ArticlePDF Available

Ekstraksi minyak atsiri rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata, K.Schum.) metode destilasi uap dan air

Authors:

Abstract

Galangal is one of Indonesia's spice plants and the rhizome contains chemical components, such as essential oils so that it can be used for various purposes, including medicinal, antimicrobial, cosmetic,abd antifungal. The essential oil content of red galangal rhizome is 0.3-1% depending on the quality of the rhizome. The process of extracting essential oils can be done by steam-water distillation. This study aims to determine the effect of temperature and drying time as a preliminary treatment before distillation. The study was designed using a Randomized Block Design with 2 factors: the first is the drying temperature (50oC; 60oC; 70oC), the second factor is the drying time (2; 4; 6 hours). The analysis was carried out yield, refractive index, specific gravity, color, and chemical components. The material used was red galangal rhizome which was approximately 1 year old. Steam and water distillation method was used for oil extraction for 6 hours. The results showed that the best treatment was the control treatment (without drying) with a yield of 0.076%, refractive index 1.4773%, specific gravity 0.8952 (g/ml), color L 23.365, color a* (-)0.995 , and color b* yellowish (+)3.78. Tthe GC-MS, 37 chemical components were detected, of which 6 main components were found with the highest area value, 1.8-Cineole 27.347%; (Z)-beta-Farnesene 11.641%; 2-Beta-Pinene 8.700%; Phenol, 4-(2-propenyl)-acetate (CAS) 6.369%; 3-Cyclohexen-1-ol, 4-methyl-1-(1-methylethyl)-(CAS) 4.305%; and cis-Ocimene 4.009%. The drying reduces the essential oil yield of galangal rhizome.
TEKNOLOGI PANGAN : Media Informasi dan Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian Terakreditasi No. 36/E/KPT/2019
Website: https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/Teknologi-Pangan Volume 13, No. 1, (2022), Halaman 19-28
Licensed : Creative Commons Attribution 4.0 International License. (CC-BY) p-ISSN: 2087-9679, e-ISSN: 2597-436X
19 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
Ekstraksi minyak atsiri rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata,
K.Schum.) metode destilasi uap dan air
Essential oil extraction of red galangal rhizome (Alpinia purpurata, K. Schum.)
with steam and water distillation method
Sukardi1)*, Hendrix Yulis Setyawan1), Maimunah Hindun Pulungan1), Ita Triesna Ariy1)
1Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur
*Email korespondensi: sukardi@ub.ac.id
Informasi artikel:
Dikirim: 02/11/2021; disetujui: 25/02/2022; diterbitkan: 24/03/2022
ABSTRACT
Galangal is one of Indonesia's spice plants and the rhizome contains chemical compo-
nents, such as essential oils so it can be used for various purposes, including medicinal,
antimicrobial, cosmetic, and antifungal. The essential oil content of the red galangal rhi-
zome is 0.3-1% depending on the quality of the rhizome. The process of extracting essen-
tial oils can be done by steam-water distillation. This study aims to determine the effect
of temperature and drying time as a preliminary treatment before distillation. The study
was designed using a Randomized Block Design with 2 factors: the first is the drying
temperature (50oC; 60oC; 70oC), the second factor is the drying time (2 hours; 4 hours;
6 hours). The analysis was carried out yield, refractive index, specific gravity, color, and
chemical components. The material used was red galangal rhizome which was approxi-
mately 1 year old. Steam and water distillation method was used for oil extraction for 6
hours. The results showed that the best treatment was the control treatment (without dry-
ing) with a yield of 0.076%, refractive index 1.4773%, specific gravity 0.8952 (g/ml),
color L 23.365, color a* (-)0.995, and color b* yellowish (+)3.78. the test in GC-MS, 37
chemical components were detected, of which 6 main components were found with the
highest area value, 1.8-Cineole 27.347%; (Z)-beta-Farnesene 11.641%; 2-Beta-Pinene
8.700%; Phenol, 4-(2-propenyl)-acetate (CAS) 6.369%; 3-Cyclohexen-1-ol, 4-methyl-1-
(1-methylethyl)-(CAS) 4.305%; and cis-Ocimene 4.009%. The drying reduces the essen-
tial oil yield of the galangal rhizome.
Keywords: essential oil, distillation, red galangal rhizome, drying
ABSTRAK
Lengkuas merupakan salah satu tanaman rempah-rempah Indonesia dan sudah dimanfaat-
kan sejak dahulu. Rimpang lengkuas memiliki komponen kimia, seperti minyak atsiri
sehingga dapat dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan diantaranya sebagai bahan
obat, antimikroba, kosmetik, anti jamur. Kandungan minyak atsiri rimpang lengkuas me-
rah yaitu 0,3-1% tergantung dari kualitas rimpang. Proses pengambilan minyak atsiri
dapat dilakukan dengan destilasi uap-air. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
pengaruh suhu dan waktu pengeringan sebagai perlakuan pendahuluan sebelum destilasi.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan disusun secara factorial,
dengan 2 faktor. Faktor pertama suhu pengeringan (50ºC; 60ºC; 70ºC), faktor kedua lama
waktu pengeringan (2 jam; 4 jam; 6 jam). Pengujian kualitas minyak meliputi: rendemen,
indeks bias, berat jenis, warna, serta komponen kimia. Bahan penelitian yaitu rimpang
lengkuas merah berumur sekitar 1 tahun. Metode destilasi uap dan air digunakan untuk
Sukardi et al. Volume 13, No.1, (2022), Halaman 19-28
20 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
ekstraksi minyak dari rimpang lengkuas merah selama 6 jam. Hasil yang didapat menun-
jukkan bahwa perlakuan terbaik adalah pada perlakuan kontrol (tanpa pengeringan)
dengan nilai rendemen sebesar 0,076%, indeks bias 1,4773%, berat jenis 0,8952 (g/ml),
warna L 23,365, warna a* negatif (-0,995), dan warna b* positif kekuningan (+3,78).
Pada pengujian GC-MS terdapat 37 komponen kimia yang terdeteksi dimana didapatkan
6 komponen utama dengan nilai area tertinggi yakni: 1,8-Cineole 27,347%; (Z)-beta-Far-
nesene 11,641%, 2-Beta-Pinene 8,700%, Phenol, 4-(2-propenyl)-acetate (CAS) 6,369%,
3-Cyclohexen-1-ol, 4-methyl-1-(1-methylethyl)-(CAS) 4,305%, dan cis-Ocimene
4,009%. Pengeringan menurunkan kandungan minyak atsiri rimpang lengkuas.
Kata kunci: minyak atsiri, destilasi, rimpang lengkuas merah, pengeringan
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki letak geografis sa-
ngat strategis karena dilewati garis khatu-
listiwa. Hal tersebut menjadikan Indonesia be-
rada pada iklim tropis dengan curah hujan,
suhu dan kelembapan yang cukup tinggi.
Berbagai jenis tanaman tumbuh subur dan
melimpah, khususnya jenis tanaman rempah
dan biofarmaka. Salah satu tanaman yang
tumbuh melimpah adalah lengkuas. Produksi
lengkuas Indonesia tahun 2020 sebesar
68.658.643 kg. Lengkuas Indonesia terdapat
dua macam yakni lengkuas putih dan lengkuas
merah. Lengkuas putih digunakan sebagai
bumbu masakan dan lengkuas merah
umumnya digunakan sebagai obat traditional
(Bemawie et al., 2012). Lengkuas merah
memiliki ciri khas berwarna merah, aroma dan
rasa sedikit pedas. Bagian lengkuas yang se-
ring digunakan adalah bagian rimpang. Pada
rimpang lengkuas merah mengandung kurang
lebih 1% minyak atsiri (Yulia et al.., 2015).
Komposisi kimia minyak atsiri rimpang
lengkuas merah diantaranya eucalyptol
40,92%, kavikol asetat 10,33%, cis-β-ferne-
sene 6,91%, 1-caryophillene 6,32%, 1-β-
bisabolene 3,37%, β-elemene 3,23%, a-pinene
3,20%, β-sisquiphellandrene 2,32%, β-pinene
2,21%, dan Germacrene-D 1,90% (Sujono,
2019). Minyak atsiri rimpang lengkuas merah
dapat digunakan untuk pengobatan pada kulit
(antioksidan), dan mampu mencerahkan kulit,
serta dapat dijadikan sebagai pelindung kulit
(Sanjaya, 2018).
Metode pengambilan minyak atsiri yang
populer ditemui yaitu ekstraksi menggunakan
pelarut, ekstraksi dengan CO2, Maserasi,
Enfleurage, Ekstraksi Cold Press, destilasi
air, destilasi uap, dan destilasi uap dan air.
Menurut Nuraeni dan Yunilawati (2012),
metode destilasi uap dan air cocok untuk se-
nyawa yang mudah menguap. Metode ini juga
memiliki kelebihan yakni waktu destilasi
relatif singkat, biaya lebih murah, rendemen
yang dihasilkan lebih besar, serta mutunya
lebih baik jika dibandingkan dengan minyak
atsiri metode lain.
