Article

KEARIFAN LOKAL MENUJU SDGs’14: STUDI KASUS LUBUK LARANGAN TEPIAN NAPAL KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI

Authors:
To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the authors.

Abstract

Pergeseran kualitas habitat, pencemaran dan masuknya beberapa spesies asing menyebabkan perubahan lingkungan ekologis perairan sungai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem kearifan lokal menuju SDGs’14, studi kasus kearifan lokal lubuk larangan tepian napal Sungai Batang Tebo Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli-Agustus 2019 dengan metode survei. Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif dengan teknik flag modelling Ecosystem Approach Fisheries Management (EAFM) yang dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal lubuk larangan tepian napal sudah mengarah ke SDGs’14 dengan kategori baik (light green flag). Sistem partisipatif, adat-istiadat dan kekeluargaan menjadi ciri khas kearifan lokal lubuk larangan dalam menjaga sumberdaya perikanan di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Kata kunci: EAFM, Muara Bungo, SDGs’14, sungai, Tanah Tumbuh

No full-text available

Request Full-text Paper PDF

To read the full-text of this research,
you can request a copy directly from the authors.

... Di Sungai Kampar, ditemukan setidaknya 44 buah lubuk larangan (LPPM Universitas Riau dan FAO, 2023). Menurut Kholis & Edwarsyah (2020), penerapan lubuk larangan merupakan salah satu upaya mensukseskan program SDGs 14 dalam melestarikan dan menjaga keberlangsungan ekosistem serta kehidupan sumber daya perikanan perairan darat. ...
Article
Sumber daya ikan di Sungai Kampar memainkan peran penting bagi masyarakat setempat, namun saat ini menghadapi ancaman overfishing. Salah satu pendekatan untuk mengatasi masalah ini melalui pengelolaan perikanan berbasis Hak Pengelolaan Perikanan (HPP), yang banyak diadopsi oleh masyarakat adat Indonesia melalui kearifan lokal. Salah satu model pengelolaan perikanan berbasis kearifan lokal yang banyak diterapkan disepanjang Sungai Kampar adalah "lubuk larangan”. Tujuan penulisan ini adalah untuk menggambarkan penerapan lubuk larangan sebagai instrumen pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis ekosistem di Sungai Kampar dan implikasi didalam penerapannya. Penerapan lubuk larangan sepenuhnya di bawah tanggung jawab ninik mamak dengan dukungan aktif dari masyarakat. Hasil lubuk larangan sepenuhnya diperuntukkan untuk pembangunan dan kegiatan sosial seperti membangun masjid, jalan, menyantuni anak yatim, kegiatan olah raga dan sebagainya. Penerapan "lubuk larangan" menunjukkan aspek penting dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem, termasuk konservasi sumber daya perikanan, dukungan terhadap keseimbangan ekosistem, perlindungan spesies terancam punah, peningkatan hasil tangkapan jangka panjang, distribusi sumber daya ikan secara adil, pendekatan terpadu dalam pengelolaan, serta partisipasi dan pengawasan masyarakat.Fish resources in the Kampar River play an important role for local communities but are currently facing the threat of overfishing. One approach to overcome this problem is through fisheries management based on Fishery Management Rights, which is widely adopted by Indonesian indigenous communities through local wisdom. One fisheries management model based on local wisdom widely applied along the Kampar River is "lubuk larangan". The purpose of this paper is to describe the application of lubuk larangan as an instrument for ecosystem-based fisheries resource management in the Kampar River and the implications in its implementation. The full implementation of lubuk larangan is below ninik mamak's responsibility with active support from the community. The proceeds from lubuk larangan are fully intended for development and social activities such as building mosques, roads, assisting orphans, sports activities, etc. The application of "lubuk larangan" shows an important aspect in ecosystem-based fisheries management, including conservation of fisheries resources, support for ecosystem balance, protection of endangered species, increase in long-term catches, fair and equitable distribution of fish resources, an integrated approach to management, and community-based participation and supervision.
