Content uploaded by Evi Novianti
Author content
All content in this area was uploaded by Evi Novianti on Oct 21, 2021
Content may be subject to copyright.
Content uploaded by Evi Novianti
Author content
All content in this area was uploaded by Evi Novianti on Oct 19, 2021
Content may be subject to copyright.
Vol. 3, No. 1, Januari 2021: 35 - 39
Tornare - Journal of Sustainable Tourism Research
eISSN 2715 - 8004
Peran Label Pariwisata Halal Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Lombok, Nusa Tenggara Barat
Muhammad Endriski Agraenzopati Haryanegara, Muhamad Adibagus Ilham Akbar, Evi Novianti
Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Kab. Sumedang
E-mail: muhammad20207@mail.unpad.ac.id ; muhamad20048@mail.unpad.ac.id ; evi.novianti@unpad.ac.id
ABSTRAK
Sektor pariwisata halal kini telah menjadi tren dalam perkembangan ekonomi global yang tidak hanya menawarkan
adanya tempat ibadah pada suatu lokasi wisata. Sektor industri seperti restoran, dan hotel tersedia dengan nilai-nilai dan
norma islam namun tetap bersifat universal. Lombok dinilai memiliki pengembangan industri parwisata halal yang sangat
baik karena telah dikenal sebagai daerah yang lekat dengan nuansa islami. Selain itu Lombok juga menduduki peringkat
pertama sebagai Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) pada tahun 2018 dan 2019. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif deskriptif menggunakan studi literatur sebagai teknik pengumpulan data melaui buku, jurnal, dan internet untuk
mengetahui peran label pariwisata halal sebagai standar dari wisata budaya di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dalam
penelitian ini ditemukan bahwa tingkat kepuasan wisatawan pada pariwisata halal di Lombok masih perlu ditingkatkan
dengan beberapa poin sebagai bahan pertimbangan daya tarik wisatawan.
Kata kunci; pariwisata; halal; lombok; muslim; label
THE ROLE OF HALAL TOURISM LABELS AS CULTURAL TOURISM IN LOMBOK,
WEST NUSA TENGGARA
ABSTRACT
The halal tourism sector has now become a trend in global economic development which does not only oer places of
worship at a tourist location. Industrial sectors such as restaurants and hotels are available with Islamic values and norms but
are still universal. Lombok is considered to have a very good development of the halal tourism industry because it is known
as an area that is closely related to Islamic nuances. In addition, Lombok is also ranked rst as the Indonesian Muslim Travel
Index (IMTI) in 2018 and 2019. This research is a descriptive qualitative research type using literature studies as a data
collection technique through books, journals and the internet to determine the role of the halal tourism label as a standard.
from cultural tourism in Lombok, West Nusa Tenggara. In this study, it was found that the level of tourist satisfaction on halal
tourism in Lombok still needs to be improved with several points as a consideration for tourist attraction.
Key words; tourism; halal; lombok; muslim; label
PENDAHULUAN
Industri pariwisata akhir-akhir ini menjadi sektor
potensial dan menjadi sebuah harapan baik di berbagai
negara diseluruh dunia. Dalam World Tourism Organization
(2014) dikutip bahwa pariwisata menjadi salah satu sektor
terbesar dan tercepat pertumbuhannya dibandingkan
sektor lain. Pengelolaan dan pengembangan objek wisata
secara professional dilakukan demi mendapatkan nilai
ekonomi yang maksimal. Pengembangan destinasi wisata
baru, baik yang berbasis sumber daya alam, sejarah, religi
bisnis, maupun teknologi hingga yang berbasis budaya
dan pendidikan terus dilakukan (Djakfar, 2017).
Dalam perkembangannya, sesuatu yang baru dalam
industri pariwisata terus mengalami peningkatan, seperti
pariwisata halal. Sektor pariwisata halal telah menjadi tren
dalam perkembangan ekonomi global saat ini. Konsep
pariwisata halal tidak hanya menawarkan wisata religi
seperti tempat ibadah, peninggalan sejarah, dan makam.