Pengeringan merupakan proses yang
dilakukan pada suatu bahan untuk mengeluar-
kan air atau memisahkan air pada bahan dalam
jumlah yang relatif kecil, baik menggunakan
energi panas atau dengan menguapkannya
(Risdianti et al., 2016). Aplikasi pengeringan
sebagai perlakuan pendahuluan sebelum
penyulingan telah banyak dilakukan. Menurut
Ardianto et al., (2020) proses pengeringan
mampu meningkatkan rendemen pada bahan
saat penyulingan karena sebagian air me-
nguap dan tersisa ruang kosong pada bahan.
Adanya ruang kosong pada bahan menjadikan
jaringan mengkerut dan minyak pecah se-
hingga pada proses penyulingan minyak atsiri
mudah keluar. Demikian pula menurut
Winangsih (2013), kandungan air pada bahan
mempengaruhi kualitas minyak atsiri. Kadar
air yang tinggi meningkatkan aktivitas enzim,
dan enszim tersebut merubah kandungan
kimia bahan menjadi bentuk lain. Pengeringan
yang dilakukan harus tepat agar tidak mem-
buat bahan menjadi rusak. Pengeringan yang
bisa diterapkan pada bahan rimpang adalah
dengan pengering buatan (oven) karena dapat
mengurangi kadar air lebih cepat dan kondisi
dapat dikendalikan dengan suhu dan kelemba-
ban yang sesuai (Dharma et al., 2020).
Penelitian ini membahas mengenai perlakuan
pendahuluan pengeringan pada ekstraksi
Sukardi et al. Volume 13, No.1, (2022), Halaman 19-28
21 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
minyak atsiri rimpang lengkuas merah
(Alpinia purpurata K. Schum.) dengan metode
destilasi uap dan air (Kajian suhu dan lama
waktu pengeringan).
METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah
rimpang lengkuas merah berumur sekitar 1 ta-
hun dari petani Kesamben, Kabupaten Blitar,
aquades, etanol 96%, air, LPG, serta bahan-
bahan lain sebagai penunjang penelitian dari
toko kimia Kota Malang.
Alat
Alat yang digunakan adalah pisau, alas
dan wadah (perajangan), timbangan digital,
destilator, kain saring, gas LPG, dan konden-
sor. Pengeringan menggunakan oven. Pe-
ngujian menggunakan colorimeter, piknome-
ter, timbangan analitik, gelas ukur, dan refrak-
tometer. Uji komponen kimia menggunakan
GC-MS. Alat lain sebagai penunjang adalah
botol gelap, plastik, dan kertas label.
Rancangan percobaan
Rancangan acak kelompok (RAK)
faktorial dipilih sebagai rancangan percobaan
pada penelitian, dengan dua factor. Faktor 1
adalah suhu pengeringan dengan 3 level
(50ºC, 60ºC, 70ºC) dan faktor 2 adalah waktu
pengeringan dengan 3 level (2 jam, 4 jam, 6
jam). Setiap perlakuan dilakukan 3 kali
ulangan sehingga diperoleh 27 satuan perco-
baan.
Pelaksanaan penelitian
Rimpang lengkuas merah segar disor-
tasi, dicuci dan diiris ketebalan 1 3 mm. Se-
lanjutnya ditimbang sejumlah 3000 gram, dan
dikeringkan dengan oven suhu masing-
masing 50°C; 60°C dan 70°C pada waktu 2
jam, 4 jam, dan 6 jam. Kemudian rimpang
lengkuas merah ditimbang kembali, dimasuk-
kan ke dalam destilator yang telah disiapkan
dan ditutup rapat, sebelumnya dipastikan ketel
telah terisi air ± 2 liter guna menghasilkan air
dan uap. Kompor yang telah dipasang gas
LPG dinyalakan dan saat suhu 90-100°C (±30
menit) uap keluar dan tetesan pertama
uap/minyak atsiri bisa diamati. Destilasi di-
lakukan selama 6 jam yang terhitung mulai te-
tesan pertama uap minyak /atsiri. Setelah
penyulingan selesai minyak atsiri yang di-
peroleh dipisahkan dari air pada kondensor
secara perlahan, ditambahkan MgSO4. Selan-
jutnya analisa minyak atsiri rimpang lengkuas
merah dapat dilakukan meliputi rendemen, in-
deks bias, warna, dan berat jenis. Perlakuan
terbaik dan perlakuan kontrol yang dihasilkan
kemudian dilakukan analisa komponen kimia
(GC-MS).
Analisa data
Pengujian karakteristik fisik minyak
atsiri rimpang lengkuas merah meliputi:
Rendemen (Yuwono & Santoso, 1998), In-
deks Bias (AOAC, 2019), Berat Jenis
(Depkes, 2000), dan warna (Yuwono &
Soesanto, 1998). Analisa karakteristik kom-
ponen kimia menggunakan GC-MS (Pavia,
2006).
Pengolahan data menggunakan analisis
ragam (ANOVA). Jika terdapat faktor yang
berpengaruh secara nyata maka dilajutkan uji
DMRT (Duncan Multiple Range Test). Selang
kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau
α= 0,05. Pemilihan perlakuan terbaik di-
lakukan dengan metode Multiple Atribute atau
metode Zeleny (1982).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen
Rendemen minyak atsiri rimpang
lengkuas merah perlakuan kontrol sebesar
0,076%, sedangkan pada berbagai kombinasi
perlakuan pendahuluan pengeringan berkisar
antara 0,06%-0,072%. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa perlakuan suhu pe-
ngeringan, perlakuan lama waktu pengeringan
dan interaksi antara suhu dan waktu pengerin-
gan tidak berpengaruh nyata terhadap
rendemen minyak atsiri karena nilai signifi-
cant >0,05. Rerata rendemen minyak atsiri
rimpang lengkuas merah berbagai perlakuan
suhu dan waktu pengeringan disajikan
Tabel-1.
Sukardi et al. Volume 13, No.1, (2022), Halaman 19-28
22 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
Tabel-1. Rerata rendemen minyak atsiri
Perlakuan
Rendemen
(% v/b)
Suhu 50oC-2 jam
0,074±0,03
Suhu 50oC-4 jam
0,064±0,06
Suhu 50oC-6 jam
0,072±0,02
Suhu 60oC-2 jam
0,065±0,05
Suhu 60oC-4 jam
0,063±0,06
Suhu 60oC-6 jam
0,065±0,03
Suhu 70oC-2 jam
0,067±0,05
Suhu 70oC-4 jam
0,070±0,03
Suhu 70oC-6 jam
0,072±0,05
Tabel-1 menunjukkan rendemen teren-
dah pada perlakuan pengeringan suhu 50ºC
waktu 4 jam dengan nilai rerata 0,060% (v/b),
sedangkan tertinggi perlakuan suhu pengeri-
ngan 70ºC dan waktu pengeringan 6 jam
dengan nilai rerata 0,072% (v/b). Mening-
katnya suhu dan waktu pengeringan
menurunkan kadar air bahan dan pori-pori sel
jaringan minyak atsiri yang terlindungi air ter-
buka, sehingga minyak atsiri lebih mudah
menguap pada saat pengeringan dan penyuli-
ngan. Menurut Winangsih et al. (2013), se-
makin tinggi suhu pengeringan dan waktu
pengeringan yang digunakan pada bahan, se-
makin tinggi pula proses transpirasi. Proses
transpirasi membuat kandungan air pada ba-
han berkurang (Ardianto, 2020).
Indeks bias
Indeks bias minyak atsiri rimpang lengkuas
merah perlakuan kontrol sebesar 1,4773, se-
dangkan perlakuan pengeringan berkisar an-
tara 1,4741 hingga 1,4928. Hasil analisis
ragam didapatkan, faktor suhu dan waktu pe-
ngeringan berpengaruh nyata terhadap indeks
bias minyak atsiri rimpang lengkuas merah
dengan nilai significant <0,05. Pada perlakuan
Interaksi suhu dan waktu pengeringan nilai
significant >0,05 (tidak ada interkasi). Rerata
indeks bias pada berbagai perlakuan suhu pe-
ngeringan dapat dilihat pada Tabel-2, dan re-
rata indeks bias pada berbagai perlakuan
waktu pengeringan dapat dilihat pada
Tabel -3.
Tabel-2. Indeks Bias perlakuan suhu pen-
geringan
Perlakuan
Rerata
Indeks Bias
Notasi
Suhu 50oC
1,477±0,02
a
Suhu 60oC
1,477±0,01
a
Suhu 70oC
1,483±0,05
b
Keterangan: Notasi berbeda menunjukkan
beda nyata (α=0.05)
Berdasarkan Tabel-2, nilai indeks bias
tertinggi berada pada perlakuan pengeringan
suhu 70ºC (1,4832), terendah pada suhu 50ºC
(1,4741). Pada suhu 70ºC kandungan air ba-
han berkurang lebih banyak dibandingkan
dengan suhu 50ºC sehingga mampu mening-
katkan nilai indeks bias minyak atsiri. Sesuai
dengan Pratiwi et al., (2016) air mudah untuk
membiaskan sinar yang datang sehingga se-
makin kecil kandungan air pada minyak se-
makin tinggi nilai indeks biasnya.