... Jumlah nelayan perikanan laut 56 orang nelayan penuh dan 305 nelayan sambilan. Selain itu di Nagari Tanah Bakali juga terdapat Kawasan Konservasi Lubuk larangan yang dibuat oleh tokoh masyarakat setempat dan disahkan oleh Wali Nagari sebagai Kawasan konservasi ikan (Kholis & Edwarsyah, 2020;Setianto et al., 2019;Oktaviarni et al., 2021). ...
Article
Full-text available
Saat ini Lubuk Larangan Bendung Sakti Inderapura diperkirakan sedang bertahap menjadi sebuah destinasi wisata yang menarik. Ada beberapa aktivitas yang dapat dilakukan di perairan Lubuk Larangan Bendung Sakti yang berpotensi menjadi tempat ekowisata. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimana pengembangan ekowisata lubuk larangan tersebut yang dinilai dari A3 (Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas) dan juga secara biofisik mutu kualitas air perairan Lubuk Larangan Bendung Sakti di Kabupaten Pesisir Selatan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan pengharkatan skor dan dilanjutkan dengan uji mutu kualitas air menggunakan uji STORET.Hasil penelitian menunjukkan bawwa Biofisik ditinjau dari aspek Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas pada kawasan perairan Lubuk Larangan Bendung Sakti tergolong ke dalam interval kondisi biofisik “Baik” yaitu dengan total skor 205. Kondisi mutu kualitas perairan berdasarkan hasil uji STORET menujukkan bahwa status mutu air di kawasan lubuk larangan memenuhi ambang batas kualitas air (tidak tercemar) dengan skor 0. Hal ini menunjukkan status mutu kualitas air di Lubuk Larangan Bendung Sakti dalam kategori baik sekali dan tergolong pada kelas A yaitu memenuhi baku mutu. Kondisi biofisik tersebut mengindikasikan bahwa kawasan Lubuk Larangan Bendung Sakti layak dan berpeluang untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata secara berkelanjutan.
... Tradisi gotong royong yang dilakukan di daerah pedesaan Jawa dapat dilihat dari segi pembangunan rumah, perkawinan, dan kematian (Maksum, 2015). Sedangkan di tanah Batak gotong royong dilihat dari segi arisan tenaga yaitu kegiatan semacam kerja bakti bergilir untuk menggarap sawah atau ladang milik warga lain budaya atau tradisi gotong royong memberikan manfaat yang baik (Kholis & Edwarsyah, 2022). Manfaat baik bagi sesama anggota masyarakat maupun negara yaitu dengan terjalinnya rasa solidaritas dalam lingkungan masyarakat, menimbulkan suasana ketentraman dan kedamaian antar sesama anggota masyarakat karena saling membantu dan menolong ,serta tidak mengenal perbedaan suku, agama, ras, dan golongan karena sudah menganggap satu kekeluargaan. ...
Article
Full-text available
Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan kearifan lokalnya, hal ini bisa dilihat dari jumlah suku bangsa dan bahasa yang terdapat di Indonesia. Marsiadapari dan Gugur Gunung merupakan salah satu ciri khas bangsa yang harus dilestarikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses pelestarian kearifan lokal ini sangat efektif dilakukan melalui pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah. Tujuan penelitian dalam artikel ini untuk menjelaskan makna tentang Marsiadapari dan Gugur Gunung yang merupakan budaya gotong royong pada suku batak dan suku jawa sebagai landasan bagi desain Teknologi PAK yang dapat diterapkan dalam lingkungan sekolah. Metode penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan sumber-sumber secara tertulis seperti buku dan artikel ilmiah lainnya. Tentunya semua sumber tersebut merujuk kepada topik terkait kearifan lokal budaya Batak dan budaya Jawa serta teknologi pendidikan dalam konteks PAK. Hasil penulisan artikel ini adalah menguraikan tentang kearifan lokal budaya gotong royong, lalu memberikan jawaban dan penjelasan mengenai kearifan lokal sebagai landasan dalam teknologi PAK. Kearifan lokal dan teknologi informasi diupayakan untuk dapat berkolaborasi dengan baik. Hal ini tentu tidak terlepas dari peran serta guru dan peserta didik yang saling bersinergi untuk mewujudkan hal tersebut di lingkungan sekolah.
