ArticlePDF Available

Keabsahan Lelang Non Eksekusi Sukarela Secara Online Tanpa Pejabat Lelang

Authors:

Abstract

Auction basically adopts the characteristics of a sale and purchase agreement (1457 BW), where the elements of price and goods are important elements. The difference is that auctions require the presence of an Auction Officer, especially for execution auctions and mandatory non-execution auctions. The auction has special regulations (Lex Specialis) namely Vendu Reglement, Vendu Instructie, and PMK 213/PMK.06/2020 concerning Auction Implementation Guidelines. The implementation of online auctions is carried out through the e-Marketplace Auction Platform where the implementation is usually carried out without an auction officer, for example auctions on eBay. The purpose of this study was to determine the validity of voluntary non-execution auctions conducted online without auction officer and protection for parties who suffered losses due to default. This research is a legal research with a statute approach, conceptual approach, and case approach. The results of the research are the validity of online voluntary non-execution auctions in the absence of an auction officer is valid by adopting the characteristics of a sale and purchase agreement. And for the legal protection, parties can take legal remedies for dispute resolution by choosing a settlement either through courts, arbitration or other alternative dispute resolution (conventionally/ online) in accordance with the provisions of the legislation.Keywords: Online Auction; Default; Auction Officer.AbstrakLelang pada dasarnya mengadopsi karakteristik dari perjanjian jual beli (1457 BW), dimana unsur harga dan barang merupakan unsur penting. Perbedaannya adalah pada lelang mengharuskan kehadiran seorang Pejabat Lelang, terutama untuk lelang eksekusi dan lelang non eksekusi wajib. Lelang memiliki peraturan khusus (Lex Specialis) yaitu Vendu Reglement dan Vendu Instructie sebagai peraturan lelang yang masih berlaku hingga saat ini. Selain itu pelaksanaan lelang juga diatur dalam PMK 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Pelaksanaan lelang secara online dilakukan melalui Platform e-Marketplace Auction dimana pelaksanaannya biasa dilakukan tanpa pejabat lelang, contohnya lelang di eBay. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan lelang non eksekusi sukarela yang dilakukan secara online tanpa pejabat lelang dan bagaimana perlindungan bagi para pihak yang mengalami kerugian akibat wanprestasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil penelitian yang didapatkan adalah keabsahan lelang non eksekusi sukarela secara online tanpa adanya pejabat lelang adalah sah dengan mengadopsi karakteristik perjanjian jual beli. Dan perlindungan bagi para pihak adalah dengan melakukan upaya hukum penyelesaian sengketa dengan memilih penyelesaian baik melalui pengadilan, arbitrase ataupun lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya (secara konvensional/ online dispute resolution) sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Kata Kunci: Lelang Online; Wanprestasi; Pejabat Lelang.
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 155
Keabsahan Lelang Non Eksekusi Sukarela Secara Online Tanpa
Pejabat Lelang
Vina Putri Salim dan Bambang Sugeng Ariadi Subagyono
vinaaputrii44@gmail.com
Universitas Airlangga
Abstract
Auction basically adopts the characteristics of a sale and purchase agreement (1457 BW), where
the elements of price and goods are important elements. The difference is that auctions require the
presence of an Auction Ofcer, especially for execution auctions and mandatory non-execution
auctions. The auction has special regulations (Lex Specialis) namely Vendu Reglement, Vendu
Instructie, and PMK 213/PMK.06/2020 concerning Auction Implementation Guidelines. The
implementation of online auctions is carried out through the e-Marketplace Auction Platform
where the implementation is usually carried out without an auction ofcer, for example auctions on
eBay. The purpose of this study was to determine the validity of voluntary non-execution auctions
conducted online without auction ofcer and protection for parties who suffered losses due to
default. This research is a legal research with a statute approach, conceptual approach, and case
approach. The results of the research are the validity of online voluntary non-execution auctions
in the absence of an auction ofcer is valid by adopting the characteristics of a sale and purchase
agreement. And for the legal protection, parties can take legal remedies for dispute resolution by
choosing a settlement either through courts, arbitration or other alternative dispute resolution
(conventionally/ online) in accordance with the provisions of the legislation.
Keywords: Online Auction; Default; Auction Ofcer.
Abstrak
Lelang pada dasarnya mengadopsi karakteristik dari perjanjian jual beli (1457 BW),
dimana unsur harga dan barang merupakan unsur penting. Perbedaannya adalah pada
lelang mengharuskan kehadiran seorang Pejabat Lelang, terutama untuk lelang eksekusi
dan lelang non eksekusi wajib. Lelang memiliki peraturan khusus (Lex Specialis) yaitu
Vendu Reglement dan Vendu Instructie sebagai peraturan lelang yang masih berlaku
hingga saat ini. Selain itu pelaksanaan lelang juga diatur dalam PMK 213/PMK.06/2020
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Pelaksanaan lelang secara online dilakukan
melalui Platform e-Marketplace Auction dimana pelaksanaannya biasa dilakukan tanpa
pejabat lelang, contohnya lelang di eBay. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keabsahan lelang non eksekusi sukarela yang dilakukan secara online tanpa pejabat
lelang dan bagaimana perlindungan bagi para pihak yang mengalami kerugian akibat
wanprestasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan perundang-
undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil penelitian yang
didapatkan adalah keabsahan lelang non eksekusi sukarela secara online tanpa adanya
pejabat lelang adalah sah dengan mengadopsi karakteristik perjanjian jual beli. Dan
perlindungan bagi para pihak adalah dengan melakukan upaya hukum penyelesaian
sengketa dengan memilih penyelesaian baik melalui pengadilan, arbitrase ataupun
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya (secara konvensional/ online dispute
resolution) sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Kata Kunci: Lelang Online; Wanprestasi; Pejabat Lelang.
Notaire
Article history: Submitted 13 February 2022; Accepted 17 February 2022; Available online 24 February 2022.
e-ISSN: 2655-9404 p-ISSN: 2721-8376
DOI: 10.20473/ntr.v5i1.33641
Vol. 5 No. 1, Februari 2022
Copyright © 2022 Vina Putri Salim dan Bambang Sugeng.
Published in Notaire. Published by Universitas Airlangga, Magister Kenotariatan.
156 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
Pendahuluan
Seiring dengan majunya perkembangan zaman dan teknologi, pelaksanaan
lelang juga ikut berkembang dari cara yang konvensional menjadi berbasis internet
(online). Pelaksanaan lelang secara online menjadikan semuanya menjadi praktis,
efektif dan esien bagi para pihak yang ingin mengikuti lelang.
Pelaksanaan lelang melalui internet (online) secara implisit dapat dilihat
pada ketentuan Pasal 1 angka 12 PMK 213/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, yang menyebutkan bahwa: “Lelang tanpa kehadiran peserta adalah lelang
yang tidak dihadiri secara sik oleh peserta lelang di tempat pelaksanaan lelang
atau dilakukan melalui aplikasi lelang atau Platform e-Marketplace Auction, hal ini
memberikan makna secara bahwa pelaksanaan lelang dapat dilakukan juga melalui
media internet atau secara online”. Penggunaan Platform e-Marketplace Auction
sebagai tempat untuk melaksanaan lelang secara online dinilai praktis, karena
dapat dilakukan dimana saja dan dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat,
serta dapat meningkatkan perkembangan ekonomi. Adapun beberapa contoh
e-Marketplace Auction yang ada di Indonesia antara lain : eBay (https://ebay.blanja.
com) dan E-Auction (www.lelang.go.id).1
Pasal 21 PMK 213/2020 menyebutkan bahwa, “setiap pelaksanaan lelang
harus dilakukan oleh dan/ atau di hadapan Pejabat Lelang, kecuali ditentukan lain
oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah”. Akan tetapi, pada praktiknya,
proses pelelangan secara online seperti di eBay dilakukan tanpa adanya pejabat
lelang. Tugas pejabat lelang dalam pelaksanaan lelang non eksekusi sukarela ialah
mengatur pelaksanaan lelang antara penjual dan pembeli, meskipun dilakukan
secara online, ketentuan mengenai kelengkapan dokumen hingga uang jaminan
lelang yang diberikan guna melindungi kepentingan para pihak, dilaksanakan
oleh pejabat lelang. Pelaksanaan lelang yang dilakukan tanpa adanya pejabat
lelang dapat berpotensi memunculkan peluang wanprestasi dari para peserta
1 Margono Dwi Susilo dan Mirza Prasetya, ‘Lelang dengan Platform e-Marketplace Auction
Perbandingan antara eBay dan e-Auction (lelang.go.id)’ (DJKN, 2019) <https://www.djkn.kemenkeu.
go.id/artikel/baca/12812/Lelang-dengan-Platform-e-Marketplace-Auction-Perbandingan-antara-
eBay-dan-e-Auction-lelanggoid.html> diakses 7 Januari 2021.