Tabel-3. Indeks bias perlakuan waktu pen-
geringan
Perlakuan
Rerata
Indeks bias
2 jam
1,476±0,01
4 jam
1,478±0,02
6 jam
1,483±0,01
Keterangan: Notasi berbeda menunjukkan
beda nyata (α=0.05)
Berdasarkan Tabel-3, pengeringan
waktu 2 jam menghasilkan rerata nilai indeks
bias terendah (1,4757), sedangkan tertinggi
pada waktu 6 jam (1,4834). Waktu pengeri-
ngan 6 jam kandungan air pada bahan berku-
rang lebih optimal dibandingkan dengan
waktu pengeringan 2 jam dan 4 jam, sehingga
hal tersebut mampu meningkatkan nilai in-
deks bias pada minyak atsiri. Waktu pengeri-
ngan 6 jam komponen-komponen yang ter-
susun pada bahan lebih kompleks karena
berkurangnya kandungan air. Menurut
Khabibi (2011) waktu pengeringan dapat
meningkatkan nilai indeks bias karena kom-
ponennya didominasi dengan jumlah yang
banyak oleh senyawa terpena tak teroksigeni-
sasi.
Sukardi et al. Volume 13, No.1, (2022), Halaman 19-28
23 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
Berat jenis
Nilai berat jenis minyak atsiri rimpang
lengkuas merah berkisar antara 0,8662 (gr/ml)
hingga 0,8945 (gr/ml). Hasil analisis ragam,
faktor suhu pengeringan dan waktu pengeri-
ngan berpengaruh nyata terhadap berat jenis
minyak atsiri rimpang lengkuas merah (nilai
significant <0,05), namun interaksi keduanya
tidak berbeda nyata (nilai significant >0,05).
Perlakuan suhu dan perlakuan waktu pe-
ngeringan dilanjutkan uji DMRT. Rerata berat
jenis minyak atsiri rimpang lengkuas merah
pada berbagai suhu pengeringan disajikan
Tabel-4, dan berbagai suhu pengeringan
Tabel-5.
Tabel-4. Berat jenis perlakuan suhu pen-
geringan
Perlakuan
Rerata BJ
Notasi
Suhu 50oC
0,873±0,01
a
Suhu 60oC
0,882±0,04
b
Suhu 70oC
0,890±0,02
c
Keterangan: Notasi berbeda menunjukkan
beda nyata (α=0.05)
Tabel-4 menunjukkan bahwa perlakuan
suhu pengeringan pada masing-masing level
yakni suhu 50ºC, 60ºC, dan 70ºC memiliki no-
tasi yang berbeda, sehingga setiap pening-
katan suhu 10 digit juga diikuti peningkatan
berat jenis. Berat jenis tertinggi pada perla-
kuan suhu 70ºC (0,8900 gr/ml) dan berat jenis
terendah perlakuan suhu 50ºC (0,8730 gr/ml).
Ketika bahan diberi perlakuan suhu pengerin-
gan 70ºC, mampu meningkatkan berat jenis
minyak atsiri rimpang lengkuas merah. Hal
tersebut berbeda dengan pernyataan Khasanah
et al. (2016) bahwa saat bahan diberi perla-
kuan pengeringan akan merubah komposisi
senyawa penyusunnya pada minyak atsiri
yang dihasilkan. Berat jenis akibat pengeri-
ngan lebih rendah dibandingkan dengan berat
jenis perlakuan pendahuluan pemeraman.
Kondisi suhu yang tinggi dapat menguapkan
sebagian komponen minyak atsiri dan hilang.
Tabel-5. Berat Jenis perlakuan waktu pen-
geringan
Perlakuan
Rerata BJ
Notasi
2 jam
0,875±0,04
a
4 jam
0,882±0,02
b
6 jam
0,888±0,02
b
Keterangan: Notasi berbeda menunjukkan
beda nyata (α=0.05)
Berdasarkan Tabel-5 perlakuan penda-
huluan waktu pengeringan memiliki pengaruh
nyata terhadap berat jenis minyak atsiri rim-
pang lengkuas. Waktu pengeringan 2 jam
memiliki berat jenis terendah (0,8750 gr/ml)
dan waktu pengeringan 6 jam memiliki berat
jenis tertinggi (0,8877 gr/ml). Semakin lama
waktu pengeringan meningkatkan berat jenis
pada minyak atsiri rimpang lengkuas merah.
Pengeringan dengan waktu 6 jam mampu
menurunkan kadar air yang lebih rendah se-
hingga komponen minyak atsiri pada bahan
dapat mudah keluar, sehingga memperbesar
berat jenis minyak atsiri. Hal tersebut berbeda
dengan pernyataan Khasanah et al. (2016)
bahwa saat bahan diberi perlakuan pengeri-
ngan akan merubah komposisi senyawa
penyusun minyak atsiri yang dihasilkan. Berat
jenis perlakuan pengeringan lebih rendah
dibanding dengan perlakuan pemeraman.
Waktu pengeringan yang semakin lama mem-
buat sebagian komponen pada minyak atsiri
menguap dan hilang.
Warna
Warna L (kecerahan)
Hasil warna L yang dihasilkan dari mi-
nyak atsiri rimpang lengkuas merah berkisar
antara 19,17 hingga 29,07. Berdasarkan ana-
lisis data (ANOVA), interaksi antara faktor
suhu dengan waktu pengeringan tidak menun-
jukkan pengaruh nyata terhadap tingkat kece-
rahan minyak rimpang lengkuas merah (nilai
significant >0,05). Pada masing-masing faktor
suhu dan waktu pengeringan juga tidak
menunjukkan pengaruh nyata (nilai signifi-
cant >0,05).
Sukardi et al. Volume 13, No.1, (2022), Halaman 19-28
24 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
Tabel-6. Rerata total warna L minyak
Perlakuan
Rerata (%)
Suhu 50oC-2 jam
19,17±0,06
Suhu 50oC-4 jam
26,37±0,07
Suhu 50oC-6 jam
23,48±0,02
Suhu 60oC-2 jam
24,76±0,07
Suhu 60oC-4 jam
29,07±0,07
Suhu 60oC-6 jam
24,81±0,03
Suhu 70oC-2 jam
20,51±0,07
Suhu 70oC-4 jam
23,76±0,06
Suhu 70oC-6 jam
24,25±0,03
Tabel-6 terlihat, warna L terendah per-
lakuan pengeringan suhu 50ºC dan waktu 2
jam (19,17), sedangkan tertinggi perlakuan
suhu pengeringan 60ºC dan waktu 4 jam
(29,07). Data menunjukkan bahwa suhu pe-
ngeringan mempengaruhi kecerahan minyak
atsiri rimpang lengkuas merah. Pada suhu
60ºC warna minyak semakin cerah disebab-
kan kandungan air pada minyak berkurang
dan menjadikan minyak lebih jernih.
Penelitian Omarta et al. (2016), memberikan
hasil yang berbeda dengan penelitian ini. Pe-
ngeringan suhu tinggi menyebabkan banyak
klorofil yang keluar dan memberi warna pada
minyak semakin gelap karena terjadi polime-
risasi thermal yang disebabkan oleh suhu.
Warna a* (kemerahan)
Hasil warna a* pada minyak atsiri rim-
pang lengkuas merah berkisar -1,91 hingga
+0,30. Hasil analisis ragam (ANOVA)
menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata
pada interaksi antara suhu dan waktu pen-
geringan (nilai significant >0,05). Pada mas-
ing-masing faktor suhu pengeringan dan
waktu pengeringan juga tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata (nilai significant >0,05),
sehingga pada analisa warna a* tidak dilanjut-
kan uji lanjut DMRT. Rerata total warna a*
minyak atsiri rimpang lengkuas disajikan da-
lam Tabel-7.
Tabel-7. Rerata warna a* minyak
Perlakuan
Rerata (%)
Suhu 50oC-2 jam
0,30±0,7
Suhu 50oC-4 jam
-1,85±0,1
Suhu 50oC-6 jam
-1,09±0,7
Suhu 60oC-2 jam
-0,47±0,7
Suhu 60oC-4 jam
-1,95±0,3
Suhu 60oC-6 jam
-1,53±0,8
Suhu 70oC-2 jam
-0,49±0,8
Suhu 70oC-4 jam
-0,09±0,3
Suhu 70oC-6 jam
-1,61±0,5
Pada Tabel-7 warna a* yang dihasilkan
ada yang negative (berwarna kehijauan) dan
juga ada yang positif (berwarna kemerahan).