Article
Full-text available
Pesut mahakam (Orcaella brevirostris) merupakan mamalia akuatik endemik yang hidup di Kawasan Konservasi Perairan Mahakam Wilayah Hulu. Statusnya sudah dikategorikan critically endangered oleh IUCN dan tergolong pada Appendiks I CITES. Penurunan populasinya yang terjadi setiap tahun menjadikan upaya konservasi penting untuk segera dilakukan. Upaya konservasi yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menetapkan Kawasan Konservasi di Perairan Mahakam Wilayah Hulu Kabupaten Kutai Kartanegara melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 49 Tahun 2022. Penetapan kawasan konservasi ini didukung dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Nomor 61 Tahun 2023 tentang Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Mahakam Wilayah Hulu Kabupaten Kutai Kartanegara 2023-2042. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi terhadap rencana pengelolaan kawasan konservasi yang telah dilakukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data primer yang diambil terdiri atas data pemahaman masyarakat, data kondisi sosial ekonomi masyarakat, serta data pemantauan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pemahaman masyarakat terhadap kawasan konservasi setelah dilakukan sosialisasi. Namun, terdapat beberapa tantangan dan pelanggaran, seperti penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan dan tingkat pendidikan masyarakat. Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan terhadap rencana pengelolaan kawasan konservasi adalah: (1) peningkatan keterlibatan masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat, pendidikan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, dan pengembangan ekonomi alternatif yang berkelanjutan; (2) peningkatan pendidikan konservasi secara formal maupun informal; (3) pengenalan inovasi alat tangkap ikan dengan pemasangan perangkat akustik yang dapat mengusir pesut; dan (4) penguatan penegakan hukum dengan pelibatan champion atau warga desa yang tergabung dalam pokmaswas.
Article
Full-text available
Penelitian pemanfaatan dan pengelolaan kawasan konservasi sumber daya perikanan perairan umum daratan telah dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2009, bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan dan nilai manfaat langsung non ekstraktif perikanan yang dapat diperoleh dari keberadaan lubuk larangan serta pengelolaannya dari aspek biaya, pelaku serta aktivitas pengelolaan lubuk larangan. Metode biaya perjalanan (travel cost method) digunakan untuk mengetahui manfaat lubuk larangan. Analisis dilakukan secara deskriptif dan tekstual, hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat langsung non ekstraktif perikanan lubuk larangan Lubuk Panjang adalah sebesar 3,95 milyar rupiah per tahun yang diperoleh dari besarnya surplus konsumen dari kegiatan pariwisata. Biaya pengelolaan lubuk larangan terdiri dari biaya investasi sebesar Rp. 97.201.300,- yang dikeluarkan pada tahun 2007 dan biaya operasional sebesar Rp. 12.650.000,- per tahun. Pengelolaan lubuk larangan Lubuk Panjang secara teknis sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat yang tergabung dalam wadah kelompok masyarakat pengawas POKMASWAS, sedangkan pemerintah (pusat dan daerah) serta masyarakat secara umum melalui kelembagaan adat setempat berperan sebagai pengawas. Peran serta masyarakat dalampengelolaan kawasan konservasi diharapkan dapat mengurangi biaya pengawasan yang dibebankan kepada APBD maupun APBN. Pemanfaatan lubuk larangan yang telah berkembang menjadi objek wisata diperlukan peraturan yang jelas mengenai batasan-batasan antara kegiatan wisata dan konservasi. Tittle: Utilization and Management of Fisheries Resources Conservation Area. (Case Study In Lubuk Larangan Lubuk Panjang, Barung-Barung Belantai Village, Pesisir Selatan District, West Sumatra)Research on utilization and management of fisheries resources conservation area was conducted during March to August 2009 to understand utilization status and non-extractive direct use of fishery from the fisheries resources conservation area (lubuk larangan, literally mean restricted fisheries pool) Lubuk Panjang, Barung-Barung Belantai Village, Pesisir Selatan District, West Sumatra. This research analyzed cost aspects, actors and management activities. This research used travel cost method to determine the use value from the fisheries resources conservation area. Non-extractive direct use of fishery in research area provided 3.95 billion rupiah annually from a large numbers of consumer surplus from tourism activities. Management costs for running tourism activities include investment cost in 2007 (IDR 97,201,300) and operational cost (IDR 12,650,000 annually). Fisheries resources conservation area is under the management of community surveillance group (POKMASWAS) Lubuk Panjang with controlling function from village government and local community representative. By encouraging community participation in the management of conservation areas, surveillance cost from national or local budgets will reduce. As growing tourism object, fisheries resources conservation area need clear rules boundaries to distinct tourism and conservation activities.
