah di Pengadilan Negeri Pematangsiantar: Kajian Putusan
Nomor 33/Pdt.G/2019/PN.Pms. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius
(SIGn), 2(1), hlm. 72-85. doi: https://doi.org/10.37276/sjh.v2i1.77
Asbudi Dwi Saputra. (2020). Penerapan Sanksi Pelanggaran Administratif Pemilu bagi
Penyelenggara Pemilu. Pleno Jure, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah
IX, 9(2), hlm. 129-141. doi: https://doi.org/10.37541/plenojure.v9i2.473
Endang Komara. (2015). Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi. Sosio-Didaktika:
Social Science Education Journal, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2(2), hlm. 117-124. doi: https://doi.org/10.15408/sd.v2i2.2814
Eny Susilowati. (2019). Peranan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan terhadap
Pelanggaran Pemilu di Kecamatan Pahandut Palangka Raya. Morality: Jurnal Ilmu
Hukum, Universitas PGRI Palangka Raya, 5(1), hlm. 37-49.
Fahri Bachmid. (2021). Eksistensi Kedaulatan Rakyat dan Implementasi Parliamentary
Threshold dalam Sistem Pemilihan Umum di Indonesia. SIGn Jurnal Hukum, CV.
Social Politic Genius (SIGn), 2(2), hlm. 87-103. doi: https://doi.org/10.37276/
sjh.v2i2.83
Indra Pahlevi. (2011). Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia: Berbagai
Permasalahannya. Jurnal Politica: Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan
Hubungan Internasional, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2(1), hlm. 45-72.
Peran dan Fungsi Badan Pengawas Pemilihan Umum ...
141
Jeine Mariana Turambi. (2018). Kinerja Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)
Kecamatan Tomohon Barat pada Penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota Kota Tomohon Tahun 2015. Politico: Jurnal Ilmu Politik, Universitas Sam
Ratulangi, 7(2), hlm. 1-25.
Khairul Fahmi. (2015). Sistem Penanganan Tindak Pidana Pemilu. Jurnal Konstitusi,
Mahkamah Konstitusi RI, 12(1), hlm. 264-283. doi: https://doi.org/10.31078/
jk1224https://doi.org/10.31078/jk1224
La Ode Husen, et al. (2020). Pengamanan Intelijen Kepolisian Terhadap Putusan
Pengadilan Atas Objek Sengketa. SIGn Jurnal Hukum, CV. Social Politic Genius
(SIGn), 1(2), hlm. 136-148. doi: https://doi.org/10.37276/sjh.v1i2.62
M. Sayful. (2020). Strategi Penghidupan Nelayan Pedagang di Tempat Pelelangan Ikan
(Lelong). SIGn Journal of Social Science, CV. Social Politic Genius (SIGn), 1(1), hlm.
1-14. doi: https://doi.org/10.37276/sjss.v1i1.95
Muhammad Junaidi. (2020). Tindak Pidana Pemilu dan Pilkada oleh Sentra Penegakan
Hukum Terpadu. Jurnal Ius Constituendum, Universitas Semarang, 5(2), hlm. 220-
234.
Novianto M. Hantoro. (2014). Pelanggaran Administrasi Pemilu dan Sengketa Tata
Usaha Negara Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014. Negara Hukum:
Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan, Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI, 5(2), hlm. 107-125.
Nuswantoro Setyadi Pradono. (2019). Aparatur Sipil Negara dalam Pemilu 2019, Bisa
Netralkah? Jurnal Analis Kebijakan, Pusat Pembinaan Analis Kebijakan Deputi
Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara, 3(1), hlm. 48-62.
S. Sutrisno. (2019). Prinsip Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam Pemilihan Kepala
Daerah. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Universitas Islam Indonesia, 26(3), hlm.
