ArticlePDF Available

MAKNA SIMBOLIK TUJUH UMBUT DALAM TRADISI NUJUH HARI PASCA KEMATIAN PADA MASYARAKAT DESA KARANG TANDING KECAMATAN PENUKAL UTARA KABUPATEN PALI

Authors:

Abstract

Death is something that everyone experiences. Man does not know when he died. Every society has a different tradition in commemorating the day of the dead. The people of Karang Tanding Village always serve seven umbut on the seven days of death. So this research is important to find out the symbolic meaning and people's views about the seven umbut cuisine in the tradition of nujuh days after death. The type of research used is field research). Types of qualitative data The data sources in this study consist of primary data and secondary data. Primary data were obtained directly from religious leaders, traditional leaders and the community of Karang Tanding Village by interview and documentation. Secondary data is taken from books and journals related to the problem being studied. Data collection techniques in this thesis are observation, interviews, and documentation. The data analysis techniques in this thesis are data reduction, data presentation, and verification. This study resulted in the finding that the symbolic meaning of the seven umbuts is to pray for the dead in the hope that good deeds and deeds performed during life can continue to provide benefits not only to the deceased, but also to children, families and communities. This tradition is a form of respect for the ancestral spirits of the ancestors of the Karang Tanding village. The people of Karang Tanding village view the tradition of seven umbut cuisine in the implementation of the tradition of seven days after death as a legacy of tradition and does not violate religious teachings. This tradition is seen as a prayer, homage to ancestral spirits and as consolation for bereaved families. The tradition is still carried out because it does not burden residents and seven umbut are used as the main menu.
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
38
MAKNA SIMBOLIK TUJUH UMBUT DALAM TRADISI NUJUH HARI PASCA
KEMATIAN PADA MASYARAKAT DESA KARANG TANDING KECAMATAN
PENUKAL UTARA KABUPATEN PALI
Oleh:
Sartika Ade Sari
Sartikaadesari953@gmail.com
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Nur Fitriyana
Nur fitriyana_uin@radenfatah.ac.id
Nugroho
Nugroho_uin@radenfatah.ac,id
Nur Cholidin
Nurcholidin_uin@radenfatah.ac.id
Abstract
Death is something that everyone experiences. Man does not know when he died.
Every society has a different tradition in commemorating the day of the dead. The
people of Karang Tanding Village always serve seven umbut on the seven days of
death. So this research is important to find out the symbolic meaning and people's
views about the seven umbut cuisine in the tradition of nujuh days after death. The
type of research used is field research). Types of qualitative data The data
sources in this study consist of primary data and secondary data. Primary data
were obtained directly from religious leaders, traditional leaders and the
community of Karang Tanding Village by interview and documentation. Secondary
data is taken from books and journals related to the problem being studied. Data
collection techniques in this thesis are observation, interviews, and documentation.
The data analysis techniques in this thesis are data reduction, data presentation,
and verification. This study resulted in the finding that the symbolic meaning of the
seven umbuts is to pray for the dead in the hope that good deeds and deeds
performed during life can continue to provide benefits not only to the deceased,
but also to children, families and communities. This tradition is a form of respect
for the ancestral spirits of the ancestors of the Karang Tanding village. The people
of Karang Tanding village view the tradition of seven umbut cuisine in the
implementation of the tradition of seven days after death as a legacy of tradition
and does not violate religious teachings. This tradition is seen as a prayer,
homage to ancestral spirits and as consolation for bereaved families. The tradition
is still carried out because it does not burden residents and seven umbut are used
as the main menu.
Keywords: Seven Umbut, Seven Days, Death.
Abstrak
Kematian suatu hal yang pasti dialami semua orang. Manusia tidak tahu kapan ia
meninggal. Setiap masyarakat memiliki tradisi yang berbeda dalam memperingati
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
39
hari kematian. Masyarakat Desa Karang Tanding selalu menyajikan tujuh umbut
pada tujuh hari kematian. Sehingga penelitian ini penting untuk mengetahui
makna simbolik dan pandangan masyarakat tentang masakan tujuh umbut dalam
tradisi nujuh hari pasca kematian. Jenis penelitian yang digunakan field research).
Jenis data kualitatif Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer didapat secara langsung dari tokoh agama, tokoh adat
dan masayarakat Desa Karang Tanding dengan wawancara dan dokumentasi.
Data sekunder diambil dari buku-buku, dan jurnal yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti. Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini adalah observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisi data dalam skripsi ini adalah reduksi
data, penyajian data, dan verifikasi. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa
makna simbolik tujuh umbut untuk mendoakan orang meninggal dunia dengan
harapan amal baik dan perbuatan yang dilakukan selama hidup dapat terus
memberikan manfaat bukan hanya kepada mayit, tetapi juga kepada anak,
keluarga dan masyarakatnya. Tradisi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap
roh leluhur nenek moyang desa Karang Tanding Masyarakat Desa Karang
Tanding memandang tradisi masakan tujuh umbut pada pelaksanaan tradisi nujuh
hari pasca kematian sebagai warisan tradisi dan tidak menyalahi ajaran agama.
Tradisi ini dipandang sebagai doa, penghormatan kepada roh leluhur dan sebagai
penghibur bagi keluarga yang berduka. tradisi tetap dilakukan karena tidak
memberatkan warga dan tujuh umbut dijadikan sebagai menu utama.
Kata Kunci: Tujuh Umbut, Nujuh Hari, Kematian.
A. Pendahuluan
Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal adanya kepercayaan
sebelum masuknya agama Hindu Buddha dan Islam. Pada masyarakat di zaman
itu menganut kepercayaan Animisme.
1
Islam yang semulanya beredar luas di
Jawa, dan kemudian berkembang luas ke pelosok Indonesia. Berbagai tradisi
Islam Jawa yang diadopsi masyarakat lainnya diantaranya, tradisi pernikahan,
kelahiran dan tradisi kematian.
2
Simbol, sesuatu yang dapat mengekspresikan atau memberikan makna.
