Content uploaded by Abdullah Ali
Author content
All content in this area was uploaded by Abdullah Ali on Jan 01, 2022
Content may be subject to copyright.
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
27
KAJIAN AWAL PEMANFAATAN DATA PENGINDRAAN
JAUH DALAM IMPLEMENTASI PERINGATAN DINI
CUACA ESKTREM BERBASIS DAMPAK
PRELIMINARY STUDY OF REMOTE SENSING DATA UTILIZATION FOR
IMPLEMENTATION OF RISK-BASED EXTREME WEATHER WARNING
Abdullah Ali1*, Gumilang Deranadyan1, Umi Sa’adah2
1Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat 10610
2Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta, Bandar Udara Soekarno-Hatta Gedung 725
*E-mail: abdullah.ali@bmkg.go.id
Naskah masuk: 28 Sep 2021 Naskah diperbaiki: 5 Nov 2021 Naskah diterima: 21 Des 2021
ABSTRAK
Quantitative Precipitation Forecast (QPF) merupakan salah satu produk nowcasting hasil pengolahan data
pengindraan jauh yang berpotensi menjadi basis data dalam pertimbangan pembuatan impact-based warning
(IBW). Hingga saat ini, data model dan indeks risiko bencana digunakan sebagai data utama dalam pembuatan
impact-based forecast (IBF) dengan periode akumulasi 24 jam dengan batas ambang 100 mm. Basis data
tersebut dapat dikembangkan dengan menggunakan produk QPF untuk mengetahui potensi cuaca signifikan
berbasis dampak secara realtime. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian awal pemanfaaatan data
pengindraan jauh untuk pembuatan prakiraan cuaca jangka pendek (nowcasting) berbasis dampak dengan
periode prakiraan hingga 3 jam kedepan. Kajian awal dilakukan dengan menggunakan data radar dan satelit
cuaca sekuen 60 menit sebagai data input produk QPF 3 jam dengan batas ambang 20 mm. Weighted overlay
dilakukan dengan pembobotan 50% produk QPF dan 50% indeks resiko banjir untuk memperoleh kategori
IBW. Algoritma nowcasting yang digunakan adalah Short Term Ensemble Prediction System (STEPS) dengan
20 anggota ensemble sebagai kajian awal. Algoritma STPS diterapkan pada data satelit cuaca dengan
mengkonversi data temperatur puncak awan menjadi nilai reflektivitas radar. Level peringatan yang digunaan
untuk mengukur tingkat kesesuaian adalah level peringatan waspada dengan rentang kategori 6 hingga
kategori 8. Pada kasus banjir di Kabupaten Bogor tanggal 1 Januari 2020, hasil perhitungan IBW berdasarkan
data radar cuaca menunjukkan 42,7% area pada kecamatan yang dilaporkan banjir memiliki status peringatan
waspada, sedangkan berdasarkan data satelit cuaca sebesar 35,7%. Jika dikaitkan dengan kejadian di lapangan,
hasil perhitungan indeks IBW menggunakan data radar dan satelit cuaca secara kualitatif mampu memberikan
level peringatan yang tepat.
Kata kunci: IBF, QPF, radar cuaca, satelit cuaca, STEPS
ABSTRACT
Quantitative Precipitation Forecast (QPF) is one of the nowcasting products resulting from remote sensing
data processing that has the potential to become a database in consideration of making impact-based warning
(IBW). Model data and disaster risk index are used as the main data in impact-based forecat (IBF)
implementation with a threshold limit of 100 mm for 24 hours rainfall accumulation. Those variables used can
be developed by using QPF to calculte IBW in real time. This study aims to conduct an preliminary study of
the utilization of remote sensing data for the implementation of impact-based warning. The initial study was
carried out using weather radar and satellite data within 60 minutes sequence as input data for the 3-hour
QPF with 20 mm as a threshold. The weighted overlay is carried out by weighting 50% of the QPF and 50%
of the flood risk index to obtain the IBW category. Short Term Ensemble Prediction System (STEPS)
nowcasting algorithm is used with 20 ensemble members as the preliminary study. For weather satellite,
STEPS is implemented to the derived reflectivity of top cloud brightness temperature data derived by artificial
neural network (ANN) method. Warning level at category 6-8 is used to calculate the accuracy. In the case of
flooding in Bogor Regency on January 1, 2020, IBW calculation based on weather radar shows 42,7% area in
category 6-8, while Himawari 8 results 35,7% area. Associated to the imoact resulted, the the calculation of
IBW index using radar and weather satellite data are qualitatively able to provide the right warning level.