521-543. doi: https://doi.org/10.20885/iustum.vol26.iss3.art5
Suhaila Zulkifli, et al. (2020). Implementasi Prinsip Subrogasi pada Asuransi
Kendaraan Bermotor: Studi pada PT Pan Pacific Insurance. SIGn Jurnal Hukum,
CV. Social Politic Genius (SIGn), 2(1), hlm. 20-29. doi: https://doi.org/10.37276/
sjh.v2i1.65
Wahyu Nugroho. (2016). Politik Hukum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas
Pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada di Indonesia. Jurnal Konstitusi, Mahkamah
Konstitusi RI, 13(2), hlm. 480-502. doi: https://doi.org/10.31078/jk1331
Al-Ishlah, Vol. 24, No. 1 (Mei 2021)
142
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1985 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-
Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat Sebagaimana Telah
Diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1975 dan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1980. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor
1. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3281).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 23. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3810).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 37. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 93. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4311).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109).
... Secara ontologis, pelanggaran merupakan manifestasi dari ketidakpatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan, yang menimbulkan ketidakseimbangan dalam struktur hukum dan proses demokrasi (Syafriadi & Santri, 2023). Epistemologis mengacu pada cara kita memahami dan mengenali pelanggaran, baik melalui pengamatan langsung, pengumpulan data, atau interpretasi terhadap informasi yang tersedia (Tahe et al., 2021). Sementara itu, dimensi aksiologis Copyright @ Fusia Meidiawaty, Evita Isretno Israhadi menyoroti nilai-nilai moral dan etika yang terkait dengan pelanggaran, termasuk pertimbangan tentang keadilan, kebenaran, dan kebaikan dalam konteks pemilihan umum. ...
Article
Sistem demokrasi didasarkan pada pemilihan umum. Namun, proses ini sering kali rentan terhadap pelanggaran yang membahayakan integritas dan legitimasi demokrasi. Penelitian ini mengkaji pelanggaran metafisika UU Pemilu dan kualitas demokrasi. Pelanggaran dan dampaknya terhadap demokrasi diformulasikan dalam metafisika UU Pemilu. Penelitian ini mengkaji literatur UU Pemilu, filsafat hukum, dan teori demokrasi dengan menggunakan metodologi kualitatif-filosofis. Analisis data dilakukan secara deskriptif-analitik untuk menyelidiki makna, pelaksanaan, dan konsekuensi filosofis dari pelanggaran pemilu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelanggaran merupakan penyimpangan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang rumit dari norma-norma hukum. Topik ini juga mencakup klasifikasi pelanggaran pemilu, interpretasi dan pembuktian hukum, serta peran dan kewajiban penyelenggara, peserta, dan pengawas pemilu. Pelanggaran pemilu merusak legitimasi pemilu dan kepercayaan terhadap demokrasi. Oleh karena itu, tindakan yang terkoordinasi dan terfokus sangat penting untuk mengurangi pelanggaran dan memajukan demokrasi. Kesimpulan ini menekankan perlunya memperkuat pengawasan dan penegakan hukum, kesadaran masyarakat, partisipasi masyarakat sipil dan media independen, serta mekanisme pengawasan internal untuk meningkatkan integritas dan legitimasi pemilu dan membangun kepercayaan publik terhadap demokrasi.
... This guidance is intended so that election organizers can carry out their duties properly and avoid election violations. A similar study conducted by (Tahe, Yasin, & Jaya, 2021), states that Bawaslu has a role and function in enforcing Law no. 7 of 2017 in the 2019 elections 3 in Sinjai Regency are considered quite good. ...
Article
The purpose of this study is to understand the role of Bawaslu in preventing election violations in 2024. The approach in this study is qualitative using the literature study method (library reseach) focuses on reviewing various literatures. This method involves collecting data sources namely; books, journals, academic research, and other sources relevant to this research. The results of this study show that;First, Bawaslu has extraordinary authority as an election supervisory institution, including as the executor and adjudicator of cases of election violations. Second,In an effort to increase the effectiveness of supervision and prevention of election violations, Bawaslu needs to take corrective steps. This includes improving quality systems and human resources, reforming the bureaucracy, increasing cooperation with related institutions, and increasing community participation.Third, by making the necessary improvements and improvements, Bawaslu can play a more effective role in realizing elections with integrity, fairness and free from violations.
