ArticlePDF Available

ROH KUDUS BEKERJA DI AGAMA-AGAMA LAIN?

Authors:

Abstract

Christian thinkers are trying to seek a new way to relate to other religions, a more contextual way compared to the ways that have been constructed before. One of the new ways is a reconstruction of Christian theology of religions by focusing not on Ecclesiology or Christology, but on Pneumatology. This writing highlights the phenomenon of this pneumatological approach by exploring two views in the pneumatological approach to religions., namely, the views of Second Vatican Council and Amos Yong. This article will show that these pneumatological views to some extend underestimate the particularity of Jesus Christ. Keywords: Amos Yong, salvation, Holy Spirit, theology of religions, Vatican II. Abstrak: Di dalam berpapasan dengan agama-agama lain, pemikir-pemikir Kristen mencoba mencari pola hubungan yang dianggap lebih kontekstual dibandingkan pola-pola yang telah terbangun sebelumnya. Salah satunya adalah upaya merekonstruksi pemikiran Kristen tentang teologi agama-agama yang bukan lagi berporos pada eklesiologis maupun kristologis, tetapi melakukan pendekatan yang lebih pneumatologis. Tulisan ini menyoroti fenomena pendekatan pneumatologis ini dengan melakukan eksplorasi terhadap dua pandangan dalam pendekatan pneumatologis terhadap agama-agama, yaitu Konsili Vatikan II dan Amos Yong. Tulisan ini akan memperlihatkan bahwa pendekatan pneumatologis seperti yang diajarkan oleh Vatikan II dan Amos Yong cenderung menafikan partikularitas Yesus Kristus. Kata-kata Kunci: Amos Yong, keselamatan, Roh Kudus, teologi agama-agama, Vatikan II.
ROH KUDUS BEKERJA DI AGAMA-AGAMA LAIN?
Andreas Himawan**
Abstract: Christian thinkers are trying to seek a new way to relate to other
religions, a more contextual way compared to the ways that have been
constructed before. One of the new ways is a reconstruction of Christian
theology of religions by focusing not on Ecclesiology or Christology, but on
Pneumatology. This writing highlights the phenomenon of this
pneumatological approach by exploring two views in the pneumatological
approach to religions., namely, the views of Second Vatican Council and
Amos Yong. This article will show that these pneumatological views to
some extend underestimate the particularity of Jesus Christ.
Keywords: Amos Yong, salvation, Holy Spirit, theology of religions, Vatican II.
Abstrak: Di dalam berpapasan dengan agama-agama lain, pemikir-pemikir
Kristen mencoba mencari pola hubungan yang dianggap lebih kontekstual
dibandingkan pola-pola yang telah terbangun sebelumnya. Salah satunya
adalah upaya merekonstruksi pemikiran Kristen tentang teologi agama-
agama yang bukan lagi berporos pada eklesiologis maupun kristologis,
tetapi melakukan pendekatan yang lebih pneumatologis. Tulisan ini
menyoroti fenomena pendekatan pneumatologis ini dengan melakukan
eksplorasi terhadap dua pandangan dalam pendekatan pneumatologis
terhadap agama-agama, yaitu Konsili Vatikan II dan Amos Yong. Tulisan ini
akan memperlihatkan bahwa pendekatan pneumatologis seperti yang
diajarkan oleh Vatikan II dan Amos Yong cenderung menafikan
partikularitas Yesus Kristus.
Artikel ini merupakan perluasan dari makalah yang dipresentasikan dalam
Theology Conference STT Amanat Agung pada Oktober 2013 yang bertajuk “Trinity
and Religious Pluralism.
** Penulis adalah dosen etika, dogmatika, dan filsafat di STT Amanat Agung.
Penulis dapat dihubungi melalui email: andreas_himawan@sttaa.ac.id.
2 Jurnal Amanat Agung
Kata-kata Kunci: Amos Yong, keselamatan, Roh Kudus, teologi agama-
agama, Vatikan II.
Pendahuluan
Pemikiran Kristen tentang teologi agama-agama telah mengalami
pergeseran fokus. Secara tradisional, pemikiran Kristen tentang agama-
agama lebih didominasi oleh cara pandang yang eklesiologis dan
kristologis.
