BookPDF Available

Anteseden - Konsekuensi Keunggulan Kompetitif dan Kinerja UMKM Batik Lasem: Kajian dari Perspektif Resource-Based Entrepreneurship Theory

Authors:

Abstract and Figures

Eksistensi Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) penting untuk menggerakkan dan menopang perekonomian suatu negara. BPS tahun 2020 mencatat jumlah UMKM sebanyak 64,2 juta (99,99%) dari total pelaku usaha di Indonesia, di mana dari persentase tersebut didominasi oleh usaha skala mikro. Oleh sebab itu, sepak terjang dan kontribusinya tidak dapat dipandang sebelah mata. UMKM bangkit, ekonomi negara Indonesia menjadi naik. Namun, ketika kondisi kondisi pandemi Covid-19 menghantam Indonesia secara multidimensional, UMKM pun terkena dampak negatifnya. Lantas, apakah UMKM lantas menyerah dengan keadaan yang tidak diprediksi sebelumnya ini? Resiliensinya yang luwes (kemampuan beradaptasi dalam menghadapi tekanan dari dalam dan luar perusahaan) justru berpeluang memunculkan strategi yang lebih fleksibel dibanding usaha besar. Kunci utama dari kegiatan kewirausahaan adalah kemampuan mengenali berbagai opportunity dan bagaimana mewujudkannya melalui proses penciptaan nilai. Suatu ide kreatif dikatakan sebagai usaha jika ia diwujudkan secara nyata. Namun di balik upaya perwujudan opportunity tersebut tentunya memerlukan sumber daya internal yang kompleks, baik yang berupa aset berwujud (tangible assets) maupun aset tak berwujud (intangible assets). Merujuk teori Resource-Based View (RBV), kemampuan memeroleh, mengelola, dan mentransformasikan sumber daya untuk penciptaan suatu nilai ekonomis merupakan suatu hal yang unik, langka, tidak bisa diimitasi, serta tidak mudah untuk ditransfer ke individu lain. Kemampuan ini merupakan modal intelektual yang penting bagi perusahaan, karena merupakan elemen utama untuk membangun kemampuan daya saing untuk pencapaian kinerja perusahaan, tidak terkecuali bagi UMKM. Selaras dengan Resource-Based Entrepreneurship Theory (RBET), kombinasi kedua jenis aset tersebut apabila diracik dan dimobilisasi dengan tepat oleh pengusaha untuk mengaktualisasi opportunity, maka dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang lebih kuat. RBET merupakan pengembangan teori yang muncul dari interseksi teori kewirausahaan dan RBV. Keunggulan kompetitif suatu perusahaan dapat dibangun melalui kekuatan human capital, relational capital, structural capital, dan customer capital. Ketika keunggulan kompetitif tersebut telah terbangun, maka diharapkan terjadi peningkatan kinerja UMKM. Kinerja yang dimaksud di sini merupakan capaian suatu pekerjaan yang dapat dinilai secara finansial dan nonfinansial. Dengan mencermati/ mengevaluasi capaian usaha yang telah dicapai, diharapkan pelaku usaha termotivasi untuk meningkatkan level performa usahanya. Upaya UMKM tersebut tentu akan sulit dilakukan apabila dilakukan secara parsial dan individu. Oleh sebab itu, dalam studi ini akan mengarah pada pengembangan model klaster UMKM batik berbasis sumber daya dan kapabilitas. Obyek studi di Lasem-Rembang, Jawa Tengah yang merupakan salah satu sentra kerajinan batik yang cukup populer di Jawa Tengah dengan ciri khas pesisir. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi guna mengatasi permasalahan yang selama ini dihadapi oleh UMKM Batik Lasem, terutama untuk menguatkan posisi keunggulan bersaing dibanding klaster batik lain di Provinsi Jawa Tengah, sehingga berimbas positif terhadap peningkatan kinerja usahanya. Sedangkan kontribusi teoretis studi ini diharapkan dapat memperkaya perspektif keilmuan mengenai riset-riset berbasis sumber daya pada UMKM sektor industri kreatif. Di penghujung kata, penulis berharap buku ini dapat dinikmati dengan baik oleh pembaca. Apabila ada kekurangan dalam penyajian buku ini, penulis mengharapkan masukan dan diskusi yang konstruktif untuk perbaikan selanjutnya. Selamat membaca.
Content may be subject to copyright.
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2021
Maria Rio Rita
Riskin Hidayat
Ari Budi Kristanto
i
Anteseden - Konsekuensi Keunggulan Kompetitif dan Kinerja
UMKM Batik Lasem: Kajian dari Perspektif Resource-Based
Entrepreneurship Theory
Maria Rio Rita
Riskin Hidayat
Ari Budi Kristanto
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
2021
ii
Anteseden - Konsekuensi Keunggulan Kompetitif dan Kinerja
UMKM Batik Lasem: Kajian dari Perspektif Resource-Based
Entrepreneurship Theory
Penulis: Maria Rio Rita, Riskin Hidayat, Ari Budi Kristanto
ISBN:978-979-3775-87-6
Cetakan Pertama, November 2021
81 halaman, 182 mm x 257 mm
Penerbit
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711
Telp: 0298-311881
Email:feb@uksw.edu
Website:feb.uksw.edu
iii
PRAKATA
Eksistensi Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) penting untuk
menggerakkan dan menopang perekonomian suatu negara. BPS tahun 2020
mencatat jumlah UMKM sebanyak 64,2 juta (99,99%) dari total pelaku usaha
di Indonesia, di mana dari persentase tersebut didominasi oleh usaha skala
mikro. Oleh sebab itu, sepak terjang dan kontribusinya tidak dapat dipandang
sebelah mata. UMKM bangkit, ekonomi negara Indonesia menjadi naik.
Namun, ketika kondisi kondisi pandemi Covid-19 menghantam
Indonesia secara multidimensional, UMKM pun terkena dampak negatifnya.
Lantas, apakah UMKM lantas menyerah dengan keadaan yang tidak
diprediksi sebelumnya ini? Resiliensinya yang luwes (kemampuan
beradaptasi dalam menghadapi tekanan dari dalam dan luar perusahaan)
justru berpeluang memunculkan strategi yang lebih fleksibel dibanding usaha
besar. Kunci utama dari kegiatan kewirausahaan adalah kemampuan
mengenali berbagai opportunity dan bagaimana mewujudkannya melalui
proses penciptaan nilai. Suatu ide kreatif dikatakan sebagai usaha jika ia
diwujudkan secara nyata. Namun di balik upaya perwujudan opportunity
tersebut tentunya memerlukan sumber daya internal yang kompleks, baik
yang berupa aset berwujud (tangible assets) maupun aset tak berwujud
(intangible assets).
Merujuk teori Resource-Based View (RBV), kemampuan memeroleh,
mengelola, dan mentransformasikan sumber daya untuk penciptaan suatu
nilai ekonomis merupakan suatu hal yang unik, langka, tidak bisa diimitasi,
serta tidak mudah untuk ditransfer ke individu lain. Kemampuan ini
merupakan modal intelektual yang penting bagi perusahaan, karena
merupakan elemen utama untuk membangun kemampuan daya saing untuk
iv
pencapaian kinerja perusahaan, tidak terkecuali bagi UMKM. Selaras dengan
Resource-Based Entrepreneurship Theory (RBET), kombinasi kedua jenis aset
tersebut apabila diracik dan dimobilisasi dengan tepat oleh pengusaha untuk
mengaktualisasi opportunity, maka dapat menciptakan keunggulan
kompetitif yang lebih kuat. RBET merupakan pengembangan teori yang
muncul dari interseksi teori kewirausahaan dan RBV.
Keunggulan kompetitif suatu perusahaan dapat dibangun melalui
kekuatan human capital, relational capital, structural capital, dan customer
capital. Ketika keunggulan kompetitif tersebut telah terbangun, maka
diharapkan terjadi peningkatan kinerja UMKM. Kinerja yang dimaksud di sini
merupakan capaian suatu pekerjaan yang dapat dinilai secara finansial dan
nonfinansial. Dengan mencermati/ mengevaluasi capaian usaha yang telah
dicapai, diharapkan pelaku usaha termotivasi untuk meningkatkan level
performa usahanya. Upaya UMKM tersebut tentu akan sulit dilakukan
apabila dilakukan secara parsial dan individu. Oleh sebab itu, dalam studi ini
akan mengarah pada pengembangan model klaster UMKM batik berbasis
sumber daya dan kapabilitas. Obyek studi di Lasem-Rembang, Jawa Tengah
yang merupakan salah satu sentra kerajinan batik yang cukup populer di Jawa
Tengah dengan ciri khas pesisir.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi guna mengatasi
permasalahan yang selama ini dihadapi oleh UMKM Batik Lasem, terutama
untuk menguatkan posisi keunggulan bersaing dibanding klaster batik lain di
Provinsi Jawa Tengah, sehingga berimbas positif terhadap peningkatan
kinerja usahanya. Sedangkan kontribusi teoretis studi ini diharapkan dapat
memperkaya perspektif keilmuan mengenai riset-riset berbasis sumber daya
pada UMKM sektor industri kreatif.
v
Di penghujung kata, penulis berharap buku ini dapat dinikmati
dengan baik oleh pembaca. Apabila ada kekurangan dalam penyajian buku
ini, penulis mengharapkan masukan dan diskusi yang konstruktif untuk
perbaikan selanjutnya. Selamat membaca.
November 2021
Penulis
vi
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................xi
POTRET UMKM BATIK LASEM ................................................................................ 1
Perkembangan Batik Lasem ............................................................................... 1
Deskripsi Responden UMKM Batik Lasem ......................................................... 7
Pengembangan Klaster UMKM .......................................................................... 8
TINJAUAN LITERATUR .......................................................................................... 13
Resource-based View (RBV) Theory ................................................................. 15
Teori Kewirausahan (Entrepreneurship Theory) .............................................. 19
Resource-based Entrepreneurship Theory (RBET) ........................................... 21
Kinerja Usaha ................................................................................................... 23
Anteseden Keunggulan Kompetitif .................................................................. 23
Human Capital dan Keunggulan Kompetitif .................................................... 24
Structural Capital dan Keunggulan Kompetitif ................................................ 24
Relational Capital dan Keunggulan Kompetitif ................................................ 25
Customer Capital dan Keunggulan Kompetitif ................................................. 25
Anteseden Kinerja Usaha ................................................................................. 26
Human Capital dan Kinerja Usaha ................................................................... 26
Structural Capital dan Kinerja Usaha ............................................................... 27
Relational Capital dan Kinerja Usaha ............................................................... 28
Customer Capital terhadap Kinerja Usaha ....................................................... 29
Konsekuensi Keunggulan Kompetitif ............................................................... 29
Peran Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Peningkatan Kinerja Usaha ..... 30
STUDI EMPIRIS DI UMKM BATIK LASEM .............................................................. 35
State of The Art ................................................................................................ 35
Populasi dan Sampel ........................................................................................ 37
viii
Data dan Sumber Data ..................................................................................... 37
Variabel dan Pengukurannya ........................................................................... 39
Teknik Analisis ...................................................................................................... 40
TEMUAN EMPIRIS DI UMKM BATIK LASEM ......................................................... 45
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ............................................................. 45
Analisis Data ..................................................................................................... 48
Hasil Pengujian Konstruk ................................................................................. 48
Hasil Pengujian Hipotesis ................................................................................. 55
Pembahasan ..................................................................................................... 58
Dampak Human Capital terhadap Competitive Advantage ............................. 58
Dampak Structural Capital terhadap Competitive Advantage ........................ 59
Dampak Relational Capital terhadap Competitive Advantage ........................ 60
Dampak Customer Capital terhadap Competitive Advantage ......................... 61
Dampak Human Capital terhadap Kinerja Usaha ............................................ 61
Dampak Structural Capital terhadap Kinerja Usaha ........................................ 62
Dampak Relational Capital terhadap Kinerja Usaha ........................................ 63
Dampak Customer Capital terhadap Kinerja Usaha ......................................... 63
Dampak Keunggulan Kompetitif terhadap Kinerja Usaha ............................... 64
Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Pengaruh Human Capital terhadap
Kinerja Usaha ................................................................................................... 65
Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Pengaruh Structural Capital terhadap
Kinerja Usaha ................................................................................................... 65
Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Pengaruh Relational Capital terhadap
Kinerja Usaha ................................................................................................... 66
Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Pengaruh Customer Capital terhadap
Kinerja Usaha ................................................................................................... 68
PENUTUP .............................................................................................................. 69
Kesimpulan ....................................................................................................... 69
Implikasi Manajerial ......................................................................................... 72
REFERENSI ............................................................................................................ 75
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Deskriptif Responden UMKM Batik Lasem ............................................... 7
Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Pengukurannya .................................................. 39
Tabel 3.2. Rule of Thumb Evaluasi Model Pengukuran ............................................ 43
Tabel 4.1. Skor Rerata Variabel dan Indikatornya ................................................... 45
Tabel 4.2. Hasil Uji Indicator Loading Konstruk 1 .................................................... 48
Tabel 4.3. Hasil Uji Indicator Loading Konstruk 2 .................................................... 52
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Evaluasi Model Pengukuran .......................................... 54
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Akar Kuadrat AVE ........................................................... 55
Tabel 4.6. Hasil Pengujian Hipotesis ........................................................................ 56
Tabel 4.7. Besarnya Pengaruh Indirect Effect Variabel Mediasi .............................. 57
x
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Proses Membatik Batik Tulis Lasem ...................................................... 7
Gambar 3.1 Proses Wawancara dengan Para Pengusaha Batik Lasem ................... 38
Gambar 3.2. Tahapan Analisis dengan SEM-PLS ...................................................... 42
Gambar 3.3. Kerangka Pikir Penelitian .................................................................... 44
Gambar 4.1. Jalur Full Model ................................................................................... 58
xii
1
POTRET UMKM BATIK LASEM
Perkembangan Batik Lasem
Batik adalah produk asli Indonesia yang diakui oleh United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan
budaya dunia. Ada berbagai macam batik di Indonesia berdasarkan pada
proses produksinya, sebut saja ada batik tulis, batik printing, dan batik cap.
Dari ketiga jenis produksi batik tersebut, batik tulis membutuhkan proses
yang lebih lama, unik dan harganya lebih mahal dibanding dengan jenis batik
cap maupun printing. Masing-masing batik yang diproduksi memiliki ciri khas
tersendiri tergantung pada daerah yang memproduksinya berdasarkan pada
sejarah, budaya kearifan lokal.
Salah satu daerah yang menjadi produsen batik tulis di Indonesia
adalah Kabupaten Rembang. Batik tulis di Rembang terkenal dengan sebutan
Batik Tulis Lasem. Disebut demikian karena memang batik yang diproduksi di
Rembang hanya batik tulis saja, tidak ada batik cap ataupun batik printing.
Sehingga batik tulis Lasem harganya lebih mahal dibanding dengan wilayah
lain seperti Solo, Yogyakarta maupun Pekalongan. Batik tulis Lasem
mempunyai ciri khas Laseman terutama pada pewarnaannya yaitu warna
merah yang dulu didominasi pengusaha etnis China yang secara cultural
sangat identik dengan budaya Tionghoa, dan warna soga yang didominasi
oleh para pengusaha pribumi. Namun dalam perjalanannya telah banyak
terjadi kolaborasi dari keduanya. Motif batik tulis Lasem meliputi
gringsing/gunung ringgit/sisik, sekar jagad, latohan/dapur umum, parang
menag/parang rusak, sido mukti, abang biru (bang biru), tiga negeri, empat
negeri, kawong, pasiran, es teh, tumpal main, tumpal lereng, latar lereng,
2
latar ireng, kricak/watu pecah dan lainnya. Yang terkenal dari semua motif
yang ada adalah motif tiga negeri.
Sejarah Batik tulis Lasem diawali dari datangnya orang Tionghoa ke
LasemRembang. Pada abad V Masehi, orang-orang Tionghoa melakukan
transaksi dagang dengan kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara, terutama
wilayah pesisir Jawa yang menjadi persinggahan dan kemudian menetap di
wilayah pesisir Jawa, salah satunya di Lasem-Rembang. Setelah menetap,
komunitas Tionghoa ada yang menikah dengan sesama etnis Tionghoa, ada
juga yang menikah dengan penduduk asli. Dari hasil pernikahan tersebut,
maka semakin berkembang komunitas orang Tionghoa di Lasem-Rembang.
Komunitas Tionghoa yang terkenal dengan kepintarannya dalam
berdagang, pada saat Belanda datang ke nusantara pada abad XVII dan
menjajah dalam waktu yang lama, Belanda mempercayakan kepada
komunitas Tionghoa untuk menjadi perantara perdagangan bahan tekstil dan
kimia dengan orang pribumi untuk kebutuhan memproduksi batik, sehingga
harga yang dibeli oleh orang pribumi lebih mahal. Namun, batik yang dijual
oleh penduduk asli masih tetap laku terjual. Dari pengalaman berdagang
batik yang hanya sebagai perantara, kemudian komunitas Tionghoa mulai
membuka usaha batik sendiri dengan harapan bisa mendapatkan
keuntungan yang lebih besar. Orang Tionghoa memulai usaha dari kecil,
awalnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kalangan terbatas,
sampai akhirnya berkembang dan bertambah besar.
Batik tulis Lasem sebenarnya sudah ada sejak masa Bhre Lasem I
memerintah wilayah Lasem (1350-1375) dan kemungkinan besar telah ada
sebelumnya (Maulany & Masruroh, 2017; Nurhajarini & Purwaningsih, 2015).
Bangsawan di Lasem saat itu sudah menggunakan batik dengan corak
3
Laseman yang didominasi oleh warna coklat tua dan biru muda dan sampai
sekarang disebut dengan sogan Majapahit. Corak batik Lasem semakin
berkembang dengan kedatangan orang Tionghoa. Warga Tionghoa yang
bermukim di Lasem dan membuat batik ikut mewarnai ragam motif batik
Lasem, yang awalnya batik Lasem kental dengan motif Mataraman
berkembang menjadi motif burung hong, naga dan kupu-kupu. Begitu juga
untuk pewarnaan, ada perubahan dari semula didominasi soga, namun
karena pengaruh budaya Tionghoa sampai sekarang warna merah darah
ayam juga banyak digunakan oleh pengrajin batik tulis Lasem.
Sejak tahun 1850 Lasem sudah dikenal sebagai sentra batik yang
diproduksi oleh orang-orang Tionghoa yang mempekerjakan pembatik-
pembatik wanita pribumi Aitton dikutip dari Maulany and Masruroh (2017)
dengan serapan tenaga kerja saat ini sekitar 4.300 orang (Nurhajarini &
Purwaningsih, 2015) dan pada awal tahun 1900-an batik Lasem mengalami
masa kejayaan dimana mampu mengekspor batik ke Singapura, prestasi yang
luar biasa pada saat itu. Sebagian besar pengusaha batik saat itu masih
didominasi oleh orang-orang Tionghoa karena mereka memiliki permodalan
yang besar dan jaringan pemasaran yang luas. Orang Tionghoa yang ikut
berjasa dalam mengembangkan batik Lasem terutama dalam hal warna dan
corak Laseman yang terkenal sampai saat ini adalah Bi Nang Un yang
merupakan anak buah Laksamana Cheng Ho yang menetap di Lasem pada
abad XIV. Istri Bi Nang Un dan anaknya (Bi Nang Ti dan Bi Nang Na) awalanya
belajar membatik dari penduduk asli Lasem, setelah bisa membatik mereka
membuka usaha batik dan mengajari para wanita penduduk asli Lasem
dengan motif yang beragam dengan mengkombinasikan motif budaya Cina
dengan motif budaya Jawa (Maulany & Masruroh, 2017).
4
Motif batik Lasem sama seperti motif batik wilayah lainnya di
Indonesia, memiliki makna dan simbol-simbol khas yang mengandung
harapan-harapan tertentu dari yang membuat dan yang memakainya. Motif
motif yang digunakan memiliki arti dan menurut sebagian orang yang
memproduksi memiiki daya magis tertentu sehingga bisa membuat
pemakainya merasa tersugesti untuk memakai dan melihatnya untuk
berpikir positif, bertindak benar, bertambah arif bijaksana dan lain-lain,
sesuai dengan makna masing-masing motif atau simbol yang tergambar pada
kain batik tersebut. Arti-arti simbol yang tergambar pada batik Lasem,
misalnya motif kupu-kupu (hu-die) memiliki makna keceriaan dan harapan
panjang usia; motif naga (liong) menyimbolkan lelaki, kekuatan kebaikan,
pembawa kesejahteraan dan kebahagiaan, burung merak (kong-que)
bermakna kecantikan dan kemuliaan dan lainnya. Warna khas batik Lasem
adalah merah darah ayam yang cenderung gelap. Warna tersebut menjadi
khas karena adanya pengaruh dari air yang ada di Lasem yang mengandung
mineral tertentu. Pewarnaan batik Lasem juga seperti wilayah lain, yaitu
dengan pewarna sintetis dan pewarna alam (secang, kayu tingi, mahoni,
jambal, indigo, soga atau tenggeran) baik daripohonnya maupun dari
daunnya. Misalnya daun indigo bisa menghasilkan warna biru, kulit pohon
soga menghasilkan coklat kekuningan hingga coklat kemerahan, kayu
tenggeran bisa menghasilkan warna kuning, dan sebaginya.
Industri batik Lasem terus mengalami kemunduran hingga akhir abad
XX, bahkan hingga sekitar awal dekade pertama abad XXI. Dari sekitar 140
jumlah pengusaha batik di
tahun 1970-an, pada 2004 hanya tersisa sekitar 20
pengusaha dan semuanya Tionghoa. Menurunnya jumlah pengusaha batik selain
karena kondisi krisis ekonomi 1998 yang masih terasa imbasnya sampai saat itu
5
dan semakin berkembangnya teknologi printing batik, adalah faktor internal
kesulitan upaya regenerasi dalam keluarga pada pengusaha batik Tionghoa.
Sebagian besar generasi muda Tionghoa dalam keluarga pengusaha batik tidak
memiliki ketertarikan ikut terjun dalam usaha batik. Mereka banyak yang
menempuh pendidikan di kota-kota besar di luar Lasem seperti Jakarta,
Semarang, Surabaya, bahkan hingga ke luar negeri. Sebagian dari mereka
pada akhirnya memilih tidak kembali dan melakukan usaha atau pekerjaan
yang lain. Hal tersebut juga berperan mengurangi jumlah pengusaha batik
Lasem. Eksistensi Lasem dan Rembang sebagai salah satu sentra industri
batik di Indonesia hampir loss generation, hilang dari peta batik nasional.
