ArticlePDF Available

PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM: Studi Kasus Hukum Waris di Somalia

Authors:

Abstract

This article aims to examine one of the phenomena that emerged in the Muslim world in the 20th century, namely the renewal of family law in Muslim-majority countries. This article focuses on the study of inheritance law reform in Somalia. By using a legal political approach, this article examines several important issues, i.e.,: the model of inheritance law reform in Somalia, the reasons that led to the revolutionary change from the concept of Islamic inheritance in general, and and the factors that influence these changes. In general, this study shows that in the reform of family law in Somalia, there are several rules that are not much different from the concept of the imam of the school of thought, but there are also several legal rules that are quite far from the conceot of conventional, especially the legal rules related to inheritance.
e-Journal Al-Syakhsiyyah Journal of Law and Family Studies, Vol. 3 No. 2 (2021)
© Fakultas Syariah IAIN Ponorogo (2021)
Published Online: Desember 2021
129
PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM: Studi Kasus Hukum
Waris di Somalia
Ahmad Syafi’i SJ, Suad Fikriawan
Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo
syafiiahmad79@gmail.com , suad.fikriawan@gmail.com
Abstract: This article aims to examine one of the phenomena that emerged
in the Muslim world in the 20th century, namely the renewal of family law
in Muslim-majority countries. This article focuses on the study of
inheritance law reform in Somalia. By using a legal political approach, this
article examines several important issues, i.e.,: the model of inheritance law
reform in Somalia, the reasons that led to the revolutionary change from the
concept of Islamic inheritance in general, and and the factors that influence
these changes. In general, this study shows that in the reform of family law
in Somalia, there are several rules that are not much different from the
concept of the imam of the school of thought, but there are also several legal
rules that are quite far from the conceot of conventional, especially the legal
rules related to inheritance.
Keywords: Hukum Waris, Pembaruan, Somalia, Politik Hukum dan
Sistem Peradilan
PENDAHULUAN
Hukum tentang perseorangan (personal status/al-ahwâl al-syakhshiyyah)
merupakan bidang yang tidak hanya dianggap penting, tetapi juga
dianggap yang paling fundamental dalam hukum Islam. Hal ini
karena al-Qur’an menaruh perhatian besar terhadap persoalan-
persoalan hukum yang berkaitan dengan keluarga, seperti
perkawinan, perceraian, dan kewarisan, dari pada materi hukum
lainnya. Oleh karena sangat fundamentalnya persoalan hukum yang
berkaitan dengan masalah perseorangan, N.J. Coulson
1
dan Esposito
2
1
N.J. Coulson, A History of Islamic Law (Edinburgh: Edinburgh University
Press, 1964), 161.
2
John L. Esposito, Women in Muslim Family Law (New York: Syracuse
University Press, 2001), 12.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
130
mengemukakan bahwa hukum keluarga merupakan benteng hukum
Islam. Dalam pengertian ini, hukum keluarga mempresentasikan
suatu inti agama dan kaum muslimin pada umumnya menganggap
bahwa mentaati prinsip-prinsip aturan ini sebagai suatu kriteria
kepatuhan religius baik individu maupun kolektif. Oleh sebab itu,
tampaknya cukup beralasan mengapa hukum Islam tentang personal
status ini secara umum tetap berlaku di negara-negara Islam.
Setiap kali pemerintah negara-negara Islam berusaha
melakukan reformasi dengan mengganti seluruh atau sebagian dari
aspek hukum tersebut, selain Turki
3
dan Tunisia, selalu gagal, tidak
terkecuali Indonesia.
4
Hal ini disebabkan karena mendapatkan
perlawanan yang keras dari ulama dan umat Islam di negara yang
bersangkutan.
Akan tetapi, sejalan dengan proses perubahan ruang dan
waktu, tampaknya mengacu pada versi hukum Islam produk abad
pertengahan memerlukan peninjauan ulang bahkan reinterpretasi
baru. Oleh karena itu, pembaharuan (reform atau ishlâh dan tajdîd)
5
hukum Islam dalam bidang hukum keluarga merupakan suatu
keniscayaan dan fenomena abad 20.
6
Tuntutan pembaharuan ini
dilatarbelakangi banyak faktor, di antaranya perubahan-perubahan
sosio-kultural yang salah satunya adanya perubahan struktur
keluarga yang komunalistik ke dalam bentuk nuclear family dan
peningkatan peranan wanita (Islam) dalam kehidupan masyarakat.
3
J.N.D. Anderson, “Modern Trends in Islam: Legal Reform and
Modernization in the Middle East,” International and Comparative Law Quarterly, 20
Januari 1971, 6.
4
Zaini Ahmad Noeh, “Perkembangan Setelah Undang-Undang Perkawinan,”
Dalam Daniel S Lev, Peradilan Agama Islam di Indonesia: Suatu Studi Landasan Politik
Lembaga-Lembaga Hukum (Jakarta: Intermasa, 1986), 339.
5
Lihat Oxford Encyclopedia of Modern Islamic Law, Vol. 2, 242-464.
6
Salah satu fenomena yang muncul di dunia Muslim dalam abad 20 adalah
adanya usaha pembaruan hukum keluarga (perkawinan, perceraian, dan warisan) di
negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Turki misalnya, melakukannya pada
tahun 1917, Mesir 1920, Iran 1931, Syiria 1953, Tunisia 1956, Pakistan 1961, dan
Indonesia tahun 1974. Lihat M. Atho’ Mudzhar, dkk (eds.), Hukum Keluarga di Dunia
Islam Modern: Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fikih
(Jakarta: Ciputat Press, 2003), 1.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
131
Di samping dua faktor tersebut, terdapat satu faktor yang menurut
hemat saya sangat berpengaruh terhadap percepatan pembaharuan
hukum Islam, yaitu adanya okupasi (occupation) wilayah-wilayah
Islam oleh imperalis Barat di mana dalam praktiknya tidak hanya
menguasai persoalan politik dan ekonomi, tetapi juga secara
berlahan-lahan jika tidak ingin dikatakan memaksakan-
menciptakan perubahan hukum di wilayah itu dengan dalih bahwa
sebagian hukum Islam sudah ketinggalan zaman.
Meskipun penjajahan, di satu sisi, telah mematikan potensi
politik umat Islam secara umum, namun di sisi lain juga membuka
kran yang lebih besar bagi masuknya arus modernisasi Barat. Kontak
kaum muslimin dengan peradaban dan pemikiran Barat modern,
sedikit banyak turut menentukan arah perkembangan negara-negara
Muslim pada masa-masa selanjutnya, antara lain merangsang
tumbuhnya kesadaran akan tertinggalnya masyarakat Islam,
kadaluarsanya konsep-konsep pemikiran mereka, hingga kesadaran
perlunya pembaruan demi kemajuan Islam. Salah satu aspek yang
ikut tersentuh arus pembaruan tersebut adalah pemikiran dan
pengembangan hukum keluarga Islam.
Somalia yang akan menjadi fokus pembicaraan meskipun
baru mulai mengadakan pembicaraan pengembangan hukum
keluarganya pada tahun 1972 yaitu dua belas tahun setelah negara
tersebut merdeka pada tahun 1960 dan hukum keluarganya baru
terbentuk secara resmi tahun 1975, namun reformasi hukum
keluarganya nampak lebih revolusioner dibandingkan negara-negara
lainnya bahkan setara dengan hukum keluarga negara sekuler Turki.
Secara lebih khusus, tulisan ini hendak membahas tentang
bagaimana hukum waris di Somalia, mengapa terjadi perubahan
revolusioner dari konsep kewarisan Islam secara umum, dan unsur-
unsur apa sajakah yang mempengaruhi perubahan tersebut. Untuk
mengawali pembicaraan mengenai hukum keluarga di Somalia, ada
baiknya penulis akan mengawalinya dengan membahas pembaruan
hukum keluarga secara umum, kemudian dilanjutkan dengan
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
132
melihat kesejarahan negara Somalia dari beberapa aspek seperti
sosiologis, politik, budaya, kehidupan keagamaan, serta hukum
waris dan reformasi materi kewarisan dalam hukum keluarga
Somalia.
PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM: SURVEI
KRONOLOGIS
Konsep Pembaruan
Dalam literatur hukum Islam kontemporer, kata “pembaruan”
silih berganti dipergunakan dengan kata reformasi, modernisasi,
reaktualisasi, dekonstruksi, rekonstruksi, ishlâh dan tajdîd. Di antara kata-
kata tersebut yang paling banyak dipergunakan adalah kata
reformasi, ishlâh dan tajdîd. Reformasi berasal dari bahasa Inggris
“reformation” yang berarti membentuk atau menyusun kembali.
7
Reformasi sama artinya dengan memperbarui, asal kata “baru”
dengan arti memperbaiki supaya menjadi baru atau mengganti
dengan cara yang baru.
8
Tajdîd mengandung arti membangun
kembali, menghidupkan kembali, menyusun kembali atau
memperbaikinya agar dapat dipergunakan sebagaimana yang
diharapkan.
9
Sedangkan kata ishlâh diartikan dengan perbaikan atau
memperbaiki.