Banyak simbol berupa objek-objek fisik yang telah memperoleh makna kultural
dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih bersifat simbolik.
3
Kematian begitu menyengat nyawa, yang tidak memandang ekonomi, ras,
usia, jabatan, dan agama. Kematian adalah suatu proses pembersihan, kematian
1
Anton Gerrit Honing, Ilmu Agama, BPK Gunung Mulia hlm. 59.
2
Muhaimin AG. ,Islam dan Budaya Lokal, Potrer dari Cirebon, ter. A suganda, Ciputat : PT Logos
Wacana Ilmu, 2010, hlm. 11.
3
Fahmi Pasrah AD, Upacara Adat Kematian Di Desa Salemba Kecamatan Ujung Loe Kabupaten
Bulukumba, Skripsi, Fakultas Adab dan Humaniora. UIN Alauddin Makassar, 2017
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
40
adalah kehidupan-antara. Kematian itu bukanlah akhir dari kehidupan. Kematian
adalah permulaan kehidupan periode kedua.
4
Pada umumnya, para pendakwah Islam dapat menyikapi tradisi lokal, yang
ada di daerah masing-masing. Hal ini dipadukan menjadi bagian dari tradisi yang
‘’Islami’’, karena berpegang kepada suatu kaidah Ushuliyyah (kaidah yang
menjadi pertimbangan yang perumusan hukum menjadi fiqih), yang cukup
terkenal yakni:
َََُِِْْْْﻟﺍ ََُْْ
ﻭ ،ِِﻟﺎﺻﻟﺍ َُِْْﻟﺍ َََﻓﺎََُْ
Artinya :‘’Menjaga nilai-nilai lama yang baik, sembari mengambil nilai-nilai
baru yang lebih baik.’’
5
Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki yang
memiliki pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata
kemasyarakatan keyakinan dan sebagainya.
6
Seperti tradisi yang masih
dipertahankan oleh masyarakat desa Karang Tanding yaitu tradisi kematian.
Masyarakat desa Karang tanding Sampai saat ini masih melakukan serta
mempercayai tradisi yang sudah ada dari zaman nenek moyang mereka.
Masyarakat Karang Tanding juga mempercayai dengan melestarikan tradisi ini,
mereka akan selamat dari pengaruh buruk. Terutamanya bagi yang meninggal
agar orang yang meninggal tersebut mendapatkan tempat yang baik di sisi
Tuhannya. Adapun Tradisi yang dilakukan masyarakat desa Karang Tanding
setelah kepergian orang yang meninggal tersebut, yaitu melakukan pembacaan
yasin, yaitu:
Tradisi nujuh hari adalah acara yasinan dan tahlilan, untuk mengenang,
serta mendoakan orang yang meninggal dunia pada hari ketujuh. Di dalam tradisi
ini masyarakat Desa Karang Tanding tidak sembarangan memasak makanan.
Tetapi masakan pada hari ini berisikan tujuh umbut diantaranya, umbut kelapa,
sawit, pinang, rutan, lengkuas, pisang dan rebung. Hal ini dimaknai bahwa sudah
tujuh hari orang yang meninggal, telah meninggalkan keluarganya, menjadikan
4
Jalaudin Rakhmat, Memaknai Kematian, PT Mizan Publika, 2008. Hlm 26
5
Muhammad Sholikin , ‘’Ritual dan Tradisi Islam Jawa‘’ Yogjakarta: Narasi, 2010. hlm 19
6
Hasan Shandly, Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, t. t, VI. Hlm 3608
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
41
lapang pahala bagi yang meninggal, dilapangkan kuburnya dan diterima Allah
SWT. serta yang ditinggalkan tidak ingat lagi sama orang yang meninggal dunia.
7
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna simbolik tujuh umbut
dalam tradisi nujuh hari pasca kematian pada masyarakat Desa Karang Tanding,
dan untuk mengetahui pandangan masyarakat di Desa Karang Tanding terhadap
masakan tujuh umbut dalam tradisi nujuh hari pasca kematian.
B. Hasil dan Pembahasan
Makna Simbolik Tujuh Umbut Dalam Tradisi Nujuh Hari Pasca Kematian
Pada Masyarakat Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara
Kabupaten PALI
Makna atau arti adalah sebuah hubungan antara lambang bunyi dengan
acuannya.
8
Makna adalah hubungan antara suatu objek dengan lambangnya,
makna pada dasarnya terbentuk berdasarkan suatu hubungan antara lambang
komunikasi atau simbol, akal budi manusia penggunanya.
9
Simbol adalah suatu bahasa yang digunakan untuk menerjemahkan suatu ide,
emosi, keinginan, atau peristiwa ke dalam simbolisasi.
10
Simbol merupakan suatu
lambang atau semacam suatu alat manusia. Dalam membuat suatu cara yang
pantas, guna untuk melaksanakan pertemuan atau upacara dengan peralatan
khusus yang bersifat sakral. Umbut adalah ujung batang (seperti umbut kelapa,
sawit, pinang dan sebagainya) yang masih mudah dan lunak dan dapat
dimakan.
11
Jadi, pemaknaan simbol dalam penelitian ini diartikan sebagai bentuk
interprestasi masyarakat terhadap suatu nilai tujuh umbut yaitu umbut kelapa,
rebung, pinang, sawit, rotan, pisang, dan lengkuas dalam pelaksanaan tradisi
nujuh hari. Adapun makna simbolik tujuh umbut tersebut, yaitu:
1. Umbut Kelapa
7
Ibu Sri Murti (50), selaku Ketua Grup Robbana Miftahul Jannah di Dusun 1 Karang Tanding,
Kecamatan Pebukal Utara Kabupaten PALI, Wawancara pada Tanggal 17 November 2019.
8
A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, hlm.
65
9
Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hlm. 70-71
10
Ary Panjalu, Terapi Membahagiakan Pasangan, Yogjakarta: Galang Pustaka, 2014, hlm. 147
11
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, dikutip pada Tanggal 16 Maret 2021, pukul
13:23.