Menurut Aryani (2020) warna minyak atsiri
dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang
diekstrak serta metode penyulingan. Bahan
baku yang digunakan adalah rimpang
lengkuas merah sehingga selain warna min-
yak atsiri kekuningan, juga mengarah pada
warna kemerahan. Warna a* terendah pada
perlakuan pengeringan suhu 60ºC dan waktu
4 jam (-1,95 warna kehijauan). Warna a*
tertinggi perlakuan suhu pengeringan 50ºC
dan waktu selama 2 jam dengan nilai (0,30
warna kemerahan). Pengeringan mampu
merubah warna minyak atsiri rimpang
lengkuas. Pada suhu 50ºC polimerasi warna
yang terjadi masih kecil sehingga bisa diper-
tahankan warna minyak atsiri dan selaras
dengan warna bahan. Pada suhu 60ºC atau
lebih, terjadi perubahan warna menuju kehi-
jauan diduga karena adanya polimerasi yang
menjadikan perubahan warna. Selaras dengan
pendapat Aryani et al. (2008) suhu tinggi me-
nyebabkan terjadinya oksidasi dan penguapan
yang dapat merubah wana minyak atsiri men-
jadi hijau, cokelat, dan biru.
Warna b* (kekuningan)
Warna b* minyak atsiri rimpang
lengkuas merah nilai berkisar antara 0,23
hingga 4,08. Hasil analisis ragam (ANOVA)
menunjukkan tidak ada interaksi antara suhu
pengeringan dengan lama waktu pengeringan
(nilai significant >0,05). Pada masing-masing
faktor suhu pengeringan dan lama waktu pe-
ngeringan juga tidak menunjukkan pengaruh
yang nyata (nilai significant >0,05), sehingga
warna b* tidak dilanjutkan pada uji lanjut
DMRT. Rerata total nilai warna b* minyak
Sukardi et al. Volume 13, No.1, (2022), Halaman 19-28
25 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
atsiri rimpang lengkuas merah dapat dilihat
pada Tabel-8.
Tabel-8. Rerata warna b* minyak
Perlakuan
Rerata (%)
Suhu 50oC-2 jam
3,15±0,8
Suhu 50oC-4 jam
0,23±0,6
Suhu 50oC-6 jam
1,48±0,7
Suhu 60oC-2 jam
0,55±0,8
Suhu 60oC-4 jam
0,29±0,6
Suhu 60oC-6 jam
2,38±0,8
Suhu 70oC-2 jam
4,08±0,8
Suhu 70oC-4 jam
1,80±0,4
Suhu 70oC-6 jam
2,02±0,4
Nilai b* positif (+) menunjukkan warna
kekuningan dan nilai b* negatif (-) menunjuk-
kan warna kebiruan. Warna b* positif (+)
tertinggi didapatkan pada perlakuan suhu pen-
geringan 70ºC dan waktu pengeringan 2 jam
yaitu 4,08. Nilai terendah warna b* positif (+)
pada perlakuan suhu pengeringan 50ºC dan
waktu pengeringan 2 jam. Nilai setiap perla-
kuan adalah positif (kekuningan), artinya pe-
ngeringan pada bahan tidak berpengaruh pada
warna b*. Hal tersebut disebabkan minyak
atsiri lengkuas merah mengandung senyawa
Ethyl cinnamate yang menghasilkan warna
kuning (Setyawan, 2012). Pada penelitian ini
warna b* yang dihasilkan pada setiap perla-
kuan adalah kuning-bening. Sesuai dengan
pernyataan Rialita et al. (2015), minyak atsiri
rimpang lengkuas merah berwarna kuning-
bening.
Perlakuan terbaik
Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan
dengan perhitungan metode multiple attribute
(Zeleny, 1982). Parameter yang dilihat adalah
rendemen, indeks bias, berat jenis dan warna
(L, a*, b*). Berdasarkan perhitungan didapat-
kan bahwa perlakuan terbaik adalah suhu pe-
ngeringan 70ºC dan waktu pengeringan 6 jam
(Tabel 9).
Tabel 9. Hasil Terbaik
Parameter
Nilai
Rendemen (%)
0,072±0,05
Indeks Bias(%)
1,493±0,05
Berat Jenis (g/ml)
0,895±0,02
Kecerahan (L*)
24,25±0,03
Warna a*
-1,61±0,05
Warna b*
2,020±0,4
Komponen kimia
Perlakuan kontrol
Analisa komponen kimia minyak rim-
pang lengkuas menggunakan GC-MS. Min-
yak atsiri rimpang lengkuas merah tanpa per-
lakuan pengeringan terdapat 37 komponen
kimia. Dari 37 komponen terdapat 6 kompo-
nen kimia utama yang memiliki nilai persen-
tase area tertinggi yaitu: 1,8-Cineole=
27,347%, (Z)-beta-Farnesene= 11,641%, 2-
Beta-Pinene= 8,700%, Phenol, 4-(2-pro-
penyl)- acetate (CAS)= 6,369%, 3-Cyclo-
hexen-1-ol, 4-methyl-1-(1-methylethyl)-
(CAS)= 4,305%, dan cis-Ocimene= 4,009%.
Perlakuan terbaik
Perlakuan terbaik dengan perlakuan
pengeringan suhu 70oC, waktu 6 jam, terdapat
31 komponen kimia. Dari 31 komponen ter-
dapat 6 komponen kimia utama yang memiliki
nilai persentase area tertinggi yaitu: 1,8-Cine-
ole = 24,595%;
Bicyclo(3.1.1)-Heptane-6,6-Dimethyl-2-
Methylene-(1S)= 11.672%; (Z)-beta-Farne-
sene= 6.811%; Alpha-Pinene= 6.328%; Phe-
nol, 4-(2-propenyl)-acetate (CAS)= 6.803%;
3-Cyclohexen-1-ol, 4-methyl-1-(1-meth-
ylethyl)-(CAS)= 4.984%.
Perbandingan karakteristik perlakuan
kontrol dan terbaik
Perbandingan perlakuan terbaik dengan
perlakuan kontrol dilakukan agar dapat
mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan
suhu dan lama waktu pengeringan terhadap
parameter yang telah diuji. Perbandingan
komponen kimia utama pada minyak atsiri
rimpang lengkuas merah perlakuan kontrol
dan perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 10.
Sukardi et al. Volume 13, No.1, (2022), Halaman 19-28
26 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
Tabel 10. Perbandingan karakteristik perlakuan kontrol dengan perlakuan terbaik
No
Parameter
Kontrol
Perlakuan terbaik
Selisih
1
Rendemen
0,076±0,06
0,072±0,05
0,004
2
Indeks Bias
1,477±0,07
1,493±0,05
0,0155
3
Berat Jenis
0,895±0,03
0,895±0,02
0,0007
4
Warna L
23,365±0,05
24,25±0,03
0,885
5
Warna a*
-0,995±0,04
-1,61±0,05
0,615
6
Warna b*
3,780±0,06
2,020±0,4
1,76
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa
rendemen, berat jenis, warna a* dan warna b*
terbaik yaitu pada perlakuan kontrol. Pada
perlakuan kontrol rendemen, indeks bias, be-
rat jenis, warna L, warna a*, dan warna b*
berturut-turut sebesar 0.076%; 1,49773;
0,8952 (g/ml); 23,365; -0,995; dan 3,78. Hal
ini dikarenakan pada perlakuan pengeringan
dengan suhu 70ºC dan waktu 6 jam, diduga
terjadi penguapan pada minyak atsiri sehingga
didapat rendemen yang lebih kecil.
Menurut Farida (2020) indeks bias
digunakan untuk melihat kemurnian minyak
atsiri, semakin tinggi nilai indeks bias pada
minyak atsiri semakin baik kualitasnya. In-
deks bias tersebut juga ditentukan oleh kan-
dungan air, jika minyak memiliki kandungan
air maka indeks bias akan bernilai rendah.
Pada perlakuan pengeringan mampu mengu-
rangi kandungan air pada bahan, sehingga saat
penyulingan minyak terpisah dengan lebih op-
timal dan mampu meningkatkan indeks bias
minyak atsiri rimpang lengkuas merah.
Berat jenis menentukan berat molekul
suatu senyawa yang ada didalamnya sehingga
semakin besar berat molekul suatu senyawa,
meningkat pula berat jenis (Ravindran et al.,
2004).
Pengujian warna (L, a*, dan b*) menya-
takan nilai yang lebih tinggi juga pada perla-
kuan kontrol. Hal tersebut diduga terjadinya
oksidasi pada saat pengeringan yang dapat
merubah warna. Hal ini sesuai pendapat
Ariyani et al. (2008) bahwa pada penyim-
panan yang lama dan terkena panas minyak
atsiri dapat teroksidasi. Sehingga dapat meru-
bah warna pada minyak atsiri menjadi lebih
gelap.