Namun demikian, kondisi tersebut tidak berlangsung lama. Berbagai upaya
oleh berbagai pihak secara bersama-sama kemudian dilakukan dalam rangka
membangkitkan kembali industri batik Lasem.
Keinginan kuat Pemerintah Kabupaten Rembang, khususnya dari
Dinas Perdagangan dan Koperasi (Disdagkop) dan UMKM Kabupaten
Rembang untuk mengangkat lagi
industri batik Lasem menginspirasi
Disdagkop dan UMKM serta dinas lain terkait lain
membuat kebijakan dalam
mendukung pelaku usaha UMKM batik Lasem. Salah satunya dengan
membentuk klaster batik tulis Lasem pada tahun 2005 dengan ketua oleh
pengusaha batik perempuan Tionghoa, yaitu Naomi Susilowati dan saat ini
ketua klaster batik Lasem adalah Santoso yang juga seorang Tionghoa.
Naomi
dikenal sebagai salah seorang pengusaha senior di bidang batik
Lasem. Atas
prakarsa dan dukungan dari Pemda Rembang, Naomi secara rutin setiap tahun
mengadakan pelatihan-pelatihan terkait keterampilan dan teknik membatik
bagi masyarakat
umum. Pelatihan pembatikan diselenggarakan pertama kali
pada 2005 dan dilanjutkan dengan membuka kesempatan magang di sentra
6
industri batik di Pekalongan. Tujuan Pemkab Rembang memberi
kesempatan kepada orang-orang yang berminat untuk menjadi wirausaha
batik dengan mengadakan pelatihan dan magang agar muncul pengusaha
baru di bidang batik. Guna mendukung pemasaran produksi batik Lasem
bagi para pengusaha batik, Pemkab Rembang mendirikan showroom
koperasi batik tulis
Lasem pada 2009. Selain itu Pemkab Rembang bersama
dengan
Provinsi Jawa Tengah juga membantu pemasaran dengan
mengikutsertakan hasil-hasil
produksi batik Lasem dalam pameran-pameran
batik di berbagai kota secara bergantian.
Hasil dari usaha dari semua pihak dalam memunculkan kembali
eksistensi batik tulis Lasem dapat dilihat pada tahun 2013 , dimana jumlah
pengusaha batik lasem meningkat secara signi fikan. Berdasarkan data
Dindagkop dan UMKM Kabupaten Rembang (2019) pada 2004 jumlah
pengusaha batik Lasem hanya 20 orang, pada tahun 2013 naik 77 orang dan
hanya 15 orang yang orang Tionghoa. Hal tersebut terjadi karena sebagian
besar anak-anak dari pengusaha batik Tionghoa tidak berminat
meneruskan usaha orang tuanya dan banyak yang sudah hijrah ke kota
besar seperti Surabaya, Jakarta, Semarang dan Yogyakarta. Pada tahun
2016 naik menjadi 120 pengusaha batik dan bertahan sampai awal tahun
2020. Namun pada saat terjadi pandemi Covid-19, mulai April 2020 sampai
dengan Oktober 2021 jumlahnya berkurang hanya menjadi sekitar 90. Hal
tersebut karenaa adanya pembatasan-pembatasan kegiatan, mobilisasi
masyarakat dan berkumpul oleh pemerintah mengakibatkan penjualan
batik turun dan bagi yang modalnya pas-pasan banyak yang tidak produksi
lagi
. Gambar 1.1. di bawah adalah proses membatik batik tulis Lasem.
7
Gambar 1.1. Proses Membatik Batik Tulis Lasem
Deskripsi Responden UMKM Batik Lasem
Penulis melakukan survei ke 120 UMKM batik Lasem yang berada pada
Kecamatan Lasem, Kecamatan Pancur, Kecamatan Rembang, Kecamatan
Pamotan, Kecamatan Sulang dan Kecamatan Bulu pada pertengahan Agustus
sampai pertengahan September 2021. Dari hasil survei hanya 79 UMKM batik
Lasem yang bersedia untuk mengisi kuesioner, sisanya 41 UMKM batik Lasem
ada yang tidak produksi lagi karena terkena dampak pandemi Covid-19 dan
sebagian ada yang keberatan untuk untuk mengisi kuesioner. Tabel 1.1.
berikut adalah deskripsi UMKM yang disurvei oleh berdasarkan umur,
pengalaman usaha, pendidikan terakhir, dan jenis kelamin.
Tabel 1.1. Deskriptif Responden UMKM Batik Lasem
N0.
Min
Maks
Rerata
Standar Deviasi
1
21
77
47
13
2
1
40
14
10
3
SD - SMP
SMA
D1/S1
S2/S3
16 (20%)
19 (25%)
33 (41%)
11 (14%)
4
Pria
Wanita
-
-
40 (51%)
39 (49%)
-
-
Sumber: Data Primer, Diolah (2021)
8
Merujuk data di Tabel 1.1 di atas, dari segi umur pemilik UMKM batik di
Lasem Rembang paling muda adalah 21 tahun dan yang paling senior
berumur 70 tahun. Secara umum sebaran data usia ini tidak terlalu variatif
karena nilai standar deviasinya kurang dari rata-rata (47 tahun). Sedangkan
dari segi pengalaman usahanya nampak bahwa ada 5 pengusaha yang masih
tahap merintis usaha di bawah 5 tahun (0,6%). Kondisi ini menunjukkan
bahwa usaha batik tidak hanya didominasi oleh senior-senior atau bahkan
warisan keluarga, namun juga dapat dilakukan oleh orang yang belum
menggeluti usaha bidang seni kreatif ini. Pengalaman usaha paling lama
adalah 40 tahun ditemui pada “Purnomo Batik”. Dari segi sebaran data
pengalaman usaha ini dikatakan homogen karena nilai penyimpangannya
lebih rendah daripada reratanya.
Mengenai tingkat pendidikan terakhir pengusaha UMKM batik Lasem
didominasi pendidikan D3/S1 sebanyak 41%, disusul SMA/ sederajat (25%),
SD & SMP (20%), dan pascasarjana sebanyak 14%. Hal ini menyiratkan
keberagaman pelaku usaha batik ini dari tingkat pendidikannya mulai dari
level terendah hingga tertinggi. Pelaku usaha batik di Lasem Rembang dapat
dikatakan sebanding antara prosentasi pria dan wanita, yang artinya usaha
batik yang erat dengan seni dan ketrampilan ini tidak menjadi milik mutlak
dari wanita saja.
Pengembangan Klaster UMKM
Klaster merupakan konsentrasi geografis antara perusahaan-
perusahaan dan pihak-pihak terkait yang saling berhubungan dan
bekerjasama (M. Porter, 1998). Pihak-pihak terkait diantaranya: pemasok
barang, penyedia jasa, industri terkait, dan lembaga yang secara khusus
9
berfungsi sebagai penunjang dan atau pelengkap. Bappenas (2006)
mendefinisikan klaster sebagai kelompok usaha industri yang saling terkait.
Klaster memiliki dua faktor kunci, yaitu:
1. Antar perusahaan harus saling berhubungan; dan
2. Berlokasi di suatu wilayah yang saling berdekatan, yang mudah dikenali
sebagai suatu kawasan industri. Kedekatan lokasi ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kontak antar perusahaan dan meningkatkan nilai tambah
bagi pelaku usaha yang terlibat dalam klaster. Selain itu, kedekatan lokasi
dimaksudkan juga agar efisien dalam biaya dan waktu. Hubungan antar
perusahaan dalam klaster dapat bersifat horizontal maupun vertikal.
Hubungan yang bersifat horizontal melalui mekanisme produk jasa
komplementer, penggunaan berbagai input khusus, teknologi dan
institusi, sedangkan hubungan yang bersifat vertikal dilakukan dengan
rantai pembelian dan penjualan (Djamhari, 2006).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan klaster
industri menurut Roelandt and Den Hertog (1998) antara lain:
1. Pengembangan klaster berdasarkan pada kebutuhan pasar yang dilakukan
oleh para pelaku usaha yang bersangkutan, bukan karena keinginan
pemerintah;
2. Kebijakan pemerintah tidak bersifat untuk memberikan subsidi langsung
terhadap industri dan perusahaan atau pembatasan dalam persaingan
pasar;
3. Kebijakan pemerintah lebih baik tidak melakukan intervensi langsung
terhadap industry atau perusahaan, tetapi berubah menjadi intervensi
tidak langsung;
10
4. Pemerintah sebaiknya menjadi fasilitator para pelaku usaha termasuk
pemasok juga insentif dalam suatu usaha kapabilitas dan klasterisasi,
bukan yang mengendalikan atau menjadi pemrakarsa terbentuknya
klaster;
5. Pengembangan klaster sebaiknya tidak meninggalkan klaster kecil yang
sedang muncul maupun fokus pada klaster yang sudah ada dan klasik;
6. Sebaiknya kebijakan pengembangan klaster tidak hanya pada tataran
analisis/studi saja, tetapi harus sampai pada aplikasinya. Untuk itu
diperlukan interaksi antara peneliti, para pelaku usaha, pembuat
kebijakan, dan pakar dalam suatu forum dialog yang kontruktif agar lebih
efektif; dan
7. Pengembangan klaster sebaiknya tidak dari nol ataupun pasar dan industri
yang trennya sedang menurun.
Pengembangan klaster dapat memberikan manfaat yang lebih besar
bagi wilayah yang bersangkutan diantaranya:
1. Dapat meningkatkan keahlian pelaku usaha melalui proses pembelajaran
bersama antar perusahaan potensial yang ada dalam klaster;
2. Perusahaan-perusahaan yang ada di dalam klaster secara bersama-sama
akan mendapatkan keahlian komplemen yang tidak akan didaptkan bila
perusahaan-perusahaan tersebut bertindak sendiri-sendiri;
3. Setiap perusahaan yang ada di dalam klaster memperoleh potensi
economic of scale dengan adanya spesialisasi produksi serta dengan
adanya pasar bersama atau melalui pembelian bahan mentah bersama
sehingga bisa mendapatkan diskon besar;
11
4. Memperkuat hubungan sosial dan hubungan informal lainnya yang dapat
menumbuhkan penciptaan ide dan bisnis baru;
5. Memperbaiki arus informasi dalam klaster, misalnya memungkinkan
penyedia finansial, dalam hal ini seperti perbankan, dalam menentukan
pengusaha yang layak pinjam, dan bagi pelaku usaha untuk mencari
penyedia jasa yang baik; dan
6. Membangun infrastruktur profesional, legal, finansial, dan jasa spesialisasi
lainnya (Bappenas, 2006).
Klaster UMKM Batik Lasem berdiri sejak tahun 2004 dengan sekretariat
di Lasem. Anggota klaster batik awlnya hanya di kecamataan Lasem dan
Kecamatan Pancur saja, artinya UMKM batik Lasem hanya di dua kecamatan
tersebut. Namun saat ini sudah berkembang sampai ke Kecamatan Rembang,
Kecamatan Pamotan, Kecamatan Sulang dan Kecamatan Bulu. Pembentukan
klaster di Kabupaten Rembang didasarkan pada potensi sumber daya lokal
yang ada seperti sumber daya alam dan manusia, namun beberapa klaster
yang sudah terbentuk hanya sebagai sentra industri, yaitu pengelompokkan
UMKM/industri dalam satu kawasan yang berdekatan. Selain itu, keterlibatan
sarana atau institusi pendukung masih terpisah dan berada di luar klaster
yang ada, sehingga tidak menjadi satu kesatuan usaha yang lengkap. Hal ini
tidak sesuai dengan definisi klaster menurut Porter.
12
13
TINJAUAN LITERATUR
Studi-studi terdahulu telah menghasilkan strategi atau model
peningkatan kinerja UMKM baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Peningkatan kinerja usaha diproksikan dari ukuran finansial maupun
nonfinansial (Maria Rio Rita & Thren, 2019). Beberapa penelitian yang telah
dilakukan terkait strategi pendanaan UMKM adalah:
1. Maria Rio Rita (2019b) dan Maria Rio Rita (2019c) yang menulis mengenai
strategi pendanaan UMKK berdasarkan siklus hidup usahanya;
2. Maria Rio Rita (2019a) yang melakukan kajian literatur mengenai financial
bootstrapping sebagai alternatif ketergantungan pendanaan eksternal
bagi UMKM; maupun
3. Konsekuensinya terhadap peningkatan kinerja UMKM antara lain: Maria
Rio Rita and Utomo (2019) yang meneliti mengenai efek dimensi
kewirausahaan dan keuangan terhadap kinerja UMKM; (Maria Rio Rita,
2019) yang mengulas mengenai strategi bisnis internasionalisasi UKM dan
kinerjanya; Maria Rio Rita and Wahyudi (2019) yang meneliti mengenai
anteseden pendanaan dan kinerja UKM; Maria Rio Rita and Huruta (2020)
yang meneliti pengaruh akses pendanaan terhadap kinerja UMKM batik di
Jawa Tengah.
4. Selain itu studi lain yang masih relevan dengan kondisi UMKM antara lain:
Maharani and Rita (2020) tentang literasi keuangan dan pertumbuhan
UMKM melalui mediasi manajemen kas.
Selain itu, penelitian terkait penguatan manajemen usaha UMKM juga
pernah dilakukan oleh:
14
1. Hidayat and Alliyah (2013) yang meneliti tentang pengembangan sistem
pengambilan keputusan yang berkualitas bagi UKM melalui penerapan
sistem akuntansi manajemen berbasis teknologi informasi di Rembang
2. Alliyah and Hidayat (2014) yang mengkaji mengenai informasi antar unit
dengan kinerja UKM di Rembang
3. Alliyah and Hidayat (2015) yang meneliti intensitas kompetisi pasar dengan
kinerja UKM dan
4. Hidayat and Dewi (2020) yang menguji hubungan investasi dengan kinerja
UKM Kopi di Rembang yang dimediasi oleh teknologi informasi.
Program pengembangan UMKM yang ada saat ini masih menyimpan
agenda mengenai bagaimana supaya keunggulan kompetitif UMKM yang
dimiliki mampu mendongkrak kinerja finansial maupun nonfinansial. Masih
belum optimalnya program pemberdayaan UMKM menjadi suatu usaha yang
memiliki keuggulan kompetitif, kemungkinan disebabkan pendekatan unit
analisis yang digunakan. Selama ini pendekatan yang digunakan lebih fokus
pada bagaimana UKM bersaing dengan UMKM lain atau menggunakan
pendekatan market based-view (outside-in) yang pertama kali dikenalkan
oleh M. E. Porter (1998), yang mengusulkan sebuah framework untuk
menganalisis posisi strategik perusahaan dengan lingkungannya. Sehingga
UMKM lupa dengan kemampuan sumber daya dan kapabilitas yang
dimilikinya, padahal keunikan dan keberagaman sumber daya berwujud dan
tak berwujud yang dimiliki olehnya sangat penting bagi perkembangan usaha
itu sendiri.
Sepanjang pengetahuan penulis, masih belum ada penelitian lain yang
menggunakan model pendekatan resource-based entrepreneurship theory
(Alvarez & Barney, 2002; Alvarez & Barney, 2010; Alvarez & Busenitz, 2001)
15
sebagai pijakan perumusan model pengembangan klaster UKM batik berbasis
sumber daya guna meningkatkan kinerja usaha. Kerangka teori yang dipilih
didasari pada argumentasi bahwa teori berbasis sumber daya yang selama ini
kerap digunakan untuk membangun model keunggulan kompetitif akan lebih
lengkap ketika dikolaborasikan dengan teori kewirausahaan, sehingga lebih
sesuai bagi UMKM maupun entrepreneurial firm
Resource-based View (RBV) Theory
Resource based-view (inside-out) dikenalkan oleh Wernerfelt (1984); J.
Barney (1991); dan Grant (1991), yang menyatakan bahwa untuk mencapai
keunggulan kompetitif, maka perusahaan harus menggunakan kekuatan
internal (sumber daya dan kapabilitas) dalam mengeksploitasi peluang dan
menetralisir ancaman lingkungan serta menghindari adanya kelemahan
internal. Supaya terjadi keberlanjutan keunggulan kompetitif adalah dengan
menggunakan sumber daya dan kapabilitas perusahaan secara efektif dan
efisien.
Sumber daya perusahaan yang sulit ditiru oleh pesaingnya terutama
adalah sumber daya manusianya. Dalam hal ini berarti bahwa keberhasilan
suatu perusahaan sangat ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki dan
kapabilitas perusahaan yang mampu merubah sumber daya yang dimiliki
menjadi sesuatu yang economic benefit (Ferreira, Azevedo, & Ortiz, 2011;
Ismail, Rose, Uli, & Abdullah, 2012). Intinya adalah ketika perusahaan
memiliki sumber daya yang unik dan sulit ditiru oleh para pesaingnya atau
merupakan superior resources (Powers & Hahn, 2004) yang diolah melalui
kapabilitas perusahaan yang baik, maka perusahaan akan dapat memiliki
keunggulan kompetitif yang pada akhirnya dapat memiliki kompetensi inti.
16
Faktor-faktor yang menentukan dalam mempertahankan keunggulan
kompetitif adalah tersedianya sumber daya dan kapabilitas yang memiliki
karakteristik (Grant, 1991):
1. Daya tahan (durability), sumber daya yang dapat bertahan lama baik
sumber daya modal, peralatan, dan teknologi;
2. Transparan (transparency), kondisi dimana sumber daya dan kapabilitas
perusahaan mudah diketahui oleh pesaing, keberhasilan
mempertahankan keunggulan kompetitif sepanjang waktu tergantung
pada kecepatan pesaing dapat meniru strategi perusahaan;
3. Transfer (transferability), sebagian besar sumber daya dan kapabilitas
perusahaan tidak bisa ditransfer ke perusahaan lain, supaya pesaing tidak
bisa mengambil atau meniru sumber daya yang diperlukan dan tidak
mengancam keunggulan kompetitif; dan
4. Ditiru (replicability), kapabilitas untuk ditiru akan terbatasi dengan transfer
yang tidak sempurna.
Sumber daya yang sesungguhnya dari keunggulan kompetitif adalah
pada kemampuan manajemen untuk mengkonsolidasikan teknologi dan
keahlian produksinya ke dalam kapabilitas bisnis sumber daya manusia untuk
mengadaptasi perubahan dengan cepat. Perusahaan dengan kapabilitasnya
dapat mengidentifikasi, mengolah, dan mengeksplorasi kompetisi inti (core
competencies) yang dapat membuat pertumbuhan yang memungkinkan.
Dalam jangka waktu panjang, daya saing ditentukan oleh kapabilitas untuk
membangun, dengan biaya yang murah dan lebih cepat dari pesaing;
kompetisi inti dapat menimbulkan produk yang tidak dapat diantisipasi oleh
pesaing. Untuk berkompetitif pada masa yang akan datang, perusahaan harus
melihat struktur, nilai, dan ketrampilan yang dimiliki untuk menyesuaikan
17
dengan industri yang ada (Hamel & Prahalad, 1990). Kapabilitas yang dimiliki
oleh pengusaha ini termasuk kategori sumber daya tak berwujud.
Dari uraian tentang resource-based view di atas dapat dirumuskan
bahwa sumber daya dapat menjadi kekuatan bagi organisasi jika setelah
dibandingkan dengan pemimpin pasar, pesaing terdekat, rata-rata industri,
data historis, benchmarking, dan standar tertentu dalam industri. Kekuatan
sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki oleh organisasi dapat menjadi
keunggulan kompetitif jika dapat memberikan manfaat bagi pelanggan dan
memiliki keunikan; serta dapat mencapai keberlanjutan keunggulan
kompetitif jika sumber daya dan kapabilitas organisasi adalah langka, sulit
ditiru, memiliki daya tahan, tidak dapat ditransfer, transparan, dan mobilitas;
serta dapat menjadi kompetensi inti organisasi jika memiliki akses pasar yang
potensial (Handoko, 2008).
Sumber daya dapat diartikan sebagai aset berwujud dan tidak berwujud
yang menunjukkan sesuatu yang terikat semi permanen bagi perusahaan
(Wernerfelt, 1984), maka sumber daya perusahaan dapat dibagi menjadi 2
(dua) kategori, yaitu: 1) sumber daya yang berwujud, yang umumnya masuk
dalam pembukuan perusahaan seperti kendaraan, tanah, bahan baku, dan
mesin; dan 2) sumber daya yang tidak berwujud, seperti keahlian karyawan,
budaya perusahaan, struktur organisasi, persepsi seluruh anggota organisasi
dan proses yang terjadi dalam perusahaan (Carmeli & Tishler, 2004; Jardon &
Martos, 2012).
Kedua sumber daya perusahaan yang berwujud dan tidak berwujud
sangat penting bagi keberlanjutan perusahaan. Namun demikian, kaitannya
dengan keunggulan kompetitif yang dapat memunculkan kompetensi inti
perusahaan, beberapa ahli berpendapat bahwa hanya sumber daya yang
tidak berwujud saja yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif, karena
18
sumber daya yang tidak berwujud saja yang sulit untuk ditiru dan unik,
dengan kata lain bahwa sumber daya yang tidak berwujud adalah sumber
daya yang mempunyai peran strategis bagi perusahaan terutama dalam era
intelektual saat ini (Durst, 2011; Thom, 2008). Suraj and Bontis (2012) juga
berpendapat bahwa sumber daya tidak berwujud lebih mampu menciptakan
nilai tambah bagi perusahaan yang memastikan tercapainya keunggulan
kompetitif.
Berkaitan dengan sumber daya yang dimiliki oleh UMKM, Wensley,
Cegarra-Navarro, Cepeda-Carrión, and Millán (2011) menyatakan bahwa
sumber daya yang dimiliki oleh UMKM masih bersifat langka dan
pengetahuan akan pelanggan masih lebih merupakan akibat kontak anggota
UMKM dengan pelanggannya. Keterbatasan pengetahuan UMKM tentang
pelanggan merupakan suatu kewajaran karena keterbatasan dana yang
dimiliki oleh UMKM sehingga belum memungkinkan UMKM untuk melakukan
riset pasar guna mendalami pelanggannya, selain itu faktor lain adalah tingkat
pendidikan pelaku UMKM yang belum tinggi (Mulyono, 2013).