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
42
Belajar dari pohon kelapa sangat banyak manfaat yang dapat dipetik dan dapat
juga ambil hikmahnya. Kelapa dikenal memiliki manfaat bagi manusia hampir
seluruh tubuhnya, mulai dari akar sampai ke daunnya. Para orangtua bahkan ada
pepatah yang mengatakan ’Tirulah pohon kelapa’’ Meskipun pohon kelapa terlihat
tidak menarik, dengan posisi pohon yang tegak lurus tanpa bengkok, tinggi
menjulang, dedaunan yang rindang dan gersang. Daun akan terlihat gersang jika
memiliki buah yang sangat banyak. Meskipun demikian, airnya memiliki rasa yang
enak, apalagi dengan daging buahnya yang kaya dengan kegunaannya. Buah
kelapa selain memiliki rasa yang enak, juga memiliki manfaat lainnya. Batoknya
bisa dijadikan bahan bakar, serabutnya juga bisa dijadikan bahan bakar untuk
memasak. Pohonnya jika ditebang dapat dijadikan jembatan besar, Di dalam
bagian batang pohon kelapa bagian atas dekat dengan pelepah dan buah
terdapat umbut mudanya yang enak dimakan, dan dikelola jadi sayuran,
sedangkan daunnya juga bisa dijadikan bahan bakar untuk memasak.
12
Dari penjelasan di atas dapat dipahami ternyata kelapa memiliki manfaat yang
luar biasa untuk manusia mulai dari akar sampai dedaunannya. semuanya ada
nilai gunanya bagi manusia. Inilah ucapan orangtua bilang. Demikian juga dengan
umbut kelapa walaupun tak terlihat di luar. Tetapi jika dikupas dari batang
memiliki manfaat, dimakan mentah enak, dikelolah menjadi sayuran pun enak.
Jika umbut ini dimasak menjadi menu hidangan yang bermanfaat bagi manusia
karena memiliki protein dan gizi yang baik bagi manusia untuk dikonsumsi.
Makna simbolisme umbut kelapa kaitannya dengan nujuh hari kematian bahwa
hampir seluruh pohon kelapa dikenal memiliki manfaat bagi manusia. Bahkan ada
pepatah yang mengatakan ’Tirulah pohon kelapa’’ Meskipun pohon kelapa terlihat
tidak menarik, dengan posisi pohon yang tegak lurus tanpa bengkok, tinggi
menjulang, dedaunan yang rindang dan gersang. Dengan demikian, pohon kelapa
dimaknai dengan adanya harapan bahwa almarhum/almarhumah yang meninggal
selama hidupnya banyak memiliki manfaat kepada manusia. Dengan memberikan
manfaat yang banyak kepada manusia inilah diharapkan akan menjadi amal
sholeh bagi yang sudah meninggal.
2. Umbut Rebung (Bambu Mudah)
12
Teuku Saiful Bahri Johan, Pembentukan Karakter Melalui Makna, Nilai, dan Hikmah Kehidupan
Benda-benda Di Sekitar Kita, Jogyakarta: CV Budi Utama, 2019, hlm. 66-69
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
43
Sebagaimana sudah diketahui, pohon bambu itu memiliki karakter yang
sangat ulet, tahan banting, namun juga lembut. Batang bambu keras, mudah
dibentuk menjadi berbagai barang kebutuhan sehari-hari seperti, kentongan,
anyaman, kursi, dan sebagainya, akar bambu sangatlah kokoh menghujam bumi
dan batangnya menjulang ke langit.Sehingga meski agin datang menerpa batang
bambu akan ikut bergerak menyesuaikan diri. Bambu juga memiliki karakter
konsisten.
13
Tawur atau tabur, ruang di antara dua pucuk rebung (bambu mudah) tawur
atau tabur. Filosofisnya menjelaskan bahwa dalam kehidupan ini, siapa yang
menawur atau menabur kebaikan akan menuai ketentraman. Dari ruang ini lah
pucuk rebung itu akan terus bertumbuh menggapai langit dengan segala
kebaikan dan ketentraman.
14
Rebung adalah makanan yang memiiki serat pangan yang sangat tinggi
yaitu 2, 56 % dari pada seperti kecamba kedelai, pecay, sawi dan mentimun.
Rebung juga mempunyai fungsi yang cukup baik juga diantaranya, memperbaiki
gerakan otot, membantu fungsi pencernaan otot dan lain-lainnya. Jelasnya,
umbut rebung ini dimaknai dengan adanya harapan bahwa
almarhum/almarhumah yang meninggal selama hidupnya memiliki karakteristik
yang ulet, kokoh, dan konsisten dalam menabur kebaikan sehingga setelah
kematiannya akan menuai ketentraman.
3. Umbut Pinang
Pinang termasuk family Palmae. Tingginya pohon pinang bisa mencapai 25
m, berkayu, tegak, berdiameter sekitar 15 cm, berwarna hijau kecokletan, dan
berdaun majemuk. Buahnya berbentuk seperti telur dengan berwarna merah
jingga. Berbiji satu, berpentuk bulat telur, berwarna kuning dan kecokelatan.
Bijinya yang berkhasiat sebagai untuk obat cacing, obat luka baru, peluruh haid,
obat batuk, pelangsing tubuh peluruh air seni, dan juga untuk urus-urus (diuretik).
Biji pinang mengandung alkaloida, saponin, dan flavonoida.
15
13
Teuku Saiful Bahri Johan, Pembentukan Karakter Melalui Makna, Nilai, dan Hikmah Kehidupan
Benda-benda Di Sekitar Kita, hlm. 49
14
Universiti Malaya, Kesinambungan Tradisi dan Budaya Prosiding, Malaysia: Jabatan Muzium
Malaysia, 2009, hlm. 3
15
Suharmiati, Menguak Tabir & Potensi Jamu Gendong, Jakarta: AgroMedia, 2003, hlm. 22-23
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
44
Lukas Tersono Adi, juga mengatakan bahwa khasiat dan manfaat untuk
mengobati peluruh air seni, luka baru, obat batuk, pelangsing tubuh, dan urus-
urus.
