ArticlePDF Available

Abstract

Purposes of research are to understand, to analyse, and to describe metadata sceme aplication of institutional repository software academic libraries in Malang (UB Library, UM Library, and UMM Library). Insititusional Repository need of UB Library facilitaties by BKG and Eprints UB, UM Library facility by Mulok, and UMM Library facilities by GDL and Eprints UMM. The Research uses qualitative approach with case studies. Metadata sceme aplication on institutional repository are using methods analyses type of metadata scheme, elements of metadata scheme, descriptive metadata and policy of metadata scheme. Results of the research are using stadard of metadata scheme (Dublin Core), and adaptation of metadata scheme (BKG Fields dan GDL Fields). Using standard of metadata scheme are make essier of bibliographic decribe and supporting rank of webometri repository.
ISSN 2502-6003 (Online)
DOI: http://dx.doi.org/10.33505/jodis.v3i2.81
- 101
PENERAPAN SKEMA METADATA REPOSITORI
INSTITUSI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DI
KOTA MALANG
Muhammad Rosyihan Hendrawan1*; Gani Nur Pramudyo2*
1Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
2Fadel Muhammad Resource Center
*Korespondensi: endralife@gmail.com; gani_nurp@yahoo.com
________________________________________________________________________
ABSTRACT
Purposes of research are to understand, to analyse, and to describe metadata sceme aplication of institutional
repository software academic libraries in Malang (UB Library, UM Library, and UMM Library). Insititusional
Repository need of UB Library facilitaties by BKG and Eprints UB, UM Library facility by Mulok, and UMM
Library facilities by GDL and Eprints UMM. The Research uses qualitative approach with case studies.
Metadata sceme aplication on institutional repository are using methods analyses type of metadata scheme,
elements of metadata scheme, descriptive metadata and policy of metadata scheme. Results of the research are
using stadard of metadata scheme (Dublin Core), and adaptation of metadata scheme (BKG Fields dan GDL
Fields). Using standard of metadata scheme are make essier of bibliographic decribe and supporting rank of
webometri repository.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan penerapan skema metadata pada
perangkat lunak repositori institusi perpustakaan perguruan tinggi di Kota Malang (Perpustakaan UB,
Perpustakaan UM dan Perpustakaan UMM). Kebutuhan repositori institusi Perpustakaan UB ditunjang oleh
BKG dan Eprints UB; Perpustakaan UM ditunjang oleh Mulok; serta Perpustakaan UMM ditunjang oleh GDL
dan Eprints UMM. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif.
Penerapan skema metadata pada repositori institusi dilakukan dengan cara analisis jenis skema metadata,
atribut inti skema metadata, metadata deskriptif dan kebijakan metadata. Hasil yang diperoleh dari penerapan
skema metadata yaitu penggunaan skema metadata terstandar (Dublin Core) dan skema metadata adaptasi
(BKG Fields dan GDL Fields). Penggunaan skema metadata standar memudahkan pendeskripsian bibliografis
dan menunjang pemeringkatan webometric repositori.
Keyword : Metadata; Institusional repositories; Academic libraries.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan tekologi informasi yang pesat mendorong dan menuntut perpustakaan
perguruan tinggi untuk memanfaatkan dan mengaplikasikan teknologi informasi pada tata kelola
informasi. Penerapan teknologi informasi dalam tata kelola informasi yang baik akan memudahkan
organisasi dalam usaha manajemen pengetahuan sebagai tujuan penguatan prinsip-prinsip dan
praktik terbaik integrasi solusi di setiap masalah pemanfaatan informasi untuk memenuhi
kebutuhan organisasi dan kebutuhan pemakai yang dilayani (Hendrawan, 2016, hal. 69). Contoh
penerapan teknologi informasi untuk mempermudah tata kelola informasi di perpustakaan
perguruan tinggi yaitu pengembangan perpustakaan digital. Perpustakaan digital pada perpustakaan
perguruan tinggi atau lebih dikenal repositori institusi akan memudahkan tata kelola informasi yang
dimiliki. Menurut Kaur (2017, hal. 12) repositori institusi merupakan sebuah pusat penyimpan
digital dari hasil karya intelektual sebuah intititusi diperuntukkan untuk anggota komunitasnya.
Lebih lanjut Sterman (2014, hal. 3) mengatakan repositori institusi merupakan sebuah aset yang
mahal dan berharga bagi universitas. Repositori institusi menuntut kemampuan spesifik tentang
pemrograman, manajemen konten, penerapan metadata, publisitas, dan pemasaran internal kepada
komunitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa repositori institusi merupakan bagian penting dalam
Disubmit : 15-03-2019
Direview : 22-03-2019
Direvisi : 07-04-2019
Diterima : 01-09-2019
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
102 -
suatu perguruan tinggi untuk mengelola, menyimpan dan menyebarluaskan koleksi digital yang
dimiliki demi menunjang kebutuhan sivitas akademika (peneliti, dosen, staf, dan mahasiswa).
Pengembangan repositori institusi perpustakaan perguruan tinggi membutuhkan perangkat
lunak repositori instusi untuk menunjang pengelolaan koleksi digital. Beberapa perangkat lunak
repositori instusi yang banyak digunakan oleh perpustakaan, yaitu perangkat lunak open source
seperti Dspace, Eprints, Fedora, Greenstone, dan Ganesha Digital Library (Randhawa, 2008, hal.
372374; Rodliyah, 2016, hal. 227); namun, tidak jarang perpustakaan perguruan tinggi
membangun perangkat lunak secara mandiri (institusional development) (Pendit, 2007, hal. 192).
Berdasarkan Directory of Open Access Repositories (OpenDOAR) (2018), Dari 69 repositori
institusi di Indonesia yang terdaftar di Open DOAR, Eprints digunakan oleh 53 pengguna (77%)
adalah perangkat lunak repositori institusi yang banyak digunakan, disusul oleh Dspace digunakan
oleh 9 pengguna (13%) diikuti Django, GAE, Ispektra, JSP-MySQL-Alfresco, Open Repository,
SLIMS Senayan dan Uknown (spesifikasi tidak diketahui), lihat Gambar 1.
