Available via license: CC BY-NC 4.0
Content may be subject to copyright.
Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA) ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)
Volume 6, Nomor 1 (2022): 031-038
https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2022.006.01.4
ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PETANI JAMBU METE
(STUDI KASUS DI DESA MAUTA, KABUPATEN ALOR)
INEQUALITY ANALYSIS OF INCOME DISTRIBUTION OF JAMBU METE FARMERS
(CASE STUDY IN MAUTA VILLAGE, ALOR REGENCY)
Didiana Y. Molebila1*, Emirensiana Latuan2, dan Nopi V. Kala Lutang3
1Program Studi Agribisnis,Fakultas Pertanian dan Perikanan, Universitas Tribuana Kalabahi
2Program Studi Agribisnis,Fakultas Pertanian dan Perikanan, Universitas Tribuana Kalabahi
3Program Studi Agribisnis,Fakultas Pertanian dan Perikanan, Universitas Tribuana Kalabahi
*Penulis Korespondensi : yanuarita.didiana187@gmail.com
ABSTRACT
Cashew Farmer in Mauta village, Pantar Tengah subdistrict, Alor regency of East Nusa
Tenggara province relies on cashew plantation as a source of household income and still runs
traditional marketing model by selling directly to the collecting merchant. Each collector trader
has a different sales price range. Although total production continues to increase, the price
difference in marketing can result in a difference in revenue. Thus, this results in the possibility
of revenue distribution inequality. Therefore, research is done to know the income and
inequality of the income distribution of cashew farmers in Mauta village. The research was
conducted by a survey method and a live interview on 85 respondents of the respondent using
the questionnaire. The results showed that the income of cashew farmers reached Rp.
499,773,000 and the average income for each farmer were Rp. 5,879,682. Obtained also the
result that no inequality of revenue distribution means on the income of cashew farmers in
Mauta village. It is indicated by the value of the Gini coefficient of 0.370 and based on the
indicator Gini coefficient of < 0.4 then included in low inequality based on the World Bank that
there are 40% of low-income farmers receive > 17% (> Rp. 84.961.410) of the total revenue of
Rp. 499,773,000
Keywords: Income, Inequality, Gini Coefficient, NTT
ABSTRAK
Petani jambu mete di Desa Mauta, Kecamatan Pantar Tengah, kabupaten Alor Propinsi Nusa
tenggara Timur mengandalkan perkebunan jambu mete sebagai sumber pendapatan rumah
tangga dan masih tetap menjalankan model pemasaran tradisional dengan menjual langsung ke
pedagang pengumpul. Setiap pedagang pengumpul memiliki kisaran harga penjualan yang
berbeda-beda. Meskipun total produksi terus meningkat, tetapi perbedaan harga pemasaran
dapat menyebabkan terjadi perbedaan pendapatan. Sehingga, hal ini mengakibatkan
kemungkinan terjadi ketimpangan distribusi pendapatan. Oleh karena itu dilakukan penelitian
untuk mengetahui besaran pendapatan dan ketimpangan distribusi pendapatan petani jambu
mete di Desa Mauta. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan wawancara langsung
pada 85 petani responden dengan menggunakan kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
32 JEPA, 6 (1),2022: 031-038
JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)
besaran pendapatan petani jambu mete mencapai Rp. 499.773.000 dan rata-rata pendapatan tiap
petani sebesar Rp. 5.879.682. Diperoleh juga hasil bahwa tidak terjadi ketimpangan distribusi
pendapatan yang berarti pada pendapatan petani jambu mete di desa Mauta. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai koefisien gini sebesar 0,370 dan berdasarkan indikator Koefisien Gini < 0,4 maka
termasuk dalam tingkat ketimpangan rendah berdasarkan Bank Dunia bahwa terdapat 40%
tanggga tani berpendapatan rendah menerima > 17% (>Rp.84.961.410) dari total pendapatan
sebesar Rp. 499.773.000
Kata kunci: Pendapatan, Ketimpangan, Koefisien Gini, NTT
PENDAHULUAN
Perubahan model pembangunan sentralistik ke pembangunan desentralistik
memberikan peluang kepada pemerintah setempat untuk dapat mengelola sumberdaya yang ada
pada daerah tersebut. Pengelolaan sumberdaya dilakukan untuk meningkatkan perekonomian
dan kesejahteraan masyarakat. Sumberdaya pertanian merupakan sektor yang paling banyak
dikelola sebagai sumber perekonomian suatu daerah.