Keywords:IBF, QPF, weather radar, weather satellite, STEPS
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
28
1. Pendahuluan
Data pengindraan jauh (radar dan satelit cuaca)
memiliki kapabilitas untuk menyediakan berbagai
produk yang terkait dengan hidro-meteorologi.
Kemampuannya dalam merekam kondisi atmosfer
dalam jangkauan luas secara bersamaan
menjadikan penginderaan jauh menjadi instrumen
yang sangat penting dalam kegiatan operasional
pelayanan informasi cuaca. Radar cuaca yang
merupakan penginderaan jauh aktif memiliki
kelebihan dalam aspek resolusi spasial dan
temporal, dimana hasil pengamatan dengan
konfigurasi yang tepat akan menghasilkan
informasi sistem dan struktur presipitasi yang
komprehensif [2,3]. Hingga saat ini, hasil ouput
pengamatan radar cuaca yang dapat digunakan
sebagai basis data prediksi adalah Quantitative
Precipitation Estimation (QPF) [4]. Disamping
kelebihannya dalam aspek resolusi data, radar
cuaca memiliki kendala dalam hal kontinuitas data,
terlebih pada lokasi radar cuaca yang dipasang
pada area terpemcil. Penggunaan data satelit cuaca
dapat digunakan sebagai alternatif dengan
menerapkan algoritma konversi nilai temperatur
puuncak awan menjadi nilai reflektivitas radar
cuaca [33].
QPF merupakan produk prakiraan jangka penasdek
(0-3 jam) akumulasi cudah hujan berdasarkan data
resolusi tinggi [34], yang memiliki eran penting
dalam aplikasi hidrometeorologi terutama berkaitan
dengan peringatan dini [1,10]. Algoritma yang
umum diaplikasikan dalam pembuatan QPF
menggunakan data pengindraan jauh (radar
maupun satelit cuaca) adalah algoritma berbasis
ekstrapolasi. Algoritma ini terbukti mampu
menghasilkan reliable forecast dalam jangka waktu
beberapa jam kedepan [8,11.12,13,15,7,28,34,26].
QPF dapat dijadikan sebagai komplemen dari hasil
prakiraan dari Numerical Weather Prediction
(NWP) yang memiliki limitasi terutama dalam
menghasilkan prakiraan jangka pendek 0-6 jam
[9,28,26,25,17].
Terdapat beberapa algoritma berbasis ekstrapolasi
yang telah dikembangkan dalam aplikasi
hidrometeorologi. Beberapa sistem yang
dikembangkan di Amerika Serikat antara lain
System for Convection Analysis and Nowcasting
(SCAN) oleh Meteorological Development Lab
(MDL) [25], Warning Decision Support System
Integrated Information (WDSS-II) oleh National
Severe Storm Laboratory (NSSL) [17], dan Auto-
Nowcaster (ANC) oleh National Center for
Atmohpheric Research (NCAR) [29]. Sistem
nowcasting yang dikembangkan di Inggris antara
lain Generating Advanced Nowcast for
Deployment in Operational Land Surface Flood
(GANDOLF) [22] dan Nowcasting and
Intialization for Modeling Using Regional
Observation Data System (NIMROD) oleh United
Kingdom Met Office (UKMO) [14]. Di Asia,
terdapat beberapa negara yang telah
mengembangkan sistem nowcasting, antara lain
Japan Meteorological Agency (JMA) dengan High-
Resolution Precipitation Nowcast (HRPN) [21,16],
Hongkong Observatory dengan Short-range
Warning of Intense Rainstorms in Localized
Systems (SWIRLS) [30,[31].
Short-term Ensamble Prediction System (STEPS)
merupakan pengembangan algoritma nowcasting
berbasis ekstrapolasi dengan menambahkan unsur
stochastic pertubation baik pada reflectivity field
dan advection field [23,24]. Ensemble nowcast
yang dihasilkan memiliki keunggulan dalam
mengakomodir forecast uncertainty secara statistik.
Performa ensemble nowcast ditingkatkan dengan
melakukan lagged averaged forecast (LAF) pada
seluruh ensembe member [20]. Penambahan
ensemble member tidak selalu menghasilkan
prediksi yang lebih baik. Pada penelitian Pulkinen
(2018), hasil prediksi dengan 96 ensemble member
tidak lebih baik dari hasil prediksi dengan 48
ensemble member.
Seiring berjalannya waktu, metode penyampaian
informasi prakiraan cuaca terus mengalami
perkembangan, hingga pada tahun 2015 UKMO
mulai menerapkan prakiraan cuaca berbasis
dampak yang disebut dengan Impact Based
Forecast. Dalam IBF, informasi cuaca yang
diberikan disesuaikan dengan dampak ayang akan
ditimbulkan oleh kondisi cuaca tersebut [6].