Gambar 1 Penggunaan perangkat lunak repositori institusi di Indonesia
Penerapan perangkat lunak repositori institusi yang beragam di perpustakaan perguruan
tinggi selalu berurusan dengan deskripsi sumber dan skema metadata serta berbagai data lainnya
yang digunakan untuk mengolah dan membuat wakil informasi dari dokumen (Hendrawan, 2017,
hal. 1). Menurut National Information Standards Organization (NISO, 2004, hal. 1)“metadata is
often called data about data or information about information.” artinya metadata adalah data
tentang data atau informasi tentang informasi. Sependapat dengan hal tersebut, Buckland (2017)
menjelaskan “Metadata (literally beyond or with data) is a common namefor descriptions of
documents, records, and data: it is data about data.” Artinya metadata adalah entitas umum yang
mendeskripsikan dokumen, rekod dan data. Metadata adalah data tentang data. Lebih lanjut, NISO
(2004, hal. 12) menjelaskan fungsi metadata untuk penemuan sumber daya, pengorganisasian
sumber daya elektronik, interoperabilitas, identifikasi, dan pengarsipan serta preservasi digital.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa metadata adalah data tentang data, data terstruktur yang
mewakili cantuman bibliografis suatu objek dan digunakan dalam temu kembali, pengorganisasian,
interoperabilitas, serta preservasi suatu objek digital maupun non-digital.
Istilah sederhana metadata dapat dilihat sebagai data bibliografis dari sebuah koleksi
perpustakaan, seperti: judul, pengarang, volume, edisi, tahun terbit, dan tempat terbit. Contoh
metadata di dalam perpustakaan yaitu katalog perpustakaan. Katalog perpustakaan dilihat sebagai
data tentang data, digunakan sebagai alat bantu untuk mengatur, mengelola, dan menemukan
kembali dokumen (Pendit, 2008, hal. 116). Dewasa ini, metadata mengalami perkembangan yang
pesat, dengan semakin beragamnya kebutuhan organisasi serta pemakai yang dilayani. Menurut
NISO (2017, hal. 1937) berdasarkan penggunaannya, metadata dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
- 103
pertama, untuk penggunaan luas seperti Schema.org, OWL, Dublin Core, FOAF, ONIX, dan Exif.
Kedua, untuk penggunaan warisan budaya seperti MARC, BIBFRAME, MODS, CIDOC CRM,
CDWA, VRA Core dan EAD. Ketiga, untuk penggunaan lain seperti DDI, PREMIS, TEI dan MEI.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa metadata tidak hanya sebatas katalog perpustakan, melainkan
deskripsi sumber atau wakil informasi terstruktur dari suatu objek digital maupun non digital yang
berfungsi untuk temu kembali, preservasi, dan interoperabilitas.
Penggunaan skema metadata yang beragam dapat ditemukan pada perangkat lunak repositori
institusi perpustakaan perguruan tinggi di kota Malang seperti Perpustakaan Universitas Brawijaya
(Perpustakaan UB), Perpustakaan Universitas Negeri Malang (Perpustakaan UM) dan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Malang (Perpustakaan UMM). Perpustakaan UB
menggunakan perangkat lunak repositori institusi BKG dan Eprints UB. BKG menggunakan skema
metadata adaptasi Dublin Core dan Eprints UB menggunakan skema metadata Dublin Core. Hal
ini sesuai dengan penjelasan koordinator web dan konten Perpustakaan UB:
“Penggunaan metadata BKG tidak standar sehingga tidak terindeks webometric repositori
instutisi. Dalam perkembangannya, Perpustakaan UB melakukan migrasi data dari BKG ke
Eprints UB. Eprints dipilih karena lebih mumpuni dari BKG dan memiliki metadata standar
Dublin Core.” (Wawancara pada Rabu, 1 November 2017)
Sementara itu, Perpustakaan UM menggunakan perangkat lunak repositori institusi Mulok.
Mulok awalnya tidak menggunakan metadata yang dikembangkan secara mandiri, kemudian
ditambahkan metadata Dublin Core. Penambahan metadata Dublin Core pada Mulok untuk
menunjang pencarian di Google Scholar dan pemeringkatan Webometric. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Staf Pengembangan TI dan Kerjasama Perpustakaan UM
“Awalnya Mulok tidak menggunakan metadata terstandar, sehingga ditambahkan beberapa
atribut metadata Dublin Core. Penggunaan metadata Dublin Core dikarenakan Google
Scholar menggunakan metadata Dublin Core, sehingga apabila melakukan pencarian di
Google Scholar, karya ilmiah di Mulok dapat terlihat (visible) di Google Scholar serta
menjadi nilai tambah untuk meningkatkan pemeringkatan webometric repositori institusi.”
(Wawancara pada Jumat, 08 September 2017).
Lebih lanjut, di Perpustakaan UMM menggunakan perangkat lunak repositori institusi
Ganesa Digital Library (GDL) dan Eprints UMM bersamaan. GDL tidak menggunakan skema
metadata terstandar dan tidak masuk pemeringkatan webometric repositori institusi, sebaliknya
Eprints UMM mengunakan skema metadata terstandar dan mendukung pemeringkatan webometric
repositori institusi. Hal ini sesuai dengan penjelasan Staf Electronic Library Support System
(ELSS) Perpustakaan UMM yang mengatakan :
Perpustakaan UMM menggunakan GDL dan Eprints UMM. GDL sulit masuk
pemeringkatan webometric dan tidak memiliki skema metadata standar. Sedangkan Eprints
UMM dipilih untuk menujang kebutuhan tersebut. Eprints UMM menggunakan skema
metadata Dublin Core dan menunjang webometric”. (Wawancara pada Rabu, 28 Februari
2018)
Berdasarkan adanya latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui,
mendeskripsikan, dan menganalisis penerapan skema metadata perangkat lunak repositori institusi
Perpustakaan UB, Perpustakaan UM dan Perpustakaan UMM mulai dari jenis skema metadata,
atribut inti skema metadata, metadata deskriptif dan kebijakan skema metadata, sehingga peneliti
mengambil judul Penerapan Skema Metadata Repositori Institusi Perpustakaan Perguruan