Tabel 11. Perbandingan komponen kimia
No
Komponen Kimia
Area (%)
Kontrol
Terbaik
1.
1,8-Cineole
27,347%
24,595%
2.
Bicyclo[3.1.1]Heptane, 6,6-Dimethyl-2-Methylene-(1s)
1,712%
11,672%
3.
2-Beta-Pinene
8,700%
-
4.
(Z)-beta-Farnesene
11,641%
6,811%
5.
Phenol, 4-(2-propenyl)- acetate (CAS)
6,396%
6,803%
6.
3-Cyclohexen-1-ol, 4-methyl-1-(1-methylethyl)- (CAS)
4,035%
4,984%
7.
Cis-Ocimene
4,009%
-
8.
Alpha-Pinene,
-
6,328%
Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa
kandungan minyak atsiri rimpang lengkuas
merah tertinggi adalah 1,8-Cineole. Perlakuan
tanpa pengeringan memiliki nilai area lebih
tinggi yakni 27,347% dibandingkan dengan
perlakuan terbaik yakni 24,595%. Hal terse-
but diduga pada saat pengeringan terjadi pe-
nguapan sehingga komponen 1.8-Cineole
berkurang. Senyawa berikut yaitu Bicyclo-
[3.1.1]-Heptane, 6,6-dimethyl-2-Methylene-
(1s) perlakuan terbaik lebih tinggi dengan area
11,672%, sedangkan perlakuan kontrol hanya
1,712%. Senyawa (Z)-beta-Farnesene nilai
area perlakuan kontrol lebih tinggi yakni
11,641%, sedangkan pada perlakuan terbaik
hanya 6,81%. Senyawa Phenol, 4-(2-
Sukardi et al. Volume 13, No.1, (2022), Halaman 19-28
27 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
propenyl)-acetate (CAS) pada perlakuan ter-
baik memiliki nilai area lebih besar yakni
6,803%, sedangkan perlakuan kontrol adalah
6,396%. Selajutnya senyawa 3-Cyclohexen-
1-ol,4-methyl-1-methylethyl perlakuan ter-
baik lebih tinggi yakni 4,984%, sedangkan
perlakuan kontrol nilai area 4,035%. Senyawa
lain yang berbeda yaitu cis-Ocimene dengan
nilai area 4,009% pada perlakuan control dan
terbaik tidak ada. Sebaliknya perlakuan ter-
baik terdapat senyawa Alpha-Pinene 6,328%,
sedangkan pada perlakuan kontrol tidak ada.
Selama pengeringan rupanya terjadi peru-
bahan komposisi kimia minyak atsiri.
KESIMPULAN
Perlakuan terbaik terdapat pada perla-
kuan tanpa pengeringan sebelum dilakukan
destilasi, dengan parameter yang diuji yang
didapatkan rendemen (0,076%), indeks bias
(1,4773%), berat jenis (0,8952 g/ml), warna L
(23,365), warna a* negative (-0.995), dan
warna b* positif (+) kekuningan (3,78). Hasil
pengujian GC-MS terdapat 37 komponen
kimia yang terdeteksi dimana didapatkan 6
komponen utama dengan nilai area tertinggi
1,8-Cineole (27,347%); (Z)-beta-Farnesene
(11,641%), 2-Beta-Pinene (8,700%),
Phenol, 4-(2-propenyl)-acetate (6,369%), 3-
Cyclohexen-ol, 4-methyl-1-(1-methylethyl)
(4,305%), dan cis-Ocimene (4,009%).
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. (1998). Official method of analysis
(15th Edition). Association of Official
Analytical Chemists, Washington DC.
Ariyani, F., Setiawan, L. E., & Soetaredjo F.
E. (2012). Ekstraksi minyak atsiri dari
tanaman sereh dengan menggunakan
pelarut metanol, aseton, dan N-
Heksana. Jurnal Widya Teknik 7(2),
124-133.
Ardianto, A. A., & Humaida, S. (2020).
Pengaruh cara pengeringan nilam
(Pogostemon cablin Benth.) pada
penyulingan terhadap hasil minyak
nilam. Journal of Applied Agricultural
Science, 4(1), 34-44
Bermawie, N., Purwiyati, S., Melati, &
Meilawati, N. L. W. (2012). Karakter
morfologi, hasil, dan mutu enam
genotip lengkuas pada tiga agroekologi.
Bul. Littro. 23(2), 125-135.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
(2000). Parameter standar umum
ekstrak tumbuhan obat. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Dharma, M. A., Nociantri, K. A., & Yusasrini
N. L. (2020). Pengaruh metode
pengeringan simplisia terhadap
kapasitas antioksidan wedang uwuh.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 9(1),
88-95.
Khabibi, J. (2011). Pengaruh penyimpanan
daun dan volume air penyulingan
terhadap rendemen dan mutu minyak
kayu putih [Tugas Akhir]. Departemen
Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB.
Bogor
Khasanah ,L.U., Utami, R., & Aji, Y. M.
(2015). Pengaruh perlakuan
pendahuluan terhadap karakteristik
mutu minyak atsiri daun jeruk purut
(Citrus hystrix DC). Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan 4(2), 48-55.
Nuraeni. C., & Yunilawati. R., (2012).
Identifikasi komponen kimia minyak
atsiri temugiring (Curcuma heyneana
Val. & V. Zijp) dan temukunci
(Kaempheria pandurata Roxb.) hasil
distilasi air-uap. J. Kimia Kemasan,
34(1), 187-191.
Omarta, J. A., & Silalahi, I. H. (2016).
Karakterisasi komponen destilat minyak
sereh wangi (cymbopogon nardus L.
Rendle) dari Kecamatan Kualabehe-
Kabupaten Landak. Indo. J. Pure App.
Chem. 3(3), 33-43.
Pavia, D.L., G. M. Lampman; Kritz, G. S. &
Engel, R. G.. (2006). Introduction to
organic laboratory techniques.
Thomson Brooks Publishing. New
York.
Pratiwi, L., Rachman, M. S., & Hidayati, N.
(2016). Ektraksi minyak atsiri dari
bunga cengkeh dengan pelarut etanol
dan N-Heksana [Tugas Akhir].
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sukardi et al. Volume 13, No.1, (2022), Halaman 19-28
28 DOI: https://doi.org/10.35891/tp.v13i1.2741
Ravindran, P. N., Pillai, G. S., Balachandran,
I., & Divakaran, M. (2012). Galangal
Handbook of Herbs and spices. India:
Woodhead Publising Limited (303-318)
Rialita, T., Rahayu, W. P, Nuraida, L., &
Nurtama. B. (2015). Aktivitas
antimikroba minyak esensial jahe merah
(Zingiber officinale var. Rubrum) dan
lengkuas merah (Alpinia purpurata
K.Schum) terhadap bakteri patogen dan
perusak pangan. Agritech, 35(1), 43-52.
Risdianti, D., Muradi, & Putra, G. M. D.
(2016). Kajian pengeringan jahe
(Zingiber Officinale Rosc) berdasarkan
perubahan geometrik dan warna
menggunakan metode Image Analysis.
Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan
Biosistem, 4(2), 275-284.
Sanjaya, I. G. M., Ismono, I., Taufikurohmah,
T., & Wardana, A. P. (2018,
September). Phytochemical Properties
of Skin Care Cream Containing
Essential Oil of Galangal. In Seminar
Nasional Kimia-National Seminar on
Chemistry (SNK 2018) (pp. 79-85).
Atlantis Press.
Setyawan, E. (2012). Optimasi Yield Etil-P-
metoksi sinamat pada ekstraksi
oleoresin kencur (Kaempferia galanga)
menggunakan pelarut etanol. Jurnal
Bahan Alam Terbarukan, 1(2), 31-38.
Sujono, H., Budiman, S. Fudiesta, Y.,
Sahroni, A., Jasmansyah, & Khumaisah,
L. L. (2019). Antifungal activity of red
galangal oil (Alpinia purpurata K.
Schum) against malassezia furfur.
Journal of Kartika Kimia, 2(2), 86-91.
Winangsih, P. E., & Parman S. (2013).
Pengaruh metode pengeringan terhadap
kualitas simplisia lempuyang wangi
(Zingiber aromaticum, L.). Buletin
Anatomi dan Fisiologi, 21(1), 19-25
Yuwono, S. S., & Susanto, T. (1998).
Pengujian fisik pangan. Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas
Brawijaya, Malang.
Yulia, E., Tarkus, S., Fitri W., & Rangga I. P.,
(2015). Uji keefektifan antijamur
ekstrak air rimpang lengkuas (Alpinia
galanga [L] Willd.) sebagai perlakuan
pratanam untuk mengendalikan
Colletotrichum spp. pada kedelai
(Glycine max L.). Jurnal Agrikultura,
26(2), 104-110
Zeleny, M. (1982). Multiple Criteria Decision
Making. Mc Graw Hill Book Company,
New York.