10
Bustami Muhammad Saad
11
mengemukakan bahwa kata
tajdîd adalah lebih tepat digunakan untuk membahas tentang
pembaruan hukum, sebab kata tersebut mempunyai arti pembaruan,
sedangkan kata ishlâh meskipun sering digunakan secara
berdampingan, tetapi lebih berat pengertiannya kepada pemurnian.
7
John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: PT
Gramedia, 2003), 473. Lihat juga Peter Collin, Dictionary of Law, Peter Collin Publishing,
Third Edition, 2000, 311.
8
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. Ke-3 (Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1990), 82.
9
Lois Ma’luf, Al-Munjid al-Abjadî (Beirût, Libanon: Dâr al-Masyriq, 1986), 229.
10
Lihat Ibid.
11
Bustami Muhammad Saad, Mafhûm Tajdîd al-Dîn al-Da’wah (Kuwait: tt.p.
tt.), 26-27.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
133
Menurut Masjfuk Zuhdi
12
kata tajdîd lebih komprehensif
pengertiannya sebab dalam kata tajdîd terdapat tiga unsur yang
saling berhubungan, yaitu: pertama, al-i’âdah, artinya mengembalikan
masalah-masalah agama terutama yang bersifat khilafiah kepada
sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, al-ibânah,
artinya purifikasi atau pemurnian ajaran agama Islam dari segala
macam bentuk bid’ah dan khurafat serta pembebasan berfikir ajaran
Islam dari fanatik mazhab, aliran, ideology yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Ketiga, al-ihyâ’, artinya
menghidupkan kembali, menggerakkan, memajukan, dan
memperbarui pemikiran dan melaksanakan ajaran Islam. Pembaruan
yang dikemukakan ini berbeda dengan konsep pembaruan yang
dikemukakan oleh Harun Nasution
13
yang lebih menekankan kepada
penyesuaian pemahaman Islam sesuai dengan perkembangan baru
yang ditimbulkan akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.
Penggunaan kata tajdîd dalam membicarakan pembaruan
hukum Islam didasarkan kepada al-Qur’an antara lain Surat Ibrâhim
((14): 19): “Kalau Allah menghendaki, maka Allah akan melenyapkan kamu
dan mengganti dengan generasi yang baru.” Demikian juga hadis
riwayat Abû Daud “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk
umat ini (umat Islam) pada setiap penghujung seratus tahun orang-orang
yang memperbarui pemikiran agama mereka.”
14
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan pembaruan hukum Islam (tajdîd) adalah suatu
upaya dan perbuatan melalui proses tertentu dengan penuh
kesungguhan yang dilakukan oleh mereka yang mempunyai
kompetensi dan otoritas dalam pengembangan hukum Islam
(mujtahid) dengan cara-cara yang telah ditentukan berdasarkan
12
Masjfuk Zuhdi, Pembaruan Hukum Islam dan Kompilasi Hukum (Surabaya:
PTA Jawa Timur, 1995), 2-3.
13
Harun Nasution, Pembaruan Hukum Islam: Pemikiran dan Gerakan, cet. Ke-4
(Jakarta: Bulan Bintang, 1986), 11-12.
14
Al-Albani, Silsilah al-Hadîts al-Shahîh (Beirût-Libanon: al-Maktar al-Islâmî,
1972), 601.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
134
kaidah-kaidah istinbath hukum yang dibenarkan sehingga
menjadikan hukum Islam dapat tampil dengan “performance” yang
lebih segar dan modern, tidak ketinggalan zaman.
15
Pembaruan Hukum Keluarga di Dunia Islam
Hukum keluarga dalam masyarakat Islam kontemporer, baik
di negara-negara Islam maupun di negara-negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam sangat menarik untuk dikaji. Sebab di
dalam hukum keluarga tersebut terdapat jiwa wahyu ilahi dan
sunnah Rasul. Dengan kata lain, bahwa hukum keluarga adalah inti
dari syari’ah dan merupakan bidang utama dari hukum Islam yang
masih menyisakan kekuatannyan untuk mengatur kehidupan umat
Islam yang berjumlah lebih dari 800 Juta jiwa tersebar dari benua
Afrika sampai Asia Tenggara.
16
Sadar akan pentingnya posisi hukum keluarga dalam
percaturan dunia, maka perlu diadakan pembaruan, pengembangan
yang selaras dengan perkembangan zaman. Upaya ini dengan sadar
telah dimulai sejak permulaan abad XX secara bertahap.
1. Tiga kategori negara Muslim
Negeri-negeri Muslim di dunia ini dalam kaitannya dengan
reformasi hukum keluarga, pada dasarnya terbagi atas tiga
kategori, yaitu:
17
a. Negeri Muslim yang sama sekali tidak mau melakukan
pembaruan dan masih tetap memberlakukan hukum
15
Bandingkan dengan Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia
(Yogyakarta: Gama Media, 2001), 97.
16
John L. Esposito, Women in Muslim, X.
17
Tahir Mahmood, Family Law Reform in the Muslim World (Tripathi, Bombay:
The Indian Law Institute, 1971), 3-8. Lihat juga J.N.D. Anderson, Islamic Law in the
Modern World (New York: New York University Press, 1975), 82-83. Bandingkan dengan
M. Atho Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majlis Ulama Indonesia: Sebuah Studi tentang Pemikiran
Hukum Islam di Indonesia 1975-1988 (Jakarta: INIS, 1993), 3; idem, Membaca Gelombang
Ijtihad: Antara Tradisi dan Literasi ((Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), 174-75; juga Amir
Mu’allim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001),
7-15.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
135
keluarga sebagaimana yang tertuang dalam kitab-kitab fikih
dari mazhab yang dianut seperti Saudi Arabia.
b. Negeri Muslim yang sama sekali telah meninggalkan hukum
keluarga Islam dan sebagai gantinya mengambil hukum sipil
Eropa (hukum sekuler), seperti Turki.
c. Negeri-negeri yang berusaha untuk mencapai kompromi
antara kedua daerah hukum tersebut dengan menerima
hukum sekuler dan memelihara syari’at pada waktu yang
bersamaan, seperti Mesir, Yordania, Tunisia, Irak, Syiria,
Indonesia dan lain-lain.
2. Fase-fase pembaruan
Secara garis besar gerakan pembaruan hukum keluarga di
dunia Islam pada abad ke-20 ini dapat dibagi ke dalam tiga fase
yaitu:
18
a. Fase tahun 1915-1950
Pada periode ini tercatat turki memperbarui hukum
keluarganya pada tahun 1915 dan 1917 yang kemudian terus
berlaku untuk wilayah-wilayah jajahannya di Yordania,
Libanon, Palestina dan Syiria. Mesir menyusul dengan
memberlakukan undang-undang No. 25 tahun 1920, yang
kemudian disusul dengan undang-undang No. 56 tahun
1923, undang-undang No. 25 tahun 1929, No. 77 tahun 1943
dan No. 71 tahun 1947. Gerakan tersebut kemudian diikuti
oleh Sudan pada tahun
b. Fase tahun 1950-1971
Dengan berakhirnya perang dunia ke II, sejumlah negeri
berpenduduk Islam di Asia dan Afrika menjadi negara
merdeka. Sebagian negara itu bahkan mencantumkan Islam
sebagai agama resmi dalam konstitusi. Selain utu kita juga
menyaksikan lahirnya negara Pakistan, pecahan dari India.
Kenyataan ini memberikan angin baru terhadap gerakan
18
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries (New Delhi: Academy of
Law and Religion, 1987), 3-7.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
136
pembaruan hukum keluarga Islam. Pada periode ini tercatat
Yordania mengundangkan hukum keluarganya pada tahun
1951, Syiria tahun 1953, Tunisia tahun 1956, Maroko tahun
1958, Irak tahun 1959, Algeria tahun 1959, dan Pakistan
tahun 1961 dan 1962. Iran pada tahun 1967 sekali lagi
memperbarui hukum keluarganya. Sedangkan umat Islam
Indonesia pada fase ini belum mempunyai undand-undang
tentang hukum keluarga, meskipun Indonesia telah
memperluas jurisdiksi Pengadilan Agama di Luar Jawa dan
Madura untuk mengurusi perkara warisan.
c. Fase tahun 1971-sekarang
Pada fase ini tercatat sejumlah pembaruan hukum keluarga
dilakukan oleh sejumlah negara. Pada tahun 1971 Afganistan
dan Kuwait masing-masing memberlakukan hukum
perkawinan dan kewarisan. Tahun 1972 dan 1973 Libya
memperbarui hukum perkawinan, perceraian dan wakaf.