Tinggi di Kota Malang
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
104 -
2. METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif.
Sumber data yang diperoleh berasal dari sumber primer (pengamatan dan wawancara dengan
informan) dan sumber sekunder (dokumen dan bahan audio-visual seperti buku, jurnal ilmiah, dan
perangkat lunak). Penelitian dilakukan pada Perpustakaan UB, Perpustakaan UM, dan
Perpustakaan UMM dengan situs BKG, Eprints UB, Mulok, GDL, dan Eprints UMM dilaksanakan
pada 1 Februari - 31 April 2018. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung,
yaitu peneliti langsung turun ke lapangan; wawancara mendalam dengan 13 informan yang dipilih
secara purposive; pengumpulan dokumen terkait; serta pengumpulan materi audio-visual berupa
foto, rekaman suara dan perangkat lunak).
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis data Creswell.
Analisi data Creswell meliputi 1) Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis; 2) Membaca
keseluruhan data; 3) Memulai coding semua data; 4) Menerapkan proses coding untuk
mendeskripsilam setting (ranah), orang (partisipan), kategori dan tema yang akan dianalisis; 5)
Menyajikan deskripsi dan tema-tema dalam narasi; 6) Pembuatan interpretasi atau memaknai data
(Creswell, 2016, hal. 236268). Pengujian keabsahan data, keakuratan dan kredibilitas hasil
penelitian, peneliti memilih menggunakan validitas dan realibilitas kualitatif Cresswel (2016).
Adapun strategi validitas yang digunakan yaitu mentriangulasi sumber data informasi, melakukan
tanya-jawab dengan sesama rekan peneliti serta mengajak seorang auditor untuk me-review
keseluruhan proyek penelitan. Sedangkan prosedur realibilitas yang digunakan, yaitu mengecek
hasil transkripsi, memastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang mengenai kode-kode
selama proses coding dan melakukan cross-check kode-kode yang dikembangkan oleh peneliti lain
dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh secara mandiri.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan skema metadata pada repositori institusi dilakukan di BKG, Eprints UB, Mulok,
GDL, dan Eprints UMM. Penerapan skema metadata pada repositori institusi ini menggunakan
pendekatan skema metadata Caplan (2003, hal. 67) yang terdiri dari tiga aspek, yaitu semantics,
content rules dan syntax. Pertama, semantic mengacu pada makna item metadata (elemen
metadata); Kedua, content rules menentukan bagaimana nilai elemen metadata dipilih dan
ditampilkan; Ketiga, syntax dari skema mengambarkan bagaimana elemen-elemen metadata
dikodekan dalam bentuk terbacakan mesin (machine-readable). Berdasarkan pendekatan Caplan
(2003), selanjutnya dikombinasikan dengan pendekatan IFLA (2005) terkait atribut inti skema
metadata dan NISO (2004) terkait jenis skema metadata serta metadata deskriptif yang dikaji secara
mendalam. Selain itu, dibahas pula terkait kebijakan metadata berdasarkan temuan di lapangan.
Sehingga dari tiga pendekatan tersebut, dihasilkan tahapan-tahapan penerapan skema metadata pada
repositori institusi yang meliputi (1) Jenis skema metadata; (2) Atribut inti skema metadata; (3)
Metadata deskriptif ; (4) dan Kebijakan metadata.
3.1 Hasil
3.1.1 Jenis Skema Metadata
Penggunaan jenis skema metadata standar akan memudahkan dalam mendeskripsikan
sumber, temu kembali di sistem pencarian (Google dan Google Scholar), keselarasan
antarberbagai prosedur operasi (interoperabilitas) ke union catalog serta mendorong
pemeringkatan Webometric repositori. Mengidentifikasi jenis skema metadata repositori
institusi dapat dilakukan dengan mengetahui ruas-ruas deskripsi bibliografis dan encoding
skema metadata dalam bentuk HTML/XML (Caplan, 2003). Identifikasi jenis skema
metadata dilakukan di BKG, Eprints UB, Mulok, GDL, dan Eprints UMM.
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
- 105
Pertama, BKG yang mengembangkan jenis skema metadata sendiri dibuat oleh Pihak
TI Perpustakaan UB dengan mengadopsi skema metadata perangkat lunak repositori institusi
Dspace yang menggunakan metadata Dublin Core. Adapun kelemahan dari skema metadata
BKG (BKG Fields) yaitu skema metadata yang diadopsi dari Dublin Core tidak nampak
dalam encoding metadata Dublin Core dalam format HTML atau XML sehingga untuk
indexing di sistem pencarian seperti Google dan Google Scholar sulit. Selain itu, banyak ruas-
ruas yang kosong tidak dapat dapat disembunyikan di BKG ketika ruas tersebut tidak diisi.
Skema metadata BKG dapat dilihat pada cantuman bibliografis BKG dalam format XML.
Elemen skema metadata BKG mengadopsi dan menyesuaikan properties in
the/terms/namespace metadata Dublin Core yang terdiri dari 55 properties/namespace
kecuali audience, coverage, description, dan rights. Penggunaan metadata Dublin Core pada
BKG hanya sebatas istilah (term) dan belum mencerminkan encoding metadata Dublin Core.
Kedua, GDL juga tidak memiliki unsur jenis skema metadata standar. GDL
menggunakan skema metadata adaptasi Dublin Core (GDL Fields), terlihat dari entri koleksi
digital yang formatnya Dublin Core. Namun, dalam format XML, tag Dublin Core tidak
keluar. GDL hanya mengadopsi term elemen metadata Dublin Core ditandai dengan encoding
metadata GDL dalam format XML. Adapun elemen-elemen metadata Dublin Core yang
diadopsi di GDL terdiri dari 15 elemen dasar metadata Dublin Core yaitu contributor,
coverage, creator, date, description, format, identifier,language, publisher, relation, rights,
source, subject, title, dan type (Hasil pengamatan peneliti, 2018). Semua elemen metadata
Dublin Core diadaptasi di GDL, namun untuk indeks dalam sistem pencarian seperti Google
dan Google Scholar sulit karena belum memerhatikan aspek encoding metadata Dublin Core.