Penelitian yang membahas sumber daya yang tidak berwujud pada
UMKM masih sangat terbatas, menurut Ngah and Ibrahim (2012) penelitian
UMKM di Malaysia masih fokus pada perspektif akuntansi. Dalam
penelitiannya Ngah and Ibrahim (2012) menggunakan tiga elemen sumber
daya, yaitu: human capital, structural capital, dan relational capital. Hal ini
diperkuat oleh pendapat St‐Pierre and Audet (2011) yang menyatakan bahwa
sumber daya yang tidak berwujud terdiri dari: human capital, relational
capital, structural capital, dan customer capital.
19
Teori Kewirausahan (Entrepreneurship Theory)
Perkembangan dalam teori kewirausahaan cukup dinamis, mulai
economic entrepreneurship theory (Schumpeter, 1934); psychological theory
of entrepreneurship (McClelland, 1961; Rotter, 1966); sociological theori of
entrepreneurship (Hagen,1962); resource-based entrepreneurship theory
(Alvares & Busenitz, 2001) dan opportunity-based entrepreneurship theory
(Drucker, 1985; Eckhardt & Shane, 2003). Teori kewirausahaan yang dinamis
pertama kali dikemukakan oleh Schumpeter, yang mengatakan bahwa
kewirausahaan merupakan proses inovasi yang menghasilkan penciptaan
baru dalam usaha baik itu penciptaan produk, cara, pasar, input dan
organisasi baru (Schumpeter, 1934). Kewirausahaan sebagai katalisator yang
menggoyah kemapanan aliran ekonomi sehingga mampu menginisiatif dan
menopang proses pembangunan. Memulai kombinasi baru dari faktor
produksi yang ringkas dan inovatif - pengusaha mengaktifkan ekonomi ke
tingkat pengembangan yang baru. Schumpeter (1934) memperkenalkan
konsep inovasi sebagai faktor kunci dalam berwirausaha selain
mengasumsikan risiko dan faktor pengorganisasian produksi.
Kewirausahaan merupakan kegiatan kreatif dan inovatif yang mampu
memberikan kesempatan untuk mengenalkan produk baru, pasar baru,
sumber pasokan baru, bentuk baru dari organisasi industri atau untuk
ditemukannya pengembangan sumberdaya yang baru, seperti:
1. Pengenalan produk baru yang konsumen belum mengenal atau
mengenalkan kualitas baru dari produk yang ada
2. Pengenalan metode produksi baru yang belum teruji sebelumnya di
cabang manufaktur yang bersangkutan, yang tidak perlu didasarkan pada
penemuan ilmiah baru dan juga bisa terkait dengan cara baru menangani
komoditas secara komersial
20
3. Pembukaan pasar baru yang merupakan pasar di mana cabang produsen
tertentu di negara yang bersangkutan belum pernah masuk sebelumnya
4. Mempu mencari sumber pasokan bahan baku baru
5. Membentuk dan menjalankan organisasi baru pada industri apapun
Penrose (1959) mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan
aktivitas mengidentifikasi peluang dalam sistem ekonomi. Kewirausahaan
erat kaitannya dengan hal-hal yang tidak teratur, belum memiliki kejelasan
dan mengandung ketidakpastian tinggi karena berhadapan dengan situasi
yang masih baru. Sementara skopa manajemen memiliki kondisi yang
berkebalikan dengan itu. Pihak manajemen akan berupaya membuat sesuatu
yang belum jelas, belum pasti, tidak teratur menjadi lebih terorganisir dengan
baik. Leibenstein (1968) mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan
aktivitas yang diperlukan untuk terciptanya usaha baru.
Sementara menurut McClelland (1961) kewirausahaan memiliki
karakteristik seperti berani menghadapi risiko, adanya energi dan semangat
untuk beraktivitas, tanggung jawab individu, antisipasi peluang masa depan
serta ketrampilan berorganisasi. Ahli psikologi mengakui bahwa tiap orang
berbeda dalam tingkat kebutuhan akan keberhasilannya. Orang yang
memiliki kebutuhan berhasil yang rendah, terlihat puas dengan status yang
dimilikinya, sedangkan orang yang memiliki kebutuhan untuk berhasil yang
tinggi senang bersaing dan memilih untuk bertanggungjawab secara pribadi
atas tugas yang dibebankan kepadanya. Risiko yang diambil oleh pengusaha
di dalam memulai dan/atau menjalankan bisnisnya akan berbeda-beda.
McClelland juga menemukan bahwa orang dengan kebutuhan yang tinggi
untuk berhasil juga cenderung mengambil risiko yang moderat. Ini berarti
mereka memilih situasi risiko yang hasilnya nanti dapat dikendalikan oleh
21
mereka (calculative risk), tidak hanya sekedar bergantung pada kesempatan
yang ada.
Rotter (1966) menyatakan bahwa pengusaha yang mempercayai
bahwa kesuksesan tergantung pada usaha mereka sendiri mempunyai
pengendalian yang disebut internal locus of control, sebaliknya pengusaha
yang merasa bahwa hidupnya dikendalikan oleh keberuntungan atau nasib
mempunyai pengendalian yang disebut external locus of control.
Penelitiannya menunjukkan bahwa pengusaha memiliki pengendalian ke
dalam yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat pada umumnya, namun
tidak berbeda signifikan dengan manajer yang sukses.
Sementara Hisrich and Peter (1992), menyatakan bahwa
kewirausahaan ditimbulkan dari berbagai latar belakang pendidikan,
lingkungan keluarga dan pengalaman kerja. Seorang pengusaha erat
hubungannya dengan perubahan, inovasi dan kreatifitas untuk mencapai
kesejahteraan dalam kondisi yang mengandung ketidakpastian tinggi.
Resource-based Entrepreneurship Theory (RBET)
Teori kewirausahaan mengalami evolusi, di mana teori tersebut
dikolaborasikan dengan teori RBV sehingga melahirkan resource-based
entrepreneurship theory. Teori ini memfokuskan pada sumber daya intangible
yang dimiliki internal perusahaan berupa human capital yang mampu
membuat usaha berkinerja lebih superior (Alvarez & Busenitz, 2001). Teori
RBV menjelaskan bahwa perusahaan yang dapat mengungguli (outperform)
pesaingnya adalah yang memiliki keunggulan kompetitif (competitive
advantage), dan keunggulan ini muncul dari sumber daya yang dimiliki
perusahaan (firm resources). Kemampuan perusahaan mengelola sumber
22
daya tersebut secara efektif dan efisien dibanding perusahaan lainnya akan
memampukannya untuk memenangkan persaingan bisnis.
Pengusaha yang sukses biasanya tercermin dari kepemilikan
kompetensi yang meliputi persepsi, sikap, dan perilaku yang proaktif, inovatif,
berani mengambil risiko kalkulatif, independen dan otonomi terhadap
hidupnya. Karakteristik-karakteristik tersebut diperlukan untuk mengenali,
menangkap dan mewujudkan peluang (opportunity) yang merupakan cikal
bakal suatu usaha baru lahir. Bahkan dalam perjalanan usaha, kemampuan
tersebut tetap dibutuhkan untuk memperbesar dan mempertahankan
eksistensi bisnis dalam jangka panjang. Dalam hal inilah RBET secara
kontekstual berlaku di UMKM terkait dengan kemampuan mengelola sumber
daya internal perusahaan untuk mewujudkan peluang hingga berhasil
menciptakan nilai tambah secara finansial maupun non finansial.
Sumber daya tersebut berupa kemampuan unik yang dimiliki
pengusaha dalam mengenali peluang, mencari input yang dibutuhkan untuk
memanfaatkan peluang, kemampuan mengorganisasi input homogen
menjadi output yang heterogen. Sementara ketika perusahaan memiliki
sumber daya yang heterogen, pengusaha bisa menciptakan peluang bisnis
baru yang lebih kompetitif (Brown, Davidsson, & Wiklund, 2001). Tujuan
utama yang ingin dicapai dalam implementasi strategi usaha adalah ketika
memanfaatkan sumber daya tersebut dapat menekan biaya yang
dikeluarkan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan usaha (Alvarez &
Barney, 2002; J. B. Barney & Arikan, 2001). Namun bisa saja kinerja
perusahaan menjadi turun ketika biaya yang diperlukan untuk menciptakan
keunggulan kompetitif terlalu mahal, sehingga perusahaan tidak dapat
menikmati keunggulan kompetitif karena sumber daya yang tersedia tidak
sepenuhnya berperan positif dalam penerapan strategi.
23
Kinerja Usaha
Kinerja usaha merupakan hasil yang diperoleh suatu perusahaan baik
yang bersifat finansial maupun nonfinansial (Maria Rio Rita & Utomo, 2019).
Adanya perbedaan karakteristik serta kompleksitas lingkungan antara usaha
kecil dan perusahaan korporat, menyebabkan pengukuran kinerjanya juga
perlu disesuaikan dengan konteks yang ada. Umumnya, kinerja usaha yang
diteliti terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu: kinerja finansial dan nonfinansial.
Ukuran finansial diwakili dari keuntungan dan omzet penjualan usaha.
Ukuran nonfinansial diproksikan dari kinerja pasar melalui pertumbuhan
pelanggan dan pertumbuhan akses pasar) (Maria Rio Rita & Thren, 2019).
Mengingat keterbatasan data keuangan yang mayoritas tidak dimiliki oleh
UMKM, maka variabel kinerja akan diukur melalui tingkat persepsi dari pelaku
UMKM untuk kedua indikator kinerja tersebut.
Anteseden Keunggulan Kompetitif
Faktor penggerak/anteseden dari keunggulan kompetitif UMKM yang
dibahas dalam studi ini terdiri dari 4 (empat) unsur yang meliputi:
1. Modal insani (Human capital)
2. Modal struktural (Structural capital)
3. Modal hubungan/relasi (Relational capital)
4. Modal pelanggan (Customer capital)
Keempat anteseden tersebut akan dijelaskan lebih lanjut terkait dengan
keunggulan kompetitif UMKM batik Lasem melalui rumusan hipotesis sebagai
berikut:
24
Human Capital dan Keunggulan Kompetitif
Human capital merupakan sumber daya yang bersumber dari keahlian,
pengetahuan, talenta, kompetensi, maupun pengalaman yang dimiliki oleh
karyawan maupun manajer yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dalam
pekerjaan (St‐Pierre & Audet, 2011). Human capital merupakan sumber daya
yang paling penting dari modal intelektual bagi perusahaan karena manusia
merupakan sumber dari kreativitas dan kapabilitas (St‐Pierre & Audet, 2011;
Thom, 2008) sehingga dengan kemampuan yang dimiliki manusia akan
memberikan efek yang positif bagi perekonomian negara, dengan kata lain
human capital adalah penggerak aktivitas perekonomian nasional, kompetisi,
dan kemakmuran suatu negara (Abhayawansa & Abeysekera, 2008; do
Rosário Cabrita & Vaz, 2005). Hasil penelitian Delery and Roumpi (2017)
menunjukkan bahwa human capital berpengaruh positif signifikan terhadap
keunggulan kompetitif.
H1: human capital berpengaruh positif signifikan terhadap keunggulan
kompetitif
Structural Capital dan Keunggulan Kompetitif
Structural capital menurut St‐Pierre and Audet (2011) dan Uwuigbe and
Uadiale (2011) merupakan pedoman formal dan tertulis yang berlaku bagi
tenaga kerja yang ada dalam suatu perusahaan dalam melakukan tugasnya,
sehingga tenaga kerja tersebut mengetahui tanggungjawab dan
wewenangnya dengan baik, termasuk berkomunikasi dengan pihak lain
secara internal. Suatu perusahaan yang memiliki infrastuktur, kebijakan, dan
prosedur yang baik, maka SDM yang ada dalam perusahaan akan mudah
dikembangkan secara maksimal dan akan berdampak pada competitive
25
advantage perusahaan. Hasil penelitian Yaseen, Dajani, and Hasan (2016)
menemukan bahwa structural capital berpengaruh positif signifikan terhadap
keunggulan kompetitif.
H2: Structural capital berpengaruh positif signifikan terhadap keunggulan
kompetitif
Relational Capital dan Keunggulan Kompetitif
Relational capital merupakan hubungan yang bisa dijalin oleh
perusahaan dengan pihak ekstrenal perusahaan, seperti pelanggan,
pemasok, relasi, dan regulator (Srivihok & Intrapairote, 2004). Relational
capital dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan ketika perusahaan
mampu menjalin hubungan dalam jangka panjang dengan pihak eksternal
(Patricia, 2004). Menurut Bozbura (2004) beberapa pihak yang bisa dijadikan
relasi untuk oleh perusahaan antara lain: pelanggan, pemasok, pesaing,
pemerintah, instansi terkait, dan masyarakat. Perusahaaan yang memiliki
relasi baik dengan para pelanggan dan stakeholders, maka akan bisa
meningkatkan competitive advantage, karena relasi yang baik tersebut akan
memberikan nilai tambah tersendiri bagi perushaan. Hasil penelitian Yaseen
et al. (2016) dan Kamukama and Sulait (2017) menunjukkan bahwa relational
capital berpengaruh positif signifikan terhadap keunggulan kompetitif.
H3: Relational capital berpengaruh positif signifikan terhadap keunggulan
kompetitif
Customer Capital dan Keunggulan Kompetitif
Customer capital didefinisikan sebagai pemahaman perusahaan akan
pelanggan, termasuk permasalahan dan tantangannya, karena pelanggan
merupakan sumber pendapatan bagi perusahaan (Čater & Čater, 2009;
26
Wensley et al., 2011). Customer capital bagi UMKM sangat penting, karena
dengan UMKM berorientasi pada pelanggan dapat menciptakan nilai tambah
bagi usaha dan UMKM bisa mendapatkan informasi yang penting dari
pelanggan. Customer capital terdiri dari kepuasan pelanggan, waktu yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah, lamanya hubungan yang terjadi,
pelayanan yang menambah nilai, dan loyalitas pelanggan (Bozbura, 2004;
Khalique, Nassir Shaari, Isa, & Ageel, 2011). Memberikan kepuasan kepada
pelanggan sangat penting bagi perusahaan, karena pelanggan yang puas akan
memberi efek domino terhadap calon pelanggan serta menjadi promosi gratis
dengan “getok tular” atau mouth to mouthdari pelanggan yang puas. Hal
tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Kamukama and Sulait (2017) yang
menunjukkan bahwa customer capital berpengaruh positif signifikan
terhadap competitive advantage.
H4: Customer capital berpengaruh positif signifikan terhadap keunggulan
kompetitif
Anteseden Kinerja Usaha
Keempat jenis modal (capital) yang dimiliki UMKM batik Lasem tersebut
diduga juga berdampak positif terhadap peningkatan kinerja usaha, baik
secara finansial maupun nonfinansial. Berikut ini akan dijelaskan masing-
masing nalar konsep melalui rumusan hipotesis di bawah ini:
Human Capital dan Kinerja Usaha
Keberadaan sumber daya manusia merupakan aset penting dalam
menunjang keberhasilan usaha. Perannya sebagai pemikir, eksekutor, dan
pengendali setiap keputusan dan aktivitas usaha akan berdampak pada
keberhasilan suatu usaha. Terlebih untuk usaha yang termasuk sektor industri
27
kreatif seperti batik, yang membutuhkan kreatifitas, ketrampilan keterlibatan
pemilik usaha maupun karyawannya. Hal ini senada dengan yang dijelaskan
(Schultz, 1961) bahwa manusia merupakan modal yang memiliki aspek-aspek
kualitatif seperti kemampuan, ketrampilan, dan kecerdasan yang diperlukan
untuk mengelola bisnis. Sementara strategi untuk mengekskalasi
kemampuan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan,
pendampingan, kewirausahaan ataupun ketrampilan dengan model magang
sebagai investasi di masa depan (Wajdi, Mangifera, Wahyuddin, & Isa, 2019;
Wulandari, Sodik, & Handini, 2020). Adanya karyawan maupun pemilik usaha
yang berkualitas, akan mampu mengolah sumber daya lainnya dalam
perusahaan secara efektif dan efisien sehingga menciptakan kinerja usaha
yang unggul dibandingkan pesaingnya.
H5: Human Capital berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja usaha
Structural Capital dan Kinerja Usaha
Agar seorang pengusaha mampu menjalankan roda usaha untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dibutuhkan kapasitas yang baik
dalam mengelola intellectual capital (Anggraini, Ilhamda, & Nurhuda, 2020).
Pengusaha UKM tidak cukup hanya menghasilkan produk atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan pasar, namun dituntut kemampuannya dalam
menguasai inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi, dan informasi
tren perubahan pasar (Wajdi et al., 2019). Salah satu unsur intellectual capital
tersebut adalah structural capital, yang terdiri dari pengembangan
produk/ide dan infrastruktural organisasi (Yaseen et al., 2016). Dalam usaha
batik, kemampuan untuk mengembangkan kreatifitas dalam menghasilkan
batik dengan motif beragam, mencirikan kekhasan daerah,
mengkombinasikan seni batik tulis dan printing maupun menciptakan motif
28
baru akan menangkap peluang pasar yang lebih beragam. Jangkauan pasar
yang lebih luas ini berpotensi meningkatkan omzet usaha serta kepuasan
pelanggan. Sementara infrastruktur usaha yang mendukung pengembangan
produk/ide (misalnya: ketersediaan karyawan, peralatan produksi yang
lengkap, dan dalam kondisi baik, adanya tempat memamerkan produk jadi)
dapat mendorong peningkatan kinerja UKM batik menjadi lebih maksimal.
H6: Structural capital berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja usaha
Relational Capital dan Kinerja Usaha
Keberhasilan suatu usaha tidak hanya ditentukan dari kemampuan
pengusaha maupun SDM internal yang terlibat dalam aktivitas bisnis sehari-
hari. Mengingat keberadaan perusahaan berada dalam lingkungan yang
dinamis, maka kunci keberhasilan usahanya juga dipengaruhi oleh pihak-
pihak eksternal yang memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung
dengan bisnis yang dijalankan. Interaksi dengan pihak-pihak eksternal
tersebut memungkinkan pengusaha memeroleh manfaat seperti dukungan
dari masyarakat, kemitraan dengan dinas terkait atau perguruan tinggi,
bantuan finansial dan nonfinansial dari pemerintah, persaingan sehat antar
sesama pengusaha, layanan baik dari pemasok, maupun kepercayaan dari
pelanggan. Hubungan kedua variabel ini dapat dijelaskan berdasarkan teori
ketergantungan sumber daya (resource dependence theory/ RDT) (Corvino,
Caputo, Pironti, Doni, & Martini, 2019), artinya pencapaian kinerja usaha yang
unggul dipengaruhi oleh lingkungan sosial maupun ekonomi. Ketika terjadi
hubungan mutualisme maka bisnis skala kecil maupun besar akan mampu
bertahan lebih lama karena berada dalam lingkungan yang sehat.
H7: Relational capital berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja usaha
29
Customer Capital terhadap Kinerja Usaha
Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, pengusaha dituntut mampu
mengelola dan mempertahankan hubungan yang baik dengan pihak yang
berkontribusi langsung maupun tidak langsung dengan kelangsungan hidup
usaha. Salah satu pihak yang terkait langsung dengan perusahaan adalah
pelanggan, karena aktivitas bisnis suatu usaha dipicu oleh adanya kebutuhan
dari segmen pelanggan yang dipilih untuk dilayani. Ketika keunikan produk
tersebut mampu memenuhi kebutuhan pelanggan, maka akan muncul
kepuasan dan loyalitas sehingga bermuara pada perolehan hasil ekonomis
maupun non ekonomis bagi perusahaan. Penilaian pelanggan/pasar terhadap
produk/jasa perusahaan berpotensi membuka jejaring yang lebih luas sebagai
proksi dari reputasi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Lebih jauh,
reputasi ini merupakan senjata ampuh untuk memperkuat relasi bisnis
dengan pemerintah, pemasok, pemberi dana, asosiasi bisnis dll (Sari, 2020;
Zuliyati, Budiman, & Delima, 2017).
H8: Customer capital berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja usaha.
Konsekuensi Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif merupakan posisi unik suatu entitas usaha yang
membawa keuntungan serta risiko, terutama dalam jangka panjang
(Radomska, Wołczek, & Szpulak, 2020). Keunggulan kompetitif itu sendiri
dapat diperkuat apabila suatu usaha berada dalam industri yang memiliki
keterbatasan pilihan strategi, memiliki keistimewaan organisasi yang sulit
ditiru, memiliki kemampuan untuk beradaptasi terutama dalam melakukan
perubahan pengelolaan sumber dalam lingkungan yang dinamis, serta relasi
dengan partner bisnis yang mampu memberi kontribusi positif (Eloranta &
Turunen, 2015).
30
Usaha yang memiliki keunggulan kompetitif akan lebih mampu
mengelola sumber daya yang dimiliki dalam menghadapi berbagai tantangan,
sehingga akan lebih mampu mempertahankan kinerja usahanya. Kemampuan
mempertahankan kinerja ini terkait dengan keunikan kemampuan
perusahaan terutama dalam hal akses informasi, relasi, pemasaran, serta
pilihan strategi (Keskin et al., 2021) yang dikelola oleh manajer yang
berkompeten (Kamukama, Kyomuhangi, Akisimire, & Orobia, 2017). Hal ini
berbeda dengan usaha yang mengalami kesulitan beradaptasi, karena tidak
memiliki keunggulan tertentu. Usaha ini akan kalah dalam persaingan sebab
tidak ada keunikan yang dapat diunggulkan. Keunggulan kompetitif ini juga
terbukti mampu meningkatkan kinerja usaha dalam berbagai konteks
orientasi pasar (Correia, Dias, & Teixeira, 2020).