Article
Full-text available
Elections are a mechanism that allows people to voice their choices. This process is used as a tool to exercise sovereignty in the country's system of representative democracy and to maintain government power in an orderly and peaceful manner by the mechanisms determined by the constitution or applicable laws. This paper will discuss the electoral systems in Indonesia and the United Kingdom (UK) and compare the two. Based on research into the law, it is known that Indonesia's electoral system uses a proportional system, which calculates the number of seats based on the number of voters in the electoral district. Countries with large populations will get more seats in representative bodies. Meanwhile, the UK uses a majoritarian system or District System, where each electoral district has only one seat with a simple majority calculation (simple majority: A>B>C>D, where A is the winner).
Article
Full-text available
The aim of this research is to provide an overview of the role of BAWASLU in realizing free and fair elections, as well as providing an analysis of how to hold a quality regional election by involving various stakeholders who have the same goal in making a fair regional election a success. This research uses the PAR method, namely Participation in Action Research, using two methods of data collection, namely observation and interviews. A total of 30 people were the subjects of the research, the 30 people were 5 BAWASLU Regency commissioners. Mandailing Natal and 25 sub-district supervisory officers spread across Mandailing Natal district. The results of this research are first, there is an effort from the BAWASLU commissioner of Mandailing Natal Regency to provide awareness to members of the sub-district supervisory committee in enforcing neutral post-conflict local election activities, so that there is an effort to continue to supervise post-conflict local election activities in a neutral manner. Second, there are monitoring and awareness efforts carried out by sub-district supervisory supervisors in providing education to always carry out neutral and balanced supervision to sub-district/village supervisory supervisors in the Mandailing Natal district.
Article
Full-text available
ABSTRAK DKPP memiliki peran penting dalam mengawasi pelaksanaan Pemilu dan menegakkan kode etik penyelenggara pemilu. Namun, DKPP menghadapi beberapa kelemahan, seperti keterlambatan dalam mengambil tindakan, kurangnya komitmen terhadap kode etik, dan keterbatasan sumber daya. Pelanggaran etik yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu pada Pemilu 2024 menunjukkan bahwa kedua lembaga tersebut kurang komitmen terhadap kode etik penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, DKPP harus meningkatkan keterampilan dan sumber dayanya untuk menghadapi pelanggaran etik yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu pada Pemilu 2024. DKPP juga harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengawasannya agar dapat dipertahankan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, perlu adanya upaya yang lebih efektif untuk mencegah dan menangani pelanggaran etik pada Pemilu 2024, serta meningkatkan kinerja DKPP dalam menegakkan kode etik penyelenggara pemilu. Kata Kunci : DKPP, Etik, Pemilu. PENDAHULUAN Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses demokratis yang sangat penting dalam sistem politik suatu negara. Dalam konteks ini, integritas dan kejujuran dalam proses pemilihan sangatlah vital untuk menjaga legitimasi dan kredibilitas sistem demokrasi. Oleh karena itu, peran Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam menangani pelanggaran kode etik oleh penyelenggara Pemilu sangatlah penting. DKPP adalah lembaga negara yang bertugas menerima, melakukan
Article
Full-text available
p> The purpose of this paper is to determine the role and function as well as the driving and inhibiting factors of the Bawaslu of West Java Province in preventing general election violations. The Election Supervisory Body is an organ for organizing general elections in Indonesia which has the task of maintaining the quality of democracy through general elections. In this paper, the method used is through a normative juridical approach. The results show that the functions of Bawaslu in preventing election violations include identifying and mapping election violations, coordinating, supervising, guiding, monitoring and evaluating the implementation of elections, coordinating with relevant government agencies and increasing public participation in election supervision. As a driving factor, there is an increase in the position and strengthening of Bawaslu's functionality. The inhibiting factors are the uncertainty and various interpretations of technical regulations, the planning system has not been well consolidated and the Election Supervisory Body (Bawaslu) of West Java Province does not yet have an effective strategy in preventing transactional politics and community participation in supervision which is still relatively low . Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui peran dan fungsi serta faktor pendorong dan penghambat Bawaslu Provinsi Jawa Barat dalam melakukan pencegahan pelanggaran pemilihan umum. Badan Pengawas Pemilu merupakan organ penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia yang memiliki tugas menjaga kualitas demokrasi melalui adanya pemilihan umum. Dalam penulisan ini, metode yang digunakan adalah melalui pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa fungsi Bawaslu dalam melakukan pencegahan pelanggaran pemilu meliputi identifikasi dan pemetaan pelanggaran pemilu, mengoordinasikan, mensupervisi, membimbing, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemilu, berkoordinasi dengan instansi pemerintah terkait dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. Sebagai faktor pendorong yaitu adanya peningkatan kedudukan dan penguatan fungsionalitas Bawaslu. Faktor penghambat yaitu adanya ketidakpastian dan interpretasi yang beragam dari peraturan teknis, sistem perencanaan belum terkonsolidasi dengan baik dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat belum memiliki strategi efektif dalam mencegah politik transaksional serta partisifasi masyarakat dalam pengawasan yang masih tergolong rendah. </p
Article
Full-text available
Introduction: Law enforcement of the 2019 election crime is mandated by Law Number 7 of 2017 concerning Elections carried out by the Gakkumdu Party.Purposes of the Research: The purpose of this study is to find out the problematic forms of law enforcement for the 2019 general election crime in Gorontalo City, and to determine the factors that influence law enforcement for the 2019 general election crime law in Gorontalo City.Methods of the Research: The writing method used is empirical normative with a case approach obtained directly from the object of research in the field. The location of this research is the Integrated Law Enforcement Center at the Bawaslu of Gorontalo City.Results of the Research: The results of the study show that law enforcement for the 2019 general election crime in the city of Gorontalo is less than optimal, it can be seen that there are still findings/reports that have been discontinued and even cases have been dismissed from their investigations. As for the obstacles or influencing law enforcement, namely the lack of personnel in handling election crimes, the rules regarding election crimes have not been able to accommodate all forms of election crimes due to the development of new forms of election crimes and in terms of community culture who do not understand the rules regarding criminal acts election crime.
Article
Full-text available
The Election Supervisory Board has the authority to supervise and prevent violations in the election of regional heads who aim to be able to carry out decisive, effective and fair justice. The issue in which the Electoral Supervisory Board found reports of alleged violations as many as 20 alleged violation. Purpose of the research is to find out how the role and function of the Election Supervisory Board of Ogan Komering Ulu Timur Regency in the 2020 regional head elections. The research method uses qualitative research that aims to obtain a decripive analysis. The data is obtained through interview techniques, observations, literature and documentation. The research was conducted on April 26, 2021-May 20, 2021. Based on the results of the data, it can be known that the Election Supervision Agency of Ogan Komering Ulu Timur Regency has carried out its function and authority duties according to Law number 10 of 2016 concerning regional head elections seen from 6 aspects, namely a) the Election Supervision Agency coordinates and monitors the establishment of ad hoc election committees, stakeholders, communities and participatory supervision. b) evaluation, implementation of stakeholder organizers, local governments, police, winning teams of candidate couples, religious leaders, community leaders and community participation. c) receiving reports includes: alleged violations of electoral crimes, code of conduct, money politic, neutralist. d) facilities are obtained through capital from the budget of state revenue and expenditure from the government. e) receiving and following up on the report, the Election Supervision Agency received 20 alleged violations and 8 in follow-up in following up the report seen from because of the limited time of a short seven days in the handling of violations causing not all to go well as scheduled. f) follow up on recommendations and/or rulings using legal grounds, and regional head election laws.