Sektor industri seperti restoran, dan hotel tetap tersedia
dengan nilai-nilai dan norma islam didalamnya namun
tetap bersifat universal. Pariwisata halal lebih memberikan
ketenangan kepada wistawan Muslim maupun Non-Muslim
Karena lebih aman dan nyaman terutama bagi mereka yang
membawa keluarga (Yahya, 2016). Global Muslim Travel
Index (GMTI) pada tahun 2018 melaporkan bahwa pangsa
pasar wisatawan Muslim tumbuh secara cepat dan bahkan
diprediksi aka nada peningkatan hingga USD 220 miliar
pada tahun 2020. Sebanyak 131 juta wisatawan Muslim
secara global pada tahun 2017 mengalami peningkatan
jumlah dari tahun 2016 diangka 121 juta wisatawan dan
diprediksi mengalami pertambahan sebanyak 156 juta
wisatawan pada tahun 2020.
Momentum tren industri wisata halal digunakan
oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam
membentuk tim percepatan dan pengembangan pariwisata
halal (TP3H). tim percepatan dan pengembangan
pariwisata halal (TP3H) menetapkan lokasi yang termasuk
kedalam 10 daerah percepatan pariwisata ini, diantaranya
adalah: Lombok (NTB), Sulawesi Selatan, Jawa Timur
(Malang), Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jakarta,
Sumatera Barat, Rau dan Kepulauan Riau, dan Aceh.
Diantara sekian banyak daerah yang ditetapkan sebagai
lokasi percepatan pariwisata halal di Indonesia, Lombok
dinilai memiliki pengembangan industri pariwisata halal
Peran Label Pariwisata Halal Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Lombok, Nusa Tenggara Barat
36
yang sangat baik dikarenakan Lombok telah dikenal
sebagai daerah yang lekat dengan nuansa Islami. Potensi
tersebut dinilai menjadi potensi kesuksesan pengembangan
industri pariwisata halal di Indonesia karena mayoritas
penduduk Lombok menganut kepercayaan agama
Islam dan memegang teguh kepercayaan mereka dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu diresmikannya Kawasan
Mandalika di Lombok (NTB) sebagai Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) menjadi pengiring pulau ini masuk dalam
daftar 10 destinasi percepatan pariwisata halal.
Kemantapan Lombok sebagai destinasi wisata
halal diperoleh setelah berhasil diraihnya penghargaan
kemenangan yang diselenggarakan di Abu Dhabi pada
tahun 2016 dalam World Halal Tourism Award dengan
perolehan penghargaan World’s Best Halal Honeymoon
Destination dan World’s Best Halal Tourism Destination.
Lombok menjadi pulau di provinsi Nusa Tenggara
Barat yang memiliki Peraturan Daerah (PERDA)
tentang Halal Tourism yang disebutkan dalam Peraturan
Daerah Nusa Tenggara Barat (Perda NTB) No.2 tahun
2016 mengenai ruang lingkup pariwisata halal di
Lombok meliputi destinasi, promosi dan pemasaran,
pembinaan, kelembagaan, industri, beserta pembiayaan
dan pengawasan. Selain itu Lombok juga menduduki
peringkat pertama sebagai Indonesia Muslim Travel Index
(IMTI) di tahun 2018 hingga 2019. Daya tarik kuat lainnya
dari Lombok diluar konteks destinasi wisata halal adalah
pesona pulaunya yang menawarkan keindahan alam yang
masih alami.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif deskiptif. Kualitatif deskfriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan secara faktual, akurat, serta sistematis
terhadap fakta mengenai objek tertentu secara mandalam
(Kriyantono, 2012). Data yang diambil berupa data
sekunder sebagai data dasar dan penunjang penelitian,
serta menggunakan studi literatur sebagai teknik
pengumpulan data. Sumber literatur berasal dari buku,
jurnal, dan internet.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagaimana dijelaskan pada bagian-bagian awal,
penelitian berupaya untuk menggali pemberian label
berkaitan dengan identitas keagamaan yang digunakan
pada tempat wisata. Dalam konteks komunikasi lintas
budaya, identitas keagamaan adalah dimensi yang
dapat menjadi penting sebagai identitas banyak orang
sebagaimana memiliki peran yang cukup penting dalam
konik lintas budaya. Dalam praktiknya, tidak dapat
secara sederhana identitas keagamaan untuk ditujukan
pada agama tertentu mengingat adanya kemungkinan
beririsan dengan identitas ras atau etnis tertentu juga
(Martin & Nakayama, 2018).