Pada tahun 1974 dan 1975 Yaman selatan memperbarui
hukum keluarganya, meskipun hanya sebentar. Indonesia
dan Somalia memberlakukan undang-undang perkawinan
pada tahun 1974. Syiria juga memperbaiki undang-undang
yang dibuatnya tahun 1953 dan Iran memperbaiki lagi
undang-undang yang dikeluarkan pada tahun 1967. Pada
tahun 1976 dan 1977 Yaman utara melakukan kodifikasi
hukum kewarisan dan Yordania memperbarui undang-
undang yang dibuatnya pada tahun 1951. Pada tahun 1978,
Yaman utara memperbaharui lagi hukum keluarganya dan
Irak memperbaiki hukum undang-undang tahun 1959. Pada
tahun 1979-1980, Mesir memperbarui lagi undang-undang
yang dikeluarkan pada tahun 1920 dan 1929. pada tahun
1981 Tunisia merombak undang-undang yang dibuatnya
pada tahun 1956. Pada tahun 1983, Irak memberlakukan
undang-undang tentang hak-hak wanita yang dicerai. Pada
tahun 1984 dan 1985, Algeria memberlakukan hukum
keluarga yang lebih komprehensif lagi, kemudian disusul
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
137
dengan Mesir yang sekali lagi mereformasi hukum keluarga
yang dibuat tahun 1920 dan 1929. Pada tahun 1986
dilakukan kodifikasi hukum keluarga di negara-negara
Emirat Arab dan seperti kita ketahui pada tahun 1989
Indonesia memberlakukan undang-undang tentang
Peradilan Agama.
3. Tujuan pembaruan
Adapun tujuan dari usaha pembaruan hukum keluarga
berbeda antara satu negara dengan negara lain secara umum
dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, dan merupakan
kelompok umum, negara yang melakukan pembaruan hukum
keluarga dengan tujuan untuk terciptanya unifikasi hukum.
Usaha unifikasi ini dilakukan karena ada sejumlah mazhab yang
diikuti di negara bersangkutan, yang boleh jadi terdiri dari
mazhab-mazhab di kalangan Sunni, atau antara Sunnî dan Syî’î.
Bahkan untuk kasus Tunisia unifikasi hukum ditujukan untuk
semua warga negara tanpa memandang perbedaan agama.
19
Tujuan kedua, adalah untuk meningkatkan status wanita.
19
Anderson misalnya menyatakan, bahwa UU Tunisia berlaku untuk semua
warga Tunisia, khususnya setelah dicapai kesepakatan dengan Perancis pada tanggal 1
Juli 1957, termasuk Yahudi sejak tanggal 1 Oktober 1957, kecuali untuk kasus-kasus
yang belum ada aturannya dalam undang-undang ini. Usaha unifikasi hukum ini
minimal dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok. Pertama, unifikasi hukum
yang berlaku untuk seluruh warga negara tanpa memandang perbedaan agama,
misalnya kasus yang berlaku di Tunisia. Kelompok kedua, unifikasi yang bertujuan untuk
menyatukan dua aliran pokok dalam sejarah muslim, yakni antara paham Sunnî dan
Syî’î, di mana Iran dan Iraq termasuk dalam kategori ini, karena di kedua negara
tersebut ada penduduk yang menganut kedua aliran tersebut. Ketiga, kelompok yang
berusaha memadukan antar mazhab dalam Sunnî, karena di dalamnya ada pengikut
mazhab yang bersangkutan. Dan keempat, unifikasi dalam satu mazhab tertentu,
misalnya di kalangan pengikut Syâfi’î, Hanafî, atau Mâlikî. Dengan menyebut unifikasi
dari antar mazhab, bukan berarti bahwa format pembaruan yang ditemukan dengan
sendirinya beranjak dari dan berdasar pada mazhab yang ada di negara yang
bersangkutan. Boleh jadi formatnya diambil dari pandangan mazhab yang tidak
ditemukan sama sekali di negara yang bersangkutan. Sekedar contoh, Indonesia yang
penduduk muslimnya mayoritas bermazhab Syâfi’’î, bukan berarti format hukum
keluarganya sesui dengan pandangan-pandangan Syâfi’’î dan ulama Syâfi’’î, tetapi
boleh jadi malah mengadopsi dari pandangan mazhab Dzâhirî, atau Hanafî, dan lain
sebagainya. Baca Anderson, “The Tunisian Law of Personal Status,” dalam International
and Comparative Law Quarterly, Vol. 7-April (1958), 266.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
138
Meskipun tujuan ini tidak disebutkan secara eksplisit, namun
dapat dilihat dari sejarah munculnya, yang diantaranya untuk
merespons tuntutan-tuntutan peningkatan status wanita.
Undang-undang hukum keluarga Mesir
20
dan Indonesia
21
adalah
contoh yang masuk dalam kelompok kedua ini. Tujuan ketiga,
adalah untuk merespons perkembangan dan tuntutan zaman,
karena konsep fikih tradisional dianggap kurang mampu
menjawab problematika yang ada. Dari ketiga tujuan tersebut,
dapat dikatakan bahwa tujuan ketiga ini merupakan tujuan
mayoritas dari adanya pembaruan hukum keluarga Muslim,
meskipun tidak menutup kemungkinan tercakupnya ketiga
tujuan tersebut sekaligus di beberapa negara.
4. Sifat dan Metode Pembaruan
Tahir Mahmood mencatat, bahwa pada prinsipnya metode
pembaruan yang digunakan dalam pembaruan hukum keluarga
sama yang digunakan oleh para pembaru pada umumnya,
yakni: (1) ijtihâd; (2) qiyâs deduktif; (3) ijmâ’, ditambah dua teori
baru, yakni: takhayyur dan talfîq. Sebagai tambahan, untuk
mencapai pembaruan hukum keluarga tersebut muncul
fenomena: (1) adanya fenomena memperlakukan pandangan
semua mazhab pada tingkatan yang sama, dan penekanan pada
(2) istihsân; (3) mashlahah mursalah; (4) siyâsah al-syar’iyyah; (5)
istidlâl dan yang semacamnya.
22
Dalam karyanya yang lain Mahmood menjelaskan,
23
bahwa
ada pula yang memperkenalkan (sifat) reformasi hukum yang
20
Lihat Mahmood, Family Law Reform, 35-36.
21
Hal ini dapat dilihat dari adanya tuntutan yang mencuat dari para wanita
Indonesia, baik secara indifidu maupun lewat gerakan organisasi secara kolektif. Lihat
Barbara N. Ramusack and Sharon Sievers, Women in Asia (Indianapolis: Indiana
University Press, 1988), 100; Nurlena Rifai, “Muslim Women in Indonesia’s Politics: An
Historical Examination of the Political Career of Aisyah Aminy,” Tesis MA (Montreal:
McGill University, 1993), 32; juga Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara:
Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan
Malaysia (Jakarta: INIS, 2002), khususnya bab VII.
22
Tahir Mahmood, Personal Law, 13.
23
Tahir Mahmood, Family Law Reform, 267-269.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
139
pada dasarnya tertidiri atas dua macam, yaitu: (1) intra-doktrinal
reforam, yaitu reformasi hukum keluarga Islam yang dilakukan
dengan menggabungkan pendapat dari beberapa mazhab atau
mengambil pendapat lain selain dari mazhab utama yang
dianut;
24
(2) extra-doctrinal reform, yaitu pembaruan hukum
dengan cara memberikan penafsiran yang sama sekali baru
terhadap nash yang ada.
25
Anderson mencatat empat metode umum
26
yang digunakan
sarjana dalam melakukan pembaruan hukum keluarga Islam
kontemporer, yakni: (1) lewat aturan yang bersifat prosedural
sesuai dengan tuntutan zaman modern (bersifat administratif),
yang dalam istilah lain disebut takhsî al-qadhâ’/siyâsah al-
syar’iyyah tetapi substansinya tidak berubah;
27
(2) takhayyur
28
dan
talfîq;
29
(3) ijtihâd dengan jalan menginterpretasi (reinterpretation)
24
Meskipun Turki adalah penganut mazhab Hanafi misalnya, tetapi UU
tentang hak keluarga Turki tahun 1917 juga mengandung elemen-elemen dari mazhab
lain. Apalaigi Irak, undang-undang hukum keluarga di negara ini jelas sekali
mengandung unsur Sunni dan Syi’ah. Kompromi antar mazhab ini, menjadi salah satu
model cara pembaruan hukum keluarga Islam.
25
Penerapan hukum sipil Barat oleh Turki diklaim oleh sebagian sarjana
Turki bukan sebagai penyimpangan dari hukum keluarga Islam, melainkan sebagai
hasil penafsiran baru terhadap pemahaman yang ada.
26
Disebut metode umum, sebab Anderson mencatat metode khusus yang
digunakan India dan negara-negara yang pernah dipengaruhi hukum Inggris. Lihat
Anderson, Law Reform in the Muslim World (London: University of London the Athlon
Press, 1976), 77 dst.
27
Misalnya aturan Mesir untuk mengurangi bahkan melarang perkawinan
anak di bawah umur. Contoh lain Pegawai Pencatat Nikah dilarang mencatat
perkawinan pasangan yang belum cukup umur minimal boleh nikah. Lihat Anderson,
Law Reform, 46-47.
28
Takhayyur adalah suatu metode yurisprudensi yang karena dalam situasi
spesifik dibolehkan meninggalkan mazhab hukumnya untuk mengikuti mazhab
lainnya. Contoh dari aplikasi metode ini adalah aturan taklik thalak yang dicantumkan
Turki dalam undang-undang tahun 1917 (Pasal 38), bahwa seorang isteri berhak
mencantumkan taklik talak bahwa poligami suami dapat menjadi alasan perceraian.