Book
Full-text available
Perikanan harus mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk itu seharusnya dapat dikelola dengan baik dan benar serta dengan menerapkan prinsip pengeolaan perikanan berkelanjutan. Saya berkeyakinan bahwa, sistem pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab jika dikedepankan akan memberikan manfaat maksimal. Pengelolaan perikanan berbasis ekosistem atau yang dikenal dengan ecosystem approach to fisheries management (EAFM) menjadi salah satu tools dan cocok untuk bangsa ini untuk menjamin keberlangusngan sumberdaya perikanan Indonesia. Oleh karena itu, saya mendukung penuh upaya dari berbagai pihak yang berkomitmen merumuskan pemikiran, melaksanakan aksi, dan menerapkan pengelolaan perikanan dengan pendekataan dalam praktek pengelolaan perikanan di Indonesia. Perumusan pemikiran melalui berbagai karya nyata, termasuk buku harus terus dilakukan. Saya mengapresiasi upaya yang dilakukan dengan memasukkan substansi pengelolaan perikanan berbasis ekosistem ini pada proses pendidikan di Perguruan Tinggi. Buku ini menjadi penting dan bermanfaat untuk keberlanjutan perikanan di masa mendatang. Buku Pengantar Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem: Teori dan Praktek ini sangat cocok sebagai salah satu buku referensi bagi mahasiswa terkait pengelolaan perikanan. Pembelajaran bagi mahasiswa penting sebagai jawaban di masa depan dalam keberlanjutaan pengelolaaan perikanan di Indonesia.
Article
Full-text available
Isu kemiskinan tetap menjadi isu penting bagi negara-negara berkembang, demikian pula dengan Indonesia. Penanganan persoalan kemiskinan harus dimengerti dan dipahami sebagai persoalan dunia, sehingga harus ditangani dalam konteks global pula. Sehingga setiap program penanganan kemiskinan harus dipahami secara menyeluruh dan saling interdependen dengan beberapa program kegiatan lainnya. Dalam SDGs dinyatakan no poverty (tanpa kemiskinan) sebagai poin pertama prioritas. Hal ini berarti dunia bersepakat untuk meniadakan kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pengentasan kemiskinan akan sangat terkait dengan tujuan global lainnya, yaitu lainnya, dunia tanpa kelaparan, kesehatan yang baik dan kesejahteraan, pendidikan berkualitas, kesetaraan jender, air bersih dan sanitasi, energy bersih dan terjangkau; dan seterusnya hingga pentingnya kemitraan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Article
Full-text available
Humans derive many tangible and intangible benefits from coastal areas, providing essential components for social and economic development especially of less developed coastal states and island states. At the same time, growing human and environmental pressures in coastal areas have significant impacts on coastal systems, requiring urgent attention in many coastal areas globally. Sustainable development goal (SDG) 14 of the 2030 Agenda for Sustainable Development (henceforth the 2030 Agenda) aims for conservation and sustainable use of the oceans, seas, and marine resources, explicitly considering coastal areas in two of its targets (14.2 and 14.5). These promote, as we argue in this article, a strong sustainability concept by addressing protection, conservation, and management of coastal ecosystems and resources. The 2030 Agenda adopts the so-called “three-pillar-model” but does not specify how to balance the economic, social, and environmental dimensions in cases of trade-offs or conflicts. By analysing SDG 14 for the underlying sustainability concept, we derive decisive arguments for a strong sustainability concept and for the integration of constraint functions to avoid depletion of natural capital of coastal areas beyond safe minimum standards. In potential negotiations, targets 14.2 and 14.5 ought to serve as constraints to such depletion. However, such a rule-based framework has challenges and pitfalls which need to be addressed in the implementation and policy process. We discuss these for coastal areas in the context of SDG 14 and provide recommendations for coastal governance and for the process ahead.