Konteks yang muncul dari wisata halal adalah
sebuah upaya untuk memberikan penekanan dalam
pelaksanaan dan pengembangan layanan jasa wisata
halal berkaitan erat dengan hukum Islam atau syariah.
Berdasarkan delapan penelitian yang disarikan sejak
tahun 2009-2014, secara umum terdapat dua frasa umum
berkaitan dengan wisata halal, yakni ‘wisata halal’ dan
‘wisata Islami’ (Battour & Ismail, 2016).
Konsep wisata halal adalah proses atau upaya
mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan, dalam hal ini
agama Islam, ke dalam seluruh aspek kegiatan wisata
(Adinugraha et al., 2018). Upaya ini tidak terlepas
dari kegiatan yang dilakukan pemerintah dengan
penguatan branding destinasi wisata halal. Pemerintah
menetapkan gambaran wisata halal dengan slogan
utama “Halal Tourism Indonesia: The Halal Wonders”.
Pada pelaksanaan branding wisata unggulan, Lombok
mendapat posisi tagline “Friendly Lombok” dengan
menunjukkan bahwa Lombok berupaya menerima semua
wisatawan dengan ramah dan lebih spesik dengan
wisatawan muslim (Subarkah et al., 2020).
Penegasan berkaitan dengan pariwisata halal
sebagaimana menjadi sorotan dalam penelitian ini adalah
lingkungan Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi NTB No. 2
Tahun 2016 tentang Pariwisata Halal (2016), upaya
pengembangan wisata halal menjadi istimewa karena
secara khusus diatur dalam tiga poin destinasi. Poin
pertama berkaitan dengan fasilitas, destinasi pariwisata
halal meliputi wisata alam dan wisata budaya. Dalam
hal pelaksanaan penyelenggaraan pariwisata, kebijakan
khusus memerhatikan fasilitas umum kepariwisataan
halal. Terdapat beberapa destinasi wisata yang dapat
menjadi catatan: Masjid Islamic Center, Gili Nanggu, Desa
Sade, Masjid Kuno Karang Bayan, Benang Kelambu, Gili
Kedis, Sesaot, dan Gili Sudak (Subarkah et al., 2020).
Beragam tempat yang telah disebutkan sebelumnya
amat berkaitan dengan bagaimana konstruk sosial
yang telah dibangun pada masyarakat selingkung di
Lombok. Penduduk Lombok dalam kegiatan sehari-
hari berkaitan erat dengan penerapan nilai diri seorang
muslim. Demikian dengan destinasi wisata, budaya
lokal yang muncul beririsan dengan kebudayaan pada
rumpun budaya keislaman. Sebagaimana disebutkan pada
pendahuluan, wilayah KEK Mandalika sebagai perhatian
utama akan menempatkan masjid sebagai destinasi wisata
utama. Upaya pengembangan pariwisata berada pada jenis
arsitektur dan diharapkan dapat menjadi pusat pengkajian
ilmu keislaman di masa mendatang (Maulidi, 2019).
Sebagai sebuah standar pengukuran wisata
halal, CresentRating (Mastercard-CrescentRating,
2019) menerbitkan dasar pemenuhan layanan berbasis
keyakinan. Layanan tersebut dikembangkan dalam versi
ke-dua yang memuat poin-poin seperti: hal yang wajib
dimiliki tempat wisata (makanan halal, tempat ibadah,
kamar mandi ramah-air, dan tidak berada pada zona
islamofobia), hal yang baik dimiliki tempat wisata (social
causes, layanan pada bulan Ramadan, dan pengalaman
warga muslim lokal), dan amat baik bila dimiliki tempat
wisata (ruang rekreasional yang memerhatikan privasi
dan tidak tersedianya layanan non-halal).