1
Pada beberapa puluh tahun belakangan ini terjadi pergeseran
teologis di dalam memahami agama-agama lain. Fokus pneumatologis,
yakni pemahaman terhadap agama-agama yang dilihat dari perspektif
doktrin Roh Kudus, telah menjadi motif yang utama. Salah satu
keuntungan yang dianggap dapat diperoleh dengan mengajukan motif
penumatologis adalah bahwa motif ini dapat mengatasi partikularitas
kristologis dan membawa karya Kristus pada tataran yang universal atau
kosmik.
2
Gerakan “turn to the Holy Spirit” dalam teologi agama-agama ini
juga memang cocok dengan semangat zaman, khususnya kemunculan
dan popularitas Gerakan Pentakosta-Karismatik yang memang sangat
melambungkan pentingnya peranan Pneumatologi, bahkan tidak kalah
penting dibandingkan dengan peranan Kristologi. Gerakan inklusivisme
1
. Bandingkan dengan pengupasan Paul F. Knitter tentang pandangan
historis kaum Injili, arus utama Protestan, dan Katolik yang berfokus pada sentralitas
Gereja dan Kristus di dalam bukunya, No Other Name? A Critical Surveys of Christian
Attitudes Toward the World Religions (New York: Orbis, 1985).
2
. Amos Yong, Beyond the Impasse: Toward a Pneumatological Theology of
Religions (Grand Rapids: Baker, 2003), 43, 47.
Roh Kudus Bekerja di Agama-Agama Lain? 3
yang memercayai adanya “Kristus tanpa nama” di agama-agama lain, atau
“Kristus kosmik” yang bekerja secara universal, juga sangat cocok bila diisi
oleh peranan Roh Kudus, yang cenderung dipahami sebagai Roh tanpa
nama, cair, seperti angin bertiup ke mana Ia mau. Yesus Kristus, pada
pihak lain, dianggap telah menjadi terlalu partikular dan historis dalam
suatu sejarah, identitas, dan peristiwa tertentu, dan sulit untuk
diuniversalisasikan.
Untuk menyoroti pandangan “turn to the Holy Spirit” di dalam
wacana teologi agama-agama, tulisan ini akan membahas dua pandangan
yang sangat berpengaruh. Pandangan pertama adalah dari kalangan
Roma Katolik, seperti yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II. Pandangan
kedua berasal dari Amos Yong, seorang teolog Pentakosta yang
berpengaruh, dan sekaligus juga dapat dijadikan sebagai wakil atau
contoh dari orang-orang Pentakosta di dalam berteologi agama-agama.
3
Salah satu pemikiran yang muncul ketika mengaitkan Roh Kudus
dengan eksistensi agama-agama lain adalah pertanyaan, Apakah Roh
Kudus bekerja di agama-agama lain juga? Pertanyaan demikian, seperti
yang akan dibahas di bawah, dijawab secara positif, baik oleh Vatikan II
maupun oleh Amos Yong. Roh Kudus, yang dikenal sebagai pribadi ketiga
Allah Tritunggal, dianggap bekerja secara aktif di dalam ciptaan,
masyarakat manusia, dan khususnya di dalam agama-agama. Pekerjaan
Roh Kudus ini tidak dipahami hanya sebagai pekerjaan yang bersifat
3
. Tentang klaim bahwa Amos Yong dapat dianggap sebagai teolog yang
mewakili kalangan Pentakosta, lihat Wolfgang Vondey dan Martin William Mittelstadt
ed., The Theology of Amos Yong and the New Face of Pentecostal Scholarship: Passion
for the Spirit (Leiden: Brill, 2013), 1-2.
4 Jurnal Amanat Agung
umum, tetapi juga dianggap memiliki tujuan penyelamatan (salvific) di
dalam Yesus Kristus (pribadi kedua Allah Tritunggal), yakni agar manusia
dapat kembali kepada Allah Bapa sebagai pribadi pertama Allah
Tritunggal. Pandangan-pandangan seperti ini, seperti yang akan penulis
perlihatkan di bagian akhir dari tulisan ini, pada akhirnya, bukan
melengkapi namun justru cenderung akan meremehkan dan menafikan
partikularitas Kristus sebagai jalan keselamatan.