H9: Keunggulan kompetitif berpengaruh positif terhadap kinerja usaha
Peran Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Peningkatan Kinerja Usaha
Sumber daya manusia merupakan faktor vital dalam usaha, karena
memiliki peran untuk merencanakan dan eksekuisi pengelolaan sumber daya
lain yang dimiliki perusahaan dalam rangka mengantisipasi berbagai dinamika
bisnis. Kamukama et al. (2017) menemukan bahwa manajemen yang cakap
akan mendorong timbulnya keunggulan kompetitif, yang pada akhirnya dapat
mendatangkan peningkatan kinerja usaha. Pengelolaan sumber daya
manusia yang efektif, terutama dengan mengintegrasikannya dengan
berbagai sumber daya perusahaan yang lain akan dapat membuat
perusahaan mampu memiliki tacit knowledge yang kuat. Tacit knowledge ini
akan menjadi kekuatan tersendiri, yang dapat dimanfaatkan sebagai
keunggulan kompetitif perusahaan (Hamadamin & Atan, 2019). Eksistensi
31
keunggulan kompetitif ini akan mampu membawa manfaat berupa
penguatan kinerja usaha, sebab tacit knowledge yang dimiliki akan sangat
berperan dalam menentukan arah strategi usaha dalam berbagai dinamika
tantangan bisnis. Dengan demikian, kekuatan human capital akan mampu
meningkatkan keunggulan kompetitif.
H10: Human capital berpengaruh positif terhadap kinerja usaha, melalui
mediasi keunggulan kompetitif
Dalam perusahaan, structural capital secara sistematis menstimulasi
anggota organisasi memberikan bakat terbaiknya bagi perusahaan. Hal ini
terutama tampak dari peran structural capital dalam membudayakan transfer
pengetahuan antar angota organisasi, sehingga dapat bermanfaat bagi
perusahaan untuk mampu memperoleh pengetahuan dan kapabilitas
anggota organisasi yang relevan dengan perkembangan lingkungan bisnis
terkini (L. M. Gogan, Duran, & Draghici, 2015). Structural capital mampu
mentransformasi tacit knowledge yang dimiliki organisasi menjadi sumber
daya berharga lain, antara lain dalam bentuk database, hak paten, sistem
organisasi, maupun proses bisnis yang unggul dibanding pihak lain
(Abdirahman & Tarique, 2020). Potensi dan sumber daya yang unik ini dapat
dimanfaatkan sebagai keunggulan kompetitif perusahaan. Pada gilirannya,
ketika dinamika lingkungan bisnis menerpa, perusahaan dapat mampu
mempertahankan kinerjanya dengan berbekal berbagai keunggulan
kompetitif. Dengan demikian structural capital mampu memperkuat kinerja
usaha melalui perannya dalam membentuk keunggulan kompetitif.
H11: Structural capital berpengaruh positif terhadap kinerja usaha, melalui
mediasi keunggulan kompetitif
32
Relational capital memiliki peran penting dalam menghubungkan
perusahaan dengan berbagai pemangku kepentingan. Relational capital juga
dipandang sebagai hasil dari kompetensi khusus yang mampu
menghubungkan perusahaan dengan berbagai sumber daya dan informasi
dari para pemangku kepentingan, sehingga perusahaan mampu
memanfaatkannya untuk membentuk keunggulannya tersendiri (M.-L.
Gogan, Duran, & Draghici, 2014). Adanya relational capital yang intens,
perusahaan akan dapat terhubung dengan pemasok potensial, pemegang
saham, maupun individu lain. Relasi yang baik dengan pelanggan akan
menimbulkan loyalitas merek maupun dapat menjadi media pemasaran
melalui word of mouth. Relasi yang baik dengan pemerintah maupun
organisasi lain dapat bermanfaat dalam perolehan akses informasi privat.
Berbagai manfaat ini tentu bukan merupakan keunggulan yang dengan
mudah diperoleh semua pelaku bisnis, sehingga pada akhirnya akan
membawa manfaat berupa keunggulan kompetitif. Melalui keunggulan
kompetitif yang diperoleh dari relasi yang baik dengan berbagai pemangku
kepentingan, perusahaan akan mampu memanfaatkannya untuk mencapai
tujuan bisnis, yaitu kinerja usaha. Dengan demikian relational capital mampu
memperkuat kinerja usaha melalui perannya dalam membentuk keunggulan
kompetitif.
H12: Relational capital berpengaruh positif terhadap kinerja usaha, melalui
mediasi keunggulan kompetitif.
Pengusaha dengan customer capital yang baik akan mampu memahami
harapan dan kebutuhan pelanggan. Pemahaman yang kuat mengenai
pelanggan akan bermanfaat bagi perusahaan agar mampu menyediakan
produk maupun layanan yang dapat memuaskan pelanggan. Kekuatan karena
33
kemampuan memahami harapan dan kebutuhan pelanggan ini tidak dimiliki
oleh semua pengusaha, sehingga akan mampu membawa keunggulan
kompetitif bagi pengusaha (Darmawan, Mardikaningsih, & Hadi, 2018).
Pemahaman yang baik akan pelanggan juga vital bagi pengusaha dalam
mengelola Customer Relationship Management (CRM), dimana CRM yang
kuat akan bermanfaat bagi keunggulan kompetitif usaha (Alqershi, Ismail,
Abualrejal, & Salahudin, 2020). Melalui keunggulan kompetitif yang diperoleh
dari kekuatan pemahaman pada pelanggan, perusahaan akan mampu
memanfaatkannya untuk mempertahankan kinerjanya. Dengan demikian
customer capital akan mampu memperkuat kinerja usaha melalui perannya
dalam membentuk keunggulan kompetitif.
H13: Customer capital berpengaruh positif terhadap kinerja usaha, melalui
mediasi keunggulan kompetitif.
34
35
STUDI EMPIRIS DI UMKM BATIK LASEM
State of The Art
Berbagai literatur telah menambatkan temuan dan kontribusinya
dalam membangun strategi atau model peningkatan kinerja UMKM baik di
Indonesia maupun di luar negeri. Studi-studi tersebut memandang kinerja
usaha baik dari sudut pandang ukuran finansial maupun nonfinansial (Maria
Rio Rita & Thren, 2019). Penelitian yang mengaitkan usaha UMKM dengan
strategi pendanaannya adalah Maria Rio Rita (2019b) dan Rita (Maria Rio
Rita, 2019c) yang memfokuskan bagaimana aktivitas pendanaan UMKM
dapat bervariasi tergantung siklus hidup usahanya. Selain itu, Maria Rio Rita
(2019a) juga telah mengkaji strategi financial bootstrapping sebagai alternatif
dari ketergantungan pendanaan eksternal bagi UMKM.
Di sisi lain, kinerja usaha UMKM pun juga penting untuk didiskusikan.
Maria Rio Rita and Utomo (2019) telah meneliti mengenai efek dimensi
kewirausahaan dan keuangan terhadap kinerja UMKM. Maria Rio Rita (2019)
juga telah membahas secara spesifik kinerja usaha jika dikaitkan dengan
strategi internasionalisasi pada UKM. Maria Rio Rita and Wahyudi (2019) juga
telah membahas tentang anteseden pendanaan dan kinerja UKM. Maria Rio
Rita and Huruta (2020) secara khusus telah meneliti pengaruh akses
pendanaan terhadap kinerja UMKM batik di Jawa Tengah. Beberapa studi
terkait kondisi UMKM juga telah dikembangkan antara lain: Maharani and
Rita (2020) tentang literasi keuangan dan pertumbuhan UMKM melalui
mediasi manajemen kas.
Berbicara tentang kinerja UMKM, tentu akan sangat erat kaitannya
dengan strategi penguatan manajemen usaha. Terkait hal ini, Hidayat and
Alliyah (2013) telah meneliti tentang pengembangan sistem pengambilan
36
keputusan yang berkualitas bagi UKM melalui penerapan sistem akuntansi
manajemen berbasis teknologi informasi di Rembang. Selanjutnya Alliyah and
Hidayat (2014) yang meneliti tentang kaitan informasi antar unit dengan
kinerja UKM di Rembang. Alliyah and Hidayat (2015) sebelumnya juga sudah
memfokuskan bagaimana intensitas kompetisi pasar dapat terkait dengan
kinerja UKM. Dengan mengadopsi perkembangan teknologi informasi dalam
pengelolaan UMKM, Hidayat and Dewi (2020) juga telah memfokuskan studi
pada hubungan investasi dengan kinerja UKM Kopi di Rembang yang
dimediasi oleh teknologi informasi.
Berbagai studi terdahulu telah berkontribusi dalam membangun
pijakan untuk memahami kinerja usaha UMKM. Namun demikian, berbagai
studi tersebut lebih cenderung memandang UMKM dari market based-view
(outside-in) yang pertama kali dikenalkan oleh M. E. Porter (1998).
Pendekatan ini menggunakan sebuah kerangka pikir untuk menganalisis
posisi strategik perusahaan dengan lingkungannya. Sudut pandang ini
seringkali membuat diskusi tentang pengelolaan UMKM mengesampingkan
aspek kemampuan sumber daya dan kapabilitas yang dimilikinya. Padahal,
keunikan dan keberagaman sumber daya berwujud dan tak berwujud yang
sudah dimiliki oleh UKM sangat penting bagi perkembangan UKM itu sendiri.
Dengan demikian, merupakan suatu urgensi untuk mendiskusikan lebih
dalam mengenai pengelolaan UMKM dengan sudut pandang sumber daya
yang dimiliki.
Pembahasan dalam buku ini akan berfokus pada sudut pandang
resource based-entrepreneurship theory (Alvarez & Barney, 2002; Alvarez &
Barney, 2010; Alvarez & Busenitz, 2001) sebagai pijakan perumusan model
pengembangan klaster UKM batik berbasis sumber daya, terutama dalam
perannya untuk meningkatkan kinerja usaha. Secara lebih khusus, teori
37
berbasis sumber daya yang sudah menjadi bahan diskusi dalam membahas
model keunggulan kompetitif selama ini, akan lebih luas pemanfaatannya jika
dikombinasikan dengan dasar berpikir dalam teori kewirausahaan.
Selanjutnya hal ini akan lebih kontekstual baik bagi UKM maupun
entrepreneurial firm.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam studi yang dibahas buku ini adalah pengusaha UKM
Batik di Lasem, Kabupaten Rembang Jawa Tengah yang berjumlah 120 unit
usaha. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh (saturated
sampling), sehingga semua UKM Batik dijadikan sebagai sampel. Teknik ini
mudah, praktis, murah, tidak memerlukan waktu terlalu lama untuk
pengumpulan data sampel, dan jumlah populasi yang tidak terlalu besar.
Responden dalam penelitian ini merupakan pengusaha/pimpinan usaha,
sehingga dinilai memiliki pemahaman akan pengelolaan usahanya sendiri.
Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer berupa tanggapan dari para
responden pemilik UKM batik. Secara khusus, para responden akan digali
informasinya mengenai profil pribadi dan usaha, kondisi kinerja usaha,
human capital, structural capital, relational capital, customer capital, dan
keunggulan kompetitif masing-masing UKM. Informasi-informasi tersebut
diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada sampel terpilih secara
langsung oleh enumerator kepada pengusaha UKM Batik Lasem.
38
Gambar 3.1 Proses Wawancara dengan Para Pengusaha Batik Lasem
39
Variabel dan Pengukurannya
Penelitian ini membahas 6 (enam) variabel, yaitu kinerja usaha,
human capital, structural capital, relational capital, customer capital,
competitive advantage. Kinerja usaha dalam penelitian ini dibahas baik dalam
aspek kinerja finansial maupun non finansial. Secara lebih lanjut, Tabel 3.1
berikut ini menyajikan variabel dalam model beserta pengukurannya masing-
masing.
Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Pengukurannya
Variabel
Dimensi
Indikator
Referensi
Kinerja Usaha
Finansial
Nonfinansial
1) Keuntungan
2) Omzet usaha
3) Pertumbuhan pelanggan
4) Pertumbuhan akses pasar
Adopsi Maria
Rio Rita and
Thren (2019)
Human capital
1) Kapabilitas tenaga kerja
2) Pengembangan & retensi tenaga kerja
3) Perilaku tenaga kerja
Adopsi Delery
and Roumpi
(2017)
Structural capital
1) Pengembangan produk/ide
2) Infrastruktur organisasi
Adopsi Yaseen
et al. (2016)
Relational capital
1) Pelanggan
2) Pemasok
3) Pesaing
4) Pemerintah
5) Institusi terkait
6) Masyarakat
Modifikasi
Kamukama and
Sulait (2017)
Yaseen et al.
(2016)
Customer capital
1) Kepuasan pelanggan
2) Waktu yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah
3) Lamanya hubungan dengan pelanggan
4) Pelayanan yang menambah nilai
5) Loyalitas pelanggan
Adopsi
Kamukama and
Sulait (2017)
Competitive
Advantage
1) Langka
2) Sulit ditiru
3) Memiliki daya tahan
4) Tidak dapat ditransfer
5) Transparan
6) Mobilitas
Modifikasi
Grant (1991)
Alvarez and
Barney (2002)
40
Teknik Analisis
Penelitian ini bersifat kausalitas menggunakan metode eksplanatori.
Untuk menguji model kebaruan model pengembangan berbasis sumber daya:
implementasi dari resouces-based entrepreneurship theory Klaster UKM Batik
Lasem sebagaimana Gambar 1 di atas digunakan Structural Equation
Modeling (SEM) dengan program Partial Least Square (PLS). Tahapan analisis
data dengan SEM yaitu: Pertama, mengembangkan suatu model yang
berlandaskan teori, dalam hal ini menyusun pengukuran novelty penyusunan
model pengembangan berbasis sumber daya: implementasi dari resouces-
based entrepreneurship theory Klaster UKM Batik Lasem. Kedua, menyusun
diagram jalur yang menyatakan adanya hubungan kausalitas. Ketiga,
menterjemahkan diagram jalur tersebut menjadi persamaan struktural dan
spesifikasi model penelitian. Keempat, memilih teknik input dan teknik
estimasi. Kelima, menilai adanya identifikasi masalah. Keenam, evaluasi
kesesuaian model. Ketujuh, interpretasi dan modifikasi model (Ghozali, 2020;
J. Hair, J.F., R.E Anderson, R.L. Tatham dan William C. Black 2018). Setiap
estimasi parameter dalam PLS memberikan informasi mengenai koefisien
regresi, standar error dan nilai signifikansi Adapun model struktural dalam
penelitian ini adalah:
[1] ComAdv= α1 + β1 HumCap + β2 StructCap + β3 RelCap + β4 CustCap + ε1
[2] KinUsh = α1 + β1 HumCap + β2 StructCap + β3 RelCap + β4 CustCap + β5
ComAdv + ε1
Persamaan 1 dan 2 dapat dijelaskan, COmAdv adalah keunggulan
kompetitif sebagai variabel mediasi (eksogen sekaligus endogen), HumCap
adalah human capital sebagai variabel eksogen, StructCap adalah structural
capital sebagai variabel eksogen, RelCap adalah relationship capital sebagai
41
variabel eksogen, CustCap adalah customer capital sebagai variabel eksogen,
dan KinUsh adalah kinerja usaha sebagai variabel endogen.
Setelah pengujian model struktural 1 dan 2 serta terpilih konstruk
mana yang memenuhi syarat sebagai indikator, selanjutnya dilakukan
pengujian pembuktian pengaruh competitive advantage berbasis sumber
daya terhadap kinerja UKM Batik dan peran keunggulan kompetitif
kompetititf berbasis sumber daya dalam memediasi pengaruh human capital,
structural capital, relational capital, dan customer capital terhadap kinerja
usaha batik Lasem.
Tahapan analisis menggunakan Partial Least Square-Structural
Equation Model (PLS-SEM) setidaknya harus melalui 5 (lima) tahapan, di mana
setiap tahapan akan berpengaruh terhadap tahapan selanjutnya. Tahapan
dalam PLS-SEM yaitu: 1) konseptualisasi model, 2) menentukan metode
analisis algorithm, 3) menentukan metode resampling, 4) menggambar
diagram jalur, dan 5) evaluasi model. Ada tambahan satu tahap lagi, yaitu: 6)
melaporkan hasil analisis PLS (Ghozali, 2020). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat
pada Gambar 3.1 di bawah ini.
42
Gambar 3.2. Tahapan Analisis dengan SEM-PLS
Evaluasi model pengukuran atau outer model dengan konstruk
berbentuk reflektif dalam PLS dapat dimulai dengan melihat nilai indicator
reliability, yaitu besarnya variance dari indikator/item untuk menjelaskan
konstruk laten (Ghozali, 2020; Joseph F Hair, Ringle, & Sarstedt, 2013;
Hulland, 1999) dan composite reliability untuk mengukur reliabilitas konstruk
secara keseluruhan (Fornell & Larcker, 1981; Ghozali, 2020; Joe F Hair, Ringle,
& Sarstedt, 2011; Nunnally, 2007). Selain itu juga dilakukan untuk menguji
average variance extracted (AVE) (Fornell & Larcker, 1981; Ghozali, 2020) dan
membandingkan akar kuadrat AVE dengan korelasi antar konstruk dalam
model (Barclay, Higgins, & Thompson, 1995; Fornell & Larcker, 1981; Ghozali,
2020). Adapun role of thumb evaluasi model pengukuran SEM-PLS
sebagaimana Tabel 3.2. berikut.
Menentukan Metode Analisis Algorithm
Menentukan Metode Resampling
Menggambar Diagram Jalur
Evaluasi Model
Melaporkan Hasil Analisis
Konseptualisasi Model
43
Tabel 3.2. Rule of Thumb Evaluasi Model Pengukuran
Kriteria
Parameter
Rule of Thumb
Sumber
Indicator
Reliability
Loading
Factor
Untuk confirmatory research > 0,70
Untuk explanatory research 0,60 0,70
(Ghozali,
2020;
Joseph F
Hair et al.,
2013;
Hulland,
1999)
Internal
Consistency
Reliability
Composite
Reliability
Untuk confirmatory research > 0,70
Untuk explanatory research 0,60 0,70
(Fornell &
Larcker,
1981;
Ghozali,
2020; Joe F
Hair et al.,
2011;
Nunnally,
2007)
Covergent
Validity
Average
Variance
Extracted
(AVE)
Untuk confirmatory research dan
explanatory research > 0,50
(Fornell &
Larcker,
1981;
Ghozali,
2020)
Discriminant
Validity
Akar Kuadrat
AVE dan
Korelasi antar
Konstruk
Laten
Akar Kuadrat AVE > Korelasi antar
Konstruk Laten
(Barclay et
al., 1995;
Fornell &
Larcker,
1981;
Ghozali,
2020)
Berikut ini adalah visualisasi dari kerangka berpikir dalam penelitian
ini.
44
Gambar 3.3. Kerangka Pikir Penelitian
Sumber: Dikembangkan dalam Penelitian (2021)
45
TEMUAN EMPIRIS DI UMKM BATIK LASEM
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Survei langsung kepada para pengusaha maupun pimpinan usaha
telah dilakukan untuk menggali bagaimana keadaan usaha UKM Batik Lasem
saat ini. Berikut ini selanjutnya tersaji informasi mengenai skor masing-
masing variabel yang dibahas dalam buku ini. Seluruh variabel ini diolah dari
respon para pengusaha/pimpinan usaha atas pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan saat wawancara.
Tabel 4.1. Skor Rerata Variabel dan Indikatornya
No.
Variabel
Indikator
Rerata
Indikator
Rerata
Variabel
Keterangan
1
Kinerja Usaha
(KU)
Finansial
1,89
2,48
Moderat
Nonfinansial
2,74
Kepengusahaan
2,82
2
Human Capital
(HC)
Kapabilitas
Tenaga Kerja
3,64
3,79
Tinggi
Pengembangan
dan Retensi
Tenaga Kerja
3,77
Perilaku Tenaga
Kerja
3,96
3
Structural
Capital (SC)
Pengembangan
Produk/Ide
3,48
3,59
Moderat
Infrastruktur
Organisasi
3,70
4
Relational
Capital (RC)
Pelanggan
3,74
3,62
Moderat
Pemasok
3,64
Pesaing
3,40
Pemerintah
3,52
Institusi Terkait
3,41
Masyarakat
4,01
5
Customer
Capital (CC)
Kepuasan
Pelanggan
4,52
4,24
Tinggi
Waktu untuk
Memecahkan
Masalah
4,12
46
Sumber: Data Primer, Diolah (2021)
Statistik deskriptif menyajikan nilai minimum, maksimum, rerata, dan
standar deviasi dari masing-masing indikator setiap variabel dalam penelitian
ini. Untuk mengetahui persepsi responden tentang nilai rerata variabel yang
diteliti, maka penelitian ini menggunakan kriteria rentang sebesar [(5-
1)/3]=1,33 sehingga interpretasi nilai dinyatakan sebagai berikut:
1,00 2,33 = Rendah
2,34 3,66 = Moderat
3,67 5,00 = Tinggi
Tabel 4.1 di atas menunjukkan kondisi kinerja usaha, human capital,
structural capital, relational capital, customer capital, serta keunggulan
kompetitif pada 79 pengusaha batik Lasem. Secara umum, para pengusaha
memiliki kinerja usaha dalam taraf moderat. Namun jika ditilik lebih lanjut,
kinerja usaha finansial para pengusaha sebenarnya dalam keadaan yang
kurang baik (skor kategori rendah pada kinerja finansial). Hal ini kemungkinan
merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang mengganggu usaha mereka.
Lamanya
Hubungan
dengan
Pelanggan
4,45
Pelayanan yang
Menambah
Nilai
3,76
Loyalitas
Pelanggan
4,37
6
Keunggulan
Kompetitif
Langka
4,38
4,24
Tinggi
Sulit Ditiru
4,48
Memiliki Daya
Tahan
4,32
Tidak dapat
Ditransfer
4,14
Transparan
4,24
Mobilitas
3,87
47
Meskipun demikian, kinerja nonfinansial dan kinerja kepengusahaan masih
dalam kategori moderat.
Jika ditilik dari aspek human capital, para pelaku usaha batik Lasem
memiliki kategori yang tinggi. Kondisi human capital yang tinggi ini terjadi
dalam seluruh aspek meliputi kapabilitas, pengembangan dan retensi serta
perilaku tenaga kerja. Hal ini kemungkinan terkait dengan pengalaman usaha
mereka yang secara umum sudah menjalankan usaha selama belasan tahun.
Ditambah lagi, usaha batik yang merupakan keunggulan/ciri khas Lasem ini
membuat aspek tenaga kerja usaha mereka menjadi kuat.