Perbedaan mendasar antara penyampaian informasi
prakiraan cuaca konvensional dengan IBF adalah
pada unsur informasi. Prakiraan cuaca
konvensional hanya mengandung unsur bahaya,
sedangkan IBF menambahkan unsur kerentanan
dalam penyampaian informasinya. Informasi IBF
disampaikan dalam bentuk kategori berdasarkan
matriks resiko. Matriks resiko disusun berdasarkan
tingkat keyakinan prakirawan (likelihood) dan
damapk (impact) yang akan ditumbulkan.
Tingkatan kategori terdiri dari sangat rendah,
rendah, medium, dan tinggi. Panduam umum dan
menyeluruh dalam menjalankan IBF dijelaskan
secara lengkap dalam dokumen WMO 1150.
Saat ini sistem pendukung keputusan (Decision
Support System) yang digunakan dalam pembuatan
informasi IBF menggunakan input prakiraan
akumulasi curah hujan 24 jam dari model NWP dan
peta indeks resiko yang bersumber dari BPNB.
Pada prinsipnya, produk QPF dari radar cuaca juga
dapat dimasukkan dalam perhitungan kategori IBF,
namun perlu dilakukan modifikasi terhadap batas
ambang yang digunakan karena jangka waktu
prakiraan yang dihasilkan oleh model NWP dan
QPF berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan kajian awal pemanfaatan data radar
cuaca dalam mendeteksi potensi cuaca signifikan
berbasis dampak.
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
29
Gambar 2. Beam blockage analysis pada radar cuaca Tangearng
2. Metode Penelitian
Kajian awal dilakukan pada kejaidan banjir di
Kabupaten Bogor tanggal 1 Januari 2020
menggunakan data radar cuaca Tangerang dan
satelit cuaca Himawari 8. Radar cuaca Tangerang
berada di Stasiun Geofisika Tangearng dengan
jarak terdekat sekitar 50 km dan jarak terjauh
kurang dari 100 km terhadap Kabupaten Bogor.
Dengan jarak tersebut, data yang dihasilkan oleh
pengamatan radar cuaca dapat dikategorikan
optimal. Konfigurasi scanning strategy pengamatan
radar cuaca Tangerang terdapat pada Tabel 1.
Visualisasi sapuan elevasi yang digunakan terdapat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Visualisasi sapuan elevasi pengamatan
radar cuaca Tangerang
Post-processing dilakukan terhadap data radar
cuaca hasil pengamatan untuk menghilangkan non-
meteorological echo dari interferensi radio emitter
dan ground clutter. Alur pengolahan data terdapat
pada Gambar 2. Partial terrain blocking terdeteksi
pada bagian selatan radar pada elevasi pertama,
hasil beam blocakage analysis terdapat pada
Gambar 3. Seluruh proses dilakukan
menggunakan bahasa pemrograman python.
Tabel 1. Konfigurasi scanning strategy radar cuaca
Tangerang
Parameter
Nilai Konfigurasi
Radar Site ID
JAK
Latitude
-6.1669° S
Longitude
106.6502° E
Altitude
10 m
Tower height
20 m
Frequency
5.6 GHz
Beam width
1°
Pulse width used
0.8 μs
PRF Used
600 Hz
Staggering
¾
Nyquist Velocity
24.1 m/s
Range step
250 m
Range max
200 km
Number of sweeps
9
VCP Mode
Free run
Pada data satelit Himawari 8, terdapat 5 kanal yang
digunakan, yaitu kanal B03, B04-B05 (VIS mode
only), B08-B10, B13, B13-B15. Data dari 5 kanal
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
30
tersebut kemudian diturunkan menjadi nilai
reflektivitas menggunakan algoritma multi-layer
artificial neural network (ANN) berdasarkan hasil
penelitian Woo dkk, 2017 [33]. Nilai reflektivitas
pada radar cuaca maupun derived reflectivity dari
Himawari 8 dijadikan sebagai data input algoritma
STEPS untuk menghasilkan ensemble nowcast.
Gambar 3. Beam blockage analysis pada radar cuaca Tangearng.
Nilai reflektivitas pada ensemble mean nowcast
dikonversi menjadi intensitas curah hujan
menggunakan persamaan Z-R Marshal-Palmer (Ali,
2020).
dengan Z merupaman reflecitvity factor (mm6/mm3)
dan R adalah intensitas curah hujan (mm/h).