16
Makna filosofis dan simbolisme dari umbut pohon pinang bahwa dalam
kehidupan ini, siapa yang banyak memberikan manfaat kepada orang lain maka
setelah kematiannya ada harapan bahwa almarhum/almarhumah yang
meninggal akan mendapatkan manfaat dari hasil kebaikannya.
4. Umbut Sawit
Menurut Syamsudin
17
. Beliau mengatakan bahwa kelapa sawit belum
dikenal dengan nama tersebut, tetapi dikenal dengan sebutan Kelapa Bali.
Masyarakat Desa Karang Tanding ini menemukan kelapa sawit ditemukan
dihutan, dan pertumbuhan kelapa sawit ini tidak lah banyak, seperti zaman
sekarang. Dari itu lah masyarakat Desa Karang Tanding ini mengambilnya
secara gotong royong serta memisah agar dapat menemukannya, untuk dalam
pengambilan ini biasanya 2 hari sebelum perayaan nujuh hari pasca kematian.
Tumbuhan kelapa sawit sejatinya bukanlah tanaman asli Indonesia.
Bermula 4 biji kelapa sawit, yang sebernanya aslinya dari Afrika dibawa orang
Belanda ke Indonesia, dan ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848.
Karena tanaman ini tumbuh subur, dan setelah dicoba di beberapa daerah bisa
tumbuh dengan baik, maka sejak tahun 1910 kelapa sawit, dibudidayakan
secara komersial, dan meluas di Sumatera.
18
Pohon sawit memiliki unsur hara yang sesuai umur tanaman. Pada pohon
sawit juga mengandung mineral serta karbohidrat yang besar untuk dikonsumsi.
Sehingga nenek moyang masyarakat desa Karang Tanding ini mewariskan
untuk memasak dan mengelolah umbut dari batang pohon sawit, yang diambil
di dalam tunas yang tinggi dan ujung. Umbut ini enak dimakan mentah maupun
dibuat sayuran menjadi menu hidangan. Makna filosofis dan simbolisme dari
umbut pohon sawit juga banyak memberikan manfaat kepada orang lain.
16
Lukas Tersono Adi, Sehat Berdasarkan Golongan Darah, Jakarta Selatan: PT AgroMedia
Pustaka, 2007, hlm.87
17
Syamsudin (57 thn), Selaku Wakil DBD dan sesepuh Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal
Utara Kabupaten PALI, wawancara pada Tanggal 25 Juli 2021.
18
Gabungan Penngusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Jakarta Pusat 10220-Indonesia. Dikutip
pada tanggal 25 Juli 2021, pukul 20:04 WIB.
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
45
Sehingga setelah kematiannya ada harapan bahwa almarhum/almarhumah
yang meninggal akan mendapatkan manfaat dari hasil kebaikannya.
5. Umbut Rotan
Umbut rotan memiliki karakter agak lunak, gurih, dan berwarna putih. Gulai
umbut rotan disebut sebagai masakan warisan karena keberadaannya turun
temurun. Gulai umbut rotan merupakan hasil eksperimen nenek moyang yang
memanfaatkan rotan muda yang mudah dijumpai hutan-hutan dan dipinggir
sungai.
19
Rotan adalah sumber kehidupan utama masyarakat lokal yang bermukiman
dihutan yang banyak mengandung rotan. Setiap bagian rotan mulai dari batang,
akar, daun, bunga, dan juga buahnyadimanfaatkan secara langsung oleh
masyarakat lokal. Disamping itu, rotan ini juga sebagai sumber pendapatan
mereka. Adapun manfaat Rotan:
a. Anakan atau tunas rotan dijadikan sebagai bahan sayur bagi
masyarakat dalam dan di sekitar hutan. Sayur rotan adalah rotan
berdiameter besar seperti daemonorops dan beberapa jenis
calamus.
20
b. Rotan adalah konstribusi meningkatkan pendapatan masyarakat
sekitar hutan. Perannya dalam bentuk budaya, ekonomi, dan sosial
masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bentuk kerajian seperti: kursi,
tas anyaman untuk dekorasi, keranjang, kursi dan lain-lainnya.
c. Batang rotan juga dimanfaatkan untuk pembuatan mebel karena
kekuatan anyaman rotan diperkirakan 20%. Sedangkan batang rotan
yang sudah tua dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajianan dan
perabot rumah tangga. Batang yang muda dijadikan untuk sayuran.
d. Akar dan buahnya untuk dimanfaatkan sebagai obat tradisional.
e. Getah rotan dapat dijadikan untuk bahan baku pewarnaan pada
industri keramik dan farmasi.
f. Kulit dan teras rotan dapat dijadikan tikar dan keranjang.
g. Buah rotan biasanya dikonsumsi pembuatan rujak, selain itu, bauh
rotan juga dikonsumsi oleh para ibu hamil. Rasanya yang asam
19
Murdijati Gardjito, DKk, Kuliner Jambi Telusuri Jejak Melayu, Sedap Meresap Dalam Kaldu,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAPI, 2017, hlm. 60
20
Djamal Sanuri, Rotan Kekayaan Belantara Indonesia, hlm. 134
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
46
menurut masyarakat dapat mengurangi rasa mual pada wanita hamil
ketika sedang ngidam.
21
Makna simbolisme dari umbut rotan juga banyak memberikan manfaat
kepada orang lain. Sehingga setelah kematiannya ada harapan bahwa
almarhum/almarhumah yang meninggal akan mendapatkan manfaat dari hasil
kebaikannya. Disamping masakan umbut ini mempunyai rasa yang enak dan
dapat dijadikan obat.