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 157
pelaksanaan lelang itu sendiri. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai keabsahan
lelang non eksekusi sukarela yang dilakukan secara online tanpa pejabat lelang
dan bagaimana perlindungan bagi para pihak yang mengalami kerugian akibat
wanprestasi tersebut.
Dengan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini akan membahas
mengenai keabsahan lelang non eksekusi sukarela secara online tanpa pejabat
lelang dan bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak yang mengalami
kerugian akibat wanprestasi yang terjadi akibat lelang non eksekusi sukarela
secara online tanpa pejabat lelang ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang
difokuskan untuk menganalisa suatu permasalahan hukum terhadap norma-
norma atau kaidah-kaidah hukum positif yang berlaku.2 Dan, pendekatan yang
dilakukan adalah dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach),
pendekatan konsep (Conseptual Approach) serta pendekatan kasus (Case Approach).
Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) digunakan untuk
menemukan aturan hukum untuk mengetahui keabsahan lelang non eksekusi
sukarela secara online tanpa pejabat lelang dan perlindugan hukum bagi para pihak
terkait. Pendekatan konseptual (Conceptual Approach) merupakan pendekatan
yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang
dalam ilmu hukum guna menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian,
konsep dan asas hukum yang relevan sebagai sandaran dalam membangun suatu
argumentasi hukum dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi.3 Kemudian,
pendekatan kasus (Case Approach) yaitu pendekatan dengan cara melakukan
telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah
menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.4
2 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat)
(Rajawali Pers 2001).[13-14].
3 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Kencana Prenada Media Group 2016).[135-136].
4 ibid.[134].
158 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
Pada penelitian ini akan dianalisa aturan-aturan hukum yang berkaitan
dengan keabsahan pelaksanaan lelang non eksekusi sukarela secara online dan
perlindungan hukum bagi para pihak yang melaksankannya.
Tinjauan Umum Lelang dan Lelang Online.
Pengertian Lelang berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 PMK 213/2020
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang adalah “penjualan barang yang terbuka
untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan atau lisan yang semakin
meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan
pengumuman lelang”.
M. Yahya Harahap memberikan denisi bahwa lelang merupakan penjualan
dimuka umum yaitu pelelangan dan penjualan barang yang diadakan di muka
umum dengan penawaran harga yang makin meningkat, dengan persetujuan
harga yang makin meningkat atau dengan pendaftaran harga, atau dimana
orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu tentang pelelangan atau
penjualan atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang berlelang
atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau mendaftarkan.5
Penjualan Lelang dikuasai oleh ketentuan-ketentuan dalam Burgerlijk
Wetboek (selanjutnya disingkat “BW”) mengenai jual beli yang diatur dalam
Buku III BW tentang Perikatan. Pasal 1319 BW membedakan perjanjian menjadi
perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat). Adapun
lelang dikatagorikan sebagai perjanjian bernama (nominaat) atau perjanjian khusus
(benoemd) karena mempunyai nama tersendiri yaitu lelang.6
Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual beli,
yaitu adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan
antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban
5 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (Gramedia 1994).[115].
6 Fidiana, “Kompetensi Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dalam
Gugatan Pembatalan Risalah Lelang Studi Kasus Willem Irianto vs Bank Internasional Indonesia dan
Willem Irianto vs Kepala Kantor Lelang Kelas II Kediri” (Tesis Magister Kenotariatan Universitas
Indonesia 2009).[17].
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 159
yang timbul antara pihak penjual dan pembeli. Oleh karenanya, penjualan lelang tidak
boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata,
seperti ditegaskan dalam Pasal 1319 BW.
Vendu Reglement (selanjutnya disingkat “VR”) yang masih berlaku sebagai dasar
hukum lelang, menyatakan:
“Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang
dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun
atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang
yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan
itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga,
menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul
tertutup”.
Pelaksanaan lelang secara online sebagai salah satu cara penjualan melalui media
elektronik/ internet, maka pengaturanya juga merujuk pada Peraturan Pemerintah
Nomor 80 tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (selanjutnya
disingkat “PP PMSE”), dimana Pasal 1 angka 1-nya menyebutkan bahwa : “Perdagangan
adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang dan/atau Jasa di dalam
negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang
dan/atau Jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi”. Berdasarkan hal tersebut,
maka pelaksanaan lelang secara online juga harus tunduk pada PP PMSE ini.
Dalam pelaksanaan lelang, ada 2 cara penawaran secara tertulis tanpa kehadiran
peserta lelang melalui internet, yaitu melalui penawaran terbuka (open bidding) dan
penawaran tertutup (closed bidding). Adapun penyampaian penawaran lelang tanpa
kehadiran peserta berdasarkan Pasal 63 ayat (4) PMK/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang dilakukan melalui:
a. Surat tromol pos;
b. Surat elektronik (e-mail);
c. Aplikasi Lelang dengan penawaran terbuka (open bidding) atau penawaran tertutup
closed bidding); atau
d. Platform e-Marketplace Auction.
Peserta lelang yang melakukan penawaran dengan harga tertinggi atau melampaui
nilai nimit yang telah ditentukan oleh penjual/ pemilik barang itulah yang dinyatakan
sebagai pemenang lelang.
160 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
Adapun penyelenggara lelang menurut Pasal 7 PMK 213/2020 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, terdiri dari :
a. KPKNL; (semua jenis lelang atas permintaan penjual);
b. Balai Lelang (lelang non eksekusi sukarela atas permohonan penjual); dan
c. Kantor Pejabat Lelang Kelas II (lelang non eksekusi sukarela atas permohonan
penjual atau Balai Lelang selaku kuasa dari penjual).
Dalam lelang, ada 5 asas yang menjadi dasar pelaksanaan lelang, antara lain
: asas keterbukaan (transparansi), asas persaingan (competition), asas keadilan, asas
kepastian hukum, asas esiensi, dan asas akuntabilitas.7
Asas keterbukaan menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat
mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesenangan yang sama untuk
mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang. Oleh karena itu
setiap pelaksanaan lelang harus didahului pengumuman lelang.8
Asas persaingan mengandung makna bahwa dalam proses pelaksanaan
lelang setiap peserta atau penawar diberikan kesempatan yang sama untuk
bersaing dalam mengajukan penawaran harga tertinggi atau setidaknya mencapai
dan/ atau melampaui nilai limit dari barang yang akan dilelang dan ditetapkan
oleh penjual atau pemilik barang. Pada dasarnya penawar tertinggi dari barang
yang akan dilelang disahkan oleh pejabat lelang sebagai pembeli lelang.9
Asas keadilan mengandung pengertian bahwa pada saat proses lelang
dilaksanakan harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional
bagi setiap pihak yang berkepentingan. Asas ini untuk mencegah terjadinya
keberpihakan Pejabat Lelang kepada peserta lelang tertentu atau berpihak hanya
pada kepentingan penjual. Khusus pada pelaksanaan lelang eksekusi, penjual
tidak boleh menentukan harga limit secara sewenang-wenang yang berakibat
merugikan pihak tereksekusi.10
Asas kepastian hukum menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan akan
7 H.Sudiarto, Pengantar Hukum Lelang Indonesia (Kencana 2021).[128].
8 ibid.