Muhammad Endriski Agraenzopati Haryanegara, Muhamad Adibagus Ilham Akbar, Evi Novianti 37
Gambar 1. Global Muslim Travel Index, 2019
Pada Gambar 1, telah dijelaskan bahwa aspek penting
dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019 memuat
empat poin penting. Sementara itu, sesuai dengan batasan
penelitian ini maka pendalaman penelitian akan berfokus
pada unsur komunikasi serta kaitannya dengan komunikasi
multikulturalisme.
Unsur outreach dalam GMTI telah terpenuhi
dengan adanya capaian-capaian yang telah disajikan pada
pendahuluan. Lokasi wisata Lombok berhasil meraih dua
penghargaan internasional pada tahun 2015 dan secara
istimewa diikuti dengan peringkat pertama wisata halal
Indonesia tahun 2019 (Puspita, 2019; Taqwiem et al., 2020).
Capaian ini telah melambungkan nama wisata Lombok
dengan tampilan wisata halal yang disajikan. Hal ini telah
tercermin pada banyaknya unsur tur syariah yang terpenuhi.
Sucipto dan Andayani (dalam Fatkurrohman, 2017)
mengemukakan karakteristik tur syariah sebagai bagian
tidak terpisahkan dari wisata halal, antara lain: destinasi
wisata syariah yang mencakup destinasi alam, budaya, dan
wisata artisial, fasilitas ibadah yang baik dan suci tersedia,
tersedianya makanan dan minuman halal, pertunjukan dan
atraksi seni budaya, serta lingkungan dan sanitasi yang
bersih; akomodasi yang mencakup tersedianya fasilitas
yang memudahkan kegiatan ibadah, tersedianya makanan
dan minuman halal, fasilitas dan atmosfer yang aman,
nyaman, dan kondusif untuk keluarga dan bisnis, serta
lingkungan yang bersih; pusat perbelanjaan yang mencakup
ketersediaan masjid, lokasi masjid yang tidak tersembunyi,
serta kebersihan gedung; penerbangan syariah yang
mencakup ketersediaan penerbangan pada sejumlah negara
Islam, ketersediaan penganan halal selama perjalanan,
ketersediaan fasilitas dan layanan yang ramah dan
memerhatikan prinsip keislaman, serta penggunaan pakaian
oleh pramuniaga yang sesuai dengan konsep keislaman;
dan kriteria pemandu syariah yang mencakup pemahaman
terhadap penerapan nilai syariah dalam pelaksanaan
kegiatan, memiliki kebiasaan yang baik, komunikatif,
bersahabat, jujur, dan bertanggungjawab.
Pada unsur ke-dua, ease of communication mendapat
poin yang baik. Hal ini memerhatikan baiknya komunikasi
pada destinasi wisata berkaitan dengan pemandu wisata,
upaya proses pendidikan, dan penjangkauan kebutuhan
pasar telah terpenuhi secara baik.
Gambar 2. Unggahan @disparntb di Instagram
Unsur terakhir, digital presence menjadi catatan
penting karena mendapat poin paling rendah dalam tinjauan
GMTI. Upaya penonjolan identitas keagamaan tampak dari
bagaimana respon media sosial terhadap wisata Lombok.
Berikut beberapa catatan penelitian terhadap digital
presence.
Unggahan @disparntb dalam mempromosikan
lingkungan alam sebagai bagian wisata halal menunjukkan
kontribusi penggunaan identitas keagamaan. Pada Gambar
2, tampak seorang wanita dengan menggunakan kerudung
(suatu kain penutup kepala bagi seorang muslim) melakukan
pendakian di Bukit Anak Dara, Lombok. Gambar tersebut
menunjukkan bahwa pendakian tidak berbatas gender dan
amat ramah terhadap muslim atau pihak yang menerapkan
syariat Islam dalam kegiatannya.
Gambar 3. Unggahan @disparntb di Instagram
Unggahan @disparntb di Instagram lainnya berupaya
menunjukkan adanya unsur fasilitas dan atmosfer yang aman,
nyaman, dan kondusif. Unggahan ini menyertakan dua orang
wanita, di mana seorang wanita menggunakan kerudung
dan wanita lain tidak menggunakan kerudung tetapi tetap
berpakaian dengan rapi dan sopan. Kedua wanita yang
sedang menenun berupaya untuk memunculkan karakter
keberagaman dengan mengindahkan unsur tidak terjadinya
islamofobia sebagai pra-syarat pendirian wilayah wisata.