6. Umbut Pisang
Tanaman pisang memang banyak sekali manfaat untuk keperluan hidup
manusia. Tanaman ini dikenal sebagai tanaman yang multiguna karena selain
buahnya, bagian tanaman lain pun bisa dimanfaatkan, mulai dari bonggol
hingga daunnya. Berbagai manfaat dari bagian-bagian tanaman pisang adalah
sebagai berikut.
a. Bunga pisang biasanya digunakan sebagai sayur karena memiliki
kandungan protein, vitamin, lemak, dan karbohidrat yang sangat
tinggi. Selain dibuat sayuran, bunga pisang juga bisa dijadikan
manisan acar maupun lalapan.
b. Daunnya pisang bisa digunakan untuk menjadi bungkus makanan.
Sedangkan dedaunan yang sudah robek dikasih sama hewan ternak
seperti kerbau, kambing, sapi. Daun ini mengadung unsur yang
diperlukan oleh hewan juga dijadikan sebagai kompos.
22
c. Batang pisang banyak dimanfaatkan oleh manusia dibuatkan untuk
menutupi lubang pada bangunan, alas untung memandikan mayat.
Batang pisang juga dijadikan serat untuk bahan dasar pembuatan
pakaian atau kertas. Air dari batang pisang juga bisa dijadikan obat
penawar racun dan bahan baku dalam pengobatan tradisonal.
d. Buahnya pisang merupakan bagian dari tanaman pisang yang paling
dikenal sebagai bagian utama dari produksi tanaman pisang. Buah
pisang kerap dijadikan sebagai sumber vitamin dan mineral
kebutuhan manusia. Buah pisang juga dapat dikelola menjadi menu
21
Ahmad Eriska, Mengenal Kerajiann Anyaman Rotan, Jakarta Selatan: Pengsilo Media, 2019, hlm.
10-11
22
Suyati, Pisang, Budi Daya, Pengelolahan, dan prosspek Pasar, Jakarta: Penabar Swadya, 2008,
hlm. 12
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
47
makanan seperti dibuat selai, nagasari, pisang goreng, kolak, dan
sebagainya.
e. Kulitnya bauah pisang dimanfaatkan dijadikan makanan untuk
hewan ternak seperti, domba, kambing, sapi, dan lain-lainnya.
Sedangkan pemanfaatan lainya dapat membunuh larva serangga,
yakni dengan menambahkan sedikit urea dan bakteri. Berdasarkan
hasil temuan di Taiwan diketahui bahwa kulit pisang yang
mengandung vitamin B6 dan serotoin dapat diekstrak dan
dimanfaatkan untuk kesehatan mata. Yaitu menjaga retina mata dari
kerusakan cahaya yang berlebih.
23
f. Banggol adalah umbi pada tanaman pisang atau pisang muda yang
dapat dimanfaatkan untuk sayur dan diolah menjadi keripik yang
kaya akan serat. Secara tradisonal, air umbi pisang dari batang
pisang kepok dipercayai dapat dijadikan sebagai obat disentris dan
pendarahan pada usus besar.
24
Makna filosofi-simbolisasi pohon pisang yaitu, bahwa pohon pisang tidak
akan mau mati sebelum melahirkan tunas-tunasnya ‘’ artinya pohon pisang
menberikan gambaran yang baik mengenai alih generasi, begitu pula jika
dikontekstualkan ke dalam pergantian kepimpinan (suksesi) maka pohon pisang
telah mengajarkan kepada manusia agar menyiapkan kadarisasi sebagai bentuk
regenerasi.
25
7. Umbut Lengkuas
Tanaman lengkuas dapat dimasukan kedalam kategorikan umbi-umbian,
dan tergolong mudah untuk ditemukan oleh manusia. Klasifikasi tanaman
lengkuas dalam dunia tumbuhan agar lebih dalam mengenali tanaman lengkuas
itu sendiri, yaitu:
Kingdom atau kerajaan : Plantae
Division atau Divisi : Mangnoliophyta
Class (kelas) : Monokotil/ liliopsida
Ordo : Zingiberales
23
Suyati, Pisang, Budi Daya, Pengelolahan, dan prosspek Pasar, hlm. 13-14
24
Suyati, Pisang, Budi Daya, Pengelolahan, dan prosspek Pasar, hlm. 15
25
Mesra, ‘’Pohon Pisang sebagai Budaya Visual Dalam Adat Istiadat Di Kabupaten Padang lawas
Utara, Tinjauan Terhadap Makna dan Perubahan’’, Edisi Adat istiadat, Oktober 2009, hlm. 4
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
48
Famili : zingiberaceae (suku jahe jahean)
Genus : Alpinia
Spesies : Alpinia galangal (L)
26
Manfaat dan Khasiat Lengkuas Bagi tubuh:
a. Sebagai anti-tumor.
b. Sebagai anti-radang karena mengandung karioferida, galangin, galangin
3 mentil eter dan lain-lain.
c. Diketahui mengandung zat anti-inflamasi sehingga sangat bermanfaat
untuk mengobati penyakit arthritis dan juga rheumatoid arthritis.
d. Mampu memulihkan rasa kurang nyaman di perut sebagai akibat
peradangan ataupun bisul.
e. Meredakan penderita mabuk laut, dengan cara mengunyah sepotong
lengkuas.
f. Menangkal radikal bebas sebab lengkuas mengandung senyawa anti-
oksidan.
27
g. Melancarkan peredaran aliran darah. Caranya juga cukup mudah,
dengan cara untuk mencampurkan lengkuas kedalam bumbu masakan
anda.
h. Meredakan diare, cukup dengan mengunyah beberapa potongan
lengkuas.
i. Menjaga stamina juga bagi kesehatan tubuh.
28
j. Lengkuas juga bisa dimanfaatkan sebagai obat anti mabuk kendaraan,
apabila sedang dalam perjalanan.
k. Dan dimanfaatkan sebagai menambah aroma dan cita rasa gurih pada
masakan.
29
Makna simbolisme dari umbut lengkuas juga banyak memberikan manfaat
kepada orang lain, dan juga dapat dijadikan obat bagi manusia. Maka dikaitan
dengan kematiannya seorang ada harapan bahwa almarhum/almarhumah yang
meninggal akan mendapatkan manfaat dari hasil kebaikannya.