Intensitas curah hujan kemudian diakumulasikan
menggunakan persamaan:
dengan Aimerupakan akumulasi curah hujan pada
langkah ke i, (ti– ti-1) adalah selisih waktu dalam
jam antara dua data, dan (Ri+ Ri-) adalah
penjumlahan intensitas curah hujan antara dua data
yang berurutan. Perhitungan IBF dilakukan
menggunakan weighted overlay. Sebagai kajian
awal, akumulasi curah hujan 3 jam dari QPF
dengan data indeks resiko memiliki bobot yang
sama (50%:50%). Batas ambang akumulasi curah
hujan 3 jam dalam QPF sebesar 20 mm.
Perhitungan IBF dapat dirumuskan sebagai berikut:
Hasil IBF kemudian dibagi menjadi 10
kategori/tingkat.Masing-masing kategori memiliki
level peringatan, dapak, respon masyarakat, dan
respon BNPB-BPBD. Detail mengenai matriks
dampak dan respon terdapat pada modul pelatihan
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
31
IBF [6]. Kategori 1-5 masuk pada level peringatan
waspan, kategori 6-9 siaga, dan kategori 10 awas.
Hasil perhitungan IBF kemudian diverifikasi secara
kualitatif dengan melakukan overlay wilayah yang
dilaporkan terjadi banjir.
3. Hasil dan Pembahasan
Kejadian bencana banjir yang terjadi di Kabupaetn
Bogor diperoleh melalui rekapitulasi kejadian
bencana yang bersumber dari BNPB. Berdasarkan
hasil pendataan korban, terdapat 11 jiwa meninggal
dunia, 2361 rumah rusak, dan 115 fasilitas umum
rusak. BNPB menyebutkan bahwa kejadian ini
disebabkan oleh hujan dengan intensitas tinggi
sehingga menakibatkan amblasnya jalan, longsor,
dan banjir. Tidak dilaporkan waktu kejadian,
namun dari berdasarkan hasil pencarian dimedia,
kejadian banjir terjadi pada pagi hari sehingga
ditentukan data yang akan digunakan adalah data
pada tanggal 1 Januari 2020 pukul 00-01 UTC
untuk digunakan menghitung QPF periode
akumulasi 3 jam dengan validitas 01.00-03.00 UTC.
Gambar 4. Hasil esnsemble nowcast algoritma STEPS berdasarkan data radar cuaca Tangerang. Hasil
prediksi menunjukkan bahwa sistem persipitasi meluas dan masih bertahan hingga 3 jam
kedepan.
Beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor yang
dilaporkan banjir antara lain Kecamatan Jasinga,
Kecamatan Babakan Madang, Citeurep, Kecaatan
Sukaraja, Cibinong, Gunung Putri, Cileungsi,
Cigudeg, Sukajaya, Cisarua, Cirejuk, Bojong Gede,
Mega Mendung, Parung Panjang, dan Rumpin.
Indeks resiko bencana banjir yang telah dikalkulasi
oleh BNPB pada wilayah yang dilaporkan banjir
tersebut beragam, mulai dari resiko rendah hingga
resiko tinggi, namun didominasi oleh resiko sedang,
hanya pada sebagian wilayah Kecamatan Sukajaya
yang memiliki resiko tinggi untuk bencana banjir.
Konfigurasi yang dipilih dalam algoritma STEPS
antara lain 20 ensemble member, Semi Lagrangian
extrapolation¸Gaussian bandpass filter, Fast
Fourier Transform (FFT) decomposition, dan
optical flow deformation, Data radar cuaca
tangearng menerapakan mode pengamatan free run,
dan didapatkan interval waktu antara satu volume
pengamatan dengan volume pengamatan
selanjutnya
selama 8 menit, sehingga dalam periode sekuen 60
menit antara pukul 00-01 UTC terdapat 7 volume
data. Algoritma Gabella (2002) digunakan sebagai
ground clutter filter, sedangkan interference echo
dihilangkan menggunakan beam filling analysis.
Pada penelitian ini tidak dilakukan attenuation
correction karena Kabupaten Bogor masih dalam
jarak optimal pengamatan radar cuaca Tangearang.
Esnsemble mean nowcast algoritma STEPS
berdasarkan data radar dan satelit cuaca terdapat
pada Gambar 4 dan Gambar 5. Prediksi algoritma
STEOS berdasarkan data radar cuaca
menunjukkan sistem presipitasi semakin meluas
dengan pergerakan stasioner. Sistem presipitasi
tersebut juga bertahan
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
32
Gambar 5. Hasil esnsemble nowcast algoritma STEPS berdasarkan data satelit Himawari 8 dengan domain
Indonesia bagian Barat.
Hasil prediksi menunjukkan sistem presipitasi
perlahan terdisipasi. hingga pukul 03.16 UTC.