Ibid., 49.-51. Sementara untuk kasus Indonesia dapat dicontohkan dengan aturan tentang
penghapusan hak ijbâr wali yang didasarkan pada pandangan Ibn Syubrumah.
29
Talfîq adalah suatu metode mengkombinasikan berbagai mazhab untuk
membentuk peraturan tunggal. Adapun aplikasi dari metode ini adalah dalam kasus
warisan. Di antara contohnya adalah tentang status bagian saudara atau saudari karena
ada kakek. Misalnya dalam hukum keluarga Sudan No. 49 tahun 1939, yang diikuti
dengan undang-undang No. 51 tahun 1943 dan Mesir ditetapkan bahwa saudara atau
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
140
teks syari’ah;
30
(4) menggunakan alternatif, yakni menggunakan
aturan administrasi, misalnya dengan memberikan sanksi bagi
yang melanggar, tetapi tidak berdasarkan alasan syari’ah.
31
Sementara itu David Pearl menyimpulkan, bahwasanya
negara-negara Muslim menggunakan empat metode dalam
melakukan pembaruab hukum keluarga, yaitu: (1) takhayyur; (2)
talfîq; (3) siyâsah al-syar’iyyah; dan (4) murni memenuhi
kebutuhan sosial dan ekonomi tanpa mendasarkan sama sekali
terhadap alasan mazhab, yang oleh para pemikir lain disebut
reinterpretasi terhadap nas sesuai dengan tuntutan zaman.
32
5. Format dan isi pembaruan
Adapun bentuk pembaruan yang dilakukan berbeda antara
satu negara dengan negara lain. Pertama, kebayakan negara
melakukan pembaruan dalam bentuk undang-undang. Kedua,
ada beberapa negara yang melakukannya dengan berdasar pada
dekrit raja atau presiden, seperti Yaman Selatan dengan dekrit
raja tahun 1942, dan Syiria dengan dekrit presiden tahun 1953.
Ketiga, ada negara yang usaha pembaruannya dalam bentuk
saudari tetap mendapat bagian warisan dengan jalan berbagi (sharing) dengan kakek.
Padahal menurut pendapat Abu Hanîfah (Abû Yûsuf dan al-Syaibanî), yang juga diikuti
oleh Syâfi’î dan Mâlik, saudara/saudari kandung atau sebapak tidak mendapat bagian
dengan adanya kakek. Ketetapan Sudan dan Mesir ini didasarkan pada perpaduan
pandangan Zaid bin Tsâbit yang menetapkan bahwa saudara/saudari demikian tidak
dengan sendirinya tidak mendapat bagian, dengan pandangan ‘Alî bin Abî Thâlib yang
berpendapat bahwa saudara/saudari seayah tetap mendapat bagian bersama kakek.
Baca Ibid., 55-56.
30
Di antara contohnya adalah (a) aturan tentang poligami yang diusulkan
panitia Mesir bahwa untuk boleh poligami harus dengan izin Pengadilan dengan syarat
harus dapat berbuat adil kepada para istri dan mampu mencukupi kebutuhan rumah
tangga; (b) larangan poligami oleh Tunisia. Lihat Ibid., 62-63. Pembahasan tentang
reinterpretasi nash ini dapat dilacak dalam Ibid., 58-65.
31
Pembahasan lebih detail baca Anderson, Law Reform, 42-77. Baca juga
Esposito, Women in Muslim Family Law (Syracus: Syracus University Press, 1982), 94-102.
32
Contoh dengan metode terakhir adalah pengharaman poligami, yang
didasarkan pada penafsiran baru surat an-Nisâ’ (4): 3, bahwa keadilan yang dibutuhkan
untuk bolehnya poligami bukan hanya dalam aspek nafkah, tetapi juga termasuk rasa
cinta dan kasih saying. Karena itu menurut Pearl, ada keberanjakan dari esensi hukum
Islam.Lihat David Pearl dan Werner Menski, Muslim Family Law, edisi ke-3 (London:
Sweet & Maxwell, 1998), 21-22.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
141
ketetapan-ketetapan hakim (manshûrât al-qâdhi al-qudhât), seperti
yang dilakukan Sudan.
33
Sementara itu, dalam perspektif sejarah, pembaruan hukum
Islam menurut Noel J. Coulson, menampakkan diri dalam empat
bentuk atau model: (1) dikodifikasikannya (yaitu
pengelompokan hukum yan sejenis ke dalam kitab undang-
undang) hukum Islam menjadi hukum perundang-undangan
negara, yang disebut dengan doktrin siyasah; (2) tidak terkaitnya
hanya pada satu mazhab hukum tertentu, yaitu disebut doktrin
takhayyur (seleksi pendapat mana yang paling dominan dalam
masyarakat); (3) perkembangan hukum dalam mengantisipasi
peristiwa hukum yang baru timbul, yang disebut dengan doktrin
tathbîq (penerapan hukum terhadap peristiwa baru); (4)
perubahan hukum dari yang lama kepada yang baru yang
disebut dengan doktrin tajdîd.
34
Dari sisi isinya, menurut penelitian Tahir Mahmood, ada tiga
belas aspek dalam undang-undang keluarga Muslim
kontemporer yang mengalami pembaruan, yakni: (1) masalah
batasan umur minimal boleh kawin; (2) pembatasan peran wali
dalam perkawinan; (3) keharusan pencatatn perkawinan; (4)
kemampuan ekonomi dalam perkawinan; (5) pembatasan
kebolehan poligami; (6) masalah nafkah isteri dan keluarga; (7)
masalah talak dan cerai di muka pengadilan; (8) masalah hak-
hak wanita yang dicerai suaminya; (9) masalah masa kehamilan
dan implikasinya; (10) hak wali orang tua; (11) hak waris
keluarga dekat; (12) wasiat wajibah; dan (13) masalah
perwakafan.
35
Sejumlah negara melakukan pembaruan hukum
keluarga secara menyeluruh, sementara itu sejumlah negara
yang lain membatasi hanya pada perkawinan dan perceraian.
33
Lihat Atho Muzdhar, dkk (ed.), “Pendahuluan,” dalam, Hukum Keluarga di
Dunia Islam, 1-2.
34
N.J. Coulson, A History of Islamic Law (Edinburgh: Edinburgh University
Press, 1994), 145-185.
35
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic, 11-12.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
142
Bahkan ada negara yang melakukan pembaruan dengan cara
setahap demi setahap.
Sosio-Kultural dan Sejarah Somalia: Legal History, School of Fiqh,
and Constitutional Status of Islamic Law.
Somalia merupakan sebuah negara republik, yang hampir
seluruh penduduknya beragama Islam. Islam terbesar di Somalia
sejak ababd pertama Hijrah melalui kontak perdagangan.
36
Negara
ini berada di Benua Afrika di sepanjang lautan India, di sebelah
timur berbatasan dengan lautan India, sebelah utara dengan teluk
Aden, sebelah barat dengan Ethiopia dan Kenya serta sebelah selatan
dengan lautan Indian. Pada tahun 1983 penduduk Somalia berjumlah
6.248.000, dengan penduduk muslim hampir mencapai 100%, di
samping warga Inggris, Itali dan Kristen yang kurang dari 1%.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Somalia dan bahasa Arab.
Bangsa Somalia berasal dari suku Arab dan Quraisy yang pindah
pada sekitar abad ke tujuh.
37
Muslim Somalia mayoritas adalah
Sunni yaitu penganut mazhab Syâfi’î.
38
Karena loyalitas mereka
terhadap Islam, maka mereka masih membedakan tetangga mereka
yang beragama Kristen, ataupun yang masih setia menganut
kepercayaan asli Afrika.
39
Somalia juga dikenal sebagai pemilik
tradisi lisan yang sangat kaya, yang dijaga kelestariannya secara
dihafal tidak secara dicatat.
40
Dalam kehidupan beragama, mereka amat dipengaruhi oleh
empat ajaran aliran Sufi, yaitu: Qadariyah, Ahmadiyah, Salihiyah,
dan Rifa’iyah. Sebagai contoh, dalam kehidupan budaya diharamkan
36
Cyril Glasse, “Somalia,” dalam Ensiklopedi Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 368.
37
Inamullah Khan (ed.), The World Muslim Gazetter, cet. Ke-4 (Delhi:
International Islamic Publisher, 1992), 578.
38
Abdullah A. An-Na’im (ed.), Islamic Family Law in a Changing World: A
Global Resource Book (New York: Zed Book Ltd, 2002), 80. Baca juga H.A.R. Gibb, dkk
(eds.), "Somaliland", dalam E.J. Brill's First Encyclopedia of Islam 1913-1936, Vol. VII
(Leiden & New York: Kobenhavn, Koln, 1987), 486.
39
C. RWS. Hudson, “Religiuos Life” dalam http Somalia.
40
Glasse, “Somalia,” dalam Ensiklopedi Islam, 368.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
143
pembuatan topeng.