... The boiling process is also related to the volatile nature of essential oils due to their low vapor point. In addition, the arrangement of its component compounds strongly affects human nerves (especially in the nose) so that it often has a certain psychological effect (Nambiar & Matela, 2016;Sukardi et al., 2021;Szczepankiewicz, 2021) 4. ...
... With the basic ingredients of leaves, essential oils are obtained more with prolonged heating compared to logs (e.g. cinnamon sticks) (Nambiar & Matela, 2016;Sari et al., 2021;Sukardi et al., 2021;Yamaguchi & Atsuta, 2013) This gradual evaporation is considered by the community so that the ingredients can be absorbed by the body slowly into the skin and so that the bride feels relaxed and comfortable during be Batimung (Noortyani et al., 2023;Susanto et al., 2024) High temperature will cause disturbances in the body's metabolism and also have a negative impact on the skin. It carries great energy so that the vapor pressure of the material will also exert great pressure resulting in particle friction on the skin. ...
... The process of boiling many times will certainly be the potential for more ingredients to be produced (Sari et al., 2021;Sukardi et al., 2021). The content of essential oils includes Citral α, Citral β, Nerol Geraniol, Citronellal, Terpinolene, Geranyl acetate, Myrecene and Terpinol Methylheptenone) flavonoids and phenolid compounds, which contain luteolin, isoorientin 2'-O-rhamnose, quercetin, kaempferol and apigferinin (Nambiar & Matela, 2016). ...
Article
Full-text available
The integration of culture into science education serves as a bridge of knowledge, ensuring that students develop a comprehensive understanding of the scientific and social context and possess literacy as potential educators. The research objectives are to determine the following: 1) the topics that students are most interested in discussing in the context of "diversity," 2) the perspective of students on cultural integration in science learning, and 3) the interdependence of the context of science and the Batimung culture that is characteristic of South Kalimantan. The research methodology relies on a mixed-method with convergent model. Students in the 2020-2023 class of chemistry education comprised the sample. The data collection techniques comprise interviews, questionnaires, and literature reviews. According to the results, the scientific and social contexts are interconnected. The quantitative technique employed is a questionnaire that encompasses diversity aspects comprising a variety of topics. The results indicate that 1) the most desired subject matter for discussion is "the impact of the environment on an individual," with a 59% response rate; 2) cultural integration in science education is a critical endeavour; and 3) the Batimung culture demonstrates that the context of science and social (culture) are not only related but also mutually influential. The conclusion is that the context of science and social, particularly cultural aspects can be the most recent presentation in the teaching and profound interpretation of science through a cultural lens.
... Perlakuan matahari terbuka dengan 2 lapis kain penutup tidak menunjukkan hasil yang optimal dikarenakan kadar air yang tinggi menyulitkan proses ekstraski sehingga dibutuhkan penurunan kadar air sampai pada tingkat tertentu. Menurut Sukardi et al., (2021) Pengeringan tanpa kain penutup menurunkan volume dan rendemen minyak atsiri jahe merah (Tabel 1). Paparan cahaya matahari secara langsung dapat meningkatkan suhu pengeringan dan menguapkan senyawa volatile jahe yang mudah menguap. ...
... Perlakuan matahari terbuka dengan 2 lapis kain penutup tidak menunjukkan hasil yang optimal dikarenakan kadar air yang tinggi menyulitkan proses ekstraski sehingga dibutuhkan penurunan kadar air sampai pada tingkat tertentu. Menurut Sukardi et al., (2021) bahan dengan kadar air yang rendah mampu mempermudah proses ekstraksi dengan destilasi dikarenakan air yang menguap akan mengkerutkan jaringan dan merusak sel-sel minyak sehingga memudahkan proses pengangkatan minyak saat destilasi. ...
Article
Full-text available
Kualitas jahe merah ditentukan oleh kandungan minyak atsiri yang mudah menguap. Kombinasi cabinet solar dryer (CSD) sebagai alat pengering yang dikombinasikan dengan kain penutup dapat mempengaruhi rendemen minyak atsiri. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kombinasi metode pengeringan dengan penambahan kain penutup terhadap rendemen minyak atsiri jahe merah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 3 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah pengeringan dengan cabinet solar dryer dan metode terbuka tanpa alat. Faktor kedua adalah tanpa kain, 1 lapis kain dan 2 lapis kain penutup. Parameter yang diamati adalah volume minyak atsiri, rendemen minyak atsiri, kadar air, susut bobot, suhu pengeringan, kelembaban udara, dan morfologi jahe. Metode yang digunakan adalah pengeringan rimpang jahe, yang telah diiris dengan ketebalan 5 mm. Rendemen minyak atsiri dianalisis dengan metode destilasi uap dan air. Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi antara metode pengeringan dan kain penutup terhadap rendemen minyak atsiri. Rendemen tertinggi (0,98%) diperoleh dengan metode pengeringan matahari langsung dengan 1 lapis kain penutup. Kadar air terendah dan susut bobot tertinggi terdapat pada perlakuan matahari langsung tanpa kain penutup sebesar 13,04% dan 79,93%. Perlakuan optimal dalam meningkatkan volume dan rendemen minyak atsiri diperoleh pada metode pengeringan matahari terbuka dengan 1 lapis kain penutup. Metode pengeringan dengan alat CSD tanpa kain penutup menghasilkan minyak atsiri yang tinggi sebesar 0,6%. The quality of red ginger is determined by its volatile essential oil content. A cabinet solar dryer (CSD) combined with a cloth cover can affect the yield of ginger essential oil. This study aims the effect of the drying method combined with cover cloth on the yield of red ginger essential oil. This study used a completely randomized design (CRD) factorial pattern 2 x 3 with 3 repetitions. The parameters observed were essential oil volume and yield, water content, weight loss, drying temperature, drying humidity, and ginger morphology. The method used was dried rhizome chopped with a thickness of 5 mm. The essential oils were analyzed by steam and water distillation. The results showed that there was an interaction between the two treatments for essential oil yields. The highest essential oil yield (0.98%) was obtained from direct sunlight with 1 layer of cloth. The lowest water content and highest weight loss were found in direct sun without covering cloth at 13.04% and 79.93%. Optimal treatment in increasing oil volume and essential oil yield was obtained by drying in the open sun with 1 layer of cloth cover. Drying with a CSD without a cover cloth produces a high essential oil.
... Hasil penelitian ini sejalan pendapat, peningkatan suhu dan durasi proses pengeringan mengurangi kadar air dalam bahan serta pori-pori sel jaringan minyak atsiri yang terlindungi oleh air terbuka. Dampaknya, proses pengeringan dan penyulingan menjadi lebih efisien karena minyak atsiri lebih mudah menguap [20]. ...
Article
Full-text available
Serai wangi adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri dengan komponen utama cironellal. Untuk memperoleh minyak atsirinya dilakukan pada umumnya dengan destilasi uap dan air. Pada penelitian ini di distilasi juga menggunakan metode uap dan air, yang sebelumnya diberikan perlakuan pendahuluan yaitu pemaparan daun serai wangi menggunakan microwave dengan variasi waktu : P0 (tanpa pemaparan), P1(2 menit), P2 (4 menit), P3 (6 menit), P4 (8 menit), P5 (10 menit). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lamanya waktu pemaparan serai wangi menggunakan microwave terhadap rendemen yang dihasilkan dan mengetahui kandungan senyawa di dalam minyak serai wangi. Parameter pengamatan adalah kadar air dan kadar minyak pada bahan baku serai wangi, rendemen, warna, bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol 80%, dan analisis GC-MS pada minyak serai wangi. Analisis data dilakukan dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan New Analysis Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. Hasil penelitian didapatkan bahwa perlakuan pendahuluan pemaparan serai wangi menggunakan microwave berpengaruh signifikan terhadap rendemen hasil distilasi. Karakteristik minyak serai wangi pada pemaparan 10 menit menghasilkan rendemen sebanyak 1,43%; warna kuning pucat; bobot jenis 0,892 gr/ml; indeks bias 1,473; kelarutan dalam etanol 80% 1:2 jernih; kadar citronellal 17,28% dan kadar geraniol 20,39%.
... The steam-hydro distillation method is used to extract SSEO at different harvest times. This method offers several advantages over other techniques, including lower cost, shorter distillation time, higher yield, and better quality of the resulting essential oil [8]. However, further research is needed to compare the efficiency and effectiveness of steam-hydro distillation with other extraction methods for SSEO. ...