Ketiga, Eprints UB dan Eprints UMM menggunakan metadata Dublin Core bawaan
Eprints. Metadata Dublin Core merupakan skema metadata standar yang sering digunakan
untuk mendeskripsikan sumber daya, temu kembali serta interoperabilitas pada sumber web.
Metadata Dublin Core terdiri diri dari 15 elemen utama, yaitu contributor, coverage, creator,
date, description, format, identifier, language, publisher, relation, rights, source, subject,
title, dan type. Penggunaan elemen metadata Dublin Core dapat diulang sesuai dengan
kebutuhan pendeskripsian sumber. Metadata Dublin Core pada Eprints dapat dilihat dalam
format XML cantuman blibiografis Eprints. Metadata Dublin Core ditandai dengan encoding
metadata Dublin Core di Eprints dalam format XML yaitu “<link rel="schema.DC"
href="http://purl.org/DC/elements/1.0/"/>. Adapun elemen-elemen metadata Dublin Core
yang diterapkan di Eprints terdiri dari 11 elemen dasar metadata Dublin Core, yaitu title,
creator, subject, description, date, type, format, identifier, language, dan relation. Adapun
elemen metadata Dublin Core seperti publisher, contributor, source, coverage, dan rights
tidak diterapkan di Eprints dalam bentuk encoding metadata Dublin Core.
Keempat, Mulok yang awalnya tidak menggunakan skema metadata standar, kemudian
dikembangkan dan ditambahkan skema metadata Dublin Core. Metadata Dublin Core
merupakan salah satu skema metadata yang digunakan untuk temu kembali dan deskripsi
sumber web (Hasil wawancara peneliti dengan Staf Pengembangan TI dan Kerjasama
Perpustakaan UM, 2017). Alasan pemilihan metadata Dublin Core dalam pengembangan
Mulok yaitu metadata Dublin Core memiliki deskripsi sederhana dan mudah dikenali secara
umum oleh pencarian Google dan Google Scholar. Mulok menggunakan metadata Dublin
Core ditandai dengan encoding metadata Dublin Core dalam tag HTML yaitu “<link
rel=“schema.DC” href=http://purl.org/dc/elements/1.1/>. Adapun elemen-elemen metadata
Dublin Core yang digunakan Mulok terdiri dari 10 elemen dasar yaitu title, creator, subject,
description, date, type, identifier, language, relation, dan source. Adapun elemen Dublin
Core yang tidak digunakan dalam pengembangan metadata Mulok yaitu format, publisher,
contributor, coverage, dan rights (Hasil pengamatan peneliti, 2018).
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
106 -
Tidak semua elemen metadata Dublin Core diterapkan di Mulok, hal ini dikarenakan
Google Scholar menyediakan syarat minimum untuk penggunaan elemen Dublin Core pada
perangkat lunak repositori institusi. Tujuan penggunaan syarat minimum dari Google Scholar
tidak lain adalah untuk mengenali apakah sebuah dokumen tersebut berupa karya ilmiah atau
hanya sebatas blog. Selain itu, syarat minimal elemen metadata tersebut juga dapat digunakan
untuk meningkatkan visibilitas karya ilmiah di sistem pencarian Google dan Google Scholar.
Terkait prasyarat minimum indexing Google Scholar, dapat dilihat di laman
https://scholar.google.com/intl/en/scholar/inclusion.html#indexing yang berisi inclusion
guidelines for webmasters untuk perangkat lunak manajemen jurnal dan repositori institusi.
Merujuk inclusion guidelines for webmasters, salah satu aspeknya berisi tentang konfigurasi
meta-tags yang dapat ditambahkan di perangkat lunak repositori institusi untuk meningkat
visibilitas dan juga agar cepat terindeks di sistem pencarian Google Scholar. Adapun meta-
tag yang dapat ditambahkan yaitu atribut elemen metadata Dublin Core untuk perangkat
lunak repositori institusi selain Eprints, DSpace, Digital Commons atau OJS. Tidak semua
elemen metadata Dublin Core harus ditambahkan, beberapa elemen metadata Dublin Core
yang perlu ditambahkan seperti DC.title, DC.creator, DC.issued, DC.relation.ispartof,
DC.citation.volume, DC.citation.issue, DC.citation.spage, DC.citation.epage, DC.publisher,
DC.identifier (lihat Gambar 2).
Gambar 2 Contoh skema metadata BKG dalam format XML
Gambar 2 Contoh skema metadata Dublin Core di Eprints UB dalam format XML
3.1.2 Atribut Inti Skema Metadata
Atribut inti skema metadata merupakan suatu set atribut yang melekat pada sebuah
metadata, biasa ditengarai oleh tag meta yang dapat dilihat pada luaran XML ataupun HTML
pada perangkat lunak repositori institusi. Atribut inti skema metadata BKG, GDL, Eprints UB
dan Eprints UMM sesuai dengan skema metadata Dublin Core dan sudah sesuai dengan IFLA
(2003). Pertama, Atribut inti skema metadata BKG dibangun berbasiskan ASP.NET dapat
dilihat melaui URL http://www.digilib.ub.ac.id:81/bkg/detil.aspx yang menunjukkan BKG
dibangun berbasis ASP.NET dan representasi BKG dalam format HTML yang menunjukkan
beberapa atribut inti skema metadata BKG seperti subject, date, condition of use, publisher,
name assigned to resource, language/mode of expression, resource identifiers, resource type,
author/creator dan version. Kedua, Atribut inti skema metadata GDL mengadopsi elemen
metadata Dublin Core dapat dilihat dalam cantuman bibliografis GDL dalam format XML.