9 ibid.
10 ibid.
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 161
menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pelaksanaan lelang. Setiap pelaksanaan lelang dengan dibuat risalah lelang
oleh pejabat lelang yang merupakan akta otentik. Risalah lelang oleh pejabat
lelang yang merupakan akta autentik. Risalah lelang digunakan penjual/pemilik
barang, pembeli dan pejabat lelang untuk mempertahankan dan melaksanakan
hak dan kewajibannya.11
Asas esiensi akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat
dan biaya yang relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu
yang telah ditentukan dan pembeli disahkan pada saat itu juga.12
Asas akuntabilitas menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh pejabat
lelang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Pertanggungjawaban pejabat lelang meliputi administrasi lelang dan pengelolaan
uang lelang.13
Keabsahan Pelaksanaan Lelang Non Eksekusi Sukarela Secara Online Tanpa
Pejabat Lelang.
Dalam suatu pelaksanaan lelang, diperlukan seorang Pejabat Lelang yang
berfungsi sebagai pemimpin lelang, yangmana ia memiliki tugas dan tanggung
jawab terhadap pelaksanaan lelang yang ia lakukan. Pejabat Lelang merupakan
salah satu unsur penting dalam pelaksanaan lelang sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 21 PMK 213/2020 juncto Pasal 1a VR, yang menyatakan bahwa : “Setiap
pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/ atau di hadapan Pejabat Lelang,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah”.
Adapun pengecualian terhadap lelang yang dapat dilakukan tanpa pejabat
lelang dapat ditemukan pada Pasal 49 VR, antara lain:
a. Lelang barang gadai;
b. Lelang ikan segar TPI;
c. Lelang kayu kecil dan hasil hutan pemerintah;
11 ibid.[128-129].
12 ibid.[129].
13 ibid.
162 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
d. Lelang hasil tanah dan perkebunan yang ditanam diatas biaya penduduk
Indonesia;
e. Lelang harta peninggalan tentara, Angkatan Laut pemerintah;
f. Lelang senjata api, obat bius dan keperluan perang.
Pasal 1 ayat (3) PMK 213/2020 menyebutkan bahwa yang dimaksud Pejabat
Lelang adalah “orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi
wewenang khusus untuk melaksanakan Lelang”. Dalam PMK tersebut, Pejabat
lelang dibagi menjadi dua yaitu Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas
II. Dalam Lelang Non Eksekusi Sukarela, Pejabat Lelang yang berwenang adalah
Pejabat Lelang Kelas II.
Dalam hal pelaksanaan lelang secara online terdapat gangguan teknis,
maka kedudukan pejabat lelang kelas II adalah sebagai pengatur yang memiliki
kewajiban sesuai Pasal 74 ayat (1) PMK 213/2020, yaitu : “Dalam hal terdapat
Gangguan Teknis dalam pelaksanaan lelang dengan penawaran melalui Aplikasi
Lelang atau Platform e-Marketplace Auction, Pejabat Lelang berwenang mengambil
tindakan:
a. Membatalkan lelang, jika Gangguan Teknis tidak dapat ditanggulangi hingga
jam kerja berakhir pada hari pelaksanaan lelang; atau
b. Melaksanakan lelang setelah Gangguan Teknis dapat ditanggulangi sebelum
jam kerja berakhir pada hari pelaksanaan lelang”.
Secara umum, lelang adalah jual beli yang dilakukan dengan menawarkan
barang secara terbuka untuk umum, oleh karena itu, maka pengaturan
mengenai lelang tidak lepas dari ketentuan jual beli dalam Bab III BW tentang
perikatan, termasuk lelang secara online. Lelang sebagai salah satu bentuk
perjanjian bernama (nominaat) atau perjanjian khusus (benoemd), maka harus
memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
BW. Pasal 1320 BW merupakan instrumen pokok untuk uji keabsahan kontrak
yang dibuat para pihak. Terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk
sahnya suatu kontrak, yaitu:14
14 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial
(Kencana 2010).[157].
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 163
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan.
Dalam suatu pelaksanaan lelang, kehadiran seorang pejabat lelang memiliki
peran penting, salah satunya untuk membuat Risalah Lelang. Pasal 1 angka
32 PMK 213/2020 menyebutkan bahwa Risalah Lelang adalah “berita acara
pelaksanan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta autentik
dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna”.
Suatu pelaksanaan lelang non eksekusi sukarela yang dilakukan secara
online tanpa adanya seorang pejabat lelang, maka otomatis tidak ada risalah
lelangnya. Akan tetapi, karena lelang tersebut dilakukan secara elektronik/ online
tanpa pejabat lelang, maka alat bukti sebagai pengganti risalah lelang adalah
berupa bukti transaksi. Bukti transaksi tersebut otomatis harus dibuat dalam
bentuk elektronik, dimana Pasal 28 PP PMSE menyebutkan bahwa. bukti transaksi
elektronik merupakan alat bukti yang sah dan mengikat para pihak.
Mengacu pada ketentuan Pasal 28 PP PMSE tersebut, Pasal 5 Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disingkat
“UU ITE”) menyebutkan bahwa:
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :
a) Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;
dan;
b) Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat
dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat
akta.
164 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
Selain itu, suatu bukti transaksi PMSE dapat dijadikan sebagai alat bukti lain
dalam hukum acara dan tidak dapat ditolak sebagai alat bukti dala persidangan
hanya karena bentuknya yang elektronik, serta bukti transaksi tersebut dapat
dijadikan sebagai bukti tulisan yang autentik, jika menggunakan tanda tangan
elektronik yang didukung oleh suatu sertikat elektronik yang terpercaya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur pada
Pasal 29 PP PMSE.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan lelang non eksekusi sukarela secara online atau elektronik, bisa saja
dilakukan tanpa kehadiran pejabat lelang, selama syarat-syarat perjanjian tersebut
terpenuhi dan lelang yang dilakukan adalah lelang non eksekusi sukarela, serta
keabsahan suatu informasi/ dokumen elektronik/ bukti transaksi terkait lelang
non eksekusi sukarela secara online yang dilakukan tanpa adanya pejabat lelang,
akan tetap dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat
diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Esensi dari proses lelang adalah barang dan harga, sehingga harga dan barang
merupakan unsur penting dalam proses lelang, termasuk juga untuk lelang non
eksekusi sukarela secara online. Pengertian mengenai Harga Lelang diatur pada
Pasal 1 angka 26 PMK 213/2020, yaitu harga penawaran tertinggi yang diajukan
oleh Peserta Lelang yang telah disahkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat
lelang. Berkaitan dengan harga lelang, maka perlu diketahui juga mengenai nilai
limit dalam pelaksanaan lelang.
Pengertian nilai limit diatur dalam Pasal 1 angka 25 PMK 213/2020, yaitu
nilai minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan penjual. Nilai limit
ini ditetapkan berdasarkan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan oleh
penjual atau pemilik. Akan tetapi, Pasal 47 ayat (3) PMK 213/2020 memberikan
pengecualian, dimana khusus untuk jenis Lelang Non Eksekusi Sukarela atas
barang bergerak milik perorangan atau badan hukum atau badan usaha swasta,
tidak diharuskan adanya Nilai Limit, kecuali ada permintaan dari penjual/
pemilik barang.