Gambar 4. Tampilan Laman Dinas Pariwisata Provinsi
Nusa Tenggara Barat
Peran Label Pariwisata Halal Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Lombok, Nusa Tenggara Barat
38
Unsur lainnya yang diperhatikan adalah laman
resmi promosi wilayah melalui kelembagaan pemerintah,
mengingat cukup minim informasi tempat wisata secara
khusus melalui media sosial dan laman. Pada laman ini,
tetap dimunculkan karakter wanita dengan menggunakan
kerudung, sementara pada setiap foto dengan karakter pria
tetap menjaga batasan aurat yakni berpakaian rapi dan sopan.
Secara umum, tampilan digital tersebut
menggambarkan upaya pemunculan identitas keagamaan
dengan bentuk ekspresi material. Molloy (dalam
Priandono, 2014) menyampaikan bahwa ekspresi material
adalah suatu pandangan bahwa identitas keagamaan
menggunakan sejumlah elemen sik yang mengagumkan
seperti patung, lukisan, komposisi musik, instrumen,
pakaian, arsitektur, dan objek ritual. Pada keseluruhan
gambar yang dapat diamati guna menunukkan digital
presence, gambar rerata memuat ekspresi material
dalam bentuk wanita yang menggunakan kerudung
dengan beragam aktivitas, baik bersama keluarga, dalam
kelompok, atau beraktivitas mandiri.
Kendati demikian, masih belum banyak ditemukan
pemanfaatan simbol lain seperti upaya menunjukkan
fasilitas umum yang tersedia, kemungkinan mudahnya
mendapat makanan dan minuman halal, dan respons
atas pelayanan yang diberikan secara utuh. Pada masa
mendatang, hal ini dapat dinaikkan sebagai konten
yang baik untuk semakin meningkatkan nilai kepuasan
dan jumlah kunjungan wisatawan. Sebagai catatan,
perlambatan yang terjadi akibat pandemi Covid-19 belum
dapat diperhitungkan. Sehingga, kemungkinan paling baik
dalam penerapan strategi komunikasi kemudian adalah
setelah pandemi dapat dinyatakan berakhir. Hal tersebut
turut berkaitan dengan tingkat kepercayaan wisatawan
terhadap lokasi wisata halal.
Secara umum, tingkat kepuasan wisatawan
muslim pada pariwisata halal di Lombok dapat menjadi
catatan yang menarik. Hasil dari Rahmiati et al.
(2018) menunjukkan bahwa kepuasan masyarakat atas
pariwisata halal di Lombok mencapai 77,5%. Hal ini
terlihat dari unsur kepuasan persepsi dan nilai Islam yang
dipegang oleh tim pengelola pariwisata di Lombok. Hal
ini dapat ditingkatkan bila digital presence juga turut
dipertimbangkan.
Peningkatan kesadaran terhadap tempat wisata
dapat memanfaatkan konsep komunikasi persuasif.
Komunikasi ini dapat melibatkan banyak interaksi
dalam dialog, dengan hal yang diperhatikan antara
lain kepercayaan dan kredibilitas komunikator yang
dapat memengaruhi keberhasilan teknik pengaruh atau
kepatuhan (Novianti et al., 2020) . Pemanfaatan media
komunikasi daring dapat menjadi poin penting yang
dapat diperhatikan sebagaimana kaitannya dengan
kepuasan dan tingkat kunjungan kemudian.
SIMPULAN
Secara umum, didapati bahwa pemanfaatan
identitas keagamaan dalam label pariwisata halal sebagai
bagian upaya daya tarik wisata Lombok, Nusa Tenggara
Barat telah mencapai hasil yang cukup baik. Namun
demikian, pemanfaatan unsur identitas keagamaan belum
ditunjukkan secara utuh melalui media sosial karena
hanya berfokus pada penampang alam. Unsur digital
presence mengalami poin yang rendah karena minimnya
ketersediaan informasi memadai berkenaan lokasi wisata
halal. Pada perkembangan penelitian kemudian, aspek
digital presence dapat diteliti lebih lanjut dengan fokus pada
strategi komunikasi yang tepat. Selain itu, pada pemangku
kepentingan terkait diharapkan dapat memerhatikan dan
mendorong digital presence sebagai media promosi yang
dapat meningkatkan kesadaran wisatawan atas tempat
wisata Lombok terutama setelah lama tidak menjadi fokus
masyarakat dalam situasi pandemi Covid-19.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, H. H., Sartika, M., & Kadarningsih, A. (2018).