41
Disamping itu, Islam di Somalia masih
memasukkan unsur-unsur budaya pra Islam, seperti penganut
pemujaan terhadap hujan yang dianggap melindungi anak-anak
kecil. Masyarakat adat Somalia dibagi menjadi dua, yaitu orang-
orang beragama (wadaad) dan para pejuang atau prajurit (warrior).
Kelompok beragama diharapkan dmenjadi penengah konflik, maka
mereka menghindari kehidupan politik. Sedangkan kelompok
warriorlah yang berperan dalam perpolitikan negara.
Pada masa kolonialis, Islam di Somalia bersifat defensif sejak
abad 19 dan 20. Pada abad 19, beberapa daerah teritorial Somalia
diduduki oleh Inggris, Italia, dan Dinasti Mamalik Abbasiayah. Hal
ini menyebabkan munculnya kelompok Islam revivalis radikal yang
dipimpin oleh Sayyid Mohammed Abdille Hassan dari tahun 1899-
1920. Gerakan ini pada awalnya berusaha menjadi penengah antar
klan dan menyerukan anti kolonialisme.
Pengikut gerakan ini sejak tahun 1920 sampai 1930 berubah
menjadi gerakan reformisme dari pimpinan dua modernis Islam
yaitu Haji Farah Omar di daratan Somalia dan Maalim Jama di
Mogadishu. Haji Farah Omar membentuk Assosiasi Islam Somalia,
yaitu sebuah organisasi kultural yang melakukan perbaikan di
bidang pendidikan Islam dengan memasukkan aspek pendidikan
Barat. Di sisi lain, kelompok nasionalis Somalia tetap berpandangan
sekuler walaupun telah muncul para pemimpin yang berlatar
belakang religious. Bahkan para pendiri partai nasionalis selatan,
Liga Pemuda Somalia condong kepada Nasseria dan Islam sosialis.
Republik Somalia menganut sistem parlemen multipartai
antara tahun 1960 sampai 1969. Isu-isu Islamisasi menjadi nomor
dua, selain isu tentang pemberlakuan tulisan Arab Utsmani menjadi
tulisan resmi Somalia baikdalam administrasi kenegaraan maupun
bidang pendidikan. Sejak masa ini para pemimpin Islam tertarik
41
Habib, “Hukum Keluarga Islam Negara Somalia,” dalam Atho’ Muzdhar,
dkk (ed.), Hukum Keluarga di Dunia Islam, 155. Lihat juga Glasse, “Somalia,” dalam
Ensiklopedi, 368.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
144
untuk melihat produksi pertanian dan mencoba mengorganisasikan
para petani di tingkat grassroot.
Pada tahun 1969, Jendral Mohammed Siyad Barre melakukan
kudeta dan memulai rezim baru dengan suatu program reformasi
hukum yang berdasarkan pada sosialisme ilmiah (scientific sosialism)
sebagai ideologi negara.
42
Tulisan latin dijadikan tulisan resmi negara
Somalia. Sistem militer diktator yang diadopsi dari Soviet
diberlakukan secara represif terutama terhadap agama. Pada tahun
1975, Barre mengeksekusi para pemimpin agama karena protes
damai yang mereka lakukan terhadap pemberlakuan hukum
keluarga dan perkawinan yang baru yang dianggap menyimpang
dari peraturan Islam. Kemudian negara mengatur masalah ibadah
sholat, puasa, pakaian keagamaan dan sebagainya. Para pelajar yang
memakai pakaian Muslim (jilbab) pernah dipenjara. Tahun 1989
sampai tahun 1990, tentara Barre membantai ratusan pemimpin
agama dan para pengikutnya. Seakan Islam lebih aman di bawah
pemerintah kolonialis dari pada di bawah pemerintahan diktator ini.
Pada tanggal 15 Mei tahun 1990, ratusan pemimpin politik
dan para pegawai membuat isu yaitu sebuah manifesto yang
menuntut Barre untuk meletakkan jabatannya. Para pemimpin
agama juga mengajukan tuntutan yang disebut “seruan Islam” pada
7 Oktober 1990. Seruan tersebut menerima demokrasi parlementer
secara umum bahkan menuntut adanya institusi syura Islam. Barre
jatuh pada Januari 1991 yang diikuti dengan terjadinya chaos, perang
civil, kejahatan-kejahatan, dan sejenisnya yang membawa
pendudukan PBB di bawah pimpinan Amerika Serikat pada
Desember 1992.
Kebangkitan Islam menjadi semakin menyedihkan, meskipun
terdapat kelompok Islam fundamentalis yang berasal dari gerakan
tentara, namun mereka tidak mempunyai sosok pemimpin yang
kharismatik, maka sistem klan tetap berlaku menentang Islam
42
An-Na’im (ed.), Islamic Family Law, 79.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
145
radikal. Gerakan fundamentalis Islam Somalia al-Ittihat al-Islam
(Islamic Unity) yang aktif di bagian Somalia utara.
43
Pada tahun 1979, Islam oleh pemerintah Somalia didkarasikan
sebagai agama resmi negara tersebut (Pasal 3, Bab 1 Undang-undang
tahun 1979).
44
POLITIK HUKUM SOMLAIA
Pada masa kolinial, di Somalia berlaku hukum Inggris (abad
19-20). Inggris memberlaukan Peradilan Adat, ordonansi perkawinan
tahun 1928 dan ordonansi Peradilan Qadi tahun 1937. Kemudian
dikeluarkan ordonansi peradilan rendah tahun 1944 yang mencabut
ordonansi tahun 1937, yang membatasi jurisdiksi peradilan qadi
hanya dalam materi status personal. Sedangkan di bawah kekuasan
Itali, yaitu di daerah Somalia selatan, masih mengembangkan sistem
peradilan qadi yang memiliki jurisdiksi perkara perdata (civil) dan
pidana ringan.
45
Setelah masa kemerdekaan yaitu tahun 1960, Somalia yang
mempunyai empat tradisi hukum yang berbeda yaitu: common law
Inggris, hukum Italia, hukum Islam (syari’ah), dan hukum adat
Somalia, berusaha menjadikan warisan hukum yang berbeda-beda
tersebut menjadi satu sistem. Oleh karena itu, dilakukan
penyeragaman kodifikasi hukum pidana dan acara pidana serta
dilakukan regulasi terhadap organisasi peradilan, dengan
mengadopsi sitem hukum Italia yang berdasarkan kepada penerapan
putusan peradilan (presedent)
46
dan interpretasi tehadap hukum
kodifikasi, serta menetapkan comman law Inggris dan doktrin equity
47
43
Disarikan dari John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of the Modern
Islamic World (New York: Oxford University Press, 1999), 91-92.
44
An-Na’im (ed.), Islamic Family Law, 80.
45
Ibid., 79.
46
Hakim memutuskan perkara berdasarkan keputusan hakim sebelumnya.
Hal ini terdapat dalam sistem hukum common law.
47
Equity adalah norma-norma hukum yang pada abad ke-13 dan diterapkan
oleh badan court of charity yang berfungsi melengkapi kekurangan-kekurangan comman
law dan mengadakan koreksi terhadapnya. Timbulnya equity disebabkan karena comman
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
146
dalam masalah-masalah yang tidak diatur dalam legislasi. Hukum
Islam yang berlaku hanya sebatas pada perkara perkawinan,
perceraian, perselisihan keluarga, dan warisan. Sementara hukum
adat Somalia diterapkan secara opsional dalam beberapa perkara
yaitu pertanahan, air, hak penanaman, dan pembayaran diyat.
48
Sejak tahun 1972, telah dirancang reformasi hukum keluarga
berdasarkan kebijakan pemerintah sosialis. Untuk itu, telah dibentuk
suatu komisi guna mempersiapkan draf hukum keluarga yang baru
tersebut. Pada tahun 1975, baru diundangkan hukum keluarga
Somalia (Family Code of Somalia). Sebagai ketua pembentuk hukum
keluarga tersebut adalah Abdisalem Syeikh Hussain, sekretaris
negara bidang Pengadilan dan Urusan Agama Pemerintah Somalia,
bersama-sama dengan Siad Barre. Tujuan utama dari perundangan
baru ini adalah untuk menghapus bentuk hukum adat (to abolish
customary law) yang dianggap sebagai tantangan pemerintahan baru
Barre.
49
Ia membatasi pengaruh klan dalam penerapan hukum dan
sanksi adat serta menghapuskan klan-klan tradisional dan
menghapus hak klan dalam hal penguasaan tanah, sumber air dan
hak penanaman.
Hukum keluarga tahun 1975 tersebut terdiri dari dari 173
pasal yaitu mencakup:
(1) Masalah perkawinan dan perceraian, meliputi: kontrak
(perjanjian) nikah, muhrim dalam pernikahan, pernikahan
terhadap wanita kedua, usia perkawinan, pelarangan
perkawinan, perwalian nikah, pembatalan perkawinan, mahar,
nafkah, talak, penetapan kematian dan ‘iddah.
(2) Masalah anak dan nafkah, meliputi: peran bapak, peran ibu,
tanggung jawab bapak, pengasuhan anak, dan nafkah.
law dalam memberikan putusannya tidak dapat memuaskan para pencari keadilan,
bahkan dalam bebeapa hal tidak mampu mengadilinya, sehingga mereka mencari
kesempatan untuk meminta keadilan dari pihak pimpinan greja/agamawan (Lord
Chancellor). R.Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), 90-91.