Article
The sapu-sapu plant (Baeckea frutescens L.) is widespread in the Bangka Belitung Islands Province, thriving in sandy areas such as beaches and highlands with less fertile soil. This study aimed to determine the optimal harvest time for sapu-sapu leaves to obtain essential oils' highest yield and most desirable characteristics. The research focused on the duck-type sapu-sapu leaves, using five variations of harvest time (coded as A1, A2, A3, A4, and A5, representing leaves harvested at 1, 2, 3, 4, and 5 months of growth, respectively). Essential oil extraction was performed using the steam distillation method. The resulting oils were then analyzed using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) to determine their chemical composition. The results showed that sample A1 (1-month growth) produced the highest essential oil yield at 0.74% (w/w). This sample also exhibited the most optimal essential oil characteristics: clear yellow color, characteristic sapu-sapu odor, warm bitter taste, solubility in 96% ethanol at 1:13, specific gravity of 0.8863 g/mL, optical rotation of (+) 10.28°, and refractive index of 1.474. GC-MS analysis revealed that the main compounds in the A1 sample were α-pinene (43.84%), β-pinene (13.56%), and 1,8-cineol (24.26%). The study concluded that while the variation in harvest time of sapu-sapu leaves did not significantly affect the yield, characteristics, or composition of the essential oils, there were slight differences in yield and color. Sample A1, representing the youngest leaves, produced the most optimal results.
... Steam Distillation 500 grams of fresh C. odorata flowers that have been prepared are placed on a filter in a distillation tank filled with water on the filter rack that has been boiled. Essential oils using the steam distillation method are more optimal when done for 6 hours (Setyawan et al., 2022). The distillation process is carried out once. ...
Article
Full-text available
Essential oils are made from the natural extracts of many different kinds of plants. Indonesia has a lot ofpotential for making essential oils that could make it the leader in the essential oil market around the world.One of them is the essential oil from the Cananga odorata flower, which is used a lot in the pharmaceutical industry and others. The aim of this research was to compare methods of extracting essential oils from C.odorata leaves that can produce oils of good quality and that meet standards. In this study, steam distillation and enfleuration methods were used to extract the essential oil from the flower. Essential oil extracted with steam distillation had a yield value of 1.87%. Its characteristics were that it was light yellow in color, had a distinct fragrance, had a refractive index of 1.480, and had a specific gravity of 0.908 g/mL. The yield of essential oil from enfleurage was 2.87%, and it was dark yellow with a distinct fragrance. It had a refractive index of 1.510 and a specific gravity of 0.9012 g/mL. The GC-MS analysis of the essential oil from the steam distillation found 21 different compounds. The highest of these was -cubebene (19.92%). The GC-MS analysis of the essential oil from enfleuration method found 15 different compounds, with caryophyllene (39.94%) being the highest. Based on the findings, it was concluded that the enfleuration method was more optimal for extracting essential oils from C. odorata.
Article
Full-text available
Tanaman Sereh Wangi (Cymbopogon nardus l. Rendle) merupakan tanaman dari famili Poaceae yang telah lama dikenal sebagai penghasil minyak atsiri. Pemanfaatan minyak atsiri sereh wangi telah banyak diteliti sebagai pestisida nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persen rendemen minyak sereh wangi dan mengetahui pengaruh variasi suhu dan waktu fraksinasi terhadap komposisi senyawa yang terkandung dalam minyak sereh wangi. Minyak sereh wangi yang digunakan berwarna kuning pucat jernih dengan dengan berat jenis 0,8662 gram. Hasil identifikasi GC-MS menunjukkan bahwa minyak sereh wangi sebelum didestilasi mengandung 10 puncak senyawa dengan 3 puncak senyawa mayor berdasarkan area dominan yaitu alpha-pinene 79,07%; beta-ocimene 8,80%; dan sitronelal 6,42 %. Hasil fraksi minyak setelah didestilasi yaitu pada destilat pertama luas area alpha-pinene 90,38%; beta-ocimene 5,42%; dan sitronelal 0,47%. Destilat kedua alpha-pinene 88,11%; beta-ocimene 6,88%; dan sitronelal 0,63%. Destilat ketiga alpha-pinene 84,37%; beta-ocimene 9,40%; dan sitronelal 0,98%
Article
Full-text available
Purpose of this study was to determine change in geometric and color during the drying process using image analysis method. Method used in this study was experimental method. Tools and materials used were ginger, image acquisition box, digital cameras, and computers. Measured parameters included temperature, moisture content, mass of material, geometry and color changes. Results from this study showed that the lowest value of material mass was 1.91 gr of the lowest shelf and 3.21 gr of the upper shelf which directly proportional to the reduction of material moisture content at lowest shelf by 5.66%, due to the heating source placed near the shelf, therefore it will directly heat the material. While the highest value was showed by the highest shelf material of 13.93% moisture content. Actual measurement of surface shrinkage showed declining during 8-hour drying and result from image analysis ranged from 37,548 to 17,201 pixels, 27.77 cm2 to 10.07 cm2by using trapezoidal numerical integration of the highest shelf, and 27.3 cm2 to 10.37 cm2 by using Simpson methods. Based on this study, image analysis can be used to measure ginger color changes from yellowish white to brownish yellow and measure surfaces shrinkage. Keywords: geometric and color, ginger, drying ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan geometrik dan warna menggunakan metode image analysisselama proses pengeringan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimental. Alat dan bahan yang digunakan, yaitu jahe, box pengambilan citra, kamera digital, komputer. Parameter yang diukur antara lain suhu, kadar air, massa bahan, perubahan geometri dan warna. Dari hasil penelitian dengan pengukuran massa bahan rak bawah memiliki nilai terendah yaitu 1,91 gram dan rak atas 3,21 gram berbanding lurus dengan penurunan kadar air rak bawah 5,66%, dikarenakan dekatnya sumber pemanas dengan rak sehingga langsung mengenai bahan dan yang paling tinggi yaitu rak atas 13,93%. Pengukuran penyusutan permukaan menunjukkan penurunan selama 8 jam pengeringan secara aktual dan menggunakan image analysis berkisar dari 37548 sampai 17201 piksel menggunakan metode image analysis, 27,77 cm2 sampai 10,07 cm2 pada rak atas dengan integrasi numerik trapezoidal dan 27,3 cm2 sampai 10,37 cm2 rak atas mengggunakan metode simpson. Berdasarkan penelitian tersebut image analysis ini dapat digunakan untuk mengukur warna jahe yang menghasilkan dari putih kekuningan menjadi kuning kecoklatan dan pengukuran penyusutan permukaan. Kata kunci: geometrik dan warna, jahe, pengeringan
Article
Full-text available
Minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan tanaman nilam disebut minyak nilam. Minyak nilam berperan penting sebagai bahan baku dalam industri pewangi dan kosmetika. Indonesia setiap tahun memasok minyak nilam dari 70% - 90% kebutuhan dunia. Namun petani khawatir terhadap harga minyak nilam yang fluktuatif. Sehingga perlu upaya peningkatan rendemen minyak nilam guna menekan harga pokok produksi agar resiko kerugian dapat diminimalisir. Alternatif meningkatkan rendemen adalah dengan memperbaiki cara pengeringan nilam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan cara pengeringan nilam dan mengetahui perlakuan yang memberikan hasil terbaik terhadap minyak nilam. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan PT. Tarutama Nusantara. Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial. Faktor yang digunakan yaitu perbedaan cara pengeringan dengan 6 taraf yang terdiri dari kering angin selama 9 hari (P0), kering matahari selama 1 jam diikuti kering angin selama 9 hari (P1), kering matahari selama 2 jam diikuti kering angin selama 9 hari (P2), kering matahari selama 3 jam diikuti kering angin selama 9 hari (P3), kering matahari selama 4 jam diikuti kering angin selama 9 hari (P4), kering matahari selama 5 jam diikuti kering angin selama 9 hari (P5) dan 4 ulangan menggunakan penyulingan metode uap dan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berupa perbedaan durasi penjemuran bahan dengan sinar matahari berpengaruh nyata terhadap rendemen bahan dan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air, volume minyak, berat minyak dan rendemen minyak nilam. Minyak nilam berwarna kuning dan kadar patchuoli alkohol semua perlakuan di atas 30% sehingga sesuai dengan SNI. Perlakuan terbaik adalah metode pengeringan kering angina selama 9 hari.
Article
Full-text available
Distilasi uap-air merupakan metode yang murah untuk mendapatkan minyak atsiri temugiring (Curcuma heyneana Val. & v. Zijp) dan temukunci (Kaemferia pandurata Roxb.). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi komponen kimia minyak atsiri temugiring dan temukunci sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh pengguna. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen kimia minyak atsiri temugiring dan temukunci. Minyak atsiri hasil distilasi dianalisa menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometer (GCMS). Hasil analisa menunjukkan bahwa minyak atsiri temugiring mengandung komponen utama acetophenone (18,93%) dan camphor (17,89%), sedangkan minyak atsiri temukunci mengandung komponen utama camphor (32,22%) dan trans-ocimene (26,98%).