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 165
Pada dasarnya dalam lelang non eksekusi sukarela, yang menetapkan nilai
limit adalah pemilik barang lelang, dan bebas dalam penentuannya sebagaimana
ditegaskan pada Pasal 48 ayat (1) huruf c PMK 213/2020, bahwa harga dapat
ditentukan berdasarkan perkiraan sendiri atau ditetapkan oleh Pemilik Barang
berdasarkan hasil penilaian dari penilai. Berdasarkan ketentuan ini maka dapat
disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan lelang non eksekusi sukarela/ lelang
sukarela secara online tidak mengharuskan adanya suatu nilai limit, kecuali
apabila penjual/ pemilik barang menghendakinya, maka dapat dilakukan dengan
perkiraan sendiri (penjual).
Perlindungan Hukum Para Pihak Apabila Terjadi Wanprestasi Lelang Non
Eksekusi Sukarela Secara Online Tanpa Pejabat Lelang.
Lelang sebagaimana telah dibahas sebelumnya, merupakan salah satu
bentuk perjanjian dan diklasikasikan sebagai perjanjian jual beli. Dalam kegiatan
jual beli ataupun lelang secara online/ elektronik, diperlukan adanya kejujuran dan
juga keterbukaan atau yang biasa disebut “iktikad baik”, sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 37 PP PMSE bahwa “Pelaku usaha dalam melakukan penawaran
secara elektronik kepada pihak lain harus dilakukan berdasarkan iktikad baik”.
Pengertian iktikad baik dapat didenisikan sebagai jujur atau kejujuran.15
Hal ini sangat diperlukan mengingat bahwa banyaknya kasus sebagai akibat dari
adanya pihak yang melupakan kewajibannya dari yang telah diperjanjikan di
awal atau biasa kita sebut dengan wanprestasi.16
Wanprestasi merupakan terminologi dalam hukum perdata yang artinya
ingkar janji (tidak menepati janji), yang diatur dalam buku ke III BW. Wanprestasi
harus didasari adanya suatu perjanjian, baik perjanjian tersebut dibuat secara lisan
maupun tertulis, baik dalam bentuk perjanjian di bawah tangan maupun dalam
akta autentik. Seseorang tidak dapat dinyatakan wanprestasi, jika ia tidak terikat
15 Made Ray Adityanata, ‘Upaya Memperoleh Kepastian Hukum Demi Hak Dari Pemenang
Suatu Lelang’ (2020) 8 Jurnal Kertha Semaya Universitas Udayana.[2].
16 ibid.
166 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
dalam suatu hubungan kontraktual.17
Adapun penggolongan wanprestasi dapat berupa:18
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
b. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Wanprestasi dianggap sebagai suatu kegagalan untuk melaksanakan
prestasi/janji yang telah disepakati disebabkan salah satu pihak tidak melaksanakan
kewajiban tanpa alasan yang dapat diterima.19 Tidak terpenuhinya suatu prestasi
dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak yang tidak mendapatkan hak-haknya
yang disebabkan oleh pihak lain tidak memenuhi prestasinya, sehingga pihak
yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi atas perbuatan wanprestasi / ingkar
janji tersebut. Adapun dalam hal debitur melakukan wanprestasi, kreditur dapat
menuntut:20
a. Pemenuhan perjanjian;
b. Pembatalan perjanjian;
c. Ganti rugi;
d. Pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi;
e. Pembatalan perjanjian dengan ganti rugi.
Pasal 1 angka 36 PMK 213/2020 menyebutkan, “Wanprestasi adalah suatu
keadaan saat pembeli tidak melunasi kewajiban pembayaran lelang dalam jangka
waktu yang telah ditentukan”.
Perlindungan hukum sangat berkaitan erat dengan tanggung jawab.
Pertanggungjawaban hukum muncul karna adanya perbuatan hukum yang
menimbulkan suatu akibat hukum. Dalam hukum perdata, perbuatan hukum
pada hakekatnya dikaitkan dengan perjanjian. Perjanjian adalah perbuatan hukum
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum, sehingga
17 Yohanes Sogar Simamora, ‘Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas dalam Kontrak
Pemerintah Indonesia’ Dalam pidato pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, (2008).[10].
18 R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, Hukum Perjanjian (Intermasa 2005).[45].
19 Burhan Sidabariba, Lelang Eksekusi Hak Tanggungan: Meniscayakan Perlindungan Hukum bagi
Para Pihak (Papas Sinar Sinanti 2019).[111].
20 ibid.[19].
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 167
dapat dikatakan perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum.21
Pertanggungjawaban para pihak terkait pelaksanaan lelang secara online
dapat dijabarkan antara lain sebagai berikut:
• Pertanggungjawaban Penyedia Platform e-Marketplace Auction.
Platform e-Marketplace Auction berperan sebagai tempat/ wadah yang
mempertemukan pihak penjual dan pihak pembeli dengan menyediakan
sarana berupa wadah/ platform tersebut. Pihak penyedia platform e-Marketplace
Auction memiliki peran dan tanggung jawab atas kerugian yang dialami baik
oleh pihak penjual ataupun pihak pembeli. Akan tetapi, tidak semua platform
e-Marketplace Auction mau bertanggung jawab atas segala resiko yang terjadi
antara penjual dan pembeli. Dalam praktiknya, bentuk sanksi-sanksi bagi situs
lelang yang wanprestasi pada transaksi lebih banyak berupa sanksi moral,
seperti pemberian respon negatif pada fasilitas umpan balik, pemblokiran
situs/aplikasi secara permanen, dan lain-lain.
Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh pihak penyedia Platform
e-Marketplace Auction sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (3) PMK 213/2020
bahwa harus terdaftar sebagai anggota asosiasi e-commerce Indonesia; dan
menggunakan alamat domain situs web dan aplikasi yang memiliki sertikat
kelaikan sistem elektronik sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban Platform e-Marketplace Auction sebagai penyelenggara
lelang non eksekusi sukarela secara online diatur dalam Pasal 38 UU ITE yang
menentukan bahwa:
(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi
Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak
yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan
21 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum suatu Pengantar (Liberty 1999).[97].
168 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan Pasal 38 UU ITE tersebut, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa dalam hal terjadi kerugian pada saat transaksi tersebut dilakukan pada
Platform e-Marketplace Auction bersangkutan, maka baik pihak penjual/ pemilik
barang maupun pembeli/ pemenang lelang, dapat mengajukan gugatan
kepada penyedia Platform e-Marketplace Auction tersebut, termasuk kerugian
yang disebabkan dari wanprestasi dari pihak penyedia Platform e-Marketplace
Auction, sehingga risiko terkait transaksi lelang antara penjual/ pemilik
barang dengan pembeli/ pemenang lelang yang menimbulkan kerugian
dari wanprestasi tersebut menjadi tanggung jawab dari penyedia Platform
e-Marketplace Auction. Dengan demikian kepastian hukum dan perlindungan
hukum bagi para pihak yang mengadakan transaksi lelang kiranya dapat
terjamin.
Mengenai sanksi bagi pihak penyedia Platform e-Marketplace Auction yang
melakukan wanprestasi dapat dilihat pada ketentuan Pasal 109 Ayat (2) PMK
213/2020 yang menyebutkan bahwa :
(3) Dalam hal jual beli dengan cara Lelang yang dilakukan melalui Aplikasi
Lelang atau Platform e-Marketplace Auction, pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal surat
peringatan tetap tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undang di bidang Lelang, Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat
meminta kepada kementerian yang membawahi bidang komunikasi
dan informatika untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Akan tetapi, berdasakan ketentuan yang diatur dalam PMK 213/2020,
tidak dibahas secara tegas mengenai sanksi bagi penyedia platform e-Marketplace
Auction. Oleh karenanya, kembali melihat pada lelang non eksekusi sukarela
ini dilakukan melalui media elektronik (online) maka, pengaturan mengenai
sanksinya dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 80 ayat (2) PP PMSE
yang mengatur sanksi administratif bagi pihak penyedia platform e-Marketplace
Auction, dapat berupa:
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 169
a. Peringatan tertulis;
b. Dimasukkan dalam daftar prioritas pengawasan;
c. Dimasukkan dalam daftar hitam;
d. Pemblokiran sementara layanan PPMSE dalam negeri dan/ atau
PPMSE luar negeri oleh instansi terkait yang berwenang; dan/atau
e. Pencabutan izin usaha.