48
Lihat http Somalia
49
Lihat Tahir Mahmood, Personal Law, 254. Juga An-Naim (ed.), Islamic Family
Law, 79.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
147
(3) Masalah perwalian, pengawasan dan perwakilan wali,
pengajaran dan perwakilan, perlindungan terhadap person
yang tidak cakap hukum, person yang cacat, kematian, dan
adopsi.
(4) Peralihan harta, meliputi: wasiat dan kondisinya, pembatalan
wasiat, penerimaan dan penolakan wasiat, obyek wasiat,
prinsip-prinsip kewarisan, bagian-bagian waris, halangan
kewarisan, dan ketetapan-ketetapan penutup.
Disamping itu, pasal dalam undang-undang 1975 tersebut
menyediakan kemungkinan bahwa peraturan yang belum tercantum
dalam perundangan tersebut akan didasarkan kepada: (1) pendapat
dominan dari mazhab Syâfi’î; (2) prinsip-prinsip umum hukum
Islam dan keadilan sosial.
50
SISTEM PERADILAN (Court System)
Setelah merdeka, pengadilan syaria’h dan adat secara formal
telah dikenal sebagai pengadilan-pengadilan Qadi. Peran judicial
dari pengadilan tersebut sangat minim dan jurisdiksinya sangat
terbatas pada masalah-masalah perdata (civil matters) seperti
pernikahan dan perceraian.
Konstitusi tahun 1961 telah menetapkan suatu unifikasi
peradilan yang independen dari pihak eksekutif dan legislatif. Pada
tahun 1962 dilakukan penyatuan pengadilan Somalia utara dan
Somalia selatan dengan pembagian empat sistem pengadilan, yaitu:
Pengadilan Tinggi (supreme Court), Pengadilan Tingkat Banding
(Courts of Appeal), Pengadilan Regional (Regional Courts) dan
Pengadilan Distrik (District Courts). Pengadilan–pengadilan syari’ah
(qadi) tidak diberlakukan walaupun dalam memutuskan perkara
hakim mendasarkan pada syari’ah sebagai pertimbangannya.
Peradilan tingkat paling rendah adalah Pengadilan Distrik
(terdiri dari 84 distrik) yang masing-masing dibagi menjadi divisi
50
Baca Ibid.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
148
pidana dan perdata. Divisi pidana menangani masalah kriminal dan
hukumnya, sedangkan divisi perdata mempunyai jurisdiksi tentang
perkara gugatan, sekitar 3000 shilling Somalia. Para hakim diarahkan
untuk menjadikan syari’ah dan hukum adat sebagai pertimbangan
dalam mengambil keputusan.
Pengadilan Regional (terdiri dari 8 regional) masing-masing
mempunyai tiga divisi yaitu: divisi pidana dan perdata yang
menangani kasus-kasus besar, dan divisi yang menangani kasus
perburuan. Adapun Pengadilan Tingkat Banding mempunyai dua
divisi yaitu divisi biasa yang menangani banding dari putusan
pengadilan distrik dan putusan perkara biasa pengadilan regional.
Pengadilan Tingkat Tinggi berkedudukan di Mogadishu,
mempunyai otoritas tertinggi dalam penyeragaman interpretasi
terhadap hukum. Pengadilan ini menangani banding dari putusan
pengadilan tingkat di bawahnya.
51
Materi Hukum Waris Somalia
Materi kewarisan dalam hukum keluarga No. 23 tahun 1975
mengalami perubahan yang drastis terutama dalam hal pembagian
waris- dari sistem kewarisan Islam secara umum maupun dari
mainstream mazhab yang berkembang. Di antara pasal-pasal yang
mengandung materi waris dalam hukum keluarga tahun 1975 adalah
sebagai berikut:
1. Pasal 158: Untuk menyesuaikan prinsip-prinsip Piagam
Revolusi pertama dan kedua, laki-laki dan perempuan
mempunyai hak yang sama dalam warisan.
2. Pasal 159: Ahli waris yang mendapatkan warisan adalah
pasangan yang masih hidup, anak-anak, cucu dengan jenis
kelamin apapun, ayah, kakek, ibu, nenek, saudara laki-laki dan
perempuan sekandung, seayah dan seibu.
3. Pasal 160 (1): Pasangan yang masih hidup akan mendapat
setengan dari harta peninggalan jika tidak anak atau cucu. Jika
51
Disarikan dari artikel sub judul “courts” dalam http Somalia; lihat juga An-
Na’im, Islamic Family Law, 80.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
149
ada anak atau cucu, maka akan mendapat seperempat dari
harta peninggalan. Jika ada lebih dari satu janda, maka bagian
setengan atau seperempat akan dibagi sama rata.
Pasal 160 (2): Jika ahli waris yang berhak mendapatkan harta
warisan adalah pasangan yang masih hidup, ibu, bapak, maka
pasangan tersebut akan mendapat setengah, dan sisanya akan
dibagi kepada orang tua dengan sama rata.
4. Pasal 161: Jika yang meninggal hanya mempunyai seorang anak
laki-laki atau perempua, maka ia akan mendapat seluruh harta
peninggalan. Jika ada dua atau lebih anak laki-laki atau
perempuan, maka harta dibagai di antara mereka sama rata
tanpa melihat jenis kelamin. Jika tidak ada anak melainkan ada
cucu baik laki-laki atau perempuan, harta akan dibagai di
antara mereka dengan bagian yang sama.
5. Pasal 162: Jika yang meninggal hanya mempunyai bapak, maka
dia akan mendapat seluruh harta peninggalan. Jika terdapat
anak atau cucu, bapak mendapat seperenam dan sisanya akan
dibagi sama rata kepada anak-anak dan cucu. Kakek dapat
mewarisi jika bapak tidak ada atau menempati kedudukan
bapak.
6. Pasal 163: Jika orang yang mninggal hanya mempunyai ibu,
maka dia akan mendapatkan seluruh harta peninggalan. Jika
ada anak-anak atau cucu, maka ibu akan mendapat seperenam
dan anak-anak atau cucu akan mendapat bagian sama rata dari
sisa harta peninggalan. Nenek akan mendapat warisan dengan
menempati kedudukan ibu.
7. Pasal 164: Jika yang meninggal hanya mempunyai seorang
saudara laki-laki atau perempua, dia akan mendapatkan
seluruh harta warisan. Jika ada dua atau lebih saudara laki-laki
atau perempuan, maka harta peninggalan akan dibagi di antara
mereka dengan sama rata. Jika ada kakek atau nenek, maka
mereka mendapat seperenam dari harta peninggalan dan
sisanya dibagi sama rata kepada saudara baik laki-laki atau
perempuan.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
150
8. Pasal 167: Ayah dan ibu akan menghijab kakek atau nenek
dengan jalur ayah dan ibu.
9. Pasal 168: Saudara laki-laki atau perempuan akan terhijab oleh
ayah, ibu, dan anak-anak atau cucu.
10. Pasal 169: Anak-anak akan menghijab cucu, dan anak-anak atau
cucu akan mengurangi bagian dari pasangan, ayah atau kakek,
dan ibu atau nenek.
Reformasi Hukum Waris Somalia: Sebuah Catatan Analisis
Hukum adalah aturan-aturan normatif yang mengatur pola
prilaku manusia. Hukum tidaklah tumbuh di ruang vakum,
melainkan tumbuh dari kesadaran masyarakat yang membutuhkan
adanya suatu aturan bersama.
52
Oleh karena itu, hukum seharusnya
berkembang sehingga dapat mengadopsi nilai-nilai yang di
masyarakat, termasuk nilai-nilai adat, tradisi dan agama. Inilah yang
dimaksudkan dengan kaidah al-‘âdah al-muhakkamah (tradisi lokal
dapat dijadikan acuan suatu hukum) dalam teori hukum Islam.
53
Konsekuensinya, setiap produk hukum harus dilihat sebagai produk
zamannya yang sulit melepaskan diri dari berbagai pengaruh yang
melingkupi kelahirannya, baik pengaruh sosio-kultural maupun
pengaruh sosio-politis. Sebagai produk sosial dan kultural, bahkan
juga produk politik yang bernuansa ideologi, hukum idealnya selalu
bersifat kontekstual.
Dalam konteks modern, hukum Islam cenderung mengikuti
pengertian hukum sebagaimana dipahami di dunia Barat sekuler,
terutama setelah munculnya nation-state.
54
Hukum Islam tidak lagi
52
Siti Musdah Mulia, “Menuju Hukum Perkawinan Yang Adil:
Memberdayakan Perempuan Indonesia,” dalam Sulistyowati Irianto (ed.), Perempuan
dan Hukum: Menuju Hukum yang Berspektif Kesetaraan dan Keadilan (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2006), 131.
53
Jalaluddin al-Suyuthi, al-Asybâh wa al-Nadhâir (t.tp.: t.th.), 63.