Beberapa atribut inti skema metadata GDL seperti subject, date, condition of use, publisher,
name assigned to resource, language, resource identifiers, creator, dan resource type. Ketiga,
atribut inti skema metadata Dublin Core pada Eprints UB dan Eprints UMM sudah sesuai
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
- 107
dengan kebutuhan pendeskripsian sumber dan memudahkan indexing sistem pencarian
Google dan Google Scholar.
3.1.3 Metadata Deskriptif
Penerapan skema metadata untuk keperluan deskripsi bibliografis atau lebih dikenal
metadata deskriptif merupakan tata cara yang mendeskripsikan sebuah entitas berupa
dokumen atau objek digital, sehingga deskripsi ini mewakili entitas dalam sistem
penyimpanan, temu kembali dan digunakan untuk keperluan interoperabilitas metadata
(Caplan, 2003). Penerapan metadata deskriptif dapat dilihat pada hasil pembuatan dan
pengisian ruas-ruas deskripsi bibliogafis BKG, Eprints UB, Mulok, GDL, dan Eprints UMM.
Staf yang bertugas untuk entri data pada Perpustakaan UB, mengikuti ruas-ruas yang tersedia
pada skema metadata BKG dan Eprints UB. Pedoman dalam deskripsi bibliografis karya
ilmiah, Perpustakaan UB menggunakan pedoman Anglo American Cataloging Rules 2
(AACR 2) untuk mendiskripsikan sumber, Library of Congress Subject Headings (LCSH)
untuk menentukan subjek dan Dewey Decimal Classification (DDC) 23 untuk menentukan
nomor klasifikasi karya ilmiah seperti tesis dan disertasi. Sedangkan untuk skripsi tidak
diberikan nomor klasifikasi, namun kode “SKR/FH/2018/56/051802104” yang menunjukkan
skripsi, fakultas, tahun, dan kode rak karena skripsi memiliki subjek yang lebih rumit
sehingga hanya diberikan kode. Selanjutnya, di Perpustakaan UM, Staf yang bertugas untuk
entri data pada Mulok mengikuti ruas-ruas yang tersedia pada skema metadata Mulok.
Sedangkan untuk pedoman dalam deskripsi sumber karya ilmiah, Perpustakaan UM masih
menggunakan pedomaan AACR2, LCSH untuk menentukan subjek dan DDC 23 untuk
menentukan nomor klasifikasi karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi. Kemudian, di
Perpustakaan UMM, staf yang bertugas untuk entri data mengikuti ruas-ruas yang tersedia
pada skema metadata GDL dan Eprints UMM. Sedangkan untuk pedoman dalam deskripsi
sumber karya ilmiah, Perpustakaan UMM tidak menggunakan pedomaan apapun (Tabel 1).
Tabel 1 Contoh deskripsi bibliografis di BKG
Elemen
Konten
Title
Penerapan Algortima SLIQ untuk Pengklasifikasian Jurusan pada SMK
bagi Siswa Baru (Studi Kasus : Data Pendaftar pada PSB Online Jenjang
SMK Provinsi DKI Jakarta Tahun 2008-2010)
Identifier
SKR/FTIK/2012/18/051205775
Type Collection
Minor Thesis
Subject
SLIQ, Decision Tree, PSB, SMK.
Creator
Kuncoro, Hendrawan
Contributor
Dian Eka R., S.Si.,M.Kom.Lailil Muflikhah, S.Kom., MSc.
Bibliographic Citation
hal. 103 104
Abstract Indo
PSB atau Penerimaan Siswa Baru adalah penerimaan peserta didik pada
TK/RA/BA dan sekolah/madrasah yang dilaksanakan pada tahun awal
ajaran baru .....
Language
Indonesia
Extend
xv, 104 hal.: ilus.; 28 cm.
Publisher
Program Studi Teknik Informatika, Program Teknologi Informasi dan
Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
Format
Text
Date Accepted
Friday, November 30, 2012
Date Submitted
Monday, January 21, 2013
3.1.4 Kebijakan Metadata
Kebijakan metadata pada repositori institusi dibuat untuk memudahkan manajemen
sumber daya, deskripsi sumber, temu kembali, dan interoperabilitas yang menunjukkan
sebuah metadata dapat disebarluaskan secara luas pada sistem pencarian dan sistem pemanen
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
108 -
OAI-PMH yang mengitegrasikan metadata (Christensen, B.H., 2014). Kebijakan metadata
repositori institusi ini tidak terdapat pada Perpustakaan UB, Perpustakaan UM, dan
Perpustakaan UMM.
Kebijakan repositori institusi Perpustakaan UB sudah ada sejak diterbitkannya
Peraturan Rektor Nomor 71 Tahun 2016 tentang Repositori Institusi. Peraturan Rektor
tersebut terdiri dari 6 bab yang berisi ketentuan umum, repositori institusi, penyerahan, dan
penyimpanan karya ilmiah, akses terhadap repositori institusi dan embargo terhadap karya
ilmiah dan penutup. Kebijakan repositori institusi tersebut secara teknis belum membahas
mengenai kebijakan metadata. Serupa dengan Perpustakaan UB, di Perpustakaan UM
kebijakan metadata repositori institusi tidak ditemukan secara tertulis, baik dari Peraturan
Rektor maupun dari Peraturan Perpustakaan. Kebijakan metadata repositori institusi hanya
berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) pengumpulan konten lokal ke Perpustakaan UM.
Berbeda dengan Perpustakaan UB, Perpustakaan UM, dan Perpustakaan UMM, kebijakan
metadata repositori institusi tidak ditemukan pula di Perpustakaan UMM secara tertulis.
Adapun pelaksanaan repositori institusi berdasarkan hasil rapat, instruksi langsung, serta
arahan pimpinan. Sedangkan untuk pengumpulan karya ilmiah, Perpustakaan UMM baru
membuat surat pemberitahuan kepada sivitas akademika UMM.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Jenis Skema Metadata
Skema metadata merupakan kumpulan elemen metadata yang dirancang untuk tujuan
tertentu, dengan aturan tertentu dan untuk memenuhi kebutuhan institusi dan komunitas
tertentu. Begitu pula skema metadata yang melekat BKG, Eprints UB, Mulok, GDL dan
Eprints UMM yang juga memiliki tujuan berbeda. Hal ini sesuai dengan (NISO, 2004, hal.