Sub sektor perkebunan adalah salah satu sektor pertanian yang memiliki peranan
sebagai sumber pendapatan nasional. Tercatat pada tahun 2017, sub sektor perkebunan
merupakan urutan pertama dalam bidang pertanian sebagai pemasok pendapatan Nasional
sebesar 3,47 % atau Rp. 471 Triliun (Direktorat Jendral Perkebunan, 2017). Jambu mete
merupakan salah satu komoditi perkebunan yang ikut memberikan masukan bagi pendapatan
nasional. Secara nasional, pada tahun 2016 produksi jambu mete mencapai 137.094 ton, dan
Nusa Tenggara timur merupakan propinsi dengan jumlah produksi jambu mete tertinggi yaitu
mencapai 49.460 ton (Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2018).
Kecamatan Pantar Tengah merupakan salah satu kecamatan penghasil jambu mete
terbesar di Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Luas areal perkebunan jambu mete
di Kecamatan Pantar Tengah yang telah menghasilkan seluas 1.283 Ha dengan total produksi
mencapai 1.282 ton pada tahun 2017 (Badan Pusat Stastistik Kabupaten Alor, 2018). Hal ini
menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan jambu mete di Kecamatan Pantar Tengah telah
menjadi salah satu penyumbang pendapatan regional bidang usaha pertanian di Kabupaten Alor
pada tahun 2017. Selain itu, usatahani komoditi jambu mete juga menjadi salah satu sumber
pendapatan bagi petani di Kecamatan Pantar Tengah. Diketahui bahwa pendapatan menjadi
salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan rumah tangga. Indikator kesejahteraan rumah
tangga menurut Badan Pusat Stastistik Kabupaten Alor (2017) menyatakan bahwa diantaranya
meliputi taraf dan pola konsumsi masyarakat yang berhubungan langsung dengan pengeluaran
dan pendapatan. Semakin tinggi pengeluaran mencerminkan semakin tinggi pendapatan.
Pendapatan juga dipengaruhi oleh harga pasar dan strategi pemasarannya.
Petani jambu mete kecamatan Pantar Tengah harus mengubah pola pemasaran dari
pemasaran tradisional ke pemasaran moderen sebagai salah satu strategi pemasaran untuk
meningkatkan pendapatan petani. Namun, model strategi tersebut belum dapat dilakukan oleh
setiap petani yang tersebar pada 10 Desa di Kecamatan Pantar Tengah, diantaranya adalah Desa
Mauta (Latuan & Djasibani, 2018). Petani jambu mete di Desa Mauta mengandalkan
perkebunan jambu mete sebagai sumber pendapatan rumah tangga dan masih tetap menjalankan
model pemasaran tradisional dengan menjual langsung ke pedagang pengumpul. Setiap
pedagang pengumpul memiliki kisaran harga penjualan yang berbeda-beda. Meskipun total
Didiana Y. Molebila– Analisis Ketimpangan Distribusi ....................................................................
JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)
33
produksi terus meningkat, tetapi perbedaan harga pemasaran dapat menyebabkan terjadi
perbedaan pendapatan. Sehingga, hal ini mengakibatkan kemungkinan terjadi ketimpangan
distribusi pendapatan.
Oleh karena itu, dilakukan kajian tentang analisis ketimpangan disitribusi pendapatan
petani jambu mete (studi kasus di Desa Mauta Kecamatan Pantar Tengah, Kabupaten Alor,
NTT). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah pendapatan dan tingkat ketimpangan
distribusi pendapatan petani jambu mete di Desa Mauta, Kecamatan Pantar Tengah, Kabupaten
Alor.