26
Siti Nur Aidah, Ensiklopedia Lengkuas, Jogjakarta: KBM Indonesia, 2020, hlm. 4-6
27
Obi Andrareto, Apotik Herbal di Sekitar Anda, Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta, 2015, hlm. 108-
109
28
Obi Andrareto, Apotik Herbal di Sekitar Anda, hlm. 109
29
Siti Nur Aidah, Ensiklopedia Lengkuas, Jogjakarta: KBM Indonesia, 2020, hlm. 3
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
49
Pandangan Masyarakat Desa Karang Tanding Terhadap Masakan Tujuh
Umbut Dalam Tradisi Nujuh Hari Pasca Kematian
1. Tradisi nujuh hari dengan tujuh umbut sebagai warisan tradisi dan tidak
menyalahi ajaran agama.
Masyarakat Desa Karang Tanding meyakini bahwa tradisi nujuh hari
dengan tujuh umbut ini sebagai warisan tradisi dan tidak menyalahi ajaran
agama. Menurut Abdullah
30
masyarakat Desa Karang Tanding ini masih
melaksanakan tradisi nujuh hari dan adanya masakan tujuh umbut ini
karena meneruskan tradisi atau kebiasaan sudah ada dari zaman nenek
moyang mereka, Tradisi nujuh hari pasca kematian ini dan diadakan
masakan tujuh umbut dilakukan telah tujuh hari meninggal dunia dan
adanya masakan tujuh umbut pada hidangan makan yang dimakan oleh
masyarakat Desa Karang Tanding yang ikut serta dalam pengajian
tersebut. Tradisi ini dilakuakn untuk menghibur sanak keluarga yang
berduka dan mendoakan agar orang meninggal dunia sampai kepada
surganya Allah Swt. Karena mereka meyakini bahwa orang meninggal
dunia hanyalah pindah alam saja. Oleh karena itu masyarakat tetap saling
membantu untuk mendoakan serta dapat menghibur keluarga yang
ditinggalkan. Di dalam tradisi ini sampai saat ini masih berjalan dengan
mulus dan sebagai wujud melestarikan tradisi nenek moyang. Jelasnya,
masyarakat ini menganggap tidak ada keraguan karena tidak mengandung
kesalahan yang menyimpang dengan syariat agama Islam.
2. Tradisi nujuh hari dengan tujuh umbut dalam pelaksanaannya dimaknai
sebagai doa dan penghormatan kepada roh leluhur.
Masyarakat Desa Karang Tanding memahami tradisi nujuh hari dengan
tujuh umbut dalam pelaksanaannya dimaknai sebagai doa dan untuk
menghormati leluhur. Menurut Irfan Hartawan
31
selaku tokoh agama di
Desa Karang Tanding. Irfan Hartawan seorang pendatang dari Lampung
dan juga tokoh agama yang menetap di Desa Karang Tanding kurang lebih
30
Abdullah (72), Selaku Ketua Pemangku Adat Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara
Kabupaten PALI, Wawancara Pada Tanggal 04 Januari 2021
31
Irfan Hartawan (38), Selaku tokoh agama Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara
Kabupaten PALI, Wawancara pada Tanggal 28 Januari 2021
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
50
sudah 15 tahun. Ia mengatakan bahwa kewajiban sebagai sesama Muslim
setiap kali ada orang meninggal dunia fardu kifayah hukumnya bagi
seorang Muslim untuk memandikan, mengafani, mensholatkan serta
menghantarkan tempat terakhir orang meninggal yaitu ikut menguburkan
dan mendoakan agar orang meninggal dunia dapat diterima Allah Swt.
Tradisi ini dipahami dan dimaknai memiliki simbol untuk mendoakan orang
meninggal dunia dengan harapan amal baik dan perbuatan yang dilakukan
selama hidup dapat terus memberikan manfaat kepada anak, keluarga dan
masyarakatnya. Disamping sebagai penghormatan kepada roh leluhur.
Jadi, tradisi nujuh hari dengan tujuh umbut dalam pelaksanaannya
dimaknai sebagai doa dan untuk menghormati leluhur mereka dahulu.
3. Tradisi nujuh hari dengan tujuh umbut dalam pelaksanaannya dimaknai
sebagai penghibur bagi keluarga yang berduka.
Masyarakat Desa Karang Tanding memahami tradisi nujuh hari dengan
tujuh umbut dalam pelaksanaannya dimaknai sebagai penghibur bagi
keluarga yang berduka. Menurut Joko
32
, tradisi nujuh hari pasca kematian
adanya masakan tujuh umbut ini memberikan dampak positif karena bagi
keluarga yang duka dapat terhibur. Karena pada pelaksanaanya kaum ibu
datang membawa sebagian beras dan makanan-makanan pokok lainnya
seperti gula, kopi, terigu dan yang lainnya. Sedangkan kaum bapak
membawakan selembar amplop yang berisikan uang untuk diberikan
kepada keluarga yang duka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang
datang untuk menghibur keluarga yang berduka.
4. Tradisi nujuh hari dengan tujuh umbut dalam pelaksanaannya tidak
memberatkan warga.
Masyarakat Desa Karang Tanding tidak merasa keberatan dengan
tradisi nujuh hari dengan menu tujuh umbut. Menurut Irfan Hartawan
33
Ia
mengatakan bahwa tradisi yang dilakukan masyarakat Desa Karang
32
Jokocebe (49), Selaku Guru TPA Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara Kabupaten
PALI, Wawancara Pada Tanggal 30 Januari 2021
33
Irfan Hartawan (38), Selaku tokoh agama Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara
Kabupaten PALI, Wawancara pada Tanggal 28 Januari 2021
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
51
Tanding yaitu suatu tradisi yang unik karena adanya masakan tujuh umbut
dalam tradisi nujuh hari pasca kematian. Walaupun ajaran Islam tidak
menganjurtkan menu tujuh umbut ini dalam tradisi tersebut tetapi tradisi ini
suatu hal yang baik karena tidak menyalahi ajaran agama Islam dan tidak
juga mewajibkan harus masak tujuh umbut tersebut. Sehingga dalam
pelaksanaan kelihatannya tidak memberatkan warga desa ini.