Pandangan Konsili Vatikan II
Konsili Vatikan II, yang berlangsung dari 1963-1967,
menghasilkan berbagai dokumen yang sangat menitikberatkan pada
pekerjaan Roh Kudus di tengah-tengah dunia. Vatikan II menegaskan
pekerjaan Roh Kudus (yang sering disebut sebagai pekerjaan yang
misterius) dalam membawa orang-orang kepada Allah melalui karya
penyelamatan Yesus Kristus, sekalipun orang-orang tersebut tidak
memiliki pengetahuan apa-apa tentang Yesus Kristus. Dalam dokumen
Pastoral Constitution on the Church in the Modern World (biasa dikenal
dengan nama Gaudium et Spes) dikatakan bahwa Roh Kudus
“mengoperasikananugerah Allah secara rahasia dalam hati manusia,
berdasarkan karya kematian Kristus yang memiliki dampak universal dan
berdasarkan panggilan Allah. Roh Kudus menawarkan kepada setiap
orang suatu kesempatan untuk mendapatkan bagian dalam rahasia
penebusan Yesus Kristus. Walaupun demikian, Konsili ini juga
Roh Kudus Bekerja di Agama-Agama Lain? 5
menegaskan, bagaimana cara orang-orang mendapatkan bagian
tersebut, hal itu hanya dapat diketahui oleh Allah.
4
Dalam dokumen lain, Decree on the Church’s Missionary Activity
(biasa disebut Ad Gentes), Konsili mengatakan bahwa Roh Kudus dapat
memanggil orang-orang kepada kehidupan baru dalam Kristus bukan
hanya melalui pemberitaan Injil, tetapi juga melalui “benih-benih Firman”
(semina Verbi). Semina Verbi adalah suatu konsep klasik bahwa sejak
zaman purbakala Allah telah menaburkan benih-benih logos dalam
ciptaan, budaya, dan dalam agama-agama manusia.
5
Menurut Vatikan II,
benih-benih logos inilah yang digunakan oleh Roh Kudus untuk membawa
orang-orang kepada Kristus. Dalam kerangka pengajaran mengenai
“benih logos” ini, Vatikan II berbicara tentang Roh Kudus yang dapat
menggunakan unsur-unsur kebenaran (yang dipandang sebagai benih
logos dan sebagaipreparation for the Gospel) di agama-agama lain, dan
dengan itu Vatikan II mengajarkan bahwa Roh Kudus bekerja dan
beroperasi dalam agama-agama lain. Semua benih” itu tidak dapat
menyelamatkan, tetapi dapat digunakan oleh Roh Kudus untuk
membawa hati orang-orang di agama lain kepada karya keselamatan
Kristus. Penting untuk dicatat di sini, pada umumnya “benih logos
ditafsirkan sebagai preparation dalam arti menjadi persiapan bagi
4
. “Pastoral Constitution on the Church in the World” (Gaudium et Spes),
paragraf 22. Dokumen Vatikan II diambil dari Austin Flannery (ed.), Vatican Council II:
The Conciliar and Post Conciliar Documents (Mumbai: St Pauls, 2004).
5
. “Decree on the Church’s Missionary Activity” (Ad Gentes), paragraf 15.
6 Jurnal Amanat Agung
pemberitaan Injil (misalnya, terbentuknya semacam points of contact),
6
tetapi dalam ajaran Vatikan II, di tempat-tempat yang belum tersentuh
oleh pemberitaan Injil, benih ini dapat dipakai oleh Roh Kudus untuk
membawa orang kepada Yesus Kristus, sang Injil itu sendiri.
Secara umum dapat disarikan bahwa model teologi agama-
agama yang pneumatologis, seperti yang dikembangkan oleh Vatikan II,
menekankan beberapa pengajaran yang dianggap niscaya. Pertama,
keselamatan manusia tetap diyakini sebagai hasil dari karya salib Yesus
Kristus yang historis dan partikularistik. Ini adalah aspek objektif dari
doktrin keselamatan. Kedua, adanya kepercayaan kepada pekerjaan
universal dari anugerah Allah, Roh Kudus, dan panggilan Allah di dalam diri
setiap manusia. Ini adalah aspek subjektif dari doktrin keselamatan.