METODE PENELITIAN
Peneltian ini dilaksanakan selama 3 bulan yakni April hingga Juni 2019 yang bertempat
di Desa Mauta Kecamatan Pantar Tengah Kabupaten Alor Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Responden adalah petani jambu mete di Desa Mauta dengan total populasi 573 petani. Sehingga,
sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin (Supriyanto & Iswandiri, 2017) dengan
ketidaktelitian 10% sehingga diperoleh 85 petani sampel responden. Penentuan Responden
dilakukan secara acak berdasarkan luasan lahan usahatani jambu mete. Data primer diperoleh
dengan memberikan daftar pertanyaan (kuisioner) kepada responden sesuai dengan karakteristik
penelitian, serta melakukan wawancara langsung (Sopamena, 2020). Data yang diambil berupa
biaya usahatani, total produksi, harga penjualan untuk mengetahui besaran penerimaan,
pendapatan dan dsitribusi pendapatan. Data sekunder diperoleh dengan menelaah pustaka yang
mendukung kajian ini. Data dianalisis menggunakan analisis statistik antara lain :
1. Analisis Pendapatan
Dalam analisis pendapatan, terlebih dahulu telah diketahui Total Biaya (Total Cost “TC”)
yang dikeluarkan petani jambu mete, Total Penerimaan (Total Revenue “TR”) petani jambu
mete. Analisis pendapatan petani jambu mete dihitung menggunakan rumus pendapatan
(Harsati et al., 2016):
Dimana,
Pendapatan (Rp.)
TR = Total Revenue atau Total penerimaan (Rp.)
TC = Total Cost atau Total Biaya (Rp.)
2. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Ketimpangan distribusi pendapatan petani jambu mete dianalisis menggunakan rumus
menurut model Koefisien Gini atau Gini Rasio (Hanum, 2018):
Dimana,
GC = Koefisien Gini (Gini Ration)
n = jumlah kesalahan
fi = Proporsi jumlah responden dalam kelas pendapatan ke i.
Yi = Proporsi jumlah pendapatan responden kumulatif pada kelas pendapatan ke i.
Untuk menentukan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani jambu mete
digunakan indikator gini rasio menurut Bank Dunia yakni :
34 JEPA, 6 (1),2022: 031-038
JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)
Tabel 1. Indikator gini rasio, Tingkat Ketimpangan dan Indikator Tingkat Ketimpangan
berdasarkan Bank Dunia.
Indikator
gini ration
Tingkat
Ketimpangan
Indikator tingkatan ketimpangan berdasarkan
Bank dunia
> 0,5
Tinggi
40% rumah tangga tani berpendapatan rendah
menerima < 12% dari total pendapatan.
0,4 -0,5
Sedang
40% rumah tangga tani berpendapatan rendah
menerima 12%-17% dari total pendapatan.
< 0,4
Rendah
40%rumah tangga tani berpendapatan rendah men
erima > 17% dari total pendapatan.
Sumber : (Hanum, 2018)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Jumlah Penduduk Desa Mauta pada tahun 2019 berjumlah 2119 jiwa dengan 549
Kepala Keluarga (KK). Pada umumnya masyarakat Desa Mauta bermatapecaharian sebagai
petani perkebunan. Hal ini dilihat dengan jenis komoditi usaha yang ada di Desa Mauta yakni
Jambu Mete, Kelapa, Asam, Kemiri, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil analisis data responden, diketahui bahwa petani jambu mete di Desa
Mauta sebagian besar adalah berjenis kelamin Laki-laki sebesar 87,06% dengan umur atau usia
rata-rata < 40 tahun hingga > 61 tahun (Tabel 1.).
Tabel 1. Karakteristik petani berdasarkan usia
No
Usia (tahun)
Jumlah Petani
Persentase
(Orang)
(%)
1
< 40
38
44,71
2
41-50
25
29,41
3
51-60
11
12,94
4
>60
11
12,94
Jumlah
85
100,00
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Tabel 1. Menjelaskan bahwa kebanyakan petani jambu mete di Desa Mauta memiliki
umur < 40 tahun (44,71%). Hasil sebaran usia tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
usahatani jambu mete tidak terbatas usia. Baik usia produktif (40-60 tahun), maupun usia tidak
produktif (> 60 tahun) memiliki minat yang sama untuk melakukan suatu usaha.