2) menjelaskan skema metadata (juga disebut skema) adalah kumpulan elemen metadata yang
dirancang untuk tujuan tertentu, seperti mendeskripsikan jenis sumber informasi tertentu.
Penggunaan jenis skema metadata BKG, Eprints UB, Mulok, GDL, dan Eprints UMM
menggunakan metadata Dublin Core, namun berbeda dalam penggunaannya. Dublin Core
merupakan skema bertujuan untuk mendeskripsikan sumber daya yang dimaksudkan untuk
memfasilitasi penemuan objek informasi di Web. Adapun skema metadata Dublin Core terdiri
dari 15 elemen utama yaitu title, creator, subject, description, publisher, contributor, date,
type, format, identifier, source, language, relation, coverage dan rights. Semua elemen
Dublin Core bersifat opsional dan semua elemen dapat diulang (Caplan, 2003, hal. 7677).
BKG dan GDL hanya mengadopsi metadata Dublin Core dengan tidak memerhatikan
encoding metadata Dublin Core. Sementara itu Eprints UB, Mulok, dan Eprints UMM
menggunakan metadata Dublin Core dapat dilihat pada encoding metadata Dublin Core
masing-masing perangkat lunak dalam bentuk HTML atau XML. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Caplan (2003, hal. 7980) yang mengatakan:
Two recommendations defining the Dublin Core and the Dublin Core Qualifiers are
meant to convey semantics only, for a metadata scheme to be usable in practice it must
have one or more generally accepted syntactical representations. The first encoding
specification to reach Recommendation status was for HTML.... Dublin Core can also
be represented in XML. Several XML schemas have been developed for particular
applications of Dublin Core, including one approved for usewith Open Archives
Initiative metadata harvesting applications”
Artinya untuk mendefinisikan metadata Dublin Core dapat dilihat melalui representasi
sintaksis. Representasi ini dilihat melalui cantuman bibliografis perangkat lunak repositori
institusi dalam bentuk sintaksis dalam bentuk HTML atau XML sehingga dapat diketahui
penggunaan skema metadata.
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
- 109
3.2.2 Atribut Inti Skema Metadata
Tidak semua unsur-unsur akan berlaku atau penting bagi sebuah bagian set
tertentu dari objek pada sebuah koleksi, banyak yang bisa dimanfaatkan tidak hanya pada
struktur dari dalam sebuah cantuman metadata, tetapi juga untuk berbagi cantuman metadata
di dalam dan di luar tempat penyimpanan. Set inti unsur-unsur yang sama tersebut bisa juga
bertindak sebagai suatu titik awal yang bermanfaat bagi perancangan sebuah skema
metadata lokal (IFLA, 2005, hal. 12). Berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya,
dapat dilihat atribut-atribut inti skema metadata perangkat lunak repositori institusi melalui
Tabel 2 berikut:
Tabel 2 Atribut inti skema metadata BKG, Eprints UB, Mulok, GDL dan Eprints UMM
No
Atribut inti skema
metadata perangkat
lunak / Elemen-
elemen
Perpustakaan
UM
Perpustakaan UMM
BKG
Eprints
UB
Mulok
GDL
Eprints
UMM
BKG
Fields
Dublin
Core
Dublin Core
GDL
Fields
Dublin
Core
1
Subject
2
Date
3
Conditions of use
4
Publisher
5
Name assigned to
Resource
6
Language/mode of
Expression
7
Resource identifiers
8
Resource type
9
Author/creator
10
Version
Masing-masing perangkat lunak repositori institusi menggunakan metadata Dublin
Core (Eprints UB, Mulok dan Eprints UMM) dan adaptasi metadata Dublin Core (BKG dan
GDL), seharusnya sudah sesuai dengan atribut inti skema metadata IFLA. Namun, dalam
praktiknya, atribut inti skema metadata IFLA tidak semua ditemukan di Eprints UB, GDL dan
Eprints UMM. Elemen version tidak ditemukan karena atribut metadata Dublin Core tidak
semua diterapkan pada Eprints UB, GDL dan Eprints UMM. Berbeda dengan BKG dan
Mulok yang sudah menerapkan atribut inti skema metadata sesuai IFLA (2005, hal. 12-14).
3.2.3 Metadata Deskriptif
Penerapan skema metadata untuk keperluan deskripsi bibliografis diterapkan di
Perpustakaan UB, Perpustakaan UM dan Perpustakaan UMM dalam melakukan entri karya
ilmiah di repositori institusi. Adapun penerapan metadata deskriptif di Perpustakaan UB dan
Perpustakaan UM (BKG, Eprints UB dan Mulok) menggunakan pedoman AACR2 untuk
mendeskripsikan sumber, LCSH untuk menentukan subjek dan DDC untuk menentukan
klasifikasi karya ilmiah. Sedangkan Perpustakaan UMM tidak menggunakan pedoman
apapun hanya mengikuti ruas-ruas yang tersedia di GDL dan Eprints UMM. Hal ini tentu
bertentangan dengan pendapat Caplan (2003, hal. 67) yang menjelaskan content rules
(aturan konten) menentukan bagaimana nilai elemen metadata dipilih dan ditampilkan. Unsur
semantik dari skema metadata dapat menetapkan definisi elemen "penulis”
Namun, aturan konten akan menentukan informasi seperti agen mana yang memenuhi
syarat sebagai penulis (seleksi) dan bagaimana nama pengarang harus dicatat (representasi).”
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
110 -
Artinya aturan konten seperti AACR2, LCSH dan DDC merupakan aturan yang harus
diterapkan agar nilai dari suatu elemen seragam dan memiliki standar yang sama. Lebih lanjut
terkait aturan konten, saat ini sudah berkembang tidak lagi menggunakan AACR2 melainkan
sudah mulai menggunakan Resource Description and Access (RDA) atau AACR3. Hal ini
sesuai Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016
tentang Kebijakan Penerapan Resource Description And Access di Indonesia yang
menyebutkan:
“AACR2 dirasa tidak mampu lagi merepresentasikan isi dari bahan perpustakaan jenis
digital. Sejak tahun 2005, Resources Description and Access (RDA) dirancang sebagai
format standar pengatalogan deskriptif dan akses untuk semua jenis bahan perpustakaan,
terutama untuk sumber-sumber dalam bentuk digital. Pada tahun 2010 banyak
perpustakaan mulai beralih menerapkan standar pengatalogan baru yang mengganti
AACR, yakni RDA.”