Selanjutnya, agama-agama manusia diyakini memiliki peran yang positif
dan dapat memberikan kontribusi (melalui pengajaran, moralitas, kitab
suci, bahkan ritual-ritual religius)
7
yang dapat dipakai secara ilahi untuk
membawa seseorang kepada keselamatan di dalam Yesus Kristus.
Terakhir, semua butir-butir keyakinan di atas teracik dalam kepercayaan
kepada karya Roh Kudus, yang umumnya dipahami sebagai pekerjaan
yang misterius atau rahasia, namun dapat mendatangkan keselamatan
individual bagi seseorang melalui karya salib Yesus Kristus.
6
. Bandingkan dengan Craig Ott, Stephen J. Strauss, dan Timothy C. Tennent,
Encountering Theology of Mission: Biblical Foundations, Historical Developments
(Grand Rapids: Baker, 2010), 298.
7
. Bahwa ritual-ritual agama-agama lain dapat dipakai secara ilahi untuk
seseorang mendapatkan pencerahan tentang Kristus, hal ini dinyatakan dalam
“Declaration on the Relation of the Church to Non-Christian Religions” atau yang biasa
disebut Nostra Aetate, paragraf 2.
Roh Kudus Bekerja di Agama-Agama Lain? 7
Kalimat dari Paus Yohanes Paulus II, yang tertuang dalam surat
ensiklik tahun 1990, yang berjudul Redemptoris Missio, menyimpulkan
semua ini:
For such people salvation in Christ is accessible by virtue of a grace
which, while having a mysterious relationship to the Church, does
not make them formally part of the Church but enlightens them
in a way which is accommodated to their spiritual and material
situation. This grace comes from Christ; it is the result of his
Sacrifice and is communicated by the Holy Spirit.
8
Pandangan Amos Yong
Dari kalangan Pentakosta, Amos Yong adalah satu contoh sangat
terkenal yang menekankan Pneumatologi dalam teologi agama-agama.
Bagi Yong, teologi agama-agama harus dimulai dengan Roh Kudus untuk
mengatasi impasse tradisional yang selalu memulainya dengan Kristus.
Baginya, Kristus adalah simbol historis dari realitas Allah di dalam dunia,
representasi dari partikularitas sejarah, Yesus dari Nazaret. Sebaliknya Roh
Kudus adalah simbol kehadiran dan aktivitas Allah yang kosmik dan
dinamis.
9
Dia mengutip dengan persetujuan perkataan Clark Pinnock,
Christ, the only mediator, sustains particularity, while Spirit, the presence
of God everywhere, safeguards universality.”
10
Baginya, Kristologi dan
Pneumatologi adalah doktrin-doktrin yang saling melengkapi, karena
partikularitas harus memiliki dimensi universalitasnya.
11
8
. “Redemptoris Missio, paragraf 10. Dokumen ini juga diambil dari
Flannery (ed.), Vatican Council II.
9
. Yong, Beyond the Impasse, 47.
10
. Yong, Beyond the Impasse, 118-19.
11
. Yong, Beyond the Impasse, 118.
8 Jurnal Amanat Agung
Untuk menegaskan hal ini, Yong mengajukan tiga aksioma dalam
pemahamannya mengenai pekerjaan Roh Kudus dalam agama-agama.
Yang pertama, Allah hadir dan aktif secara universal melalui Roh Kudus.
12
Baginya, Roh Kudus harus dipahami sebagai kuasa Allah dalam creation,
re-creation, and final creation.”
13
Aksioma kedua, Roh Allah adalah nafas
kehidupan dari imago Dei yang ada di dalam diri setiap manusia, dan Roh
inilah yang mendasari semua hubungan dan komunitas manusia.
14
Dengan kata lain, semua hubungan interpersonal manusia dan semua
aktivitas komunitaris manusia, termasuk di dalamnya adalah aktivitas
keagamaan, diberi nafas hidup oleh Roh Allah. Aksioma ketiga, agama-
agama manusia, seperti halnya apa pun yang ada di dalam ciptaan ini,
ditopang oleh Roh Allah untuk tujuan-tujuan ilahi. Tujuan ilahi tersebut,
menurut Yong, “berpusat pada kepenuhan penyataan Yesus Kristus dan
kehadiran Kerajaan Allah.