54
Untuk sejarah mmunculnya konsep dan realisasi natioan state, baca Rupert
Emerson, From Empire to Nation: The Rise to Self-Assertaion of Asian and African People
(Boston: Beacon Press, 1963); Benedict Anderson, Imagined Community: Reflections on the
Origins and Spread of Nationalism (London: Verso, 1983); Rashid Khalid, et.al., ed. The
Origins of Arab Nationalism (New York: Colombia University Press, 1991).
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
151
dipahami sebagai fiqh seperti masa klasik dan tengah yang begitu
luas mencakup semua aspek, tetapi dipahami secara terbatas yaitu
“aturan-aturan yang ditentukan melalui lembaga tertentu dan
dengan sanksi yang tertentu dan jelas pula.” Ketentuan atau aturan
yang tidak disertai dengan sanksi yang jelas dan konkrit di dunia ini
tidak lagi menjadi wilayah hukum Islam. Dan hal ini amat berbeda
dengan fiqh, masa klasik dan tengah yang mencakup keduanya: ada
sanksi tegas di dunia atau tidak ada sanksi (sanksi berupa dosa di
akhirat). Hukum pada masa modern tidak lagi menjadi wilayah
religious authority tetapi wilayah political authority. Fenomena
Kodifikasi
55
dan unifikasi Hukum Islam menjadi bukti konkrit
akan hal ini, yang pada masa klasik dan tengah hampir-hampir tidak
dikenal. Hukum bukan lagi menjadi wilayah ulama yang harus
diikuti umara, tetapi sebaliknya menjadi wilayah umara dimana
ulama ulama harus tunduk terhadapnya.
it is for the state to select what rules to put in law codes and
thereby to ditermine what the law is, and that one, unitary legal
standart should prevail throughout a state’s territory.”
56
Jika pada
masa klasik dan tengah berlaku tidaknya suatu hukum lebih banyak
bertumpu pada otoritas ulama, maka saat ini cenderung bertumpu
pada umara. Hukum-hukum agama yang akan diberlakukan dalam
suatu negara, baru akan berlaku atau berjalan mulus manakala
mendapat keputusan dari penguasa politik (umara). Karena itu, bisa
dipahami jika hampir di seluruh dunia Islam, termasuk Somalia,
kodifikasi, dan juga unifikasi menjadi agenda pembaruan hukum
55
Kodifikasi hukum Islam pertama dengan paradigma Barat adalah Majallat
al-Ahkam al-'Adliyyah yang lahir dari penguasa Turki Utsmani yang ditanda tangani
pada tanggal 8 Zdulhijjah 1285/10 Maret 1869. Baca W.E. Grigsby, The Medjelle or
Ottoman Civil Law (London: Stevens and Sons, t.t.).
56
Ann Elizabeth Mayer, “The Shari’ah: A Methodology or A Body of
Substantive Rules?” Dalam Islamic Law and Jurisprudence, Nicholas Heer (ed.) (Seattle
and London: University of Washington Press, 1990), 177.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
152
sekaligus menjadi topik yang hangat serta menjadi perhatian para
ahli hukum Islam.
57
Tentu saja, pada level praktis benturan tidak bisa dielakkan.
Sebab penganut paham hukum Islam, sebagaimana fiqh pada masa
klasik dan tengah, menuntut realisasi hukum justru menempatkan
"perbedaan agama" sebagai salah satu unsure penting dalam konsep
dan realisasi hukum, sedangkan kerangka hukum modern
menempatkan manusia sama di depan hukum (equal before law),
regardless of their origin, race, color, tradition, even religion. Di samping
itu, paham klasik dan tengah hampir-hampir tidak memisahkan
antara hukum dan moral, sedangkan konsep modern menghendaki
pemisahan tegas antara keduanya.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa Somalia adalah
negara yang mayoritas penduduknya menganut mazhab Syâfi’î.
Meskipun demikian, dalam realitas empiris, pandangan-pandangan
Syâfi’î tidak sepenuhnya mewarnai atau menjadi rujukan dalam
pembuatan hukum keluarga. Khususnya dalam masalah warisan
dimana hukum warisan Somalia nampak lebih revolosioner bila
dibanding dengan negara-negara lainya. Ada beberapa hal yang
melatar belakangi, diantaranya adalah karena faktor sosiologis
negara tersebut, adanya empat tradisi hukum yang berkembang dan
sistem pemerintahan yang sosialis, merupakan unsur-unsur lain
yang ikut mempengarui pembentukan dan pembaruan hukum
keluarga (personal status) di Somalia.
Somalia termasuk negara yang menerapkan hukum keluarga
Islam dengan mengadakan pembaruan-pembaruan baik dari segi
prosedural (hukum acara), struktur peradilan, maupun materi
hukumnya. Tujuan dari reformasi hukum Somalia, tampaknya
didasari atas semangat untuk melindungi hak-hak dan
57
Baca misalnya A. Qadri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional: Kompetisi
Antara Hukum Islam dan Hukum Nasional (Yogyakarta: Gama Media, 2002). Lihat juga
Minhaji, Hukum Islam: Antara Sakralitas dan Profanitas (Perspektif Sejarah Sosial), Pidato
Pengukuhan Guru Besar Sejarah Sosial Pemikiran Hukum Islam pada Fakultas Syari’ah
Tanggal 25 September (Yogyakarta: UIN, 2004), 37.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
153
meningkatkan derajad kaum wanita, tentunya disamping juga untuk
mewujudkan unifikasi hukum dan merespons perubahan zaman.
Dari sifat pembaruan yang dilakukan, jelas terlihat bahwa
pembaruan hukum keluarga Somalia, meminjam istilah Tahir
Mahmood, bersifat extra-doctrinal reform, yaitu dengan mengambil
unsur-unsur di lauar hukum Islam sama sekali. Unsur-unsur tersebut
diantaranya adalah ide “keadilan sosial” yang notabene-nya menjadi
prinsip revolusi sosialis sekaligus menjadi semangat dalam
pembentukan dan pembaruan hukum.
Dilihat dari metode yang digunakan, reformasi atau
pembaruan hukum keluarga Somalia tampaknya mengintrodusir
beberapa metode, yaitu: melalui “siyâsah syar’iyyah” (regulatory)
yaitu lewat aturan yang bersifat prosedural (prosedur peradilan dan
struktur pengadilan) serta penertiban administrasi. Unsur regulatori
tersebut diadopsi dari sistem hukum Barat terutama Anglo Saxon
dan Italia- seperti adanya pemisahan hukum perdata dan pidana,
tingkatan-tingkatan pengadilan dari tingkat distrik, regional,
banding dan pengadilan tingkat tinggi.
Disamping itu, Somalia juga menggunakan metode ijtihad
dengan jalan memberikan penafsiran yang sama sekali baru terhadap
nash yang ada. Hal ini tercermin dalam materi hukum waris yang
ada, diantaranya adalah pasal 158 dan 160 undang-undang No. 23
tahun 1975, sebagimana telah disebut di atas. Dalam pasal 158
dinyatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang
sama dalam pembagian warisan. Sementara pasal 160 itu secara rinci
juga mengatur bahwa isteri yang ditinggal mati suaminya
mendapatkan separoh harta dari harta peninggalan jika tidak ada
anak atau cucu, dan mendapatkan seperempat jika ada anak atau
cucu.
Aturan tersebut jelas sekali berbeda dengan aturan yang ada
dalam al-Qur’an yang menegaskan bahwa laki-laki mendapatkan
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
154
bagian dua kali lipat dari bagian anak perempuan.
58
Demikian juga
dengan isteri yang mendapatkan seperempat dari harta peninggalan
jika tidak ada anak dan mendapatkan seperdelapan jika ada anak.
59
Secara umum dapat dilihat bahwa hukum waris Somalia di
atas selain berbeda dengan aturan dalam al-Qur’an juga berbeda
dengan aturan dari mainstream mazhab yang dianut, yakni mazhab
Syafi’î secara khusus dan mazhab empat secara umum. Hal ini terjadi
tentu tidak lepas dari tujuan, metode yang digunakan serta faktor-
faktor yang mempengarui pembaruan hukum tersebut sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya.
Somalia juga meratifikasi hak asasi manusia internasional
yang mana tidak menganut adanya pembedaan hak antara laki-laki
dan perempuan. Persamaan hak ini sedikit banyak ikut mengilhami
reformasi hukum keluarga, khususnya materi kewarisan Somalia,
sehingga tidak mengherankan manakala terdapat pemberian hak
yang sama antara ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.
Dalam konteks inilah telah terjadi perubahan besar (revolusioner)
dalam konsep pembagian harta warisan di semua tingkat ahli waris,
termasuk konsep ashabah,
60
karena didasarkan atas persamaan hak
tersebut.
Selanjutnya, menilik format atau model pembaruan yang
diterapkan, tampak dengan jelas bahwa “kodifikasi” (doktrin siyâsah)
adalah pilihan dari model atau format reformasi hukum keluarga
yang sedang diaplikasikan di Somalia. Hal ini tentunya selaras
dengan kecenderungan pembaruan hukum keluarga di negara-
negara Islam pada umumnya.
58
Lihat QS. An-Nisâ’ (4): 11.