• Pertanggungjawaban Penjual/ Pemilik Barang.
Pertanggungjawaban penjual/pemilik barang lelang non eksekusi
sukarela secara online dapat terjadi karena ada kemungkinan wanprestasi,
diantaranya:
1. Tidak mengirim barang;
2. Mengirim barang tetapi tidak tepat waktu;
3. Mengirimkan barang yang kondisinya tidak sesuai dengan yang telah
disepakati;
4. Mengirimkan barang kepada pemenang lelang tepat pada waktunya,
namun barang yang dikirimkan tidak sesuai denga napa yang disepakati,
barang tersebut ternyata memiliki cacat tersembunyi yang tidak
diinformasikan oleh penjual.
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak
pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi
untuk memberikan ganti rugi, oleh karenanya, transaksi elektronik yang
dilakukan oleh para pihak wajib didasari dengan iktikad baik. Hal ini
bertujuan agar pembeli/ pemenang lelang bisa mendapatkan haknya, yaitu
mendapatkan kepastian atas barang yang dimenangkannya dalam pelelangan
tersebut.
Tuntutan yang dapat dilakukan pembeli atas kelalaian penjual adalah,
pembeli dapat menuntut pembatalan transaksi sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 1480 BW, selanjutnya menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1266
BW bahwa: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan
yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”.
Hal ini berkaitan pula dengan Pasal 1267 BW, yaitu bahwa:
170 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa
pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat
dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian
biaya, kerugian dan bunga”.
Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi
pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan. Permintaan ini juga harus
dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban
dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam
persetujuan, maka Hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat,
leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi
jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.22
Terhadap penjual/ pemilik barang yang melakukan wanprestasi, maka
pembeli/ pemenang lelang dapat menuntut berdasarkan Pasal 1496 BW, yaitu:
1) Pembeli dapat menuntut pengembalian uang harga pembelian dari
penjual,
2) Pembeli dapat menuntut pengembalian hasil-hasil yang diperoleh
pembeli dari barang tersebut kepada penjual, apabila barang tersebut
diambil oleh orang lain beserta hasil-hasil yang diperolehnya,
3) Pembeli dapat menuntut pebnggantian biaya-biaya yang telah
dikeluarkannya untuk mengurus sengketa tersebut,
4) Pembeli juga dapat menuntut penggantian biaya, kerugian, dan bunga,
serta biaya perkara mengenai pembelian dan penyerahan dalam perjanjian
jual beli tersebut.
• Pertanggungjawaban Pembeli/Pemenang Barang
Pembeli/ pemenang lelang yang telah melakukan kewajibannya
berupa pembayaran barang dan atau jasa, memiliki hak atas suatu prestasi
dari penjualnya. Akan tetapi, jika pembeli/ pemenang lelang tersebut
tidak melaksanakan kewajibannya atau memenuhi prestasinya kepada
pihak penjual/ pemilik barang, maka ia dapat dikatakan telah melakukan
wanprestasi. Pertanggungjawaban pembeli/pemenang lelang non eksekusi
22 Stefanus Halim, ‘Keabsahan Lelang Barang Milik Swasta Dengan Media Internet Ditinjau
Dari Hukum Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan Peraturan Lelang’ (2015) 4 Calyptra : Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.[34].
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 171
sukarela secara online dapat terjadi karena adanya kemungkinan wanprestasi
yang dilakukannya, antara lain:
1. Tidak membayar sesuai yang disepakati;
2. Membayar tetapi tidak sesuai/ kurang dari yang disepakati;
3. Membayar tetapi jangka waktu tidak sesuai perjanjian/ telat;
4. Tidak membayar biaya kirim/ ongkir (dalam hal pengiriman ditanggung
oleh pembeli/ pemenang lelang).
Pertanggungajwaban pembeli/ pemenang barang lelang non eksekusi
sukarela secara online atas kemungkinan wanprestasi tersebut, didasarkan
pada ketentuan Pasal 24 PMK 213/2020, yang menentukan: “Pembeli dilarang
mengambil atau menguasai barang yang dibelinya sebelum memenuhi
Kewajiban Pembayaran Lelang dan kewajiban lainnya yang sah sesuai
peraturan perundang-undangan”.
Selanjutnya, Pasal 81 PMK 213/2020 menentukan: “Dalam hal Pembeli
tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80, pada hari kerja berikutnya Pejabat Lelang harus membatalkan
pengesahannya sebagai Pembeli dengan membuat pernyataan pembatalan”.
Pasal 78 ayat (1) PMK 213/2020 menyebutkan, dalam hal pembeli
wanprestasi, maka peserta lelang yang mengajukan penawaran peringkat
kedua dapat disahkan sebagai Pembeli; atau jika tidak bersedia, maka peserta
lelang yang mengajukan penawaran peringkat ketiga dapat disahkan sebagai
pembeli. Pembeli peringkat kedua ataupun ketiga tersebut baru akan disahkan
setelah dilakukan pembatalan terhadap pembeli yang wanprestasi. Adapun
pembatalan tersebut dilakukan tanpa mengindahkan ketentuan Pasal 1266
BW dan Pasal 1267 BW.
Pasal 45 ayat (2) PMK 213/2020 mengatur mengenai sanksi yang dapat
diberikan terhadap pembeli/ pemenang lelang yang melakukan tindakan
wanprestasi pada lelang non eksekusi sukarela, yaitu uang jaminan penawaran
lelang menjadi milik pemilik barang seluruhnya sesuai kesepakatan; menjadi
milik pemilik barang dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan, pada jenis
Lelang Noneksekusi Sukarela yang diselenggarakan oleh Balai Lelang bekerja
172 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
sama dengan Pejabat Lelang Kelas II; atau menjadi milik pemilik barang dan/
atau Pejabat Lelang Kelas II sesuai kesepakatan, pada jenis Lelang Noneksekusi
Sukarela yang diselenggarakan oleh Kantor Pejabat Lelang Kelas II.
Selain pembatalan pengesahan sebagai pembeli/ pemenang lelang dan
uang jaminan penawaran lelang yang hangus, PMK 213/2020 menegaskan
bahwa, penjual/ pemilik barang dapat menuntut ganti rugi atas kerugian
yang timbul akibat dari wanprestasi yang dilakukan oleh pembeli/ pemenang
lelang tersebut.
Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Dalam Lelang Non Eksekusi Sukarela
Secara Online Tanpa Pejabat Lelang.
Terkait wanprestasi dan pertanggungjawaban hukum para pihak tersebut,
pada dasarnya dapat terjadi karena adanya suatu hubungan kontraktual/
perjanjian. Apabila terjadi suatu konik/ sengketa antara para pihak maka hal
tersebut harus segera diselesaikan.
Penyelesaian sengketa dalam masyarakat umumnya dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu melalui Litigasi dan/atau Non Litigasi. Litigasi artinya menyelesaikan
sengketa di pengadilan. Sedangkan Non Litigasi atau disebut juga penyelesaian
sengketa diluar pengadilan atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).23
Alternatif penyelesaian sengketa (APS) sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) adalah “lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsilasi, atau penilaian ahli”,
Dalam pelaksanaan lelang secara online, penyelesaian sengketanya dapat
didasarkan pada ketentuan Pasal 72 PP PMSE, yang mengatur bahwa:
(1) Dalam hal terjadi sengketa dalam PMSE, para pihak dapat menyelesaikan
23 Henny Mono, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Mediasi (Bayumedia Publishing 2014).[2].
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 173
sengketa melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa
lainnya.
(2) Penyelesaian sengketa PMSE sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat
diselenggarakan secara elektronik (Online Dispute Resolution) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, Pasal 74 PP PMSE menyebutkan bahwa :
(1) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang
berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari PMSE
internasional yang dibuatnya.