15
Dengan tujuan itu, Roh Kudus bekerja di
dalam agama-agama lain, memberikan kesaksian tentang Kristus,
walaupun kehadiran tersebut tidak mudah untuk disimak.
Untuk itu, Yong memberikan beberapa hipotesis mengenai
kehadiran Roh Kudus di agama-agama lain. Pertama, Yong mengatakan,
jika benar bahwa Allah hadir secara universal oleh karena Roh Kudus, itu
juga berarti Allah menopang agama-agama untuk tujuan ilahi-Nya. Kedua,
jika benar bahwa Roh Kudus bekerja untuk menghadirkan Kerajaan Allah,
itu juga berarti Roh sedang aktif di dalam dan melalui pelbagai aspek dari
12
. Yong, Beyond the Impasse, 44.
13
. Yong, Beyond the Impasse, 36.
14
. Yong, Beyond the Impasse, 45.
15
. Yong, Beyond the Impasse, 46.
Roh Kudus Bekerja di Agama-Agama Lain? 9
agama-agama, selama tanda-tanda Kerajaan itu terlihat dalam agama-
agama itu. Ketiga, jika benar bahwa kehadiran dan pekerjaan universal
Roh Kudus adalah untuk menolak dan menghambat kehadiran dan
aktivitas yang melawan Kerajaan Allah, itu juga berarti Roh absen dari
agama-agama yang tidak memiliki tanda-tanda Kerajaan atau ketika
tanda-tanda Kerajaan itu terhalang muncul di agama-agama tersebut.
16
Tanda-tanda Kerajaan itu dapat dipahami sebagai
“keselamatan,” tetapi keselamatan yang dimaksudkan oleh Yong adalah
multidimensional. Keselamatan bukan hanya menyangkut personal
salvation, tetapi juga family salvation, ecclesial salvation, material
salvation, social salvation, cosmic salvation, dan eschatological
salvation.
17
Kerajaan Allah datang ke dalam pelbagai wilayah kehidupan
(termasuk wilayah sosial, politik, ekonomi, dan juga keagamaan), dan itu
berarti tindakan penyelamatan dari Allah bukan hanya untuk wilayah
keselamatan personal dalam hati manusia, tetapi juga di dalam wilayah
material, sosial, politik, dan wilayah lainnya.
18
Roh Kudus dan Partikularitas Kristus
Pandangan-pandangan seperti yang dikemukakan oleh Vatikan II
dan Amos Yong tentang kehadiran dan peran Roh Kudus di dalam agama-
agama manusia harus diletakkan di dalam dua kerangka pemikiran
teologis yang selama ini menjadi perdebatan dalam dunia teologi Kristen.
16
. Amos Yong, The Spirit Poured Out on All Flesh: Pentecostalism and the
Possibility of Global Theology (Grand Rapids: Baker, 2005), 250.
17
. Yong, The Spirit Poured Out, 91-96, 251-52.
18
. Yong, The Spirit Poured Out, 251-52.
10 Jurnal Amanat Agung
Dalam konteks teologi agama-agama, dua kerangka pemikiran teologis itu
pun saling berkaitan satu dengan yang lain.
Kerangka pemikiran teologis yang pertama adalah soal
bagaimana meletakkan karya Roh Kudus dalam keseluruhan karya Allah
Tritunggal. Perdebatan lama mengenai filioque muncul kembali juga
dalam konteks teologi agama-agama. Amos Yong, misalnya, secara
eksplisit menolak doktrin filioque.
19
Bila karya Roh Kudus dipahami
cenderung independen dari karya Kristus, atau bila karya Roh Kudus
dikaitkan dengan karya Kristus hanya secara simbolik, maka Kristus dan
Roh Kudus sering dipahami seakan-akan memiliki karya masing-masing
yang cenderung independen, sehingga terkesan ada dua tatanan dalam
karya Allah Tritunggal. Simbolisasi yang sering digunakan oleh pemikiran
seperti ini diambil dari Bapa Gereja Irenaeus, yang mengatakan bahwa
Allah (Bapa) bekerja dengan dua tangan (yakni Kristus dan Roh Kudus)
untuk mendatangkan keselamatan bagi manusia. Teologi yang
dipengaruhi oleh Gereja Ortodoks Timur dan Gerakan Pentakosta (Amos
Yong, contohnya) akan cenderung menggunakan simbolisasi seperti ini.