Article
Full-text available
Lebih dari 30 tahun Lelong di Kota Makassar eksis sebagai lembaga perekonomian yang bergerak di bidang perdagangan sumber daya kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, Lelong merupakan sarana yang penting bagi kelangsungan hidup masyarakat, khususnya bagi para nelayan. penelitian ini bertujuan untuk menguraikan strategi penghidupan para nelayan pedagang, dan juga menganalisis lebih mendalam tentang penerapan strategi adaptasi dalam menghadapi kerentanan finansial yang akan mengganggu kehidupan sosial ekonomi para nelayan di pesisir Lelong Kota Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Lelong Rajawali, Kota Makassar. Informan dalam penelitian ini berjumlah sepuluh orang dan terdiri dari nelayan pedagang, pengelola Lelong, serta pembeli ikan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumen. Data primer dan data sekunder kemudian dianalisis dengan menggunakan model analisis deskriptif kualitatif, serta menguraikannya dalam bentuk naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan nelayan pedagang mengalami kerentanan finansial, yaitu meningkatnya jumlah nelayan pedagang di Lelong dan berkurangnya pembeli untuk berbelanja di Lelong. Adapun strategi penghidupan yang dilakukan oleh nelayan pedagang di Lelong adalah dilandasi oleh dua hal, yaitu pembelian tunai dan hutang. Sebagian besar nelayan pedagang lebih memilih untuk berhutang saat bertransaksi dengan nelayan penangkap ikan. Lebih lanjut, Strategi adaptasi yang dilakukan antara lain strategi konsolidasi, strategi akumulasi, dan strategi diversifikasi. Dengan dasar kesimpulan tersebut, para nelayan pedagang membutuhkan ruang aliansi perlindungan demi tercapainya sekuritas ekonomi yang berkepanjangan.
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan lebih lanjut tentang pemberlakuan parliamentary threshold dalam sistem Pemilu, serta pertentangannya dengan konsep kedaulatan rakyat. pendekatan normatif, yang dimana bukan hanya mengkaji hukum dalam arti peraturan perundang-undangan semata, akan tetapi meliputi aspek yang lebih luas, yaitu sesuatu yang dapat ditelusuri melalui bahan kepustakaan. Teknis analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis hermeneutik dan interpretasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberlakuan parliamentary threshold dalam sistem Pemilu di Indonesia bertentangan dengan konsep kedaulatan rakyat. Adapun penerapan sistem khususnya pada Pemilu 2024, patut mempertimbangkan sistem Campuran sebagai alternatif dari sistem Representasi Proporsional yang selama ini diterapkan pada Pemilu di Indonesia. Selanjutnya, dibutuhkan formulasi khusus dimana Partai Politik Peserta Pemilu yang dinyatakan tidak memenuhi ambang batas dapat menempuh jalur koalisi untuk mencapai ambang batas, bahkan sampai pada pilihan untuk meniadakan parliamentary threshold (ambang batas perolehan suara 0%). Hal ini akan menjadi jalan tengah atas kebutuhan pencapaian proporsionalitas sistem Pemilu, sebagai bentuk akomodasi suara pemilih serta kepastian hukum atas kedaulatan rakyat, serta kebutuhan menciptakan sistem Presidensialisme yang semakin efektif di masa yang akan datang
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan sanksi pelanggaran administrasi pemilu bagi penyelenggara pemilu, karena penting diketahui tingkat penegakan hukumnya dimana hal tersebut dapat mempengaruhi jumlah suara perolehan pemilu. Artikel ini dibangun dengan tipe penelitian hukuym secara kualitatif dan menggunakan pendekatan penelitian hukum secara empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memahami penyelenggaraan pemilu butuh energi besar untuk benar-benar memahami agar dalam penyelenggaraannya tidak terjadi kesalahan. Anggaapan bahwa pemilu merupakan pesta rakyat biasa menyebabkan masyarakat melupakan bahwa konsekuensi dari kesalahan akan berdampak panjang hingga 5 tahun kedepan secara kongkrit. Hal ini juga mempengaruhi bahwa sanksi pelanggaran pemilu yang dianggap sebagai motivator untuk masyarakat dalam menaati hukum tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Pada akhirnya artikel ini memperlihatkan penerapan sanksi Pelanggaran administrasi pemilu bagi penyelenggara pemilu tidak efektif karena sanksi yang dapat dijatuhkan bagi penyelanggara pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran administratif pemilu hanya berupa teguran tertulis, tidak menimbulkan efek jera dan sanksi tersebut tidak berfungsi sebagai pencegahan agar penyelengara pemilu bekerja sesuai norma dan aturan yang berlaku. Abstract. This study aims to determine the effectiveness of the application of sanctions for election administration violations for election organizers because it is important to know the level of law enforcement where it can affect the number of votes obtained in the election. This article was built with a qualitative legal research type and uses an empirical legal research approach. The research results show that understanding election administration requires a lot of energy to really understand so that there are no mistakes in the implementation. The assumption that elections are a party of ordinary people causes people to forget that the consequences of mistakes will have a concrete impact for the next 5 years. This also affects the sanctions for election violations that are considered as a motivator for the community to obey the law do not work as expected. In the end, this article shows that the application of sanctions for Election administration violations for election administrators is ineffective because the sanctions that can be imposed on election administrators who are proven to have committed an election administrative violation are only in the form of a written warning, do not cause a deterrent effect and these sanctions do not serve as a deterrent so that the election administrators work accordingly. prevailing norms and rules.