5. Tradisi nujuh hari dengan tujuh umbut dalam pelaksanaannya sebagai
menu utama.
Masyarakat Desa Karang Tanding menjadikan nujuh hari dengan menu
utama tujuh umbut. Menurut Irfan Hartawan
34
bahwa masakan tujuh umbut
ini suatu masakan yang enak dengan sensasi rasa yang sangat mengental
di lidah. Hal ini sesuai dengan selera masyarakat desa ini yang memiliki
cita rasa yang khas. Hal senada dikemukan oleh Rosida. Menurut Rosida
35
tradisi ini sudah menjadi kebiasaan dari zaman nenek moyang mereka
setiap kali ada orang yang meninggal dunia, dari malam pertama bahkan
sampai ke nujuh harinya orang meninggal. Pada malam ke tujuh ini dengan
menu utama tujuh umbut. Hal senada juga dikemukan oleh Joko
36
selaku
guru TPA ia mengatakan bahwa tradisi ini suatu tradisi yang unik. Menurut
Joko, seorang pendatang dari Lampung dan baru 8 tahun menetap di desa
ini. Joko baru mengetahui dan melihat di dalam tradisi nujuh hari ini ada
masakan tujuh umbut. Ia mengatakan bahwa tradisi ini sangat unik bahwa
orang yang nujuh hari pasca kematian ini adanya masakan tujuh umbut
dengan memiliki rasa yang enak dan menjadi menu hidangan yang khas
masakan asli serta dikelola oleh masyarakat Desa Karang Tanding.
6. Tradisi nujuh hari dengan tujuh umbut dalam pelaksanaannya sebagai .
menu yang tidak mengenal kelas sosial dalam masyarkat.
Masyarakat Desa Karang Tanding menjadikan nujuh hari dengan menu
tujuh umbut sebagai menu yang tidak mengenal kelas sosial dalam
34
Irfan Hartawan (38), Selaku tokoh agama Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara
Kabupaten PALI, Wawancara pada Tanggal 28 Januari 2021
35
Rosida (56), Selaku masyarakat Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara Kabupaten
PALI, Wawancara pada Tanggal 28 Januari 2021
36
Jokocebe (49), Selaku Guru TPA Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara Kabupaten
PALI, Wawancara Pada Tanggal 30 Januari 2021
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
52
masyarkat. Menurut Rosida
37
Tradisi nujuh hari pasca kematian ini dan
adanya masakan tujuh umbut mau orang yang meninggal tidak mengenal
kelas sosial dalam masayarakat. Mulai dari kelas sosial rendah, menengah
atau tinggi semua menjadikan menu ini sebagai menu utama. Masakan
tujuh umbut ini yaitu suatu kebiasaan masyarakat Desa Karang Tanding
dan menjadi menu hidangan pauk lauk pada saat pelaksanaan nujuh hari
tersebut. Bagi masyarakat yang memiliki kelebihan rizki dapat menambah
menu ini.
7. Tradisi nujuh hari dengan tujuh umbut dalam pelaksanaannya sebagai .
wujud kerjasama dan silaturrahim masyarkat.
Masyarakat Desa Karang Tanding menjadikan nujuh hari dengan
menu tujuh umbut sebagai . wujud kerjasama dan silaturrahim masyarkat.
Menurut Joko
38
, tradisi nujuh hari pasca kematian adanya masakan tujuh
umbut ini memberikan dampak positif karena menunjukkan bentuk
kerjasama, terjalin silahturahmi yang baik, dan sifat rasa saling menolong
sangat tinggi. Kaum ibu datang ke rumah duka membawa makanan pokok
dan kaum bapak membawa amplop yang berisikan uang untuk diberikan
kepada pihak keluarga yang berduka. Kaum ibu membantu memasak
sedangkan sebagian kaum bapak bergotong royong memasang tenda dan
mengambil tujuh umbut secara bersama, seperti penebang pohon kelapa,
sawit, pinang serta dapat berbagi tugas pergi ke hutan mencari umbut
rotan, rebung (bambu mudah). Sebagian kaum bapak juga berbagi untuk
mencari umbut yang lainnya seperti umbut lengkuas, pisang sehingga
mencapai tujuh umbut.
C. Kesimpulan
Tujuh umbut yang dijadikan tradisi menu makanan dalam peringatan nujuh
hari pasca kematian memiliki simbol untuk mendoakan orang meninggal dunia
dengan harapan amal baik dan perbuatan yang dilakukan selama hidup dapat
37
Rosida (56), Selaku masyarakat Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara Kabupaten
PALI, Wawancara pada Tanggal 28 Januari 2021
38
Jokocebe (49), Selaku Guru TPA Desa Karang Tanding Kecamatan Penukal Utara Kabupaten
PALI, Wawancara Pada Tanggal 30 Januari 2021
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
53
terus memberikan manfaat bukan hanya kepada mayit yang sudah meninggal,
tetapi juga kepada anak, keluarga dan masyarakatnya. Tradisi ini sebagai bentuk
penghormatan terhadap roh leluhur nenek moyang desa Karang Tanding
Masyarakat Desa Karang Tanding memandang tradisi masakan tujuh
umbut pada pelaksanaan tradisi nujuh hari pasca kematian sebagai warisan tradisi
dan tidak menyalahi ajaran agama. Tradisi ini dipandang sebagai doa,
penghormatan kepada roh leluhur dan sebagai penghibur bagi keluarga yang
berduka. tradisi tetap dilakukan karena tidak memberatkan warga dan sebagai
menu utama.
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
54
Daftar Pustaka
Adi, Lukas Tersono. Sehat Berdasarkan Golongan Darah, Jakarta Selatan: PT
AgroMedia Pustaka, 2007.