Article
Full-text available
Perilaku ekologis masyarakat di sekitar sungai merupakan sebuah modal mendasar bagi keberlangsungan sumberdaya ikan di kawasan sungai tersebut. Oleh karenanya, makalah ini bertujuan untuk menganalisis perilaku ekologis masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumberdaya sungai. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2012 pada masyarakat Nagari Manggilang Kecamatan Pangkalan Koto Baru Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat yang menetap di daetah aliran sungai Batang Talagiri dan Batang Manggilang. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang menginterpretasikan secara logic hubungan antara faktor-faktor pendorong, implementasi serta implikasi perilaku ekologis tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perilaku ekologis masyarakat Nagari Manggilang dalam memperlakukan sungai didukung oleh beberapa hal yaitu kondisi geografis, pola kepemimpinan, hukum adat, dan sistem mata pencaharian masyarat. Keempat unsur ini turut andil dalam melestarikan perilaku ekologis tersebut. Perilaku ekologis masyakat Manggilang yang terwujud dalam lubuk larangan tidak hanya berimplikasi terhadap perilaku ekologi masyarakat secara kolektif, juga merubah perilaku sosial ekonomi masyarakat ke arah yang lebih produktif dan memiliki nilai moral yang tinggi. Title: Lubuk Larangan: Form of Ecological Behavior of Local Community in The Inland Fisheries Resource Management (River Tipology)Ecological behavior is a potential capital of sustainable resources. This paper aims to study the ecological behavior of local communities in the use of river resources. This study was conducted in 2012 at Nagari Manggilang, Pangkalan Koto Baru, Lima Puluh Kota District, West Sumatera with the objects are the community who settled in the watershed of the Batang Talagiri river and Batang Manggilang river. Data analysed by using descriptive qualitative that interpreted logically the relation among the supportive factors, implementation factors, and the implication of the ecological behavior. The results showed that the ecological behavior of Nagari Manggilang’ residents in treating the river suppoerted by several elements: geography, leadership patterns, customary laws, and livelihood systems. All of these elements contributed to preserve the ecological behavior. This ecological behavior at Nagari Manggilang’ residents that materialized as “Lubuk Larangan” was not only implicated to the ecological behavior of the society, but also changed the social behavior as well as economic behavior towards a more productive society and higher morale values
Article
Full-text available
Perairan umum daratan Indonesia mempunyai luas 13,85 juta ha yang terdiri atas 12,0 juta ha sungai dan paparan banjiran (flood plains), 1,8 juta ha danau alam (natural lakes) dan 0,05 juta ha danau buatan (man made lakes) atau waduk (reservoirs). Potensi perikanan tangkap di perairan umum daratan ditaksir mencapai 3.034.934 ton per tahun. Perairan umum daratan berperan penting sebagai sumber protein dan ketahanan pangan, sumber ekonomi masyarakat, sumber lapangan kerja, sumber plasma nutfah dan genetik, sumber devisa dan pendapatan asli daerah, serta obyek wisata alam (ecoturism). Perairan umum daratan yang terabaikan akan berdampak terhadap penurunan potensi luasnya, keanekaragaman jenis ikan, produksi ikan, kesempatan dan peluang kerja (peningkatan pengangguran), pendapatan asli daerah, dan fungsi estetika. Pengelolaan perairan umum dengan benar akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi minimal 20% dan fungsi ekologis, sehingga perikanan perairan umum daratan dapat dijadikan tumpuan pembangunan perekonomian masyarakat, khususnya nelayan. Berbagai upaya yang dilakukan untuk membangun perikanan perairan umum daratan antara lain mempromosikan akan penting dan peranan sub sektor perikanan, memberikan perhatian terhadap riset di bidang sumber daya perikanan, melakukan valuasi sumber daya, melaksanakan monitoring dan evaluasi (termasuk perbaikan statistik perikanan), mengembangkan ko manajemen dan kapasitas sumber daya manusia.Inland waters of Indonesia has a total area of 13.85 million ha composing of 12.0 million ha rivers and flood plains, 1.8 million ha natural lakes and 0.05 million ha man made lakes/ reservoirs. Total of fish potential yields of the inland waters was estimated to be 3,034,934 ton per yr. The inland waters plays an important role as source