Nilai reflektivitas berkisar pada rentang 25-40 dBZ.
Berdasarkan karekeristik distribusi presipitasi dan
nilai reflektivitas radar cuaca, sistem presipitasi ini
dapat dikategorikan sebagai sistem presipitasi
statiform. Hasil prediksi algoritma STEPS sesuai
dengan karakterisitk presipitasi statiform yaitu nilai
reflektivitas rendah dengan pola distribusi yang
merata. Hasil ensemble mean nowcast berdasarkan
data derived-reflectivity Himawari 8 menujukkan
sistem presipitasi perlahan terdisipasi ke arah
Selatan hingga Barat Daya. Domain yang
digunakan adalah Indonesia bagian Barat untuk
mempercepat proses prediksi. Hasil ensemble mean
nowcast dalam periode 3 jam berdasarkan data
radar dan satelit cuaca kemudian diakumulasikan
untuk menghitung nilai QPF (Gambar 6) .
Terdapat perbedaan pada distribusi spasial pola
akumulasi curah hujan maksimum pada nilai QPF
berdasarkan radar dan satelit cuaca. Wilayah
dengan nilai QPF tertinggi berdasarkan data radar
cuaca terkonsentrasi di bagian Barat Kabupaten
Bogor, sedangkan nilai QPF tertinggi berdasarkan
pengamatan satelit cuaca terdistribusi di bagian
Utara dan Tengah Kabupaten Bogor. Terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan
tersebut, antara lain akibat kesalahan paralaks
pengamatan satelit Himawari 8 di wilayah Jawa
bagian Barat, dan juga ketidak akuratan algoritma
ANN dalam melakukan estimasi nilai reflektivitas
radar cuaca.
Wilayah dengan nilai QPF diatas batas ambang 20
mm berdasarkan data radar cuaca terdistribusi di
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
33
Kecamatan Tenjo, Jasinga, Cigudeg, Sukajaya,
Parung Panjang, Rumpin, Gunung Sindur, Ciseeng,
Parung, Leuwisadeng, Nanggung, Tamansari,
Cijeruk, Babakan Madang, Sukaraja, dan Ciawi.
Bagian Timur Kabupaten Bogor relatif tidak
signifikan, di Kecamatan Cariu dan Tanjungsari
tidak terpantau adanya echo presipitasi. Nilai batas
ambang 20 mm untuk akumulasi 3 jam secara
kualitatif memberikan hasil yang cukup akurat,
dimana sebagian besar wilayah yang dilaporkan
banjir nilai QPF melebihi batas ambang, yaitu 11
dari 15 kecamatan. Sedangkan nilai QPF dibawah
batas ambang pada wilayah yang dilaporkan banjir
terdapat pada Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi,
Cibinong, Bojong Gede, dan Cisarua. Penentuan
nilai 20 mm sebagai batas ambang QPF 3 jam
masih dalam tahapan eksperimen, karena fokus
pada penelitian ini adalah penggunaan data radar
cuaca dalam IBW.
Gambar 6. QPF 3 jam berdasarkan data radar cuaca (kiri) dan satelit cuaca (kanan) di wilayah Kabupaten
Bogor dengan validitas prediksi 3 jam.
Gambar 7. Hasil perhitungan IBW berdasarkan data radar (kiri) dan satelit cuaca (kanan). Nilai IBW
dihitung berdasarkan nilai QPF dan indeks resiko bencana dengan bobot 50% : 50%.
Weighted overlay digunakan dengan menjumlahkan
nilai QPF 3 jam dan indeks resiko dengan
pembobotan yang telah ditentukan. Secara teoritis,
terdapat beberapa metode untuk menentukan bobot
suatu variabel, teknik yang paling populer adalah
Analyctic Hierarchy Process (AHP). Teknik AHP
memadukan unsur matematik dan pendapat ahli.
Pembobotan pada tiap variabel ditentukan
berdasarkan matriks prioritas yang ditentukan oleh
ahli dengan syarat rasio konsistensi kurang dari
10%. Dalam penelitian ini, penentuan bobot antara
QPF dan indeks resiko banjir tidak ditentukan
menggunakan teknik AHP, dikarenakan
implementasi IBF masih relatif baru dan belum
terdapat banyak ahli, sehingga dua variabel tersebut
diasumsikan memiliki bobot yang sama
(50%:50 %). Proses weighted overlay akan
melakukan pembulatan keatas pada saat hasil
perhitungan IBW berupa pecahan. Distribusi
spasial hasil perhitungan IBW terdapat pada
Gambar 7.