(2) Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional.
(3) Dalam hal para pihak memilih menyelesaikan sengketa PMSE internasional
melalui forum penyelesaian sengketa yang ada di Indonesia, maka lembaga
yang berwenang menyelesaikan sengketa tersebut yaitu:
a. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; atau
b. Lembaga arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Arbitrase adalah perjanjian perdata yang dibuat berdasarkan kesepakatan para
pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka yang diputuskan oleh pihak ketiga yang
disebut arbiter yang ditunjuk secara bersama-sama oleh para pihak yang bersengketa
dan para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter.24
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa penyelesaian sengketa lelang non eksekusi sukarela yang dilakukan
24 Rifqani Nur Fauziah Hanif (KPKNL Manado), “Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa” (DJKN, 2020) <https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/baca-artikel/13628/
Arbitrase-Dan-Alternatif-Penyelesaian-Sengketa.html>.
174 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
secara online, dapat dilakukan melalui pengadilan (litigasi), melalui mekanisme
penyelesaian sengketa lainnya (non-litigasi), ataupun secara elektronik (online
dispute resolution) sebagaimana diatur pada Pasal 72 PP PMSE di atas. Para pihak
dapat memilih penyelesaian sengketa tersebut dilakukan dengan cara forum
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 74 PP PMSE).
Online Dispute Resolution (ODR) merupakan suatu cara penyelesaian yang
dilakukan melalui media internet, dalam arti bahwa proses penyelesaiannya
dilakukan oleh para pihak yang berada dalam wilayah lintaws batas negara
(borderless) tanpa harus bertemu muka (face to face).25 Pada dasarnya, penyelesaian
dengan cara ODR sama seperti penyelesaian sengketa konvensional lainnya,
perbedaannya hanya terletak pada medianya saja, yaitu dengan menggunakan
internet. ODR sendiri masuk dalam katagori alternatif penyelesaian sengketa
(APS) sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase, dimana ada
3 (tiga) cara penyelesaian sengketanya, yaitu negosiasi online, mediasi online dan
arbitrase online.26
Meskipun pengaturan mengenai Online Dispute Resolution (ODR) belum
diatur secara tegas di dalam sistem hukum Indonesia, bukan berarti penyelesaian
sengketa secara online tidak dapat dilakukan. Penyelesaian sengketa secara online
tetap dapat diterapkan di Indonesia karena telah sesuai dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Adapun kelebihan Online
Dispute Resolution (ODR) sebagai penyelesaian sengketa dibandingkan dengan
penyelesaian sengketa secara konvensional, antara lain: waktu dan mekanismenya
lebih cepat dan esien, murah, serta sederhana.
Dalam pelaksanaan lelang, terutama lelang yang dilakukan secara online,
sengketa/ konik yang kerap terjadi adalah peserta lelang/ calon pembeli yang
telah diumumkan sebagai pemenang lelang, lalu melakukan wanprestasi (tidak
25 Moch. Basarah, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa; Arbitrase Tradisional dan Modern
(Online) (Genta Publishing 2011).[92].
26 Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase (Fikahati Aneska 2014).[47].
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 175
membayar sesuai kesepakatan, dll), maka sebelum menempuh suatu upaya
hukum, penjual/ pemilik barang harus memberikan teguran atau pemberitahuan
terlebih dahulu kepada pembeli/ pemenang lelang tersebut sebelum penjual/
pemilik barang ingin menuntut pemenuhan prestasi dari pembeli. Dalam ilmu
hukum, upaya ini disebut somasi. Namun, apabila tetap tidak ada iktikad baik dari
pembeli/ pemenang lelang yang telah melakukan wanprestasi tersebut, maka
upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penjual/ pemilik barang adalah dengan
menempuh upaya sesuai dengan ketentuan Pasal 72 juncto Pasal 74 PP PMSE,
sebagaimana disebutkan di atas.
Pada prinsipnya, peserta lelang/ calon pembeli dalam pelaksanaan lelang
yang dilakukan secara online, harus diberikan perlindungan ketika mengikuti
lelang tersebut sesuai dengan tata cara dan prosedur pelaksanaan lelang sampai
dengan ditetapkannya seorang pembeli sebagai pemenang lelang dan menerima
barang dengan kondisi yang baik sesuai dengan yang ada dalam pengumuman
lelang, dengan catatan setelah ia melakukan kewajibannya sebagai pemenang
lelang, yaitu melunasi harga sesuai yang disepakati dalam lelang tersebut.
Suatu obyek lelang yang tidak dikuasai secara penuh oleh pihak yang berhak,
dapat menempuh upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan
Negeri setempat agar dilakukannya penindakan dengan cara pengosongan secara
paksa terhadap obyek lelang yang secara hukum sudah dimenangkan melalui
prosedur lelang.27
Kesimpulan
Keabsahan lelang non eksekusi sukarela secara online (Platform e-Marketplace
Auction) tanpa adanya pejabat lelang adalah sah dan dapat mengikat para pihak,
karena lelang juga merupakan perjanjian yang mengadopsi karakteristik dari
perjanjian jual beli (Pasal 1457 BW), dan selama lelang tersebut telah memenuhi
27 Mata, “Pelaksanaan Lelang Melalui Internet Terhadap Aset Barang Milik Negara Pada
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Serang Berdasarkan Asas Kepastian Hukum”
(2019) 2 Nurani Hukum: Jurnal Ilmu Hukum.[26-34].
176 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 BW. Selain itu, keabsahan suatu
informasi/dokumen elektronik terkait akan tetap dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Serta, PMK 213/2020 tentang
petunjuk pelaksanaan lelang berlaku secara mutatis mutandis (dapat diterapkan
jika dibutuhkan) terhadap pelaksanaan lelang yang dilakukan secara online
sebagaimana lelang konvensional, dengan pengecualian pada cara penawaran
dan kehadiran peserta lelang.
Perlindungan hukum para pihak adalah dengan melakukan upaya hukum
penyelesaian sengketa, dimana para pihak dapat memilih penyelesaian baik
melalui pengadilan, arbitrase ataupun lembaga penyelesaian sengketa alternatif
lainnya (secara konvensional/ online dispute resolution) sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Daftar Bacaan
Buku
Burhan Sidabariba, Lelang Eksekusi Hak Tanggungan: Meniscayakan Perlindungan
Hukum bagi Para Pihak (Papas Sinar Sinanti 2019).
H.Sudiarto, Pengantar Hukum Lelang Indonesia (Kencana 2021).
Henny Mono, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Mediasi (Bayumedia Publishing
2014).
Hernoko AY, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial
(Kencana 2010).
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (Gramedia
1994).
Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase (Fikahati Aneska
2014).
Mamudji SS dan S, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat) (Rajawali
Pers 2001).
Moch. Basarah, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa; Arbitrase Tradisional dan
Notaire, 5 (1) 2022: 155-178 177
Modern (Online) (Genta Publishing 2011).
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Kencana Prenada Media Group 2016).
R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, Hukum Perjanjian (Intermasa 2005).
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum suatu Pengantar (Liberty 1999).
Jurnal
Stefanus Halim, “Keabsahan Lelang Barang Milik Swasta Dengan Media Internet
Ditinjau Dari Hukum Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan Peraturan
Lelang” (2015) 4 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 1.
Made Ray Adityanata, “Upaya Memperoleh Kepastian Hukum Demi Hak
Dari Pemenang Suatu Lelang” (2020) 8 Jurnal Kertha Semaya Universitas
Udayana.
Mata, “Pelaksanaan Lelang Melalui Internet Terhadap Aset Barang Milik Negara
Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Serang Berdasarkan
Asas Kepastian Hukum” (2019) 2 Nurani Hukum: Jurnal Ilmu Hukum.