59
Lihat QS. An-Nisâ’ (4): 12.
60
Dimana dalam konsep kewarisan Sunni ahli waris ashabah (bi nafsih) terdiri
dari ahli waris laki-laki, namun dalam konsep ashabah hukum waris Somalia, ahli waris
perempuan dapat menjadi ashabah bin nafsih. Ketentuan ini dapat dilihat dalam pasal 161
di atas. Penjelasan lebih jauh tentang ashabah binafsih, diantaranya bisa dilihat dalam
bukunya Fatchur Rahman, Ilmu Waris (Bandung: PT al-Ma’arif, 1994), 340.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
155
Al-hasil, bahwa dalam pembaruan hukum keluarga Somalia,
ada beberapa aturan yang tidak jauh berbeda dari konsep imam
mazhab, tetapi ada pula beberapa aturan hukum yang cukup jauh
beranjak dari konsep fikih konvensional, khususnya aturan hukum
yang terkait dengan kewarisan.
PENUTUP
Dari paparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut: Pertama, meskipun dalam masalah keagamaan Somalia
menganut mazhab Syâfi’î, namun dalam prakteknya pandangan-
pandangan Syâfi’î tidak sepenuhnya mewarnai atau menjadi rujukan
dalam pembuatan dan pembaruan hukum, khususnya hukum waris.
Kedua, Hukum waris Somalia tampak lebih revolusioner di banding
negara-negara Islam lainnya. Hal ini karena pembaruan hukum
Somalia dipengaruhi oleh beberapa tradisi sistem hukum yang
berkembang, yaitu: Anglo Saxon, Eropha Kontinental, hukum Islam,
dan hukum adat.
Ketiga, Reformasi materi hukum waris Somalia bersifat extra-
doctrinal reform dengan mengintrodusir metode siyâsah syar’iyyah
(regulatory) dan ijtihad dengan cara reinterpretasi terhadap nas sesuai
dengan tuntutan zaman. Sedangkan “kodifikasi” menjadi format
atau model dari pembaruan hukum yang diterapkan. Keempat,
Perubahan materi hukum waris terutama dalam hal pembagian
harta warisan- bertujuan untuk mengangkat derajad kaum wanita
dengan jalan memberikan bagian yang sama antara laki-laki dengan
perempuan. Hal ini didasarkan pada prinsip-prinsip revolusi sosialis
yang yang menekankan pada aspek keadilan sosial dan persamaan
hak asasi manusia. Ini berarti pula bahwa beberapa aturan
perundang-undangan Somalia telah beranjak dari konsep tradisional
sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab fikih. Kelima, Usaha
pembaruan Hukum Keluarga Muslim akan terus berlanjut sesui
dengan tuntutan dan perkembangan zaman, terutama tuntutan yang
datang dari gerakan emansipasi wanita. Wallâhu A'lam bi al-
Shawwâb,!
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
156
BIBLIOGRAFI
Al-Albani. Silsilah al-Hadîts al-Shahîh. Beirût-Libanon: al-Maktar al-
Islâmî, 1972.
Anderson, Benedict. Imagined Community: Reflections on the Origins
and Spread of Nationalism. London: Verso, 1983.
Anderson, J.ND. Islamic Law in the Modern World. New York: New
York University Press, 1975.
---------. Law Reform in the Muslim World. London: University of
London Press, 1976.
---------. Modern Trends in Islam: Legal Reform and Modernization
in the Middle East”, dalam International and Comparative Law
Quarterly, 20 Januari, 1971.
An-Na’im, Abdullah Ahmed. Islamic Family Law in Changing World: A
Global Resource Book. New York: Zed Book Ltd, 2002.
Azizy, A. Qadri. Eklektisme Hukum Nasional: Kompetensi antara Hukum
Islam dan Hukum Umum. Yogyakarta: Gama Media, 2002.
Collin, Peter. Dictionary of Law. Peter Collin Publishing, 2000.
Coulson, Noel J. A History of Islamic Law. Edinburgh: Edinburgh
University Press, 1964.
Echol, John M. (et.al). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia,
2003.
Emerson, Rupert. From Empire to Nation: The Rise to Self-Assertaion of
Asian and African Peoples. Boston: Beacon Press, 1963.
Esposito, John L. Women in Muslim Family Law. New York: Syracuse
University Press, 2001.
---------, (ed.). The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World. New
York: Oxford University Press, 1999.
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka,
1990.
Gibb, H.A. R., (et.al., eds.). E.J. Brill's First Encyclopedia of Islam 1913-
1936, Vol. VII. Leiden & New York: Kobenhavn, 1987.
Glasse, Cyril. Ensiklopedi Islam. terj., Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1999.
Hudson, C.RWS. “religious Life”, dalam http Somalia
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
157
Inamullah, Khan (ed.). The World Muslim Gazetter. Delhi:
International Islamic Publisher, 1992.
Rashid, Khalid (et.al., ed.). The Origins of Arab Nationalism. New York:
Columbia University Press, 1991.
Mahmood, Tahir. Family Law Reform in the Muslim World. Tripathi,
Bombay: The Indian Law Institute, 1971.
---------. Personal Law in Islamic Countries. New Delhi: Academy of
Law and Religion, 1987.
Ma’luf, Louis. Al-Munjid al-Abjadî. Beirût: Dâr al-Masyriq, 1986.
Mayer, Ann Elizabeth. “ The Shari’a: A Methodology or Body of
Substantive Rules?” Dalam Islamic Law and Jurisprudence.
Nicholas Heer (ed.). Seattle and London: University of
Washington Press, 1990.
Minhaji, Akh. Hukum Islam: Antara Sakralitas dan Profanitas (Perspektif
Sejarah Sosial). Yogyakarta: UIN-SUKA, 2004.
Mu’allim, Amir & Yusdani. Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam.
Yogyakarta: UII Press, 2001.
Mudzhar, M. Atho’. Fatwa-Fatwa Majlis Ulama Indonesia: Sebuah Studi
tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988.
Jakarta: INIS, 1993.
---------. Membaca Gelombang Ijtihad: Antara Tradisi dan Litersi,
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998.
---------, et.al., (ed.). Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern: Studi
Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab
Fiqh, Jakarta: Ciputat Press, 2003.
Nasution, Harun. Pembaruan Hukum Islam: Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Nasution, Khoiruddin. Status Wanita di Asia Tenggara: Studi terhadap
Perundang-Undangan Perkawinan di Indonesia dan Malaysia.
Jakarta: INIS, 2002.
Noeh, Zaini Ahmad. “Perkembangan setelah Undang-Undang
Perkawinan,” dalam Daniel S. Lev, Peradilan Agama Islam di
Indonesia: Suatu Studi Landasan Politik Lembaga-Lembaga
Hukum. Jakarta: Intermasa, 1986.
Analisis Maqasid Syariah Jasser Auda Terhadap Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
158
Pearl, David, (et.al.). Muslim Family Law. London: Sweet & Maxwell,
1998.
Ramusack, Barbara, (et.al.). Women in Asia. Indianapolis: Indiana
University Press, 1988.
Rafiq, Ahmad. Pembaruan Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Gama Media, 2001.
Saad, Bustami Muhammad. Mafhûm Tajdîd al-Dîn al-Da’wah. Kuwait:
ttp, tt.
Zuhdi, Masjfuk. Pembaruan Hukum Islam dan Kompilasi Hukum.
Surabaya: PTA Jawa Timur, 1995.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Book
'Imagined Communities' examines the creation & function of the 'imagined communities' of nationality & the way these communities were in part created by the growth of the nation-state, the interaction between capitalism & printing & the birth of vernacular languages in early modern Europe.
Islamic Family Law in Changing World: A Global Resource Book
  • Abdullah Ahmed
An-Na'im, Abdullah Ahmed. Islamic Family Law in Changing World: A Global Resource Book. New York: Zed Book Ltd, 2002.
Brill's First Encyclopedia of Islam
  • H A R E J Gibb
Gibb, H.A. R., (et.al., eds.). E.J. Brill's First Encyclopedia of Islam 1913-1936, Vol. VII. Leiden & New York: Kobenhavn, 1987.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
  • Cyril Glasse
  • Terj Islam
  • A Ghufron
  • Mas
Glasse, Cyril. Ensiklopedi Islam. terj., Ghufron A. Mas'adi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.
  • Tahir Mahmood
Mahmood, Tahir. Family Law Reform in the Muslim World. Tripathi, Bombay: The Indian Law Institute, 1971. ---------. Personal Law in Islamic Countries. New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987.
The Shari'a: A Methodology or Body of Substantive Rules
  • Ann Elizabeth Mayer
Ma'luf, Louis. Al-Munjid al-Abjadî. Beirût: Dâr al-Masyriq, 1986. Mayer, Ann Elizabeth. " The Shari'a: A Methodology or Body of Substantive Rules?" Dalam Islamic Law and Jurisprudence. Nicholas Heer (ed.). Seattle and London: University of Washington Press, 1990.
Pembaruan Hukum Islam: Pemikiran dan Gerakan
  • Harun Nasution
Nasution, Harun. Pembaruan Hukum Islam: Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.