Matriks IBW yang digunakan disesuaikan dengan
matriks IBF yang telah disusun oleh BMKG dan
BNPB [6]. Pembagian level peringatan pada IBF
adalah siaga pada kategori 1-5, waspada pada
kategori 6-9, dan awas pada kategori 10. Kategori
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
34
tertinggi pada indeks IBW berdasarkan data radar
cuaca terdapat pada kategori 8 yang terdistribusi di
wilayah Kecamatan Tenjo, Jasinga, Cigudeng, dan
Parung Panjang. Pada wilayah timur Kabupaten
Bogor, nilai indeks IBW relatif lebih rendah
berkisar pada kategori 4 hingga 6, hal ini
disebabkan nilai QPF yang rendah walaupun pada
wilayah tersebut nilai indeks resiko banjir paling
tinggi dibandingkan dengan wilayah lain (Gambar
8). Sedangkan pada wilayah Barat Kabuapten
Bogor terjadi kondisi yang sebaliknya, dimana nilai
indeks resiko banjir rendah namun prediksi QPF
tinggi, sehingga kategori IBW pada level
peringatan waspada terkonsentrasi pada wilayah
Barat Kabupaten Bogor.
Hasil perhitungan IBW berdasarkan data satelit
cuaca relatif lebih rendah dibandingkan IBW
berdasarkan radar cuaca. Berdasarkan histogram
nilai kategori IBW pada wilayah kecamatan yang
dilaporkan banjir (Gambar 8), hanya 35,7% area
yang masuk dalam level peringatan waspada.
Sedangkan pada IBW berdasaran data radar cuaca,
42,7% area masuk dalam level peringatan waspada.
Gambar 8. Indeks resiko banjir Kabupaten Bogor dan histogram nilai IBW berdasarkan data radar (kanan
atas) dan satelit cuaca (kiri atas) pada lokasi kecamatan yang dilaporkan banjir.
Dampak yang ditimbulkan pada level peringatan
waspada merupakan kategori significant hingga
severe dimana salah satunya adalah volume air
sungai meningkat/banjir. Hal ini menunjukkan
bahwa perhitungan IBW berdasarkan data radar
dan satelit cuaca secara kualitatif mampu
memberikan peringatan yang tepat. Prosentase
area yang masuk dalam level peringatan waspada
dari hasil pengamatan radar maupun satelit cuaca
masih tergolong rendah, hal tersebut dikarenakan
skala data kejadian bencana banjir berada pada
level kecamatan, sehingga pada saat terdapat area
yang tidak banjir pada kecamatan tersebut akan
tetap terhitung sebagai wilayah dilaporkan banjir.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai
variabel lain terkaitn, penentuan batas ambang,
serta pembobotan pada masing-masing variabel.
4. Kesimpulan
Data radar dan satelit cuaca sebagai alat
pengindraan jauh dapat digunakan dalam
perhitungan IBW untuk mendeteksi potensi cuaca
signifikan berbasis dampak. Produk yang digunakan
adalah akumulasi hasil ensemble nowcast (QPF)
algoritma STEPS dengan periode prediksi akumulasi 3
jam. Data temperatur puncak awan hasil pengamatan
satelit Himawari 8 dikonversi menjadi derived-
reflectivity agar dapat diimplementasikan dalam
algoritma STEPS. Level peringatan yang digunakan
untuk menghitung tingkat kesesuaian adalah level
peringatan waspada dengan rentang kategori 6 hingga
8. Hasil perhitungan IBW berdasarkan data radar cuaca
menunjukkan 42,7% area pada wilayah yang
dilaporkan banjir berada pada level peringatan
waspada, sedangkan pada hasil perhitungan IBW
menggunakan data satelit Himawari 8 area dengan
level peringatan waspada sebesar 35,7%. Prosentase
area yang masuk dalam level peringatan waspada
masih tergolong rendah karena skala kejadian bencana
yang masih terlalu luas yaitu skala kecamatan.
Prosentase area dengan level peringatan yang sesuai
pada nilai IBW berdasarkan satelit cuaca lebih rendah
namun dapat mengatasi keterbatasan operasional radar
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
35
cuaca dalam hal kontinuitas data. Jika ditinjau
dari fenomena yang dihasilkan, hasil perihitungan
IBW berdasarkan data radar dan satelit cuaca
mampu memberikan peringatan yang tepat.
Matriks dampak yang telah disusun oleh BMKG
dan BNPB pada dokumen IBF dapat
diimplementasikan dalam IBW.
5. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai
variabel lain yang terkait seperti akumulasi curah
hujan 24 jam yang lalu dalam nilai Quantitative
Precipitation Estimation (QPE). Perhitungan nilai
batas ambang yang digunakan pada QPE dan
QPF dapat dilakukan menggunakn metode
persetil dari data historis kejadian bencana.