Margono Dwi Susilo dan Mirza Prasetya, “Lelang dengan Platform e-Marketplace
Auction Perbandingan antara eBay dan e-Auction (lelang.go.id)” (DJKN,
2019) <https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12812/Lelang-
dengan-Platform-e-Marketplace-Auction-Perbandingan-antara-eBay-dan-e-
Auction-lelanggoid.html> diakses 7 Januari 2021.
Karya Ilmiah
Fidiana, “Kompetensi Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara
dalam Gugatan Pembatalan Risalah Lelang Studi Kasus Willem Irianto vs
Bank Internasional Indonesia dan Willem Irianto vs Kepala Kantor Lelang
Kelas II Kediri” (Tesis Magister Kenotariatan Universitas Indonesia 2009).
Laman
Margono Dwi Susilo dan Mirza Prasetya, “Lelang dengan Platform e-Marketplace
Auction Perbandingan antara eBay dan e-Auction (lelang.go.id)” (DJKN,
2019) <https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12812/Lelang-
dengan-Platform-e-Marketplace-Auction-Perbandingan-antara-eBay-dan-e-
Auction-lelanggoid.html> diakses 7 Januari 2021.
Rifqani Nur Fauziah Hanif (KPKNL Manado), “Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa” (DJKN, 2020) https://www.djkn.kemenkeu.go.id/
178 Vina Putri dan Bambang Sugeng: Keabsahan Lelang Non...
kpknl-manado/baca-artikel/13628/Arbitrase-Dan-Alternatif-Penyelesaian-
Sengketa.html.
How to cite: Vina Putri Salim dan Bambang Sugeng Ariadi Subagyono, ‘Keabsahan Lelang Non Eksekusi
Sukarela Secara Online Tanpa Pejabat Lelang’ (2022) Vol. 5 No. 1 Notaire.
... Based on the scientific work written by Vina Putri Salim and Bambang Sugeng Ariadi Subagyono published in the journal Notaire (Salim, 2022), it was found that the validity of the online non-execution voluntary auction (e-Marketplace Auction Platform) without an auction official is legal and can be binding. The parties, because the auction is also an agreement that adopts the characteristics of a sale and purchase agreement (Article 1457 BW), and as long as the auction has met the legal requirements of the contract according to Article 1320 BW. ...
... auctions via the internet are sales of goods that are open to the public with a written price offer without the presence of bidders to achieve the highest price through an internet-based auction application. (Salim, 2022) The provisions of Article 1 point 4 of the Law of the Republic of Indonesia Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 (State Gazette Number 58, Supplement to the State Gazette Number 4843) concerning Information and Electronic Transactions. (Miptahul, 2020) Electronic Documents are Electronic Information that is created, forwarded, sent, received, or stored in analog, digital, electromagnetic, optical, or similar forms, which can be seen, displayed, and heard through a Computer or Electronic System, including but not limited to writing, sound, pictures, maps, designs, photographs or the like, letters, signs, numbers, access codes, symbols or perforations that have meaning or meaning or can be understood by able people. ...
Article
Full-text available
Auction minutes that the Class II Auction Officer does not read will affect their validity. The problem in this paper is about how the validity of the deed is not read out by the auction official, as well as the form of legal protection for the Class II Auction Officer for acceptable sanctions due to the auction minutes not being read out in the implementation of an electronic non-execution auction. This paper aims to analyze the validity of the deed that was not read out by the auction official in the performance of an electronic non-execution auction and a form of legal protection for Class II auction officials. This writing uses a normative juridical method with a statutory and conceptual approach. The study results indicate that the minutes of auction through the internet media have fulfilled the elements contained in Article 1868 of the Civil Code. Legal protection for Class II Auction Officials can be carried out in 2 (two) ways: preventive legal protection, namely by making new rules or improving the provisions of the old laws. Repressive legal protection is to take legal action in the form of an appeal against the Administrative Court or an appeal against the Supreme Court. In the request and cassation, repressive legal protection should be prioritized. How to cite item: Wijaya, I. (2022). Sanctions for not being read out by the auction office. Jurnal Cakrawala Hukum, 13(2), 164-174. DOI:https://doi.org/10.26905/idjch.v13i2.5896.
... The transfer of receivables via Cessie is not only due to KPR but also in the form of credit. The following [9]. At the same time, the debtor takes legal action in the form of litigation [10] and non-litigation [11]. ...
Article
Cessie is a method of solving loan problems for default debtors. Through Cessie there is a transfer of receivables originating from debtors to new creditors. However, the legal facts that occurred, in the process of implementing the Cessie also experienced legal problems. Therefore, this writing with an empirical juridical approach will identify other legal problems that arise in Cessie and analyze the legal settlement of Cessie problems that occur in state-owned banks. Based on the studies that have been done, it is concluded that the legal problems that occur are creditors who secretly transfer their receivables through a Cessie to other new creditors, even though this is normatively justified in Article 613 of the Civil Code. However, in fact, the debtor’s denial and non-approval often occur, causing new problems with new creditors. The settlement efforts made by BUMN Banks in this problem are by giving a warning letter to the debtor. Keywords: Cessie, bad credit, accounts receivable
... For auction conducted electronically or online without an Auction Officer and carried out through electronic media, the substitute for auction reports is in the form of proof of transaction. The validity of an electronic information or document or proof of a transaction related to a voluntary non-execution auction is still considered valid as long as the information can be accessed, displayed, and accounted for (Salim & Subagyono, 2022). The auction stage in the regulation of minister of finance is intended as a basis for each legal subject who wants to carry out an auction sale. ...
Article
Full-text available
Auction in motorcycle arisan are organized by a business entity without interference from the government with the aim of selling goods, namely motorcycles. Motorcycle arisan adopts an auction system to be used as the determination of the winner of the arisan. This study aims to determine the implementation of auction in motorcycle arisan in terms of the regulation of the minister of finance regarding auction implementation guidelines. The auction conducted in motorcycle arisan is actually used for business purposes for the organizer of the arisan, which auction team was formed independently by the organizer of the arisan without Auction Officials. In the implementation of motorcycle arisan, if it seen from the goal is to sale motorcycles with an auction system, so it is included in the category of voluntary auctions, where the implementation stage is regulated in the ministerial regulation. Business entities as organizer of motorcycle arisan with an auction system need to pay attention to auction activities so that their implementation is adjusted to that has been regulated in laws and regulations.
... Apart from that, ecological problems that arise from mining activities have a huge impact on society, such as floods, abrasion, forest fires, landslides and tornadoes. 24 We have briefly explained how the government's ambition to become the largest nickel producer in the world, by taking advantage of the issue of the energy transition to new, renewable, environmentally friendly energy, the Indonesian government is encouraging massive expansion of the nickel mining industry starting with the enactment of Law No. 4 One of the vulnerable communities affected by nickel mining is as stated in research conducted by La Maga 26 , by pointing out the damage to agricultural activities due to nickel mining. The mining issue also concerns the lives of indigenous communities, due to the weak position of indigenous communities in demanding their rights related to mining investment due to the submissive nature and subservience of traditional leaders to regional and central governments/ It is feared that this could erode the sense of nationalism, to demand their rights which have been passed down from generation to generation. ...
Article
The government, through Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 25 of 2014 concerning amendments to Government Regulation Number 96 of 2021 concerning the Implementation of Mineral and Coal Mining Business Activities, provides special rights for Religious Organizations to obtain mineral and coal IUPs without having to go through an auction process. This research aims to examine and analyze legal reviews regarding the granting of mining business permits to religious community organizations. The problem formulation in this research consists of: 1). What are the dynamics and problems of granting mining business permits to religious organizations? 2). How is the use of mining business permits in accordance with the principles of justice and equality? The research method used in this research is doctrinal legal research. The results of this research conclude that: 1). The dynamics and problems of granting mining business permits to Religious Organizations are: First, the potential for silencing public supervision. Second, the low level of experience and competence of Religious Organizations in managing mineral and coal mining. Third, the auction process is set aside by eliminating the auction obligation for Religious Mass Organizations in receiving IUPs. 2). Utilization of mining business permits in accordance with the principles of justice and equality consists of: First, the concept of implementing affirmative action for specific IUPs must be given to vulnerable communities. Second, the use of CSR should be an alternative for the Government to provide financial assistance to Religious Organizations rather than providing IUPs which have no rational reason to be handed over to Religious Organizations.