of protein and food security, source of economic and supporting livelihood of the peoples, source of employment, sources of genetics and germ plasm, contributing to foreign exchange and local government earning, and eco-tourism. The neglecting inland waters has affected on the decreasing potential area, fish potential yields, fish species diversity, employment opportunity, and local government earning and the ecological function. Management of the resources could impact on the increasing fish yields at least 20% and its ecological function, so that the inland waters fisheries can be used as a based of economic development of the peoples especially for the fishers. Some efforts which should be done in development of the inland waters fisheries are promotion of the role and importance of fisheries between other sectors, prioritizing research on fisheries resources, valuation of inland waters fisheries, monitoring and evaluation (including fisheries statistics), development of fisheries co-management and capacity building of the human resources.
Article
p>Kearifan lokal merupakan suatu nilai budaya yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat Indonesia dan diakui keberadaannya oleh hukum negara. Kearifan lokal yang masih berlakudi dalam kehidupan masyarakat Sumatera terkait dengan pengelolaan perikanan perairan umum daratan terdiri dari lelang lebak lebung (Sumatera Selatan), lubuk larangan (Jambi dan Sumatera Barat), rantau larangan (Riau), ma’uwo (Riau), dan upacara semah terubuk (Riau).Dari kelima kearifan lokal tersebut, lubuk larangan termasuk sistem pengelolaannya sudah menjadi salah satu kegiatan pemerintah sampai di tingkat nasional.Penguatan kearifan lokal dengan kajian ilmiah dapat menjadikan kearifan lokal sebagai bagian dari sistem pengelolaan perikanan yang efektif dan efisien berbasis masyarakat.Kajian ilmiah terhadap kearifan lokal yang berhubungan dengan pengelolaan perikanan dapat didekati dengan etnobiologi (analisis emik dan analisis etik).Selanjutnya, kearifan lokal dapat diperkuat secara hukum dan perundang-undangan yang berlaku secara nasional. Local wisdom is a cultural value that can not be separated from the life of the Indonesian people and its existence is recognized by state law. Local wisdoms found in Sumatra related to inland fisheries management are lebak lebung (South Sumatra), lubuk larangan (Jambi and West Sumatra), rantau larangan (Riau), ma'uwo (Riau), and upacara semah terubuk (Riau).Lubuk larangan including its management system has become one of the government's activities to the national level. Strengthening local wisdom with scientific studies can make it is as part of effective and efficient community-based fisheries management system. Scientific studies on local wisdom related to fisheries management could be analyzed by applying ethnobiology approach (emic and etic analysis). </p
Article
Permasalahan utama yang teridentifikasi terhadap penurunan populasi sumber daya ikan arwana adalah eksploitasi berlebih, alih fungsi lahan dan degradasi habitat akibat penggundulan hutan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penurunan populasi ikan arwana adalah konservasi eksitu melalui penangkaran dan konservasi insitu. Konservasi insitu ikan arwana merah (Sclerofages formosus) di habitatnya telah dilakukan oleh penduduk lokal di sekitar Danau Empangau sejak tahun 1980. Hasil pengamatan di lapangan dan kajian pustaka diperoleh keragaan pengelolaan arwana merah baik di tingkat lokal maupun nasional. Pembelajaran yang dapat dipetik dari pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan arwana merah berbasis masyarakat ini adalah salah satu pilihan terbaik dalam rangka optimasi pemanfaatan dan konservasi di habitat aslinya. The main problems identified in decreasing of arowana population are over-exploited, habitat fragmentation and habitat degradation due to deforestation. Breeding operations as an exitu conservation and an insitu conservation could be conducted to solve those problems. The insitu conservation of red arowana (Scleropages formosus) has been done by local community around Empangau Lake, one of the natural habitats since 1980. Management of the red arowana in local and national level was reviewed based on the results of field survey and desk study. Lesson learned of community based management of red arowana is the best options for the optimal utilization and conservation of the species at their natural habitat.