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ketentuan implementasi Prinsip Subrogasi di dalam Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor; hal-hal yang menjadi hambatan pihak tertanggung dalam pengajuan klaim; serta tanggungjawab PT Pan Pacific Insurance mengenai prinsip subrogasi atas kerugian yang disebabkan oleh keterlibatan pihak ketiga. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif yang dilaksanakan dengan berdasar pada tinjauan bahan pustaka atau data sekunder. Selain itu, penelitian ini juga dipertajam dengan metode penelitian studi empiris yang biasa pula disebut dengan penelitian hukum sosiologis. Adapun jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis, dengan jenis data yang terdiri dari 2 (dua), yakni data primer dan data sekunder. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa PT Pan Pacific Insurance sama halnya dengan perusahaan asuransi pada umumnya dalam pengaplikasian asuransi, dimana menawarkan prinsip subrogasi sebagai salah satu dasar dalam pengaplikasian asuransi. Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai hambatan yang berasal dari perusahaan asuransi sendiri maupun pihak tertanggung. Tanggung jawab perusahaan asuransi atas klaim ganti rugi, sesuai dengan nilai limit nominal pertanggung. Dengan demikian, maka sisa kekurangan dari biaya perbaikan terhadap objek asuransi ditanggung oleh pihak ketiga sesuai dengan kesepakatannya bersama pihak tertanggung.
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pengamanan Intelijen Kepolisian terhadap putusan pengadilan atas objek sengketa di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi empiris yang biasa pula disebut dengan penelitian hukum sosiologis, karena melihat penerapan hukum sebagai suatu kondisi faktual di lingkungan sosial dan hubungannya terhadap norma hukum. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan jumlah responden sebanyak 92 orang. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana mengolah output dari kuesioner, dan disajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi (F) dan distribusi persentasi (%). Hasil penelitian menunjukan bahwa pengamanan Ditintelkam Polda Sulawesi Selatan terhadap proses eksekusi atas objek sengketa di Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Perkap BIN No. 2 Tahun 2013, dapat dinilai dari lima aspek, antara lain: Sasaran Pengamanan; Pelaksanaan Pengamanan; Koordinasi dan Administrasi; serta Pengawasan dan Pengendalian. Perolehan data dari keseluruhan indikator berdasarkan aspek-aspek pengamanan Ditintelkam Polda Sulawesi Selatan menunjukkan hasil yang kurang efektif. Dibutuhkan keseriusan dalam meningkatkan efektivitas pengamanan Ditintelkam Polda Sulawesi Selatan guna memastikan proses eksekusi putusan pengadilan atas objek sengketa bisa lebih efektif di masa akan datang.