Article
Full-text available
The aims of this study was to determine the characteristics, composition and antimicrobial activity of essential oils of local Indonesian red ginger and red galangal against four pathogenic and food spoilage bacteria, which were B.cereus ATCC 10876, E. coli ATCC 25922, S. typhimuriumATCC 14028, and P. aeruginosa ATCC 27853. Analysis of physicochemical characteristics was carried outin accordance with ISO7355:1985. The chemical compositionwas analyzed using aGC-MS. The antimicrobial activity was determined by disc diffusion method and broth microdillution method was used for determine MIC and MBC values. Red ginger essential oil characteristic was brownish yellow, specific gravity 0.883, refractive index 1.480, optical rotation -8.45o, clear soluble (1:1) in 90 % alcohol, 2.06 acid number and 42.45 ester number. Redgalangal essential oil had a characteristic bright yellow color, specific gravity 0.895, refractive index 1.496, optical rotation -9.15o, clear soluble (1:1) in 90 % alcohol, 1.95 acid number and 140.15 ester number. The major component of red ginger essential oils were trimethyl-heptadien-ol, ar-curcumene, camphene, carbaldehyde, -sesquiphellandrene, and nerol; while the major component of red galangal essential oil were 1.8-cineole, chavicol, 9-desoxo-9-xi-hydroxy-3-pentaacetate-3,5,7,8,9,12-Ingol,- caryophyllene and -selinene. The essential oil of red ginger and red galangal hadmoderate antibacterial activity against pathogenic and food spoilage bacteria with the average inhibition zone 7.17-10.33 and 7.25-11.17mm.Red ginger essential oils could inhibit the growth of tested bacteria with MIC values of 2.65-3.97 mg/mL and MBC value of 3.10-5.29 mg/mL, while the red galangal essential oil could inhibit the growth of tested bacteria with MIC values of 1.79-4.03 mg mL and MBC values of 1.79-4.92 mg/mL. Based on the MIC and MBC values,all tested bacteriasensitivity to essential oils of red ginger and galangal red decline in a row B.cereus > E. coli > S. typhimurium> P. aeruginosa. Sensitivity of Gram positive and Gram negative bacteria to both essential oils demonstrate the potential of the oils to be used as a natural preservative in the food industry. Keywords: Antimicrobial, essential oil, red ginger, red galangal ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, komposisi dan aktivitas antimikroba minyak esensial jahe merah dan lengkuas merah lokal Indonesia terhadap empat spesies bakteri patogen dan perusak pangan, yaitu B.cereus ATCC 10876, E.coli ATCC 25922, S. typhimurium ATCC 14028, dan P. aeruginosa ATCC 27853. Analisis karakteristik fisika-kimia dilakukan sesuai standar ISO 7355:1985. Komposisi kimia dianalisis menggunakan alat GC-MS. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram untuk menentukan zona hambat, sertabroth microdillution untuk menentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Karakteristik minyak esensial jahe merah yang dihasilkan yaitu kuning kecoklatan, berat jenis 0,883, indeks bias 1,480, putaran optik -8.45, larut jernih (1:1) dalam alkohol 90%, bilangan asam 2,06, dan bilangan ester 42,45. Minyak esensial lengkuas merah memiliki karakteristik warna kuning terang, berat jenis 0,895, indeks bias 1,496, putaran optik -9.15, larut jernih (1:1) dalam alkohol 90%, bilangan asam 1,95 dan bilangan ester 140,15. Komponen mayor minyak esensial jahe merah terdiri dari trimethyl-heptadien-ol, ar-curcumene, camphene, carbaldehyde, -sesquiphellandrene, dan nerol; sedangkan komponen mayor minyak esensial lengkuas merah terdiri dari 1.8-cineole, chavicol,9-desoxo9-xi-hydroxy-3,5,7,8,9,12-pentaacetat-ingol, -caryophyllenedan -selinene. Minyak esensial jahe merah dan lengkuas merah memiliki aktivitas antibakteri yang bersifat moderat terhadap bakteri patogen dan perusak pangan, dengan kisaran zona hambat rata-rata 7,17-10,33 mm dan 7,25-11,17 mm. Minyak esensial jahe merah dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji pada nilai MIC 2,65-3,97 mg/mL dan nilai MBC 3,10-5,29 mg/mL, sedangkan minyak esensial lengkuas merah dapat menghambat bakteri uji dengan nilai MIC 1,79-4,03 mg/mL dan nilai MBC 1,79-4,92 mg/mL. Berdasarkan nilai MIC dan MBC, sensitivitas bakteri uji terhadap minyak esensial jahe merah dan lengkuas merah menurun berturut-turut dari B. cereus > E. coli > S. typhimurium > P. aeruginosa. Sensitivitas bakteri Gram positif dan Gram negatif terhadap kedua minyak esensial ini menunjukkan potensi minyak esensial jahe merah dan lengkuas merah untuk digunakan sebagai pengawet alami di industri pangan. Kata kunci: Antimikroba, jahe merah, lengkuas merah, minyak esensial
Article
Full-text available
Kencur (Kaempferia galanga L.) banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu), fitofarmaka, industri kosmetika, industri makanan, dan industri insektisida. Minyak atsiri rimpang kencur mengandung etil sinnamat dan metil p-metoksi sinamat (EPMS). Ekstraksi oleoresin kencur dilakukan dengan etanol sebagai pelarut. Optimasi yield EPMS diteliti terhadap perbandingan massa serbuk kering kencur dan etanol dan waktu ekstraksi. Perbandingan kencur : etanol yang digunakan adalah 1 : 2, 1 : 3, dan 1 : 4. Waktu operasi yang digunakan adalah 2 s.d 5 jam. Tahapan proses ekstraksi oleoresin kencur adalah preparasi bahan, ekstraksi, evaporasi dan pemurnian. Oleoresin hasil ekstraksi dianalisis dengan uji GC-MS untuk mengetahui kandungan EPMS dan kandungan minyak atsiri lain dalam oleoresin kencur. Oleoresin hasil ekstraksi berwarna coklat tua dengan yield antara 6-8%. Kandungan EPMS dalam oleoresin bervariasi antara 67,77 hingga 87,57%. Massa oleoresin optimal hasil ekstraksi adalah 6,09 gram pada perbandingan kencur dan etanol 1:4 selama 4 jam. Pendekatan persamaan hasil ekperimen ekstraksi kencur dan etanol menghasilkan titik optimal EPMS pada waktu ekstraksi 3,62 dengan massa EPMS 6,04 gram Lesser galangal (Kaempferia galanga L.) is widely used as a traditional medicine (herbal medicine), fitofarmaka, cosmetics industry, food industry, and insecticide industry. The essential oils in the Lesser galangal contain ethyl sinnamat and methyl p-methoxy cinnamic (EPMS). The oleoresin extraction of Lesser galangal was performed using ethanol as a solvent. Optimization of the EPMS yield was investigated to dry powder mass ratio of Lesser galangal and ethanol as well as the extraction time. The ratio of Lesser galangal : ethanol was  varied from 1: 2, 1: 3 and 1: 4. The chosen operating time were 2 to 5 hours. The procedure of the oleoresin extraction process of Lesser galangal includes the preparation of materials, extraction, evaporation and purification. The extracted oleoresin was analyzed by GC-MS to determine the content of Ethyl P-methoxycinnamate (EPMS) and other volatile oil content in the oleoresin of Lesser galangal. The extracted oleoresin color was light brown to dark brown with the yield of between 6.31 to 8.3%. The EPMS content of the oleoresin varies between 67.77 to 87.57%. The optimum mass of the extracted oleoresin was 6.09 gram for 1:4 ratio of Lesser galangal : ethanol and 4 hours of the extraction time. The equation approach of the experimental results of Lesser galangal and ethanol produced the EPMS optimum point at the extraction time of 3.62 hours and EPMS mass of 6.04 grams.
Article
Full-text available
Antifungal Effect of Aqueous Extract of Galangal (Alpinia galanga [L] Willd.) Rhizome as Seed Treatment to Control Colletotrichum spp. of Soybean (Glycine max L.) Colletotrichum is one of the most important seed-borne pathogens of soybean which is usually controlled with synthetic fungicide seed treatment. However, it is believed that the use of synthetic fungicide can cause a variety of negative impacts to the environment and human health. Galangal rhizome extract has been widely reported to have antifungal and antibacterial properties. The aim of the study was to investigate the effectiveness of galangal rhizome aqueous extract as antifungal for pre-planting seed treatment to control Colletotrichum spp. in soybean. Laboratory and glasshouse experiments were carried out at the Department of Plant Pests and Diseases, Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran. The method used was an experimental method to test the effectiveness of galangal rhizome aqueous extract against the emergence and spore germination suppression of Colletotrichum spp., and to test the seed viability and plant growth of soybean. Galangal rhizome extract with concentrations of 10%, 30%, 50%, 70%, 90%and 100% as well as a metalaxyl fungicide (0.5 g/l) were applied as a seed treatment. The results showed galangal rhizome aqueous extract at the concentration of 100% reduced the presence of Colletotrichum spp. in seeds up to 100% after the treatment and suppressed the spore germination by 76.20% as well as increased the seed viability and the growth of soybean plants. Keywords: Alpinia galanga, aqueous extract, seed treatment, soybean, Colletotrichum spp.