Dalam aspek structural capital, usaha-usaha batik Lasem ini dalam
taraf moderat, terutama dalam hal pengembangan produk/ide. Kondisi ini
sebetulnya masih dapat didorong menjadi lebih tinggi levelnya mengingat
usaha batik terkait dengan seni dan kreativitas dalam hal mendesain
pola/gambar batiknya. Namun demikian pada umumnya infrastruktur
organisasi sudah dalam kategori tinggi, hal ini kemungkinan terkait dengan
sudah mapannya usaha mereka yang sudah dijalankan selama belasan tahun.
Para pelaku usaha batik Lasem pada umumnya juga memiliki
relational capital yang moderat. Namun demikian mereka memiliki hubungan
yang sudah kuat dengan pelanggan dan masyarakat. Hal ini menunjukkan
bahwa para pelaku usaha sebenarnya sudah berhasil mengelola pelanggan
dengan baik. Selain itu, dukungan masyarakat juga kuat, dimana
kemungkinan ini terkait dengan produk batik yang merupakan kekhasan
daerah Lasem yang mampu mendongkrak perekonomian rumah tangga di
sana. Aspek relasi lainnya, seperti dengan pemasok, pesaing, pemerintah dan
institusi terkait masih dalam taraf moderat.
Sementara dari aspek customer capital, para pelaku usaha batik
Lasem sudah mampu memberikan produk dan layanan yang diterima dengan
48
sangat baik oleh pelanggan. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya nilai customer
capital dalam seluruh aspek. Selain itu, usaha batik Lasem juga memiliki
keunggulan kompetitif yang sudah tinggi. Keunggulan kompetitif usaha batik
Lasem ini terutama ada pada aspek kelangkaan produk dan sulitnya ditiru. Hal
ini menjadi modal berharga bagi pengembangan usaha batik Lasem.
Berdasarkan penuturan dari pelaku usaha batik, meski dalam satu daerah
memiliki corak khas daerah yang tertuang dalam desain gambar batik, namun
masing-masing usaha memiliki keunikan sendiri-sendiri yang jarang bisa ditiru
oleh pesaingnya. Itulah yang disebut dengan seni.
Analisis Data
Hasil Pengujian Konstruk
Pengujian konstruk menggunakan first-order reflektif dengan melihat
indicator loading dari item pembentuk human capital, structural capital,
relation capital, customer capital, keunggulan kompetitif dan kinerja. Hasil
pengujian indicator contruct dapat dilihat pada Tabel 4.2. di bawah ini.
Tabel 4.2. Hasil Uji Indicator Loading Konstruk 1
Item
Kinerja
HumanCap
SructCap
RelatCap
CustCap
CompAdv
Type (a)
SE
P value
F1
0.868
0.169
0.125
0.152
-0.179
-0.087
Reflect
0.388
0.014
F2
0.895
0.102
0.097
0.068
-0.104
-0.013
Reflect
0.402
0.014
NF1
0.818
-0.300
-0.229
0.526
-0.014
0.124
Reflect
0.377
0.016
NF2
0.795
-0.151
-0.132
0.435
0.181
-0.172
Reflect
0.370
0.017
NF3
-0.198
0.670
-0.369
0.636
-0.182
-0.247
Reflect
0.279
0.240
K1
0.763
0.285
-0.394
-0.027
0.171
-0.144
Reflect
0.338
0.013
K2
0.521
0.927
0.276
-0.603
-0.433
0.081
Reflect
0.259
0.024
K3
0.275
-0.065
-0.310
0.514
0.177
0.140
Reflect
0.219
0.106
KTK1
0.119
0.604
-0.532
-0.166
0.383
-0.273
Reflect
0.136
<0.001
KTK2
0.273
0.674
-0.350
-0.089
0.042
0.005
Reflect
0.120
<0.001
KTK3
0.210
0.681
-0.464
0.037
-0.072
-0.011
Reflect
0.120
<0.001
KTK4
0.397
-0.526
0.578
-0.543
-0.449
0.412
Reflect
0.151
<0.001
49
Item
Kinerja
HumanCap
SructCap
RelatCap
CustCap
CompAdv
Type (a)
SE
P value
PRT1
0.508
-0.223
0.135
0.247
0.022
-0.411
Reflect
0.234
0.171
PRT2
0.461
-0.151
0.235
-0.006
-0.117
-0.225
Reflect
0.242
0.267
PRT3
0.520
-0.126
0.495
0.197
-0.198
-0.479
Reflect
0.235
0.296
PRT4
0.134
0.513
-0.166
-0.048
0.325
-0.467
Reflect
0.156
<0.001
PRT5
0.202
0.463
0.742
0.094
0.146
-0.326
Reflect
0.136
<0.001
PTK1
0.142
-0.650
-0.373
-0.201
-0.367
0.247
Reflect
0.098
<0.001
PTK2
0.174
0.375
0.116
-0.560
-0.504
0.197
Reflect
0.203
0.035
PTK3
0.123
0.744
0.394
-0.183
-0.321
-0.304
Reflect
0.116
<0.001
PTK4
0.230
0.791
0.315
0.000
-0.374
0.170
Reflect
0.088
<0.001
PTK5
0.012
0.746
0.460
-0.502
-0.043
-0.112
Reflect
0.102
<0.001
PTK6
0.091
0.768
-0.270
0.248
0.120
-0.255
Reflect
0.092
<0.001
PTK7
-0.035
0.705
0.015
0.062
-0.104
0.563
Reflect
0.100
<0.001
PTK8
0.088
0.712
0.153
0.268
-0.447
0.312
Reflect
0.104
<0.001
PP1
0.199
0.640
0.497
-0.080
-0.443
0.538
Reflect
0.175
0.003
PP2
-0.018
-0.400
-0.388
-0.043
-0.036
0.683
Reflect
0.227
0.046
PP3
0.251
0.072
0.182
0.201
-0.561
0.269
Reflect
0.223
0.208
PP4
-0.071
0.096
0.456
-0.474
-0.035
-0.003
Reflect
0.151
0.002
PP5
0.315
-0.134
-0.503
0.190
-0.880
0.851
Reflect
0.228
0.015
IO1
-0.291
-0.179
0.623
-0.542
0.356
-0.174
Reflect
0.215
0.002
IO2
0.317
-0.111
0.722
0.192
0.108
0.319
Reflect
0.147
<0.001
IO3
0.323
0.303
-0.486
-0.458
-0.214
0.748
Reflect
0.252
0.028
IO4
0.013
-0.460
0.624
0.220
-0.393
0.405
Reflect
0.156
<0.001
IO5
0.178
0.535
-0.132
-0.917
0.050
0.287
Reflect
0.252
0.301
PEL1
0.021
0.367
-0.006
0.760
0.007
-0.081
Reflect
0.127
<0.001
PEL2
-0.085
0.183
-0.229
0.810
-0.208
0.379
Reflect
0.118
<0.001
PEL3
0.052
-0.989
-0.518
-0.517
-0.478
1.016
Reflect
0.153
<0.001
PEL4
0.069
0.079
1.213
0.159
0.194
-0.225
Reflect
0.175
0.183
PEL5
0.627
0.370
0.162
-0.130
-0.205
0.433
Reflect
0.235
0.290
PEM1
-0.031
-0.061
-0.424
-0.544
-0.532
0.986
Reflect
0.167
<0.001
PEM2
-0.086
-0.025
0.912
0.318
0.431
-0.522
Reflect
0.164
0.028
PEM3
0.155
0.506
-0.098
0.608
-0.489
0.378
Reflect
0.150
<0.001
PEM4
0.314
-0.264
0.255
0.442
-0.529
0.932
Reflect
0.167
0.005
PEM5
0.181
-0.046
0.390
0.494
-0.036
0.415
Reflect
0.161
0.001
PEM6
0.168
0.273
0.615
-0.251
-0.377
0.077
Reflect
0.228
0.138
PEM7
0.175
-0.094
0.226
0.515
-0.265
0.528
Reflect
0.138
<0.001
PEM8
0.007
0.126
0.190
-0.320
-0.394
0.588
Reflect
0.185
0.044
50
Item
Kinerja
HumanCap
SructCap
RelatCap
CustCap
CompAdv
Type (a)
SE
P value
PES1
0.175
-0.244
0.003
-0.671
-0.688
0.702
Reflect
0.160
<0.001
PES2
-0.079
-0.561
0.434
0.566
-0.051
-0.218
Reflect
0.158
<0.001
PES3
-0.331
-0.471
0.079
-0.573
-0.180
0.627
Reflect
0.162
<0.001
PES4
0.307
-0.480
-0.106
0.218
-0.365
0.415
Reflect
0.153
0.078
PES5
-0.051
-0.152
0.637
0.476
0.177
-0.211
Reflect
0.143
<0.001
PES6
-0.293
0.319
0.015
-0.695
-0.305
0.356
Reflect
0.146
<0.001
PE1
0.213
0.178
0.908
-0.291
0.269
-0.300
Reflect
0.205
0.080
PE2
0.143
0.265
0.860
-0.224
-0.062
-0.002
Reflect
0.188
0.118
PE3
-0.077
0.360
0.953
-0.484
0.522
-0.213
Reflect
0.198
0.008
PE4
0.170
-0.185
0.462
-0.164
-0.119
0.450
Reflect
0.218
0.227
PE5
-0.044
-0.267
-0.429
-0.107
-0.345
0.862
Reflect
0.140
0.223
PE6
-0.084
0.040
0.324
0.067
-0.289
0.568
Reflect
0.147
0.325
IT1
0.270
-0.322
0.050
-0.417
0.494
0.026
Reflect
0.209
0.025
IT2
0.020
-0.277
0.745
-0.366
0.823
-0.252
Reflect
0.201
0.037
IT3
0.018
-0.208
0.025
-0.196
-0.799
0.484
Reflect
0.148
0.094
IT4
0.200
-0.585
0.542
-0.596
0.146
0.200
Reflect
0.201
0.002
IT5
0.121
-0.772
0.495
-0.021
0.339
0.242
Reflect
0.201
0.459
IT6
0.076
-0.374
0.521
-0.189
0.387
0.182
Reflect
0.190
0.162
IT7
0.024
-0.354
0.124
-0.086
-0.245
0.713
Reflect
0.195
0.330
IT8
-0.010
-0.510
0.512
0.187
-0.182
0.547
Reflect
0.173
0.143
IT9
-0.293
-0.153
-0.011
-0.494
-0.083
0.589
Reflect
0.173
0.003
MAS1
-0.093
-0.010
0.536
0.632
-0.224
0.553
Reflect
0.124
<0.001
MAS2
0.060
-0.953
0.551
0.592
-0.205
0.102
Reflect
0.137
<0.001
MAS3
0.221
-0.540
-0.210
0.612
0.105
0.116
Reflect
0.129
<0.001
MAS4
-0.160
0.191
-0.355
0.578
0.306
0.155
Reflect
0.117
<0.001
MAS5
0.124
-0.117
0.055
-0.784
-0.697
0.544
Reflect
0.153
<0.001
KP1
-0.044
-0.113
-0.325
-0.055
0.582
0.565
Reflect
0.122
<0.001
KP2
0.034
-0.210
0.199
0.319
0.644
0.406
Reflect
0.101
<0.001
KP3
-0.344
0.043
0.454
-1.010
0.590
-0.303
Reflect
0.096
<0.001
KP4
0.328
-0.049
-0.696
0.645
0.518
-0.161
Reflect
0.120
<0.001
KP5
-0.032
0.559
-0.195
-0.309
0.675
-0.228
Reflect
0.091
<0.001
W1
0.510
-0.806
0.056
0.829
0.465
-0.037
Reflect
0.182
0.006
W2
0.596
-0.760
0.215
0.690
0.413
-0.045
Reflect
0.192
0.017
W3
0.399
-0.069
-0.205
0.766
0.542
0.073
Reflect
0.153
<0.001
L1
-0.113
0.426
-0.604
-0.179
0.691
0.076
Reflect
0.086
<0.001
L2
0.004
0.446
-0.460
-0.336
0.710
0.062
Reflect
0.089
<0.001
51
Item
Kinerja
HumanCap
SructCap
RelatCap
CustCap
CompAdv
Type (a)
SE
P value
L3
0.120
0.138
0.215
-0.030
0.720
-0.029
Reflect
0.082
<0.001
P1
-0.066
0.332
-0.599
0.152
0.664
-0.255
Reflect
0.118
<0.001
P2
-0.243
0.333
-0.290
0.239
0.665
-0.282
Reflect
0.110
<0.001
P3
0.263
-0.455
-0.575
0.400
-0.474
0.972
Reflect
0.139
<0.001
P4
0.262
-0.095
-0.588
-0.036
-0.490
0.854
Reflect
0.135
<0.001
P5
0.324
-0.870
0.198
0.580
0.124
-0.350
Reflect
0.189
0.256
P6
-0.261
0.104
0.511
-0.883
0.711
0.188
Reflect
0.085
<0.001
LP1
0.129
-0.234
0.277
-0.002
0.745
-0.548
Reflect
0.106
<0.001
LP2
-0.136
-0.336
0.271
-0.034
0.733
0.213
Reflect
0.085
<0.001
LP3
0.297
-0.945
0.105
0.685
0.428
0.786
Reflect
0.163
0.005
LA1
0.050
-0.229
0.599
0.070
-0.099
0.621
Reflect
0.106
<0.001
LA2
0.041
0.262
-0.491
-0.168
-0.197
0.585
Reflect
0.140
<0.001
LA3
0.029
-0.064
-0.024
-0.556
-0.187
0.528
Reflect
0.152
<0.001
LA4
-0.197
-0.225
-0.208
-0.321
0.575
0.573
Reflect
0.115
<0.001
SD1
-0.208
-0.247
-0.070
-0.174
0.382
0.633
Reflect
0.102
<0.001
SD2
-0.140
-0.188
-0.055
0.148
-0.342
0.730
Reflect
0.102
<0.001
DT1
-0.075
0.725
-0.900
-0.260
0.212
0.189
Reflect
0.154
0.112
DT2
-0.039
0.078
-0.203
0.021
-0.329
0.659
Reflect
0.136
<0.001
DT3
-0.107
0.352
-0.047
-0.274
-0.412
0.693
Reflect
0.105
<0.001
TR1
-0.113
-0.420
0.485
0.084
0.278
0.203
Reflect
0.172
0.121
TR2
0.032
-0.422
0.540
-0.129
0.230
0.528
Reflect
0.119
<0.001
TRA1
0.092
0.078
0.331
-0.004
0.093
0.233
Reflect
0.158
0.072
TRA2
0.432
-0.439
-0.283
1.004
0.149
0.581
Reflect
0.126
<0.001
TRA3
0.039
0.149
0.040
0.073
-0.052
0.795
Reflect
0.080
<0.001
TRA4
0.009
0.121
-0.029
0.133
0.061
0.834
Reflect
0.077
<0.001
MO1
0.463
0.230
0.287
-0.432
-0.063
0.129
Reflect
0.210
0.270
MO2
0.316
1.126
0.191
-0.983
-0.185
0.312
Reflect
0.175
0.039
MO3
0.451
-0.338
-0.137
-0.145
0.228
-0.149
Reflect
0.189
0.216
MO4
0.291
0.168
-0.308
0.277
0.073
0.533
Reflect
0.134
<0.001
MO5
0.097
0.190
-0.071
-0.340
-0.190
0.449
Reflect
0.173
0.006
Sumber: Data Primer, Diolah (2021)
Hasil pengujian indictor loading sebagimana Tabel 4.2. di atas
menunjukkan bahwa item NF3, K3, PRT1, PRT2, PRT3, PP2, PP3, PP5, IO3,
PEL4, PEL5, PEM1, PEM2, PEM4, PEM6, PEM7, PEM8, PES2, PES4, PES5, PE1,
52
PE2, PE3, PE4, PE5, PE6, IT1, IT2, IT3, IT5, IT6, IT7, IT8, P1, P2, P3, P4, P5, LA1,
DT1, TR1, TRA1, MO1, MO2, MO3, dan MO5 nilai loadingnya kurang dari 0,7
dan p-value lebih dari 0,05 sehingga untuk item-item tersebut dihapus karena
tidak memenuhi syarat. Hasil pengujian indicator loading pembentuk
konstruk setelah menghapus item-item yang tidak memenuhi syarat bisa
dilihat pada Tabel 4.3. di bawah ini.
Tabel 4.3. Hasil Uji Indicator Loading Konstruk 2
Item
Kinerja
HumanCap
StrucCap
RelatCap
CustCap
CompAdv
Type (a)
SE
P value
F1
0.892
0.006
-0.014
0.329
-0.334
0.019
Reflect
0.169
<0.001
F2
0.909
0.056
0.040
0.109
-0.169
-0.038
Reflect
0.172
<0.001
NF1
0.878
-0.204
0.269
-0.024
0.011
0.008
Reflect
0.127
<0.001
NF2
0.848
-0.313
0.023
0.455
-0.065
0.021
Reflect
0.139
<0.001
K1
0.697
0.392
-0.338
-0.602
0.401
-0.003
Reflect
0.214
<0.001
KTK1
-0.011
0.674
-0.433
-0.367
0.595
-0.243
Reflect
0.111
<0.001
KTK2
0.168
0.747
-0.310
0.103
0.113
0.162
Reflect
0.086
<0.001
KTK3
0.112
0.775
-0.480
0.030
-0.081
0.213
Reflect
0.086
<0.001
PRT4
0.064
0.582
-0.086
0.007
0.482
-0.590
Reflect
0.141
<0.001
PTK3
-0.033
0.757
0.300
0.136
-0.035
-0.537
Reflect
0.097
<0.001
PTK4
0.016
0.818
0.277
0.008
-0.224
0.001
Reflect
0.081
<0.001
PTK5
-0.018
0.761
0.143
-0.088
-0.026
-0.042
Reflect
0.091
<0.001
PTK6
0.095
0.739
-0.105
0.360
0.051
-0.288
Reflect
0.090
<0.001
PTK7
-0.238
0.644
0.323
-0.285
-0.006
0.388
Reflect
0.105
<0.001
PTK8
-0.078
0.671
0.225
0.197
-0.548
0.276
Reflect
0.102
<0.001
PP4
0.055
0.140
0.515
0.037
-0.421
0.090
Reflect
0.141
<0.001
IO2
0.046
0.007
0.870
0.017
0.229
0.090
Reflect
0.102
<0.001
IO4
-0.130
-0.120
0.762
-0.061
-0.112
-0.241
Reflect
0.106
<0.001
PEL1
0.042
0.255
-0.466
0.704
-0.341
0.239
Reflect
0.058
<0.001
PEL2
-0.025
0.011
-0.243
0.832
-0.370
0.467
Reflect
0.028
<0.001
PEM3
-0.050
0.397
0.294
0.637
-0.273
0.203
Reflect
0.096
<0.001
PEM5
-0.137
0.399
0.578
0.675
0.488
-0.041
Reflect
0.113
<0.001
PES1
-0.021
-0.004
0.421
0.705
-0.125
0.170
Reflect
0.082
<0.001
PES3
-0.349
0.135
0.402
0.684
-0.025
0.396
Reflect
0.102
<0.001
PES6
-0.323
0.533
0.318
0.766
0.112
-0.023
Reflect
0.080
<0.001
PE3
0.204
0.431
-0.159
0.645
-0.064
0.434
Reflect
0.132
<0.001
IT4
0.145
-0.471
0.225
0.519
0.081
0.182
Reflect
0.114
<0.001
53
Item
Kinerja
HumanCap
StrucCap
RelatCap
CustCap
CompAdv
Type (a)
SE
P value
IT9
-0.295
0.468
0.260
0.538
0.046
0.274
Reflect
0.108
<0.001
MAS1
-0.214
0.199
0.739
0.635
-0.166
0.251
Reflect
0.075
<0.001
MAS2
-0.067
-0.418
0.568
0.517
-0.053
-0.268
Reflect
0.106
<0.001
MAS3
0.151
-0.537
-0.113
0.658
0.028
0.216
Reflect
0.083
<0.001
MAS4
-0.288
0.389
0.275
0.520
0.597
-0.193
Reflect
0.081
<0.001
MAS5
0.035
-0.059
0.221
0.741
-0.399
0.360
Reflect
0.086
<0.001
KP1
-0.261
0.183
0.140
-0.675
0.568
0.359
Reflect
0.116
<0.001
KP2
-0.001
-0.330
0.124
0.537
0.581
0.519
Reflect
0.082
<0.001
KP3
-0.296
0.181
0.046
-0.675
0.592
-0.188
Reflect
0.087
<0.001
KP4
0.008
0.103
-0.120
-0.247
0.694
-0.335
Reflect
0.081
<0.001
KP5
-0.198
0.546
0.053
-0.572
0.775
-0.427
Reflect
0.068
<0.001
W1
0.370
-0.583
-0.066
0.676
0.631
-0.021
Reflect
0.106
<0.001
W2
0.433
-0.704
-0.107
0.808
0.613
0.004
Reflect
0.099
<0.001
W3
0.213
-0.163
-0.056
0.543
0.710
-0.059
Reflect
0.109
<0.001
L1
-0.329
0.531
0.068
-0.766
0.689
-0.105
Reflect
0.088
<0.001
L2
-0.181
0.545
0.007
-0.718
0.721
-0.127
Reflect
0.086
<0.001
L3
0.104
-0.122
-0.091
0.559
0.712
0.169
Reflect
0.073
<0.001
P6
-0.046
0.074
-0.231
0.017
-0.071
0.779
Reflect
0.052
<0.001
LP1
0.290
-0.376
-0.480
0.823
0.444
0.661
Reflect
0.074
<0.001
LP2
0.032
-0.203
-0.057
0.371
-0.072
0.764
Reflect
0.052
<0.001
LP3
0.251
-0.608
-0.095
0.596
-0.480
0.688
Reflect
0.082
<0.001
LA2
0.058
0.269
-0.226
-0.353
-0.201
0.615
Reflect
0.101
<0.001
LA3
0.099
0.171
-0.131
-0.465
-0.537
0.559
Reflect
0.110
<0.001
LA4
-0.319
0.201
0.332
-0.949
0.548
0.550
Reflect
0.094
<0.001
SD1
-0.389
0.343
0.359
-0.977
0.601
0.609
Reflect
0.086
<0.001
SD2
-0.125
0.087
0.027
-0.052
-0.490
0.757
Reflect
0.073
<0.001
DT2
-0.144
0.135
0.072
-0.337
-0.219
0.684
Reflect
0.105
<0.001
DT3
-0.104
0.215
-0.026
-0.136
-0.579
0.674
Reflect
0.075
<0.001
TR2
0.016
-0.158
0.163
-0.128
0.193
0.596
Reflect
0.084
<0.001
TRA2
0.260
-0.403
-0.007
0.685
0.176
0.658
Reflect
0.088
<0.001
TRA3
-0.035
0.152
0.169
0.064
-0.026
0.792
Reflect
0.057
<0.001
TRA4
-0.049
0.133
0.163
0.041
0.083
0.803
Reflect
0.058
<0.001
MO4
0.169
0.142
-0.049
0.100
0.165
0.577
Reflect
0.089
<0.001
Sumber: Data Primer, Diolah (2021)
54
Tabel 4.3. di atas menunjukkan bahwa indicator loading item
pembentuk kontruk semuanya lebih besar dari 0,5 dan p-value < 0,05
sehingga bisa disimpulkan bahwa item pernyataan semuanya valid, dengan
catatan nilai AVE > 0,5. Crossloading untuk menguji unidimensionalitas
indikator ternyata hasilnya menunjukkan bahwa item F1, F2, NF1, NF2 dan K1
mengelompok pada konstruk Kinerja. Indikator KTK1, KTK2, KTK 3, PRT4,
PTK3, PTK4, PTK5, PTK4, PTK 6, PTK7 dan PTK8 mengelompok pada konstruk
Human Capital. Indikator PP4, IO2 dan IO4 mengelompok pada konstruk
Structural Capital. Indikator PEL1, PEL2, PEM3, PEM5, PES1, PES3, PES6, PE3,
IT4, IT9, MAS1, MAS2, MAS3, MAS4, dan MAS5 mengelompok pada konstruk
Relation Capital. Indikator KP1, KP2, KKP3, KP4, KP5, W1, W2, W3, L1, L2, dan
L3 mengelompok di konstruk Customer Capital. Indikator P6, LP1, LP2, LP3,
LA2, LA3, LA4, SD1, SD2, DT2, DT3, TR2, TRA2, TRA3, TRA4 dan MO4
mengelompok pada konstruk Keunggulan Kompetitif.