AG, Muhaimin. Islam Dalam Budaya Lokal Potret dari Cirebon Ter. A. Suganda.
PT Logos: Wacana Ilmu Ciputat, 2001.
Aidah,Siti Nur. Ensiklopedia Lengkuas, Jogjakarta: KBM Indonesia, 2020.
Alwasilah, A. Chaedar. Filsafat Bahasa dan pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010.
Andrareto, Obi. Apotik Herbal di Sekitar Anda, Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta,
2015.
Ilmy, Bachrul, Pendidikan Agama Islam, Bandung: Grafindo Media Pratama, 2006
Gabungan Penngusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Jakarta Pusat 10220-
Indonesia. Dikutip pada tanggal 25 Juli 2021, pukul 20:04 WIB.
Gardjito, Murdijati. DKk, Kuliner Jambi Telusuri Jejak Melayu, Sedap Meresap
Dalam Kaldu, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAPI, 2017.
Gerrit Honing, Anton. Ilmu Agama. BPK Gunung Muria, 2019.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online.
Pasrah AD, Fahmi. Upacara Adat Kematian Di Desa Salemba Kecamatan Ujung
Loe Kabupaten Bulukumba, Skripsi, Fakultas Adab dan Humaniora. UIN
Alauddin Makassar, 2017.
Putri, Misra Nofrita Della. Tradisi Lisan Bahasa dan Sastra Rokan,Cet 1 CV
Penerbit Qiara Media, 2019.
Rahmat, Jalauddin. Memaknai Kematian, PT Mizan Publika, 2008.
Shabandi, Hani Naq, Perempuan Terpasung: Gejolak Cinta Di Balik Cadar,
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta , 2010.
Shandly, Hasan. Ensiklopedia Islam, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, t. t, VI.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. Tradisi, Agama, Dan Akseptasi Modernissai
Pada Masyarakat Pedesaan Jawa, Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2016.
Sholikin, Muhammad Sholikin.‘’Ritual dan Tradisi Islam Jawa‘’, Yogjakarta: Narasi,
2010.
Spradley, James P. Metode Etnografi, Yogjakarta: Tiara Wacana, 2006.
Suharmiati. Menguak Tabir & Potensi Jamu Gendong, Jakarta: AgroMedia, 2003.
ISSN: 2655-9439 JSA/Desember 2021/Th. 5/no 2
55
Suyati. Pisang, Budi Daya, Pengelolahan, dan prosspek Pasar, Jakarta: Penabar
Swadya, 2008.
Vardiansyah, Dani. Pengantar Ilmu Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.
.
... This is because hanjuan is identified as hanca garapeun which means the legacy left by ancestors passed down from generation to generation. When related to the structure of the ceremonial procession, where the Resi sprinkles water from the hanjuang tree, it signifies cleansing oneself through ngaruat, and what the Resi does seems to be entrusting the participants with the responsibility to preserve Sundanese cultural heritage, particularly in conducting the Purnamasari ceremony (Hapidzin, 2023;Sari & Fitriyana, 2021). The fragrance of frankincense smoke symbolizes the unity of determination and steps that manifest into something that can bring goodness or benefit (fragrance) to oneself and others. ...
Article
Full-text available
The Bakti Purnamasari traditional ceremony serves as a vessel for the community to engage in spiritual practices that have been passed down through generations, based on references from the Pantun Pajajaran Bogor manuscripts. Additionally, this traditional ceremony serves as a social platform for communal activities. The Bakti Purnamasari Ceremony transcends beyond a mere series of religious rituals; it becomes a manifestation of cultural continuity and social involvement laden with values and meaning. In this context, the ceremony not only embodies spiritual values but also significantly contributes to the formation of community identity and the reinforcement of social solidarity. In the context of this article, the aim is to describe and analyze the research findings related to symbols, subsequently elaborating on their meanings and the trisilas value namely, silih asih,silih asah, and silih asuh embedded in the Bakti Purnamasari traditional ceremony in Sukabumi. The research methodology employed is descriptive analysis with a qualitative approach. Participants in the study were selected from cultural figures in the city of Sukabumi, deemed valuable sources of information due to their rich knowledge and experiences associated with the Bakti Purnamasari Ceremony. Data collection techniques included observation, interviews, and documentary studies, with data analysis using triangulation. The research results indicate that the symbols in the traditional ceremony are reflected through offerings with intended meanings expressing gratitude for the blessings received. The trisilas values in the Bakti Purnamasari ceremony portray sincere expressions of love and affection, mutual filling or synergy, and a sense of selfless care.
Sehat Berdasarkan Golongan Darah
  • Lukas Adi
  • Tersono
Adi, Lukas Tersono. Sehat Berdasarkan Golongan Darah, Jakarta Selatan: PT AgroMedia Pustaka, 2007.
  • Siti Aidah
  • Nur
Aidah,Siti Nur. Ensiklopedia Lengkuas, Jogjakarta: KBM Indonesia, 2020.
Filsafat Bahasa dan pendidikan
  • A Alwasilah
  • Chaedar
Alwasilah, A. Chaedar. Filsafat Bahasa dan pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Apotik Herbal di Sekitar Anda
  • Obi Andrareto
Andrareto, Obi. Apotik Herbal di Sekitar Anda, Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta, 2015.
Tradisi Lisan Bahasa dan Sastra Rokan,Cet 1 CV Penerbit Qiara Media
  • Misra Nofrita Putri
  • Della
Putri, Misra Nofrita Della. Tradisi Lisan Bahasa dan Sastra Rokan,Cet 1 CV Penerbit Qiara Media, 2019.
  • Hani Shabandi
  • Perempuan Naq
  • Terpasung
Shabandi, Hani Naq, Perempuan Terpasung: Gejolak Cinta Di Balik Cadar, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Ritual dan Tradisi Islam Jawa
  • Muhammad Sholikin
  • Sholikin
Sholikin, Muhammad Sholikin.''Ritual dan Tradisi Islam Jawa'', Yogjakarta: Narasi, 2010.