Kerangka pemikiran teologis yang kedua adalah soal bagaimana
meletakkan konsep “pengenalan pada Kristussebagai dasar keselamatan
atau sebagai dasar penerimaan manfaat karya keselamatan yang Yesus
lakukan di atas kayu salib. Pandangan-pandangan seperti yang
diperlihatkan oleh Vatikan II dan Amos Yong di atas berdiri pada tradisi
inklusivisme yang berkonsepsi bahwa pengenalan pada Kristus tidak harus
bersifat eksplisit. Karena itu pekerjaan Roh Kudus, yang secara umum
19
. Yong, Beyond the Impasse, 186.
Roh Kudus Bekerja di Agama-Agama Lain? 11
dipahami sebagai pekerjaan yang cenderung misterius dan bebas,
dianggap sebagai jawaban bagi “kehadiran” anugerah keselamatan Allah
(sekalipun tidak terdeteksi) di dalam agama-agama manusia.
Pada zaman yang penuh kesadaran dan kepekaan terhadap
pluralitas agama-agama ini, teolog-teolog cenderung memberikan
tempat yang tinggi kepada agama-agama, suatu tempat yang dianggap
lebih sakral. Dengan demikian muncul asumsi, bila benar bahwa Roh
Kudus bekerja di dalam dunia ini, maka pasti lebih benar lagi bahwa Dia
bekerja di dalam dan melalui agama-agama. Bila benar Dia bekerja di
dalam dan melalui agama-agama, maka hasil” dari aktivitas Roh ini
pastilah seperti hasil yang sudah dikenali, yaitu penyelamatan sebagai
implementasi dari karya salib Yesus Kristus.
Untuk meresponi pemahaman-pemahaman seperti demikian,
beberapa catatan reflektif dapat diberikan. Yang pertama, tentu tidak
dapat disangkali bahwa Allah, melalui Roh-Nya, bekerja di dalam dunia
untuk karya pemeliharaan, penyelamatan, dan pengudusan. Namun
kepercayaan dasar, seperti yang diajarkan oleh Alkitab, adalah bahwa
Allah mencipta, menyelamatkan dan memelihara melalui Yesus Kristus
(Ibr. 1:3; Kol. 1:17; Why. 4:11). Simbol “two arms of God” seperti yang
disampaikan oleh Irenaeus adalah simbol yang kurang tepat, bila
dipahami seolah-olah dua tangan tersebut sejajar. Sekadar untuk catatan,
barangkali simbol itu pun sudah dipakai terlalu berlebihan dan di luar
konteks pemahaman Irenaeus sendiri.
20
Bila diletakkan dalam
20
. Buat pembaca yang tertarik menyimak pandangan Irenaeus, silakan
merujuk ke tulisan Irenaeus, Against Heresy, buku V, pasal 6.1 dan 28.4.
12 Jurnal Amanat Agung
pemahaman yang lebih kristologis, seperti yang dipahami secara
tradisional, simbol yang lebih tepat adalah bila dikatakan bahwa Roh
Kudus adalah the stretched-out armdari Yesus Kristus yang bangkit.
21
Allah menyelamatkan manusia dengan satu tangan, yakni Yesus Kristus,
sedangkan Roh Kudus adalah tangan Kristus yang menjangkau keluar
untuk membawa orang-orang kepada Kristus. Tekanan Perjanjian Baru
memang pada pekerjaan Roh Kudus yang memberi kesaksian kepada dan
tentang Kristus (Yoh. 15:26; 16:13-15), dan pemberian Roh Kudus pada
hari Pentakosta adalah pemberian dari Yesus Kristus (Kis. 2:33). Roh Kudus
bekerja di atas peristiwa Kristus, yakni logos yang menjadi manusia yang
mati dan bangkit dari kematian. Universalisasi pekerjaan Roh Kudus
adalah dengan membawa Kristus kepada segala bangsa, bukan dengan
cara membawa Kristus kembali menjadi logos yang abstrak. Hal ini
berkaitan dengan catatan reflektif selanjutnya.