Hasil pengujian evaluasi model pengukuran dengan menggunakan
Average Variances Extracted (AVE), Composite Reliability Coefficient, dan Full
Collinearity VIF dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Evaluasi Model Pengukuran
Kinerja
Human
Capital
Structur
Capital
Relation
Capital
Customer
Capital
Keunggulan
Kompetitif
Average Variances
Extracted (AVE)
0,720
0,519
0,534
0,598
0,643
0,660
Composite
Reliability
Coefficiencts
0,927
0,914
0,767
0,749
0,897
0,931
Full Collinearity VIF
1,173
2,794
1,973
2,434
1,156
1,310
Sumber: Data Primer, Diolah (2021)
55
Berdasarkan hasil pengujian evaluasi model sebagaimana Tabel 4.4 di
atas menunjukkan bahwa nilai AVE untuk setiap konstruk adaalah > 0,5
sehingga telah memenuhi kriteria validitas konvergen. Begitu juga dengan
nilai Composite Reliability Coefficient > 0,7 sehingga dapat disimpulkan
memenuhi reliabilitas konsistensi internal. Hasil pengujian Full Collinearity VIF
untuk setiap konstruk sangat baik, dimana VIF < 3,3 sehingga dapat
disimpulkan tidak terdapat problem collinearity di dalam model. Selain itu
nilai akar kuadrat untuk setiap konstruk sebagaimana Tabel 4.5 di bawah lebih
besar dari korelasi antar konstruk, sehingga bisa menunjukkan validitas
diskriminan yang baik.
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Akar Kuadrat AVE
Kinerja
HumanCap
StrucCap
RelatCap
CustCap
CompAdv
Kinerja
0.848
-0.092
0.070
-0.190
0.056
-0.024
HumanCap
-0.092
0.820
0.510
0.795
0.621
0.609
StrucCap
0.070
0.510
0.731
0.635
0.585
0.634
RelatCap
-0.190
0.795
0.635
0.831
0.704
0.722
CustCap
0.056
0.621
0.585
0.704
0.866
0.792
CompAdv
-0.024
0.609
0.634
0.722
0.792
0.878
Sumber: Data Primer, Diolah (2021).
Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini ada 13. Adapun hasil pengujian dari
pengembangan model klaster usaha kecil dan menengah (UKM) batik Lasem
berbasis sumber daya baik pengaruh langsung (direct effect) maupun tidak
langsung (indirect effect) dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini.
56
Tabel 4.6. Hasil Pengujian Hipotesis
Koefisien
P-Value
Kesimpulan
Direct Effect
HumanCap --> CompAdv
0,118
0,156
H1 ditolak
StrucCap ---> CompAdv
0,175
0,050**
H2 diterima
RelatCap --> CompAdv
0,242
0,038**
H3 diterima
CustCap --> CompAdv
0,514
0,001***
H4 diterima
HumanCap --> Kinerja
0,110
0,313
H5 ditolak
StrucCap --> Kinerja
0,263
0,039**
H6 diterima
RelatCap --> Kinerja
0,629
0,019**
H7 diterima
CustCap --> Kinerja
0,324
0,031**
H8 diterima
CompAdv --> Kinerja
0,361
0,001***
H9 diterima
Indirect Effect
HumanCap --> CompAdv --> Kinerja
0,040
0,031**
H10 diterima
StrucCap --> CompAdv --> Kinerja
0,095
0,005***
H11 diterima
RelatCap --> CompAdv --> Kinerja
0,227
0,001***
H12 diterima
CustCap --> CompAdv --> Kinerja
0,117
0,073*
H13 diterima
Keterangan: *,**, *** signifikan pada α10%, 5%, dan 1%
Sumber: Data Primer, Diolah (2021)
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada Tabel 4.6 menunjukkan
bahwa hipotesis 2, hipotesis 3, hipotesis 4 diterima, artinya structural capital,
relation capital dan customer capital berpengaruh positif signifikan terhadap
keunggulan bersaing. Sebaliknya hipotesis 1 ditolak, karena nilai p value >
0,10, artinya human capital berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
keunggulan bersaing atau pengaruh dari human capital terhadap keunggulan
bersaing sangat kecil dan bisa dikatakan tidak ada pengaruhnya.
Lalu untuk hipotesis 6, hipotesis 7, hipotesis 8 dan hipotesis 9
diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa structural capital, relation
capital dan customer capital berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
UKM batik Lasem, artinya ada efek langsung structural capital, relation capital
dan customer capital terhadap kinerja UKM batik tulis Lasem. Namun untuk
hipotesis 5 ditolak karena nilai p value > 0,10, sehingga dapat disimpulkan
57
bahwa human capital berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja
UKM batik tulis Lasem.
Hasil pengujian secara tidak langsung atau melalui mediasi variabel
keunggulan kompetetif menunjukkan bahwa keunggulan bersaing dapat
memediasi pengaruh variabel human capital, structural capital, relation
capital dan customer capital terhadap kinerja UKM batik tulis Lasem. Hal
tersebut bisa dilihat dari nilai P-value yang semuanya signifikan (structural
capital, relation capital signifikan pada 1%, human capital pada 5% dan
customer capital pada 10%). Untuk mengetahui seberapa besar efek mediasi
dari keungglan kompetitif, maka digunakan VAF (Variance Accounted For)
Hair et al (76), dengan rumus sebagai berikut.
   
  ......................................(3)
Dari rumus tersebut maka bisa dicari nilai VAF dari efek mediasi
keunggulan kompetitif dalam memediasi pengaruh human capital, structural
capital, relation capital dan customer capital terhadap kinerja sebagaimana
Tabel 4.7 berikut. Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 4.7 di bawah, maka
bisa disimpulkan bahwa terdapat mediasi parsial.
Tabel 4.7. Besarnya Pengaruh Indirect Effect Variabel Mediasi
a
b
c
VAF
HumanCap --> CompAdv --> Kinerja
0,118
0,361
0,110
27,915
StrucCap --> CompAdv --> Kinerja
0,175
0,361
0,263
19,368
RelatCap --> CompAdv --> Kinerja
0,242
0,361
0,629
12,195
CustCap --> CompAdv --> Kinerja
0,514
0,361
0,324
36,415
Sumber: Data Primer, Diolah (2021)
Adapun gambar full model pada penelitian ini bisa dilihat pada
Gambar 4.1. berikut.
58
Gambar 4.1. Jalur Full Model
Sumber: Data Primer, Diolah (2021)
Pembahasan
Dampak Human Capital terhadap Competitive Advantage
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa human capital
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap competitive advantage
(keunggulan kompetitif) UKM Batik Tulis Lasem, artinya human capital pada
UKM Batik Tulis Lasem belum secara optimal menjadi keunggulan kompetitif
Batik Tulis Lasem. Pengaruh human capital yang tidak signifikan terhadap
competitive advantage ini kemungkinan disebabkan oleh kemampuan
sumberdaya manusia batik Tulis Lasem yang kurang adaptif pada masa
pandemi Covid-19 sekarang. Sebagian besar UKM Batik Tulis Lasem kurang
kreatif dalam mempromosikan dan menjual produknya. Pemasaran produk
cenderung menggunakan cara-cara konvensional seperti menjual pada acara
pameran dan menunggu pembeli datang ke rumah atau showroom yang ada.
Adanya aturan pembatasan-pembatasan dari pemerintah berdampak pada
penurunan penjualan produk batik tulis. Seharusnya pada masa pandemi
59
covid-19 saat ini, UKM Batik Tulis Lasem harus lebih kreatif dan aktif dengan
pemasaran secara digital baik melalui media sosial, market place maupun
yang lain. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian (Nurlela, 2021)
yang menunjukkan bahwa ada kenaikan 10 kali lipat penjualan secara digital
di Indonesia selama pandemi covid-19 dan terdapat kenaikan 50% pelanggan
baru. Artinya, peluang pasar pada media sosial, market place dan penjualan
online lainnya sangat besar pada kondisi saat ini.
Dampak Structural Capital terhadap Competitive Advantage
Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa structural capital berpengaruh
positif signifikan terhadap competitive advantage UKM batik tulis Lasem.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Yaseen et al. (2016).
Structural capital menurut St‐Pierre and Audet (2011) dan Uwuigbe and
Uadiale (2011) merupakan pedoman formal dan tertulis yang berlaku bagi
tenaga kerja yang ada dalam suatu perusahaan dalam melakukan tugasnya,
sehingga tenaga kerja tersebut mengetahui tanggungjawab dan
wewenangnya dengan baik, termasuk berkomunikasi dengan pihak lain
secara internal. Suatu perusahaan yang memiliki infrastuktur, kebijakan, dan
prosedur yang baik, maka SDM yang ada dalam perusahaan akan mudah
dikembangkan secara maksimal dan akan berdampak pada competitive
advantage perusahaan. Artinya bahwa tenaga kerja pada UKM Batik Tulis
Lasem memiliki tanggungjawab dan komunikasi yang baik antar karyawan
sendiri maupun dengan pemilik. Hal tersebut terjadi karena biasanya
karyawan yang bekerja di UKM Batik Tulis Lasem masih tetangga sendiri.
Meskipun secara organisasi tidak ada strukturnya, tapi pada UKM Batik Tulis
60
bekerja sesuai dengan job descriptionnya, ada bagian membatik, mewarnai,
‘nglorot’, packaging dan lainnya.
Dampak Relational Capital terhadap Competitive Advantage
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan relational capital
berpengaruh positif signifikan terhadap competitive advantage. Relational
capital merupakan hubungan yang bisa dijalin oleh perusahaan dengan pihak
eksternal perusahaan, seperti pelanggan, pemasok, relasi, dan regulator
(Srivihok & Intrapairote, 2004). Relational capital dapat memberikan nilai
tambah bagi perusahaan ketika perusahaan mampu menjalin hubungan
dalam jangka panjang dengan pihak eksternal (Patricia, 2004). Menurut
Bozbura (2004) beberapa pihak yang bisa dijadikan relasi untuk oleh
perusahaan antara lain: pelanggan, pemasok, pesaing, pemerintah, instansi
terkait, dan masyarakat. Perusahaaan yang memiliki relasi baik dengan para
pelanggan dan stakeholders, maka akan bisa meningkatkan competitive
advantage, karena relasi yang baik tersebut akan memberikan nilai tambah
tersendiri bagi perushaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Yaseen et al. (2016) dan Kamukama and Sulait (2017) yang menunjukkan
bahwa relational capital berpengaruh positif signifikan terhadap competitive
advantage. UKM Batik Tulis Lasem selama ini mendapat perhatian oleh
Pemerintah Kabupaten Rembang dan menjadi salah satu produk unggulan di
Kabupaten Rembang karena keunikan dari batik tulis Lasem itu sendiri dan
mendapat binaan dari beberapa bank pemerintah seperti Bank BNI, Bank BRI
maupun Bank Mandiri. Bentuk perhatian dan binaan dari para stakeholders
tersebut seperti memfasilitasi untuk mengkuti pameran di kota-kota besar di
Indonesia maupun difasilitasi showroom batik di beberapa kampung batik.
Sehingga hal tersebut menambah jejaring UKM Batik Tulis Lasem.
61
Dampak Customer Capital terhadap Competitive Advantage
Hasil penelitian pada Tabel 4.6 di atas juga menunjukkan bahwa
customer capital berpengaruh positif signifikan terhadap competitive
advantage. Artinya, UKM batik tulis Lasem bisa memberikan pelayanan yang
terbaik kepada para pelanggannya selama ini. Ketika pelanggan diberikan
pelayanan yang terbaik, maka pelanggan akan menjadi loyal kepada produk
batik hasil UKM batik tulis Lasem. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
Kamukama and Sulait (2017) yang menunjukkan bahwa customer capital
berpengaruh positif signifikan terhadap competitive advantage. Customer
capital didefinisikan sebagai pemahaman perusahaan akan pelanggan,
termasuk permasalahan dan tantangannya, karena pelanggan merupakan
sumber pendapatan bagi perusahaan (Čater & Čater, 2009; Wensley et al.,
2011). Customer capital bagi UKM sangat penting, karena dengan UKM
berorientasi pada pelanggan dapat menciptakan nilai tambah bagi UKM dan
UKM bisa mendapatkan informasi yang penting dari pelanggan. Customer
capital terdiri dari kepuasan pelanggan, waktu yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah, lamanya hubungan yang terjadi, pelayanan yang
menambah nilai, dan loyalitas pelanggan (Bozbura, 2004; Khalique et al.,
2011). Memberikan kepuasan kepada pelanggan sangat penting bagi
perusahaan, karena pelanggan yang puas akan memberi efek domino
terhadap calon pelanggan serta menjadi promosi gratis dengan “getok tular”
atau “mouth to mouth” dari pelanggan yang puas.
Dampak Human Capital terhadap Kinerja Usaha
Hasil pengolahan data untuk hipotesis kelima membuktikan bahwa
human capital berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kinerja
62
usaha. Temuan ini tidak sejalan dengan (Schultz, 1961) dan (Skuras, Meccheri,
Moreira, Rosell, & Stathopoulou, 2005) namun mendukung riset (Wajdi & Isa,
2014), artinya bahwa aspek-aspek kualitatif seperti kemampuan,
ketrampilan, dan kecerdasan yang dimiliki pengusaha dan karyawan batik
Lasem selama ini tidak berdampak terhadap pencapaian hasil usaha pada
masa pandemi Covid-19. Hal ini tidak mengejutkan mengingat kondisi
pandemi termasuk kejadian luar biasa yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya. Oleh sebab itu diperlukan upaya dan strategi luar biasa pula
untuk mampu beradaptasi dan mengatasinya. Apabila mereka masih
menerapkan strategi yang sama dengan ketika kondisi normal maka besar
kemungkinan akan gagal mempertahankan usahanya. Retensi pengusaha dan
karyawan yang tinggi terhadap perubahan lingkungan eksternal akan
menghambat kinerja usaha. Selain itu program pengembangan karyawan dan
pengusaha UKM juga perlu dimuthakirkan dengan kebutuhan di masa
pandemi, sehingga terjadi ekskalasi kapabilitas dan kompetensi SDM nya.
Dampak Structural Capital terhadap Kinerja Usaha
Pengujian hipotesis keenam membuktikan bahwa efek positif
signifikan dari structural capital terhadap kinerja usaha. Artinya bahwa
penguasaan sarana prasarana atau infrastuktur pendukung usaha batik
diperlukan untuk pencapaian hasil usaha selama pandemi ini, misalnya
penguasaan teknologi informasi, inovasi, pengelolaan manajemen usaha dan
informasi perubahan pasar (Wajdi et al., 2019). Dalam usaha batik, jiwa
proaktif, kreatifitas dan inovasi diperlukan untuk menguasai dan mengelola
infrastruktur yang terkait dengan usahanya (misalnya: pengelolaan bisnis dan
keuangan yang handal, ketersediaan karyawan, teknologi, peralatan produksi
63
yang lengkap, dan dalam kondisi baik, workshop untuk mendisplai batik),
sehingga mampu menangkap peluang pasar. Jangkauan pasar yang lebih luas
dan produk yang unik dan bermutu akan berpotensi meningkatkan omzet
usaha serta kepuasan pelanggan.
Dampak Relational Capital terhadap Kinerja Usaha
Studi dalam buku ini juga membuktikan bahwa relational capital
berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja usaha batik Lasem. Berhasil
tidaknya suatu entitas bisnis tidak terlepas dari hubungan antar pihak yang
terkait (pemangku kepentingan), baik yang berelasi langsung maupun tidak
langsung. Jalinan kerjasama tersebut memungkinkan pengusaha memeroleh
manfaat untuk usahanya, misalnya: dukungan masyarakat, kemitraan dengan
dinas terkait dan dunia pendidikan, bantuan finansial dan nonfinansial dari
pemerintah, persaingan sehat antar sesama pengusaha, pemenuhan sumber
daya berkualitas dari pemasok, serta kepercayaan dari pelanggan. Dalam hal
ini, ada ketergantungan dan simbiosis mutualisme antar pihak yang berelasi
(Corvino et al., 2019), artinya pencapaian kinerja usaha yang unggul
dipengaruhi oleh lingkungan sosial maupun ekonomi. Data empiris
mendukung penjelasan ini, bahwa tingkat relasi pengusaha batik Lasem
dengan pelanggan, pemasok, pesaing, pemerintah, institusi terkait dan
masyarakat termasuk kategori tinggi.
Dampak Customer Capital terhadap Kinerja Usaha
Dalam buku ini, kinerja usaha terbukti dipengaruhi oleh customer
capital secara positif signifikan. Apabila produk yang dihasilkan perusahaan
mampu memenuhi kebutuhan pasar, maka value proposition yang
64
ditawarkan tepat sasaran. Efek jangka panjangnya akan berpotensi
menimbulkan kepuasan, pembelian ulang, dan loyalitas pelanggan (Novel,
Nuringwahyu, & Zunaida, 2021). Proses bisnis tersebut akan berkontribusi
positif secara ekonomis (profit) maupun non ekonomis bagi suatu usaha
(reputasi/citra diri, jejaring kerjasama bisnis) (Sari, 2020; Zuliyati et al., 2017).
Dampak Keunggulan Kompetitif terhadap Kinerja Usaha
Studi dalam buku ini menemukan bahwa competitive advantage
mampu meningkatkan kinerja usaha. Kekhasan produk batik Lasem menjadi
competitive advantage tersendiri, yang dapat membawa keuntungan dalam
jangka panjang. Batik Lasem memiliki keunikan corak yang berbeda dengan
batik daerah lain. Kekhasan ini juga diperkuat oleh proses pembuatan batik
Lasem yang membuatnya lebih berkualitas. Keistimewaan yang sulit ditiru ini
mampu memberi kontribusi positif bagi usaha (Eloranta & Turunen, 2015).
Pada gilirannya, keunggulan kompetitif yang dimiliki suatu perusahaan
menjadi penggerak bagi usaha dalam menghadapi berbagai tantangan dan
mempertahankan kinerjanya. Pengusaha batik Lasem yang sudah
menjalankan usahanya dalam jangka waktu lama tentu memiliki kekuatan
dalam hal akses informasi, relasi, pemasaran, serta pilihan strategi. Kekuatan
tersebut akan menjadi salah satu modal bagi usaha batik Lasem untuk dapat
beradaptasi ditengah kesulitan. Dengan demikian keunggulan kompetitif
yang dimiliki pengusaha terbuktu mampu meningkatkan kinerja usaha
(Correia et al., 2020).
65
Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Pengaruh Human Capital terhadap
Kinerja Usaha
Studi ini membuktikan bahwa competitive advantage mampu
memediasi pengaruh human capital terhadap kinerja usaha. Para pelaku
usaha Batik Lasem telah terlibat dalam bisnisnya dalam waktu yang lama.
Selain itu, batik Lasem yang merupakan kekhasan budaya di Lasem
menjadikannya sebagai salah kekuatan yang melekat pada pengusaha batik.
Kombinasi kuatnya kapasitas para pengusaha dengan keunggulan kompetitif
ini menjadik penguatan kinerja usahanya Kamukama et al. (2017). Batik
Lasem yang suda menjadi bagian budaya masyarakat lokal dalam kurun waktu
yang panjang membuat pengusahaan batik menjadi tacit knowledge para
pengusaha. Hal ini tentu saja dapat dimanfaatkan untuk memperkuat
keunggulan kompetitif usahanya (Hamadamin & Atan, 2019). Adanya tacit
knowledge ini akan membuat pengusaha batik Lasem lebih mampu dalam
mengelola usahanya. Dengan demikian timbul bukti bahwa human capital
usaha batik Lasem mampu meningkatkan kinerja usaha karena mampu
membentuk keunggulan kompetitif.
Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Pengaruh Structural Capital terhadap
Kinerja Usaha
Studi dalam buku ini membuktikan bahwa keunggulan kompetitif
memediasi pengaruh structural capital terhadap kinerja usaha. Keberadaan
structural capital pada usaha batik Lasem mampu menstimulasi karyawan
maupun anggota organisasi lainnya untuk bekerja sebaik mungkin. Secara
khusus, structural capital mampu memfasilitasi adanya transfer pengetahuan
antar anggota organisasi, sehingga mampu memperkuat kemampuan usaha
dalam menghadapi tantangan bisnis. Selain itu, adanya transfer pengetahuan
66
yang efektif ini akan memampukan perusahaan untuk memperoleh
pengetahuan dan kapabilitas dari para anggota organisasi, sehingga usaha
memperoleh informasi yang relevan bagi perkembangan lingkungan bisnis
terkini (L. M. Gogan et al., 2015). Bagi bisnis batik Lasem yang telah menjadi
tacit knowledge bagi pengusahanya, juga dapat dimanfaatkan secara efektif
dengan adanya structural capital. Hal ini akan membawa keunggulan usaha
batik Lasem dibanding usaha lainnya (Abdirahman & Tarique, 2020) Dengan
demikian terbukti bahwa structural capital mampu memperkuat kinerja
usaha melalui perannya dalam membentuk keunggulan kompetitif.
Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Pengaruh Relational Capital terhadap
Kinerja Usaha
Studi ini membuktikan bahwa keunggulan kompetitif mampu
memediasi hubungan antara relational capital terhadap kinerja usaha. Usha
batik Lasem yang sudah menjadi bagian dari budaya sejak lama tentunya
telah menimbulkan terjalinnya relasi para pengusaha dengan berbagai
pemangku kepentingan, seperti pemasok, konsumen, pemerintah, maupun
pendana. Hal ini tentu menjadi relational capital memiliki yang kuat bagi
pengusaha batik Lasem. Relational capital yang dimiliki para pengusaha ini
terbukti mampu menghubungkan usahanya dengan berbagai pemangku
kepentingan, sehingga pengusaha dapat memanfaatkan informasi maupun
sumberdaya yang ada untuk menguatkan keunggulan yang sudah terbangun
(M.-L. Gogan et al., 2014). Terjalinnya relasi yang baik dengan konsumen
selama ini telah menimbulkan loyalitas serta penguatan pemasaran berbasis
word of mouth. Hubungan dengan pemerintah selama ini juga telah
memampukan usaha batik Lasem untuk memanfaatkan fasilitas maupun
akses sumber daya lainnya, sehingga terbentuklah keunggulan kompetitif.
67
Keunggulan kompetitif yang diperoleh usaha batik Lasem karena relasi nya
dengan berbagai pihak, terbuktu dapat mendukung usaha untuk
meningkatkan kinerjanya.
68
Mediasi Keunggulan Kompetitif dalam Pengaruh Customer Capital terhadap
Kinerja Usaha
Studi ini membuktikan bahwa keunggulan kompetitif dapat
memediasi hubungan antara customer capital terhadap kinerja usaha.
Pengusaha batik Lasem yang telah menjalankan usahanya sejak lama,
tentunya memiliki kemampuan yang baik dalam menangani pelanggan. Hal
ini mejadi customer capital yang dimiliki oleh pengusaha. Kemampuan ini
telah menjadi salah satu kunci dalam upaya memuaskan pelanggan.
Dimilikinya kemampuan para pengusaha batik Lasem dalam memahami
harapan dan kebutuhan pelanggan ini menguatkan keunggulan kompetitif
usaha (Darmawan et al., 2018). Adanya Customer Relationship Management
(CRM) yang baik telah membawa manfaat untuk penguatan keunggulan
kompetitif usaha (Alqershi et al., 2020).
69
PENUTUP
Kesimpulan
Merujuk pada hasil penelitian sebagaimana telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Human capital memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan
terhadap keunggulan kompetitif, artinya bahwa modal sumberdya
manusia yang ada pada batik tulis Lasem tidak signifikan mempengaruhi
keunggulan bersaing. Mungkin karena para pembatik di UMKM batik tulis
Lasem sebagian besar adalah wanita yang sudah berusia lanjut, sehingga
perlu adanya regenerasi. Selain itu, perlu ada inovasi dan kreativitas dari
pengusaha batik Lasem dalam membuat motif-motif baru sehingga lebih
banyak variasinya dan menarik bagi konsumen. Yang tidak kalah
pentingnya adalah para pelaku UMKM batik tulis Lasem harus bisa
beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis, terutama dalam hal
pemanfaatan teknologi informasi, karena berasarkan survei para pelaku
usaha batik tulis Lasem yang tidak produksi lagi selama masa pandemi
covid-19 belum menggunakan teknologi digital untuk memasarkan
produk dan bersaing dengan yng lain.
2. Structural capital berpengaruh positif signifikan terhadap keunggulan
kompetitif, artinya bahwa secara struktural, UMKM batik tulis Lasem
mampu membagi tugas dan kewenangan dengan baik. Pelaku UMKM
batik tulis Lasem, bisa membuat job description kepada karyawannya
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga bisa meningkatkan
keunggulan bersaing.
3. Relationship capital berpengaruh positif signifikan terhadap keunggulan
kompetitif, berarti modal relasi atau hubungan atau jaringan yang dimiliki
70
oleh pelaku UMKM batik tulis Lasem penting untuk meningkatkan
keunggulan bersaing. Para pelaku usaha batik tulis Lasem selama ini
memiliki hubungan yang baik dengan dinas atau instansi Pemkab
Rembang dan banyak fasilitasi yang diberikan untuk mendukung
berkembangnya batik tulis Lasem, salah satunya adalah dengan
dibentuknya klaster UMKM batik agar mudah untuk dikoordinir oleh
Pemkab Rembang.
4. Customer capital berpengaruh positif signifikan terhadap keunggulan
kompetitif, artinya bahwa UMKM batik tulis Lasem mampu mengambil
hati konsumennya untuk menjadi pelanggan. Pelaku usaha batik lasem
sudah memahami betul bahwa kepuasan pelanggan adalah faktor utama
dalam berbisnis. Adanya kesadaran bahwa kepuasan pelanggan adalah
hal yang sangat penting bagi keberhasilan UMKM batik Lasem menjual
produknya akan bisa meningktkan keunggulan bersaing batik tulis Lasem.
5. Bahwa modal sumberdaya manusia batik Lasem berpengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hasil ini sama
seperti pada poin 1 di atas, artinya memang sudah waktunya bagi pelaku
usaha batik Lasem untuk lebih kreatif dan inovatif serta memutakhirkan
pengetahuan dan kemampuannya terutama dalam pemanfaatan
teknologi digital agar kinerja usahanya bisa meningkat.
6. Modal struktural memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap
kinerja usaha UMKM batik Lasem. Adanya pembagian tugas yang jelas
dari pemilik UMKM batik Lasem pada karyawannya berdasarkan
kemampuan yang dimiliki orang karyawan sangat membantu dalam
meningkatkan kinerja UMKM batik Lasem. Misalnya membagi kerja
untuk yang menggambar, membatik, mewarnai dan nglorot sudah jelas
71
dan bisa dilakukan oleh karyawan yang ditunjuk yang sebelumnya diberi
latihan terlebih dulu.
7. Modal relasi atau hubungan berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja UMKM batik Lasem. Hubungan yang baik para pelaku usaha
UMKM batik Lasem dengan dinas/instansi di Pemkab Rembang dan
instansi terkait lainnya sangat membantu UMKM batik Lasem untuk
meningkatkan kinerja usahanya. Dari awal dibentuknya klaster batik tulis
Lasem pada tahun 2004 sebagai salah satu usaha unggulan di Kabupaten
Rembang menambah semangat para pelaku usaha batik Lasem untuk
berkembang dan maju. Fasilitasi yang diberikan oleh Pemkab Rembang
dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan pelatihan-pelatihan serta
mengikutsertakan pada pameran terutama di kota besar seperti ke
Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta dan bahkan ada yang sampai
luar Jawa membuat batik Lasem semakin bangkit dan terkenal.
8. Modal dengan pelanggan juga berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja usaha batik Lasem. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM batik
Lasem sudah sangat paham bagaimana harus bersikap dan
memperlakukan para pelanggan supaya bisa menjadi pelanggan yang
setia. Biasanya pelanggan yang sudah pernah membeli produk batik dari
salah satu UMKM, maka besuknya akan kembali lagi pada UMKM
tersebut. Artinya pelanggannya sudah menjadi loyal pada batik merek
UMKM tersebut.
9. Keunggulan bersaing berpengaruh terhadap kinerja usaha UMKM batik
Lasem. Keunggulan bersaing dalam hal ini berdasarkan pada resource
base view, yaitu pada keunikan dan kelangkaan dari sumberdaya yang
ada di UMKM batik Lasem, dimana batik tulis Lasem sendiri memiliki ciri
khas pada motif dan warnanya. Motif yang paling dikenal pada batik tulis
72
Lasem adalah tiga negeri yang memiliki nilai jual tinggi. Untuk warna khas
dari batik Lasem adalah warna merah darah ayam. Dari keunikan dan
kelangkaan batik Lasem tersebut merupakan keunggulan bersaing dari
batik Lasem untuk mendongkrak kinerja usahanya.
10. Berbeda dengan pengujian secara langsung pengaruh human capital
terhadap keunggulan bersaing dan kinerja, secara tidak langsung human
capital berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja melalui
keunggulan bersaing. Artinya keunggulan kompetitif berperan sangat
penting dalam memediasi pengaruh human capital terhadap kinerja,
yang tadinya tidak signifikan menjadi signifikan.
11. Begitu juga keunggulan bersaing juga mampu memediasi pengaruh
structural capital, relational capital dan customer capital terhadap
kinerja usaha UMKM batik Lasem. Hal ini berarti bahwa keungguulan
bersaing yang dimiliki oleh UMKM batik Lasem antara lain dari ciri khas
motif dan warna yang klasik harus dipertahankan, sambil membuat motif
lain yang lebih menarik dan kekinian yang bisa dijadikan sebagai
keunggulan kompetitif seperti dengan pewarna alam.
Implikasi Manajerial
Implikasi manajerial dari penelitian ini adalah variabel yang paling
berpengaruh terhadap keunggulan bersaing adalah modal pelanggan
(customer capital). Dari hasil tersebut berarti bahwa pemilik UMKM batik
Lasem jika ingin meningkatkan keunggulan bersaingnya harus mampu
membuat pelanggannya menjadi puas dan loyal secara berkelanjutan, baik
dari produk batik yang dijual maupun dari pelayanan yang diberikan. UMKM
batik Lasem perlu mempertahankan motif dan warna khas yang klasik dan
73
selalu inovasi dalam pengembangan motif agar menarik bagi generasi
milenial. Harapannya dengan pelanggan menjadi puas dan loyal, maka
kemungkinan besar akan ada efek promosi gratis secara “getok tular” (mouth
to mouth) sehingga UMKM batik Lasem semakin dikenal dan berkembang.
Relation capital adalah variabel yang paling penting dibagi UMKM batik
Lasem dalam meningkatkan, baik secara langsung maupun tidak langsung
karena memiliki nilai koefisien yang paling tinggi. Implikasinya bagi pemilik
UMKM batik Lasem adalah pelaku UMKM batik Lasem harus memperhatikan:
1) indikator pelanggan yaitu: menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan
dan merespon dengan baik masukan dan komplain dari pelanggan;
2) indikator pemasok, yaitu: menjalin hubungan yang baik dengan pemasok
dan memberikan pelyanna yang memuaskan kepada pemasok; 3) indikator
pesaing, yaitu: pesaing dari klaster batik Lasem, harga yang ditawarkan oleh
pesaing dan harga dari pesaing yang lebih murah; 4) indikator pemerinntah,
yaitu perhatian dari pemerintah; 5) indikator institusi terkait, yaitu Forum for
Economic Development and Employment Promotion (FEDEP) dan perbankan;
dan 6) indikator masyarakat, yaitu: dukungan adanya kampoeng batik,
dukungan batik Lasem semakin berkembang dan berkompetisi, kebanggan
memakai batik Lasem, menyerap tenaga kerja dan tidak ingin ada limbah
produksi batik. Dari indikator dan item-item modal relasional tersebut betul-
betul harus dijalankan dan ditingkatkan oleh UMKM batik Lasem jika ingin
kinerjanya terus meningkat.
74
75
REFERENSI
Abdirahman, M., & Tarique, R. (2020). Impact of structural capital and innovation
capability on firm performance,(Case study of Pharma industry in Karachi-
Pakistan). The Strategic Journal of Business Change Management, 7(1), 736-
748.
Abhayawansa, S., & Abeysekera, I. (2008). An explanation of human capital
disclosure from the resource‐based perspective. Journal of Human Resource
Costing & Accounting.
Alliyah, S., & Hidayat, R. (2014). Peningkatan Kinerja UKM dengan
Mengimplementasikan Informasi Akuntansi Manajemen yang Didukung
oleh Informasi Antar Unit. Fokus Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ekonomi, 9(2).
Alliyah, S., & Hidayat, R. (2015). Pengaruh Intensitas Kompetisi Pasar terhadap
Kinerja Manajer UKM melalui Informasi Sistem Akuntansi Manajemen. E-
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Alqershi, N., Ismail, A. I., Abualrejal, H., & Salahudin, S. N. (2020). Competitive
Advantage Achievement through Customer Relationship Management
Dimensions. The Journal of Distribution Science, 18(11), 61-67.
doi:https://doi.org/10.15722/JDS.18.11.202011.61
Alvarez, S. A., & Barney, J. B. (2002). Resource‐based theory and the entrepreneurial
firm. In Michael A. Hitt, R. D. Ireland, S. M. Camp, & D. L. Sexton (Eds.),
Strategic entrepreneurship: Creating a new mindset (Vol. First Edition, pp.
89-105). USA: Blackwell Publishing Ltd.
Alvarez, S. A., & Barney, J. B. (2010). Entrepreneurship and epistemology: The
philosophical underpinnings of the study of entrepreneurial opportunities.
Academy of Management annals, 4(1), 557-583.
Alvarez, S. A., & Busenitz, L. W. (2001). The entrepreneurship of resource-based
theory. Journal of Management, 27(6), 755-775.
Anggraini, F., Ilhamda, T., & Nurhuda, N. (2020). Peranan intellectual capital dan
orientasi kewirausahaan pada usaha kecil dan menengah. Jurnal Benefita,
5(2), 238-251.
Barclay, D., Higgins, C., & Thompson, R. (1995). The partial least squares (PLS)
approach to casual modeling: personal computer adoption ans use as an
Illustration.
Barney, J. (1991). Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of
Management, 17(1), 99-120.
Barney, J. B., & Arikan, A. M. (2001). The resource-based view: Origins and
implications. Handbook of strategic management, 124188.
Bozbura, F. T. (2004). Measurement and application of intellectual capital in Turkey.
The learning organization.
76
Brown, T. E., Davidsson, P., & Wiklund, J. (2001). An operationalization of
Stevenson's conceptualization of entrepreneurship as opportunity‐based
firm behavior. Strategic Management Journal, 22(10), 953-968.
Carmeli, A., & Tishler, A. (2004). Resources, capabilities, and the performance of
industrial firms: A multivariate analysis. Managerial and decision economics,
25(6‐7), 299-315.
Čater, T., & Čater, B. (2009). (In) tangible resources as antecedents of a company's
competitive advantage and performance. Journal for East European
Management Studies, 186-209.
Correia, R. J., Dias, J. G., & Teixeira, M. S. (2020). Dynamic capabilities and
competitive advantages as mediator variables between market orientation
and business performance. Journal of Strategy Management, 14(2), 187-
206. doi:https://doi.org/10.1108/JSMA-12-2019-0223
Corvino, A., Caputo, F., Pironti, M., Doni, F., & Martini, S. B. (2019). The moderating
effect of firm size on relational capital and firm performance: evidence from
Europe. Journal of Intellectual Capital, 20(4), 510-532. doi:10.1108/JIC-03-
2019-0044
Darmawan, D., Mardikaningsih, R., & Hadi, S. (2018). The effect of service quality,
customer satisfaction and corporate image on customer loyalty in the
banking sector in Indonesia. IOSR Journal of Business and Management,
VI(11), 46-51. doi:DOI: 10.9790/487X-1911064651
Delery, J. E., & Roumpi, D. (2017). Strategic human resource management, human
capital and competitive advantage: is the field going in circles? Human
Resource Management Journal, 27(1), 1-21.
Djamhari, C. (2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sentra UKM
menjadi klaster dinamis. (S2), Universitas Diponegoro Semarang, Tidak
dipublikasikan. (3)
do Rosário Cabrita, M., & Vaz, J. L. (2005). Intellectual capital and value creation:
Evidence from the por-tuguese banking industry. Electronic Journal of
Knowledge Management, 4(1), 11-20.
Drucker, P. F. (1985). Innovation and the Entrepreneur. In: New York, Harper and
Row Publishers Inc.
Durst, S. (2011). Small and medium-sized enterprises’ succession process: Do
intangible assets matter& A study conducted in Germany. The European
Chair on Intellectual Capital Management, Working Paper Series(2011-1B),
1-23.
Eckhardt, J. T., & Shane, S. A. (2003). Opportunities and entrepreneurship. Journal
of Management, 29(3), 333-349.
Eloranta, V., & Turunen, T. (2015). Seeking competitive advantage with service
infusion: a systematic literature review. Journal of Service Management,
26(3), 394-425. doi:https://doi.org/10.1108/JOSM-12-2013-0359
77
Ferreira, J. J., Azevedo, S. G., & Ortiz, R. F. (2011). Contribution of resource-based
view and entrepreneurial orientation on small firm growth. Cuadernos de
Gestión, 11(1), 95-116.
Fornell, C., & Larcker, D. F. (1981). Structural equation models with unobservable
variables and measurement error: Algebra and statistics. In: Sage
Publications Sage CA: Los Angeles, CA.
Ghozali, I. (2020). Partial Least Squares: Konsep, Metode dan Aplikasi Menggunakan
Program WarpPLS 7.0 (Third Edition ed.). Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Gogan, L. M., Duran, D. C., & Draghici, A. (2015). Structural capital-A proposed
measurement model. Procedia economics finance, 23, 1139-1146.
Gogan, M.-L., Duran, D. C., & Draghici, A. (2014). The impact of relational capital on
competitiveness of the organization. Network Intelligence Studies(4), 233-
240.
Grant, R. M. (1991). The resource-based theory of competitive advantage:
implications for strategy formulation. California management review, 33(3),
114-135.
Hair, J., J.F., R.E Anderson, R.L. Tatham dan William C. Black (2018). Mulivariate Data
Analysis With Readings (7th Edition ed.). New Jersey: Prentice Hall,
Englewood Cliffs.
Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2011). PLS-SEM: Indeed a silver bullet.
Journal of Marketing theory and Practice, 19(2), 139-152.
Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2013). Partial least squares structural
equation modeling: Rigorous applications, better results and higher
acceptance. Long range planning, 46(1-2), 1-12.
Hamadamin, H. H., & Atan, T. (2019). The impact of strategic human resource
management practices on competitive advantage sustainability: The
mediation of human capital development and employee commitment.
Sustainability, 11(20), 1-19. doi:https://doi.org/10.3390/su11205782
Hamel, G., & Prahalad, C. K. (1990). The core competence of the corporation.
Harvard business review, 68(3), 79-91.
Hidayat, R., & Alliyah, S. (2013). Pengembangan Sistem Pengambilan Keputusan
Yang Berkualitas Bagi UKM Melalui Penerapan Sistem Akuntansi
Manajemen Berbasis Teknologi Informasi. Fokus Ekonomi: Jurnal Ilmiah
Ekonomi, 8(2).
Hidayat, R., & Dewi, N. G. (2020). IMPLEMENTATION OF INFORMATION
TECHNOLOGY IN MEDIATING INVESTMENT RELATIONSHIP WITH COFFEE
SME’S PERFORMANCE: BEFORE AND DURING THE COVID-19 PANDEMIC.
INTERNATIONAL JOURNAL ECONOMIC AND BUSINESS APPLIED, 1(2), 147-
155.
Hisrich, R. D., & Peter, M. P. (1992). Entrepreneurship. Starting, Developing, and
Managing a New Enterprise. Boston: Richard D. Irwin, Inc.
78
Hulland, J. (1999). Use of partial least squares (PLS) in strategic management
research: A review of four recent studies. Strategic management journal,
20(2), 195-204.
Ismail, A. I., Rose, R. C., Uli, J., & Abdullah, H. (2012). THE RELATIONSHIP BETWEEN
ORGANISATIONAL RESOURCES, CAPABILITIES, SYSTEMS AND COMPETITIVE
ADVANTAGE. Asian academy of management Journal, 17(1).
Jardon, C. M., & Martos, M. S. (2012). Intellectual capital as competitive advantage
in emerging clusters in Latin America. Journal of intellectual capital.
Kamukama, N., Kyomuhangi, D. S., Akisimire, R., & Orobia, L. A. (2017). Competitive
advantage: Mediator of managerial competence and financial performance
of commercial banks in Uganda. African Journal of Economic Management
Studies, 8(2), 221-234. doi:https://doi.org/10.1108/AJEMS-10-2016-0142
Kamukama, N., & Sulait, T. (2017). Intellectual capital and competitive advantage in
Uganda’s microfinance industry. African Journal of Economic and
Management Studies.
Keskin, H., Şentürk, H. A., Tatoglu, E., Gölgeci, I., Kalaycioglu, O., & Etlioglu, H. T.
(2021). The simultaneous effect of firm capabilities and competitive
strategies on export performance: the role of competitive advantages and
competitive intensity. International Marketing Review.
doi:https://doi.org/10.1108/IMR-09-2019-0227
Khalique, M., Nassir Shaari, J. A., Isa, A. H. B. M., & Ageel, A. (2011). Role of
intellectual capital on the organizational performance of electrical and
electronic SMEs in Pakistan. International Journal of Business and
Management, 6(9).
Leibenstein, H. (1968). Entrepreneurship and development. The American Economic
Review, 58(2), 72-83.
Maharani, D. S., & Rita, M. R. (2020). Literasi Keuangan dan Pertumbuhan UMKM:
Peran Mediasi Manajemen Kas. Jurnal Ekonomi Bisnis, 19(1), 11-20.
Maulany, N. N., & Masruroh, N. N. (2017). Kebangkitan industri batik Lasem di awal
abad XXI. Patrawidya, 18(1), 1-12.
McClelland, D. C. (1961). The Achieving Society. In. Princeton, N.J.: Van Nostrand.
Mulyono, F. (2013). Sumber Daya Perusahaan dalam Teori Resource-based View.
Jurnal Administrasi Bisnis, 9(1).
Ngah, R., & Ibrahim, A. R. (2012). The relationship of intellectual capital, innovation
and organizational performance: a preliminary study in Malaysian SMEs.