... According to M. Yahya Harahap, the auction is defined as the sale of goods in public which is carried out with an increasing bid value, with the approval of Increasing Increase with the registration of price, which was previously announced in advance, to provide an opportunity for people to be present to buy by bidding prices up and down either by invitation or because of seeing announcements (Salim & Subagyono, 2022) The thing that can be highlighted in the process of execution of the object of liability through public auction is the proceeds of the sale of the object. If the proceeds from the sale of the object of liability are less than the value of the receivable, then the remaining debtor results in the creditor being a concurrent creditor (Hutapea, 2020). ...
Article
Full-text available
The results of this study show that the right of liability is the object of guarantee that is most in demand by creditors (banks) as debt collateral. The value of the rights contained in thecertificate of rights of dependents has an important influence in determining the position of creditors as creditors who have preferential rights or only limited to as a concurrent creditor. If the value of the dependent rights has a greater value than the debtor's debt, then the creditor's position as the holder of the liability right is the preferred creditor, which takes precedence repayment of it than other creditors. However, the determination ofthe creditor's position as a preferred creditor or not can also be viewed from the proceeds of the sale of the object of liability from the results of auction execution. If the selling price of theobject of liability is greater than the debtor's debt, the creditor has the right to take precedence over full repayment by taking the proceeds Net sales are only limited to debtors. Meanwhile, if the proceeds from the sale of the object of liability are smaller than the debtor's debt, then the remaining debt of the debtor positions the creditor as a concurrent creditor meaning that the repayment of the remaining debtor is divided equally with other creditors
Article
Full-text available
From traditional trading practices to today's global financial system, credit agreements have played an important role in the formation of the world economy. Good faith can often be said to be a high norm in civil law, especially in contracts, because objective good faith refers to a normative concept related to moral standards in carrying out legal actions, especially in carrying out auctions. Bad faith is a contario of the definition of good faith, namely that good faith will be the background for someone to act against the law which results in harm to another party. Bad faith has not been clearly regulated in any statutory regulations, so determining whether someone is acting in bad faith is not easy considering that there are no provisions related to bad faith in statutory provisions, including BW. This research aims to analyze the basic determinants of bad faith in the implementation of mortgage rights execution auctions by banks based on credit agreements and the legal consequences for banks who act in bad faith in implementing mortgage rights auctions. The research method used in the research is normative legal research using a statutory approach, case approach and conceptual approach. This research uses legal materials sourced from primary legal materials and secondary legal materials which are then collected through literature study, analyzed using qualitative methods. The results of the research are that the basis for determining the existence of bad faith can be seen from actions that violate the law which are not based on the principle of caution or are not careful in carrying out their duties. Therefore, as a legal consequence of bad faith, you can file a lawsuit for cancellation of the auction which causes the auction to be canceled to the Local District Court.
Article
Full-text available
This research entitled "Implementation of Auction Through Internet Against State Property Assets at the State Assets and Auction Service Office (KPKNL) Serang Based on the Principle of Legal Certainty. The background of this writing is that the implementation of an auction through the internet specifically regulated in PMK Number 90 / PMK.06 / 2016 concerning Guidelines for Implementing Auctions with Written Offers without Attendance of Bidders Through the Internet, has not fully accommodated internet auction transactions especially for auction of Property Country. The purpose of this paper is to find out and analyze the principle of legal certainty and the form of legal protection for auction buyers in the implementation of an auction through the internet on assets of State Property in the Serang KPKNL. This research is normative legal research, so the approach used is the approach to legislation. Data obtained from literature is accompanied by field studies, namely interviews, and analyzed qualitatively descriptive. The results of this study indicate that the implementation of the auction through the internet still does not meet the principle of legal certainty, because the legal certainty of the implementation of the auction through the internet is only found in auction procedures while the certainty of the truth of the auction object is not fully regulated in the regulation. Legal protection for auction buyers in the implementation of an auction through the internet on BMN assets at Serang KPKNL has not been fully provided, there are still rights from several auction buyers that are not fully fulfilled, namely receiving all auctioned goods / object purchased in accordance with the existing auction announcement.Penelitian ini berjudul “Pelaksanaan Lelang Melalui Internet Terhadap Aset Barang Milik Negara pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Serang Berdasarkan Asas Kepastian Hukum. Latar belakang penulisan ini adalah pelaksanaan lelang melalui internet yang diatur secara khusus dalam PMK Nomor 90/PMK.06/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet, belum sepenuhnya mengakomodir transaksi lelang melalui internet khususnya untuk lelang Barang Milik Negara. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis asas kepastian hukum dan bentuk perlindungan hukum bagi pembeli lelang dalam pelaksanaan lelang melalui internet terhadap aset Barang Milik Negara pada KPKNL Serang. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan. Data yang diperoleh dari studi pustaka disertai dengan studi lapangan yaitu wawancara, dan dianalisis secara kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan lelang melalui internet masih belum memenuhi asas kepastian hukum, karena kepastian hukum pelaksanaan lelang melalui internet hanya terdapat dalam prosedur lelang sedangkan adanya kepastian kebenaran objek lelang belum sepenuhnya diatur dalam peraturan tersebut. Perlindungan hukum bagi pembeli lelang dalam pelaksanaan lelang melalui internet terhadap aset BMN pada KPKNL Serang belum sepenuhnya diberikan, masih terdapat hak dari beberapa pembeli lelang yang tidak seluruhnya terpenuhi, yaitu menerima seluruh barang/objek lelang yang dibelinya sesuai dengan pengumuman lelang yang ada.
Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata
  • Yahya Harahap
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (Gramedia 1994).
Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase (Fikahati Aneska
  • Made Widnyana
Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase (Fikahati Aneska 2014).
Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa
  • Moch
  • Basarah
Moch. Basarah, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa;
Keabsahan Lelang Barang Milik Swasta Dengan Media Internet Ditinjau Dari Hukum Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan Peraturan Lelang
  • Jurnal Stefanus
Jurnal Stefanus Halim, "Keabsahan Lelang Barang Milik Swasta Dengan Media Internet Ditinjau Dari Hukum Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan Peraturan Lelang" (2015) 4 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 1.
Lelang dengan Platform e-Marketplace Auction Perbandingan antara eBay dan e-Auction (lelang.go.id)" (DJKN
  • Dwi Laman Margono
  • Susilo Dan Mirza Prasetya
Laman Margono Dwi Susilo dan Mirza Prasetya, "Lelang dengan Platform e-Marketplace Auction Perbandingan antara eBay dan e-Auction (lelang.go.id)" (DJKN, 2019) <https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12812/Lelangdengan-Platform-e-Marketplace-Auction-Perbandingan-antara-eBay-dan-e-Auction-lelanggoid.html> diakses 7 Januari 2021.
Kompetensi Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Gugatan Pembatalan Risalah Lelang Studi Kasus Willem Irianto vs Bank Internasional Indonesia dan Willem Irianto vs Kepala Kantor Lelang Kelas II Kediri
  • Fifidiana
Karya Ilmiah Fifidiana, "Kompetensi Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Gugatan Pembatalan Risalah Lelang Studi Kasus Willem Irianto vs Bank Internasional Indonesia dan Willem Irianto vs Kepala Kantor Lelang Kelas II Kediri" (Tesis Magister Kenotariatan Universitas Indonesia 2009).
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
  • Kpknl Manado
Rifqani Nur Fauziah Hanif (KPKNL Manado), "Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa" (DJKN, 2020) https://www.djkn.kemenkeu.go.id/ kpknl-manado/baca-artikel/13628/Arbitrase-Dan-Alternatif-Penyelesaian-Sengketa.html.