Pedoman RDA belum diterapkan pada Perpustakaan UB, Perpustakaan UM, dan
Perpustakaan UMM karena minimnya wawasan dan keahlian sumber daya manusia yang
dimiliki. Selain itu, perangkat lunak penunjang repositori institusi juga belum mendukung
penggunaan pedoman RDA seperti BKG, GDL, dan Mulok. Sedangkan Eprint UB dan
Eprints UMM sudah mendukung, namun dalam penerapannya pedoman RDA ini belum
diterapkan di Perpustakaan UB, Perpustakaan UM, dan Perpustakaan UMM.
3.2.4 Kebijakan Metadata
Kebijakan metadata berfungsi untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan sumber
daya, memilah tipe metadata untuk keperluan preservasi digital, mengelola, dan megatur hak
akses pengguna serta memastikan metadata dapat dintegrasikan di union catalog dan dapat
berbagi metadata antar insitusi lain (Christensen, B.H., 2014, hal. 56). Kebijakan metadata
repositori institusi ini tidak terdapat pada Perpustakaan UB, Perpustakaan UM dan
Perpustakaan UMM. Kebijakan Perpustakaan UB berupa Peraturan Rektor Nomor 71 Tahun
2016 tentang Repositori Institusi tidak ada aspek metadata dalam peraturan tersebut. Lain
halnya di Perpustakaan UM dan Perpustakaan UMM kebijakan terkait repositori institusi dan
metadata tidak ada secara tertulis.
4. KESIMPULAN
Penerapan skema metadata perangkat lunak repositori institusi BKG, Eprints UB, Mulok,
GDL, dan Eprints UMM didasari oleh kebutuhan yang beragam perpustakaan perguruan tinggi.
Penerapan skema metadata dilakukan melalui tahapan analisis jenis skema metadata, atribut inti
skema metadata, metadata deskriptif dan kebijakan metadata dihasilkan bahwa : (1) Jenis skema
metadata Eprints UB, Mulok, dan Eprints UMM menggunakan yaitu metadata standar Dublin Core,
sedangkan BKG dan GDL tidak menggunakan jenis skema metadata standar (skema metadata
adaptasi Dublin Core). Penggunaan jenis skema metadata standar akan memberikan kemudahan
dalam manajemen sumber daya seperti deskripsi sumber, temu kembali, interoperabilias, serta
mendorong pemeringkatan Webometric repositori. Sebaliknya penggunaan jenis skema metadata
tidak terstandar akan menyulitkan perpustakaan dalam manajemen sumber daya; (2). Atribut inti
skema metadata pada BKG, Eprints UB, Mulok, GDL dan Eprints UMM sudah sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan IFLA; (3) Metadata deskriptif dalam pengelolaan sumber daya sesuai
standar sudah diterapkan pada Perpustakaan UB dan Perpustakaan UM dengan menggunakan
pedoman pengatalogan, tajuk subjek dan sistem klasifikasi, namun belum diterapkan di
Perpustakaan UMM; (4) Kebijakan metadata secara spesifik tidak terdapat pada Perpustakaan UB,
Perpustakaan UM, dan Perpustakaan UMM.
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
- 111
Perpustakaan UB, Perpustakaan UM, dan Perpustakaan UMM perlu membuat panduan karya
ilmiah untuk menjaga konsistensi dan keseragaman deskripsi bibliografis di repositori institusi.
Penggunaan panduan deskripsi sumber seperti RDA, pedoman klasifikasi seperti Dewey Decimal
Classification (DDC), dan pedoman tajuk subjek seperti Library of Congress Subject Headings
(LCSH) akan memberikan konsistensi dan keseragaman isi konten serta subjek pada deskripsi
bibliografis masing-masing repositori institusi serta kebijakan metadata untuk keperluan pertukaran
data.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Kami ucapkan terima kasih kepada Pogram Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Brawijaya,
Fadel Muhammad Resource Center, Perpustakaan UB, Perpustakaan UM, dan Perpustakaan UMM
atas segala bentuk dukungan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Buckland, M. (2017). Information and society. USA: MIT Press.
Caplan, P. (2003). Metadata fundamentals for all librarians. USA: American Library
Association(ALA).
Christensen, B.H., E. al. (2014). The State and University Library’s Metadata Policy version 2 March
2014. Diambil dari https://en.statsbiblioteket.dk/about-the-
library/Metadatapolitik_vers2_2014_UK.pdf
Creswell, J. W. (2016). Research Design:Pendekatan metode kualitatif, kuantitatif, dan campuran (4
ed.; A. Fawaid & R. K. Pancasari, Penerj.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hendrawan, M. R. (2016). The Application of Knowledge Management in The United States Agency
for International Development ( USAID ). Record and Library Journal, 2(1), 64.
https://doi.org/10.20473/rlj.v2-i1.2016.64-71
Hendrawan, M. R. (2017). Komparasi Jenis Skema Metadata Perangkat Lunak Repositori Institusi
Perpustakaan Perguruan Tinggi di Kota Malang: (Studi pada Perpustakaan Universitas
Brawijaya, Perpustakaan Universitas Negeri Malang dan Perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Malang). Malang.
IFLA. (2005). Guidance on the Nature, Implementation, and Evaluation of Metadata Schemas in
Libraries: Final Report of the IFLA Cataloguing Section Working Group on the Use of Metadata
Schemas for the Review. Diambil 12 Desember 2017, dari
https://www.ifla.org/files/assets/cataloguing/pubs/metadata_schemas-20050731.pdf
Kaur, H. (2017). Managing Institutional Repositories in India : Benefits and Challenges. International
Journal of Management and Applied Science (IJMAS), 3(10), 8588. Diambil dari
http://www.iraj.in/journal/journal_file/journal_pdf/14-414-151876283385-88.pdf
NISO. (2004). Understanding Meta Data. Bethesda: NISO Press.