Terdapat beberapa metode pembobotan yang
dapat digunakan, antara lain menggunakan mode
regresi maupun metode AHP. Skala kejadian
bencana perlu dipersempit menjadi skala
kelurhan agar hasil pengukuran tingkat
kesesuaian dapat lebih terperinci.
6. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih diberikan kepada Sub
Bidang Pengelolaan Citra Radar Cuaca BMKG
yang telah memfasilitasi penyediaan data radar
cuaca dan Sub Bidang Prediksi Cuaca yang telah
menyediakan modul pelatihan IBF serta
konsultasi teknis. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak lain yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
7. Daftar Pustaka
[1] Afshar, A., Zahraei, A. and Mariño, M.A.,
2010. Large-scale nonlinear conjunctive use
optimization problem: decomposition
algorithm. Journal of Water Resources
Planning and Management,136(1), pp.59-
71.
[2] Ali, A., Adrianto, R. and Saepudin, M.,
2019. Preliminary Study Of Horizontal And
Vertical Wind Profile Of Quasi-Linear
Convective Utilizing Weather Radar Over
Western Java Region, Indonesia.
International Journal of Remote Sensing and
Earth Sciences (IJReSES), 15(2), pp.177-
186.
[3] Ali, A., Deranadyan, G. and Umam, I.H.,
2020. An Enhancement To The Quantitative
Precipitation Estimation Using Radar-Gauge
Merging. International Journal of Remote
Sensing and Earth Sciences (IJReSES),
17(1), pp.65-74.
[4] Ali, A., Supriatna, S. and Sa'adah, U., 2021.
Radar-Based Stochastic Precipitation
Nowcasting Using The Short-Term
Ensemble Prediction System (Steps)(Case
Study: Pangkalan Bun Weather Radar).
International Journal of Remote Sensing and
Earth Sciences (IJReSES), 18(1), pp.91-102.
[5] BMKG. 2019. Modul 1 Dasar Prakiraan Cuaca
Berbasis Dampak dan Peringatan Dini Berbasis
Resiko. Modul Diklat.
[6] BMKG. 2019. Modul 10 Teknik Penyusunan
Matriks Dampak dan Respon. Modul Diklat.
[7] Chiang, Y.M., Chang, F.J., Jou, B.J.D. and Lin,
P.F., 2007. Dynamic ANN for precipitation
estimation and forecasting from radar
observations. Journal of Hydrology,334(1-2),
pp.250-261.
[8] Dixon, M. and Wiener, G., 1993. TITAN:
Thunderstorm identification, tracking, analysis,
and nowcasting—A radar-based
methodology. Journal of atmospheric and
oceanic technology,10(6), pp.785-797.
[9] Gabella, M. and Notarpietro, R., 2002, November.
Ground clutter characterization and elimination in
mountainous terrain. In Proceedings of ERAD
(Vol. 305, No. 311).
[10] Ganguly, A.R. and Bras, R.L., 2003. Distributed
quantitative precipitation forecasting using
information from radar and numerical weather
prediction models. Journal of
Hydrometeorology,4(6), pp.1168-1180.
[11] Germann, U. and Zawadzki, I., 2002. Scale-
dependence of the predictability of precipitation
from continental radar images. Part I: Description
of the methodology. Monthly Weather
Review,130(12), pp.2859-2873.
[12] Germann, U. and Zawadzki, I., 2004. Scale
dependence of the predictability of precipitation
from continental radar images. Part II: Probability
forecasts. Journal of Applied Meteorology,43(1),
pp.74-89.
[13] Germann, U., Zawadzki, I. and Turner, B., 2006.
Predictability of precipitation from continental
radar images. Part IV: Limits to
prediction. Journal of the Atmospheric
Sciences,63(8), pp.2092-2108.
[14] Golding, B.W., 1998. Nimrod: a system for
generating automated very short rangeforecasts.
Meteorol. Appl. 5, 1–16.
[15] Johnson, J.T., MacKeen, P.L., Witt, A., Mitchell,
E.D.W., Stumpf, G.J., Eilts, M.D. and Thomas,
K.W., 1998. The storm cell identification and
tracking algorithm: An enhanced WSR-88D
algorithm. Weather and forecasting,13(2),
pp.263-276.
[16] Kigawa, S., Hayashi, T. and Nishimura, T., 2016.
Advanced weather radar application technology
at JMA. WMO/CIMO/TECO-2016.
[17] Lakshmanan, V., Smith, T., Stumpf, G., Hondl,
K., 2007. The warning decision supportsystem-
Prosiding WIN-ID 2021
ISBN: 978-602-51628-4-8
36
integrated information. Weather Forecast.