Catatan reflektif yang kedua adalah tentang kecenderungan kuat
dalam teologi agama-agama yang pneumatologis seperti ini
mengabstrakkan pewahyuan Allah. Pewahyuan Allah sesungguhnya telah
menjadikan Allah sangat konkrit. Apa yang telah konkrit ditransformasi
kembali menjadi abstrak, anonim, dan universal. Pewahyuan Allah adalah
tindakan Allah yang membuka diri-Nya untuk menjadi kian konkrit dan
partikular dalam sejarah. Allah bukan Allah yang abstrak dengan konsep-
konsep keilahian yang universal. Karena itu Dia kian memperjelas diri-Nya
sehingga berkulminasi pada sosok konkrit, historis, dan partikular dalam
diri Yesus Kristus, dan secara partikular pula Allah dikenal sebagai Allah
21
. Karl Barth, Church Dogmatics 4/2 (London: T&T Clark, 2009), 323.
Roh Kudus Bekerja di Agama-Agama Lain? 13
Tritunggal, dan keselamatan yang sangat partikular melalui kejadian
historis yang konkrit, yakni peristiwa salib Yesus Kristus (bnd. Yoh. 1:14,18;
Kol. 1:15,19; 2:9; Ibr. 1:3; Kis. 4:10; 1Kor. 2:2). Bila semua partikularitas ini
kemudian ditransformasi kembali menjadi abstrak dengan konsepsi-
konsepsi yang universal, sepertinya ada upaya untuk membalikkan
pewahyuan yang definitif tersebut, dan membuat Allah yang konkrit
menjadi kian kabur. Lagipula bila Allah telah menjadikan diri-Nya
sedemikian konkrit dan partikular, adalah tepat secara teologis apabila
pemberitaan tentang Dia atau keselamatan di dalam Dia dikonsepsikan
sebagai peristiwa yang konkrit dengan isi yang konkrit. Di zaman
postmodernisme ini, semakin disadari bahwa manusia hidup di dalam
komunitas dan identitas yang sangat partikular dan terikat oleh sejarah.
Universalisasi suatu partikularitas tanpa membawa identitas partikular
tersebut tidak jauh berbeda dari upaya menyemaikan ide-ide kabur dan
abstrak. Bila digambarkan, ini seperti membuat lima kalimat ramalan rasi
bintang mingguan yang diharapkan dapat “kenakepada ratusan ribu
pembaca selama tujuh hari. Abstraksi seperti ini menjadikan teologi
kehilangan identitas partikularnya.
Catatan reflektif berikutnya adalah soal pemahaman tentang
agama. Dalam pembicaraan mengenai “Roh Kudus bekerja di dalam dan
melalui agama-agama, sesungguhnya terdapat suatu loncatan yang
cepat dilewati tanpa banyak argumentasi, yakni pembicaraan mengenai
apa yang dimaksud dengan agama. Secara umum agama dianggap
tempat atau wilayah yang “spesial,” sehingga cukup mudah
mengasumsikan bahwa bila Roh Kudus bekerja di dalam dunia, maka
14 Jurnal Amanat Agung
tempat yang paling cocok untuk Dia adalah di dalam agama-agama.
“Bahan-bahandalam agama tersebut dapat menjadi alat bagi Roh Kudus
untuk membawa orang-orang dalam agama itu untuk menemukan
keselamatan (baik dalam arti sempit maupun luas). Mungkin karena itu,
teolog-teolog demikian akan lebih sulit menyetujui bahwa Roh Kudus juga
bekerja secara salvific di dalam dan melalui rumus-rumus matematika
atau fisika atau melalui alat-alat musik orkestra atau di dalam permainan
sepak bola. Pengandaian bahwa agama, semata-mata karena ia bernama
“agama,” adalah realitas sakral dan rohani seperti demikian agak sulit
dipertahankan. “Agama” memiliki bentuk dan sifat yang sangat bervariasi.
Agama bahkan dapat menjadi sebuah wilayah pemberontakan dan
penyembahan berhala, yang menjauhkan manusia dari keilahian
dibandingkan wilayah-wilayah lain dalam budaya manusia yang mungkin
malah cenderung membuat manusia haus untuk kembali kepada Allah
yang sesungguhnya. Karl Barth mengatakan bahwa agama dapat menjadi
the one great concern of godless man.”
22
Bahkan terhadap orang-
orang di dalam agama Yahudi, yang begitu dekat dengan kekristenan, para
Rasul tetap dengan sangat lantang memberitakan Injil dan dengan keras
memanggil mereka untuk bertobat.