Advances in Global Business Research.
Novel, S. M. P. B., Nuringwahyu, S., & Zunaida, D. (2021). Pengaruh Value
Proposition terhadap Customer Satisfaction dan Customer Loyalty (Studi
Pada Mi Fans di Malang). JIAGABI, 10(2), 1-11.
Nunnally, J. a. B., C. (2007). IH (1994). Psychometric theory. New York [ua].
Nurhajarini, D. R., & Purwaningsih, E. (2015). Akulturasi lintas zaman di lasem:
perspektif sejarah dan budaya (kurun niaga-sekarang): Fibiona.
79
Nurlela, N. (2021). E-Commerce, Solusi di Tengah Pandemi COVID-19. Jurnal Simki
Economic, 4(1), 47-56.
Patricia, O. d. P. (2004). Measuring and reporting structural capital. Lessons from
European learning firms. Journal of intellectual capital, 5(4), 629-647.
Penrose, E. T. (1959). The theory of the growth of the firm. New York: Sharpe.
Porter, M. (1998). E.,(1998). Clusters and the new economics of competition.
Harvard business review, 17.
Porter, M. E. (1998). Clusters and the new economics of competition (Vol. 76):
Harvard Business Review Boston.
Powers, T. L., & Hahn, W. (2004). Critical competitive methods, generic strategies,
and firm performance. International Journal of Bank Marketing.
Radomska, J., Wołczek, P., & Szpulak, A. (2020). Injecting courage into strategy: the
perspective of competitive advantage. European Business Review, 33(3),
505-534. doi:https://doi.org/10.1108/EBR-12-2019-0306
Rita, M. R. (2019a). Financial bootstrapping: external financing dependency
alternatives for SMEs. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 22(1), 83-100.
Rita, M. R. (2019). Peran Strategi Bisnis dan Internasionalisasi UKM dalam
Peningkatan Kinerja Usaha. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM.
Rita, M. R. (2019b). Potret Pendanaan UMKM Berdasarkan Siklus Hidup Usaha.
Jurnal Ilmiah Bidang Ekonomi Bisnis dan Perbankan (EBBANK), 9(2), 27-34.
Rita, M. R. (2019c). Siklus Hidup Usaha dan Pola Pendanaan UKM. Jurnal Visi
Manajemen, 4(1), 390-400.
Rita, M. R., & Huruta, A. D. (2020). Financing Access and SME Performance: A Case
Study from Batik SME in Indonesia. International Journal of Innovation,
Creativity and Change, 12(12), 203-224.
Rita, M. R., & Thren, A. T. (2019). A three-dimensional model of MSME performance:
an agenda for further research. BISMA, 12(1), 1-14.
doi:10.26740/bisma.v12n1.p1-14
Rita, M. R., & Utomo, M. N. (2019). An entrepreneurial finance study: MSME
performance based on entrepreneurial and financial dimensions. Jurnal
Keuangan dan Perbankan, 23(2), 217-234.
Rita, M. R., & Wahyudi, S. (2019). Entrepreneurial finance: financing antecedents
and SMEs performance. Journal of Economics, Business, Accountancy
Ventura, 21(3), 303-313.
Roelandt, T. J., & Den Hertog, P. (1998). 1SUMMARY REPORT OF THE FOCUS GROUP
ON CLUSTERS.
Rotter, J. B. (1966). Generalized expectancies for internal versus external control of
reinforcement. Psychological monographs: General and applied, 80(1), 1-
28.
Sari, N. P. (2020). Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Bisnis Pada Ukm Di
Kabupaten Sidoarjo (Studi Empiris pada UKM di Bidang Industri). Jurnal
Akuntansi Unesa, 8(3), 1-8.
80
Schultz, T. W. (1961). Investment in human capital. The American Economic Review,
51(1), 1-17.
Schumpeter, J. A. (1934). The theory of economic development: An inquiry into
profits, capital, credit, interest, and the business cycle (Vol. 55). Oxford,
England: Oxford University Press.
Skuras, D., Meccheri, N., Moreira, M. B., Rosell, J., & Stathopoulou, S. (2005).
Entrepreneurial human capital accumulation and the growth of rural
businesses: a four-country survey in mountainous and lagging areas of the
European union. Journal of Rural Studies, 21(1), 67-79.
Srivihok, A., & Intrapairote, A. (2004). Measuring intellectual capital: Web sites
analysis of Thai SMEs. Paper presented at the Proceeding of the Fifth
European Conference on Organizational Knowledge, Learning, and
Capabilities.
St‐Pierre, J., & Audet, J. (2011). Intangible assets and performance. Journal of
intellectual capital.
Suraj, O. A., & Bontis, N. (2012). Managing intellectual capital in Nigerian
telecommunications companies. Journal of intellectual capital.
Thom, R. R. (2008). Beyond the numbers: A phenomenological study of intangible
assets for small manufacturing business valuation. University of Phoenix,
Uwuigbe, U., & Uadiale, O. (2011). Intellectual capital and business performance:
evidence from Nigeria. Interdisciplinary Journal of Research in Business, 1,
49-56.
Wajdi, M. F., & Isa, M. (2014). Membangun Konsep Modal Manusia yang Berperanan
dalam Kinerja Pemasaran Industri Kecil. Paper presented at the Seminar
Nasional dan Call for Paper (Sancall 2014) Research Methods and
Organizational Studies
Wajdi, M. F., Mangifera, L., Wahyuddin, M., & Isa, M. (2019). Peranan Aspek-Aspek
Modal Manusia Pengusaha Terhadap Kinerja Bisnis UKM. Jurnal Manajemen
Dayasaing, 20(2), 104-111.
Wensley, A. K., Cegarra-Navarro, J. G., Cepeda-Carrión, G., & Millán, A. G. L. (2011).
How entrepreneurial actions transform customer capital through time:
Exploring and exploiting knowledge in an open-mindedness context.
International Journal of Manpower, 32(1), 132-150.
Wernerfelt, B. (1984). A resource‐based view of the firm. Strategic management
journal, 5(2), 171-180.
Wulandari, W., Sodik, S., & Handini, D. P. (2020). Orientasi belajar dan komitmen
terhadap kinerja UKM melalui human capital sebagai variabel intervening
pada UKM kerajinan di Malang Raya. Equilibrium: Jurnal Ilmiah Ekonomi,
Manajemen dan Akuntansi, 9(2), 45-53.
Yaseen, S. G., Dajani, D., & Hasan, Y. (2016). The impact of intellectual capital on the
competitive advantage: Applied study in Jordanian telecommunication
companies. Computers in Human Behavior, 62, 168-175.
81
Zuliyati, Z., Budiman, N. A., & Delima, Z. M. (2017). Pengaruh Intellectual Capital
Terhadap Kinerja UMKM (Studi Kasus Pada UMKM Di Kabupaten Kudus).
Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 6(2), 181-200.
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2021
MARIA RIO RITA
Penulis adalah dosen tetap Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW sejak 2004. Lulus S1
pada Program Studi Manajemen FE UKSW pada tahun 2002, dilanjutkan studi S2 di UGM
pada tahun 2005, dan akhirnya menyelesaikan S3 pada tahun 2019 pada Program Doktor
Ilmu Ekonomi Prodi Manajemen Universitas Diponegoro. Minat kajian risetnya berada pada
ranah Manajemen Keuangan dan Entrepreneurial Finance. Sejumlah tulisannya telah
dipublikasikan ke dalam jurnal internasional bereputasi, jurnal nasional terakreditasi dan
prosiding.
RISKIN HIDAYAT
Penulis adalah dosen tetap di Prodi Manajemen STIE YPPI Rembang sejak tahun 2000.
Pendidikan S1 ditempuh di STIE SBI Yogyakarta lulus tahun 1998. Gelar Master of Science
(M.Sc) Program Studi Manajemen dengan konsentrasi Manajemen Keuangan diperoleh
dari Magister Sains FEB Universitas Gadjah Mada tahun 2009. Sejak tahun 2016 penulis
menempuh studi S3 di Program Doktor Ilmu Ekonomi Prodi Manajemen FEB Universitas
Diponegoro, lulus tahun 2019. Penulis aktif melakukan riset dan pengabdian kepada
masyarakat dengan minat bidang riset pada Manajemen Keuangan dan Entrepreneurial
Finance. Sejumlah tulisannya telah dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi,
jurnal nasional terakreditasi dan prosiding.
ARI BUDI KRISTANTO
Penulis adalah dosen tetap Fakultas Ekonomikad dan Bisnis sejak tahun 2012. Lulus S1
pada Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Satya Wacana tahun 2006, dan S2
Program Magister Manajemen pada tahun 2011 dari Unika Atma Jaya. Kajian minat riset
penulis ada pada bidang akuntansi keuangan dan perpajakan baik pada UMKM maupun
korporasi.
... [9] argues that a company needs to make sure its internal resources are better than its external resources to have a competitive edge. One of the business resources that is difficult for competitors to follow is human resources [40]. In addition, according to [9] resources must be valuable, rare, difficult to replicate, and irreplaceable. ...
Article
Aims: This study aimed to ascertain this effect of Human Capital and Financial Literacy on MSME Performance with Competitive Advantage as a mediating variable. Study Design: This study was quantitative. The methods of analysis employed in this research were outer and inner models, bootstrapping analysis, and specific indirect effects. Place and Duration of Study: The study's sample, which was MSMEs in Banyumas Regency, Central Java, Indonesia. Moreover, the duration of this study was 3 months. Methodology: This study utilized Structural Equation Modeling (SEM) based on Partial Least Square (PLS), this consists of the inner model and the outer model. With a mediation test using indirect effect. Purposive sampling, which used 162 respondents, was the sample strategy employed in this study. Results: The results showed how Human Capital and Competitive Advantage have a positive and significant effect on the Performance of MSMEs. Furthermore, the mediating test results showed that Competitive advantage has been able to mediate the connection between Human Capital and MSME Performance. However, the results of this study found that Financial Literacy has no effect on MSME Performance and Competitive Advantage. In addition, the results showed that Competitive Advantage has not been able to mediate the relationship between Financial Literacy and MSME Performance. Conclusion: This research shows that a number of factors, such as Competitive Advantage and Human Capital, affect MSMEs' Performance. The results were in accordance with Resource Based Theory's concept that managing an organization’s human capital, will create a competitive advantage that will increase organizational performance. Therefore, MSMEs need to pay attention to their human capital competencies because. Findings from this research show there is human capital can create competitive advantages that are used in facing competition to improve MSME performance.
Article
Full-text available
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Pandemi COVID-19) yang mewabah hampir di seluruh Negara di dunia sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Bahkan sektor bisnis konvensional sangat merasakan penurunan omset hingga gulung tikar. Tetapi lain halnya dengan bisnis e-commerse yang diperkirakan mengalami peningkatan meskipun ditengah pandemi covid-19. Jurnal ini bertujuan meneliti peningkatan e-commerse selama pandemi melalui studi literatur. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa bisnis e-commerse di dunia selama pandemi mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Bisnis e- commerse di Indonesia meningkat 10 kali lipat dengan penambahan pelanggan baru yang mencapai lebih dari 50% selama pandemi. Akan tetapi proses pengiriman barang sedikit mengalami pelambatan akibat pembatasan transportasi dan aturan Pembatasan dari pemerintah. Peningkatan bisnis e-commerse selama pandemi dapat dianalisa berpotensi untuk mempengaruhi peningkatan e-commerse kedepan.
Article
Full-text available
Abstract Purpose-This study aims to determine the simultaneous effect of exporting firms' competitive strategies and capabilities on the achievement of competitive advantages and export performance under the boundary conditions of competitive intensity. In so doing, the study combines the alternative theoretical lenses of the resource-based view and the structure-conduct-performance paradigm. Methodology-Primary data were obtained from 281 Turkish manufacturer-exporter firms operating in different sectors and located in several regions of the country. Structural equation modeling was utilized to test our conceptual framework, which combined the effects of RBV-based and SCP-based factors on competitive advantages and export performance under the moderating influence of competitive intensity. Findings-This study reveals that unique firm capabilities, specifically informational, relational, and marketing capabilities, and competitive strategies, including differentiation and cost leadership, provide export firms with a competitive advantage and improve their export performance in foreign markets. Furthermore, competitive advantages partially mediate the effects of competitive strategies and unique firm capabilities on export performance. Finally, unexpectedly, and contrary to most of the existing literature, we find that competitive intensity negatively moderates the link between service advantages and export performance. Originality/value-This research offers a comprehensive view of manufacturer-exporter firms' export performance by accounting for the overlooked simultaneous effect of firm capabilities and competitive strategies through the mediation of competitive advantages and under the boundary conditions of competitive intensity.
Article
Full-text available
Purpose – This paper aims to explore a new causal link between market orientation and business performance by introducing dynamic capabilities as a mediator of the relationship between market orientation and competitive advantages, which ultimately determine business performance. Design/methodology/approach – The mediating roles of dynamic capabilities and competitive advantages are tested with a sample of 1,190 Portuguese firms using a structural equation model. Findings – The results confirm the hypotheses regarding the mediating roles of the competitive advantages (differentiation and cost leadership) in the relationship between dynamic capabilities and business performance. Additionally, dynamic capabilities also mediate the relationship between market orientation and competitive advantages. Practical implications – This study shows that business performance depends on the capacity of firms to collect the best market information on customers and competitors, to disseminate this information throughout their internal structure and ultimately optimize its use to respond appropriately to market challenges and trends. These will provide firms with a set of capabilities and a competitive advantage. Originality/value – This study provides empirical evidence on the understanding of the relationship between market orientation and performance, through the mediating effects of both dynamic capabilities and competitive advantages. Keywords: Market orientation, Dynamic capabilities, Competitive advantage, Business performance
Article
Full-text available
Purpose – This study aims to examine the mediating effect of four antecedents of competitive advantage on the linkage of risky strategy to firm performance, measured by revenue dynamics. It considers the roots of competitive advantage to highlight different patterns and foundations of achieving superior performance. It investigates whether pursuing a risky strategy fosters revenue dynamics growth and whether different mediators are included in that relationship. Design/methodology/approach – Path analysis (structural equation modeling) method is used to analyze data from 122 companies of various sizes and industries. All respondents were responsible for executing strategic management processes. The paper used the subjective perspective, which is based on the individual opinion of senior company managers and owners. Findings – The authors find a positive relationship between risky strategy and firm performance, but no evidence of a mediating role of competitive advantage and dynamic growth in this relationship. Competitive advantage should be perceived as a set of integrated factors that can be analyzed from an aggregated perspective. Integrating all antecedents requires a holistic and systematic approach and the development of a particular mindset. Aggregated competitive advantage is related to setting dynamic growth as a priority. However, no relationship between risky strategy and achieving competitive advantage, or between implementing a risky strategy and setting dynamic growth as a priority, is observed, which was assumed to explain the revenue dynamics growth. Research limitations/implications – Secondary data should be analyzed to explore how risky strategies are manifested, and which managerial decisions are reflected in high-level risk. A multidimensional scale could be developed to check how risk shapes the constructs’ interdependence. Therefore, the dynamic capabilities approach could be further expanded. Practical implications – This research offers insights into the short-term relationship between risky strategy and revenue dynamics, although competitive advantage does not mediate that relationship. Special attention should be paid to the selected antecedents of competitive advantage, as they influence dynamic growth. Originality/value – This work provides insights into different antecedents of competitive advantage, which is not necessarily based on making risky decisions, and into factors that facilitate firm performance measured by revenue dynamics
Article
Full-text available
Various previous research has been conducted on the relationship between a cognitive bias and financing decisions by entrepreneurs. Besides that, it still needs to be examined whether a cognitive bias is related with SMEs performance through company finances. The purpose of this research is to test financing antecedents and SMEs performance. One kind of a creative industry, batik SMEs that are located in Pekalongan, Central Java, Indonesia, are the object of this research. There were 190 respondents chosen from batik entrepreneurs. The holistic testing of this empirical model used structural equation modelling (SEM) with an AMOS program. The research results found that an entrepreneur’s cognitive bias has a significant positive bias towards financing. Meanwhile, entrepreneurial orientation and financing also are proven to have a significant positive influence towards SMEs performance. No entrepreneurial orientation influence was discovered towards SMEs performance. Furthermore, the output analysis revealed there is an indication of a strong relationship between a cognitive bias and entrepreneurial orientation. Therefore, this model can be revised, developed, and retested by considering the agenda of this research to enrich insights in the entrepreneurial finance sphere.
Article
Full-text available
p> Entrepreneurial oriented companies either small and medium enterprises (SMEs) scales are demanded not only be capable of producing goods and services, but also must be competitive in innovation, information systems, knowledge, organizational management, and human resources. To carry out these purposes, the companies must be able to manage their intellectual capita in well manner. This study aims to examine the effect of elements of intellectual capital consisting of human capital, structural capital and relational capital on the entrepreneurial oriented SMEs in Padang. Sampling method deployed the Slovin Formula with a total of 100 sampled SMEs with a margin of 10%. The results of this study empirically proved that there were significant effects of the elements of intellectual capital i.e. human capital, structural capital and relational capital toward entrepreneurial orientation. Perusahaan berorientasi wirausaha, baik dalam skala usaha kecil dan menengah (UKM) tidak hanya harus menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga kompetitif dalam inovasi, sistem informasi, pengetahuan, manajemen organisasi, dan sumber daya manusia. Untuk menjalankan tujuan tersebut, perusahaan tersebut harus mampu mengelola intellectual capital degan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh unsur-unsur modal intelektual yang terdiri dari modal manusia, modal struktural dan modal relasional terhadap orientasi kewirausahaan pada UKM di Padang. Metode pengambilan sampel menggunakan Rumus Slovin dengan sampel sebanyak 100 UKM dengan margin 10%. Hasil penelitian ini secara empiris membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari unsur-unsur modal intelektual yang terdiri dari modal manusia, modal struktural dan modal relasional terhadap orientasi kewirausahaan . </div
Article
Full-text available
This research examines the influence between access to financing and performance through the mediation of entrepreneurial-oriented finance in batik SMEs. The structural equation modelling (SEM) analysis results of 265 SMEs reveal that entrepreneurial-oriented finance has an influence between financing access and SME performance. A positive direct effect is found in the relationship between financing access and entrepreneurial-oriented finance as well as entrepreneurial-oriented finance and SME performance. Entrepreneurial-oriented finance has a full mediation role in financing access towards SME performance. No positive influence is found between financing access and SME performance. Based on the research results, in order to improve business performance, it is not enough to only rely on financing access. Entrepreneurs should also improve their ability to obtain and utilise funds to develop their businesses. Therefore, the financial aspect can optimise business performance through entrepreneurial oriented financial activities completed by entrepreneurs.
Article
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh: a) literasi keuangan terhadap manajemen kas; b) manajemen kas terhadap pertumbuhan UMKM dan; c) literasi keuangan terhadap pertumbuhan UMKM dengan mediasi manajemen kas. Penelitian dilakukan di Desa Kebondowo Kabupaten Semarang. Responden penelitian ini adalah pemilik UMKM sektor makanan yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dengan jumlah 50 UMKM. Data yang terkumpul selanjutnya diolah dengan software SmartPLS. Hasil penelitian menemukan bahwa manajemen kas berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan UMKM. Literasi keuangan tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap manajemen kas, selain itu manajemen kas tidak memediasi jalur antara literasi keuangan dan pertumbuhan UMKM. Riset ini merupakan bidang kajian entrepreneurial finance, di mana temuan ini dapat berkontribusi bagi pengembangan UMKM khususnya sektor makanan.
Article
Purpose: This paper aims to examine the interaction effect of customers relationship management (CRM) on the competitive advantage (CA) of small and medium-scale enterprises (SMEs) in Yemen. Research design, data and methodology: This study applied a quantitative approach in dealing with the interaction effect of CRM dimensions and SMEs' competitive advantage in Yemen. The research uses a sample of 247 manufacturing SMEs surveyed in Yemen. Results: The results indicate that only three dimensions of CRM, namely (TCM), (KM) and (CRMO), have a significant effect on SMEs' competitive advantage, but not that between (KCF) and SMEs' competitive advantage. Conclusions: The findings of this study offer important insights for owners and managers of SMEs, researchers and policymakers to further understand the effects of CRM on SMEs' competitive advantage. SMEs should also be encouraged to develop their CRM to improve their competitive advantage. Lastly, this study makes several contributions to the literature, the first of which is the provision of evidence concerning the major role of CRM as a dependent variable and competitive advantage as an independent variable. The second contribution pertains to its pioneering status in examining the direct relationship between CRM dimensions and the competitive advantage of SMEs in a Middle Eastern country.
Article
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui model hubungan antara orientasi belajar, komitmen memiliki hubungan dengan kinerja UKM melalui human capital sebagai variabel intervening. Metode penelitian deskriptif dan kuantitatif ini akan memberikan gambaran untuk menguji hipotesis penelitian dengan populasi UMKM kerajinan di Malang Raya dengan sampel sebanyak 100 UMKM melalui teknik purposive sampling. Data tersebut diuji dengan alat analisis Smart Pls. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi belajar tidak memiliki hubungan yang kuat dengan kinerja UKM, dapat dipahami bahwa orientasi belajar sebagian besar karyawan UKM masih belum maksimal untuk diperhatikan. Sedangkan komitmen dalam melakukan peningkatan kinerja melalui beberapa faktor seperti keinginan, kemauan dan keterikatan emosional memiliki pengaruh yang positif sehingga dapat mempengaruhi sumber daya manusia dalam meningkatkan kinerja UKM. Kata kunci: orientasi pembelajaran, komitmen, human capital, kinerja UKM Abstract The purpose of this research is to find a model of the relationship between learning orientation, commitment has a relationship to the performance of SMEs through human capital as an intervening variable. This descriptive and quantitative research method will provide a picture to test the research hypothesis with a population of handicraft SMEs in Malang Raya with a sample of 100 SMEs through a purposive sampling technique. The data is tested with the Smart Pls analysis tool. The results showed that learning orientation is not a strong relationship to SME performance, it can be understood that learning orientation for most SME employees is still not maximized to be noticed. Whereas commitment in carrying out performance improvement through several factors such as desire, willingness and emotional ties has a positive impact so that it can influence human capital in improving the performance of SMEs. Keywords : learning orientation, commitment, human capital, SME performance