Article
Penurunan produksi ikan kurau dari tahun ke tahun menimbulkan banyak permasalahan bagi nelayan Pambang Pesisir, terutama masalah konflik sosial yang sering terjadi beberapa tahun ini.Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan Prioritas strategipengelolaan usaha penangkapan ikan kurau kedepan, agar terciptanya pengelolaan usaha penangkapan ikan kurau berkelanjutan.Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2016 di Pambang Pesisir Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau dengan metode survei. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis hirarki proses (AHP). Hasil analisis menunjukkan strategi pengelolaan usaha penangkapan ikan kurau lebih diarahkan ke strategi konservasi (KONSERV) sebagai prioritas pertama dengan nilai sebesar (0,328), diikuti prioritas keduabantuan operasional (BOP) sebesar (0,245), prioritas ketiga penyuluhan dan pembinaan (PDP) sebesar (0,242) dan prioritas keempat kredit usaha rakyat (KUR) sebesar (0,184) dengan inconsistency terpercaya 0,04. Kata Kunci: Ikan kurau, Analisis hirarki proses, Konservasi, Pambang Pesisir
Article
The river is one of the natural resources that are beneficial to human life, such as in agriculture and aquaculture processes, particulary in the Jeneberang River. Along the Jeneberang River flow, be found a rice fields area, mining and resident settlements which causes the entry of organic matter into river flow bodies. The purpose of this study was to determine the level of eurofication that occurred in the Jeneberang River and also to determine the effect of eutrophication on water quality in that river. This research was descriptive research using survey methods, this research was carried out by taking water samples at five stations namely, upstream, middle and downstream. The results showed that eutrophication had occurred in the Jenebrang River and was at the hypertrophic status. In addition, the results of the regression test showed that eutrophication had a significant take effect on dissolved oxygen content and Ph on the Jeneberang river. However, eutrophication does no significant effect on abundance plankton, and temperature.
Article
This research aims to: Find out the level of students and communities environmental knowledge towards river ecosystem based local wisdom (in)* lubuk larangan (part of the river which the fishes cannot be taken until the certain time)* basedon the level of education; Determine the level of environmental knowledge of students and communities towards river ecosystem based local wisdom lubuk larangan. The research used a quantitative descriptive research. The research sample as many as 158 students and 50 communities who live in Tambangan village Tambangan District, Madina Regency. The instrument used in this research was a questionnaire. Data analysis technique used Friedman-test. The final conclusion of the research: The level of education and location of the school influenced the level of knowledge about the environment of students based on local wisdom lubuk larangan basedon the level of education. The average of adult’s knowledge was higher than High School, Junior High and Elementary School students.
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil
  • L Adrianto
Adrianto, L. 2005. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil. Paper disampaikan pada Sosialisasi Pedoman Investasi Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Mataram, 28.