Penutup
Sebenarnya tidak sulit untuk memercayai bahwa Roh Kudus
dapat memakai apa saja untuk membawa seseorang menerima Injil dan
percaya kepada Yesus Kristus. Nada-nada inklusivitas dalam pandangan
22
. Karl Barth, Church Dogmatics 1/2 (London: T&T Clark, 2009), 300.
Roh Kudus Bekerja di Agama-Agama Lain? 15
Vatikan II (dan juga dalam pemikiran Amos Yong) biasanya berangkat dari
suatu keprihatinan terhadap orang-orang yang sama sekali tidak memiliki
kesempatan untuk mendengarkan Injil. Bila keprihatinan tersebut
diterjemahkan secara konseptual dan dipostulatkan secara dogmatis
menjadi suatu doktrin bahwa Roh Kudus bekerja di dalam dan melalui
agama-agama lain untuk mendatangkan keselamatan, maka keprihatinan
tersebut bukan lagi pada mereka yang tidak memiliki kesempatan
mendengarkan Injil. Agama-agama yang dimaksudkan umumnya adalah
agama-agama besar yang menjadi “tetangga” kekristenan, bukan
penduduk di ujung bumi yang belum terjangkau Injil. Postulat demikian
tidak lagi sekadar memberikan pengharapan tentang kemungkinan
keselamatan untuk mereka yang nun jauh di sana dan yang tidak memiliki
kesempatan mendengarkan Injil, tetapi justru memberikan suatu potensi
revisi terhadap urgensi pengabaran Injil kepada orang-orang yang sudah
memeluk suatu agama, orang-orang yang mungkin bahkan ada di
halaman depan rumah seorang pengikut Kristus. Dengan kata lain, dalam
hidup ini seharusnya ada pengharapan-pengharapan dan optimisme-
optimisme yang memang tidak perlu dipostulatkan.
16 Jurnal Amanat Agung
Daftar Pustaka
Barth, Karl. Church Dogmatics 1/2. London: T&T Clark, 2009.
Barth, Karl. Church Dogmatics 4/2. London: T&T Clark, 2009.
Flannery, Austin (ed.). Vatican Council II: The Conciliar and Post Conciliar
Documents. Mumbai: St Pauls, 2004.
Ott, Craig. Stephen J. Strauss, dan Timothy C. Tennent. Encountering
Theology of Mission: Biblical Foundations, Historical
Developments. Grand Rapids: Baker, 2010.
Vondey, Wolfgang dan Martin William Mittelstadt (ed.). The Theology of
Amos Yong and the New Face of Pentecostal Scholarship: Passion
for the Spirit. Leiden: Brill, 2013.
Yong, Amos. Beyond the Impasse: Toward a Pneumatological Theology of
Religions. Grand Rapids: Baker, 2003.
Yong, Amos. The Spirit Poured Out on All Flesh: Pentecostalism and the
Possibility of Global Theology. Grand Rapids: Baker, 2005.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Encountering Theology of Mission: Biblical Foundations, Historical Developments
  • Craig Ott
  • J Stephen
  • Timothy C Strauss
  • Tennent
Ott, Craig. Stephen J. Strauss, dan Timothy C. Tennent. Encountering Theology of Mission: Biblical Foundations, Historical Developments. Grand Rapids: Baker, 2010.
The Theology of Amos Yong and the New Face of Pentecostal Scholarship: Passion for the Spirit
  • Wolfgang Vondey
  • Dan
Vondey, Wolfgang dan Martin William Mittelstadt (ed.). The Theology of Amos Yong and the New Face of Pentecostal Scholarship: Passion for the Spirit. Leiden: Brill, 2013.
Beyond the Impasse: Toward a Pneumatological Theology of Religions
  • Amos Yong
Yong, Amos. Beyond the Impasse: Toward a Pneumatological Theology of Religions. Grand Rapids: Baker, 2003.
The Spirit Poured Out on All Flesh: Pentecostalism and the Possibility of Global Theology
  • Amos Yong
Yong, Amos. The Spirit Poured Out on All Flesh: Pentecostalism and the Possibility of Global Theology. Grand Rapids: Baker, 2005.