Selain itu, 62,35% petani berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD) dan 4,71% (4 orang)
petani diketahui mengikuti pendidikan non formal (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pendapatan, dikarenakan usahatani jambu mete
Didiana Y. Molebila– Analisis Ketimpangan Distribusi ....................................................................
JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)
35
termasuk jenis usahatani yang dapat dilakukan oleh siapa saja dengan atau tanpa keahlian
khusus. Tabel 2. Karakteristik Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah Petani
Persentase
(Orang)
(%)
1
SD
53
62,35
2
SMP
16
18,82
3
SMA
16
18,82
4
Mengikuti pelatihan/seminar
4
4,17%
Jumlah
85
100,00
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Pendapatan Petani Jambu Mete di Desa Mauta
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usahatani jambu mete.
Berdasarkan hasil analisis data dari 85 responden, diperoleh besaran pendapatan keseluruhan
petani jambu mete di Desa Mauta sebesar Rp.499.773.000., dengan rata-rata pendapatan setiap
petani sebesar Rp. 5.879.682. (Tabel 3.).
Tabel 3. Penerimaan dan Pendapatan Petani Jambu Mete di Desa Mauta
Pendapatan
Penerimaan
Biaya
∏ =
(TR)
(TC)
TR - TC
Total (Rp)
519.995.000
20.222.000
499.773.000
Rata-rata (Rp.)
6.117.588
237.906
5.879.682
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Besaran pendapatan tersebut menjelaskan bahwa usahatani jambu mete sangat
menjanjikan dan dapat dijadikan salah satu sumber utama pendapatan.
Ketimpangan Distribusi Pendapatan Petani Jambu Mete di Desa Mauta
Ketimpangan Distribusi Pendapatan adalah Distribusi yang tidak proporsional dari
pendapatan nasional total diantara berbagai rumah tangga dalam negara (Todaro & Smith,
2011). Hasil analisis menurut Koefisien Gini berdasarkan pengelompokan pendapatan dari 85
responden petani jambu mete di Desa Mauta diperoleh besaran nilai Koefisien Gini (GC) sebesar
0,370 (1-0,630010189) (Tabel 4.)
Tabel 4. Ketimpangan Distribusi Pendapatan Petani Jambu Mete di Desa Mauta
36 JEPA, 6 (1),2022: 031-038
JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)
Klpk
Pendapatan
(Rp.)
Total
Pendapatan
%komulatif
petani (Xk)
%komulatif
Pendapatan
(Yk)
Xk -
(Xk-1)
Yk +
(Yk-1)
(Xk -(Xk-
1))*
GC
(Yk + (Yk-
1))
<
1.000.000
2.950.000
0,03529
0,00590
0,03529
0,00590
0,00020833
0,370
1.000.000 -
4.999.999
134.834.000
0,58824
0,27569
0,55294
0,28160
0,155705938
5.000.000 -
9.999.999
140.299.000
0,81176
0,55642
0,22353
0,83211
0,186001456
10.000.000
-
14.999.999
153.315.000
0,95294
0,86319
0,14118
1,41961
0,200415035
>
15.000.000
68.375.000
1,00000
1,00000
0,04706
1,86319
0,08767943
TOTAL
499.773.000
0,630010189
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Berdasarkan nilai koefisien gini yang diperoleh maka dapat diketahui tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan petani jambu mete di Desa Mauta berdasarkan Bank Dunia
(World Bank) yaitu tingkat ketimpangan rendah (Tabel 5).
Tabel 5. Tingkat Ketimpangan Distribusi Pendapatan Petani Jambu Mete Di Desa Mauta
Distribusi
Gini
Ratio
Tingkat
Ketimpangan
Indikator Tingkat Ketimpangan
berdasarkan Bank Dunia
Pendapatan
Jambu Mete
0,370
Ketimpangan rendah
40%rumah tangga tani berpendapatan
rendah menerima > 17% dari total
pendapatan.
Sumber : diolah dari data primer (2019)
Tabel 5 menjelaskan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan petani jambu mete di
Desa Mauta berada dalam kategori rendah, dimana terdapat 40% tanggga tani berpendapatan
rendah menerima > 17% (Rp.84.961.410) dari total pendapatan sebesar Rp. 499.773.000. Salah
satu faktor penyebab adanya ketimpangan distribusi pendapatan di suatu daerah dapat
dikarenakan rendahnya tingkat mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal. Tenaga
kerja (petani) jambu mete di desa Mauta memiliki fisik yang cukup baik dengan tenaga cukup
untuk melakukan usahatani jambu mete. Meskipun keberadaan petani terbatas dengan
pendidikan formal, tetapi usahatani dapat dikembangkan dengan baik tanpa keahlian khusus dan
dengan modal cukup. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan pendapatan
petani jambu mete di Desa Mauta baik dengan ketimpangan rendah dalam distribusi
pendapatannya. Todaro & Smith (2011) menyatakan bahwa ketimpangan memiliki dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat
mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan
pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari
ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan
solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil.
Didiana Y. Molebila– Analisis Ketimpangan Distribusi ....................................................................
JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)
37
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah total pendapatan petani jambu mete di Desa Mauta,
Kecamatan Pantar Tengah, Kabupaten Alor mencapai Rp. 499.773.000, dengan rata-rata
pendapatan per petani sebesar Rp. 5.879.682. Sedangkan tingkat ketimpangan distribusi
pendapatan petani jambu mete di Desa Mauta tergolong dalam ketimpangan rendah dengan
besaran Gini rasio adalah 0,370 (GC < 0,4 koefisien gini rasio).
Saran
Untuk melihat secara keseluruhan dari ketimpangan disribusi pendapatan petani pada suatu
wilayah, dapat dilakukan kajian tentang distribusi pendapatan petani dari berbagai aspek seperti
sosial, usahatani, dan ekologi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Stastistik Kabupaten Alor. (2017). Kabupaten Alor Dalam Angka 2017. ©BPS
KABUPATEN ALOR/Statistics of Alor Regency.
Badan Pusat Stastistik Kabupaten Alor. (2018). Kabupaten Alor dalam Angka 2018. ©BPS
KABUPATEN ALOR/Statistics of Alor Regency.
Direktorat Jendral Perkebunan. (2017). Statistik Perkebunan Indonesia 2016-2018. In Jambu
Mete / Cashewnut. Sekretariat Direktorat Jendral Perkebunan, Kementrian Pertanian.
http://ditjenbun.pertanian.go.id
Hanum, N. (2018). Analisis Kemiskinan dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Kota
Langsa (Studi Kasus Gampong Matang Seulimeng). Jurnal Samudra Ekonomika, 2(2),
157–170.
Harsati, B. B., Sutrisno, J., & Suwarto. (2016). Analisis Distribusi Pendapatan Usahatani
Sayuran Di Dusun Buket Desa Bulugunung Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
AGRISTA, 4(3), 400–408.
Latuan, E., & Djasibani, H. (2018). Inovasi Model Strategi Pemasaran Guna Peningkatan
Penjualan Jambu Mete Di Kecamatan Pantar Tengah. Prosiding Seminar Nasional
Pertanian Ke 5. Fakultas Pertanian Dan Pusat Unggulan Iptek Lahan Kering.
Universitas Nusa Cendana. Kupang, 5, 47–63.
Pusat Data dan Informasi Pertanian. (2018). Statistik pertanian 2018 (Agricultural statistics).
Pusat Data dan Informasi Pertanian, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Sopamena, J. F. (2020). Women and Onion Farming in Lakor Island, Southwest Maluku
Regency. SOCA: Jurnal Sosial, Ekonomi Pertanian, 14(2), 265–274.
https://doi.org/10.24843/SOCA.2020.v14.i02.p07
Supriyanto, W., & Iswandiri, R. (2017). KECENDERUNGAN SIVITAS AKADEMIKA
DALAM MEMILIH SUMBER REFERENSI UNTUK PENYUSUNAN KARYA
38 JEPA, 6 (1),2022: 031-038
JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)
TULIS ILMIAH DI PERGURUAN TINGGI. Berkala Ilmu Perpustakaan dan
Informasi, 13(1), 79–86. https://doi.org/DOI : http:// 10.22146/bip.26074
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2011). Pembangunan Ekonomi (11th ed.). Erlangga. Jakarta