Assessing sustainability of fisheries systems in a small island region; Flag modeling approach
  • L Adrianto
  • T Matsuda
  • Y Sakuma
Adrianto, L., Matsuda, T., & Sakuma, Y. 2005. Assessing sustainability of fisheries systems in a small island region; Flag modeling approach. Proceedings of IIFET. Tokyo (JP).
Kajian Indikator Sustainable Development Goals (SDGs)
  • Statistik Badan Pusat
Badan Pusat Statistik. 2014. Kajian Indikator Sustainable Development Goals (SDGs). Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Kearifan Lokal Lubuk Larangan Sebagai Upaya Pelastarian Sumberdaya Perairan di Nagari Sikucur Kecamatan V Koto Kampung Dalam Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat
  • A P Dani
  • F Nugroho
  • V Amrifo
Dani, A. P., Nugroho, F., & Amrifo, V. 2016. Kearifan Lokal Lubuk Larangan Sebagai Upaya Pelastarian Sumberdaya Perairan di Nagari Sikucur Kecamatan V Koto Kampung Dalam Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Berkala Perikanan Terubuk, 44(2), 89-99.
  • M Firdaus
  • H M Huda
Firdaus, M., & Huda, H. M. 2015. Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Sungai (Studi Kasus: di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat). Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 1(1), 41-47.
Biologi konervasi. Edisi Revisi (p xviii, 626)
  • M Indrawan
  • R Primack
  • J Supriatna
Indrawan, M., Primack, R. B & Supriatna, J. 2007. Biologi konervasi. Edisi Revisi (p xviii, 626).Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
SDG 14. Sustainable fishery or Blue Economy?
  • F J Mari
Mari, F. J. 2018. SDG 14. Sustainable fishery or Blue Economy?, Civil Society Reflection Group on the 2030 Agenda for Sustainable Development Exploring new policy pathways. Page 150.
Telaah Eutrofikasi pada Waduk Alam Rawapening
  • U H Murtiono
  • A Wuryanta
Murtiono, U. H., & Wuryanta, A. 2016. Telaah Eutrofikasi pada Waduk Alam Rawapening.
Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan. Kerja sama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R) dengan PT
  • V P Nikijuluw
Nikijuluw, V. P. (2002). Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan. Kerja sama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R) dengan PT. Pustaka Cidesindo.
Nilai Pelestarian Lingkungan dalam Kearifan Lokal Lubuk Larangan Ngalau Agung
  • A Parwati
Parwati, A. 2012. Nilai Pelestarian Lingkungan dalam Kearifan Lokal Lubuk Larangan Ngalau Agung. In Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (pp. 98-103).
Bunga Rampai Analisis Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Kelautan dan Perikanan
  • T H Purwaka
Purwaka, T. H. 2003. Bunga Rampai Analisis Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Kelautan dan Perikanan. Jakarta: THP.
Pencemaran Bahan Organik Dan Eutrofikasi Di Perairan Cituis
  • A R Simbolon
Simbolon, A. R. 2016. Pencemaran Bahan Organik Dan Eutrofikasi Di Perairan Cituis, Pesisir Tangerang. Pro-Life, 3(2), 109-118.
Pengakuan Keberadaan Kearifan Lokal Lubuk Larangan Indarung
  • Suhana
Suhana. 2008. Pengakuan Keberadaan Kearifan Lokal Lubuk Larangan Indarung, Kabupaten Kuantan SingingiProvinsiRiauDalamPengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (p.7). Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM).
An Analysis of Co-Management Fisheries in West Sumatra Province, Indonesia: A Case Study of Ikan Larangan
  • I Susilowati
Susilowati, I. 1999. An Analysis of Co-Management Fisheries in West Sumatra Province, Indonesia: A Case Study of Ikan Larangan. In International Workshop on Fisheries Co-management, Penang, Malaysia (pp. 23-29).
Lubuk Larangan: Dinamika Pengetahuan Lokal
  • C Yuliaty
  • F N Priyatna
Yuliaty, C., & Priyatna, F. N. 2014. Lubuk Larangan: Dinamika Pengetahuan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Perairan Sungai di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 9(1), 115-125.