Desa Wisata Halal : Konsep Dan Implementasinya
Di Indonesia. Human Falah, 5(1), 28–48.
Battour, M., & Ismail, M. N. (2016). Halal tourism :
Concepts , practises , challenges and future.
Tourism Management Perspectives, 19, 150–154.
https://doi.org/10.1016/j.tmp.2015.12.008
Carollina, R., & Triyawan, A. (2019). ANALYSIS
OF HALAL TOURISM DEVELOPMENT
STRATEGY IN EAST JAVA PROVINCE. Journal
of Islamic Economics and Philanthropy, 02(01),
234–250. Pariwisata, Konsep Halal, Destinasi,
Faktor Eksternal dan%0AInternal
Djakfar, M. 2017. Pariwisata Halal Perspektif
Multidimensi Peta Jalan menuju Pengembangan
Akademik dan Industri Halal di Indonesia. Malang:
UIN MALIKI PRESS.
Fatkurrohman. (2017). Developing Yogyakarta ’ s Halal
Tourism Potential for Strengthening Islamic
Economy in Indonesia. Afkaruna, 13(1). https://doi.
org/10.18196/AIIJIS.2017.0065.1-16
Kriyantono, Rachmat. 2012. Teknik Riset Komunikasi
Cetakan ke-6. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Martin, J. N., & Nakayama, T. K. (2018). Intercultural
Communication in Contexts (7th ed.). Mc-Graw
Hill.
Mastercard-CrescentRating. (2019). Global Muslim
Travel Index 2019 (Issue April).
Maulidi, M. J. (2019). Wisata Halal dan Identitas Islami:
Studi Kasus Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jurnal
Pemikiran Sosiologi, 6(1), 18–26.
Muhammad Endriski Agraenzopati Haryanegara, Muhamad Adibagus Ilham Akbar, Evi Novianti 39
Novianti, E., Endyana, C., Lusiana, E., Wulung, S. R. P.,
& Desiana, R. (2020). Komunikasi Persuasif dan
Penerapannya di Daya Tarik Wisata Tebing Keraton.
Tornare - Journal of Sustainable Tourism Research,
2(3), 43–47.
Peraturan Daerah Provinsi NTB No. 2 Tahun 2016 tentang
Pariwisata Halal, (2016) (testimony of Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat).
Priandono, T. E. (2014). Komunikasi dalam Keberagaman
(1st ed.). Departemen Ilmu Komunikasi UPI.
Puspita, S. (2019, April 8). Lombok Jadi Destinasi
Wisata Halal Terbaik di Indonesia Versi IMTI
2019. Kompas.Com. https://travel.kompas.com/
read/2019/04/08/190500527/lombok-jadi-destinasi-
wisata-halal-terbaik-di-indonesia-versi-imti-
2019?page=all
Rahmiati, F., Othman, N. A., & Sunanti, M. A. P. (2018).
MUSLIM TOURIST SATISFACTION OF HALAL
TOURISM IN LOMBOK. Jurnal Syarikah, 4(2),
122–129.
Subarkah, A. R., Rachman, J. B., & Akim. (2020).
Destination Branding Indonesia sebagai Destinasi
Wisata Halal. Jurnal Kepariwisataan: Destinasi,
Hospitalitas Dan Perjalanan, 4(2), 84–97. https://
doi.org/10.34013/jk.v4i2.53
Taqwiem, A., Muhammad, H. A. R., & Maulidi, A. (2020).
Halal Tourism Development Analysis in Lombok
Island. International Conference on Islam, Economy,
and Halal Industry, 2020, 177–184. https://doi.
org/10.18502/kss.v4i9.7324
Yahya, A. 2016. Halal Tourism Indonesia. Bandung