Article
Full-text available
After amendment 1945, whether legislative elections and the election of the executive power implementing held directly by the people, and going political reform electoral laws and local election, both in the revision of the existing political regulations, and rules in the law after the Constitutional Court decision, namely Law No. 42 of 2008 on General Election of President and Vice President, and and Law No. 10 of 2016 on the Second Amendment of Act No. 1 of 2015 on Stipulation of Government Regulation in Lieu of Law No. 1 of 2014 on the election of Governors, Regents and Mayors became acts. The purpose of the study on the implementation of the legal political and local elections are to conduct political rearrangement and local elections law in a mosaic of Indonesian state structure, maturity in politics, the consolidation of local democracy, and changes in local people’s minds to develop the region very hung to the figure of its leader, as well as ensuring the political rights of citizens in national and local political constellation. The results in this study is the need for consistency of law enforcement for compliance with a number of legal instruments and the implementation of procedures and penalties in the administration of elections. Aspects of legal certainty and the cultural aspect is very important law met in order for the elections and the local election purpose in achieving this goal idealized.In addition, the electoral administration in central and local levels, as well as participating in the election and the election shall comply with laws and regulations, ranging from the Commission Regulation, Act, as well as adherence to Constitutional Court decision. The author draws conclusions that the renewal of electoral politics and the local election after the Constitutional Court Decision in the Indonesian constitutional structure has implications for changes in the system, the mechanism and the pattern of elections and the local election organizers and participants of the election and the local election. On some empirical experience that was shown in the administration of elections and the election, people think the dynamic to organize and improve the system, as well as have awareness of constitutional rights guaranteed by the 1945 Constitution on political rights for the sake of the spirit of building area through the local elections to choose a figure that is idealized.
Article
Full-text available
This article was written with the purpose to provide analysis of the Indonesian political system after the reform. As we know that the political system is often regarded as the allocation of values developed in the midst of society and every citizen appreciate them as ways of life. Appreciation of the value in the middle of the community is an achievement that fought to be obtained. Efforts made by doing internal intergenerational mobility of the political community to achieve the degree of political stability. Post-reform, the political system for the better, in which the role of the people more real in terms of repositioning the political system, from the selection of members of DPR / DPRD, DPD member elections, up to the local elections directly. The distribution of power is already at a level that means, it’s just that people in the region do not yet have the ability to understand that the distribution of power is an opportunity to develop the region. In contrast, the distribution of power in the area it gave birth to the corrupt spirit ingrained in people’s lives. Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15408/sd.v2i2.2814
Book
Between 1974 and 1990 more than thirty countries in southern Europe, Latin America, East Asia, and Eastern Europe shifted from authoritarian to democratic systems of government. This global democratic revolution is probably the most important political trend in the late twentieth century. In The Third Wave,Samuel P. Huntington analyzes the causes and nature of these democratic transitions, evaluates the prospects for stability of the new democracies, and explores the possibility of more countries becoming democratic. The recent transitions, he argues, are the third major wave of democratization in the modem world. Each of the two previous waves was followed by a reverse wave in which some countries shifted back to authoritarian government. Using concrete examples, empirical evidence, and insightful analysis, Huntington provides neither a theory nor a history of the third wave, but an explanation of why and how it occurred. Factors responsible for the democratic trend include the legitimacy dilemmas of authoritarian regimes; economic and social development; the changed role of the Catholic Church; the impact of the United States, the European Community, and the Soviet Union; and the "snowballing" phenomenon: change in one country stimulating change in others. Five key elite groups within and outside the nondemocratic regime played roles in shaping the various ways democratization occurred. Compromise was key to all democratizations, and elections and nonviolent tactics also were central. New democracies must deal with the "torturer problem" and the "praetorian problem" and attempt to develop democratic values and processes. Disillusionment with democracy, Huntington argues, is necessary to consolidating democracy. He concludes the book with an analysis of the political, economic, and cultural factors that will decide whether or not the third wave continues. Several "Guidelines for Democratizers" offer specific, practical suggestions for initiating and carrying out reform. Huntington's emphasis on practical application makes this book a valuable tool for anyone engaged in the democratization process. At this volatile time in history, Huntington's assessment of the processes of democratization is indispensable to understanding the future of democracy in the world.
Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik
  • Efriza
Efriza. (2012). Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta.