PresentationPDF Available

SLIDES: FGD Naskah Akademik dan RUU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Authors:

Abstract

Slides ini merupakan bahan pengantar diskusi yang diadakan untuk memberi masukan pada para penyusun naskah akademik dan RUU perubahan/pengganti dari UU No. 5 Tahun 1999 (catatan: skema saat ini merupakan UU pengganti). Acara diadakan secara daring pada tanggal 28 Januari 2022 atas undangan Sekretariat Jenderal DPR RI
Focus Group Discussion
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1999
SHIDARTA
Tanggal 28 Januari 2022
Outline
Mengacu ke Naskah Akademik (NA) atau ToR?
Pada NA ada 4 identifikasi masalah, sedangkan pada ToR ada 12
identifikasi masalah.
Apa motif dari perubahan UU No. 5 tahun 1999 ini?
Respons jangka pendek àpragmatis
Respons jangka panjang àfilosofis
Draf ini untuk UU pengganti (bukan UU perubahan)?
Fokus penggantian/penambahan pada empat hal (seperti dalam
naskah akademik)?
CATATAN AWAL:
IDENTIFIKASI MASALAH DALAM NASKAH AKADEMIK
1
2
3
4
bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang
dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan
bekerjanya ekonomi pasar yang wajar; bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi
persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku
usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia
terhadap perjanjian-perjanjian internasional;
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta berasaskan kepada
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum dengan tujuan untuk : (1) menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen; (2) menumbuhkan iklim
usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi setiap orang; (3) mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat yang ditimbulkan pelaku usaha; (4) serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam
rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kata kunci: “demokrasi ekonomi” (Konsiderans;Pasal 2 jo. Pasal 3, Penjelasan Umum)
Pasal 3
(Tujuan)
Pasal 2
(Asas)
Asas:demokrasi ekonomi
Orientasi: ekonomi kerakyatan
Negara
Badan Usaha PU Perseorangan
Konsumen
BUMN/BUMD
Swasta DN*
Swasta LN
*) segelintir; sosiologis kuat?
*) sosiologis mengancam?
*) representasi kepentingan umum; sosiologis tak terlindungi?
*) mayoritas; sosiologis tak terlindungi?
Pencari titik keseimbangan
*) filosofis: menguasai hajat hidup ?
sosiologis: merambah ke bidang lain juga?
Seberapa disepakati?
Tap MPR II/MPR/1998 GBHN
Natural Monopoly àStatutory Monopoly; Private Monopoly
Contoh dalam NA: -penunjukan pelaku usaha tertentu oleh instansi negara; “kartel diam-diam” asosiasi produsen; dll.
Filosofis:
Pembangunan ekonomi diarahkan untuk kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Demokrasi ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama...
Konsiderans (Menimbang):
Pasal
2 UU No. 5 Tahun 1999
Pasal
2 RUU (versi 4 Juni 2020)
Pelaku
Usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan
Pelaku Usaha dan kepentingan umum.
Pertanyaan:
Ini norma perilaku atau norma penilaian?
Siapa subjek norma: Pelaku Usaha
Operator norma: wajib/diperintahkan
Objek norma: memperhatikan keseimbangan ...
Kondisi norma:
Apa maksudnya di Indonesia àteritorial Indonesia
atau pasar bersangkutan?
(bukankah PU mencakup PU LN)
Catatan:
Jika terminologi demokrasi ekonomiini ingin tetap digunakan,maka
makna dari demokrasi ekonomi ini tetap dipertahankan.
Hindari menambah kompleksitas dengan memperkenalkan
terminologi baru yang secara konseptual tumpang tindih.
Upaya negara dalam mewujudkan demokrasi ekonomi dicerminkan
terutama melalui fungsi, tugas, kewenangan KPPU.
TEORI HUKUM TEORI EKONOMI
Perjanjian yang dilarang
Kegiatan yang dilarang
Penyalahgunaan posisi dominan
Keberlakuan filosofis, yuridis:
Perlindungan PU + Konsumen
Karakteristik norma
Perilaku yang dilarang
Norma sekunder:
asas, definisi, kewenangan, dll.
Per se illegal Rule of reason
Pasar bersangkutan
Pangsa pasar
dll.
0
Setelah 20 tahun, KPPU mengevaluasi kebutuhan pada 4 hal:
1. Penguatan kelembagaan KPPU
2. Penambahan kewenangan KPPU terkait Pasal 36
3. Definisi pelaku usaha terkait yurisdiksi ekstrateritorialitas
4. Notifikasi pra-merger
= saran dalam naskah akademik
5. leniency program (?)
PRAKTIK:
UU No. 5 Tahun 1999 Kebutuhan
legislativie review
Peristiwa
konkret
1
Peristiwa
konkret
2
Peristiwa
konkret
dst.
empiri A
empiri B
empiri C
diterapkan
secara
rasional
Pengalaman dari waktu ke
waktu adalah penentu nilai
kebaikan suatu
norma hukum positif
UU No. 5
Tahun 1999
Peristiwa
konkret
1
Peristiwa
konkret
2
Peristiwa
konkret
3dst.
empiri A
empiri B
empiri C
Sangat perlu ada kejelasan rumusan normatif UU Nomor 5 Tahun 1999
Kaidah perilaku
kaidah (Norma) primer
Metakaidah
penilaian àasas-asas hukum
definisi àbatasan-batasan
pengakuan àbagaimana memilih kaidah perilaku mana yang berlaku
perubahan àbagaimana mengubah kaidah perilaku
kewenangan àsiapa yang berwenang menetapkan/mengubah kaidah:
publik: contoh dalam hal pembentukan UU, penemuan hukum, birokrasi
privat: contoh dalam penentuan kecakapan, proxy,
SANKSI
Kaidah
pengakuan (rekognisi)
Norma
sekunder
(SANKSI)
Kaidah
perubahan
Kaidah
definisi
Kaidah
penilaian
(asas-asas)
Kaidah
kewenangan
Kaidah
adjudikasi
(penyelesian sengketa)
Kaidah
perilaku
MONOPOLI
Pasal 17:
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
CONTOH YANG MEMPERLIHATKAN PENTINGNYA ANALISIS METAKAIDAH:
SUBJEK NORMA : Pelaku Usaha
OPERATOR NORMA : dilarang
OBJEK NORMA :melakukan penguasan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
KONDISI NORMA : dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Perhatikan bahwa: PRAKTIK MONOPOLI diposisikan sebagai
kondisi norma, bukan objek norma.
1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. àKONOTASINYA NETRAL.
2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. à
KONOTASI NEGATIF TERKAIT KE OPERATOR LARANGAN.
Pasal 17:
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bukankah definisi praktek monopoli sudah
mencakup kondisi persaingan usaha tidak sehat?
Jika kondisi persaingan usaha tidak sehatdicantumkan
dalam Pasal 17, mengapa kondisi merugikan kepentingan
umumtidak dicantumkan?
CONTOH YANG MEMPERLIHATKAN PENTINGNYA ANALISIS METAKAIDAH:
Bagaimana dengan NA dan RUU?
Pasal 21:
Pelaku Usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan/atau
pemasaran Barang dan/atau Jasa sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pasal 1 butir 1:
Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau
lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau
pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Perubahan: Pasal 17 UU ke Pasal 21 RUU
-praktek àpraktik
-perbaikan huruf kapital dan tanda baca
-yang àsehingga
Contoh lain:
Rumusan
Pasal 1 butir 5 UU No. 5 Tahun 1999
Usulan
rumusan Pasal 1 butir 3 RUU
Pelaku
usaha adalah setiap orang perorangan atau
badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau
bukan
badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan
atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
negara
Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama
melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan
usaha dalam bidang ekonomi.
Pelaku
Usaha adalah setiap orang perseorangan atau
badan
usaha berbentuk badan hukum atau bukan
badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan baik
di
dalam negeri maupun di luar negeri serta baik
sendiri
maupun bersama-sama melakukan kegiatan
di
wilayah
hukum negara Republik Indonesia yang
berdampak
di pasar bersangkutan.
Setiap terma “PELAKU USAHA” harus dibaca dalam makna:
orang perseorangan/badan usaha berkedudukan di dalam negeri maupun luar negeri... yang berdampak
pada pasar bersangkutan.
Contoh: Aturan tentang notifikasi à
Pasal 30 RUU
(1) Pelaku Usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh lain:
Pasar bersangkutan
di luar Indonesia
PASAR PRODUK & GEOGR AF IS
Pasar bersangkutan
di luar wilayah Indonesia
Hukum pendirian BU
Kedudukan BU
Domisili perorangan
Pasar bersangkutan
(produk & geografis)Ini tidak termasuk
PELAKU USAHA
Perlindungan Kepentingan
Indonesia
Ini termasuk
PELAKU USAHA
dalam konteks UU
Ingin sentripetal
atau sentrifugal?
CONTOH LAIN:
Norma Perilaku
Tugas ilmu hukum adalah memastikan
apa makna objektif dari norma tersebut.
Apakah tugas ini sudah dijalankan dengan baik?
Analisis unsur-unsur dari norma perilaku ini:
Subjek norma: Pelaku Usaha/beberapa Pelaku Usaha
Operator norma: dilarang
Objek norma:
menolak ...
menghalangi konsumen ....
membatasi ...
melakukan praktek diskriminasi ....
Kondisi norma
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
dengan operator ini, maka
penjelasan ini menambah
unsur objek norma?
Bagaimana KPPU membaca Pasal 19 ini?
à
Perkom No. 3
Tahun 2011
Ini lebih tepat untuk penjelasan untuk huruf a atau d?
mengapa tidak ada kata-kata “dengan cara tidak wajar dan dengan alasan nonekonomi
ini rincian
yang paralel?
Silogisme unsur demi unsur:
Semua tindakan atau perlakuan dalam berbagai bentuk yang berbeda yang dilakukan oleh satu pelaku
usaha terhadap pelaku usaha tertentu.
Praktik diskriminasi.
Fakta: PT X tidak mau menjual produk PT Y di jaringan retail milik PT X.
Hal paling signifikan: merumuskan M pada premis mayor dalam setiap silogisme
Semua tindakan atau perlakuan dalam berbagai
bentuk yang berbeda yang dilakukan oleh satu
pelaku usaha terhadap pelaku usaha tertentu.
Apa beda antara TINDAKAN dan PERLAKUAN?
Apa maksud BENTUK BERBEDA?
-Mengapa unsur cara tidak wajar” dan “unsur non-ekonomitidak dimasukkan?
-Apa permbeda antara unsur ekonomi” dan “non-ekonomi”?
Pelaku usaha tertentu/kelompok tertentu? àterminologi ini dipakai dalam konsiderans; P
Apakah alasan: affirmative action; keberpihakan pada usaha kecil dapat mengecualikan?
Sejauhmana KPPU sudah mempertimbangkan Te rm a Te ng ah ini (definiens)
dari suatu Ter ma Predicatum?
Perkom No. 3
Tah u n 2011
Catatan:
Selalu ada “gap antara teori dan praktik. Pengisi “gap ini adalah
KPPU melalui putusan-putusannya (terkait kasus konkret). “Gap” juga
diatasi melalui pembuatan peraturan-peraturan KPPU.*
Upaya KPPU menjalankan tugas pengisian gap ini sangat
bergantung pada kualitas ketentuan normatifnya. Untuk itu perlu ada
peninjauan yang menyeluruh terhadap aspek-aspek normatifnya:
keterkaitan antara norma perilaku dan meta-kaidahnya;
koherensi rumusan tersebut dengan UU terkait (posisi UU ini sebagai lex
specialis?)
*) Lihat statistik performa KPPU
dalam 20 tahun terakhir dalam
Harry Agustanto (2021: 2-30)
Dijalankan oleh KPPU, dengan karakteristik:
uSelf-regulatory body
uPengadilan kuasi
uTindakan administratif
uSanksi pidana (?)
Advokasi
Penegakan Hukum
Pengendalian merger
Pengawasan kemitraan
Pengutipan preseden dari putusan-
putusan serupa.
Kecermatan dalam penggunaan
terminologi, penerapan pasal, dll.
dalam putusan.
Koherensi dengan UU terkait.
Kalibrasi sanksi.
Konsistensi sikap (kebijakan)
Kecermatan perumusan putusan
Program Geser Kompetitor
Pasal 15 ayat (3) huruf b (perjanjian tertutup ttg harga/potongan)
Pasal 19 huruf a (Penguasaan pasar: menolak/menghalangi)
Pasal 25 ayat (1) huruf a jo ayat (2) huruf a
(penyalahgunaan posisi dominan)
Program Pop-Ice the Real Ice Blender
Pasal 19 huruf a dan b
Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c
1. Membatalkan perjanjian
2. Memerintahkan Terl a p or menghentikan dan
tidak mengulangi PGK
1. Menghukum Terla p o r membayar denda Rp
11.467.500.000
2. Memerintahkan menghentikan program dan
mencabut internal memo office.
Perkara No. 06/KPPU-L/2004
Contoh kasus:
Perkara No. 14/KPPU-L/2015
Tak ada
Juncto
kaidah
sekunder
Ada disinggung
sebelum diktum
Putusan No. 13/KPPU-I/2019
Pelanggaran Pasal 14
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang
mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Contoh kasus:
Catatan:
Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 membutuhkan penguatan
kelembagaan KPPU (dengan batas tertentu agar tetap akuntabel).
Pengawasan terhadap kinerja KPPU secara kasuistis dapat dicermati
dari konsistensi sikap KPPU dalam memberikan pertimbangan dan
amar putusannya (motivering vonnis).
Hal-hal di atas lebih terkait pada area penerapan, yang terkadang
membutuhkan diskresi (tidak sepenuhnya dapat diakomodasi di
dalam regulasi).
Di dalam NA sudah dijabarkan tentang arah pengaturan:
1 perluasan pengertian pelaku usaha
2. pengaturan pemberitahuan penggabungan, peleburan, pengambilalihan
3. pengaturan komprehensif mengenai mekanisme dan tata cara penyelesaian perkara
4. penegasan kedudukan KPPU sebagai lembaga negara (terkait kewenangan)
5. perubahan perhitungan denda administratif
6. persekongkolan dipindahkan ke bab perjanjian
7. HKI dan waralaba tidak lagi dikecualikan dari cakupan UU ini
Judul: Apakah ingin dipertahankan? àPraktik monopoli – Persaingan Usaha Tidak Sehat*
Sistematika saat ini:
1. Ketentuan Umum àdefinisi secara tidak merata (konsisten jika semua diletakkan dalam bab terkait)*
2. Asas dan tujuan à1 asas + 4 tujuan*
3. Perjanjian yang dilarang àoligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal,
perjanjian tertutup, perjanjian dengan pihak lain. à
4. Kegiatan yang dilarang àmonopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persekongkolan.
5. Posisi dominan àPenyalahgunaan posisi dominan: larangan jabatan rangkap, kepemilikan saham, penggabungan (merger),
peleburan (konsolidasi), pengambilalihan (akuisisi). àPenyalahgunaan Posisi DFominan + Penyaahgunaan Posisi Tawar yang Dominan
6. KPPU àpenambahan kewenangan (lihat kaitannya dengan kemungkinan pemidanaan bagi pelaku
usaha).
7. Tata Ca ra Penanganan Perkara àfinal and binding?
8. Sanksi àpeniadaan sanksi pidana
9. Ketentuan Lain
10. Ketentuan Peralihan
11. Ketentuan Penutup
Manufacturers
Intermediate Consumers
Ultimate Consumers
Hukum
Perlindungan
Konsumen
Hukum
Persaingan
Usaha
UU No. 5 Tahun 1999UU No. 8 Tahun 1999
Sinergi kelembagaan/kebijakan?
Dua lembaga yang dilahirkan
dari hak inisiatif DPR dengan banyak
kemiripan karakter, namun
kemudian kehilangan sinergitasnya.
Sinkronisasi dengan Putusan MK 85/PUU-XIV/2016
a. Frasa "pihak lain" dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 b. Frasa "penyelidikan"
dalam Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf i, serta Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 5 Tah un 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat bertentangan dengan UUD NRI Tah un 1945 secara
bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal 16 RUU (versi 4 Juni 2020):
Pelaku Usaha dilarang melakukan persekongkolan
dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau
menentukan pemenang tender atau lelang.
Saran dari MK
Catatan:
Untuk jangka panjang, perlu dipikirkan subjek yang perlu dilindungi
dari akibat negatif persaingan usaha (yang tidak sehat), yaitu
konsumen.
Iklim persaingan usaha yang tidak sehat pasti berdampak langsung
terhadap pelanggaran hak konsumen (minimal hak dasar: right to
choose, right to be informed, right to be heard, right to safety).
Ius constituendum:integrasi perlindungan konsumen dan
pengawasan persaingan usaha.*
https://www.researchgate.net/publication/334057068_Introduction_to_A_Social-
Functional_Approach_in_the_Indonesian_Consumer_Protection_Law
*) Mengenai hal ini lihat lebih lanjut:
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
ResearchGate has not been able to resolve any references for this publication.