NISO. (2017). Understanding Meta Data. Primer Publication of National Information Standard
Organization Baltimore. Bethesda: NISO Press.
OpenDOAR. (2018). Search or Browse for Repositories- Indonesia-Table-all per page. Diambil 23
Februari 2018, dari http://www.opendoar.org/find.php
Pendit, P. L. (2007). Perpustakaan Digital :Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi. Jakarta: Sagung
Seto.
Pendit, P. L. (2008). Perpustakaan Digital dari A sampai Z. Jakarta: Citra Karyakarsa Mandiri.
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kebijakan
Penerapan Resource Description And Access di Indonesia. (n.d.). Jakarta: Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia.
Randhawa, S. (2008). Open Source software and Libraries (P. Mahajan, R. Vohra, & R. Chakravarty,
Ed.). Diambil dari http://arizona.openrepository.com/arizona/
bitstream/10150/105743/1/Open_Source_Perangkat lunak _and_Libraries.pdf
Rodliyah, U. (2016). PENGGUNAAN APLIKASI E-PRINTS UNTUK PENGEMBANGAN
INTITUTIONAL REPOSITORY DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERINGKAT
WEBOMETRICS PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA. LIBRARIA: Jurnal Perpustakaan,
Journal of Documentation and Information Science Vol. 3 No. 2 September 2019
112 -
4(1), 223. https://doi.org/10.21043/libraria.v4i1.1682
Sterman, L. (2014). Institutional Repositories: An Analysis of Trends and a Proposed Collaborative
Future. College and Undergraduate Libraries, 21(34), 360376.
https://doi.org/10.1080/10691316.2014.943919
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
The purposes of this research are to know, describe, and analyze institutional repository softwares selection in Universitas Brawijaya (UB) Library, State University of Malang (UM) Library, and University of Muhammadiyah Malang (UMM) Library, also comparing software features of institutional repository.This research is using multi-site case study method with qualitative approach. Data was collected by observation, interviews, use of documents and audio-visual material. The results of this research indicate that the selection of software in academic library needs to pay attention to four aspects of software selection: (1) as needed; (2) have a licence; (3) technical support, training, relevant documentation and maintenance; (4) staff responsible for the selection and evaluation of digital collection software and related services to meet user or community needs. The selection of institutional repository software is not appropriate, resulting in the UB Library to migrate data from BKG to Eprints and UMM Library to migrate manually from GDL to Eprints. Academic library needs to pay attention to right aspects of software selection in building and developing institutional repositories and features.
Article
Full-text available
Knowledge management (KM) has a strategic and vital position to the existence of an organization. USAID as an global organization which has a working area of promoting transnational cultural knowledge in existence. USAID has been Able to run continuously through the KM division specifically created to carry out a series of policies that have been determined by the USAID. As a worldwide organization, USAID has been very worth implementing its own strategic system in an effort to reach every knowledge management of the latest and dynamic information so that it can be an organization's intellectual assets for sustainability in the era of globalization. Expected with the implementation of KM system will be Able to improve the performance of the organization so that it has a competitive advantage in the face of global competition.
Article
This study seeks to give libraries a plan for interinstitutional cooperation for institutional repositories that will benefit all involved: researchers, institutions, and, ultimately, global scholarship. This research uses repository studies, interviews with existing repository managers, and the input of libraries considering a repository to inform the exploration of the opportunities for collaboration in IR development and maintenance. This article proposes opportunities for collaboration between institutions in order to convince libraries that it is possible and effective to work together toward a common goal: highlighting existing working groups or alliances, sharing technology and hardware, building separate interinstitutional bodies to house repositories, and sharing the work of specialists.
Information and society
  • M Buckland
Buckland, M. (2017). Information and society. USA: MIT Press.
Metadata fundamentals for all librarians. USA: American Library Association(ALA)
  • P Caplan
Caplan, P. (2003). Metadata fundamentals for all librarians. USA: American Library Association(ALA).
The State and University Library's Metadata Policy version 2
  • B H Christensen
Christensen, B.H., E. al. (2014). The State and University Library's Metadata Policy version 2 March 2014. Diambil dari https://en.statsbiblioteket.dk/about-thelibrary/Metadatapolitik_vers2_2014_UK.pdf
Research Design:Pendekatan metode kualitatif, kuantitatif
  • J W Creswell
Creswell, J. W. (2016). Research Design:Pendekatan metode kualitatif, kuantitatif, dan campuran (4 ed.; A. Fawaid & R. K. Pancasari, Penerj.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Guidance on the Nature, Implementation, and Evaluation of Metadata Schemas in Libraries: Final Report of the IFLA Cataloguing Section Working Group on the Use of Metadata Schemas for the Review. Diambil 12 Desember
  • Ifla
IFLA. (2005). Guidance on the Nature, Implementation, and Evaluation of Metadata Schemas in Libraries: Final Report of the IFLA Cataloguing Section Working Group on the Use of Metadata Schemas for the Review. Diambil 12 Desember 2017, dari https://www.ifla.org/files/assets/cataloguing/pubs/metadata_schemas-20050731.pdf
Managing Institutional Repositories in India : Benefits and Challenges
  • H Kaur
Kaur, H. (2017). Managing Institutional Repositories in India : Benefits and Challenges. International Journal of Management and Applied Science (IJMAS), 3(10), 85-88. Diambil dari http://www.iraj.in/journal/journal_file/journal_pdf/14-414-151876283385-88.pdf NISO. (2004). Understanding Meta Data. Bethesda: NISO Press.
Search or Browse for Repositories-Indonesia-Table-all per page
  • Opendoar
OpenDOAR. (2018). Search or Browse for Repositories-Indonesia-Table-all per page. Diambil 23 Februari 2018, dari http://www.opendoar.org/find.php