22, 596–612.
[18] Liang, Q., Feng, Y., Deng, W., Hu, S.,
Huang, Y., Zeng, Q. and Chen, Z., 2010. A
composite approach of radar echo
extrapolation based on TREC vectors in
combination with model-predicted
winds. Advances in Atmospheric
Sciences,27(5), pp.1119-1130.
[19] Liu, Y., Xi, D.G., Li, Z.L. and Hong, Y.,
2015. A new methodology for pixel-
quantitative precipitation nowcasting using
a pyramid Lucas Kanade optical flow
approach. Journal of Hydrology,529,
pp.354-364.
[20] Miyakoda, K. and Talagrand, O., 1971. The
assimilation of past data in dynamical
analysis. I. Tellus, 23(4-5), pp.310-317.
[21] PC, S., Misumi, R., Nakatani, T., Iwanami,
K., Maki, M., Seed, A.W. and Hirano, K.,
2015. Comparison of rainfall nowcasting
derived from the STEPS model and JMA
precipitation nowcasts. Hydrological
Research Letters, 9(4), pp.54-60.
[22] Pierce, C.E., Hardaker, P.J., Collier, C.G.,
Haggett, C.M., 2000. GANDOLF: a system
forgenerating automated nowcasts of
convective precipitation. Meteorol. Appl.
7,341–360.
[23] Pulkkinen, S., Chandrasekar, V. and Harri,
A.M., 2018. Nowcasting of precipitation in
the high-resolution Dallas–Fort Worth
(DFW) urban radar remote sensing network.
IEEE Journal of Selected Topics in Applied
Earth Observations and Remote Sensing,
11(8), pp.2773-2787.
[24] Pulkkinen, S., Chandrasekar, V., von Lerber,
A. and Harri, A.M., 2020. Nowcasting of
convective rainfall using volumetric radar
observations. IEEE Transactions on
Geoscience and Remote Sensing, 58(11),
pp.7845-7859.
[25] Smith, S.B., Johnson, J.T., Roberts, R.D.,
Zubrick, S.M., Weiss, S.J., Imy, D.A., 1998.
TheSystem for Convection Analysis and
Nowcasting (SCAN) 1997–1998 field
test.Preprints, 19th Conf. on Severe Local
Storms, Minneapolis, Amer. Meteor. Soc,pp.
790–793.
[26] Sokol, Z. and Pesice, P., 2012. Nowcasting
of precipitation–advective statistical forecast
model (SAM) for the Czech
Republic. Atmospheric Research,103, pp.70-79.
[27] Sokol, Z., 2006. Nowcasting of 1-h precipitation
using radar and NWP data. Journal of
Hydrology,328(1-2), pp.200-211.
[28] Vila, D.A., Machado, L.A.T., Laurent, H. and
Velasco, I., 2008. Forecast and Tracking the
Evolution of Cloud Clusters (ForTraCC) using
satellite infrared imagery: Methodology and
validation. Weather and Forecasting,23(2),
pp.233-245.
[29] Wilson, J.W., Crook, N.A., Mueller, C.K., Sun, J.,
Dixon, M., 1998. Nowcastingthunderstorms: a
status report. Bull. Am. Meteorol. Soc. 79, 2079–
2099.
[30] Wong, M.C., Wong, W.K. and Lai, E.S., 2006,
October. From SWIRLS to RAPIDS: Nowcast
applications development in Hong Kong. In PWS
Workshop on Warnings of Real-Time Hazards by
Using Nowcasting Technology, Sydney,
Australia, 9-13 October 2006.
[31] Yeung, H.Y., 2012, August. Recent developments
and applications of the SWIRLS nowcasting
system in Hong Kong. In The 3rd WMO
International Symposium on Nowcasting and
Very Short-Range Forecasting (pp. 6-10).
[32] Liu, Y., Liu, S. and Wang, Z., 2015. A general
framework for image fusion based on multi-scale
transform and sparse representation. Information
fusion, 24, pp.147-164.
[33] Woo, W.C., IP, Y.Y., Wong, W.K. and Chan,
N.H., 2017, December. Development of Satellite
Reflectivity Retrieval Technique for Tropical
Cyclone Rainfall Nowcasting. In Fourth
International Workshop on Tropical Cyclones
Landfall Processes (IWTCLP-4) (pp. 5-7).
[34] Zahraei, A., Hsu, K.L., Sorooshian, S., Gourley,
J.J., Hong, Y. and Behrangi, A., 2013. Short-term
quantitative precipitation forecasting using an
object-based approach. Journal of hydrology,483,
pp.1-15
.